Bab II : Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Konsep
perencanaan
struktur
bangunan
bertingkat
tinggi
harus
memperhitungkan kemampuannya dalam memikul beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut, diantaranya adalah beban gravitasional dan beban lateral. Beban gravitasi adalah beban mati struktur dan beban hidup sedangkan yang termasuk beban lateral adalah beban angin dan beban gempa. Struktur baja sangat sesuai digunakan untuk bangunan bertingkat tinggi (highrise building), karena material baja mempunyai kekuatan serta tingkat daktilitas yang tinggi dibandingkan dengan material-material struktur lainnya. Sifat daktail diperlukan agar struktur mampu mengalami deformasi atau perubahan bentuk secara daktail dengan cara memencarkan energi gempa dan membatasi gaya gempa yang masuk ke dalam struktur. Selain itu material baja mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan tekan yang sama besar, sehingga sangat sesuai digunakan sebagai elemen struktur yang memikul beban dinamik yang berarah bolak-balik. Salah satu contoh struktur baja yang mampu memberi kekakuan, kestabilan struktur dalam menahan segala pembebanan yang dikenakan padanya serta bagaimana perilaku struktur untuk menahan beban tersebut adalah dengan penambahan pengaku (bracing). Fungsi dari bracing ini adalah memperkaku serta memberikan kestabilan posisi pada bangunan ketika terkena pembebanan dari gempa maupun angin. Sistem ini bekerja dengan cara mengikat Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
kolom-kolom utama beserta plat-plat lantai menjadi kesatuan sistem struktur. Dengan menjadi suatu kesatuan sistem. Struktur ini mendukung suatu bangunan yang memiliki ketinggian yang cukup tinggi untuk menahan beban-beban pada bangunan tersebut.
2.2 Sistem Penahan Geser Tipe-tipe system penaham geser untuk bangunan dapat dikategorikan ke dalam tiga tipe sistem yang umum, yaitu : a. Rangka kaku/rangka pemikul momen (rigid frame/moment resisting frame) b. Rangka brecing (braced frames) c. Dinding geser (shear walls)
2.2.1 Rangka Pemikul Momen Rangka pemikul momen sering disebut momen resisting frame terdiri dari lantai atau atap dalam bidang dan dihubungkan pada kolom dengan join kaku atau setengah kaku. Kekuatan dan kekakuan pada rangka berbanding lurus dengan ukuran kolom dan balok dan berbanding terbalik dengan tinggi momen resisting frames menghasilkan bidang momen yang significant pada balok dengan titik infeksi (titik dengan momen 0) dekat titik tengah dari balok dan kolom.
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 2
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.2.2 Rangka Bresing Rangka bresing biasa disebut juga rangka berpengaku terdiri dari balok atau kolom ditambah dengan diagonal bracing. Aplikasi dari sistem ini sangat banyak ditemui pada kayu dan baja tetapi sedikit diterapkan pada bangunan beton. Rangka bresing yang banyak digunakan pada saat sekarang ini adalah : a. Single diagonal bracing b. Double diagonal bracing c. K-bracing, vertikal maupun horizontal d. Lattice bracing e. Knee bracing f. Eccentric bracing
2.2.3 Dinding Geser (Shear Walls) Dinding geser berupa planar, pada umunya berupa elemen-elemen vertikal yang panjang dan tipis. Dinding geser pada umumnya memiliki sedikit penetrasi. Jika dua atau lebih element dinding geser dihubungkan bersama-sama pada bidang dengan kekakuan relative, hal tersebut couple shear walls. Dinding geser merupakan brearing wall yang sederhana, sebuah dinding menghubungkan dua kolom atau lebih.
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 3
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.3 Rangka Tanpa Bracing Dalam perencanaan bangunan baja bertingkat tinggi tanpa bracing harus memperhatikan kekuatan dari kolom dan balok. Kolom dan balok merupakan bagian terpenting dalam struktur
bangunan baja tanpa
bracing,
yang
diperhitungkan dapat menjamin kekuatan dan kekakuan bangunan tersebut akibat adanya beban dan gaya yang bekerja pada struktur baja tersebut.
H
H
Gambar 2.1 Perubahan Pergeseran Frame (Sumber : Tugas Akhir Universitas Trisakti)
Bila terjadi atau dibebani beban horizontal atau beban gempa, yang menerima beban gempa tersebut adalah kolom dan balok. Dimana hubungan kolom dan balok merupakan satu kesatuan yang kaku dan kokoh. Dalam perencanaan struktur yang dipergunakan Momen Resisting Frame, maka titik-titik pertemuan balok dan kolom dapat menahan beban-beban horizontal sebagai momen. Titik pertemuan tersebut merupakan titik pertemuan yang kaku. Dapat dilihat pada gambar 2.1. Pada gambar tersebut dapat diperlihat perubahan
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 4
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
pergeseran dari frame akibat adanya beban horizontal, atau dapat pula akibat berat sendiri (tiap lantai) bila berat tersebut tidak seimbang atau simentris. Perubahan pergeseran dapat digambarkan seperti gambar diatas karena adanya kekakuan dari pertemuan antara kolom dan balok. Balok-balok tersebut memberikan perlawanan adanya pergeseran yang terjadi pada kolom yaitu tepat pada titik pertemuan. Bila titik pertemuan atau sambungan balok dan kolom berupa sendi itu akan memperbesar pergeseran frame. Untuk memperkecil pergeseran frame dengan titik pertemuan kolom dan balok yang kaku yang menahan momen yang timbul. Perubahan geser yang utama yang ditunjukkan pada gambar 2.1 dimana tidak ada perbedaan perubahan axial pada kolom yang akan terjadi. Kekakuan pergeseran atau perlawanan pergerakan tersebut diberikan oleh titik-titik pertemuan balok dan kolom. Titik pertemuan ini menjadi bagian terpenting dalam pendistribusian gaya, yang dikembangkan dari anggapan bahwa titik dimana momen yang timbul nol dapat diasumsikan berada pada titik tengah tinggi kolom dan titik tengah panjang balok. Keadaan titik pertemuan tersebut ditunjukkan pada perubahan geser yang dikontrol oleh kekakuan dua komponen tersebut yaitu kolom dan balok.
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 5
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.4 Rangka Bracing Frame bracing untuk bangunan dapat dibedakan frame bracing sentris dan frame bracing tidak sentries. Frame bracing dalam bahasan tugas akhir ini hanya sebatas frame bracing sentris. Suatu frame atau portal dikatakan mempunyai bracing sentris (Centrically Braced Frame), bila titik potong antara bracing dengan balok berimpitan dengan titik potong antara balok dan kolom. Tujuan penggunaan rangka bresing adalah kemampuan struktur untuk mempertahankan stabilitas akibat beban lateral dan stabilitas struktur secara keseluruhan. Rangka bresing pada umumnya dianalisa dan didisain dengan menggunakan momen kedua pada sistem tersebut (AISC, 2005). Distribusi beban lateral pada bidang bresing, batang-batang bresing harus dipasang dengan arah gaya lateral yang sejajar dengan bidang bresing mimimal 30 % tapi tidak lebih dari 70 % gaya horizontal total harus dipikul oleh batang oleh batang bresing tarik, kecuali jika kuat nominal tekan N u untuk setiap bresing lebih besar daripada beban terfaktor Nu (SNI 03-1729-2002). Tipe-tipe rangka bresing pada umumnya sebagai berikut:
Gambar 2.2 Konfigurasi Sistem Rangka Berpengaku Konsentrik Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 6
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
Gambar 2.3 Konfigurasi Sistem Rangka Berpengaku Eksentrik
2.4.1 Tipe X-Bracing Pengaku atau bracing yang diterapkan pada suatu kontruksi baja bertujuan untuk memberikan kekakuan srtuktur sehingga dapat meminimalisir deformasi (goyangan) pada struktur. Tipe pengaku yang banyak digunakan pada bangunan baja adalah tipe X-bracing. Batang diagonal pada X-bracing dapat menahan gaya tarik dan gaya tekan seperti pada sebuah konstruksi rangka. Penempatan X-bracing pada bangunan bertingkat harus konsisten sepanjang garis kolom. Sistem X bracing mempunyai keuntungan bahwa semua batang diagonal ditentukan atau dihitung sebagai batang tarik (perhitungan pada beban lateral satu sisi, batang diagonal yang bekerja adalah yang menahan tarikan) sehingga dimensi batang menjadi lebih ekonomis. Akan tetapi bila dibandingkan dengan V bracing, X bracing mempunyai jumlah material yang lebih banyak, karena bracingnya ganda (dobel) atau rangkap. Kerugian X bracing adalah selalu bergetar pada saat beban horizontal bekerja. Ini terjadi bila bracing tersebut bekerja hanya terhadap gaya normal tarik pada bracing tersebut. Pada saat tidak ada beban horizontal yang bekerja pada Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 7
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
frame, X bracing akan melendut adanya berat sendiri. Tepat saat beban horizontal (gempa) bekerja salah satu batang bracing akan menarik dan batang bracing yang satunya lagi akan bergetar karena sebelumnya melendut, sehingga bila beban gempa tersebut bekerja bolak balik arah horizontal maka frame tersebut akan bergetar.
2.4.2 Tipe V-Bracing Elemen yang digunakan pada V-bracing direncanakan dapat juga menahan gaya tarik dan tekan. Beban gravitasi dapat juga mengakibatkan gaya aksial pada V-bracing dan balok. Ketika V-bracing menahan balok pada tengah bentang, akan mengurangi bentang balok efektif dan kapasitas plastis yang terjadi. Keuntungan dari V-bracing ini adalah jumlah material lebih sedikit dibanding X-bracing dan dari segi arsitektur juga. Akan tetapi, dari segi arsitektur ini pulalah yang menjadi salah satu dari sebab dari timbulnya ide untuk menggeser bracing sehingga tidak sentris lagi, untuk mendapatkan bukaan untuk pintu atau jendela misalnya. Sistem V-bracing dapat mengurangi bentang balok menjadi lebih ekonomis, karena pertemuan bracing dapat dianggap sebagai perletakan untuk balok. Akan tetapi didalam mengontrol drift, balok-balok yang direncanakan atau didesain ekonomis pada V bracing akan menjadikan drift yang besar sehingga tidak menguntungkan.
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 8
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.5
Material Konstruksi Baja
2.5.1 Pengertian Penggunaan baja sebagai bahan struktur utama dimulai pada akhir abad kesembilan belas ketika metode pengolahan baja yang murah dikembangkan dengan skala yang luas. Baja merupakan bahan yang mempunyai sifat struktur yang baik. Baja mempunyai kekuatan yang tinggi dan sama kuat pada kekuatan tarik maupun tekan dan oleh karena itu baja adalah elemen struktur yang memiliki batasan sempurna yang akan menahan beban jenis tarik aksial, tekan aksial, dan lentur dengan fasilitas yang hampir sama. Berat jenis baja tinggi, tetapi perbandingan antara kekuatan terhadap beratnya juga tinggi sehingga komponen baja tersebut tidak terlalu berat jika dihubungkan dengan kapasitas muat bebannya, selama bentuk-bentuk struktur yang digunakan menjamin bahwa bahan tersebut dipergunakan secara efisien. Pertimbangan lainnya adalah material baja banyak tersedia secara luas dan daya tahannya ( dxurability ) baik, khususnya bila di tambahkan proteksi terhadap karat akibat cuaca dengan cara pengecatan maupun pelapisan galvanize dan sandblasting, selain itu fabrikasi atau pekerjaan kontruksi yang sangat singkat. Sehingga total waktu kontruksi bisa berkurang yang akan berakibat pada penurunan biaya kontruksi. Baja dihasilkan dengan menghaluskan biji besi dan logam tua bersamasama bahan tambahan pencampuran yang sesuai, Kokas (untuk karbon), oksigen dan bahan logam lain seperti tembaga, nikel, krom, mangan, fosfor, silicon,
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 9
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
belerang, dan lain-lain. Untuk menghasilkan kekuatan, keliatan dan karakteristik terhadap ketahanan korosi karat yang diinginkan. Mutu baja terbagi dalam beberapa mutu yang berbeda, yang sering dipakai diantaranya JIS G 3101 – SS 400 ( setara ASTM A36 ) JIS G 3106 – SM 490 ( setara dengan ASTM A 572 ), HPS 70 ( High Performance Steel ). Yang membedakan dari ketiga mutu baja diatas adalah material properties, yield strength dan tensile strengthnya. Untuk tujuan perencanaan, tegangan leleh tarik adalah besaran yang di gunakan oleh spesifikasi, seperti AISC, sebagai variabel sifat bahan untuk menetapkan tegangan ijin terhadap berbagai macam pembebanan.
2.5.2 Jenis-jenis Profil Baja Konstruksi Ada banyak sekali jenis dan profil baja yang digunakan dalam konstruksi. Menurut proses pembuatannya, baja konstruksi dibuat dengan proses hot-rolling (penggilingan dengan pemanasan) dan cold-forming (pembentukan dengan pendinginan). Untuk perancangan ini digunakan baja dengan proses hot-rolling. Profil baja yang akan digunakan dalam perancangan struktur gedung ini adalah : -
Penampang profil sayap lebar (wide-flange/WF) dan H beam dalam perancangan ini akan digunakan untuk kolom, balok dan balok pengaku (bresing).
Gambar 2.4 Profil baja WF Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 10
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.5.3 Sifat Mekanis Material Baja Adanya beban pada elemen struktur selalu menyebabkan terjadinya perubahan dimensional pada elemen struktur tersebut. Struktur tersebut mengalami perubahan ukuran atau bentuk atau kedua-duanya. Pada sebagian besar jenis material baja, perubahan dimensional yang terjadi dapat secara kasar di kelompokkan kedalam dua jenis, yaitu:
Deformasi Elastis Apabila elemen struktur mula-mula di bebani, maka deformasi yang terjadi masih berada dalam daerah elastis. Dalam daerah ini elemen struktur tersebut masih dapat kembali pada keadaan semula apabila bebannya dihilangkan (seperti perilaku pegas). Deformasi dalam daerah elastis sangat tergantung pada besar taraf tegangan yang terjadi pada elemen struktur.
Deformasi Plastis Apabila bebannya bertambah terus, maka akan terjadi deformasi yang termasuk kedalam daerah plastis. Hal ini terjadi apabila tegangan pada material sedemikian besarnya, sehingga dapat menyebabkan terjadinya perubahan permanen di dalam struktur internal material. Apabila perubahan internal material ini terjadi, maka keadaan semula tidak dapat tercapai meskipun beban dihilangkan. Taraf beban atau tegangan yang di asosiasikan dengan daerah plastis selalu lebih besar dari pada daerah elastis.
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 11
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.5.4 Elastisitas Cara utama dalam menjelaskan perubahan ukuran dan bentuk adalah dengan menggunakan konsep regangan (ε) Definisi regangan:
ε= Dimana :
(2.1) ΔL
= Perubahan panjang akibat beban
L
= Panjang mula-mula.
Perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) pada elemen struktur adalah konstan (Hukum Hooke): E= Dimana:
(2.2) E
= modulus elastisitas
Hubungan antara tegangan dan regangan pada material baja dalam daerah elastis linier seperti tergambar:
σ
ε Gambar 2.5 Grafik hubungan tegangan-regangan dalam daerah elastis linier
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 12
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.5.5 Kekuatan Material Baja Sebutan kekuatan sering digunakan sebagai acuan dalam menentukan kapasitas pikul beban material. Kekuatan material baja secara umum dapat digambarkan kedalam grafik hubungan tegangan-regangan. Batas
Proposional
σ
Kekuatan
Batas
Keruntuhan
ε σ Daerah Elastis Titik Leleh Tegangan ijin Batas Proposional
ε
Gambar 2.6 Grafik hubungan tegangan-regangan baja
Perilaku Daktil (Ductile). Material Baja adalah contoh klasik material daktil, yaitu material yang dapat mengalami deformasi plastis sampai keadaan sebelum putus. Sebaliknya apabila material tidak menunjukkan perilaku plastis
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 13
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
apabila dibebani, tetapi dapat putus pada saat deformasi yang tidak benar, disebut material getas (brittle) contohnya: besi tuang. σ
Baja structural (daktil)
Besi tuang Beto n
Kayu
ε
Gambar 2.7 Grafik perilaku ductile beberapa material Beberapa sifat kontruksi yang paling penting pada baja adalah sebagai berikut : 1. Modulus elastisitas ( E ), jangkauan nilai modulus elastisitas untuk semua baja adalah 28000 – 30000 Ksi ( 193000 – 207000 Mpa ). Nilai untuk desain biasanya di ambil 29000 Ksi atau 200000 Mpa. 2. Modulus geser ( G ), modulus geser setiap bahan elastis dihitung sebagai : G = E/2 ( 1 + µ ) Dimana µ = perbandingan poisson yang diambil nilainya 0,3 untuk baja, dengan nilai tersebut maka akan didapat G = 77000 Mpa atau 11200 Ksi. 3. Tegangan leleh dan tegangan, batas ( Fy, Fult). Tegangan leleh ( yield point ) dan tegangan batas ( Ultimate strength ) dari baja berbeda – beda menurut standar yang di keluarkan suatu pabrik baja. Besar nilainya tegangan leleh di gunakan untuk menentukan tegangan ijin terhadap berbagai macam pembebanan. Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 14
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
4. Massa jenis baja yaitu 490 pcf atau 7,85 t/m3. Massa jenis ini berguna untuk mendapatkan berat kontruksi dari material baja. Tabel 2.1 Sifat mekanis baja struktural Jenis Baja
Tegangan putus
Tegangan leleh
Peregangan
Minimum,fu
Minimum,fy
minimum
( MPa )
( MPa )
(%)
BJ 34
340
210
22
BJ 37
370
240
20
BJ 41
410
250
18
BJ 50
500
290
16
BJ 55
550
410
13
Sumber : SNI – 03 – 1729 - 2002
Sifat – sifat baja struktural lainnya untuk maksud perencanaan ditetapkan sebagai berikut: Modulus Elastisitas
:
E = 200.000 MPa
Modulus Geser
:
G = 80.000 MPa
Angka Poison
:
μ = 0,3
Koefesien pemuaian
:
ά = 12 x 10-6 per 0C
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 15
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.5.6 Karakteristik Sifat Mekanis Tipikal Material Baja Struktur
Gambar 2.8 Grafik hubungan tegangan-regangan berbagai jenis baja
OA – Daerah Elastis: -
Hubungan Tegangan vs. Regangan Linear (garis lurus)
-
Apabila gaya tarik dihilangkan benda uji akan kembali ke panjang awal (deformasi perpanjangan hilang)
-
Material bersifat elastis/elastic
AB – Daerah Plastis : -
Tanpa pertambahan gaya tarik akan terjadi deformasi perpanjangan sampai batas tertentu
-
Apabila beban tarik ditiadakan akan terjadi deformasi perpanjangan yang permanen
-
Material bersifat plastis
BC – Daerah Penguatan Regangan (Strain Hardening) -
Seolah-olah material mendapatkan penguatan sampai suatu nilai tegangan tertentu (dikenal dengan tegangan batas/ultimate)
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 16
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
-
Hubungan tegangan vs. regangan tidak linear (nonlinear)
-
Apabila gaya tarik ditiadakan akan terjadi deformasi permanen yang lebih besar dibandingkan pada kondisi plastis
CD – Daerah Runtuh (Collapse) -
Material kehitangan kekuatannya – deformasti tidak dapat dikontrol
-
Material runtuh (collapse) – benda uji putus.
2.6 Konsep Pembebanan Dalam melakukan analisis desain suatu struktur bangunan, perlu adanya gambaran yang jelas mengenai perilaku dan besar beban yang bekerja pada struktur. Hal penting yang mendasar adalah pemisahan antara beban-beban yang bersifat statis dan dinamis.
2.6.1 Beban Statis Beban statis adalah beban yang memiliki perubahan intensitas beban terhadap waktu berjalan lambat atau konstan. Jenis-jenis beban statis menurut Peraturan Pembebanan Indonesia untuk Rumah dan Gedung 1983 adalah sebagai berikut : a. Beban mati (dead load/ DL) Beban mati adalah semua beban yang berasal dari berat bangunan, termasuk segala unsur tambahan tetap yang merupakan satu kesatuan dengannya.
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 17
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
Tabel 2.2 Beban Mati pada Struktur Beban Mati
Besar Beban
Batu alam
2600 kg/m3
Beton Bertulang
2400 kg/m3
Dinding Pasangan ½ Bata
250 kg/m2
Langit-langit + penggantung
18 kg/m2
Lantai ubin dari semen Portland
24 kg/m2
Spesi per cm tebal
21 kg/m2
Kolam renang 1000 kg
1000 kg/m2
b. Beban Hidup ( Live Load/LL) Beban hidup adalah semua beban tidak tetap, kecuali beban angin, beban gempa dan pengaruh-pengaruh khusus yang diakibatkan oleh selisih suhu, pemasangan (erection), penurunan pondasi, susut, dan pengaruh-pengaruh khusus lainnya. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih dapat dikatakan bekerja perlahan-lahan pada struktur. Beban hidup diperhitungkan berdasarkan perhitungan matematis dan menurut kebiasaan yang berlaku pada pelaksanaan konstruksi di Indonesia. Untuk menentukan secara pasti beban hidup yang bekerja pada suatu lantai bangunan sangatlah sulit, dikarenakan fluktuasi beban hidup bervariasi, tergantung dari banyak faktor. Oleh karena itu faktor pengali pada beban hidup lebih besar jika dibandingkan dengan faktor pengali pada beban mati.
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 18
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
Tabel 2.3 Beban Hidup pada Struktur Beban Hidup Pada Lantai Bangunan
Besar Beban
Lantai Apartemen
250 kg/m2
Tangga dan Bordes
300 kg/m2
Plat Atap
100 kg/m2
Lantai Ruang rapat
400 kg/m2
Beban Pekerja
100 kg
2.6.2 Beban Dinamik Beban dinamik adalah beban dengan variasi perubahan intensitas beban terhadap waktu yang cepat. Beban dinamis ini terdiri dari beban gempa dan beban angin. a. Beban Gempa Gempa bumi adalah fenomena getaran yang dikaitkan dengan kejutan pada kerak bumi. Beban kejut ini dapat disebabkan oleh banyak hal, tetapi salah satu faktor utamanya adalah benturan/pergesekan kerak bumi yang mempengaruhi permukaan bumi. Lokasi gesekan ini disebut fault zone. Kejutan tersebut akan menjalar dalam bentuk gelombang. Gelombang ini menyebabkan permukaan bumi dan bangunan di atasnya bergetar. Pada saat bangunan bergetar timbul gaya-gaya pada struktur bangunan karena adanya kecenderungan dari massa bangunan untuk mempertahankan
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 19
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
dirinya dari gerakan. Gaya yang timbul disebut gaya inersia, besar gaya tersebut bergantung pada banyak faktor yaitu : 1. Massa bangunan 2. Pendistribusian massa bangunan 3. Kekakuan struktur 4. Jenis tanah 5. Mekanisme redaman dari struktur 6. Perilaku dan besar alami getaran itu sendiri 7. Wilayah kegempaan 8. Periode getar alami
b. Beban Angin Berdasarkan
Peraturan
Muatan
Indonesia
1971,
muatan
angin
diperhitungkan dengan menganggap adanya tekanan positif dan tekanan negatif (isapan), yang bekerja tegak lurus pada bidang-bidang yang ditinjau. Besarnya tekanan positif dan tekanan negatif ini dinyatakan dalam kg/m2, ditentukan dengan mengalikan tekanan tiup (velocity pressure) yang ditentukan dalam pasal 4.2 dengan koefisien-koefisien angin yang ditentukan dalam pasal 4.3.
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 20
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.7 Analisis Seismik 2.7.1 Beban Gempa Secara Umum Beban gempa nominal secara umum yaitu beban gempa yang nilainya ditentukan oleh 3 hal, yaitu besarnya probabilitas beban itu dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur yang mengalaminya dan oleh kekuatan lebih yang terkandung di dalam struktur tersebut. Menurut SNI-17262002 tentang gempa, peluang dilampauinya beban tersebut dalam kurun waktu umur gedung 50 tahun adalah 10% dan gempa yang menyebabkannya disebut Gempa Rencana (dengan periode ulang 500 tahun), tingkat daktilitas struktur gedung dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan, sedangkan faktor kuat lebih f1 untuk struktur gedung secara umum nilainya adalah 1,6. Dengan demikian, beban gempa nominal adalah beban akibat
pengaruh Gempa Rencana yang
menyebabkan terjadinya pelelehan pertama di dalam struktur kemudian direduksi dengan factor kuat lebih f1 .
2.7.2 Beban Gempa Statik Ekivalen SNI-1726-2002 menjelaskan bahwa untuk gedung dengan tinggi tidak lebih dari 40 m, dapat dilakukan analisis statik ekivalen. Akibat beban gempa, struktur direncanakan untuk dapat menahan suatu beban geser dasar yang bekerja secara horizontal pada struktur sebesar : V=
(2.3)
dengan beban geser dasar total tidak perlu didesain lebih dari persamaan berikut : Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 21
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
Vmax =
(2.4)
Dimana : V
= gaya geser dasar rencana
Cv, Ca = koefisien gempa dasar R
= faktor modifikasi respon
I
= faktor keutamaan struktur
T
= waktu getar alami struktur
Wt
= berat total struktur
Untuk keperluan analisis pendahuluan, waktu getar alami struktur dapat didekati dengan persamaan empiris : T = 0.085
untuk portal baja
(2.5)
Nilai periode getar alami struktur dilakukan penyesuaian secara interat if menuju nilai T yang konvergen mendekati nilai T Rayleigh. Setelah itu, dilakukan analisis beban lateral ekivalen pada tiap lantainya. Untuk mencegah penggunaan struktur gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur gedung harus dibatasi, bergantung pada koefisien ζ untuk Wilayah Gempa tempat struktur gedung berada dan jumlah tingkatnya n menurut persamaan : T1 < ζ n
(2.6)
Dimana koefisien ζ ditetapkan memurut Tabel 2.4
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 22
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
Tabel 2.4 Koefisien ξ yang membatasi waktu getar alami Fundamental struktur gedung Wilayah Gempa
ζ
1
0,20
2
0,19
3
0,18
4
0,17
5
0,16
6
0,15
Sumber : SNI 03-1726-2002
Tingkat keutamaan (I) struktur dalam kepentingannya saat masa layan disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 2.5 Faktor keutamaan I untuk berbagai kategori gedung dan bangunan Faktor Keamanan
Kategori Gedung
I1
I2
I
1,0
1,0
1,0
Monument dan bangunan monumental
1,0
1,6
1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit,
1,4
1,0
1,4
1,6
1,0
1,6
1,5
1,0
1,5
Gedung
umum
seperti
untuk
penghunian,
perniagaan dan perkantoran
instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televise Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun Cerobong, tangki diatas menara Sumber : SNI 03-1726-2002
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 23
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
Gambar 2.9 Respon Spektrum Gempa Rencana
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 24
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
Nilai faktor modifikasi respon (R) ditentukan berdasarkan tipe struktur yang akan direncanakan. Berikut ini adalah nilai faktor modifikasi respon untuk berbagai tipe struktur tahan gempa. Tabel 2.6
Klasifikasi sistem struktur, sistem pemikul beban gempa, faktor modifikasi respon, kuat cadang struktur (Ω0)
Sumber : SNI 03-1729-2002 Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 25
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
Beban geser dasar akibat gempa harus dibagikan sepanjang tinggi gedung menjadi beban beban horizontal terpusat yang bekerja pada masing-masing tingkat lantai menurut rumusan. F=
(2.7)
Dimana : Wi
= berat lantai tingkat ke-i, termasuk beban hidup yang sesuai.
Zi
= ketinggian lantai tingkat ke-i diukur dari taraf penjepitan lateral.
n
= nomor lantai tingkat paling atas.
V
= gaya geser dasar lantai.
Untuk analisis beban gempa 3 dimensi, beban gempa dikerjakan sebesar 100 % pada arah yang ditinjau ditambah 30% pada arah tegak lurus arah yang ditinjau dan kebalikannya.
2.7.3 Letak Eksentrisitas Beban Gempa (SNI 03-1726-2002) Pusat massa lantai tingkat suatu struktur gedung adalah titik tangga presultante beban mati, berikut beban hidup yang sesuai yang bekerja pada lantai tingkat itu. Pada perencanaan struktur gedung, pusat massa adalah t it ik tangkap beban gempa statik ekuivalen atau gaya gempa dinamik. Pusat rotasi lantai tingkat suatu struktur gedung adalah suatu titik pada lantai tingkat itu yang bila suatu beban horizontal bekerja padanya, lantai tingkat tersebut tidak berotasi, tetapi hanya bertranslasi, sedangkan lantai-lantai tingkat Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 26
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
lainnya yang tidak mengalami beban horizontal semuanya berotasi dan bertranslasi. Antara pusat massa dan pusat rotasi lantai tingkat harus ditinjau suatu eksentrisitas rencana ed. Apabila ukuran horizontal terbesar denah struktur gedung pada lantai tingkat itu, diukur tegak lurus pada arah pembebanan gempa, dinyatakan dengan b maka eksentrisitas rencana ed harus ditentukan sebagai berikut : a. Untuk 0 < e < 0,3 b eb = 1,5 e + 0,05 b
(2.8)
atau eb = e – 0,05 b
(2.9)
dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau subsistem struktur gedung yang ditinjau. b. Untuk e > 0,3 b : eb
= 1,33 e + 0,1 b
(2.10)
atau eb
= 1,17 e – 0,1 b
(2.11)
dan dipilih diantara keduanya yang pengaruhnya paling menentukan untuk unsur atau sub system struktur gedung yang ditinjau. Simpangan antar tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak boleh melampaui
kali
tingkat yang bersangkutan atau 30 mm.
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 27
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.7.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi Perbedaan Eksentrisitas pada Bangunan Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan eksentrisitas pada bangunan
antara lain adalah sebagai berikut : a. Perbedaan beban hidup lantai b. Bangunan yang tidak simetri c. Dimensi kolom dan balok yang tidak sama. d. Adanya perbedaan antar tingkat bangunan searah vertikal.
2.7.5
Stabilitas Struktur Peraturan gempa Indonesia, SNI 03-1726-2002 membatasi besarnya
lendutan arah kesamping (simpangan) struktur dalam 2 istilah, yaitu kinerja batas layan dan kinerja batas ultimit. Kinerja batas layan struktur gedung ditentukan oleh simpangan antar-tingkat akibat pengaruh gempa rencana, yaitu untuk membatasi terjadinya pelelehan baja dan peretakan beton yang berlebihan, disamping untuk mencegah kerusakan non-struktur dan ketidaknyamanan penghuni. Kinerja batas ultimit struktur gedung ditentukan oleh simpangan dan simpangan antarp-tingkat maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana dalam kondisi struktur di ambang keruntuhan. Pemenuhan persyaratan kinerja batas layan struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung dari simpangan struktur gedung tidak
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 28
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
boleh melampaui
kali tingkat yang bersangkutan atau 30 mm, bergantung
yang mana yang nilainya terkecil. Sedangkan untuk memenuhi persyaratan kinerja batas ultimit struktur gedung, dalam segala hal simpangan antar-tingkat yang dihitung tidak boleh melampaui 0,02 kali tinggi tingkat yang bersangkutan.
Gambar 2.10 Diagram beban (V)- Simpangan δ Struktur Bangunan Gedung (Sumber : Dewobroto, 2005)
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 29
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.7.6
Kombinasi Arah Beban Gempa Untuk mensimulasikan arah pengaruh Gempa Rencana yang sembarang
terhadap struktur bangunan gedung, pengaruh pembebanan gempa dalam arah utama yang ditentukan menurut perencanaan struktur bangunan gedung, arah utama pengaruh Gempa Rencana harus ditentukan sedemikian rupa, sehingga memberi pengaruh terbesar terhadap unsur-unsur sub sistem dan sistem struktur bangunan gedung secara keseluruhan harus dianggap efektif 100% dan harus dianggap terjadi bersamaan dengan pengaruh pembebanan gempa dalam arah tegak lurus pada arah utama pembebanan tadi, tetapi dengan efektifitas hanya 30%. Perencanaan gempa harus memperhatikan arah dari gempa yang terjadi. Oleh karena itu kita harus meninjau pembebanan gempa dengan dua arah baik dalam arah-x bangunan dan arah-y bangunan. Beban gempa diperhitungkan terhadap delapan arah kombinasi dengan arah utama sebesar 100 % dan arah tegak lurusnya sebesar 30%.
2.7.7
Kinerja Struktur Gedung Tahan Gempa Sesuai dengan persyaratan SNI 03–1726–2002, kinerja batas layan
struktur bangunan gedung ditentukan oleh simpangan antar tingkat akibat pengaruh beban gempa nominal untuk membatasi pelelehan baja dan perletakan beton yang berlebihan. Untuk memenuhi kinerja batas layan struktur gedung,
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 30
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
maka diisyaratkan bahwa simpangan antar tingkat tidak boleh melampaui nilainilai dibawah ini. Δ = min
(2.12)
Kinerja batas ultimit suatu bangunan ditentuakn oleh simpangan dan simpangan antar tingkat maksimum struktur bangunan gedung akibat gempa rencana untuk membatasi terjadinya keruntuhan struktur bangunan gedung. Kinerja batas ultimit diisyaratkan pada batasan nilai di bawah ini : ΔM = 0,7 R Δs
(2.13)
2.8 Beban dan Kombinasi Pembebanan Beban kerja pada struktur atau komponen struktur bisa ditetapkan berdasarkan peraturan pembebanan yang berlaku. Berikut ini adalah beban-beban yang bekerja pada struktur sebagai bahan perencanaan (SNI 03-1729-2002) : a. Beban mati adalah beban-beban yang bersifat tetap selama masa layan, antara lain berat struktur, pipa-pipa, saluran-saluran, listrik, AC/heater, lampu-lampu, penutup lantai/atap dan plafond b. Beban hidup adalah beban-beban yang berubah besar dan lokasinya selama masa layan, antara lain berat manusia, perabotan, peralata yang dapat dipindah-pindah, kenderaan dan barang-barang lainnya.
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 31
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
c. Beban angin adalah tekanan-tekanan yang berasal dari gerakan-gerakan angin. Umumnya perlu diperhitungkan pada luas bidang tangkap angin yang relatif luas pada bangunan dengan beban-beban yang relatif ringan. d. Beban gempa adalah gaya-gaya yang berasal dari gerakan-gerakan tanah dkombinasi dengan sifat-sifat dinamis struktur karena seringkali percepatan horizontal dengan sifat-sifat dinamis struktur karena seringkali percepatan horizontal tanah lebih besar daripada percepatan vertikal, dan struktur secara umum lebih sensitive terhadap gerakan horizontal daripada gerakan vertikal, maka pengaruh gempa horizontal seringkali lebih menentukan daripada pengaruh gempa vertikal. Berdasarkan beban-beban tersebut diatas maka struktur baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan terfaktor dibawah ini : 1,4 D
(2.14)
1,2 D + 1,6 (L a atau H) + (γ LL atau 0,8 W)
(2.15)
1,2 D + 1,3 W + LL + 0,5 (L a atau H)
(2.16)
1,2 D ± 1,0 E + γ LL
(2.17)
0,9 D ± (1,3 W atau 1,0 E)
(2.18)
Keterangan : D
adalah beban mati yang beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap, tangga dan peralatan layan tetap;
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 32
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
L
adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung, termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti angin, hujan dan lain-lain;
La
adalah beban hidup diatap yang ditimbulkan selama perawatan oleh pekerja, peralatan dan material atau selama penggunaan biasa oleh orang dan benda bergerak;
H
adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan air;
W
adalah beban angin;
E
adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03-1726-1989 atau penggantinya. Dengan, γ L = 0,5 bila L< 5 kPa, dan γ L = 1 bila L ≥ 5 kPa.
Secara umum D, L, La, W, E dan H masing-masing dapat berupa lentur, geser, aksial dan torsi. Tahanan setiap komponen struktur harus diperiksa terhadap semua kombinasi pembebanan tersebut diatas.
2.9 Komponen Struktur Lentur (SNI 03-1729-2002) Sebuah balok yang memikul beban lentur murni terfaktor, Mu harus direncanakan sedemikian rupa sehingga selalu terpenuhi hubungan : Mu ≤ Ø Mn
(2.19)
Dimana : Mu
= momen lentur terfaktor (kg-m)
φ
= faktor reduksi = 0,9
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 33
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
Mn
= kuat nominal dari momen lentur penampang (kg-m)
Tegangan maksimum pada setiap titik untuk komponen lentur dapat dituliskan sebagai berikut : fmax
=
(2.20)
Dimana : f max
= tegangan maksimum (kg/m2)
Sx
= modulus elastisitas penampang (m3)
Untuk struktur baja, fmax tidak boleh melebihi fy sehingga momen yang terjadi juga tidak boleh lebih dari momen yang menyebabkan penampang mulai mengalami tegangan leleh (My), persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut : My = f y.S
(2.21)
2.9.1 Batasan Momen a. Momen leleh adalah momen lentur yang menyebabkan penampang mulai mengalami tegangan leleh yaitu diambil sama dengan fy.S dan S adalah modulus penampang plastis b. Kuat lentur plastis Mp momen lentur yang menyebabkan seluruh penampang mengalami tegangan leleh harus diambil lebih kecil dari fyZ atau 1,5 My penampang dan Z adalah modulus penampang plastis; c. Momen batas tekuk Mr diambil sama dengan S(fy- fr) dan fr dan fr adalah tegangan sisa Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 34
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.9.2 Kuat lentur nominal penampang dengan pengaruh tekuk lateral Faktor pengali momen Cb ditentukan sebagai berikut : Cb =
(2.22)
Dengan Mmax adalah momen maksimum pada bentang yang ditinjau serta MA, MB dan MC adalah masing-masing momen pada ¼ bentang, tengah bentang dan ¾ bentang komponen struktur yang ditinjau. Tabel 2.7 Momen kritis untuk tekuk lateral Profil
Mcr
Profil-I dan kanal ganda
Cb
Profil kotak pejal atau berongga
2Cb E
Sumber : SNI-03-1979-2002
a. Bentang pendek Untuk komponen struktur yang memenuhi L ≤ Lp kuat nomina l komponen struktur terhadap momen lentur adalah : Mn = Mp
(2.23)
b. Bentang menengah Untuk komponen struktur yang memenuhi L p ≤ L ≤
Lr, kuat nominal
komponen struktur terhadap lentur adalah : Mn = Cb [Mr + (Mp – Mr) – (
≤ Mp
(2.24)
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 35
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
c. Bentang panjang Untuk komponen struktur yang memenuhi Lr ≤ L, kuat nominal komponen struktur terhadap lentur adalah : Mn = Mcr ≤ Mp
2.9.3 Periksa Kelangsingan Penampangan Pengertian penampang kompak tak kompak dan langsing suatu komponen struktur yang mengalami lentur, ditentukan oleh kelangsingan elemen-elemen tekannya. Pelat sayap :
Pelat badan :
λf
=
b 2t f
λp
=
170 fy
λw
=
h tw
λp
= 1680
λf < λp
penampang kompak
λw < λp
penampang kompak
(2.25)
(2.26)
fy
dimana : fy
= tegangan leleh ( kg/cm2 )
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 36
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.9.4 Periksa Pengaruh Tekuk Lateral Lp
= 1,76 ry
Lr
= ry
(2.27)
E Fy
X1 FL
(2.28)
1 1 X 2FL2
Dimana : FL
=
fy – fr
X1
=
G
=
E 2(1 )
(2.31)
J
=
Σ
1 3 bt 3
(2.32)
X2
=
4 Sx 2 Iw
Iw
=
Iy
h11
=
jarak antar titik berat pelat sayap
Sx
(2.29)
EGJA 2
GJ
(2.30)
(2.33)
Iy
h12 1 4
(2.34)
Dimana : ry
= jari – jari girasi penampang terhadap sumbu lemah =
Fr
= tegangan sisa tekan dalam flens ( kg/ cm2 )
Fy
= tegangan leleh penampang
E
= modulus elastisitas baja ( Mpa )
G
= modulus geser baja ( Mpa ) =
v
= poisson’s ratio
Fy ( cm ) E
E 2(1 v)
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 37
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
J
= konstanta puntir torsi
A
= luas potongan beam ( cm2 )
Lw
= momen inersia pilin ( warping )
2.9.5 Kuat Lentur Rencana Balok ФMn ФMn 0,9 x Mn
> >
Mu Mu → Penampang kuat
Kondisi Batas Balok Lentur
Gambar 2.11 Grafik desain lentur tanpa tekuk lokal
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 38
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
Gambar 2.12 Faktor pengali momen Cb Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 39
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.9.6 Perhitungan Geser Nominal a. Leleh pada Pelat Badan
Kn E h 1,10 tw Fyw
maka ; Vn
= 0,6
Fyw Aw
(2.35)
Dimana : Fyw
= Tegangan leleh pelat badan
Aw
= Luas pelat badan = h . tw
Kn
=5+
5 a / h 2
(2.36)
Kuat geser rencana balok ФVn Фb Vn
=
0,9 x Vn > Vu --------- penampang kuat memikul Vu
b. Tekuk In-Elastis Pelat Badan <
Vn
< 1,37.
= 0,6 Fy Aw
(2.37)
1.10
KnE Fy
1
h tw
(2.38)
c. Tekuk Elastis Pelat Badan
h ≥ 1,37 tw
1.10
0,9 EKnAw KnE maka : Vn = 2 Fy h tw
(2.39)
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 40
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.10 Komponen Struktur Tekan (SNI 03-1729-2002) Suatu komponen struktur yang mengalami gaya tekan konsentris akibat beban terfaktor Nu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Nu ≤ φc.Nn
(2.40)
Dimana : Nu
adalah kuat tekan perlu, yaitu niali gaya tekan akibat beban terfaktor, diambil nilai terbesar diantara berbagai kombinasi pembebanan.
Nn
adalah kuat tekan nominal, yaitu nilai gaya tekan terkecil dengan memperhitungkan berbagai kondisi batas batang tekan sebagai fungsi kondisi tekuk. Nilai faktor reduksi kekuatan
φc
diberikan seragam untuk semua jenis batang tekan sebesar 0,85
Kondisi batas yang diperhitungkan : a. Kelelehan penampang ( yielding )
Nn 0,90 Ag .Fy
(2.41)
b. Tekuk lentur ( flexural buckling ) Tekuk lentur adalah peristiwa menekuknya batang tekan ( pada arah sumbu lemahnya) secara tiba-tiba ketikas terjadi ketidakstabilan. Kuat tekan nominal Nn pada kondisi batas ini dirumuskan dengan formula yang telah dikenal :
N n Ag Fcr Ag untuk c 0.25
Fy maka = 1,0
untuk 0,25 c 1,2 untuk c 1,2
(2.42)
maka
maka 1,25c
1,43 1,6 0,67c
2
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 41
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
c. Tekuk lokal ( lokal buckling ) Tekuk lokal adalah peristiwa menekuknya elemen pelat penampang (sayap atau badan) akibat rasio lebar terhadap tebal yang terlalu besar. Tekuk lokal mungkin terjadi sebelum batang / kolom menekuk lentur. d. Tekuk torsi ( torsional buckling ) Tekuk torsi terjadi terhadap sumbu batang sehingga menyebabkan penampang batang tekan terputar/terpuntir. Kuat tekan nominal pada kondisi batas ini dirumuskan sebagai berikut :
N nlt Ag .Fclt
dimana :
aFcry. Fcrz H F f crz 1 1 N nlt Ag .Fclt cry Fcry Fcrz 2 2 H
( 2.43 )
untuk penampang tempa ( WF ), tegangan kritik F cr dapat dihitung sebagai berikut : Q.c 2
-
Untuk c Q 1,5
maka Fcr (0,658
-
Untuk c Q 1,5
maka Fcr
dalam hal ini : c
)QFy
0,877 2 Fy c
Kl r
Fy E
dimana : Ag
= luas bruto / luas penampang kotor
Fcr
= tegangan kritis akibat tekuk lentur ( Mpa )
Q
= 1 untuk penampang tempa ( hot formed )
Fy
= tegangan leleh ( yield stress ) material baja ( Mpa )
E
= modulus elastis baja ( Mpa )
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 42
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
K
= faktor panjang tekuk, tergantung kondisi kedua ujung batang
I
= panjang batang tanpa pengaku lateral ( mm )
r
= jari-jari girasi penampang terhadap sumbu tekuk ( mm )
2.11 Komponen Struktur yang Mengalami Tarik Aksial (SNI 03-1729-2002) Komponen struktur yang memikul gaya aksial terfaktor, Nu , harus memenuhi : Nu ≤ Ф Nn
( 2.44 )
Nn adalah kuat tarik nominal yang besarnya di ambil, sebagai nilai terendah di beberapa persamaan dibawah ini : 1. Kuat tarik nominal berdasarkan kelelahan pada penampang bruto Nn = A g f y
( 2.45 )
2. Kuat tarik nominal berdasarkan fraktur pada penampang efektif Nn = A efu
( 2.46 )
3. Kuat tarik nominal berdasarkan perencanaan ruptur pada penampang :
Kuat geser ruptur nominal : Nn = A evfu
( 2.47)
Kuat tarik ruptur nominal : Nn = A etfu
( 2.48)
Kuat tarik dan geser ruptur nominal : -
untuk A etfu ≥ 0,6 A etfu Nn = 0,6 A gvfy + A etfu
( 2.49)
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 43
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
-
untuk 0,6 A etfu ≥ A etfu Nn = 0,6 A evfu + A gtfy
( 2.50)
Dimana : Ag
= luas penampang bruto ( mm2 )
A gt
= luas penampang bruto terhadap tarik ( mm2 )
A gv
= luas penampang bruto terhadap geser ( mm2)
A et
= luas penampang efektip terhadap tarik ( mm2 )
A ev
= luas penampang efektif terhadap geser ( mm2 )
fy
= tegangan leleh ( Mpa )
fu
= tegangan tarik putus ( Mpa )
Ф
= faktor reduksi
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 44
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.12 Batas-batas Lendutan Batas-batas lendutan untuk keadaan kemampuan-layan batas harus sesuai dengan struktur, fungsi penggunaan, sifat pembebanan, serta elemen-elemen yang didukung oleh struktur tersebut. Batas lendutan maksimum diberikan dalam tabel berikut : Tabel 2.8 Batas lendutan pada baja Beban
Beban
Tetap
Sementara
Balok pemikul dinding atau finishing yang getas
L/360
-
Balok biasa
L/240
-
Kolom dengan analisa orde pertama saja
h/500
h/200
Kolom dengan analisa orde kedua
h/300
h/200
Komponen struktur dengan beban tidak terfaktor
Sumber : SNI 03–1729–2002
2.13 Komponen Sistem Bressing Konsentrik SNI 03-1729-2002 atau Peraturan perencanaan struktur baja untuk bangunan gedung menjelaskan ada beberapa tipe struktur yang digunakan. Beberapa diantaranya : 1. Sistem angka Pemikul Biasa (SRPMB) 2. Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK) 3. Sistem Rangka Bresing Konsentrik Khusus (SRPMB) 4. Sistem Rangka Bresing Konsentrik Khusus (SRPMB)’ 5. Sistem Rangka Bresing Eksentrik (SRBE)
Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 45
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
Bressing atau Bracing merupakan elemen struktur penahan gaya lateral. Elemen ini berupa batang yang dipasang pada portal struktur. Karakteristik dari elemen ini adalah dominasi aksial yang terjadi ketika gaya lateral terjadi. Di mana pada
saat
gempa terjadi, gaya
lateral
yang diterima
oleh struktur
akan diteruskan pada elemen bresing ini sebagai gaya-gaya aksial. Beberapa tipe bressing konsentrik yang ada, diantaranya adalah tipe bresing konsentrik biasa (ordinary concentric braced frames) dan tipe konsentrik khusus (special concentricbraced frames. Pada tugas akhir ini tipe bresing yang digunakan adalah tipe X dan tipe V. Bresing yang digunakan harus kuat dalam menahan beban aksial yang diterimanya. Konsep batang bressing ketika menerima gempa dapat dilihat pada gambar berikut.
Gambar 2.13 Mekanisme Deformasi Bressing (Sumber : Bruneau et al, 1985) Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 46
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Bab II : Tinjauan Pustaka
2.14 Persyaratan Khusus untuk Sistem Rangka Bresing Konsentrik Khusus (SRBKK) sesuai SNI 03-1729-2002 SRBKK diharapkan dapat mengalami deformasi inelastis yang cukup besar akibat beban gempa rencana. SRBKK memiliki tingkat daktilitas yang lebih tinggi daripada tingkat daktilitas Sistem Rangka Bresing Konsentrik Biasa (SRBKB) mengingat penurunan tahanannya yang lebih kecil pada saat terjadinya tekuk pada batang bresing tekan. SRBKK harus memenuhi persyaratanpersyaratan di bawah ini : 1. Kelangsingan batang bresing harus memenuhi syarat kelangsingan 2. Distribusi Beban Lateral : Pada bidang bresing, batang-batang harus dipasang dengan arah selang-seling, sedemikian rupa sehingga pada masing-masing arah gaya lateral yang sejajar dengan bidang bressing, minimal 30% tapi tidak lebih dari 70 % gaya horizontal total harus dipikul oleh batang bresing tarik, kecuali jika tahanan nominal tekan Nn untuk setiap bresing lebih besar daripada beban terfaktor Nu sesuai dengan kombinasi pembebanan. Bidang bressing adalah suatu bidang yang mengandung batang-batang bresing atau bidang-bidang paralel yang mengandung batang-batang bresing dengan jarak antar bidang-bidang tersebut tidak lebih dari 10% dimensi tapak bangunan tegak lurus bidang tersebut. 3. Perbandingan Lebar terhadap Tebal adalah perbandingan lebar terhadap tebal penampang batang bresing tekan yang diperkaku ataupun yang tidak diperkaku harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai batang tekan. Kajian Perilaku Bangunan Struktur Baja Berlantai Banyak dengan Konfigurasi Letak dan Tinggi Perkakuan (Bracing) II - 47
http://digilib.mercubuana.ac.id/