BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) Istilah STM diterjemahkan dari akronim bahasa Inggris STS (ScienceTechnology-Society) yang pertama kali diciptakan oleh John Ziman dalam bukunya
“Teaching
and
Learning
About
Science
and
Society”.
Ia
mengemukakan bahwa konsep-konsep dan proses sains seharusnya sesuai dengan kehidupan siswa sehari-hari. (Iim Wasliman dalam Hidayati 2010:6.29) Sejalan dengan pendapat John Ziman, National Science Teachers Association (NSTA) dalam Mulyani (2008:15) memandang STM sebagai the teaching and learning of science in the context of human experience. STM dipandang sebagai proses pembelajaran yang senantiasa sesuai dengan konteks pengalaman manusia. Dalam pendekatan ini siswa diajak untuk meningkatkan kreativitas, sikap ilmiah, menggunakan konsep dan proses sains dalam kehidupan sehari-hari. Senada dengan NSTA, definisi tentang STM dikemukakan oleh PENN STATE dalam Dasri (2010:7) bahwa STM merupakan an interdisciplinary approach which reflects the widespread realization that in order to meet the increasing demands of a technical society, education must integrate across disciplines. Pembelajaran dengan pendekatan STM haruslah diselenggarakan dengan cara mengintegrasikan berbagai disiplin (ilmu) dalam rangka memahami berbagai hubungan yang terjadi di antara sains, teknologi dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa pemahaman kita terhadap hubungan antara sistem politik, tradisi masyarakat dan bagaimana pengaruh sains dan teknologi terhadap hubungan-hubungan tersebut menjadi bagian yang penting dalam pengembangan pembelajaran di era sekarang ini. Pandangan tersebut senada dengan pendapat NC State University dalam Dasri (2010:7), bahwa STM merupakan an interdisciplinery fieldof study that seeks to explore a understand the many ways that’s cience and technology shape culture, values, and institution, and how such factors shape science and technology. Pendekatan STM adalah sebuah pendekatan yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana sains dan teknologi masuk dan merubah proses-
6
7
proses sosial di masyarakat, dan bagaimana situasi sosial mempengaruhi perkembangan sains dan teknologi. Iskandar (1996: 6.29) dalam Giarti (2010) mempunyai pandangan yang sama bahwa STM merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Tujuan pendekatan STM adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masaah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah diambilnya. Dari beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa pendekatan STM adalah pendekatan dimana konsep-konsep ilmu beserta proses pembelajaran yang berkaitan dengan perkembangan ilmu pengetahuan (sains) dan teknologi sesuai dengan realita kehidupan siswa . Menurut Robert E. Yager dalam Hidayati (2010: 6.30), secara umum pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak. 2. Penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda, lingkungan) untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah. 3. Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan seharihari. 4. Penekanan pada keterampilan proses, dimana siswa dapat menggunakan dalam pemecahan masalah. 5. Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara dimana ia mencoba untuk memecahkan masalah-masalah yang telah teridentifikasi. 6. Identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak kepada masyarakat di masa depan. 7. Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar. Adapun tahap-tahap implementasi pendekatan STM dalam pembelajaran menurut Hidayati, dkk (2010: 6.34) adalah sebagai berikut: 1. Tahap apersepsi inisiasi, invitasi, dan eksplorasi yang mengemukakan isu/masalah aktual yang ada di masyarakat. 2. Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun dan mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui observasi, eksperimen, dan diskusi.
8
3. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisis isu/masalah yang telah ditemukan di awal pembelajaran berdasarkan konsep yang telah dipahami siswa. 4. Tahap pemantapan konsep, dimana guru memberikan pemahaman konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa. 5. Tahap evaluasi, dapat berupa evaluasi proses maupun evaluasi hasil. Sejalan
dengan
karakteristik
pembelajaran
dengan
menggunakan
pendekatan STM, maka tahap-tahap pembelajaran menggunakan pendekatan STM menurut Mulyani (2008) yaitu sebagai berikut. 1. Tahap Invitasi Pada tahap ini dapat memilih salah satu dari alternatif: a. Guru mengemukakan isu/masalah aktual yang sedang berkembang di masyarakat sekitar yang dapat diamati/dipahami oleh peserta didik serta dapat merangsang siswa untuk bisa ikut mengatasinya. b. Isu/masalah digali dari pendapat/keinginan siswa dan yang ada kaitannya dengan konsep yang dipelajari. 2. Tahap Eksplorasi Pada tahap ini siswa melalui aksi dan reaksinya sendiri berusaha memahami atau mempelajari situasi baru atau yang merupakan masalah baginya. Dapat ditempuh dengan membaca buku, majalah,koran, mendengar berita, melakukan wawancara kepada narasumber, atau bahkan observasi langsung di lapangan. 3. Tahap Solusi Pada tahap ini berdasarkan hasil eksplorasinya, siswa menganalisis terjadinya fenomena dan mendiskusikan bagaimana cara pemecahan masalahnya. Dengan kata lain siswa mengenal dan membangun konsep yang baru yang sesuai dengan kondisi lingkungan setempat. Untuk memantapkan konsep yang diperoleh siswa tersebut, guru perlu memberikan umpan balik/peneguhan. 4. Tahap Aplikasi Pada tahap ini siswa mendapat kesempatan untuk menggunakan konsep yang telah diperoleh. Dalam hal ini siswa mengadakan aksi nyata dalam mengatasi masalah lingkungan yang dimunculkan pada tahap invitasi. Misal, masalah yang diangkat adalah demam berdarah, maka siswa mengadakan aksi nyata berupa gerakan 3M, yaitu mengubur barangbarang bekas, menguras bak mandi, menutup tempat penampungan air. Senada dengan pendapat tersebut, Poedjiadi (2005) mengemukakan bahwa pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga macam strategi, yaitu: Strategi pertama, menyusun topik-topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada strategi ini, di awal pembelajaran (topik baru) guru memperkenalkan atau
9
menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah di lingkungan anak atau menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada di lingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada di lingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh anak sendiri setelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru, akhirnya dibangun atau dikonstruksi pengetahuan pada anak. Dalam hal ini, pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep. Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsepkonsep tertentu yang termasuk dalam standar kompetensi atau kompetensi dasar. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu, suatu topik relevan yang telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapkan dalam pembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen dari kurikulum. Strategi ketiga, mengajak anak untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela-sela kegiatan belajar berlangsung. Contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah, sebaiknya diperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep-konsep selanjutnya, atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi. Dalam mengimplementasikan pendekatan STM pada pembelajaran, Dass (1999) yang dikutip Raja (2009) mengemukakan empat langkah kegiatan kelas yang secara komprehensif merupakan upaya mengembangkan pemahaman murid dan pelaksanaan suatu proyek STM yang berhubungan preservice guru. Keempat langkah pembelajaran tersebut adalah fase invitasi atau undangan atau inisiasi, eksplorasi, mengusulkan penjelasan dan solusi, dan mengambil tindakan. 1. Fase Invitasi Pada Preservice teachers (PSTs) tahap ini, guru melakukan brain storming dan menghasilkan beberapa kemungkinan topik untuk penyelidikan. Topik dapat bersifat global atau lokal, tetapi harus merupakan minat siswa dan memberikan wilayah yang cukup untuk penyelidikan bagi siswa. 2. Eksplorasi Pada tahap ini, guru dan siswa mengidentifikasi daerah kritis penyelidikan. Data-data dan informasi dapat dikumpulkan melalui pertanyaanpertanyaan atau wawancara, kemudian menganalisis informasi tersebut. Data dan informasi dapat pula diperoleh melalui telekomunikasi, perpustakaan dan sumber-sumber dokumen publik lainnya. Dari sumbersumber informasi, siswa dapat mengembangkan penyelidikan berbasis ilmu pengetahuan untuk menyelidiki isu-isu yang berkaitan dengan masalah ini. Pemahaman tentang hujan asam, misalnya, dilakukan dalam
10
laboratorium untuk menyelidiki sifat-sifat asam dan basa. Penyelidikan ini memberikan pemahaman dasar untuk pengembangan, pengujian hipotesis, dan mengusulkan tindakan. 3. Fase Mengusulkan Penjelasan dan Solusi Pada tahap ini, siswa mengatur dan mensintesis informasi yang mereka telah kembangkan sebelumnya dalam penyelidikan. Proses ini termasuk komunikasi lebih lanjut dengan para ahli di lapangan, pengembangan lebih lanjut, memperbaiki, dan menguji hipotesis mereka, dan kemudian mengembangkan penjelasan tentatif dan proposal untuk solusi dan tindakan. Hasil tersebut kemudian dilaporkan dan disajikan kepada rekanrekan kelas untuk menggambarkan temuan, posisi yang diambil, dan tindakan yang diusulkan. 4. Fase Mengambil Tindakan Berdasarkan temuan yang dilaporkan dalam fase ketiga (mengajukan penjelasan dan solusi), siswa menerapkan temuan-temuan mereka dalam beberapa bentuk aksi sosial. Jika tindakan ini melibatkan masyarakat sebagai pelaksana, misalnya membersihkan daerah berbahaya anak dapat menghubungi pejabat publik yang dapat mendukung pikiran dan temuan mereka. Anak menyajikan informasi ini kepada rekan-rekan kelas mereka. Proposal ini akan dimasukkan sebagai tindakan follow up. Sejalan dengan pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah implementasi pendekatan STM di lapangan adalah sebagai berikut: 1. Tahap invitasi, yaitu siswa merumuskan masalah/isu aktual yang ada di masyarakat. 2. Tahap pembentukan konsep, yaitu siswa membangun atau mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui menyimak dan diskusi. 3. Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah, yaitu menganalisis isu/masalah berdasarkan konsep yang telah dipahami siswa. 4. Tahap pemantapan konsep, dimana guru memberikan pemahaman dan konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa. 5. Tahap evaluasi, dimana guru melakukan evaluasi proses maupun evaluasi hasil. 2.1.2 Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2011:22). Sedangkan menurut Horwart Kingsley dalam Nana Sudjana (2011:22) membagi tiga macam hasil
11
belajar mengajar : Keterampilan dan kebiasaan, Pengetahuan dan pengarahan, Sikap dan cita-cita. Sementara menurut Lindgren dalam Agus Suprijono (2011:7) hasil pembelajaran meliputi kecakapan, informasi, pengertian, dan sikap.Hal yang sama juga dikemukakan oleh Gagne dalam Agus Suprijono (2011:5-6) bahwa hasil belajar itu berupa: informasi verbal, keterampilan intelektual, strategi kognitif, keterampilan motorik, dan sikap. Senada dengan Gagne, Bloom dalam Agus Suprijono (2011:6-7) mengemukakan bahwa: Hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik. Domain kognitif adalah knowledge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman, menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysys (menguraikan, menentukan hubungan), sysnthesis (mengorganisasikan, merencanakan, membentuk bangunan baru, evaluation (meskor). Domain afektif adalah receiving (sikap menerima), responding (memberikan respon), valuing (skor), organization (organisasi), Characterization (karakterisasi). Domain psikomotor meliputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikomotor juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan intelektual. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan, sikap, dan keterampilan yang diperoleh siswa setelah siswa menerima
perlakuan
yang
diberikan
oleh
guru
sehingga
dapat
mengkonstruksikan pengetahuan yang diperoleh untuk dapat digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil belajar digunakan guru untuk digunakan sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai suatu tujuan pembelajaran. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau peristiwa, atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Alat untuk melakukan pengukuran ini dapat berupa alat ukur standar seperti meter, kilogram, liter dan sebagainya, termasuk ukuran-ukuran subyektif yang bersifat relatif, seperti depa, jengkal, “sebentar lagi”, dan lain-lain (Endang Poerwanti, 2008:1-4). Menurut Cangelosi (1995) yang dimaksud dengan pengukuran (Measurement) adalah suatu proses pengumpulan data melalui
12
pengamatan empiris untuk mengumpulkan informasi yang relevan dengan tujuan yang telah ditentukan. Dalam hal ini guru menaksir prestasi siswa dengan membaca atau mengamati apa saja yang dilakukan siswa, mengamati kinerja mereka, mendengar apa yang mereka katakan, dan menggunakan indera mereka seperti melihat, mendengar, menyentuh, mencium, dan merasakan. Menurut Zainul dan Nasution (2001) pengukuran memiliki dua karakteristik utama yaitu: 1) penggunaan angka atau skala tertentu; 2) menurut suatu aturan atau formula tertentu. Arikunto dan Jabar (2004) menyatakan pengertian pengukuran (measurement) sebagai kegiatan membandingkan suatu hal dengan satuan ukuran tertentu sehingga sifatnya menjadi kuantitatif. Jadi pengukuran memiliki arti suatu kegiatan yang dilakukan dengan cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran tertentu sehingga data yang dihasilkan adalah data kuantitatif. Untuk menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan instrumen. Dalam dunia pendidikan instrumen yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan siswa seperti tes, lembar observasi, panduan wawancara, skala sikap, dan angket. Dari pengertian pengukuran yang telah dipaparkan untuk mengukur hasil belajar peserta didik digunakanlah alat penilaian hasil belajar. Penilaian hasil belajar dapat diukur melalui teknik tes dan non tes. Teknik yang dapat digunakan dalam asesmen pembelajaran untuk mengukur hasil belajar siswa yaitu: 1.
Tes Tes secara sederhana dapat diartikan sebagai himpunan pertanyaan yang
harus dijawab, pernyataan-pernyataan yang harus dipilih/ditanggapi, atau tugastugas yang harus dilakukan oleh peserta tes dengan tujuan untuk mengukur suatu aspek tertentu dari peserta tes dan dalam kaitan dengan pembelajaran aspek tersebut adalah indikator pencapaian kompetensi (Endang Poerwanti, dkk. 2008:4-3). Menurut Ebster’s Collegiate dalam Arikunto, 1995 (Endang Poerwanti, dkk. 2008:4-4), tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensia, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok.
13
Tes menurut Nana Sudjana (2008:35) sebagai alat peskoran adalah pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan) atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Tes pada umumnya digunakan untuk meskor dan mengukur hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran, namun demikian dalam batas tertentu tes dapat pula digunakan untuk mengukur atau meskor hasil belajar bidang afektif dan psikomotoris. Jadi kesimpulan dari pengertian tes adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan peserta didik dan menggunakan langkah-langkah dan kriteria-kriteria yang sudah ditentukan. Berikut ini adalah termasuk dalam teknik tes antara lain (Endang Poerwanti, 2008): a. Jenis tes berdasarkan cara mengerjakan 1) Tes Tertulis Tes tertulis adalah tes yang dilakukan secara tertulis baik dalam hal soal maupun jawabannya 2) Tes Lisan Pada tes lisan, baik pertanyaan maupun jawaban (response) semuanya dalam bentuk lisan. Karenanya, tes lisan relatif tidak memiliki ramburambupenyelenggaraan tes yang baku, karena itu, hasil dari tes lisan biasanya tidak menjadi informasi pokok tetapi pelengkap dari instrumen asesmen yang lain. 3) Tes Unjuk Kerja Pada Tes ini peserta didik diminta untuk melakukan sesuatu sebagai indikator pencapaian kompetensi yang berupa kemampuan psikomotor. b. Jenis tes berdasarkan bentuk jawabannya 1) Tes Esei (Essay-type Test) Tes bentuk uraian adalah tes yang menuntut siswa mengorganisasikan gagasan-gagasan tentang apa yang telah dipelajarinya dengan cara mengemukakannya dalam bentuk tulisan. 2) Tes Jawaban Pendek Tes dapat digolongkan menjadi tes jawaban pendek jika peserta tes diminta menuangkan jawabannya bukan dalam bentuk esei, tetapi memberikan jawaban-jawaban pendek, dalam bentuk rangkaian katakata pendek, kata-kata lepas maupun angka-angka.
14
3) Tes objektif Tes objektif adalah adalah tes yang keseluruhan informasi yang diperlukan untuk menjawab tes telah tersedia. Oleh karenanya sering pula disebut dengan istilah tes pilihan jawaban (selected response test). c. Dilihat dari tujuannya dalam bidang pendidikan, tes dapat dibagi menjadi: 1) Tes Kemajuan Belajar (Gains/Achivement Test) Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan. Tes ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir posttes. 2) Tes Formatif Tes formatif adalah tes hasil belajar yang digunakan untuk mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai peserta didik dalam suatu program pembelajaran tertentu seperti tes harian, ulangan harian. 3) Tes Sumatif Istilah sumatif berasal dari kata sum yang berarti jumlah. Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan peserta didik terhadap sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari seperti UAN (Ujian Akhir Nasional), THB. 2.
Non Tes Teknik non tes sangat penting dalam mengakses peserta didik pada ranah
afektif dan psikomotor, berbeda dengan teknik tes yang lebih menekankan pada aspek kognitif. Ada beberapa macam teknik non tes (Endang Poerwanti, 2008:3.19), yaitu: a. Observasi Observasi terkait dengan kegiatan evaluasi proses dan hasil belajar dapat dilakukan secara formal yaitu observasi dengan menggunakan instrumen yang sengaja dirancang untuk mengamati unjuk kerja dan kemajuan belajar peserta didik, maupun observasi informal yang dapat dilakukan oleh pendidik tanpa menggunakan instrumen. b. Wawancara Wawancara adalah cara untuk memperoleh informasi mendalam yang diberikan secara lisan dan spontan, tentang wawasan, pandangan atau aspek kepribadian peserta didik. c. Angket Suatu teknik yang dipergunakan untuk memperoleh informasi yang berupa data deskriptif. Teknik ini biasanya berupa angket sikap (Attitude Questionnaires). d. Work Sample Analysis (Analisa Sampel Kerja) Digunakan untuk mengkaji respon yang benar dan tidak benar yang dibuat siswa dalam pekerjaannya dan hasilnya berupa informasi mengenai
15
e.
f.
g.
h. i.
kesalahan atau jawaban benar yang sering dibuat siswa berdasarkan jumlah, tipe, pola, dan lain sebagainya. Task Analysis (Analisis Tugas) Dipergunakan untuk menentukan komponen utama dari suatu tugas dan menyusun skills dengan urutan yang sesuai dan hasilnya berupa daftar komponen tugas dan daftar skills yang diperlukan. Checklists dan Rating Scales Dilakukan untuk mengumpulkan informasi dalam bentuk semi terstruktur, yang sulit dilakukan dengan teknik lain dan data yang dihasilkan bisa kuantitatif ataupun kualitatif, tergantung format yang dipergunakan. Portofolio Portofolio adalah kumpulan dokumen dan karya-karya peserta didik dalam karya tertentu yang diorganisasikan untuk mengetahui minat, perkembangan belajar dan prestasi siswa. Komposisi dan Presentasi Peserta didik menulis dan menyajikan karyanya. Proyek Individu dan Kelompok Mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan serta dapat digunakan untuk individu maupun kelompok Ketercapaian tujuan pembelajaran akan diketahui melalui teknik atau cara
pengukuran yang sistematis melalui tes, observasi, skala sikap atau peskoran portofolio. Alat yang dipergunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran dinamakan dengan instrumen. Instrumen sendiri terdiri atas instrumen butir-butir soal apabila cara pengukuran dilakukan dengan menggunakan tes, dan apabila pengukuran dilakukan dengan cara mengamati atau mengobservasi dapat menggunakan instrumen lembar pengamatan atau observasi, pengukuran dengan teknik skala sikap dapat menggunakan instrumen butir-butir pernyataan. Instrumen sebagai alat yang digunakan untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran maupun kompetensi yang dimiliki peserta didik haruslah valid, maksudnya adalah instrumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah besarnya skor siswa yang diperoleh dari skor tes, menyimak, diskusi, presentasi, dan kerja kelompok. Dalam membuat alat ukur yang akan digunakan haruslah membuat kisikisi. Kisi-kisi (test blue-print atau table of specification) adalah format atau matriks pemetaan soal yang menggambarkan distribusi item untuk berbagai
16
topik atau pokok bahasan berdasarkan kompetensi dasar, indikator dan jenjang kemampuan tertentu. Penyusunan kisi-kisi ini digunakan untuk pedoman menyusun atau menulis soal menjadi perangkat tes. Adapun kisi-kisi tersebut di dalamnya meliputi: 1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar 2. Indikator 3. Proses berfikir (C1 (ingatan), C2 (pemahaman), C3 (penerapan), C4 (analisis), C5 (evaluasi), C6 (kreasi)) 4. Tingkat kesukaran soal (rendah, sedang, tinggi) 5. Bentuk instrumen Hasil dari pengukuran pencapaian Kompetensi Dasar dipergunakan sebagai dasar peskoran atau evaluasi. Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasa Inggris). Menurut Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:190-191) mengemukakan
bahwa
evaluasi
merupakan
proses
sederhana
memberikan/menetapkan skor kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek, dan masih banyak yang lain. Sedangkan menurut Nana Sudjana dalam Dimyati dan Mudjiono (2006:191) pengertian evaluasi dipertegas lagi dengan batasan sebagai proses memberikan atau menentukan skor kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Naniek Sulistya Wardani dkk, (2010:2.8) mengartikannya, bahwa evaluasi itu merupakan proses untuk memberi makna atau menetapkan kualitas hasil pengukuran, dengan cara membandingkan angka hasil pengukuran tersebut dengan kriteria tertentu. Kriteria sebagai pembanding dari proses dan hasil pembelajaran tersebut dapat ditentukan sebelum proses pengukuran atau ditetapkan setelah pelaksanaan pengukuran. Kriteria tersebut dapat berupa proses atau kemampuan minimal yang dipersyaratkan seperti KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal), atau batas keberhasilan, kriteria tersebut juga dapat pula berupa kemampuan rata-rata unjuk kerja kelompok, atau berbagai patokan yang lain. Kriteria yang berupa batas kriteria minimal yang telah ditetapkan sebelum pengukuran dan bersifat mutlak disebut dengan Peskoran Acuan Patokan atau Peskoran Acuan Kriteria (PAP/PAK), sedang kriteria yang ditentukan setelah
17
kegiatan pengukuran dilakukan dan didasarkan pada keadaan kelompok dan bersifat relatif disebut dengan Peskoran Acuan Norma/ Peskoran Acuan Relatif (PAN/PAR). Di dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2007 tentang Standar Peskoran Pendidikan menyatakan bahwa Kriteria ketuntasan minimal (KKM) adalah kriteria ketuntasan belajar (KKB) yang ditentukan oleh satuan pendidikan. KKM pada akhir jenjang satuan pendidikan untuk kelompok mata pelajaran selain ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan skor batas ambang kompetensi. 2.1.3 Pembelajaran IPS SD IPS mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Pada jenjang SD/MI mata pelajaran IPS memuat materi Geografi, Sejarah, Sosiologi, dan Ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai (KTSP Standar Isi 2006). Mata pelajaran IPS disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. Dengan pendekatan tersebut diharapkan peserta didik akan memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan (Permendiknas No. 22 Tahun 2006) Pada jenjang pendidikan dasar, ruang lingkup pengajaran IPS dibatasi sampai pada gejala dan masalah sosial yang dapat dijangkau pada geografi dan sejarah. Terutama gejala dan masalah sosial kehidupan sehari-hari yang ada di lingkungan sekitar peserta didik di SD. Ruang lingkup mata pelajaran IPS di SD meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Permendiknas No. 22 Tahun 2006) 1.
Manusia, Tempat, dan Lingkungan
2.
Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan
3.
Sistem Sosial dan Budaya
18
4.
Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan. Mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut: (Permendiknas No. 22 Tahun 2006) 1.
Mengenal
konsep-konsep
yang
berkaitan
dengan
kehidupan
masyarakat dan lingkungannya 2.
Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial
3.
Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap skor-skor sosial dan kemanusiaan
4.
Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Pencapaian tujuan IPS dapat dimiliki oleh kemampuan peserta didik
yang standar dinamakan dengan Standar Kompetensi (SK) dan dirinci ke dalam Kompetensi Dasar (KD). SK dan KD untuk mata pelajaran IPS yang diitujukan bagi siswa kelas IV SD disajikan melalui tabel 2.1 berikut ini. Tabel 2.1 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Mata Pelajaran IPS Kelas IV Semester 2 Tahun Ajaran 2011/2012 Standar Kompetensi Mengenal sumber daya alam, kegiatan ekonomi, dan kemajuan teknologi di lingkungan kabupaten/kota dan provinsi
Kompetensi Dasar 1. Mengenal aktivitas ekonomi yang berkaitan dengan sumber daya alam dan potensi lain di daerahnya. 2. Mengenal pentingnya koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 3. Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya. 4. Mengenal permasalahan sosial di daerahnya.
19
Kompetensi dasar ini merupakan standar minium yang secara nasional harus dicapai oleh siswa dan menjadi acuan dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan. Pencapaian SK dan KD didasarkan pada pemberdayaan peserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru. 2.2
Hasil Temuan yang Relevan Dasri (2010) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa Melalui Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat Dalam Pembelajaran IPA Kelas IV SD Negeri Dologan Kecamatan Japah Kabupaten Blora Tahun Pelajaran 2009/2010” mengemukakan bahwa pembelajaran menggunakan pendekatan STM terbukti dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Peningkatan prestasi belajar ini dapat ditunjukkan dengan rata-rata tes formatif dari 31 siswa pada pra siklus sebesar 67,48, siklus 1 sebesar 69,87 dan siklus 2 sebesar 73,03. Skor minimal pra siklus sebesar 45, siklus 1 sebesar 40 dan siklus 2 sebesar 58. Skor maksimal pra siklus sebesar 100, siklus 1 sebesar 100, dan siklus 2 sebesar 100. Persentase ketuntasan pra siklus sebesar 38,7%, siklus 1 sebesar 74,19% dan siklus 2 sebesar 83,87%. KKM mata pelajaran IPA yaitu 68. Kelebihan yang dicapai dalam penelitian jika dilihat dari besarnya skor maksimal dari pra siklus hingga siklus 2 yaitu secara konstan menunjukkan skor 100. Sedangkan kelemahan dalam penelitian ini adalah perlakuan diberikan hingga siklus 2 saja dengan persentase ketuntasan mencapai 83,87% atau 26 siswa. Peneliti tidak menjelaskan mengapa penelitian berakhir pada siklus 2 saja dan tidak menjelaskan secara detail tugas remidiasi bagi siswa yang belum tuntas. Giarti, Puji Andayani (2011) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Meningkatkan Hasil Belajar IPA Tentang Berbagai Bentuk Energi Melalui Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) Pada Siswa Kelas IV SD Negeri Mergoson Kebumen Semester II Tahun Pelajaran 2010/2011” membuktikan bahwa pendekatan STM dalam pembelajaran dapat
20
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan persentase ketuntasan hasil belajar dari 33 siswa pada pra siklus, siklus I, dan siklus II masing-masing adalah sebesar 36,67%, 57,58%, dan 96,67%. Skor maksimal yang diperoleh pada pra siklus, siklus I, dan siklus II masing-masing adalah 90, 90, dan 100. Sedangkan skor minimal yang diperoleh pada pra siklus, siklus I, dan siklus II masing-masing adalah 30, 50, dan 70. KKM pada penelitian ini adalah 75. Kelebihan dalam penelitian ini dapat dilihat dari perolehan skor minimal pra siklus, siklus I, dan siklus II yaitu 30, 50, 70. Itu berarti pendekatan STM dalam pembelajaran terbukti meningkatkan hasil belajar siswa. Kelemahan dalam penelitian ini dapat terlihat dari penyajian deskriptif skor hasil belajar. Peneliti tidak menyajikan rata-rata skor hasil belajar pada pra siklus, siklus I, dan siklus II. Santoso, Sugeng (2009) dalam penelitian yang berjudul “Upaya Peningkatan Prestasi Siswa Kelas VI SD Negeri Wonolelo 4 Dalam Memahami Keseimbangan Ekosistem Melalui Pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) Dalam Pembelajaran IPA” membuktikan bahwa pendekatan STM dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan perolehan rata-rata skor prestasi belajar dari 20 siswa pada pra siklus, siklus I, dan siklus II masing-masing adalah sebesar 64,25, 68,5, dan 72. Perolehan skor maksimal pada pra siklus, siklus I, dan siklus II masing-masing adalah sebesar 80, 80, dan 80. Perolehan skor minimal pada pra siklus, siklus I, dan siklus II masing-masing adalah sebesar 50, 50, dan 65. Sedangkan persentase ketuntasan prestasi belajar siswa pada pra siklus, siklus I, dan siklus II masing-masing adalah 60%, 75%, dan 100%. KKM pada penelitian ini adalah 65. Kelebihan dalam penelitian ini yaitu pada siklus 2 seluruh siswa telah mencapai ketuntasan belajar. Kelemahan yang terdapat dalam penelitian terlihat dari tidak adanya penyajian langkah-langkah pembelajaran STM beserta penjelasannya. Ika Musfarida (2011) dalam penelitian yang berjudul “Peningkatan Kualitas Pembelajaran IPA Melalui Pendekatan STM Dengan CD
21
Interaktif Pada Siswa Kelas IV B SD N Tawang Mas 01 Kota Semarang” membuktikan bahwa pembelajaran STM dapat meningkatkan aktivitas siswa, aktivitas guru, kualitas pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Hal tersebut ditunjukkan dengan perolehan rata-rata skor aktivitas siswa siklus I adalah 16,4 dengan kategori baik, namun pada indikator keberanian siswa dalam mengajukan pertanyaan dan keseriusan siswa dalam mengerjakan soal belum maksimal sehingga dilakukan siklus II. Perolehan rata-rata skor aktivitas siswa meningkat menjadi 19,8 dengan kategori sangat baik. Aktivitas guru pada siklus I diperoleh total skor 25 dengan kategori baik, akan tetapi dilakukan siklus II dikarenakan indikator kemampuan guru dalam membuka pelajaran belum terpenuhi. Pada siklus II perolehan skor meningkat menjadi 32 dengan kategori sangat baik. Observasi kualitas pembelajaran pada siklus I diperoleh total skor 15 dengan kategori baik, namun pada indikator iklim pembelajaran yang tercipta selama KBM perlu ditingkatkan lagi dan pada siklus II perolehan skor meningkat menjadi 18 dengan kategori sangat baik. Pada siklus I ketuntasan klasikal mencapai 72,5% (29 dari 40 siswa) dengan nilai ratarata kelas adalah 65,25, belum memenuhi indikator keberhasilan sehingga dilakukan siklus II dan pada siklus II meningkat menjadi 92,5% (37 dari 40 siswa) dengan nilai rata-rata 83. Perolehan skor maksimal hasil belajar siswa pada siklus I dan II masing-masing adalah 90 dan 100. Perolehan skor minimal hasil belajar siswa pada siklus I dan II masing-masing adalah 30 dan 45. Kelebihan yang dicapai dalam penelitian ini yaitu pembelajaran dengan pendekatan STM dapat meningkatkan berbagai aspek dalam pembelajaran,
seperti
aktivitas
siswa,
aktivitas
guru,
kualitas
pembelajaran, dan hasil belajar siswa. Kelemahan dalam penelitian ini yaitu hasil belajar hanya diukur dari tes formatif saja, tidak disertasi dengan penilaian proses. Catur Putra Indra Septiawan (2010) dalam penelitian berjudul “Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar IPA Melalui Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) Pada Kelas V SD Negeri 3 Ngraji Purwodadi
22
Grobogan” mengemukakan bahwa pendekatan STM dapat digunakan untuk meningkatkan aktivitas belajar IPA siswa kelas V SD Negeri 3 Ngraji. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan aktivitas belajar IPA siswa dapat dibuktikan dengan meningkatnya skor angket aktivitas belajar IPA siswa yaitu sebelum tindakan rata-rata aktivitas belajar IPA siswa adalah 64,57 atau kategori kurang, kemudian pada siklus I rata- rata aktivitas belajar IPA siswa menjadi 71,08 atau kategori sedang, dan pada siklus II rata-rata aktivitas belajar IPA siswa meningkat menjadi 81,08 atau kategori baik. Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa terlihat juga adanya peningkatan aktivitas belajar IPA siswa. Pada kondsisi awal, ratarata aktivitas belajar IPA siswa adalah 56,88 atau kategori kurang sekali, kemudian pada siklus I menjadi 73,75 atau kategori sedang, dan pada siklus II meningkat menjadi 84,38 atau kategori baik. Selain itu, nilai ratarata hasil belajar IPA siswa pada kondisi awal adalah 61,84, pada siklus I nilai rata-rata hasil belajar IPA siswa menjadi 68,19, dan nilai rata-rata hasil belajar IPA yang diperoleh siswa pada siklus II meningkat menjadi 83,98. Sebelum dilaksanakan penelitian, siswa yang memperoleh nilai KKM > 65 sebanyak 14 siswa (32,56%), pada siklus I meningkat menjadi 31 siswa (72,09%), dan pada siklus II meningkat menjadi 41 siswa (95,35%). Kelebihan yang terdapat dalam penelitian ini yaitu salah satu variabel yang diukur yaitu aktivitas belajar siswa, namun peneliti juga membuktikan bahwa pembelajaran dengan pendekatan STM mampu meningkatkan hasil belajar siswa. Kelemahan yang terdapat dalam penelitian ini yaitu diperlukan waktu yang lama untuk mengelola kelas dalam setiap kegiatan pembelajaran. 2.3
Kerangka Berpikir Pembelajaran dengan metode konvensional/ceramah membuat siswa menjadi pasif karena pembelajaran berpusat pada guru. Siswa tidak mengalami pengalaman belajar sendiri untuk mendapatkan pengalaman baru dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah.
23
Pada penelitian ini, pembelajaran IPS dengan metode ceramah dilaksanakan dengan
langkah-langkah
sebagai
berikut:
(1)
Guru
menampilkan gambar transportasi tradisional dan modern. (2) Guru menyampaikan identifikasi transportasi tradisional dan modern. (3) Guru menyampaikan rumusan masalah transportasi tradisional dan modern. (4) Guru menyampaikan pemecahan masalah transportasi tradisional dan modern. (5) Siswa mengerjakan tes. Sedangkan pola tempat duduk siswa tetap seperti semula, yaitu pola berderet/konvensional. Perubahan paradigma pembelajaran menuntut siswa aktif, agar kompetensi yang diharapkan dalam kurikulum 2006 dapat tercapai. Suatu pembelajaran akan efektif bila siswa aktif berpartisipasi atau melibatkan diri secara langsung dalam proses pembelajaran. Siswa diharapkan dapat menemukan sendiri atau memahami sendiri konsep yang telah diajarkan yaitu dengan mengalami langsung. Oleh karena itu, untuk menindaklanjuti paradigma tersebut, guru mencoba menerapkan pembelajaran IPS menggunakan pendekatan STM. Langkah-langkah pembelajaran menggunakan pendekatan STM yaitu: (1) Tahap invitasi. Pada tahap awal ini, siswa merumuskan masalah aktual yang ada di masyarakat. Misalnya: a. Jenis kendaraan apa yang mendominasi jalan raya. b. Jenis kendaraan apa yang mendominasi laut. c. Jenis kendaraan apa yang mendominasi udara. d. Apa pengaruh banyaknya kendaraan terhadap keadaan lingkungan setempat. e. Adakah perbedaan keuntungan penggunaan alat transportasi tradisional dan transportasi modern. f. Adakah perbedaan kerugian penggunaan
alat transportasi
tradisional dan transportasi modern. g. Bagaimana cara mengatasi kerugian yang ditimbulkan atas penggunaan alat transportasi tradisional dan transportasi modern.
24
h. Bagaimana merancang penggunaan transportasi yang tepat pada saat sekarang. (2)
Tahap
pembentukan
konsep.
Siswa
membangun
atau
mengkonstruksi pengetahuan sendiri melalui menyimak dan diskusi bersama kelompoknya. Di dalam tahap ini terdiri dari dua kegiatan, yang pertama menyimak gambar alat transportasi tradisional dan modern serta menyimak materi ajar tentang perkembangan teknologi transportasi. Kedua, mengidentifikasi gambar alat transportasi dan mengkelompokkan berdasarkan ketentuan yang terdapat pada LKS. Misalkan siswa mengkelompokkan dan memberi nama hasil identifikasi berdasarkan jenis transportasinya, lokasi transportasinya, kapasitas muatan transportasi, waktu yang digunakan oleh transportasi tersebut mencapai tujuan, biaya yang dikeluarkan oleh transportasi tersebut mencapai tujuan, jumlah transportasi terbanyak, manfaat transportasi sebagai alat mengangkut, kebersihannya, keuntungan dan kerugian pemakaian alat transportasi. (3) Tahap aplikasi konsep atau penyelesaian masalah. Pada tahap ini siswa menganalisis isu/masalah berdasarkan konsep yang telah dipahami siswa. Kegiatan
pada tahap
aplikasi
konsep
yaitu
siswa memecahkan
permasalahannya dengan berdiskusi kelompok. Misalnya: a. Jenis kendaraan yang mendominasi jalan raya adalah sepeda motor (transportasi modern) dan delman (transportasi tradisional). b. Jenis kendaraan yang mendominasi laut adalah perahu boat (transportasi modern) dan perahu dayung (transportasi tradisional). c. Jenis kendaraan yang mendominasi udara adalah pesawat turbo (transportasi modern) dan pesawat bolang-baling (transportasi tradisional). d. Pengaruh banyaknya kendaraan terhadap keadaan lingkungan setempat (lihat positif dan negatif sebanyak-banyaknya): Darat yang tradisional: kotoran kuda, modern: pencemaran asap di udara. Laut yang tradisional: pemenuhan laut, modern: pencemaran laut.
25
Udara yang tradisional: pngotoran udara dan lambat, modern: pengotoran udara. e. Keuntungan penggunaan transportasi tradisional adalah ……., karena …….. (perhitungkan pula waktu dan biaya). Keuntungan penggunaan transportasi modern adalah ……., karena …… (perhitungkan pula waktu dan biaya). Jadi perbedaan keuntungan terletak pada …….. f. Kerugian penggunaan transportasi tradisional adalah ……, karena ……. (perhitungkan pula waktu dan biaya). Kerugian penggunaan transportasi modern adalah ……, karena …….(perhitungkan pula waktu dan biaya). Jadi perbedaan kerugian terletak pada ……. g. Cara mengatasi kerugian yang ditimbulkan atas penggunaan transportasi tradisional adalah ….., dan cara mengatasi kerugian yang ditimbulkan atas penggunaan transportasi modern adalah ……. Jadi perbedaaan cara mengatasinya terletak pada …… h. Cara merancang penggunaan transportasi yang tepat pada saat sekarang adalah ……. (4) Tahap pemantapan konsep. Pada tahap ini, guru memberikan pemahaman dan konsep agar tidak terjadi kesalahan konsep pada siswa. Tahap ini berlangsung saat siswa mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan siswa lain memberi tanggapan. (5) Tahap evaluasi. Untuk mengukur ketercapaian tujuan pembelajaran, maka guru melakukan penilaian proses yang diperoleh dari pengamatan menyimak, diskusi, presentasi, dan kerja kelompok, serta penilaian hasil yang diperoleh dari pemberian tes formatif. Berikut ini tersaji bagan kerangka berpikir tentang perbandingan antara pembelajaran konvensional dan pembelajaran menggunakan pendekatan STM.
26
Pembelajaran IPS Mengenal perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi serta pengalaman menggunakannya.
Pembelajaran STM
Pembelajaran Konvensional
Guru menampilkan gambar transportasi tradisional dan modern Guru menyampaikan identifikasi transportasi tradisional dan modern
Guru menyampaikan rumusan masalah transportasi tradisional dan modern
Guru menyampaikan pemecahan masalah transportasi tradisional dan modern
Tahap Invitasi Siswa merumuskan masalah transportasi tradisional dan modern
Tahap Pembentukan Konsep 1. Siswa menyimak gambar transportasi moden dan tradisional serta materi ajar tentang perkembangan teknologi transportasi 2. Siswa mengidentifikasi transportasi tradisional dan modern
Tahap Aplikasi Konsep Siswa memecahkan masalah transportasi tradisional dan modern
Tahap Pemantapan Konsep 1. Siswa mempresentasikan hasil diskusi 2. Siswa lain memberi tanggapan
Siswa mengerjakan tes
Hasil Belajar
1. 2. 3. 4. 5.
Tahap Evaluasi Lembar Kerja Siswa Pengamatan Menyimak Pengamatan Diskusi Pengamatan Presentasi Tes Formatif (Penilaian Hasil)
Hasil Belajar ≥
KKM
Gambar 2.1 Perbandingan Antara Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran Menggunakan Pendekatan STM
27
2.4 Hipotesis Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, kajian teori, dan kerangka berpikir yang telah tersaji pada sub bab sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis dalam penelitian ini, yaitu "Ada pengaruh positif signifikan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) terhadap hasil belajar IPS bagi siswa kelas IV SD Negeri Mangunsari Salatiga semester 2 tahun ajaran 2011/2012".