BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja 1. Definisi Menurut Sarwono (2008), remaja atau adolescence adalah tumbuh kearah kematangan fisik, social maupun psikplogis, perioede perkembangan selama individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. Sedangkan menurut Hurlock (1999) remaja adalah usia dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orangorang yang lebih tua, melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak, integrasi dalam masyarakat, mempunyai banyak efektif, kurang lebih berhubungan dengan masa puber. Termasuk juga perubahan intelektual yang mencolok, transportasi yang khas dari cara berpikir remaja memungkinkan untuk mencapai integrasi dalam hubungan sosial orang dewasa, yang kenyataannya merupakan ciri khas yang umum dari periode perkembangan. Di Indonesia, batasan remaja yang mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 14 – 24 tahun.hal ini dikemukakan dalam sensus penduduk 1980. Menurut masyarakat Indonesia, batasan usia remaja adalah 11 – 24 tahun dan belum menikah dengan berbagai pertimbangan (Sarwono, 2008). Dalam bahasa latin, remaja diseebut adolescence yang berasal dari kata adolescere yang menjadi tumbuh menjadi dewasa. Secara Psikologis, masa remaja ialah dimana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa dibawah tingkat orang tua – orang yang lebih tua, melainkan berada
8
9
dalam tingkatan yang sama, sekurang – kurangnya dalam masalah hak (Sofyan, 2007). Remaja menurut WHO adalah remaja lebih konseptual. Dalam definisi
tentang remaja lebih konseptual, definisi tersebut
dikemukakan 3 kriteria yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi (Sarwono, 2008). Remaja menurut Muangman (1980) sebagaimana dikutip oleh Sarwono (2008), adalah suatu masa dimana: a. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tandatanda seksual sekundernya sampai ia mencapai kematangan seksual. b. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa. c. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative mandiri. 2. Ciri – ciri remaja Menurut Hurlock (1980) sebagaimana dikutip oleh Sofyan (2007), masa – masa remaja memiliki ciri – ciri tertentu yang membedakannya dengan periode sebelumnya. Ciri – ciri tersebut antara lain : a. Masa remaja sebagai masa yang penting. Hal ini karena perkembangan fisik yang cepat dan juga perkembangan mental, terutama pada masa awal memasuki usia remaja. Oleh karena itu, perkembangan tersebut menimbulkan kebutuhan akan penyesuaian mental dan perlunya membentuk sikap, nilai dan minat baru. b. Masa remaja sebagai masa peralihan
10
Dalam periode peralihan, status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Pada masa ini, remaja bukan lagi seorang anak dan juga bukan orang dewasa. Status yang tidak jelas ini menguntungkan karena status memberi
waktu
kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menentukan pada perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya. c. Masa remaja sebagai masa perubahan Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Selama awal masa remaja, ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung pesat. Kalau perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun. d. Masa remaja sebagai masa bermasalah Setiap periode, remaja mempuanyai berbagai macam masalah, namun masalah pada saat usia remaja mereka sulit mengatasinya. Terdapat dua alasan bagi kesulitan tersebut, yang pertama pada masa kanak – kanak setiap masalah selalu dibantu oleh orang tua dan guru – gurunya sehingga kebanyakan remaja tidak mempunyai pengalaman dalam mengatasi masalah. Masalah yang kedua karena para remaj merasa dirinya mandiri sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan dari orang lain. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri Sepanjang usia geng pada akhir masa kanak-kanak,penyesuian diri dengan standar kelompok adalah jauh lebih penting bagi anak yang lebih besar daripada individualitas. Seperti yang telah di tunjukan dalam hal berpakaian,berbicara,dan perilaku anak yang lebih besar.
11
Jadi Identitas dirinya yang di cari remaja berupa usaha untuk menjelaskan siapa diri dan apa perananya dalam masyarakat. f. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekhawatiran Banyak anggapan popular tentang remaja yang mempunyai arti yang bernilai dan sayangnya banyak di antaranya yang bersifat negative. Anggapan stereoatifpbudaya bahwa remaja adalah anakanak yang tidak rapih,yang tidak dapat di percaya dan cenderung merusak. Menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersifat tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. g. Masa remaja sebagai ambang menuju masa dewasa Semakin mendekati usia kematangan, para remaja menjadi gelisah untuk
meninggalkan
stereotip
balasan
tahhun
dan
untuk
memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa. Oleh karena itu remaja memusatkan diri pada status dewasa misalnya merokok,minum-minuman keras,menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. 3. Perkembangan remaja Menurut Sarwono (2008), proses penyesuaian diri remaja menuju kedewasaan ada tiga tahap perkembangan yaitu : a. Remaja Awal (Early Adolescence) Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan
yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan
dorongan-dorongan yang menyertai perubahan itu. Mereka mengembangkan pikiran-pikiran baru, tertarik pada lawan jenis, dan mudah terangsang secara erotis.
Dengan dipegang
bahunyasaja oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotic. Kepekaan yang berlebih-lebihan ini ditambah dengan berkurangnya kendali
12
terhadap “ego”. Hal ini menyebabkan para remaja awal sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.
b. Remaja Madya (Middle Adolescence) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan. senang
kalau
banyak
teman
yang
menyukainya.
Ia Ada
kecenderungan “narcistic”, yaitu mencintai diri sendiri, dengan menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu, ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana: peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis, dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari oedipoes complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis. c. Remaja Akhir (Late Adolescence) Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian lima hal di bawah ini. 1) Minat yang makin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. 2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru. 3) Terbentuk identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. 4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain. 5) Tumbuh “dinding yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum (The public)
13
B. Miras 1. Definisi Miras atau minum – minuman keras yang beralkohol adalah jenis NAZA dalam bentuk minuman yang mengandunng alcohol tidak peduli berapa kadar alcohol didalamnya. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sudah mengeluarkan fatwa bahwa setetes alcohol saja dalam minuman hukumnya haram (Hawari, 2006). Minum – minuman keras pada peminum alkohol disebut Alkoholisme adalah keadaan penyalah gunaan serta ketergantungan alcohol. Sedangkan menurut National Council on Alcoholism tahun 1992 mendefinisikan bahwa alkoholism adalah suatu penyakit kronis progresip yang ditandai dengan hilangnya control akibat memakai alcohol dengan konsekuensi timbulnya masalah social, hukum, psikologik dan juga fisik.gangguan psikriatri acap kali timbul selama dalam keadaan keracunan alkohol maupun selama dalam keadaan putus alkohol (Soetjiningsih, 2004). 2. Macam Bentuk Miras Alkohol di peroleh dari hasil peragian / fermentasi madu, gula, sari buah atau ubi – ubian. Dari peragian tersebut di peroleh alcohol sampai 15%, tetapi dengan proses penyulingan (destilasi) dapat dihasilkan kadar alcohol yang lebih tinggi bahkan mencapai 100% (Sanita, 2008). Dikenal tiga golongan minuman berakohol yaitu golongan A berkadar etanol 1% - 5%, misalnya minuman bir; golongan B berkadar etanol 5% - 20%, seperti anggur; dan golongan C berkadar etanol 20%
14
- 45%, contohnya whiskey, vodka, Mantion House, Jhony Walker, dan kamput (Sanita, 2008).
Etanol adalah bentuk molekul sederhana dari alcohol yang sangat mudah diserap dalam saluran pencernakan mulai dari mulut, esophagus, lambung, sampai usus halus. Daerah saluran pencernaan yang paling banyak menyerap alcohol adalah bagian proksimal usus halus, disini juga diserap vitamin B yang larut dalam air, kemudian dengan cepat beredar dalam darah. Anggur, be, wiski, gin, dan vodka adalah jenis – jenis minuman dengan kandungan alkohol sekitar 3% sampai 20% (Soetjiningsih, 2004). Alkohol merupakan depresan Sistem Syaraf Pusat (SSP), namun pada dosis rendah dapat bersifat sebagai stimulant. Pada dosis sedang dapat menyebabkan sedasi, euphoria, mudah terangsang dan gangguan koordinasi. Apabila dosis di naikan akan terjadi ataksia, emosi labil, dan bicara yang kacau. Sedangkan pada dosis yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kesadaran, gagal nafas, koma dan kematian (Soetjiningsih, 2004). Alkohol termasuk zat adiktif, yaitu zat tersebut dapat menimbulkan adiksi (addiction) yaitu ketagihan dan dependensi (ketegantungan). Penyalahgunaan NAZA jenis alcohol ini dapat menimbulkan gangguan mental organic yaitu gangguan dalm fungsi berfikir, berperasaan dan berperilaku. Gangguan mental organic ini disebabkan reaksi langsung alcohol pada neuro tranmiter sel – sel saraf pusat (Hawari, 2006). 3. Toleransi peningkatan alkoholik Mengkonsumsi alkohol setiap hari dan dalam jumlah yang makin meningkat maka akan terjadi toleransi, yang dibagi dalam 3 bentuk yaitu behavioral tolerance yaitu refleksi kemampuan seseorang
15
unntuk
belajar
dalam
tugas
afektifoleh
alcohol,
Tolerans
farmakokinetik yaitu produksi dehidrogenese alcohol dan mikrosom system reticulum endoplasmikk meningkat. Tolerans seluler yaitu adaptasi system neuron akibat peningkatan jumlah konsumsi alcohol (Soetjiningsih, 2004). Penelitian membuktikan bahwa penyalahgunaan NAZA jenis alcohol ini tidak hanya menimbulkan gangguan mental dan perilaku, tetapi dalam jangka panjang dapat menimbulkan gangguan pada organ otak, liver, alat pencernaan, pancreas, otot, janin, endokrin, nutrisi, metabolism dan resiko kanker (Hawari, 2006). 4. Efek dari alkohol a. Menghilangkan perasaan yang menghambat atau mengurangi b. Merasa lebih tegar berhubungan secara social c. Merasa senang dan banyak tertawa d. Menimbulkan kebingungan e. Tidak mampu berjalan C. Perilaku 1. Definisi Menurut pakar – pakar psikolog mengatakan bahwa perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia dan dorongan itu merupakan salah satu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Dengan adanya dorongan tersebut, menimbulkan seseorang melakukan sebuah tindakan atau perilaku khusus yang mengarah pada tujuan (Sudarman, 2008) Menurut Kurt Lewin (1970) sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku manusia adalah suatu keadaan yang seimbang antara kekuatan – kekuatan pendorong (driving forces) kekuatan – kekuatan penahan (restining forces). Perilaku ini dapat berubah apabila terjadi ketidak seimbangan antara kedua kekuatan
16
tersebut didalam diri seseorang. Sementara itu menurut Skiner (1938) sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perilaku didefinisikan sebagai respon atau reaksi seorang terhadap stimulus rangsangan yang datang dari luar. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati dari luar, yang berasal dari dorongan respon seseorang yang beraktifitas guna untuk memenuhi kebutuhan. 2. Pembentukan perilaku Berdasarkan bentuk respon terhadap stimulus, perilaku dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku tertutup (covert behavior) dan perilaku terbuka (overt behavior) Notoatmodjo (2003). Perilaku tertutup merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respons atau reaksi terhadap stimulus
ini
masih
terbatas
pada
perhatian,
persepsi,
pengetahuan/kesadaran, dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Sementara perilaku terbuka merupakan respon seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respons terhadap stimulus tersebut sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant respons. Karena itu, untuk membentuk jenis respon atau perilaku ini perlu diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang disebut operant conditioning.
Prosedur
pembentukan
perilaku
dalam
operant
conditioning ini menurut Skinner (1938) sebagaimana dikutip oleh Notoatmodjo (2003), adalah melalui tahap sebagai berikut :
17
a. Melakukan identifikasi tentang hal – hal yang merupakan penguat atau reinforce berupa hadiah – hadiah atau rewords bagi perilaku yang akan dibentuk. b. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen – komponen kecil yang membentuk perilaku yang dikehendaki. Kemudian komponen – komponen tersebut disusun dalam urutan yang tepat untuk menunjuk kepada terbentuknya periilaku yang dimaksud. c. Dengan menggunakan secara urut komponen – komponen itu sebagai tujuan – tujuan sementara, mengidentifikasi reinforce atau hadiah untuk masing – masing komponen tersebut. d. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen yang telah tersusun itu. Apabila komponen pertama telah dilakukan, maka hadiahnya diberikan, hal ini akan mengakibatkan komponen atau perilaku (tindakan) tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini sudah terbentuk, kemudian dilakukan komponen (perilaku) yang kedua yang diberi hadiah (komponen utama tidak memerlukan hadiah lagi), demikian berulang – ulang, sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga, keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk. 3. Perubahan perilaku Perubahan perilaku umumnya terjadi melalui tiga cara yaitu karena terpaksa (compliance) mengharapkan memperoleh imbalan baik materi maupun non materi, memperoleh pengakuan dari kelompok, terhindar dari hukuman, dan tetap terpelihara hubungan baik dengan orang lain, karena ingin meniru atau ingin dipersamakan
18
(identification), dan karena menyadari manfaatnya (Notoatmodjo, 2003).
4. Faktor yang mempengaruhi perilaku Faktor yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang menurut Green dalam Notoatmodjo (2003) dibedakan atas: 1). Faktor-faktor predisposisi (Predisposing factors) Faktor-faktor ini mencakup, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap halhal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, dan tingkat sosial ekonomi. 2). Faktor-faktor pemungkin (Enabling factors) Faktor-faktor
ini mencakup
ketersedian
sarana dan
prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya: air bersih, tempat pembuangan tinja, tersedianya makanan yang bergizi, kamar mandi yang bersih dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktek suasta (BPS), dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung yang berupa fasilitas yang pada hakikatnya mendukung untuk atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan. Hal yang termasuk dalam faktor pemungkin (enabling factors)
adalah
keterampilan,
sumber
pelayanan
kesehatan,
lingkungan, dan sebagainya. Seseorang atau masyarakat perlu mengupayakan sejumlah ketrampilan untuk menyelesaikan semua hal yang berhubungan dengan perilaku. Ketrampilan yang dimaksud di
19
sini
adalah
keterampilan
yang
perlu
dikembangkan,
bukan
keterampilan yang sudah dikuasai. Karena ketrampilan yang dikuasai dapat dimasukkan dalam faktor predisposisi (predisposing factors). Perubahan perilaku akan lebih mudah jika ada aspek lingkungan yang mendukung. Sumber daya masyarakat, meliputi ketersediaan jasa pelayanan kesehatan masyarakat, sarana transportasi, dan sebagainya termasuk aspek lingkungan yang mempengaruhi perilaku seseorang atau masyarakat. 3). Faktor-faktor penguat (Reinforcing factors) Faktor-faktor penguat ini terwujud dalam sikap dan perilaku orang lain misalnya orang tua, tokoh masyarakat, petugas kesehatan, atau petugas yang lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat. Sebagai contoh, seseorang akan mau melakukan suatu hal tertentu apabila ada pihak lain yang mencontohkan, menganjurkan, memberikan motivasi sehingga orang tersebut mau untuk melaksanakannya. D. Perilaku Miras pada Remaja 1. Definisi Penyalahgunaan alkohol untuk minum – minuman keras pada remaja adalah suatu bentuk tindakan remaja yang mengkonsumsi alkohol yang mempunyai dampak terhadap sistem syaraf yang menimbulkan berbagai perasaan bisa meningkatkan gairah keberanian, sebagian juga bisa menyebabkan ngantuk, tenang, nikmat sehingga bisa melupakan segala kesulitan sesaat. Pada keadaan ini timbulnya masalah social, hukum, psikologik dan juga fisik.gangguan psikriatri acap kali timbul selama dalam keadaan keracunan alkohol maupun selama dalam keadaan putus alkohol (Soetjiningsih, 2004). 2. Gejala gangguaan mental organik alkoholik
20
Menurut Dadang Hawari (2006) Gangguan mental organic yang terjadi pada diri seorang peminum ditandai dengan gejala – gajala sebagai berikut : a. Terdapat
dampak
berupa
perubahan
perilaku,
misalnya
perkelahian, dan tindakan kekerasan lainnya, ketidak mampuan menilai realitas dan gangguan dalam fungsi sosialdan pekerjaan (perilaku maladaktif). Terdapat gejala fisiologik sebgai berikut : 1) Pembicaraan cadel (slurred speck) 2) Gangguan koordinasi 3) Cara jalan yang tidak mantap 4) Mata jereng (nistakmus) 5) Muka merah b. Tampak gejala – gejala pesikologik sebagai berikut : 1) Perubahan alam perasan (afek / mood), misalnya euphoria atau disforia. 2) Mudah marah dan tersinggung (iritabi litas). 3) Banyak bicara (melantur). 4) Hendaya atau gangguan perhatian/konsentrasi. Hendaya ini sangat besar pengaruhnya terhadap kecelakan lalulintas. 3. Kriteria diagnostik kracunan minum alkohol Menurut Soetjiningsih (2004), gejala akibat minum alkohol antara lain yaitu : 1. Gejala terjadi setelah minum alcohol 2. Perubahan dalam tingkah laku dan psikologis berupa tingkah laku agresif, emosi labil, ganggguan dalam pertimbangan, gangguan fungsi social dan pekerjaan. 3. Gejala tingkahlaku bicara kacau / cadel, nistagmus, jalan terhuyung – huyung, gangguan koordinasi, gangguan pemusatan dan memori, stupor atau koma. 4. Gejala diatas bukan oleh karena tindaakan medis lain.
21
E. Faktor dampak yang Berhubungan dengan Perilaku Miras Masalah yang berhubungan dengan perilaku penggunaan miras adalah kecelakaan lalu lintas pada remaja yang mengendarai mobil atau motor dalam keadaan mabuk. Masalah lainnya berkaitan dengan penggunaan alcohol adalah sering bolos di sekolah, percobaan bunuh diri, perkelahiaan dan penyakit menular seksual (Soetjiningsih, 2004). Perilaku alkoholik pada remaja bisa menimbulkan gangguan tidur, cepat tertidur tapi tidur tidak nyenyak. Neuropati perifer yang sering terjadi pada penderita minum alcohol karena penurunan fungsi syaraf di lengan dan kaki, dan keadaan ini di perberat dengan keadaan kekurangan Vitamin B1 dengan gejala kesemutan. Degenerasi Serebelum (otak kecil) sehingga
menimbulkan
gaya
berjalan
seperti
ataksia,
gangguan
keseimbangan, dan nistagmus ringan. Keadaan lainnya berupa keracunan alcohol dan keadaan putus alcohol yang menyebabkan gangguan psikiatri seperti depresi, kecemasan berat, dan sewaktu – waktu dapat terjadi psikosis (Soetjiningsih, 2004). Adapun penyebab seseorang menjadi alkoholik banyak factor yang terlibat. Dari faktor psikologis bahwa alkohol dalam jumlah sedikit dapat mengatasi keadaan cemas, gelish, ketegangan, merasa kuat, dan percaya diri, dan bisa juga mengurangi rasa nyeri dan mampu mengatasi rasa stres sewaktu hari (Soetjiningsih, 2004). Menurut Hermawan (1986) sebagaimana dikutip oleh Afiatin (2008), menerangkan bahwa alasan remaja menggunakan narkoba termasuk di dalamnya yaitu alcohol antara lain untuk membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan berbahaya atau riskan seperti berkelahi dan ngebut motor, untuk menantang atau melawa otoritas, misalnya dari orang tua, guru maupun hokum, untuk mempermudah penyaluran dan perbuatan seks, untuk melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman – pengalaman emosional, berusaha menemukan arti hidup, untuk mengisi kekosongan perasaan bosan karena
22
kurang kesibukan, untuk menghilangkan rasa fustasi dan kegelisahan yang di sebabkan karena problem, dan akibat adanya dorongan dari teman sebaya, serta rasa ingin tahu.
F. Dukungan Keluarga 1. Definisi Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya saling mendukung (Kuncoro, 2002). Dukungan keluarga didefinisikan oleh Gottlieb dalam Zaenuddin (2002), yaitu informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Menurut Saurasan dalam Zaenuddin (2002), dukungan keluarga adalah keberadaan, kepedulian, dari orang-orang yang dapat diandalkan, menghargai dan menyayangi kita. Pandangan yang sama juga dikemukakan oleh Cabb dalam Zaenuddin (2002), mendefinisikan dukungan
keluarga
sebagai
adanya
kenyamanan,
perhatian,
penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan keluarga tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok. Berdasarkan
beberapa
definisi
tersebut,
maka
dapat
disimpulkan bahwa dukungan keluarga adalah suatu bentuk kepedulian dari keluarganya yaitu orang tua, saudara, kerabat, bahkan teman dekat
23
yang saling menghargai, menyayangi, dan menerima kondisinya dalam bentuk penghargaan, materi, informasi, dan secara emosional. 2. Bentuk Dukungan Keluarga Menurut Kuncoro (2002), bentuk dukungan keluarga terdiri dari empat macam dukungan yaitu: a.
Dukungan penghargaan (Appraisal Support) Merupakan suatu dukungan sosial yang berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi terkait dimana pernah berjasa atas kemampuannya dan keahliannya maka mendapatkan suatu perhatian yang khusus.
b.
Dukungan materi (Tangible Assistance) Adalah dapat berupa servis (pelayanan), bantuan keuangan dan pemberian barang-barang. Pemberian dukungan materi dapat dicontohkan dalam sebuah keluarga atau persahabatan.
c.
Dukungan informasi (Information Support) Merupakan dukungan yang berupa pemberian informasi, saran dan umpan balik tentang bagaimana seseorang untuk mengenal dan mengatasi masalahnya dengan lebih mudah.
d.
Dukungan emosional (Emosional Support) Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.merupakan dukungan emosional yang mencakup ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang bersangkutan misalnya penegasan, reward, pujian, dan sebagainya.
3. Sumber Dukungan Keluarga Menurut Rook & Dooley dalam Kuncoro (2002), ada dua sumber dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber artifisial. Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan
24
kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non formal sementara itu dukungan keluarga artifisial adalah dukungan sosial yang di rancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Sehingga sumber dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan keluarga artificial. Perbedaan tersebut terletak pada: a.
Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan.
b.
Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
c.
Sumber dukungan keluarga yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama.
d.
Sumber dukungan keluarga yang natural memiki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam.
e.
Sumber dukungan keluarga yang natural terbebas dari bebas dan label psikologis.
G. Dukungan Keluarga Dengan Perilaku Miras Dukungan keluarga adalah informasi atau nasihat verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban keluarga atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak dan penerima. Dukungan sosial yang diberikan kepada para penyalahguna NAPZA yang termasuk didalamnya miras akan dapat mempengaruhi penyalahgunaan alkohol. Dukungan keluarga tersebut berasal dari orang-orang disekitar remaja tersebut yaitu orang tua, saudara, teman, kerabat dan lain-lain (Zaenuddin, 2002).
25
Di dalam keadaan yang normal, lingkungan pertama yang berhubungan dengan anak adalah orang tuanya, saudaranya, serta mungkin kerabat dekatnya yang tinggal satu rumah. Melalui lingkungan seperti itulah remaja akan mengenal dunia sekitarnya dan pola pergaulan hidup serta pola berperilaku sehari-hari. Melalui lingkungan itulah remaja mengalami proses sosialisasi awal. Orang tua, saudara, maupun kerabat terdekat lazimnya mencurahkan perhatiannya untuk mendidik anak, supanya anak memperoleh dasar-dasar pola pergaulan hidup yang benar dan baik, melalui penanaman serta penyaringan (Soekanto, 1990). Menurrut Siregar (1995) dan Hawari (1996) sebagaimana dikutip oleh Afiatin (2008), keluarga yang mempunyai masalah penyalahgunaan narkoba jenis alcohol ditandai oleh karakteristik seperti ayah tidak mau terlibat dalam kehidupan keluarga, ibu yang dominan overprotektif, sering terjadi konflik di keluarganya, orang tua terlalu menuntut keberhasilan anak sehingga mendorong anak melarikan diri kealam impian melalui minum alcohol. Keluarga yang mempunyai keterikatan keluarga nilai tradisional yang kuat dan ada hubungan kasih sayang yang kuat antara orang tua dan anak, maka dalam keluarga ini memiliki resiko rendah terhadap penyalahgunaan narkoba termasuk miras pada remaja.
26
H. Kerangka Teori Faktor predisposisi (predisposing factors) Pengetahuan Sikap Tingkat pendidikan psikologi Nilai-nilai Kepercayaan
Faktor pemungkin (enabling factors) Ketersediaan sarana atau fasilitas
Perilaku Miras (Minum alkohol)
Faktor penguat (reinforcing factors) Dukungan sosial: Dukungan keluarga Dukungan tokoh masyarakat Dukungan petugas kesehatan
Skema 1. Kerangka Teori Penelitian Sumber : Green dalam Notoatmodjo (2008) yang dimodifikasi
I. Kerangka Konsep Dukungan Keluarga Meliputi : - Dukungan Penghargaan - Dukungan Materi - Dukungan Informasi - Dukungan Emosional
27
Perilaku Miras (Minum alkohol) pada remaja
Skema 2. Kerangka Konsep Penelitian J. Variabel Penelitian Variabel-variabel yang diteliti meliputi : 1. Variabel Independen (bebas) Merupakan suatu variabel yang menjadi sebab atau timbulnya variabel dependent/terikat, atau variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Hidayat, 2007). Variabel Independen dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga. 2. Variabel Dependen (terikat) Merupakan
variabel
yang
dipengaruhi
atau
akibat
variabel
independent/bebas (Hidayat, 2007). Variabel dalam penelitian ini adalah perilaku miras di kalangan remaja di desa Sambirejo, kecamatan Plupuh, Sragen. K. Hipotisis Hipotesis dalam penelitian ini adalah: Ha: Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan perilaku miras dikalangan remaja Desa Sambirejo, Kecamatan Plupuh, Sragen.
28