BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Good Corporate Governance Salah satu kunci sukses dari didirikannya sebuah perusahaan adalah bagaimana cara pemimpin dalam menerapkan pengendalian perusahaan atau tata kelola perusahaan atau yang biasa disebut Good Corporate Governance (GCG). Menurut Hidayah (2008), definisi corporate governance merupakan sistem dan struktur yang baik untuk mengelola perusahaan dengan tujuan meningkatkan nilai pemegang saham yang berkepentingan dengan perusahaan (stake holders) seperti kreditur, supplier, asosiasi bisnis, konsumen, karyawan, pimpinan dan masyarakat luas. Sementara Turnbull (1997) mendefinisikan corporate governance sebagai berikut: “corporate governance describes all the the influences affecting the institutional processes including those for appointing the controllers and/or regulators, involved in organizing the production and sale of goods and services”. Dalam definisinya, ia menekankan bahwa penerapan good corporate governance didukung oleh tiga pihak yaitu negara sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Corporate governance menurut FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) didefinisikan sebagai seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurus, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para
27
repository.unisba.ac.id
pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan. Oleh karena itu Good Corporate Governance menjadi suatu konsep untuk mengelola perusahaan secara baik terhadap agen (manajemen) dalam mengelola kekayaan pemilik (investor). Penerapan corporate governance pada perusahaan diharapkan akan dapat memaksimalkan nilai perseroan tersebut bagi pemegang saham. Evans et al. (2002), mengartikan corporate governance sebagai seperangkat kesepakatan atau aturan institusi yang secara efektif mengatur pengambilan keputusan. Berkaitan dengan pelaksanaan GCG, setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG tersebut antara lain: transparansi (Iskander dan Chamlou (2000) menyatakan bahwa salah satu elemen corporate governance yang penting adalah transparansi ((transparency) atau keterbukaan), akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan. 2.1.1 Prinsip-prinsip Good Corporate Governance Berbagai peraturan yang ada dalam pengendalian perusahaan atau Good Corporate Governance perlu dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk menghasilkan pengendalian perusahaan yang baik. Menurut Sutedi
28
repository.unisba.ac.id
(2011), ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam Corporate Governance, yaitu : 1. Transparancy (Keterbukaan) Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya. Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan tersebut memiliki uang yang menumpuk dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko serta pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital). 2. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan) Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Pengelolaan perusahaan harus didasarkan pada pembagian kekuasaan diantara manajer perusahaan, yang bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan (oversight) dan pengawasan. 3. Fairness (Kesetaraan) Secara sederhana kesetaraan didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholder. Dalam pengelolaan perusahaan perlu 29
repository.unisba.ac.id
ditekankan pada kesetaraan, terutama untuk pemegang saham minoritas. Investor harus memiliki hak-hak yang jelas tentang kepemilikan dan sistem dari aturan dan hukum yang dijalankan untuk melindungi hak-haknya. 4. Sustainability (Kelangsungan) Kelangsungan adalah bagaimana perusahaan dapat terus beroperasi dan menghasilkan keuntungan. Ketika perusahaan negara (corporation) exist dan menghasilkan keuntungan dalam jangka mereka juga harus menemukan cara untuk memuaskan pegawai dan komunitasnya agar tetap bisa bertahan dan berhasil. Mereka harus tanggap terhadap lingkungan, memperhatikan hukum, memperlakukan pekerja secara adil, dan menjadi karyawan yang baik. Dengan demikian, akan menghasilkan keuntungan yang lama bagi stakeholder-nya. Sedangkan menurut KEPMEN BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 pada pasal 3 yang dikutip dari Hery (2010), prinsip-prinsip Good Corporate Governance, yaitu : 1. Transparansi, yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materil dan relevan mengenai perusahaan; 2. Kemandirian, yaitu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat;
30
repository.unisba.ac.id
3. Akuntabilitas yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban organisasi sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif; 4. Pertanggungjawaban, yaitu kesesuaian di dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat; 5. Kewajaran, yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam memenuhi hak-hak stakeholders
yang
timbul
berdasarkan
perjanjian
dan
peraturan
perundangundangan yang berlaku. 2.2 Definisi Corporate Social Responsibility Corporate Social Responsibily merupakan salah satu hal terpenting yang harus diterapkan di dalam sebuah perusahaan untuk mencapai tujuan. Terdapat banyak definisi mengenai konsep CSR. The World Business Council for Sustainable Development (WBCSD) misalnya, mendefinisikan CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan sebagai “ Continuing commitment by business to behave ethically and contribute to economic development while improving the quality of life of the workforce and their families as well as of the local community and society at large. Maksudnya adalah “komitmen dunia usaha untuk terus menerus bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk peningkatan ekonomi, bersamaan dengan peningkatan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya sekaligus juga peningkatan kualitas komunitas lokal dan masyarakat secara lebih luas” (Wibisono, 2007).
31
repository.unisba.ac.id
Dikemukakan tahun 1953 oleh Howard Botton dalam bukunya yang berjudul ”The Social Responsibilities of A Businessman” yang menjelaskan tentang tanggung jawab apa yang dapat diharapkan dalam sebuah perusahaan (Garriga & Mele, 2004 dalam Simon & Fredrik, 2009) dan mulai digunakan sejak tahun 1970an dan semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. Mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas The World Commission on Environment and Development (WCED) dalam Brundtland Report (1987), Elkington mengemas corporate social responsibility ke dalam tiga fokus: 3P, singkatan dari profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan ekonomi belaka (profit). Melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people) (Edi, 2008). Banyaknya definisi CSR tersebut, konsep ini menawarkan sebuah kesamaan, yaitu keseimbangan antara perhatian terhadap aspek ekonomis dan perhatian terhadap aspek sosial serta lingkungan (Wibisono, 2007). Sehingga dapat disimpulkan bahwa perusahaan dalam kegiatannya juga harus memperhatikan tiga hal yaitu profit, masyarakat dan lingkungan. Ketiganya harus berjalan secara sinergis dan berkesinambungan agar tercipta iklim perusahaan yang baik sehingga eksistensi perusahaan juga terjamin dengan citra atau reputasi positif yang didapatnya dari konsumen dan masyarakat.
32
repository.unisba.ac.id
2.2.1 Manfaat Corporate Social Responsibility Pelaksnaaan tanggung jawab sosialnya, perusahaan memfokuskan perhatiannya kepada tiga hal, yaitu profit, lingkungan dan masyarakat. Dengan diperolehnya laba, perusahaan dapat memberikan dividen bagi pemegang saham, mengalokasikan sebagian laba yang diperoleh guna membiayai pertumbuhan dan pengembangan usaha di masa depan, serta membayar pajak kepada pemerintah (Susanto, 2007). Perusahaan dangan lebih banyak memberikan perhatian kepada lingkungan sekitar, dapat ikut berpartisipasi dalam usaha-usaha pelestarian lingkungan demi terpeliharanya kualitas kehidupan umat manusia dalam jangka panjang. Perusahaan juga ikut mengambil bagian dalam aktivitas manajemen bencana. Manajemen bencana di sini bukan hanya sekedar memberikan bantuan kepada korban bencana, namun juga berpartisipasi dalam usaha-usaha mencegah terjadinya bencana serta meminimalkan dampak bencana melalui usaha-usaha pelestarian lingkungan sebagai tindakan preventif untuk meminimalisir bencana (Susanto, 2007). Perusahaan juga memperoleh manfaat dari aktivitas CSR. Pertama, mengurangi resiko dan tuduhan terhadap perlakuan tidak pantas yang diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosialnya secara konsisten akan mendapatkan dukungan luas dari komunitas yang telah merasakan manfaat dari berbagai aktivitas yang dijalankannya. CSR akan mendongkrak citra perusahaan, yang dalam rentang waktu panjang akan meningkatkan reputasi perusahaan. Manakala terdapat pihak-pihak tertentu yang menuduh perusahaan melakukan perilaku serta praktek-praktek yang tidak pantas, masyarakat akan menunjukkan 33
repository.unisba.ac.id
pembelaannya. Karyawan pun akan berdiri dibelakang perusahaan, membela tempat institusi mereka bekerja (Susanto, 2007). Kedua, CSR dapat berfungsi sebagai pelindung dan membantu perusahaan meminimalkan dampak buruk yang diakibatkan suatu krisis. Demikian pula ketika perusahaan diterpa kabar miring bahkan ketika perusahaan melakukan kesalahan, masyarakat lebih mudah memahami dan memaafkannya (Susanto, 2007). Ketiga, keterlibatan dan kebanggaan karyawan. Karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik, yang secara konsisten melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat dan lingkungan sekitarnya. Kebanggaan ini pada akhirnya akan menghasilkan loyalitas, sehingga mereka merasa lebih termotivasi untuk bekerja lebih keras demi kemajuan perusahaan. Hal ini akan berujung pada peningkatan kinerja dan produktivitas (Susanto, 2007). Keempat, CSR yang dilaksanakan secara konsisten akan mampu memperbaiki dan mempererat hubungan antara perusahaan dengan para stakeholders-nya. Pelaksanaan CSR secara konsisten menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kepedulian terhadap pihak-pihak yang selama ini berkontribusi terhadap lancarnya berbagai aktivitas serta kemajuan yang mereka raih. Hal ini mengakibatkan para stakeholders senang dan merasa nyaman dalam menjalin hubungan dengan perusahaan (Susanto, 2007). Kelima, meningkatnya penjualan seperti yang terungkap dalam riset Roper Search Worldwide, konsumen akan lebih menyukai produk-produk yang dihasilkan 34
repository.unisba.ac.id
oleh perusahaan yang konsisten menjalankan tanggung jawab sosialnya sehingga memiliki reputasi yang baik (Susanto, 2007). Keenam, insentif-insentif lainya seperti insentif pajak dan berbagai perlakuan khusus lainnya. Hal ini perlu dipikirkan guna mendorong perusahaan agar lebih giat lagi menjalankan tanggung jawab sosialnya (Susanto, 2007). 2.2.2 Tahap Pelaksanaan Corporate Social Responsibility Pelaksanaan CSR terdapat bebrapa tahapan. Tahap pertama, perusahaan disebut economic animal yang concer-nya bersifat ekonomis dengan fokus hanya diprofit. Tahap berikutnya, perusahaan mulai social awards, tapi mungkin masih merupakan derma. Donasi-donasi untuk charity kemudian ke community affairs, yaitu pemberian strategis berlatar belakang bisnis (termasuk cause-related marketing). Tahap berikutnya adalah corporate community investment, yaitu kemitraan strategis yang diinisiasi oleh perusahaan. Perusahaan bersama masyarakat desa membuat program membersihkan kali, membuat kompos, dan menanam ikan gurame ; ada edukasi dalam program ini. Pada akhirnya perusahaan akan menjadi sustainable business integrated into business function, goals, strategy. Corporate Social Responsibility (CSR) semacam ini tetap memikirkan bottom line profit (Tim We Pe, 2005 dalam Mulyadi, 2007). Menurut Erna Witoelar dalam Nursahid (2006), filantropi (kedermawanan) atau merupakan salah satu bentuk tanggung jawab sosial dapat diartikan sebagai keikhlasan menolong dan memberikan sebagian harta, tenaga maupun pikiran secara
35
repository.unisba.ac.id
sukarela untuk kepentingan orang lain. Sementara itu dalam konteks beroperasinya perusahaan, Steiner dalam Nursahid (2006) memberikan definisi tentang filantropi perusahaan sebagai pemberian sejumlah uang, waktu, produk atau jasa untuk membantu kebutuhan atau untuk mendukung bekerjanya lembaga-lembaga untuk menuju kesejahteraan manusia yang lebih baik. 2.3 Definisi Environment Kinerja lingkungan (Environment) adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green) (Suratno et al.,2006). Perusahaan memberikan perhatian terhadap lingkungan sebagai wujud tanggung jawab dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Kinerja lingkungan adalah kinerja perusahaan dalam menciptakan lingkungan yang baik (green) (Suratno et al.,2006). Perusahaan memberikan perhatian terhadap lingkungan sebagai wujud tanggung jawab dan kepedulian perusahaan terhadap lingkungan. Di Indonesia, kinerja lingkungan dapat diukur dengan menggunakan Program Penilaian Peringkat Kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup. PROPER merupakan salah satu upaya kebijakan yang dilakukan pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) untuk mendorong peningkatan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan melalui penyebaran informasi kinerja penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. Pelaksanaan PROPER diharapkan dapat memperkuat berbagai instrumen pengelolaan lingkungan yang ada, seperti penegakan hukum lingkungan, dan instrumen ekonomi. Di samping itu
36
repository.unisba.ac.id
penerapan PROPER dapat menjawab kebutuhan akses informasi, transparansi dan partisipasi publik dalam pengelolaan lingkungan. Pelaksanaan PROPER saat ini dilakukan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 7 tahun 2008 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lingkungan kerja merupakan salah satu faktor penting dalam menciptakan kinerja karyawan. Karena lingkungan kerja mempunyai pengaruh langsung terhadap karyawan didalam menyelesaikan pekerjaan yang pada akhirnya akan meningkatkan kinerja organisasi. Suatu kondisi lingkungan kerja dikatakan baik apabila karyawan dapat melaksanakan kegiatan secara optimal, sehat, aman, dan nyaman. Oleh karena itu penentuan dan penciptaan lingkungan kerja yang baik akan sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Sebaliknya apabila lingkungan kerja yang tidak baik akan dapat menurunkan motivasi serta semangat kerja dan akhirnya dapat menurunkan kinerja karyawan. 2.3.1 Environmental Performance Environmental performance adalah bagaimana kinerja perusahaan untuk ikut andil dalam melestarikan lingkungan. Environmental performance dibuat dalam bentuk peringkat oleh suatu lembaga yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Barry dan Rondinelly (1998) dalam Ja’far dan Arifah, (2006) mensinyalir ada beberapa faktor yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan managemen lingkungan, yaitu:
37
repository.unisba.ac.id
1) Regulatory demand, tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak 30 tahun terakhir, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan managemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti program-program kesehatan dan keamanan lingkungan. Perusahaan merasa penting untuk mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan, dengan berusaha menerapkan prinsip-prinsip TQEM secara efektif, misalnya dengan penggunaan teknologi pengontrol polusi melalui penggunaan clean technology. 2) Cost factors, adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekuensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu dipersiapkan dengan baik. Konsekuensi perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean technology, dan biaya pencegahan kebersihan. 3) Stakeholder forces. Perusahaan akan selalu berusaha untuk memuaskan kepentingan stakeholder yang bervariasi dengan menemukan berbagai kebutuhan akan managemen lingkungan yang proaktif. 4) Competitive requirements, semakin berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan standarisasi managemen kualitas lingkungan. Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk dapat mendapatkan jaminan 38
repository.unisba.ac.id
dibidang kualitas, antara lain seri ISO 9000. Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional dalam sistem manajemen lingkungan. Untuk mencapai keunggulan dalam persaingan, dapat dilakukan dengan menerapkan green alliances (Hartman dan Stanford, 1995). Green alliances merupakan partner diantara pelaku bisnis dan kelompok lingkungan untuk mengintegrasikan antara tanggungjawab lingkungan perusahaan dengan tujuan pasar. 2.3.2 Environmental Disclosure Bethelot, (2002) dalam Al Tuwaijri, (2004) mendefinisikan Environmental Disclosure sebagai kumpulan informasi yang berhubungan dengan aktivitas pengelolaan lingkungan oleh perusahaan di masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Informasi ini dapat diperoleh dengan banyak cara, seperti pernyataan kualitatif, asersi atau fakta kuantitatif, bentuk laporan keuangan atau catatan kaki. Bidang environmental disclosure meliputi hal-hal sebagai berikut: pengeluaran atau biaya operasi untuk fasilitas dari peralatan pengontrol polusi di masa lalu dan sekarang. 2.4 Definisi Return On Assets Return on Assets (ROA) merupakan salah satu rasio profitabilitas. Dalam analisis laporan keuangan, rasio ini paling sering disoroti, karena mampu menunjukkan keberhasilan perusahaan menghasilkan keuntungan. ROA mampu mengukur kemampuan perusahaan manghasilkan keuntungan pada masa lampau untuk kemudian diproyeksikan di masa yang akan datang.
39
repository.unisba.ac.id
Menurut Brigham dan Houston (2001:90), “Rasio laba bersih terhadap total aktiva mengukur pengembalian atas total aktiva (ROA) setelah bunga dan pajak”. Menurut Horne dan Wachowicz (2005:235), “ROA mengukur efektivitas keseluruhan dalam menghasilkan laba melalui aktiva yang tersedia; daya untuk menghasilkan laba dari modal yang diinvestasikan”. Horne dan Wachowicz menghitung ROA dengan menggunakan rumus laba bersih setelah pajak dibagi dengan total aktiva. Bambang Riyanto (2001:336) menyebut istilah ROA dengan Net Earning Power Ratio (Rate of Return on Investment / ROI) yaitu kemampuan dari modal yang diinvestasikan dalam keseluruhan aktiva untuk menghasilkan keuntungan neto. Keuntungan neto yang beliau maksud adalah keuntungan neto sesudah pajak. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ROA atau ROI dalam penelitian ini adalah mengukur perbandingan antara laba bersih setelah dikurangi beban bunga dan pajak (Earning After Taxes / EAT) yang dihasilkan dari kegiatan pokok perusahaan dengan total aktiva (assets) yang dimiliki perusahaan untuk melakukan aktivitas perusahaan secara keseluruhan dan dinyatakan dalam persentase. 2.4.1 Keunggulan Return On Assets Keunggulan Return on Assets (ROA) menurut Linawati (2006) yang dihasilkan adalah sebagai berikut : a. ROA
merupakan
pengukuran
yang
komprehensip
dimana
seluruhnya
mempengaruhi laporan keuangan yang tercermin dari rasio ini. b. ROA mudah dihitung, dipahami, dan sangat berarti dalam nilai absolut
40
repository.unisba.ac.id
c. ROA merupakan denominator yang dapat diterapkan pada setiap unit organisasi yang bertanggung jawab terhadap profitabilitas dan unit usaha. Bagi para pemodal yang akan melakukan transaksi pembelian saham suatu perusahaan, penilaian terhadap kemampuan emiten dalam menghasilkan laba merupakan suatu hal yang sangat penting. Hal ini dikarenakan apabila laba perusahaan meningkat, maka harga saham perusahaan tersebut juga akan meningkat dengan kata lain, profitabilitas akan mempengaruhi harga saham. 2.4.2 Perhitungan Return On Assets Menurut Brigham dan Houston (2001), pengembalian atas total aktiva (ROA) dihitung dengan cara membandingkan laba bersih yang tersedia untuk pemegang saham biasa dengan total aktiva.
=
100%
(Hanafi dan Halim,2003 : 84) Semakin besar nilai ROA, menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik pula, karena tingkat pengembalian investasi semakin besar. “Nilai ini mencerminkan pengembalian perusahaan dari seluruh aktiva (atau pendanaan) yang diberikan pada perusahaan” (Wild, Subramanyam, dan Halsey, 2005:65).
41
repository.unisba.ac.id
2.5 Perbedaan Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Environment dan Return On Assets pada Bank Perkreditan Rakyat Di Wilayah Priangan Timur dan Di Wilayah Bandung Raya
42
repository.unisba.ac.id
Variabel/Wilayah
Good Corporate Governance
Corporate Social Responsibility
Environment
Return On Assets
Wilayah Priangan Timur
Wilayah Bandung Raya
Penerapan GCG di wilayah Priangan Timur Sudah baik dilihat dari beberapa indikator antara lain : jumlah direktur, direktur yang berpendidikan S1, serta auditor internal yang dapat menyampaikan laporan langsung kepada dewan.
Penerapan GCG di wilayah Bandung Raya Sudah baik dilihat dari beberapa indikator antara lain : jumlah direktur, direktur yang berpendidikan S1, serta auditor internal yang dapat menyampaikan laporan langsung kepada dewan.
Pelaksanaan CSR di wilayah Priangan sudah cukup baik dilihat dari pelayanan pada BPR tersebut kepada masyarakat, namun beberapa BPR yang tidak memperhatikan pelayanan kepada nasabah dengan baik
Pelaksanaan CSR di wilayah Bandung Raya hampir keseluruhan baik dilihat dari pelayanan dan tanggung jawab perusahaan kepada nasabah sangat memuaskan.
Aspek Environment di wilayah Priangan Timur cukup baik, tetapi ada sebagian lingkungan di wilayah Priangan timur kurang mendukung untuk meningkatkan laba perusahaan
Aspek Environment di wilayah Bandung Raya sudah baik di lihat dari tata letak BPR yang mudah di lihat oleh masyarakat
Dilihat dari segi pendapatan di wilayah Priangan Timur sudah cukup baik, tetapi ada beberapa faktor yang kurang mendukung perusahaan meningkatkan laba salah satunya tata letak perusahaan yang kurang di perhatikan.
Dilihat dari segi pendapatan di wilayah Bandung Raya sudah cukup baik dilihat dari banyaknya nasabah di BPR wilayah Bandung Raya
Sumber : Data Diolah 2015
43
repository.unisba.ac.id
Pada dasarnya setiap wilayah memiliki potensi yang berbeda-beda, perbedaan antar wilayah tersebut memberikan implikasi bahwa jika pendapatan perkapita suatu wilayah berbeda maka pendapatan nasabah pada suatu Bank Perkreditan Rakyat akan berbeda. Laporan keuangan pada setiap wilayah pada Bank Perkreditan Rakyat berbeda akan menyebabkan pengeluaran untuk pelaksanaan penerapan Good Corporate Governance, Corporate Social Responsibility, Environment dan Return On Assets berbeda.
44
repository.unisba.ac.id