BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kurikulum dan Pelaksanaan Kurikulum 1. Kurikulum Ada berbagai definisi dari kurikulum. Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional kurikulum merupakan
“seperangkat
rencana
dan
pengaturan
mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan
sebagai
pedoman
penyelenggaraan
kegiatan”. Merujuk pada pengertian tersebut, kurikulum yang dimaksud lebih menekankan pada kerangka kerja atau
rancangan
dalam
membantu
berkembangnya
kemampuan-kemampuan peserta didik melalui proses pembelajaran.
Sehingga,
kurikulum
akan
memuat
informasi tentang apa yang harus dipelajari peserta didik (subjek), apa yang harus peserta didik ketahui dan mampu laksanakan (kompetensi), berapa lama mereka dapat belajar (jam belajar/minggu) dan bagaimana cara peserta didik belajar (tatap muka, tugas terstruktur, dan juga tugas lainnya) (Munir dalam Rahmat, 2010). Hal tersebut hampir mirip seperti yang ditulis McLachlan, dkk (2010) bahwa ada empat elemen penting yang ada pada kurikulum: 1) tujuan, sasaran, objektif atau pernyataan hasil – apa yang kita inginkan untuk bisa dicapai dalam kurikulum ini, apa hasil (outcome) yang
kita
harapkan
dari
mengimplementasikan 10
kurikulum ini. 2) Isi, bidang studi, atau mata pelajaran – apa
yang
akan
kita
masukkan
dan
tidak
dalam
kurikulum. 3) Metode atau prosedur – apakah metode atau pendekatan mengajar yang akan digunakan untuk mencapai tujuan atau outcome ini. 4) Evaluasi dan penilaian – bagaimana mengetahui bahwa tujuan dalam kurikulum telah dicapai. Hal tersebut hampir sama dengan pendapat Stake (dalam Hasan, 1988) yang menyatakan bahwa kurikulum adalah termasuk apa yang direncanakan guru, proses pelaksanaan rencana tersebut, serta hasil dari proses pelaksanaan rencana tadi. Menurut definisi ini kurikulum bukan hanya sekedar evaluasi hasil belajar. Jadi
dari
berbagai
definisi
kurikulum
bisa
disimpulkan bahwa kurikulum adalah sebuah rancangan untuk peserta didik yang berisi tujuan apa yang ingin dicapai,
apa
saja
yang
harus
dipelajari,
metode
mengajarkan, bagaimana menilai tujuan telah dicapai. Empat hal tersebut seperti yang dikemukakan oleh Tim Dosen UPI (2010)
yaitu bahwa kurikulum merupakan
suatu sistem yang memiliki komponen tujuan, isi, metode dan evaluasi. 2. Pelaksanaan Kurikulum Menurut Mulyasa (2008) pelaksanaan kurikulum adalah
suatu
proses
penerapan
ide,
konsep,
dan
kebijakan kurikulum (kurikulum potensial) dalam suatu aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik menguasai seperangkat kompetensi tertentu sebagai hasil interaksi dengan
lingkungan.
Jadi
pelaksanaan
kurikulum 11
merupakan hasil terjemahan guru terhadap kurikulum yang dijabarkan dalam silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran sebagai rencana tertulis. Pelaksanaan
kurikulum
sebagai
proses
ini
direalisasikan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan prinsip dan tuntutan kurikulum yang telah dikembangkan
sebelum
itu
bagi
suatu
jenjang
pendidikan atau sekolah-sekolah tertentu. Pelaksanaan kurikulum
dibagi
menjadi
dua
yaitu
pelaksanaan
kurikulum tingkat sekolah dan tingkat kelas. Dalam tingkat sekolah yang berperan adalah kepala sekolah dan pada tingkatan kelas yang berperan adalah guru (Suryosubroto, 2004). Kurikulum
direncanakan
atau
dikembangkan
sesuai dengan aturan yang ditetapkan pemerintah, tuntutan lingkungan, ataupun fungsi dan visi misi dari satuan pendidikan. Namun dalam pelaksanaannya hal tersebut
belum
tentu
berjalan
seperti
yang
telah
direncanakan karena berbagai faktor diantaranya guru, siswa, dan sarana prasarana. Menurut Sauri (2010), faktor kompetensi sebagai seorang guru sangatlah penting. Sasaran pekerjaannya yaitu
peserta
didik
akan
berkualitas
atau
tidak
tergantung sejauh mana guru bisa menempatkan diri sebagai
pendidik
kompetensi Peraturan
untuk
yang
memiliki
mengarahkan
Pemerintah
No.19
kapasitas peserta
Tahun
2005
dan
didiknya. tentang
Standar Nasional Pendidikan mengatur bahwa ada empat kompetensi yang perlu dimiliki seorang guru yaitu kompetensi
pedagogis,
kepribadian,
sosial
dan 12
profesional. Menurut Peraturan Pemerintah tersebut dijelaskan masing-masing sebagai berikut: Yang dimaksud dengan kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik yang meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan beraklak mulia. Yang dimaksud dengan kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam Standar Nasional Pendidikan. Yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidikan sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Selain itu sebelum merencanakan kurikulum, guru dituntut untuk memahami peserta didik dengan baik. Pengenalan terhadap peserta didik dalam interaksi belajar
mengajar
merupakan
faktor
mendasar
dan
penting agar guru memahami dan menghargai keunikan cara
belajar,
kebutuhan
perkembangan,
kemampuan serta karakteristik akhirnya
mencapai
minat,
mereka dan pada
tujuan
pembelajaran
yang
atau siswa
adalah
diharapkan (Sutarmanto, 2012). Sedangkan, peserta didik
sasaran atau target dari kurikulum yang direncanakan. Menurut Undang-undang No.20 didik
adalah
anggota
mengembangkan
Tahun 2003, “Peserta
masyarakat
potensi
diri
yang melalui
berusaha proses 13
pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang dan jenis pendidikan tertentu”. Komponen lain yang mempengaruhi kelancaran pelaksanaan
kurikulum
adalah
sarana
prasarana.
Penyediaan sarana yang memadai bisa menunjang hasil pembelajaran. Seperti yang ditulis Djatmiko (2006) bahwa sehebat apapun guru dalam menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, tanpa didukung oleh sarana prasarana yang memadai maka hasil yang diharapkan tidak dapat dicapai secara maksimum. Oleh karena itulah, dalam pelaksanaan kurikulum ketiga hal tersebut perlu juga diperhatikan supaya menunjang tercapainya tujuan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
B. Evaluasi Kurikulum Dalam
bukunya,
Arikunto
dan
Jabar
(2010)
menyimpulkan beberapa pendapat dari ahli tentang evaluasi yaitu kegiatan mengumpulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Demikian pula dalam evaluasi kurikulum. Niekerk (2003) mengambil beberapa definisi dalam tulisannya, pertama menurut Kelly (1989) menyatakan bahwa evaluasi kurikulum adalah proses dari usaha-usaha yang tujuannya adalah mengukur nilai dan efektivitas dari setiap hal penting dalam kegiatan pendidikan. Kemudian Cronbach (1963) mendefinisikan evaluasi secara lebih luas sebagai mengumpulkan dan menggunakan informasi untuk membuat keputusan 14
menyangkut program pendidikan. Ketiga Davis (1981) mendeskripsikan evaluasi kurikulum sebagai proses dari menggambarkan,
mendapatkan
dan
menyediakan
informasi yang berguna untuk membuat keputusan dan penilaian tersebut,
tentang maka
kurikulum.
evaluasi
Dari
kurikulum
definisi-definisi penting
untuk
dilakukan sehingga orang-orang yang berperan dalam kurikulum
bisa
melihat
bagaimana
efisiensi
dan
efektivitasnya. Menurut Hasan (1988), dalam memberikan definisi dalam evaluasi kurikulum bergantung pada definisi kurikulum itu sendiri yang menyangkut ruang lingkup kurikulum ataupun dimensi-dimensi kurikulum sebab ruang lingkup kurikulum akan memberikan batasan pada ruang lingkup evaluasi kurikulum. Kemudian dikemukakan juga bahwa kurikulum memiliki empat dimensi yang saling berhubungan satu sama lain. Keempat dimensi tersebut adalah kurikulum sebagai suatu ide atau konsepsi, kurikulum sebagai suatu rencana tertulis, kurikulum sebagai suatu kegiatan atau proses, dan kurikulum sebagai suatu hasil. Hubungan diantara keempat dimensi tersebut digambarkan sebagai berikut. Gambar 1. Empat Dimensi Kurikulum Kurikulum sebagai ide atau konsepsi
Kurikulum sebagai rencana tertulis
Kurikulum sebagai kegiatan atau proses
Kurikulum sebagai hasil belajar
Sumber: Qomari, 2008
15
Komponen kurikulum yang terdiri dari (1) tujuan apa yang ingin dicapai, (2) apa saja yang harus dipelajari, (3) metode mengajarkan, (4) bagaimana menilai tujuan telah dicapai
berhubungan dengan empat dimensi
kurikulum di atas. Selanjutnya, empat dimensi dari kurikulum merupakan hal yang saling berhubungan dan berkesinambungan maka
disimpulkan bahwa evaluasi
kurikulum merupakan suatu proses pengumpulan dan penggunaan informasi untuk membuat keputusan dan penilaian tentang kurikulum yang meliputi kurikulum sebagai
ide,
kurikulum
kurikulum
sebagai
sebagai
rencana
kegiatan/proses,
tertulis,
dan
kurikulum
lebih
cenderung
sebagai hasil. Dalam
penelitian
ini,
akan
mengevaluasi kurikulum sebagai suatu kegiatan atau proses,
yaitu
kurikulum
sebagai
realita
karena
kurikulum dalam dimensi ini adalah kurikulum yang sesungguhnya terjadi di lapangan. Hasan (1988) lebih lanjut juga menuliskan bahwa kurikulum sebagai proses sebenarnya merupakan implementasi atau pelaksanaan kurikulum sebagai rencana. Oleh karena itu, antara dimensi
kurikulum
sebagai
rencana
sebagai dan
ide
dengan
kurikulum
kurikulum
sebagai
proses
merupakan suatu kelanjutan yang berkesinambungan. Kesinambungan merupakan suatu hal yang penting dan kritis
dalam
pengembangan
kurikulum.
apabila
kesinambungan tersebut mengalami persoalan maka ide yang dimaksud dalam tahap pertama pengembangan kurikulum tidak akan mencapai sasaran. Salah satu model evaluasi kurikulum yang dapat digunakan
adalah
model
yang
dikembangkan
dan 16
digagas oleh Stufflebeam (dalam Hasan, 1988) yaitu model CIPP (Context, Input, Process, dan Product). Model ini mengandung empat komponen, yakni konteks, input, proses, dan produk, dan masing-masing perlu penilaian sendiri. Evaluasi konteks meliputi penelitian mengenai lingkungan satuan pendidikan serta pengaruh-pengaruh dari luar. Tujuannya untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki evaluan. Kemudian sebagian tugas evaluan adalah melakukan need assessment. Evaluasi ini mencoba memberikan nilai dan arti dari suatu
keadaan.
Nilai
diperlihatkan
dengan
mengemukakan mengenai keadaan evaluan. Kekuatan dan kelemahan evaluan merupakan hasil pertimbangan evaluator
mengenai
nilai
evaluan.
Sedangkan
arti
evaluan diperlihatkan dengan memberikan pertimbangan apakah tujuan yang akan dicapai sesuai kebutuhan (need). Bila evaluasi ini memadai, maka dilakukan evaluasi
input
(masukan),
yakni
mengemukakan
program yang dapat mencapai apa yang diinginkan lembaga tersebut. Evaluasi input tidak hanya melihat apa
yang
ada
pada
lingkungan
lembaga
(material
maupun personal) tetapi juga harus memperkirakan kemungkinan-kemungkinan yang akan dihadapi diwaktu mendatang ketika suatu inovasi kurikulum dilakukan. Evaluasi proses adalah evaluasi mengenai pelaksanaan suatu inovasi kurikulum. Sehingga evaluasi ini baru dapat
dilakukan
dilaksanakan
apabila
dilapangan.
inovasi
kurikulum
Tujuannya
telah
memperbaiki
keadaan yang ada. Evaluator menentukan sampai sejauh mana rencana inovasi itu dilaksanakan dilapangan, hambatan-hambatan
apa
yang
ditemui
yang
tidak 17
diperkirakan sebelumnya, dan perubahan apa yang harus dilakukan terhadap kurikulum tersebut. Informasi ini juga sebagai umpan balik untuk pengelola dan staf. Selanjutnya evaluasi produk (hasil) adalah evaluasi yang bertujuan untuk menentukan sampai sejauh mana kurikulum yang diimplementasikan tersebut telah dapat memenuhi kebutuhan kelompok yang menggunakannya. Evaluasi hasil diharapkan memperlihatkan pengaruh program tidak hanya yang bersifat langsung tapi juga tidak langsung. Pengaruh tersebut tidak saja yang besifat positif tetapi juga pengaruh negatif dari kurikulum tersebut. Adanya pengaruh negatif terdengar aneh, tapi sebenarnya realistis. Bukanlah hal yang mustahil bahwa suatu kurikulum menghasilkan pengaruh sampingan yang negatif yang tidak diperkirakan pengembangnya. Stufflebeam juga mengatakan bahwa keempat evaluasi ini merupakan satu rangkaian namun dalam pelaksanaannya evaluator dapat melakukan satu jenis evaluasi saja atau kombinasi dari dua atau lebih. Namun keunggulan model ini terletak pada kesatuan rangkaian evaluasi. Keempat dimensi kurikulum dapat dievaluasi dengan model CIPP ini. Kurikulum sebagai ide dapat dievaluasi melalui evaluasi konteks, kurikulum dalam dimensi sebagai rencana dapat menggunakan evaluasi input, sedangkan evaluasi proses dan hasil sesuai namanya dapat dipakai untuk mengkaji kurikulum dalam dimensi sebagai proses dan hasil.
18
C. Pendidikan Taman Kanak-kanak 1. Pengertian Taman Kanak-kanak Definisi dari pendidikan anak usia dini atau PAUD adalah suatu proses pendidikan yang diperuntukkan bagi anak usia dini, atau sering juga disebut dengan istilah anak usia prasekolah, usianya berkisar antara 2-6 tahun (Muliawan, 2009). Pengertian tersebut sejalan dengan apa yang disebutkan dalam Undang-undang No.20 Tahun 2003 yang mengatakan bahwa Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun
yang
dilakukan
melalui
pemberian
rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut. Taman Kanak-kanak (TK) adalah salah satu jalur formal bagi pendidikan usia dini. Berdasarkan Permendiknas No.58 Tahun 2009 Taman Kanak-kanak (TK), di Indonesia, peserta didiknya meliputi anak-anak berusia 4 - < 6 tahun. Untuk usia 4 <5 tahun adalah peserta didik TK Kelompok A, dan 5 - < 6 tahun adalah peserta didik TK Kelompok B. Jumlah maksimal
peserta
didik
setiap
rombongan
belajar
sebanyak 20 peserta didik dengan 1 orang guru atau guru pendamping. Anak usia dini sedang dalam tahap pertumbuhan dan perkembangan paling pesat, baik fisik maupun mental. Pertumbuhan dan perkembangan anak telah dimulai sejak prenatal, yaitu sejak dalam kandungan. Pembentukan sel saraf otak sebagai modal kecerdasan, 19
terjadi saat anak dalam kandungan. Sehingga tahap awal perkembangan
janin
sangat
penting
untuk
pengembangan sel-sel otak. Setelah lahir terjadi proses mielinasi dari sel-sel saraf dan pembentukan hubungan antarsel. Keduanya sangat penting dalam pembentukan kecerdasan. Selain pertumbuhan dan perkembangan fisik
dan
motorik,
perkembangan
moral,
sosial
emosional, intelektual, dan bahasa juga berlangsung sangat pesat. Oleh karena itu usia dini juga disebut sebagai usia emas atau golden age (Suyanto, 2005). 2. Fungsi Pendidikan Taman Kanak-kanak Krin Villien seorang konsultan pendidikan anak usia dini dari Bank Dunia mengungkapkan bahwa kegiatan pembelajaran TK di Indonesia lebih bersifat akademik dimana anak lebih banyak duduk di bangku seperti sekolah dasar. Menurutnya jarang sekali anak diberi kesempatan bereksplorasi dan melakukan sendiri apa yang diminati. “Banyak guru kurang memberikan kesempatan anak untuk berfikir dan guru kurang memberi kesempatan pada anak untuk mengekspresikan perasaannya
dan
menemukan
pemecahan
masalah
sendiri”. Menurut Froebel, jika orang dewasa mampu menyediakan suatu “taman” yang dirancang sesuai dengan potensi dan bawaan anak, maka anak akan berkembang secara wajar. Masa anak merupakan fase yang sangat fundamental bagi perkembangan inidividu karena pada fase inilah terjadinya peluang yang sangat besar untuk pembentukan dan pengembangan pribadi seseorang. Hal ini karena aspek-aspek perkembangan 20
anak berkaitan satu dengan yang lain, artinya aspekaspek itu saling mempengaruhi. Bila ada hambatan pertumbuhan dan perkembangan dalam satu aspek maka
akan
menghambat
pertumbuhan
dan
perkembangan aspek lain. Namun apabila aspek-aspek tersebut terbentuk dan berkembang dengan optimal, maka
akan
terbentuk
individu
yang
kuat
(dalam
Syaodih, 2008). Agar bisa memanfaatkan berbagai potensi anak di usia
emas
tersebut,
kegiatan
pembelajaran
yang
dilakukan di Taman Kanak-kanak (TK) harus bisa memberikan rangsangan untuk berbagai aspek yaitu fisik-motorik, kognitif, sosial, emosi dan bahasa dengan tepat sesuai dengan tingkat usia anak. Seperti kegiatan
pendapat
pembelajaran
dari pada
Sujiono, anak
(2009)
usia
dini
bahwa pada
hakikatnya adalah: pengembangan kurikulum secara konkret berupa seperangkat rencana yang berisi sejumlah pengalaman belajar melalui bermain yang diberikan pada anak usia dini berdasarkan potensi dan tugas perkembangan yang harus dikuasainya dalam rangka pencapaian kompetensi yang harus dimiliki oleh anak.
Selain itu juga, pengembangan kurikulum harus bisa mendukung fungsi pendidikan usia dini yaitu memberikan stimulasi kepada anak. Melihat dari tujuan pendidikan anak usia dini maka ada beberapa fungsi program stimulasi edukasi atau fungsi pendidikan usia dini tersebut yaitu: 1) Fungsi adaptasi, berperan dalam membantu anak melakukan penyesuaian diri dengan berbagai kondisi lingkungan serta menyesuaikan diri dengan keadaan dalam dirinya sendiri. Contohnya, dalam mengajarkan sebuah
21
permainan dan aturannya, maka anak dikenalkan peraturan dan ditanamkan untuk bisa mendisiplinkan dirinya mengikuti peraturan. Anak belajar menyesuaikan diri dengan situasi tersebut sehingga bisa ikut dalam permainan tersebut. 2) Fungsi sosialisasi, berperan dalam membantu anak agar memiliki ketrampilan-ketrampilan sosial yang berguna dalam pergaulan dan kehidupan sehari-hari di mana anak berada. Contohnya: bermain bersama teman, melalui bermain maka anak dapat berinteraksi dan berkomunikasi sehingga proses sosialisasi anak dapat berkembang. 3) Fungsi pengembangan, berkaitan dengan pengembangan berbagai potensi yang dimiliki anak. Setiap unsur potensi yang dimiliki anak membutuhkan suatu situasi atau lingkungan yang dapat menumbuhkembangkan potensi tersebut kearah perkembangan yang optimal sehingga menjadi potensi yang bermanfaat bagi anak itu sendiri maupun lingkungannya. Contohnya: menyiapkan media pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak, mengenalkan anak dengan dunia sekitar, misalnya dengan field trip. 4) Fungsi bermain, berkaitan dengan pemberian kesempatan pada anak untuk bermain, karena pada hakikatnya bermain itu sendiri merupakan hak anak sepanjang rentang kehidupannya. Melalui kegiatan bermain anak akan mengeksplorasi dunianya serta membangun pengetahuannya sendiri. Contohnya, bermain bebas sesuai dengan minat dan keinginan anak. 5) Fungsi ekonomik, pendidikan yang terencana pada anak merupakan investasi jangka panjang yang dapat menguntungkan pada setiap rentang perkembangan selanjutnya. Terlebih lagi investasi yang dilakukan berada pada masa keemasan (the golden age) yang akan memberikan keuntungan berlipat ganda. Pendidikan di Taman Kanak-kanak merupakan salah satu peletak dasar bagi perkembangan selanjutnya (Sujiono, 2009).
3. Karakteristik Perkembangan Anak Taman Kanakkanak Telah dijelaskan sebelumnya, anak usia Taman Kanak-kanak (TK) secara psikologis berada pada rentang usia 4 sampai 6 tahun. Salah satu aspek perkembangan penting dari anak TK adalah perkembangan fisik. Perkembangan fisik dapat diklasifikasikan menjadi dua 22
aspek yaitu ditinjau dari perkembangan motorik kasar dan motorik halus. Sujiono (2009) menuliskan indikasi kemampuan motorik pada anak TK: (1) mampu berlari, meloncat, memanjat dan keseimbangan – hal itu menunjukkan kemampuan motorik kasar yang telah berkembang dengan baik; (2) peningkatan kemampuan kontrol atau jari tangan mengambil benda-benda yang kecil, memotong garis dengan gunting, memegang pensil dengan bantuan orang dewasa, merangkai manik-manik kecil; (3) membangun yang membutuhkan keahlian, biasanya menyukai konstruksi-konstruksi bahan, dan juga aktivitas besar dengan unit dan bahan konstruksi yang besar; (4) menunjukkan minat yang besar dalam permainan bola dengan peraturan yang sederhana.
Masih menurut Sujiono (2009), perkembangan intelektual
menyangkut
imajinasi.
Dalam
kognitif,
kemampuan
bahasa, perseptual
seni
dan
kognitif,
Sujiono mengatakan anak TK akan: (1) menunjukkan minat dalam rasa dan perbedaan aktivitas sensori motor misalnya warna, ukuran atau bentuk, suara, rasa bau, berat; (2) menunjukkan peningkatan minat dalam angka-angka sederhana dan kuantitas seperti: menghitung, mengukur, meneliti, kurang-lebih, dan besar kecil, kegiatan kebahasaan menyebutkan nama huruf atau suara, menjiplak huruf dan pura-pura menulis, melakukan kegiatan-kegiatan dengan buku; (3) melakukan kegitan yang lebih bertujuan dan mampu merencanakan suatu kegiatan secara aktif; (4) menunjukkan peningkatan minat dalam menghasilkan rancangan, termasuk puzzle dan dalam menkonstruksikan dunia permainan; (5) turut serta dalam pertunjukkan seni yang membutuhkan aksi panggung; (6) menunjukkan peningkatan kewaspadaan terhadap sesuatu yang nyata dalam berbagai macam bentuk, pakaian, bermain peran dan permainan konstruksi; (7) menunjukkan minat terhadap alam, pengetahuan, binatang, waktu dan bagaimana benda bekerja.
Berhubungan
dengan
perkembangan
bahasa,
menurut Morrison (2012) murid TK berada dalam masa 23
perkembangan kecerdasan dan bahasa yang sangat pesat. Mereka memiliki kapasitas besar untuk belajar kata-kata baru. Hal ini menjelaskan kecintaan anak TK akan kata-kata besar dan kemampuan mereka untuk mengatakan dan menggunakannya. Anak TK senang dan butuh terlibat dalam banyak aktivitas bahasa. Selain itu, murid TK senang berbicara. Keinginan mereka untuk berbicara harus didorong dan didukung dengan memberi banyak kesempatan untuk ikut serta dalam berbagai aktivitas bahasa seperti menyanyi, bercerita, mengikuti drama, dan membaca puisi. Berdasarkan teori Piaget pun dikatakan bahwa pada peringkat praoperasional (umur
2-7
tahun)
kemahiran
bahasa
anak-anak
berkembang dengan cepat dan dapat diasah melalui berbagai aktivitas. Pada proses ini, anak-anak belajar bagaimana
menggunakan
perkataan
dan
gambaran
untuk mewakilkan objek (Puteh & Ali, 2011). Sedangkan menurut Maria Montessori, periode paling
sensitif
terhadap
bahasa
dalam
kehidupan
seseorang adalah antara umur dua sampai tujuh tahun. Segala
macam
aspek
dalam
berbahasa
harus
diperkenalkan kepada anak sebelum masa sensitif ini berakhir.
Pada
periode
sensitif
ini
sangat
penting
diperkenalkan cara berbahasa yang baik dan benar, karena
keahlian
ini
sangat
berguna
untuk
berkomunikasi dengan lingkungannya (dalam Khairani, 2013). Dalam perkembangan sosial dan emosional, anak atau murid TK berada dalam tahap kerja keras melawan rasa rendah diri. Mereka akan terus belajar untuk mengatur emosi dan interaksi sosial mereka. Sebagian 24
besar anak, terutama mereka yang telah mengikuti prasekolah, sangat percaya diri, ingin ikut serta, dan ingin dan dapat menerima tanggung jawab. Mereka senang mengunjungi tempat-tempat dan melakukan banyak hal, seperti mengerjakan proyek, melakukan percobaan, dan bekerja sama dengan orang lain. Secara sosial, murid TK adalah pekerja mandiri dan sedang mengembangkan
kemampuan
dan
keinginan
untuk
bekerja sama dengan orang lain. Mereka bekerja keras dan sukses. Kombinasi sikap “pasti bisa” dan kerjasama dan tanggung jawab membuat mereka menyenangkan untuk diajari dan diajak bekerja sama (Morrison, 2012). Hal tersebut seperti dikatakan oleh Sujiono (2009) yaitu bahwa anak TK mulai berbagi dan bergiliran – konsep belajar bermain secara adil dan sportif, serta berkaitan dengan permainan sosial, biasanya mereka mampu bekerja sama, mempraktikkan, bermusyawarah (bermain pura-pura dengan menggunakan peran orang dewasa
yang
realistis
atau
nyata).
Namun,
masih
menurut Sujiono, mereka juga membenci kekalahan dan tidak siap untuk mengkoordinasikan permainan yang kompetitif. Selain itu dalam perkembangan ini, mereka juga
menikmati
permainan
papan
sederhana,
menitikberatkan pada peluang, tidak pada strategi, mereka menikmati buku-buku dan siap untuk membaca, serta mereka menunjukkan minat menulis dan membaca kata-kata atau kalimat.
25
D. Kurikulum Taman Kanak-kanak Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.27 Tahun 1990, penyelenggaraan pendidikan taman kanak dimaksudkan untuk “membantu meletakkan dasar ke arah
perkembangan
sikap,
perilaku,
pengetahuan,
ketrampilan dan daya cipta yang diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya, serta pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya”. Menurut Muliawan (2009) pendidikan PAUD dalam hal ini TK berfungsi untuk sebatas mempersiapkan peserta didik untuk bisa beradaptasi dengan lingkungan dan persiapan mental yang diperlukan untuk mengikuti jenjang pendidikan selanjutnya yang lebih utama atau membantu dan mengarahkan proses tumbuh kembang anak agar lebih terarah dan terpadu. Karena fungsi-fungsi tersebut, dalam pengelolaan Taman
Kanak-kanak,
mendukung
memerlukan
pembelajaran
yang
kurikulum sesuai
yang
dengan
pertumbuhan dan perkembangan anak. Morrison (2012) mengatakan,
kurikulum
TK
saat
ini
tidak
hanya
mencakup kegiatan yang mendukung anak secara emosi dan sosial dalam belajar menjadi orang yang lebih kompeten,
tetapi
juga
mempelajari
pengalaman
akademis, seperti membaca, menulis, matematika, ilmu pengetahuan, ilmu sosial, dan seni. Namun, Morrison juga mengatakan bahwa semua itu, pertama-tama harus didekati
dengan
memperhatikan
kemampuan
dan
keinginan anak untuk bermain saat belajar. Karena itulah, setiap TK harus bisa mengembangkan sebuah kurikulum
yang
sesuai
dengan
pertumbuhan
dan 26
perkembangan anak namun juga menyesuaikan dan memenuhi tuntutan masyarakat yang semakin maju. Pernyataan tersebut sejalan dengan Maryatun (2011) yang mengatakan bahwa pembelajaran yang dilakukan
di
PAUD
lebih
tepat
dikatakan
sebagai
kegiatan bermain, karenanya diusahakan kegiatan yang dilaksanakan di PAUD menyenangkan bagi anak dan bermakna menanamkan suatu konsep tertentu. Tetapi, walaupun
dilakukan
melalui
kegiatan
bermain,
pembelajaran tersebut tetap membutuhkan perencanaan yang matang sebagai acuan pelaksanaan kegiatan agar tujuannya lebih terarah sesuai tahap perkembangan dan usia anak. Jadi kurikulum yang di susun di TK harus benar-benar dikelola dengan benar dalam perencanaan maupun pelaksanaannya. 1. Perencanaan, Pelaksanaan dan Penilaian Kegiatan Pembelajaran Taman Kanak-kanak Kerangka inti dari sebuah kurilum adalah silabus. Silabus ini merupakan sebuah rencana yang disusun dan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Dengan demikian, perencanaan pembelajaran diawali dengan penyusunan silabus. Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Tengah
(2012)
mengatakan
bahwa
silabus
dalam
kurikulum Taman Kanak-kanak merupakan seperangkat rencana
dan
pengaturan
kegiatan
pembelajaran,
pengelolaan kelas, serta penilaian dan proses capaian perkembangan. Silabus tersebut berisi: 1) seperangkat rencana dan pengaturan kegiatan pembelajaran berupa: Perencanaan Semester, Rencana Kegiatan Mingguan 27
(RKM), Rencana Kegiatan Harian (RKH); 2) Rencana pengelolaan kelas berupa: rencana penataan lingkungan pembelajaran, rencana kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir; 3) Rencana penilaian berupa: rencana bentuk dan teknik penilaian yang akan digunakan. Penjelasan
yang
diperoleh
dari
buku
contoh
kurikulum TK dari Diknas tersebut adalah sebagai berikut:
Perencanaan
Semester
atau
program
tahunan/semester merupakan program pembelajaran yang
berisi
jaringan
tema,
bidang
pengembangan/lingkup pengembangan, indikator dan alokasi waktu. Kemudian perencanaan mingguan atau rencana
kegiatan
penjabaran
dari
mingguan
perencanaan
(RKM) semester
merupakan yang
berisi
kegiatan-kegiatan dalam rangka mencapai indikator yang telah direncanakan dalam satu minggu sesuai dengan keluasan pembahasan tema dan sub tema. Ada dua bentuk RKM: 1) RKM model pembelajaran kelompok dengan komponen: tema dan sub tema, alokasi waktu, TK Kelompok A atau B, bidang pengembangan atau lingkup
perkembangan
dan
kegiatan
per-bidang
pengembangan/lingkup perkembangan; 2) RKM model pembelajaran
berdasar
minat
dengan
komponen
meliputi: tema dan sub tema, alokasi waktu, TK. Kelompok A atau B, sudut/area/sentra dan kegiatan sudut,
area
atau
sentra.
Selanjutnya
adalah
perencanaan harian atau rencana kegiatan harian (RKH) merupakan
penjabaran
dari
RKM,
yang
memuat
kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang dilaksanakan secara individual, kelompok, maupun klasikal dalam 28
satu hari. RKH terdiri atas kegiatan awal, kegiatan inti, istirahat atau makan, dan kegiatan akhir. Silabus yang sudah disusun ini akan dilaksanakan dalam kegiatan pembelajaran yang akan menanamkan berbagai
kompetensi
pelaksanaan
atau
kepada
anak.
implementasi
Pengertian
kurikulum
dari
adalah
penerapan ide, konsep kurikulum yang dijabarkan dalam silabus dan rencana pembelajaran ke dalam proses pembelajaran melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran oleh guru di sekolah sehingga terjadi perubahan pada peserta didik yaitu pencapaian kompetensi yang telah direncanakan (Mulyasa, 2008; Miller & Seller dalam AlHafizh, 2011). Namun, seperti dituliskan sebelumnya bahwa cara anak belajar di TK adalah dengan bermain. Sehingga seperti yang dikemukakan oleh Albrecht dan Miller (2000 dalam Sujiono, 2009) yaitu bahwa dalam pengembangan program bermain (kurikulum) bagi anak usia dini seharusnya
sarat
dengan
aktivitas
bermain
yang
mengutamakan adanya kebebasan bagi anak untuk bereksplorasi
dan
berkreativitas,
sedangkan
orang
dewasa seharusnya lebih berperan sebagai fasilitator pada
saat
anak
membutuhkan
bantuan
untuk
memecahkan masalah yang dihadapi. Dituliskan pula bahwa program kegiatan bermain yang merupakan implementasi secara kongkret pengembangan kurikulum tersebut,
memiliki
mengembangkan anak
sesuai
mengenalkan
sejumlah
seluruh
kemampuan
dengan
tahap
anak
dengan
mengembangkan
fungsi:
sosialisasi
(1)
untuk
yang
dimiliki
perkembangannya; dunia
anak;
(4)
sekitar;
(2) (3)
mengenalkan 29
peraturan dan menanamkan disiplin pada anak, dan (5) memberikan kesempatan kepada anak untuk menikmati masa bermainnya. Terakhir adalah penilaian yaitu suatu usaha mengumpulkan dan menafsirkan berbagai informasi secara sistematis, berkala, berkelanjutan, menyeluruh, tentang
proses
dan
hasil
dari
pertumbuhan
serta
perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik melalui kegiatan pembelajaran. Tujuan dari kegiatan ini adalah
untuk
mengetahui
pertumbuhan
dan
perkembangan yang telah dicapai oleh anak didik selama mengikuti pendidikan TK. Sementara fungsi kegiatan ini meliputi beberapa hal seperti: 1) Memberikan umpan balik
kepada
guru
untuk
memperbaiki
kegiatan
pembelajaran, 2) Sebagai bahan pertimbangan bagi guru untuk melakukan kegiatan bimbingan terhadap anak didik agar fisik maupun psikisnya dapat tumbuh dan berkembang
secara
optimal,
3)
Sebagai
bahan
pertimbangan bagi guru untuk menempatkan anak dalam
kegiatan
yang
sesuai
dengan
minat
dan
kebutuhannya, 4) Memberikan informasi kepada orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan yang telah dicapai oleh anak sebagai bentuk pertanggungjawaban TK,
5)
Sebagai
informasi
bagi
orang
tua
untuk
melaksanakan pendidikan keluarga yang sesuai dan terpadu dengan proses pembelajaran, 6) Sebagai bahan masukan bagi berbagai pihak dalam rangka pembinaan selanjutnya terhadap anak didik (Dinas Pendidikan Provinsi
Jawa
Tengah,
2012).
Kemudian
lingkup
penilaian menurut Permendiknas No. 58 Tahun 2009 adalah
mencakup
seluruh
tingkat
pencapaian 30
perkembangan anak dan data tentang status kesehatan, pengasuhan dan pendidikan. 2. Model Pembelajaran Taman Kanak-kanak Ada berbagai model pembelajaran untuk anak usia dini, dan setiap TK bisa memilih sesuai dengan situasi dan kondisi sekolah masing-masing. Sujiono (2009) menuliskan beberapa model, pertama, model kelas berpusat pada anak yang ditandai dengan (1) adanya materi
yang
sesuai
dengan
kebutuhan
dan
perkembangan anak, (2) metode pembelajaran yang mengacu pada center of interest melalui pengembangan tematik, (3) media dan sumber belajar yang dapat memperkaya lingkungan belajar dan (4) pengelolaan kelas yang bersifat demokrasi, keterbukaan, saling menghargai, kepedulian dan kehangatan. Kedua, model Beyond Center and Circle Time (BCCT) yaitu suatu pendekatan yang merupakan perpaduan antara teori dan pengalaman praktik. Model ini mempunyai ciri-ciri (1) pembelajaran berpusat pada anak, (2) menempatkan seting lingkungan main sebagai pijakan awal yang penting, (3) memberikan dukungan penuh kepada anak untuk aktif, kreatif dan berani mengambil keputusan sendiri, (4) peran pendidik sebagai fasilitator, motivator, dan evaluator, (5) kegiatan anak berpusat di sentrasentra main sebagai pusat minat, (6) memiliki standar prosedur operasional yang baku pada saat di sentra maupun di lingkaran dan (7) pemberian pijakan sebelum dan setelah anak bermain dilakukan dalam posisi duduk melingkar. Ketiga, model ketrampilan hidup yang 31
bertujuan agar anak mampu mendidik diri sendiri (self help) dan kemudian mampu menolong orang lain (social skill) sebagai suatu bentuk kepedulian dan tanggung jawab sosialnya sebagai salah satu anggota keluarga dan masyarakat dimana anak berada. Keempat, model bermain kreatif berbasis kecerdasan jamak dimana dalam kegiatan bermain memberikan kebebasan pada anak
untuk
menciptakan Kelima,
berimajinasi, suatu
model
bentuk
OED
bereksplorasi kreatifitas
(observasi,
dan
yang
unik.
eksplorasi
dan
dikembangkan). Model ini lebih diutamakan untuk menstimulasi
perkembangan
fungsi
panca
indera
(sensori motor). 3. Materi Pembelajaran di Taman Kanak-kanak Menurut materi
atau
Purwastuti bahan
materi/substansi
ajar
dan
Efianingrum
merupakan
pelajaran
yang
(2010),
“seperangkat
disusun
secara
sistematis, menampilkan sosok utuh dari kompetensi yang
akan
dikuasai
oleh
peserta
didik
dalam
pembelajaran”. Selanjutnya keduanya mengambil dua pendapat dari ahli tentang pembuatan materi. Pertama dari Dick dan Carey yang menyatakan bahwa
hal-hal
yang
perlu
diperhatikan
dalam
pembuatan bahan ajar adalah: (1) memperhatikan motivasi belajar yang diinginkan, (2) menyesuaikan materi yang diberikan, (3) mengikuti suatu urutan yang benar, (4) berisikan informasi yang dibutuhkan, (5) adanya latihan praktek, (6) dapat memberikan umpan balik, (7) tersedia tes yang sesuai dengan materi ajar, (8) tersedia petunjuk untuk tindak lanjut, (9) tersedia petunjuk bagi peserta didik untuk tahap-tahap aktivitas yang dilakukan, serta (10) dapat diingat dan ditransfer.
32
Kedua menurut Romiszowski (1986) yang menyatakan bahwa
dalam
hendaknya
pembuatan
materi
mempertimbangkan
atau
empat
bahan aspek,
ajar yaitu
aspek akademik, aspek sosial, aspek rekreasi, dan aspek pengembangan pribadi. Dengan terbitnya Standar Nasional PAUD dari Permendiknas No.58 tahun 2009 sebagai standar acuan minimal,
maka
diharapkan
TK
sudah
dapat
mengembangkan kurikulumnya sendiri untuk memenuhi berbagai tuntutan pendidikan usia dini sekarang ini. Menurut standar isi dalam Permendiknas tersebut, maka struktur
program
pengembangan kemampuan
kegiatan
perilaku
dasar
dan
melalui
TK
mencakup
bidang kegiatan
bidang
pengembangan bermain
dan
pembiasaan. Ruang lingkup kurikulum TK akan meliputi beberapa lingkup perkembangan, yaitu: 1) Nilai-nilai agama dan moral; 2) Fisik yang terdiri dari motorik kasar, motorik halus, dan kesehatan fisik; 3) Kognitif yang terdiri dari pengetahuan umum dan sains, konsep bentuk, warna, ukuran dan pola, serta konsep bilangan, lambang bilangan, dan huruf; 4) Bahasa yang mencakup menerima bahasa, mengungkapkan bahasa, dan keaksaraan; dan 5) Sosial emosional.
Lingkup-lingkup perkembangan ini kemudian dijabarkan ke dalam standar tingkat pencapaian perkembangan yang akan dicapai peserta didik sesuai dengan kondisi dan situasi sekolah masing-masing. Morrison (2012) mengatakan bahwa TK sedang dalam tahap perubahan dari program yang berfokus pada perkembangan sosial dan emosi menjadi TK yang menekankan nilai akademis, terutama kemampuan baca tulis dini, matematika dan ilmu pengetahuan yang 33
menyiapkan anak untuk berpikir dan memecahkan masalah. Sehingga guru sebagai perancang dan penyedia materi dituntut memberikan bahan-bahan yang bisa memenuhi
tuntutan
perubahan
demikian,
pengembangan
tersebut.
berbagai
Namun
materi
untuk
kegiatan pembelajaran di TK harus tetap berdasarkan lingkup-lingkup perkembangan yang telah ditetapkan dan disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan anak.
E. Penelitian yang Relevan Penelitian Fauziyyah (2012) menemukan bahwa peran guru dalam membuat perencanaan pembelajaran sangat disesuaikan dengan tema yang akan di bahas, agar tercipta sebuah kesatuan pembelajaran yang lebih integral atau tidak terputus. Seorang guru sebelum melakukan
proses
pembelajaran
harus
membuat
pemetaan, silabus, program tahunan, program semester, program
mingguan
dan
program
harian
yang
didalammya sudah terencana mengenai tujuan, bahan ajar
mengenai
pendidikan
karakter
yang
akan
disampaikan kepada anak didik, waktu, medianya, strateginya,
dan
sampai
pada
bagaimana
mengevaluasinya, termasuk bagaimana apabila tujuan tidak tercapai. Hasil penelitian Hiryanto, dkk (2011) antara lain bahwa proses pembelajaran dapat berjalan dengan optimal manakala kelompok bermain maupun TPA, memiliki memenuhi
panti
belajar
kriteria
atau
tertentu.
tempat
belajar
Sementara
yang untuk 34
menggairahkan peserta didik pada pendidikan anak usia dini diperlukan adanya ragi belajar, yang bertujuan untuk memotivasi peserta didik agar bergairah dalam mengikuti
kegiatan
menghindarkan
belajar
kejenuhan
atau atau
bermain,
serta
kebosanan
serta
menggairahkan peserta didik dalam mengikuti proses pembelajaran.
Bentuk
penggunaan
metode
penggunaan
berbagai
ragi
belajar
pembelajaran jenis
antara
yang
lain,
bervariasi,
belajar
sarana
dan
pengaturan setting tempat duduk. Penelitian Sadri (2011) dengan model evaluasi CIPP menemukan bahwa dalam aspek konteks, secara umum kecenderungan yang mengakibatkan tidak efektifnya implementasi pembelajaran tematik karena guru dan kepala sekolah belum paham secara teoritik dan praktis visi misi dan tujuan pembelajaran tematik. Pada aspek input secara umum kecenderungan yang mengakibatkan tidak karena
efektifnya peserta
prasarana
implementasi didik
yang
mengakibatkan
terlalu
terbatas. tidak
pembelajaran banyak Pada
efektifnya
dan proses
tematik sarana yang
implementasi
pembelajaran tematik karena guru sulit menentukan tema dan pemetaan jaringan tema agar semua mata pelajaran bisa terakomodasi dalam satu tema yang dibuat. Selain itu juga dalam pelaksanaan pembelajaran guru masih terbawa ke dalam materi per bidang studi. Pada
hasil,
implementasi
yang
mengakibatkan
pembelajaran
tematik
tidak
efektifnya
adalah
belum
mampunya meningkatkan kemampuan akademik siswa.
35