BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Organizational Citizenship Behavior (OCB) 1.
Pengertian Organizational Citizenship Behavior Pada saat ini banyak kajian baru dan menarik di bidang sumber daya manusia. Manusia dijadikan subyek dan objek di dalam penelitian bidang sumber daya manusia (SDM) untuk disajikan sebagai sumber peningkatan kemampuan manusia itu sendiri. Salah satu aspek perilaku manusia adalah OCB (Organizational Citizenship Behavior). Telah terdapat beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli salah satunya ialah Organ yang merupakan pencetus OCB. Menurut Organ (2006), OCB adalah bentuk perilaku yang merupakan pilihan dan inisiatif individual, tidak berkaitan dengan sistem reward formal organisasi tetapi secara langsung meningkatkan aktifvitas organisasi. Bersifat bebas dan sukarela dalam arti bahwa perilaku tersebut bukan merupakan persyaratan yang harus dilaksanakan sebagai persayaratan deskripsi kerja tertentu yang secara jelas dan formal, atau perilaku yang merupakan pilihan pribadi. Robbins dan Judge (2015), mendefinisikan OCB sebagai perilaku pilihan yang tidak menjadi bagian dari kewajiban kerja formal seorang karyawan, namun mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif. 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/z
15
Pendapat lain mengenai pengertian OCB dikemukakan oleh Garay (2006), menjelaskan bahwa OCB merupakan perilaku sukarela dari seorang pekerja untuk mau melakukan tugas atau pekerjaan di luar tanggung jawab atau kewajiban demi kemajuan atau keuntungan organisasinya. Sementara Aladag dan Resckhe (1997), mengemukakan OCB merupakan kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran ditempat kerja. OCB itu sendiri melibatkan beberapa perilaku seperti, perilaku suka menolong orang lain tanpa diminta, menjadi sukarelawan untuk tugas –tugas ekstra, patuh terhadap peraturan-peraturan
dan
prosedur
di
tempat
kerja.
perilaku
ini
menggambarkan nilai tambah karyawan. Menurut Podsakoff (dalam Inovi, 2012), OCB dapat memengaruhi keefektifan organisasi karena beberapa alasan, yakni dapat membantu meningkatkan produktivitas rekan kerja, dapat membantu meningkatkan produktivitas menejerial, dapat membantu mengefesienkan pengguna sumber daya organisasi untuk tujuan produktif dan dapat dijadikan sebagai dasar yang efektif untuk aktivitas–aktivitas koordinasi antara anggota-anggota tim dan antar kelompok kerja secara OCB dapat meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa OCB adalah perilaku yang bersifat sukarela, bukan merupakan tindakan yang terpaksa terhadap hal hal yang mengedepankan kepentingan organisasi sebagai wujud dari kepuasan dan hal ini tidak
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
16
berkaitan dengan sistem penghargaan atau reward namun memberikan keefektivitasan organisasi. Dengan kata lain perilaku ekstra peran yang dilakukan karyawan tidak mengharapkan imbalan dalam bentuk penghargaan. 2.
Dimensi Organizational Citizenship Behavior (OCB) Banyak peneliti yang menguraikan dimensi–dimensi OCB . Salah satunya diungkapkan oleh Organ (2006), mengidentifikasikan lima dimensi OCB, sebagai berikut : a. Mementingkan kepentingan orang lain (altruism) yaitu suatu perilaku membantu karyawan lain untuk meringankan pekerjaan tanpa adanya paksaan pada tugas-tugas yang berkaitan dengan operasi organisasi . b. Kebijakan Sipil (Civic Virtue) yaitu perilaku karyawan yang ikut berkontribusi,
berpartisipasi,
dan
ikut
memerhatikan
kehidupan
organisasi dengan cara bertanggung jawab menunjukan tindakan dalam memberikan saran, kehadiran secara aktif dalam perusahaan, dan usaha dalam meningkatkan kemajuan perusahaan . c. Berhati-hati (Conscientiousness) yaitu mengacu pada perilaku karyawan dalam mengerjakan tugas-tugas yang diberikan, dilakukan dengan cara melebihi atau di atas apa yang telah disyaratkan oleh organisasi berdedikasi tinggi pada pekerjaan melebihi standart pekerjaan. d.
Kebaikan (Courtesy), merupakan perilaku-perilaku berbuat baik dan hormat kepada orang lain untuk mencegah terjadinya masalah dalam lingkungan kerja, misalnya perilaku membantu orang lain mencegah
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
17
terjadinya suatu permasalahan atau membuat langkah-langkah untuk meredakan atau mengurangi berkembangnya suatu masalah. Hal ini dapat ditunjukan dengan menerima pendapat dari rekan kerja atau atasan. e. Sikap Positif (Sportsmanship) yaitu perilaku yang lebih mengedepankan pada aspek–aspek yang mengarah positif untuk perusahaan dari pada aspek-aspek negatif. Hal ini mengindikasikan perilaku seperti tidak mengeluh dalam memikul pekerjan yang kurang mengenakan, serta dengan tidak membesarkan permasalahan yang ada. Adapun Graham (dalam Bolino, Turney & Bloodgood 2002) memberikan konseptualisasi OCB yang berbasis pada filosofi politik dan teori politik modern, dengan menggunakan perspektif teoritis dalam tiga bentuk yaitu : a.
Ketaatan (Obedience) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menerima dan mematuhi peraturan, prosedur maupun interaksi organisasi. Perilaku yang mencerminkan kepatuhan dalam organisasi dapat ditunjukan dengan ketepatan waktu masuk kerja, ketepatan penyelesaian tugas yang diembannya dan tindakan sumber daya organisasi.
b.
Loyalityas (loyality) yang menggambarkan kemauan karyawan untuk menempatkan kepentingan pribadi mereka untuk keuntungan dan kelangsungan organisasi .
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
18
c.
Partisipasi (Participation) menggambarkan tanggung jawab secara penuh untuk aktif mengembangkan seluruh aspek kehidupan organisasi, partisipasi terdiri dari: 1) Partisipasi sosial yang menggambarkan keterlibatan karyawan dalam urusan organisasi dan dalam aktivitas sosial organisasi. Misalnya: selalu menaruh perhatian pada isu-isu aktual organisasi atau menghadiri pertemuan-pertemuan tidak resmi. 2) Partisipasi advokasi, yang menggambarkan kemauan karyawan untuk mengembangkan organisasi dengan memberikan dukungan dan pemikiran inovatif. Misalnya: memberi masukan pada organisasi dan memberi dorongan pada karyawan lain untuk turut memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan organisasi. 3) Partisipasi fungsional, yang menggambarkan kontribusi karyawan yang melebihi
standar kerja
yang diwajibkan. Misalnya:
kesukarelaan untuk melaksanakan tugas ekstra, bekerja lembur untuk menyelesaikan proyek penting, atau mengikuti pelatihan tambahan yang berguna bagi perkembanan organisasi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan lima dimensi OCB yang dikemukakan oleh Organ (2006), yakni altruism, civic virtue , conscientiousnes, courtesy, dan sportsmanship Peneliti memilih menggunakan lima dimensi Organ (1988), karena dimensi yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
19
dipaparkan sudah lengkap dan sesuai dengan prilaku manusia pada umumnya. 3.
Manfaat–manfaat Organizational Citizenship Behavior (OCB) Menurut Wyas (dalam Chiboiwa, 2011), mengemukakan bahwa sebuah organisasi organisasi yang tergantung hanya pada perilaku yang ditentukan adalah sistem sosial. Dapat dikatakan bahwa OCB sangatlah penting karena berpengaruh terhadap pencapaian efektivitas organisasi. Semua dimensi OCB dijelaskan sebelumnya digabungkan untuk mendapatkan manfaat menarik untuk organisasi sebagai perilaku ini telah digambarkan sebagai hal penting bagi pertumbuhan, kebersihan, efektivitas dan produktivitas organisasi (Murphy et al., 2002). Menurut Robbins dan Judge (2015), fakta telah menunjukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja kerja yang lebih baik dari organisasi lain. Gunawan (2011), menambahkan bahwa OCB memilik manfaat yang besar pada sebuah perusaahan atau organisasi, yakni meningkatkan produktivitas pemimpin dan rekan kerja, OCB menghemat sumber daya yang memiliki manajemen, menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasikan kegiatan kelompok kerja, OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk mempertahan kan pegawai terbaik, meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. Perilaku akan muncul jika ada persepsi dan sikap kerja yang positif. Jika karyawan dalam organisasi memilik OCB, karyawan dapat mengendalikan perilakunya sendiri dan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
20
karyawan tersebut akan berusaha untuk meningkatkan potensi yang dimiliki untuk kemajuan perusaan yang menaunginya. Dari hasil penelitian mengenai pengaruh OCB terhadap kinerja organisasi yang diadaptasi oleh Pedsakoff, et al., (dalam purba, 2004), dapat disimpulkan yakni OCB meningkatkan produktivitas rekan kerja, OCB dapat menjadi sarana efektif untuk mengekoordinasi kegiatan-kegiatan kelompok kerja, OCB meningkatkan stabilitas kinerja organisasi dan OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan. 4.
Faktor-faktor Organizational Citizenship Behavior (OCB) Munculnya OCB dikalangan karyawan dipengaruhi oleh beberapa faktor. Dyne et al., (dalam waspodo, 2012), mengidentifikasikan bahwa OCB dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor personal, persepsi karayawan terhadap faktor situasional dan persepsi karyawan terhadap positional factor. menurut pakar lain Shweta dan Srirang (2010), memaparkan faktor-faktor yang memengaruhi OCB antara lain: desposis individu dan motif individu, kohesifitas kelompok, sikap pegawai (komitmen organisasi dan kepuasan kerja), kepemimpinan transformasional dan keadilan organisasi. Menurut Spector (dalam Robbins & Judge, 2015), mengemukakan bahwa kepuasan terhadap kualitas kehidupan kerja adalah penentu utama OCB dari seorang karyawan. Ketika karyawan merasakan kepuasan terhadap pekerjaan yang dilakukannya, maka karyawan tersebut akan bekerja secara
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
21
maksimal dalam menyelesaikan pekerjaannya, bahkan melakukan beberapa hal yang mungkin diluar tugasnya. Menurut Organ dan Sloat (dalam Zurasaka, 2008), mengemukakan beberapa faktor yang memengaruhi OCB sebagai berikut : budaya dan iklim organisasi, kepribadian dan suasana hati, persepsi terhadap dukungan organisasi, persepsi terhadap kualitas hubungan atau interaksi atasan bawahan, masa kerja dan jenis kelamin. Faktor ektsternal yang membentuk OCB adalah lingkungan, sehingga dapat dikatakan bahwa organisasi bisa membentuk OCB karyawan dengan cara menciptakan lingkungan dan iklim kondusif yang dapat merangsang karyawan untuk menunjukan OCB Djati (2011). Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Piccolo dan Colquit (dalam permana, 2013), perilaku OCB karyawan dipengaruhi salah satunya
oleh
kepemimpinan,
kepemimpinan
transformasional
dinilai
merupakan kepemimpinan ideal dalam mewujudkan OCB. Studi literatur Refferty dan Griffin (2007), yang mengukapkan bahwa gaya kepemimpinan transformasional sangat berperan dalam membentuk OCB karyawan dalam suatu organisasi. Hal tersebut diatas juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Shewta dan Srirang (2010), yakni mengidenfikasi faktor-faktor yang memengaruhi OCB antara lain: disposisi individu dan motif individu, kohesivitas kelompok, sikap pegawai (komimtemn organisasi dan kepuasan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
22
kerja), kepemimpinan transformasional dan keadilan organisasi. Bass (dalam Natsir, 2004), mengemukakan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pengaruh pemimpin atau atasan terhadap bawahan. Para bawahan merasakan adanya kepercayaan, kebanggan, loyalitas dan rasa hormat kepada atasan dan mereka termotivasi untuk melakukan melebihi apa yang diharapkan.
B. Kepemimpinan Heroik
1.
Pengertian Kepemimpinan Heroik Pendekatan atau perspektif yang beragam atas kepemimpinan, selain melahirkan definisi kepemimpinan yang beragam juga melahirkan teori kepemimpinan yang beragam pula, Menurut Luthans (2006), mendefinisikan kepemimpinan sebagai kelompok proses, kepribadian, pemenuhan, perilaku tertentu, persuasi, wewenang, pencapaian tujuan, interaksi, perbedaan peran, inisiasi struktur dan kombinasi dari dua atau lebih dari hal hal tersebut. Menurut Rivai dan Mulyadi (2012), kepemimpinan pada dasarnya melibatkan orang lain, melibatkan distribusi kekuasaan yang tidak merata antara pemimpin dan anggota kelompok, menggerakan kemampuan dengan menggunakan berbagai bentuk kekuasaan untuk memengaruhi tingkah laku bawahan dan menyangkut nilai. 4 (empat) sifat umum yang mempunyai pengaruh terhadap keberhasilan kepemimpinan organisasi, yaitu : (1) kecerdasan, (2) kedewasaan, (3) motivasi diri dan dorongan berprestasi dan (4) sikap hubungan kemanusiaan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
23
Sementara Robbins dan Judge (2015) mengemukakan, kepemimpinan adalah “ ... the ability to influence a group toward the achievement of goals.”, kepemimpinan adalah kemampuan untuk memengaruhi suatu kelompok guna mencapai serangkaian tujuan. Menurut Yukl (2009), “ ... the process of influencing others to understand and agree about what needs to be done and how to do it, and the process of facilitating individual and collective efforts to accomplish shared objectives.” (“... proses memengaruhi orang lain agar mampu memahami serta menyetujui apa yang harus dilakukan sekaligus bagaimana melakukannya, termasuk pula proses memfasilitasi upaya individu atau kelompok dalam memenuhi tujuan bersama.”) Maxwell (dalam Manurung, 2011), mengajukan sejumlah pertanyaan berikut bagi para pemimpin sebelum memulai perubahan–perubahan yang berhubungan dengan memberdayakan orang lain : a. Apakah saya mempercayai orang orang dan merasa bahwa mereka adalah aset organisasi saya yang paling berharga ? b. Apakah saya percaya bahwa memberdayakan orang lain dapat mencapai lebih banyak pencapaian individu ? c. Apakah saya secara efektif mencari para calon pemimpin untuk diberdayakan ? d. Apakah saya bersedia mengakat orang lain ke suatu tahap yang lebih tinggi dari pada tingkat kepemimpinan saya sendiri ?
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
24
e. Apakah saya bersedia menginvestasikan waktu untuk menggembangkan orang orang yang memiliki potensi kepemimpinan ? f. Apakah saya bersedia membiarkan orang orang mendapat pujian untuk apa yang saya telah ajarkan kepada mereka? g. Apakah saya memberi kebebasan kepribadian dan peroses kepada orang lain ataukah saya harus mengendalikannya ? h. Apakah saya bersedia secara terbuka memberi wewenang dan pengaruh saya kepada para calon pemimpin ? i. Apakah saya bersedia untuk mengizinkan orang lain menyebabkan saya pensiun dari suatu pekerjaan ? dan j. Apakah saya bersedia menyerahkan tongkat kepemimpinan kepada orang yang saya berdayakan dan benar- benar mendukung mereka ? Dari pertanyaan di atas dapat membantu untuk memahami dasar-dasar kepemimpinan, karna perlu disadari bahwa dalam kondisi organisasi yang sedang bergejolak sangat dibutuhkan seorang pemimpin. Pemimpinan yang didukung kemampuan kepemimpinan bukan sekedar pengisi jabatan yang hanya menjaga kepentingan pribadinya. Untuk menjadi pemimpin yang hebat terdapat empat unsur dalam leadership diamond menurut Kasali (2007), yaitu Visi (Vision), Keberanian (Courageness), Realitas (Reality) dan Etika (Ethics)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
25
a. Visi (Vision) Seorang pemimpin yang berfikir secara terbuka dan memiliki multi perspektif dalam melihat sesuatu. b. Keberanian (Courageness) Seorang pemimipin yang bekerja dengan hati akan melaksanakan tugasnya dengan penuh cinta, betanggung jawab, penuh inisatif, berani mengambil resiko dan memotivasi bawahannya dengan senang hati. c. Realitas (Reality) Seorang pemimpin yang berani men-challenge setiap opini yang diterima untuk memperoleh suatu kebenaran. dan mampu membedakan yang mana yang merupakan ilusi dan mana yang fakta. d. Etika (Ethics) Seorang pemimpin yang humanis, yang tidak akan melakukan apa pun yang dianggap dapat merugikan orang lain, apakah itu bawahannya, atasannya, pemegang saham, komunitas disekitar organisasi, konsumen dan sebagainya. Karena pemimpin yang besar adalah pemimpin yang sadar akan nama baiknya dan akan bekerja dengan kepercayaan. Semua itu diperoleh karna sang pemimpin menuntut standar yang tinggi yang berawal dari nilai- nilai yang dianut, Semua itu dilakukan karena rasa sensitif terhadap orang lain. Secara umum seorang pemimpinan mampu menciptakan perubahan dan memiliki kemampuan untuk memengaruhi dan mambuat orang lain bergerak
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
26
mencapai suatu tujuan baik secara
individu maupun secara berkelmpok,
kemampuan memengaruhi sangat terkait dengan visi, keberanian, realitas, dan etika. Sedangkan definisi heroik berkaitan dengan kualitas sesorang yang memiliki keberanian, menantang resiko, antusias, determinasi dan
rela
berkorban. Dari dua definisi diatas jika digabungkan kepemimpinan heroik adalah suatu gaya kepemimpinan yang mampuh menciptakan perubahan, memiliki kemampuan memengaruhi orang lain dan memiliki
karakter
kepahlawanan, terutama kebaranian dan rela berkorban untuk mencapai suatu tujuan untuk kemajuan organisasi. Menurut Yap (2009), kepemimpinan heroik dipahami sebagai gaya kepemimpinan yang efektifitasnya bersandar pada empat pilar utama, yakni visi, strategi, jiwa dan momentum berikut adalah uraiannya : a. Visi Pemimpin yang mempunyai mimpi–mimpi besar yang jelas, terukur, terarah dan mampu merumuskan mimpi tersebut dalam suatu visi yang jelas sebagai target yang harus dicapai. b. Strategi Pemimpin yang memiliki strategi, selain sebagai jembatan yang menghubungkan dan menjadikan visi menjadi realitas, strategi juga merupakan sarana untuk membantu melihat, menangkap peluang dan kesempatan yang ada agar tidak kehilangan momentum.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
27
c. Jiwa Pemimpin yang memiliki keberanian, karna keberanian merupakan aset yang tidak dapat dibeli. Berani yang dimaksud ialah memiliki hati yang mantap, rasa percaya diri yang tinggi menghadapi bahaya, berani mencoba sesuatu yang berbeda, berani bertanggung jawab dan berani membela yang benar. d. Momentum Pemimpin yang dilandaskan pada kecerdasan, keahlian, pengalaman dan keberanian untuk menentukan pilihan dan bertindak tepat dalam suatu keadaan terutama saat keadaan kritis. Selain itu menurut Lowney (dalam Manurung, 2011), kepemimpinan heroik adalah seorang individu yang memahami kekuatan, kelemahan, nilainilai, pandangan hidup, berinovasi, beradaptasi, memiliki ambisi yang positif, penuh cinta, mampu menyemangati diri sendiri dan orang lain
dengan
ambisi–ambisi heroik. Pemimpin heroik memiliki kesadaran diri yang tinggi yang dapat mengerti kekuatan, kelemahan, memiliki nilai-nilai dan pandangan tersendiri; memiliki ignuitas, yakni memiliki kemampuan berinovasi dengan keyakinan dan mampu beradaptasi dengan perubahan dunia; memliki cinta yang dapat mendorong seseorang untuk mampu berinteraksi dengan pihak lain dengan tingkah laku yang positif yang dapat membuka potensi orang lain, dan memiliki heroisme, dapat mengembangkan potensi diri sendiri maupun
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
28
potensi orang lain dengan dasar ambisi heroik yang disertai keinginan sendiri ataupun bersama-sama untuk mencapai keberhasilan bersama. Lowney
(dalam
Manurung,
2011),
mengungkapkan
bahwa
kepemimpinan heroik merupakan sebuah kepemimpinan revolusioner. Sejumlah
elemen
pendekatan
kepemimpinan
semakin
mendapatkan
pembenaran dalam riset terkini, misalnya kaitan antara kesadaran diri dan kepemimpinan karna kesadaran diri merupukan perinsip pertama dalam kepemimpinan heroik. Kepemimpinan heroik menekankan para pemimpin dapat berkembang dengan memahami siapa diri mereka dan apa yang mereka anggap bernilai. Jika dibandingan dengan dua teori kepemimpinan yang sangat populer, antara kepemimpinan transaksional dan kepemimpinan transformasional kepemimpinan heroik lebih dekat kepada kepemimpinan transformasional. defisini kepemimpinan transformasional itu sendiri menurut Hughes et. al,. (2012), kepemimpin transformasional memiliki visi, keahlian retrorika dan pengelolahan kesan yang baik dan menggunakannya untuk mengembangkan ikatan
emosional
yang
kuat
dengan
pengikutnya.
Kepemimpin
transformasional diyakini lebih berhasil dalam mendorong perubahan organiasasi karena tergugahnya emosi pengikut serta kesediaan mereka untuk bekerja mewujudkan visi sang pemimpin. Bass (dalam Rahmi, 2013), mengemukakan bahwa kepemimpin transformasional adalah pemimpin yang memiliki karisma sehingga mampu
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
29
menjadi panutan bawahannya, mampu menumbuhkan antusiasme dan kepercayaan diri bawahannya, memberikan kesempatan berkreasi dan mendukung
bawahannya
secara
pribadi.
Dengan
kepemimpinan
transformasional, para pengikut merasakan kepercayaan, kekaguman, kesetiaan dan penghormatan terhadap pemimpin, dan mereka termotivasi untuk melakukan lebih dari yang diharapkan . Selain dari pada itu kepemimpinan heroik juga sangat sangat dekat dengan kepemimpinan karismatik. Menurut Robbins dan judge (2015), terdapat 5 (lima) karakteristik dari kepemimpinan karismatik dalam organisasi: 1. Mempunyai visi 2. Berani mengambil resiko demi tercapainya visi 3. Peka terhadap lingkungan 4. Peka terhadap kebutuhan para pengikut 5. Menunjukan perilaku yang luar biasa Berdasarkan pemikiran di atas dapat dikemukakan bahwa dasar dari kepemimpinan heroik adalah kepemimpinan transformasional dan kepimpinan karismatik yang digabungkan menjadi satu sehingga menjadi suatu kepemimpinan yang hebat. Yang membedakan kepimpinan heroik dengan kepemimpinan lainnya, yaitu kepemimpinan heroik tidak fokus pada apa yang seharusnya dilakukan pemimpin tetapi siapa seorang pemimpin itu.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
30
Manurung (2011), mempersepsikan bahwa kepemimpinan dapat dipahami sebagai sebuah pendekatan transformasional yang melakukan revolusioner dalam kepemimpinan. Persepsi ini dikuatkan oleh asumsi mendasar bahwa kepemimpinan heroik menuntut adanya perubahan secara radikal baik dalam diri individu maupun organisasi. 2.
Dimensi- Dimensi Kepemimpinan Heroik Menurut Lowney (dalam Manurung, 2011), terdapat 4 (empat) dimensi yang
mendasari kepemimpinan heroik, yaitu; kesadaran diri, ingenuitas,
cinta, dan heroisme. Berikut adalah penjelasannya: a. Kesadaran Diri Memahami
kesadaran
diri
sebagai
dasar
kepemimpinan
serta
mengalahkan diri dan mengatur hidup yang meliputi: 1) Mengapresiasi diri sebagai orang yang berbakat (memahami kekuatan diri) 2) Mengidentifikasi beban yang membuat seseorang mengalihkan perhatian dari tujuannya (memahami kelemahan diri) 3) Merumuskan sejumlah tujuan dan ambisi yang secara personal melecut diri, mengupayakan sesuatu yang lebih (magis) 4) Menentukan apa yang diperjuangan, apa dampak yang ingin dibuatnya. 5) Mengembangkan pandangan hidup yang menjadi panduan dalam berinteraksi dengan orang lain.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
31
6) Membangun kebiasaan memperbarui diri secara teratur. 7) Mengupayakan pengembangan diri seumur hidup 8) Membangun keseimbangan dan menuntut keterlibatan intelektual, emosional dan spriritual. 9) Memutuskan (memfokuskan) perhatian dan energi diri . b. Ingenuitas Bersikap lepas bebas dengan memadukan adaptabilitas, keberanian, kecepatan dan penilaian sehat untuk memicu inovasi, kreativitas dan mentalitas. 1) Lepas bebas dari prasangka-prasangka. 2) Lepas bebas dari kelekaran-kelekaran tidak teratur 3) Lepas bebas memilih arah dan tindakan 4) Menjadi fleksibel secara strategis 5) Mengingkari diri yang diharapkan. c. Cinta Mengungkapkan rasa syukur yang mendalam, menjadi mampu mencintai. 1) Mewujudkan cinta dalam perbuatan 2) Saling memberi dari kedua belah pihak 3) Membantu orang lain merealisasikan potensi mereka 4) Refleksi diri dan pemeriksaan batin secara teratur
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
32
d. Heroisme Antusiasme: “ willingness to do more “ 1) Membantu misi dan magisnya untuk tujuan heroik 2) Membangun motivasi diri dan menyemangati orang lain 3) Komitmen total untuk kemenangan total 4) Pelayanan sepenuh hati 5) Mengorbankan api perjuangan tanpa henti
C. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Luthans (2006), komitmen organisasi merupakan sikap yang menunjukan loyalitas karyawan yang merupakan peroses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekpresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasi itu sendiri. Sikap loyalitas diindikasikan dengan tiga hal, yakni : keinginan kuat seseorang untuk tetap menjadi anggota organisasinya, kemauan untuk mengerahkan usahanya untuk organisasinya, keyakinan dan penerimaan yang kuat terhadap nilai –nilai dan tujuan organisasi. Menurut Meyer dan Allen (1997), ada 2 (dua) pendekatan dalam merumuskan definisi komitmen dalam berorganisasi. Pertama, melibatkan usaha untuk mengilustrasikan bahwa komitmen dapat muncul dalam berbagai bentuk maksudnya, ialah dari komitmen menjelaskan perbedaaan hubungan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
33
antara anggota organisasi dan entisitas lainnya. Kedua, melibatkan usaha untuk memisahkan di antara berbagai entitas tempat individu berkembang menjadi memiliki komitmen. Kedua pendekatan ini tidak compatible, namun dapat menjelaskan definisi komitmen, bagimana peroses perkembangannya, dan bagaimana implikasinya terhadap individu dan organisasi. Meyer dan Allen (1997), merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisai sebagi suatu konstruksi psikologi yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotanya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi di atas, anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisai dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi. Penelitian dari Baron dan Greenberg (2003) menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat dalam diri individu terhadap tujuan dan nilai-nilai perusahaan, sehingga individu tersebut akan berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan diperusahaan tersebut. Sementara Meyer dan Allen (1997), mengengemukakan berdasarkan berbagai deifinisi mengenai komitmen terhadap organisai dapat disimpulkan bahwa komitmen terhadap organisasi merefleksikan 3 (tiga) dimensi utama, yaitu komitmen dipandang merefleksikan orientasi afektif terhadap organisasi, pertimbangan kerugian jika meninggalkan organisai, dan beban moral untuk terus berada dalam organisasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
34
2. Dimensi-Dimensi Komitmen Organisasi Allen dan Meyer (dalam Greenberg & Baron, 2003) berpendapat bahwa komitmen organisasi terbagi menjadi 3(tiga) dimensi, yakni : a. Komitmen Afektif (Affective Comitment) Komitmen ini lebih mengacu pada keterkaitan emosional identifikasi serta keterlibatan seorang karyawan pada suatu organisasi, komitmen afektif akan menjadi lebih kuat apa bila pengalaman dalam suatu organisasi
konsisten
dengan
harapan-harapan
dan
memuaskan
kebutuhan dasarnya dan sebaliknya. Komitmen afektif menunjukan kuatnya keinginan seseorang untuk terus bekerja bagi suatu organisasi karena ia memang setuju dengan organisasi tersebut dan memang berkeinginan melakukannya. karyawan yang mempunyai komitmen afektif yang kuat akan tetap bekerja di organisasi tersebut karena mereka menginginkan untuk bekerja di organisasi itu. b. Komitmen Berkelanjutan (Continuance Commitment) Komitmen ini merupakan komitmen karyawan yang didasarkan pada pertimbangan apa yang harus dipertimbangkan bila meninggalkan organisasi atau kerugian yang akan diperoleh karyawan jika tidak melanjutkan pekerjaannya dalam organisasi. Tindakan meninggalkan organisasi menjadi suatu yang beresiko tinggi karna karyawan merasa takut akan kehilangan sumbangan yang mereka tanamkan pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
35
organisasi tersebut dan menyadari bahwa mereka tak mungkin mencari penggantinya. Karyawan yang mempunyai komitmen berkelanjutan yang tinggi akan berada dalam organisasi karena mereka memang membutuhkan untuk bekerja pada organisasi tersebut. c. Komitmen Normatif (Normative Commitment) Komitmen ini merupakan komitmen karyawan terhadap organisasinya kerena kewajibannya untuk bertahan dalam organisasi untuk alasanalasan moral atau etis, atau dengan kata lain keyakinan yang dimiliki karyawan tentang tanggung jawabnya terhadap organisasi tindakan tersebut merupakan hal benar yang harus dilakukan, komitmen organisasi ini berkaitan dengan perasaan karyawan terhadap keharusan untuk tetap bertahan dalam organisasi. Oleh karena itu, karyawan yang memiliki komitmen normatif yang tinggi akan bertahan dalam organisasi karena merasa wajib atau sudah seharusnya untuk loyal kepada organisasi tersebut. 3. Faktor-faktor Komitmen Organisasi Menurut David (dalam Djati & Khusaini, 2003) tedapat empat faktor yang mempengaruhi Komitmen organisasi, yakni : a. Faktor personal misalnya: usia, jenis kelamin, tingkat pindidikan, pengalaman kerja, kepribadian.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
36
b. Karakteristik pekerjaan misalnya: lingkup jabatan, tantangan dalam perkejaan, konflik peran dalam pekerjaan, tingkat kesulitan dalam pekerjaan. c. Karakteristik pekerjaan misalnya: besar atau kecilnya organisasi, bentuk organisasi seperti sentralisasi atau desentralisasi, kehadiran serikat pekerja dan tingkat pengendalian yang dilakukan organisasi terhadap karyawan. d. Pengalaman kerja Pengalaman kerja karyawan sangat berpengaruh terhadap tingkat komitmen karyawan pada organisasi. Karyawan yang baru beberapa tahun bekerja dan karyawan yang sudah puluhan tahun bekerja dalam organisasi tentu memiliki tingkat komitmen yang berbeda. Faktor yang dapat dikembangkan untuk memperkuat komitmen organisai menurut Khan (dalam Umam, 2010), yakni : a. Lama bekerja (Time) Lama bekerja merupakan waktu yang telah dijalani seseorang dalam melakukan perkerjaan pada perusahaan. Semakin lama seseorang bekerja dalam perusahaan akan semakin terlihat bahwa dia berkomitmen terhadap perusahaan b. Kepercayaan (Trust) Setelah pemberdayaan dilakukan oleh pihak manajemen dan karyawan. Adanya saling percaya di antara anggota organisasi akan menciptakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
37
kondisi yang baik untuk pertukaran informasi dan sasaran tanpa adanya rasa takut. Kepercayaan antara keduanya dapat diciptakan dengan cara : a. Menyediakan waktu dan sumber daya yang cukup bagi karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan. b. Menyediakan pelatihan yang mencukupi bagi kebutuhan kerja c. Menghargai perbedaan pandangan dan perbedan kesuksesaan yang diraih karyawan d. Menyediakan akses informasi yang cukup c. Rasa percaya diri (Confident) Rasa percaya diri menimbulkan rasa percaya diri karyawan dengan menghargai kemampuan yang dimilki karyawan sehingga komitmen terhadap perusahaan semakin tinggi. Keyakinan karyawan dapat ditimbulkan dengan cara . a. Mendeligasikan tugas penting kepada karyawan b. Menggali saran dan ide dari karyawan c. Memperluas tugas dan membangun jaringan antara organisasi d. Menyediakan instruksi tugas untuk penyelesaian pekerjaan yang baik d. Kredibilitas (Credibility) Menjaga kredibilitas dengan penghargaan dan mengembangkan lingkungan kerja yang mendorong kompetisi yang sehat sehingga tercipta organisai yang memiliki kinerja tinggi . Hal ini dapat dilakukan dengan cara : a. Memandang karyawan sebagai partner strategis
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
38
b. Meningkatkan target disemya bagian pekerjaan c. Mendorong inisiatif individu untuk melakukan perubahaan melalui partisipasi d. Membantu menyelesaikan perbedaan dalam penentuan tujuan dan prioritas e. Pertanggung jawaban (Accountability) Pertanggung jawaban karyawan pada wewenang yang diberikan dengan menetapkan secara konsisten dan jelas tentang peran, standar dan tujuan tentang penilaian terhadap kinerja karyawan. Tahap ini merupakan sarana evaluasi terhadap kinerja karyawan dalam penyelesaian dan tanggung jawab terhadap wewenang yang diberikan akuntabilitas dapat dilakukan dengan cara: a. Menggunakan jalur training dalam mengevaluasi kinerja karyawan b. Memberikan tugas yang jelas dan ukuran yang jelas c. Melibatkan karyawan dalam penentuan standar dan ukuran kinerja d. Memberikan saran dan bantuan kepada karyawan lain dalam menyelesaikan tugasnya. Jika karyawan memiliki tanggung jawab yang besar terhadap pekerjaannya, kecuali peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang lain, adanya pengalaman yang baik dalam bekerja, dan adanya usaha yang sungguh-sungguh dari organisasi untuk membantu karyawan baru dalam
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
39
belajar tentang organisasi dan pekerjaannya, akan tercipta komitmen pada organisasi.
D. Dekspripsi Perusahaan 1. Sejarah Singkat dan Perkembangan Perusahaan Untuk
mendukung
gerak
pertumbuhan
ekonomi,
Indonesia
membutuhkan jaringan jalan yang handal. Melalui Peraturan Pemerintah No. 04 Tahun 1978, pada tanggal 01 Maret 1978 Pemerintah mendirikan PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Tugas utama Jasa Marga adalah merencanakan, membangun, mengoperasikan dan memelihara jalan tol serta sarana kelengkapannya agar jalan tol dapat berfungsi sebagai jalan bebas hambatan yang memberikan manfaat lebih tinggi daripada jalan umum bukan tol. Pada awal berdirinya, Perseroan berperan tidak hanya sebagai operator tetapi memikul tanggung jawab sebagai otoritas jalan tol di Indonesia. Hingga tahun 1987 Jasa Marga adalah satu-satunya penyelenggara jalan tol di Indonesia yang pengembangannya dibiayai Pemerintah dengan dana berasal dari pinjaman luar negeri serta penerbitan obligasi Jasa Marga dan sebagai jalan tol pertama di Indonesia yang dioperasikan oleh Perseroan, Jalan Tol Jagorawi
(Jakarta-Bogor-Ciawi)
merupakan
tonggak
sejarah
bagi
perkembangan industri jalan tol di Tanah Air yang mulai dioperasikan sejak tahun 1978.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
40
Pada akhir dasawarsa tahun 80-an Pemerintah Indonesia mulai mengikutsertakan pihak swasta untuk berpartisipasi dalam pembangunan jalan tol melalui mekanisme Build, Operate and Transfer (BOT). Pada dasawarsa tahun 1990-an Perseroan lebih berperan sebagai lembaga otoritas yang memfasilitasi investor-investor swasta yang sebagian besar ternyata gagal mewujudkan proyeknya. Beberapa jalan tol yang diambil alih Perseroan antara lain adalah JORR dan Cipularang. Dengan terbitnya Undang Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan yang menggantikan Undang Undang No. 13 tahun 1980 serta terbitnya Peraturan Pemerintah No. 15 yang mengatur lebih spesifik tentang jalan tol terjadi perubahan mekanisme bisnis jalan tol diantaranya adalah dibentuknya Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) sebagai regulator industri jalan tol di Indonesia, serta penetapan tarif tol oleh Menteri Pekerjaan Umum dengan penyesuaian setiap dua tahun. Dengan demikian peran otorisator dikembalikan dari Perseroan
kepada
Pemerintah.
Sebagai
konsekuensinya,
Perseroan
menjalankan fungsi sepenuhnya sebagai sebuah perusahaan pengembang dan operator jalan tol yang akan mendapatkan ijin penyelenggaraan tol dari Pemerintah.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
41
2.
Visi dan Misi Perusahaan Visi 2007 Menjadi perusahaan pengembang dan oprator jalan tol terkemuka di Indonesia. Visi 2022 Menjadi salah satu perusahaan terkemuka di Indonesia Misi : a.
Mewujudkan percepatan pembangunan jalan tol.
b.
Menyediakan jalan tol yang efisien dan andal
c.
Meningkatkan kelancaran distribusi barang dan jasa
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
42
3.
Struktur oranisssi
Gambar 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
43
4. Tata Nilai Perusahaan Tata nilai merupakan nilai-nilai yang telah ada dalam setiap insan Jasa Marga. Tata nilai ini merupakan perwujudan dari sikap dan perilaku seluruh karyawan Jasa Marga yang dilaksanakan untuk mendukung pencapaian tujuan perusahaan secara baik dan benar. Tata nilai tersebut adalah: a. Jujur Jasa Marga dalam menjalankan kegiatan usahanya selalu JUJUR, adil, transparan dan Bebas dari benturan kepentingan b. Sigap Jasa Marga SIGAP melayani pelanggan dan pemangku kepentingan lainnya dengan bertindak peduli dan proaktif serta mengedepankan kehatihatian. c. Mumpuni Jasa Marga MUMPUNI dalam bekerja atas dasar kompetensi, konsisten dan inovatif. d. Respek Jasa Marga RESPEK terhadap pemangku kepentingan dalam bersinergi mencapai prestasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
44
e. Logo Perusahaan
Inti dari logo baru tersebut adalah semnagat dan profesionalisme yang lebih modern, simple, efesien dan berorientasi pada teknologi baru, serta dapat menjawab tantangan persaingan industri global, tanpa meninggalkan warisan pengalaman dan pengetahuan yang telah dimilikinya 5. GCG- Laporan pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan Jasa Marga berkomitmen untuk menerapkan dan menjaga praktek Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (GCG) dengan kualitas dan standar yang tinggi. Penerapan GCG di Jasa Marga ditujukan untuk menjadikan GCG sebagai bagian dari Budaya Perusahaan, yang pelaksanaannya didukung oleh nilainilai perusahaan yang melekat di setiap Insan Jasa Marga. Sasaran menjadikan GCG sebagai Budaya di Jasa Marga antara lain: 1.
Untuk Pertumbuhan Perseroan yang konsisten dan berkesinambungan yang direfleksikan dari rasio marjin yang semakin membaik, yaitu peningkatan Aset (antara lain Panjang Jalan), Pendapatan Usaha, Pangsa Pasar dan Ekuitas.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
45
2.
Meningkatnya kepercayaan stakeholders yang direfleksikan dari: 1)
Naiknya nilai saham Perseroan dan jumlah kapitalisasi pasar.
2)
Meningkatnya nilai rating Perseroan yang dikeluarkan oleh lembaga rating.
3)
Mendapatkan tingkat bunga yang kompetitif dari kreditur.
4)
Kemudahan mencari mitra dalam setiap kegiatan usaha Perseroan.
5)
Meningkatnya tingkat kepuasan pelanggan, dalam hal ini pengguna jalan tol.
3.
Memiliki Insan Jasa Marga yang berkualitas baik dari aspek hard skills maupun soft skills.
4.
Menjadi perusahaan yang dapat dijadikan tolak ukur baik di industrinya maupun secara umum. Manfaat yang hendak diraih oleh Perseroan dengan menjadikan GCG sebagai budaya di Jasa Marga adalah: 1)
Pencapaian Visi dan Misi Perseroan yang dituangkan dalam Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) dan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP)
lebih mudah karena seluruh manajemen dan
karyawan memiliki komitmen dan paradigma yang sama dalam pencapaiannya. 2)
Pelaksanaan program kerja dapat lebih efektif dan efisien karena sistem dan prosedur kerja yang telah disusun berdasarkan kaidah GCG.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
46
Sejak tahun 2011, Perseroan melakukan beberapa pemutakhiran aturan internal yang merupakan kristalisasi dari kaidah-kaidah GCG, peraturan perundangan yang berlaku, nilai-nilai budaya yang dianut, Visi dan Misi serta praktik-praktik terbaik GCG, yaitu: 1.
Tata Nilai Perusahaan. (Tata Nilai)
2.
Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of Corporate Governance). (pdf – Bahasa Indonesia)
3.
Pedoman Perilaku (Code of Conduct). (pdf, Indonesia – English)
4.
Standar Prosedur Operasional Pengadaan Barang dan Jasa di Lingkungan Perusahaan.
5.
Larangan Pemberian dan Penerimaan Hadiah. (pdf – Bahasa Indonesia)
6.
Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
7.
Benturan Kepentingan (Conflict of Interest). (pdf – Bahasa Indonesia)
8.
Pedoman Penanganan Gratifikasi, yang mengatur tentang Penanganan
Pemberian
dan
Penerimaan
Hadiah
serta
mekanisme pelaporannya. (pdf – Bahasa Indonesia) 9.
Pedoman Sistem Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing System) di Perusahaan, yang meliputi a.I. tentang jenis Pelanggaran, mekanisme Pelaporan Pelanggaran yang terjadi di
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
47
Perseroan, beserta sanksi atas Pelanggaran. (pdf – Bahasa Indonesia) 10.
Board Manual (pdf-Bahasa Indonesia) Piagam Komite Audit (Pdf-Piagam Komite Audit)
E. Kerangka Berpikir 1. Pengaruh Kepemimpinan Heroik terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Kepemimpinan heroik merupakan karakter pribadi yang dilihat pada setiap individu dimana karakter ini bukan hanya dimiliki oleh mereka yang memiliki wewenang tertentu tatapi juga ada pada diri karyawan ditingkat yang lebih rendah. Lowney (2005), menyatakan kepemimpinan heroik adalah seorang individu yang memahami kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, pandangan hidup, berinovasi, beradaptasi, memiliki ambisi yang positif, penuh cinta, mampu menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan ambisi – ambisi heroik. Dengan dimensinya yakni, kesadaran diri, ingenuitas, cinta dan heroisme. Kepemimpinan heroik merupakan revolusioner dari dua kepemimpinan yang ada, yakni kepemimpinan transformasional dan kepemimpinan karismatik (Manurung,2011). Kepemimpinan transformasional lebih menekankan pada perubahan dalam jangka waktu yang panjang, kemampuan untuk beradaptasi dan membuat perubahan yang dibutuhkan untuk beradptasi dengan lingkungan dan keadaan. Sementara kepemimpinan karismatik lebih menekanankan pada
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
48
karakteristik individual yang dapat dirasakan pengikutnya. Apa bila digabungkan kedua karakteristik ini akan menyatu di dalam masing-masing individu, sehinga membuat individu atau karyawan tersebut memiliki jiwa heroik . Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Piccolo dan Colquit (dalam Permana, 2103),
prilaku OCB karyawan dipengaruhi salah satunya oleh
kepemimpinan. Dan menurut studi literatur Refferty dan Griffin (2007), mengukapkan bahwa gaya kepemimpinan berperan dalam membentuk OCB karyawan dalam suatu organisasi. Dengan demikian apabila individu memiliki kepemimpinan heroik pada dirinya, karyawan akan mampuh menciptakan perubahan mampu memengaruhi orang lain ,memiliki karakter kepahlawanan terutama keberanian dan
rela berkorban untuk mencapai suatu tujuan
organisasinya 2. Pengaruh Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Komitmen organisasi merupakan sikap yang menunjukan loyalitas karyawan yang merupakan peroses berkelanjutan bagaimana seorang anggota organisasi mengekpresikan perhatian mereka kepada kesuksesan dan kebaikan organisasi itu sendiri. Dalam
kehidupan organisasi baik organisasi milik negara maupun
organisasi swasta, komitmen merupakan persyaratan mutlak untuk menjaga kelangsungan hidup, stabilitas dan pengembangan organisasi. Sementara Meyer dan Allen (1997) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
49
karakteristik hubungan antara anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotanya dalam berorganisasi.dengan dimensinya yakni, affective commitment, continunce commitment dan normativ commitment. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Shewta dan Srirang (2010), mengindifikasikan faktor-faktor yag memengaruhi OCB salah satunya yakni komitmen organisasi. sehingga apabila individu memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi dimana ada rasa bangga dan rasa memiliki terhadap organisasinya maka performa kerja karyawan cenderung akan meningkat dan akan jauh lebih peduli dengan kemajuan organisasinya. 3. Pengaruh Kepemimpinan Heroik dan Komitmen Organisasi Terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) Menurut Robbins dan Judge (2015), fakta telah menunjukan bahwa organisasi yang mempunyai karyawan yang memiliki OCB yang baik, akan memiliki kinerja kerja yang lebih baik dari organisasi lain. Sementara Gunawan (2011), menambahkan bahwa OCB memilik manfaat yang besar pada sebuah perusaahan atau organisasi, yakni meningkatkan produktivitas pemimpin dan rekan kerja, OCB menghemat sumber daya yang memiliki manajemen, menjadi sarana efektif untuk mengkoordinasikan kegiatan kelompok kerja, OCB meningkatkan kemampuan organisasi untuk mempertahan kan pegawai terbaik, meningkatkan stabilitas kinerja organisasi. Menurut Organ (2006) terdapat lima dimensi yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
50
memengarhui OCB yakni, altruism, civic virtue, conscientiousness, courtesy, dan sportmanship. Terkait upaya untuk memengaruhi sikap karyawan agar memiliki OCB yang kuat, OCB diduga dipengaruhi berbagai variabel. Faktor kepemimpinan heroik dan komitmen organisasi diduga merupakan variabel yang cukup besar pengaruhnya terhadap OCB sebagai penentu penting atas perjalanan sukses Organisasi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Piccolo dan Colquit (dalam Permana, 2103), prilaku OCB karyawan dipengaruhi salah satunya oleh kepemimpinan. Studi literatur Refferty dan Griffin (2007), mengukapkan bahwa gaya kepemimpinan berperan dalam membentuk OCB karyawan dalam suatu organisasi. Hal tersebut juga diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Shewta dan Srirang (2010), yakni mengindifikasikan faktor-faktor yang memengaruhi OCB salah satunya yakni Komitmen Organisasi. Lowney (2005), menyatakan kepemimpinan heroik adalah seorang individu yang memahami kekuatan, kelemahan, nilai-nilai, pandangan hidup, berinovasi, beradaptasi, memiliki ambisi yang positif, penuh cinta, mampu menyemangati diri sendiri dan orang lain dengan ambisi – ambisi heroik. Dengan dimensinya yakni, kesadaran diri, ingenuitas, cinta dan heroism. Meyer dan Allen (1997) menyatakan bahwa komitmen organisasi merupakan karakteristik hubungan antara anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotanya dalam berorganisasi. dengan
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
51
dimensinya yakni, affective commitment, continunce commitment dan normativ commitment. Dengan demikian apabila individu memiliki kepemimpinan heroik pada dirinya, karyawan akan mampuh menciptakan perubahan mampu memengaruhi orang lain ,memiliki karakter kepahlawanan terutama keberanian dan rela berkorban untuk mencapai suatu tujuan organisasinya. Apa bila individu memiliki tingkat komitmen organisasi yang tinggi dimana ada rasa bangga dan rasa memiliki terhadap organisasinya maka performa kerja karyawan cenderung akan meningkat dan akan jauh lebih peduli dengan kemajuan organisasinya. Kepemimpinan Heroik (X1 ):
Kesadaran diri
Ingenuitas Cinta
Heroisme
Organizational Citizenship Behavior(Y):
(Lowney, 2005)
Komitmen Organisasi ( X2 ) : affective comitment) continunce commitment
Altruism Civic Virtue Conscientiousness Courtesy Sportsmanship
(Organ, 2006)
normative commitment ( Meyer & Allen, 1997)
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Pengaruh Kepemimpinan Heroik dan Komitmen Organisasi terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB)
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
52
F. Hipotesis Penelitian Hipotesis merupakan prediksi atau jawaban sementara atas rumusan masalah dalam sebuah penilitian, Sugiyono (2010). Hipotesis didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada penelitian yang dilakukan. Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut : H1 :Ada pengaruh signifikan kepemimpinan heroik terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan PT. Jasa Marga (Persero) Cabang Jakarta-Tangerang H2 :Ada pengaruh signifikan komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan PT. Jasa Marga (Persero) Cabang Jakarta-Tangerang H3 :Ada pengaruh signifikan kepemimpinan heroik dan komitmen organisasi terhadap organizational citizenship behavior (OCB) pada karyawan PT. Jasa Marga (Persero) Cabang Jakarta-Tangerang G. Penelitian Terdahulu No
Nama Peneliti
1
Enang Permana Pengaruh Kepemimpinan (2013)
Judul Penelitian
Hasil Penelitian Kepemimpinan Transformasional
Transformasional pada
berpengaruh postif dan signifikan
Perilaku kewargaan
terhadap
Organisasional dengan
organisasional
Komitmen Organisasi sebagai
yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
perilaku
bersifat
kewargaan
dengan
mediasi
parsial
dari
53
mediasi (studi di SMK N 1
komitmen afektif
Tasikmalaya) 2
Rahmi (2013)
Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap
berpengaruh positif dan signifikan
OCB & Komitmen Organisasi
terhadap OCB
dengan mediasi Kepuasan
3
Hilmi (2011)
1. Kepemimpinan Transformasional
2. Kepemimpinan Transformasional
Kerja (studi guru tetap SMA
berpengaruh positif dan signifikan
lombok)
terhadap komitmen organisasi
Kepemimpinan
Kepemimpinan
transformasional
Transformasional dan Perilaku
berpengaruh
Kewargaan Organisasional di
perilaku kewargaan organisasional
signifikan
terhadap
Politeknik Negri Loksumawe 4
Prajogo (2005)
Pengaruh Pemediasian Trust
1. Kepemimpinan
dalam Hubungan
berpengaruh
Kepemimpinan
OCB
Transformasional dan OCB
signifikan
2. Kepemimpinan berpengaruh
transformasional dengan
transformasional
signifikan
dengan
trust 3. Trust
berpengaruh
signifikan
dengan OCB 5
Zehir (2014)
Charismatic Leadership And Organizational Citizenship
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
1. Kepemimpinan
karismatik
memiliki hubungan positif dengan
54
Behavior: The Mediating Role
OCB.
Of Ethical Climate 6
Jiao
at
(2011)
all Leadership and Organizational Citizenship Behavior OCBSpecific Meanings as Mediators
7
Lian dan Tui Leadership Styles and (2012)
transformasional
berpengaruh positif terhadap OCB 2. Persepsi organisasi berhubungan terhadap OCB 1. Kepemimpinan
transformasional
Organizational Citizenship
memiliki hubungan positif terhadap
Behavior: The Mediating
OCB
Effect of Subordinates’
8
1. Kepemimpinan
2. Kepemimpinn
Competence and Downward
memiliki
Influence Tactics
terhadap OCB
transaksional
hubungan
negatif
Manurung
The Influence of Heroic
penelitian menunjukan bahwa pada
(2011)
Leadership and Learning
dasarnya seseorang akan secara alami
Organization to Work
tertarik
Achievement with Authentic
pemimpin yang dikenal memiliki
Personal Branding as Mediator
komitmen
mengikuti
bersama
untuk yang
seseorang
kepentingan dengan
tulus
mendukung dan melayani pengikut akan
membuat
berprestasi.
http://digilib.mercubuana.ac.id/z
karyawan
lebih