BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Kajian Pustaka
2.1.1
Definisi Pemasaran Definisi Pemasaran menurut William J. Stanton adalah ”Suatu sistem
keseluruhan dari kegiatan-kegiatan bisnis yang ditujukan untuk merencanakan, menentukan harga, mempromosikan, dan mendistribusikan barang dan jasa yang memuaskan kebutuhan baik kepada pembeli yang ada maupun pembeli potensial.” Kotler dan Keller (2009:6), pengertian Pemasaran adalah “suatu proses fungsi organisasi dan seperangkat proses untuk menciptakan, mengomunikasikan, dan menyerahkan nilai kepada pelanggan dan mengelola hubungan pelanggan dengan cara yang menguntungkan organisasi dan para pemilik sahamnya” Definisi Pemasaran menurut Assauri (2009:5) adalah “kegiatan manusia yang diarahkan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan melalui proses pertukaran.” Definisi lainnya, Pemasaran
adalah suatu proses sosial dan
manajerial yang didalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Adanya pemasaran perusahaan berusaha menghasilkan laba dari penjualan barang dan jasa yang diciptakan untuk memenuhi kebutuhan pembeli. Disinilah peran manajer pemasaran dibutuhkan, dimana tugas dari manajer pemasaran adalah memilih dan melaksanakan kegiatan pemasaran yang dapat membantu dalam pencapaian tujuan organisasi. 2.1.1.1 Manajemen Pemasaran Ilmu pemasaran merupakan ilmu pengetahuan yang obyektif yang diperoleh dengan penggunaan instrument-instrumen tertentu untuk mengukur kinerja dari aktivitas bisnis dalam membentuk, mengembangkan, mengarahkan
pertukaran yang saling menguntungkan dalam jangka panjang antara produsen dan konsumen atau pemakai (Hasan, 2013:1). Pada dasarnya manajemen itu terdiri atas perancangan dan pelaksanaan rencana-rencana. Dalam membuat suatu perencanaan, dibutuhkan kemampuan untuk membuat strategi dan rencana. Untuk rencana jangka panjang maka dibutuhkan waktu yang lebih banyak. Sedangkan untuk pelaksanaan rencana tersebut, dia harus mendelegasikan keputusan-keputusannya yang rutin dilakukan setiap hari kepada para bawahan. Manajemen Pemasaran (marketing) merupakan sebuah konsep ilmu dalam strategi bisnis yang bertujuan untuk mencapai kepuasan berkelanjutan bagi stakeholder (pelanggan, karyawan, dan pemegang saham). Secara umum manajemen mempunyai tiga tugas pokok, yaitu : 1.
Mempersiapkan rencana/strategi umum bagi perusahaan
2.
Melaksanakan rencana tersebut
3.
Mengadakan evaluasi, menganalisa dan mengawasi rencana tersebut dalam pelaksanaannya. (untuk mengukur hasil dan penyimpangannya serta untuk mengendalikan aktivitas). Sehingga yang dimaksud dengan manajemen pemasaran, menurut Philip
Kotler (2009) adalah penganalisaan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan program-program yang ditujukan untuk mengadakan pertukaran dengan pasar yang dituju untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam pembuatan suatu rencana, fungsi penganalisaan sangat penting agar rencana yang dibuat dapat lebih matang dan tepat. Penerapan merupakan kegiatan untuk menjalankan rencana. Fungsi pengawasan adalah untuk mengendalikan segala macam aktivitas agar tidak terjadi penyimpangan. 2.1.1.2 Konsep Pemasaran Falsafah konsep pemasaran bertujuan memberikan kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan pembeli/konsumen. Seluruh kegiatan dalam perusahaan
yang menganut konsep pemasaran harus diarahkan untuk memenuhi tujuan tersebut. Meskipun orientasi pembeli ini dibatasi oleh tujuan laba dan pertumbuhan, tetapi konsep itu perlu dilaksanakan. Karena dapat meningkatkan penjualan dengan : 1.
Membuat barang yang mudah penggunaannya
2.
Mudah pembeliaannya
3.
Mudah pemeliharaannya
2.1.1.3 Bauran Pemasaran Para pemasar menggunakan sejumlah alat untuk mendapatkan tanggapan yang diinginkan dari pasar sasaran mereka, alat itu membentuk suatu bauran pemasaran. Pemasaran memiliki peran yang vital dalam dunia usaha saat ini, baik secara langsung maupun tidak langsung. Pemasaran umumnya dipandang sebagai tugas untuk merencanakan, menciptakan, memperkenalkan, dan menyerahkan barang dan jasa kepada konsumen tetapi juga memperhatikan semua pihak yang terkait dalam perusahaan. Dalam pemasaran terdapat salah satu strategi yang disebut bauran pemasaran. Bauran pemasaran juga mempunyai peranan yang penting karena bauran pemasaran merupakan awal atau panduan bagi perusahaan dalam menjalani aktivitas pemasaran baik produk ataupun jasa. Definisi Bauran pemasaran menurut Kotler dan Keller (2012:498) adalah “sekumpulan alat pemasaran yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuan pemasarannya.” Sedangkan menurut Stanton yang diterjemahkan oleh Swastha (2009:25) pengertian Bauran pemasaran adalah “kombinasi dari empat variabel atau kegiatan yang merupakan inti dari sistem perusahaan yaitu produk, sistem harga, distribusi, dan promosi.” Sedangkan menurut Hurriyati (2010:48) pengertian Bauran pemasaran adalah “Unsur-unsur pemasaran yang saling terkait, dibaurkan, diorganisir dan digunakan dengan tepat sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan pemasaran dengan efektif sekaligus memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen.” Berdasarkan definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa bauran pemasaran merupakan alat-alat pemasaran yang saling berintegrasi satu sama lain
dan merupakan inti dari sistem pemasaran yang digunakan untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen. Menurut Saladin dan Buchory (2010:10) mengungkapkan bahwa komponen bauran pemasaran adalah sebagai berikut : 1.
Produk (Product) Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke suatu pasar untuk diperhatikan,
dimiliki,
dipakai
atau
dikonsumsi
sehingga
dapat
memuaskan keinginan dan kebutuhan. Pengertian produk bukan hanya dalam pengertian fisik (sempit) akan tetapi pengertian produk secara luas bisa juga jasa manusia, tempat, organisasi , dan gagasan. 2.
Harga (Price) Harga adalah sejumlah uang sebagai alat ukur untuk memperoleh produk atau jasa. Harga dapat juga dikatakan penentuan nilai suatu produk di benak konsumen.
3.
Tempat (Place) Tempat adalah seperangkat organisasi yang saling bergantung satu sama lain, yang dilibatkan dalam proses penyediaan suatu produk atau jasa, untuk digunakan atau dikonsumsi oleh konsumen atau pengguna bisnis.
4.
Promosi (Promotion) Menurut Saladin (2010:213) promosi merupakan salah satu variabel dalam bauran pemasaran yang sangat penting dilaksanakan oleh perusahaan dalam memasarkan produk. Bahkan kegiatan promosi bukan saja berfungsi sebagai alat untuk mempengaruhi konsumen dalam kegiatan pembelian atau penggunaann produk sesuai dengan keinginan dan kebutuhan. Dalam pemasaran jasa ada elemen-elemen lain yang bisa dikontrol dan
dikoordinasikan untuk keperluan komunikasi dan memuaskan konsumen jasa, elemen tersebut adalah 3P, sehingga bauran pemasarannya menjadi 7P, yaitu:
5.
Orang (People) Adalah semua pelaku yang memainkan sebagian penyajian jasa dan karenanya mempengaruhi persepsi pembeli.
6.
Bukti Fisik (Physical Evidence) Merupakan lingkungan fisik dimana jasa disampaikan dan dimana perusahaan dan konsumennya berinteraksi, serta komponen tangible memfasilitasi penampilan atau komunikasi jasa tersebut.
7.
Proses (Process) Yaitu semua prosedur process aktual, mekanisme, dan aliran akttivitas dengan mana jasa disampaikan yang merupakan sistem penyajian atau operasi jasa. Dari ketujuh alat-alat pemasaran di atas mencerminkan penjual terhadap
alat pemasaran yang tersedia untuk mempengaruhi pembeli. Dari sudut pandang pemasar, setiap alat pemasaran dirancang untuk memberikan manfaat kepada pelanggan. Jadi perusahaan pemenang adalah perusahaan yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen/ pelanggan secara ekonomis, mudah, dan dengan komunikasi efektif. 2.1.2 Pengertian Jasa Jasa pada umumnya
memiliki
karakteristik
yang
berbeda
jika
dibandingkan dengan barang. Agar dapat memahami perbedaan tersebut, maka akan dijelaskan telebih dahulu mengenai pengertian. Kotler dan Armstrong (1996:660) menyatakan bahwa jasa merupakan tindakan atau manfaat yang ditawarkan oleh suatu badan usaha kepada pihak lain yang bersifat tidak terwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksinya dapat berhubungan dengan produk fisik ataupun tidak. Sedangkan Payne (2000:8) pengertian Jasa adalah “suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketakberwujudan yang berhubungan denganya, melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan properti dalam kepemilikannya, dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan.”
Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa jasa pada dasarnya
merupakan
suatu
kegiatan
yang
memiliki
beberapa
unsur
ketidakberwujudan yang dapat diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lainya dan memberikan berbagai manfaat bagi pihak-pihak yang terkait. Setiap pemberi jasa perlu mengetahui, mengantisipasi, dan memenuhi kebutuhan serta keinginan pelanggan dengan memperhatikan karkteristik jasa. 2.1.2.1 Karakteristik Jasa Kotler & Armstrong (1996:661) mengemukakan bahwa terdapat 4 karakteristik jasa antara lain: 1.
Intangibility (Tidak terwujud) Jasa tidak terwujud, tidak dapat dilihat, dicicipi, dirasakan dan didengar sebelum dibeli.
2.
Inseparability (Tidak dipisahkan) Jasa tidak dapat dipisahkan dari pemberi jasa itu, baik pemberi jasa itu adalah orang maupun mesin. Jasa tidak dapat dijejerkan pada rak-rak penjualan dan dibeli oleh konsumen kapan saja dibutuhkan.
3.
Variability (Keanekarupaan) Jasa sangat beraneka rupa, karena tergantung siapa yang menyediakannya dan kapan serta dimana disediakan. Seringkali pembeli jasa menyadari akan keanekarupaan yang besar ini dan membicarakan dengan yang lain sebelum memilih satu peyediaan jasa.
4.
Perishability (Tidak dapat tahan lama) Jasa tidak dapat tahan lama, karenanya tidak dapat disimpan untuk penjualan atau penggunaan di kemudian hari. Sifat jasa yang tidak tahan lama ini bukanlah masalah kalau permintaan tetap/teratur, karena jasa-jasa sebelumnya dapat dengan mudah disusun terlebih dahulu, kalau permintaan berfluktasi, perusahaan jasa akan dihadapkan pada berbagai masalah yang sulit.
2.1.3
Restoran
2.1.3.1 Pengertian Restoran Saat ini restoran digunakan sebagai tempat alternatif untuk orang berkumpul dengan keluarga atau pun dengan rekan-rekan. Tentu saja setiap restoran memiliki segmen pasar yang berbeda-beda meskipun menghadapi persaingan yang sangat ketat. Adapun pengertian Restoran menurut Marsum (2005 : 11), adalah: “suatu tempat atau bangunan yang diorganisir secara komersil, yang menyelenggarakan pelayanan dengan baik kepada semua konsumennya baik berupa makanan maupun minuman.” Sedangkan Suarthana (2006 : 23), pengertian Restoran adalah “Tempat usaha yang komersial yang ruang lingkup kegiatannya menyediakan pelayanan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya.” Dari pemahaman tersebut dapat disimpulkan bahwa restoran adalah suatu tempat atau bangunan yang diorganisir secara komersil yang menyediakan pelayanan makanan dan minuman untuk umum ditempat usahanya. 2.1.3.2 Klasifikasi Restoran Menurut Marsum (2005 : 8), restoran dikelompokkan menjadi beberapa jenis, yaitu: 1.
Coffee Shop atau brasserie
Coffee Shop atau brasserie adalah suatu restoran yang pada umumnya berhubungan dengan hotel, suatu tempat di mana tamu bisa mendapatkan makan pagi, makan siang dan makan malam secara cepat dengan harga yang cukupan. Pada umumnya sistem pelayanannya adalah dengan American Service di mana yang diutamakan adalah kecepatannya. Ready on plate service, artinya makanan sudah diatur dan disiapkan diatas piring. Kadang-kadang penyajiannya dilakukan dengan cara Buffet atau prasmanan. 2.
Cafetaria atau café
Cafetaria atau cafe adalah suatu restoran kecil yang mengutamakan penjualan cake (kue-kue), sandwich (roti isi), kopi dan teh. Pilihan makanannya terbatas dan tidak menjual minuman yang beralkohol. 3.
Canteen
Canteen adalah restoran yang berhubungan dengan kantor, pabrik, atau sekolah, tempat di mana para pekerja dan para pelajar bisa mendapatkan makan siang dan coffee break, yaitu acara minum kopi disertai makanan kecil untuk selingan jam kerja, jam belajar ataupun dalam acara rapat-rapat dan seminar. 4.
Continental Restaurant
Continental Restaurant adalah suatu restoran yang menitik-beratkan hidangan continental pilihan dengan pelayanan elaborate atau megah. Suasananya santai, susunannya agak rumit, disediakan bagi tamu yang ingin makan secara santai atau relax. 5.
Carvery
Carvery adalah suatu restoran yang sering berhubungan dengan hotel di mana para tamu dapat mengiris sendiri hidangan panggang sebanyaknya yang mereka inginkan dengan harga hidangan yang sudah ditetapkan. 6.
Dining Room
Dining Room yang terdapat di hotel kecil, Motel atau Inn, merupakan tempat yang tidak lebih ekonomis daripada tempat makan biasa. Dining Room pada dasarnya disediakan untuk para tamu yang tinggal di hotel itu, namun juga terbuka bagi para tamu dari luar. 7.
Fish and Chip Shop
Fish and Chip Shop ialah suatu restoran yang banyak terdapat di Inggris, di mana kita dapat membeli macam-macam kripik (chips) dan ikan goreng, biasanya berupa ikan Cod, dibungkus dalam kertas dan dibawa pergi. Jadi makanannya tidak dinikmati di tempat itu.
8.
Grill Room (Rotisserie)
Grill Room (Rotisserie) adalah suatu restoran yang menyediakan bermacammacam daging panggang. Pada umumnya antara restoran dengan dapur dibatasi oleh sekat dinding kaca sehingga para tamu dapat memilih sendiri potongan daging yang dikehendaki dan melihat sendiri bagaimana memasaknya. Grill Room kadang-kadang disebut juga sebagai Steak House.
9.
Inn Tavern
Inn Tavern ialah suatu restoran dengan harga cukupan yang dikelola oleh perorangan di tepi kota. Suasananya dibuat sangat dekat dan ramah dengan tamutamu, sedangkan hidangannya pun lezat-lezat. 10.
Night Club/Super Club
Night Club/Super Club ialah suatu restoran yang pada umumnya mulai dibuka menjelang larut malam, menyediakan makan malam bagi tamu-tamu ingin santai. Dekorasinya mewah, pelayanannya megah. Band merupakan kelengkapan yang diperlukan. Para tamu dituntut berpakaian resmi dan rapi sehingga menaikkan gengsi. 11.
Pizzeria
Pizzeria adalah suatu restoran yang khusus menjual pizza. Kadang-kadang juga berupa spaghetti serta makanan khas Italia yang lain. 12.
Pan Cake House/Creperie
Pan Cake House/Creperie ialah suatu restoran yang khusus menjual Pan Cake serta Crepe yang diisi dengan berbagai macam manisan di dalamnya. 13.
Snack Bar/Cafe/Milk Bar
Snack Bar/Cafe/Milk Bar adalah semacam restoran cukupan yang sifatnya tidak resmi dengan pelayanan cepat, di mana para tamu mengumpulkan makanan mereka di atas baki yang diambil dari atas Counter dan kemudian membawanya ke meja makan. Para tamu bebas memilih makanan yang disukainya. Makanan yang disediakan pada umumnya adalah hamburger, sausages dan sandwich. 14.
Specialty Restaurant
Specialty Restaurant adalah restoran yang suasana dan dekorasi seluruhnya disesuaikan dengan tipe khas makanan yang disajikan atau temanya. Restoranrestoran semacam ini menyediakan masakan Cina, Jepang, India, Italia dan sebagainya. Pelayanannya sedikit banyak berdasarkan tatacara negara tempat asal makanan special itu. 15.
Terrace Restaurant
Terrace Restaurant adalah suatu restoran yang terletak di luar bangunan, namun pada umumnya masih berhubungan dengan hotel maupun restoran induk. Di negara-negara Barat pada umunya restoran tersebut hanya buka pada waktu musim panas saja. 16.
Gourmet Restoran
Gourmet Restoran ialah suatu restoran yang menyelenggarakan pelayanan makan dan minum untuk orang-orang yang berpengalaman luas dalam bidang rasa makanan dan minuman. Keistimewaan restoran ini ialah makanan dan minumannya yang lezat-lezat, pelayanannya megah dan harganya cukup mahal. 17.
Family Type Restaurant
Family Type Restaurant ialah suatu restoran sederhana yang menghidangkan makanan dan minuman dengan harga tidak mahal, terutama disediakan untuk tamu-tamu keluarga maupun rombongan. 18.
Main Dining Room
Main Dining Room ialah suatu restoran atau ruang makan utama yang pada umumnya terdapat di hotel-hotel besar, di mana penyajian makanannya secara resmi, pelan tapi pasti terikat oleh suatu peraturan yang ketat. Pelayanannya bisa mempergunakan pelayanan ala Perancis atau Rusia. Tamu-tamu yang hadir pun pada umumnya berpakaian resmi atau formal 2.1.4 Experiential Marketing Konsumen tidak hanya menilai sebuah produk atau jasa berdasarkan kualitas, manfaat dan fungsi yang diberikan tetapi lebih dari itu mereka menginginkan suatu komunikasi dan kegiatan pemasaran yang memberikan sensasi, menyentuh hati mereka serta sesuai dengan gaya hidup mereka. Dengan kata lain, konsumen menginginkan produk yang kehadirannya dapat memberikan suatu pengalaman (experience). Mengingat pelanggan tidak hanya sebagai makhluk rasional tetapi juga emosional salah satunya adalah dengan pendekatan experiential marketing (Bernd Smith, 1999) yang mengemas emosi secara komersial. 2.1.4.1 Pengertian Experiential Marketing Experiential marketing merupakan salah satu konsep yang relatif baru di bidang manajemen pemasaran. Menurut Lee et al. (2011: 37) menyatakan bahwa experiential marketing sebagai memori kenangan atau pengalaman yang masuk dalam ke benak pelanggan. Experiential marketing merupakan konsep yang akan menjadi konsep arus utama (mainstream) di masa yang akan datang yang akan menambah ataupun menggantikan konsep pemasaran yang dianggap sudah usang. Menurut Schmitt dalam Sudarmadi dan Dyah Hasto Palupi (2001:26), pengertian
Experiential
marketing
adalah
“pendekatan pemasaran yang
melibatkan emosi dan perasaan konsumen dengan menciptakan pengalamanpengalaman positif yang tidak terlupakan sehingga konsumen mengkonsumsi dan fanatik terhadap produk tertentu.” Konsep ini berusaha menghadirkan pengalaman yang unik, positif dan mengesankan kepada konsumen. Dengan demikian, konsumen akan merasa terkesan pada pengalaman selama menikmati produk
perusahaan ini akan tertanam dalam pikiran mereka sehingga nantinya pelanggan tidak hanya akan puas tapi juga menyebarkan informasi mengenai produk perusahaan secara word of mouth. Pendekatan ini dinilai sangat efektif karena sejalan dengan perkembangan jaman dengan teknologi, para pengusaha lebih menekankan kualitas service dan sesuatu yang menjadi nilai tambah bagi perusahaan untuk membedakan bisnisnya dengan bisnis competitor atau pesaing. Pada tahapan experiential marketing ini produsen memandang pelanggan sebagai sosok yang memiliki nilai emosional yaitu satu pandangan yang menekankan adanya hubungan antara produsen dengan pelanggan sampai pada tahap diterimanya pengalaman tak terlupakan oleh pelanggan. Schmitt (1999) menyatakan bahwa, saat produsen telah mengeksplorasi bagaimana perusahaanperusahaan menciptakan experiential marketing dengan mempertimbangkan lima elemen dasar yaitu rasa (sense), perasaan (feel) , berpikir (think), bertindak (act), dan berhubungan (relate) dengan suatu perusahaan dan mereknya. 2.1.4.2 Kunci Pokok Experiential Marketing Adapun tiga kunci pokok yang terfokus dalam experiential marketing adalah sebagai berikut: 1. Pengalaman pelanggan melibatkan panca indera, hati dan pikiran yang dapat menempatkan pembelian produk atau jasa di antara konteks yang lebih besar dalam kehidupan. 2. Pola konsumsi analisis dapat menimbulkan hubungan untuk menciptakan sinergi yang lebih besar. Produk dan jasa tidak lagi dievaluasi secara terpisah tetapi dapat dievaluasi sebagai bagian dari keseluruhan pola penggunaan yang sesuai dengan kehidupan konsumen. Hal yang terpenting, pengalaman setelah pembelian diukur melalui kepuasan dan loyalitas. 3. Keputusan rasional dan emosional.
Pengalaman dalam hidup sering
digunakan untuk memenuhi fantasi, perasaan dan kesenangan. Banyak keputusan dibuat dengan menuruti kata hati dan tidak rasional.
Experiential marketing membuat pelanggan merasa senang dengan keputusan pembelian yang telah dibuat. 2.1.4.3 Elemen Strategi Experiential Marketing 1.
Sense (Rasa)
Sense adalah tipe experience yang merupakan aspek-aspek berwujud dan dapat dirasakan dari suatu produk yang dapat ditangkap oleh kelima indera manusia, meliputi pandangan, suara, bau, rasa dan sentuhan yang akan muncul untuk menciptakan pengalaman. Sense marketing merupakan salah satu cara untuk menyentuh emosi konsumen melalui pengalaman yang dapat diperoleh konsumen lewat panca indera (mata, telinga, lidah, kulit dan hidung) yang mereka miliki melalui produk dan service (Kartajaya dalam Hamzah, 2007: 24).
2.
Feel (Perasaan)
Feel adalah suatu perhatian-perhatian kecil yang ditujukan pada konsumen dengan tujuan untuk menyentuh emosi pelanggan secara luar biasa (Kartajaya, 2004: 164). Feel marketing ditujukan terhadap perasaan dan emosi konsumen dengan tujuan mempengaruhi pengalaman yang dimulai dari suasana hati yang lembut sampai dengan emosi yang kuat terhadap kesenangan dan kebanggaan (Schmitt dalam Amir Hamzah, 2007: 23). Feel marketing merupakan bagian yang sangat penting dalam strategi experiential marekting,
feel dapat dilakukan dengan
service dan layanan yang bagus serta keramahan pelayanan. 3.
Think (Berpikir)
Think merupakan tipe experience yang bertujuan untuk menciptakan kognitif. Perusahaan berusaha untuk menantang konsumen dengan cara memberikan problem solving experiences mendorong pelanggan untuk berinteraksi secara kognitif dan kreatif dengan perusahaan atau produk. Iklan biasanya lebih bersifat tradisional, menggunakan lebih banyak informasi tekstual dan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang tak terjawabkan.
4.
Act (Bertindak)
Merupakan tipe experience yang bertujuan untuk mempengaruhi perilaku, gaya hidup dan interaksi dengan konsumen. Act adalah tindakan yang berhubungan dengan keseluruhan individu (pikiran dan tubuh) untuk meningkatkan hidup dan gaya hidupnya. Pesan-pesan yang memotivasi, menginspirasi dan bersifat spontan dapat menyebabkan pelanggan untuk berbuat hal-hal dengan cara yang berbeda dan mencoba dengan cara yang baru merubah hidup mereka lebih baik. Act marketing adalah salah satu cara untuk membentuk persepsi konsumen terhadap produk dan jasa yang bersangkutan. 5.
Relate (Berhubungan)
Relate marketing adalah salah satu cara membentuk atau menciptakan komunitas pelanggan dengan komunikasi
(Kartajaya, 2004:175).
Relate
marketing
menggabungkan aspek sense, feel, think dan act dengan maksud untuk mengkaitkan individu dengan apa yang diluar dirinya dan di implementasikan hubungan antara people and other social group sehingga mereka bisa merasa bangga dan diterima dikomunitasnya. Relate marketing dapat memberikan pengaruh postif atau negatif terhadap loyalitas pelanggan. Ketika relate marketing mampu membuat pelanggan masuk dalam komunitas serta merasa bangga dan diterima maka akan memberi pengaruh positif terhadap loyalitas pelanggan tetapi jika relate marketing tidak berhasil mengkaitkan individu dengan apa yang ada diluar dirinya maka konsumen tersebut tidak akan mungkin loyal dan memberikan dampak negatif. 2.1.5
Store Atmosphere Menghadapi persaingan dalam bisnis retail, yang harus diperhatikan oleh
perusahaan retail adalah memberikan sesuatu yang menarik agar konsumen mau mengunjungi toko, melakukan pembelian, merasa puas, dan pada akhirnya melakukan pembelian ulang. Salah satunya yaitu dengan cara menampilkan store atmosphere yang kuat dan kreatif yang merupakan perpaduan dari elemen-elemen
tampilan di dalam maupun di luar toko dengan segala suasananya. Oleh karena itu konsumen diharapkan datang dan tidak akan beralih pada pesaing 2.1.5.1 Pengertian Store Atmosphere Suasana toko (Store Atmosphere) merupakan salah satu elemen dari retailing mix yang juga harus diperhatikan oleh suatu retail. Dengan adanya store atmosphere yang baik, perusahaan dapat maenarik konsumen untuk berkunjung dan melakukan transaksi. Pengertian Store atmosphere yang dikemukakan oleh Berman dan Evan (2010: 508), adalah “atmosphere refers to the store’s physical characteristics that project an image and draw customers”. Melalui store atmosphere yang sengaja diciptakan oleh retail, retail berupaya mengkomunikasikan informasi yang terkait dengan layanan, harga maupun ketersediaan barang dagangan yang bersifat fashionable. Sedangkan pengertian Store atmosphere menurut Levy dan Weitz (2007 : 576), yaitu “design environment via visual communication, lighting, colour, music and scent to stimulate customer perceptual and emotional response and ultimate to affect their purchase behavioral”. Dari kedua pemahaman tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa store atmosphere mencerminkan suatu karakteristik fisik yang sangat penting bagi setiap bisnis retail. Hal ini berperan sebagai sebuah pembentukan suasana yang nyaman untuk konsumen, serta mampu membuat konsumen betah ingin berlamalama berada di dalam toko dan secara tidak langsung merangsang konsumen untuk melakukan pembelian 2.1.5.2 Elemen Store Atmosphere Menurut Berman dan Evans (2010 : 509), menyebutkan elemen-elemen Store Atmosphere dibagi kedalam empat elemen yaitu: 1.
Exterior (Bagian Depan Toko)
Bagian depan toko adalah bagian yang termuka, maka ia hendaknya memberikan kesan yang menarik. Dengan mencerminkan kemantapan dan kekokohan, maka bagian depan dan bagian luar ini dapat menciptakan kepercayaan dan goodwill. Di samping itu hendaklah menunjukan spirit perusahaan dan sifat kegiatan yang ada di dalamnya. Karena bagian depan dan exterior berfungsi sebagai identifikasi atau tanda pengenalan maka sebaiknya dipasang lambang-lambang. Elemen dari exterior terdiri dari: a. Store Front (Bagian Depan adalah total exterior fisik yang ada di toko tersebut. b. Marquee (Papan Nama) adalah suatu tanda yang digunakan untuk memajang nama atau logo suatu toko. Marquee dapat dicat atau lampu neon dicetak atau script dapat terdiri dari nama atau logo saja dan dikombinasikan dengan slogan (merek dagang) dan informasi lainnya. c. Store Entrance (Pintu Masuk Toko) Ada tiga hal utama yang harus diperhatikan dalam memutuskan store entrance yaitu: -
Jumlah orang yang akan masuk harus ditentukan
-
Jenis pintu masuk yang akan dipilih
-
Walkway yang akan didesain.
d. Display Windows (Tampilan Pajangan) memiliki dua tujuan utama yaitu untuk mengidentifikasi suatu tempat dan barang-barang yang ditawarkan serta untuk mendorong orang untuk masuk. e. Exterior Building Height (Tinggi Bangunan) dapat disamarkan atau tidak disamarkan. Dengan menyamarkan tinggi bangunan, bagian dari toko atau shopping center dapat dibawah ground level. Dengan tidak menyamarkan tinggi bangunan, maka seluruh toko atau center dapat dilihat oleh pejalan kaki.
f. Surrounding Stores and Area (Toko Dan Area Sekitar) yaitu lingkungan sekitar toko dapat mengisyaratkan kisaran harga, level of service, dan lainnya. Daerah sekitar toko mencerminkan demografi dan gaya hidup orang –orang yang tinggal dekat dengan toko. g. Parking Facilities (Fasilitas Tempat Parkir) Fasilitas parkir yang luas, gratis, dekat dengan toko akan menciptakan citra positif dibandingkan dengan parkir yang langka, mahal dan jauh. 2.
General Interior (Bagian Umum Toko) Berbagai motif konsumen memasuki toko, hendaknya memperoleh kesan
yang menyenangkan. Kesan ini dapat diciptakan misalnya dengan musik yang diperdengarkan kepada kosumen, warna dinding di dalam toko yang dibuat semenarik mungkin, aroma atau bau dan udara yang segar di dalam toko. Elemen dari general interior terdiri dari: a. Flooring (Jenis Lantai) Penentuan jenis lantai, ukuran, desain, dan warna lantai dapat mempengaruhi persepsi konsumen terhadap citra toko. b. Colour and Lighting (Warna dan Pencahayaan) Pencahayaan yang terang, warna-warna cerah berkontribusi pada suasana yang berbeda daripada cahaya pastel atau dinding putih polos. Kadang-kadang ketika warna berubah, pelanggan mungkin awalnya tidak nyaman sampai mereka terbiasa dengan skema yang baru. c. Scent and Sound (Aroma dan Musik) Aroma dan musik dapat mempengaruhi suasana hati pelanggan. d. Store Fixtures (Perabot Toko) Perabot toko dapat direncanakan berdasarkan kedua utilitas mereka dan estetika. e. Wall Texture (Tekstur Dinding) Tekstur dinding dapat menimbulkan kesan tertentu pada konsumen dan menarik.
dapat membuat dinding terlihat lebih
f. Temperature (Suhu Udara) Pengelola toko harus mengatur suhu udara dalam toko sehingga tidak terlalu panas ataupun tidak terlalu dingin. g. Aisle Space (Lorong Ruang) Jarak antara rak barang harus diatur sedemikian rupa agar cukup lebar dan membuat konsumen merasa nyaman dan betah berada di dalam toko. h. Dressing Facilities (Kamar Pas) Fasilitas kamar ganti dengan warna, desain serta tata cahaya dan privasi yang baik perlu diperhatikan dan dibuat sedemikian rupa memberikan keamanan dan kenyamanan bagi konsumen. i. Vertical Transportation (Alat Transportasi Antar Lantai) Suatu toko yang terdiri dari beberapa lantai harus memiliki vertical transportation berupa elevator, escalator, dan/atau tangga. j. Store Personnel (Karyawan Toko) Karyawan yang sopan, rapih, berpengetahuan dapat membuat atmosphere yang positif. k. Technology (Teknologi) Toko yang menggunakan teknologi akan mengesankan orang dengan operasi yang efisien dan cepat. l. Cleanliness (Kebersihan) Kebersihan dapat menjadi pertimbangan utama bagi konsumen untuk berbelanja di toko tersebut. Pengelola toko harus mempunyai rencana yang baik dalam pemeliharaan kebersihan toko.
3.
Store Layout (Tata Letak) Merupakan rencana untuk menentukan lokasi tertentu dan pengaturan dari
peralatan barang dagangan di dalam toko serta fasilitas toko. Dalam merancang store layout perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: a. Alokasi Ruang Lantai (Allocation of Floor Space) -
Selling Space digunakan untuk memajang barang, berinteraksi antara konsumen dan karyawan toko, demonstrasi, dan lainnya.
-
Merchandise Space digunakan untuk ruang menyimpan barang yang tidak dipajang.
-
Personnel Space ruangan yang disediakan untuk karyawan berganti pakaian, makan siang dan coffee breaks, dan ruangan untuk beristirahat.
-
Customer Space ruangan yang disediakan untuk meningkatkan kenyamanan konsumen.
b. Klasifikasi
Penawaran
mengklasifikasikan
Toko
produk
(Classification yang
ditawarkan
of
Store
untuk
Offerings) menentukan
penempatan produk, dilakukan berdasarkan karakteristik dari masingmasing produk. Klasifikasi produk dilakukan berdasarkan pada pembagian sebagai berikut: -
Produk berdasarkan fungsi.
-
Produk berdasarkan motivasi pembeli.
-
Produk berdasarkan segmen pasar.
-
Produk berdasarkan storability.
c. Determination Of A Traffic-Flow Pattern (Penentuan Pola Lalu LintasAliran) mengatur lalu lintas didalam toko dilakukan dengan menggunakan dua pola yaitu: -
Pola Straight (Gridiron) Traffic Flow memiliki kelebihan dapat menciptakan atmosphere yang efisien, menciptakan ruang yang lebih banyak untuk memajang produk, menghemat waktu belanja, mempermudah mengontrol barang dan dapat menerapkan self service.
-
Pola Curving (Free-Flowing) Traffic Flow memiliki kelebihan dapat menciptakan atmosphere yang lebih bersahabat, mengurangi rasa terburu-buru konsumen, konsumen dapat berjalan-jalan keliling toko
dengan pola yang berbeda-beda, merangsang pembelian yang tidak direncanakan. d. Determination Of Space Needs (Penentuan Kebutuhan Ruang) pengaturan luas ruangan yang dibutuhkan diatur berdasarkan antara ruang penjualan dan ruang non penjualan. e. Mapping Out In-Store Locations (Pemetaan Lokasi Di Dalam Toko) pemetaan ruang toko dimaksudkan untuk mempermudah penempatan produk yang ditawarkan. f. Arrangement Of Individual Products (Penyusunan Produk Individu) produk dan merek yang paling menguntungkan harus ditempatkan dilokasi yang paling baik. Produk harus disusun berdasarkan ukuran, harga, warna, merek dan produk yang paling digemari konsumen. 4.
Interior Display (Tampilan Interor) Sangat menentukan bagi suasana toko karena memberikan informasi
kepada konsumen. Selain untuk memberikan informasi kepada konsumen, interior display juga merangsang untuk melakukan pembelian pada konsumen. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan penjualan dan laba bagi toko. Yang termasuk interior display adalah: poster, tanda petunjuk lokasi, display barangbarang pada hari-hari khusus seperti lebaran dan tahun baru. Macam interior display antara lain: a. Assortment Displays merupakan bentuk interior display yang digunakan untuk berbagai macam produk yang berbeda dan dapat mempengaruhi konsumen untuk merasakan, melihat, dan mencoba produk. Kartu ucapan, majalah, buku, dan produk sejenis lainnya merupakan produk-produk yang menggunakan assortment display. b. Theme-Setting Displays merupakan bentuk interior displays yang menggunakan tema-tema tertentu. Theme-setting displays digunakan dengan tujuan untuk membangkitkan suasana atau nuansa tertentu.
Biasanya, digunakan dalam event-event tertentu seperti menyambut hari kemerdekaan dan hari besar lainnya. c. Ensemble Displays merupakan bentuk interior displays yang digunakan untuk satu stel produk yang merupakan gabungan dari berbagai macam produk. Biasanya digunakan untuk produk satu stel pakaian (sepatu, kaus kaki, celana, baju, dan jaket). d. Rack Displays merupakan bentuk interior displays yang memiliki fungsi utama sebagai tempat atau gantungan untuk produk yang ditawarkan. Bentuk lain dari rack displays adalah case displays digunakan untuk produk-produk seperti catatan, buku, dan sejenisnya. e. Cut Case merupakan interior displays yang murah hanya menggunakan kertas biasa. Biasanya digunakan di supermarket atau toko yang sedang menyelenggarakan diskon. Bentuk dari cut case adalah dump bin, merupakan tempat menumpuk pakaian-pakaian atau buku-buku yang sedang diskon. Menciptakan kepuasan konsumen dan kegiatan pemasaran perusahaan, maka store atmosphere dapat dijadikan sebagai instrumen. Karena perusahaan dapat menyesuaikan apa yang diinginkan oleh para konsumen yang dapat dilihat dari beberapa faktor store atmosphere, yaitu exterior, general interior, store layout, interior displays 2.1.5.3 Tujuan dan Pengaruh Store Atmosphere Jika perusahaan hendak menata atau menata ulang sebuah tempat usaha, pihak manajemen harus memperhatikan tiga tujuan. Menurut Levy dan Weitz (2007 : 45), tujuan dilaksanakannya store atmosphere adalah: a. Suasana lingkungan tempat harus konsisten dengan citra tempat dan strategi dari keseluruhan. b. Membantu konsumen dalam menemtukan keputusan pembelian.
c. Ketika membuat suatu keputusan mengenai desain, para manajer harus mengingat mengenai biaya yang diperlukan dengan desain tertentu yang sebaiknya sesuai dengan dana yang dianggarkan. Dalam konteks store atmosphere, penataan suasana (atmosphere) mempunyai pengaruh yang besar bagi konsumen, diantaranya yaitu: a. Membantu mengarahkan perhatian konsumen. b. Memperhatikan siapa konsumen sasarannya dan positioning yang dilakukannya. Mampu menggerakkan reaksi emosi konsumen, seperti perasaan senang atau suka, yang mana perasaan seperti itu mampu mempengaruhi jumlah uang dan waktu yang dihabiskan konsumen selama melakukan proses pembelian. 2.1.6
Kepuasan Pelanggan Salah satu cara untuk mempertahankan seorang pelanggan adalah dengan
memperhatikan kepuasan mereka. Kepuasan tersebut didapatkan dari pelayanan yang diberikan oleh pegawai disuatu tempat secara optimal. Pada dasarnya, tujuan dari sebuah penyedia jasa adalah menciptakan kepuasan dan kenyamanan bagi konsumen atau pelanggan. Keberlangsungan dan kesuksesan suatu tempat wisata dapat dilihat dari banyaknya konsumen yang berkunjung, maka dari itu kualitas pelayanan untuk produk/jasa yang ditawarkan menjadi prioritas utama yang harus dipenuhi dan fokus terhadap kebutuhan dan keinginan wisatawan. 2.1.6.1 Defnisi Kepuasan Sulastiyono (2008) menjelaskan bahwa kepuasan adalah keadaan dalam diri seseorang dimana ia telah mendapatkan sesuatu yang menjadi kebutuhan dan keinginannya, sehingga apabila semua terpenuhi hasil yang diperoleh adalah kesenangan. Menurut Kotler (2002: 104) pengertian Kepuasan pelanggan adalah “perasaan senang atau kecewa yang ditimbulkan seseorang sebagai ekspresi yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu produk dan harapan-harapannya.”
Sedangkan menurut Yamit (2005) defnisi Kepuasan pelanggan merupakan “evaluasi setelah kegiatan membeli atau hasil evaluasi setelah membandingkan apa yang dirasakan dengan harapannya, baik itu hasilnya senang ataupun kecewa. Dalam konsep kepuasan pelanggan, terdapat dua elemen yang mempengaruhi yaitu harapan dan kinerja.” Kinerja adalah persepsi konsumen terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk. Harapan adalah pikiran konsumen tentang apa yang akan diterimanya apabila ia mengkonsumsi produk. Kepuasan pelanggan dapat terjadi, apabila sebuah produk/jasa memenuhi atau melampaui harapan pelanggan, sehingga pelanggan merasa puas dengan hasil atau tujuan yang ia harapkan (Gerson, 2004). Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kepuasan pelanggan adalah perbandingan antara harapan dengan kinerja (ekspektasi) yang diharapkan, yang pada akhirnya apabila harapan sesuai maka akan menimbulkan kesenangan, sebaliknya apabila harapan tidak sesuai maka akan menimbulkan kekecewaan yang berujung komplain. Seorang pakar kepuasan Richard L. Oliver (dalam Nasution, 2004, hal.169) menegaskan bahwa semua orang paham apa itu kepuasan, tetapi begitu diminta tak seorang pun tahu. Seperti halnya konsep-konsep manajeman lainnya, ada begitu banyak definisi yang berkembang untuk kepuasan pelanggan. Sebagai ilustrasi, berikut adalah lima diantaranya: a. Perasaan yang timbul setelah mengevaluasi pengalaman pemakaian produk. (Cadott Woodruff & Jenkins, 1987). b. Respon pelanggan terhadap evaluasi persepsi atas perbedaan antara harapan awal sebelum pembelian (atau standar kinerja lainnya) dan kinerja aktual
produk sebagaimana
dipersepsikan setalah memakai
atau
megkonsumsi produk bersangkutan. (Tse & Wilton, 1988). c. Evaluasi purnabeli keseluruhan yang membandingkan persepsi terhadap kinerja produk dengan ekspestasi pra-pembelian. (Fornell, 1992).
d. Ukuran kinerja “produk total” sebuah organisasi dibandingkan serangkaian keperluan
pelanggan
(customer
equirements).
(Hill,
Bierley
&
MacDougall, 1999). e. Tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang ia persepsikan dibandingkan dengan harapannya. (Kotler, et al., 2004). 2.1.6.2 Prinsip Dasar Kepuasan Pelanggan Tse dan Wilton (dalam Fandy, 2008, hal.104) menyatakan bahwa kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respons pelanggan terhadap evalusi ketidaksesuaian/diskormasi yang dirasakan antara harapan sebelumnya (atau norma kinerja lainnya) dan kinerja aktul produk yang dirasakan setelah pemakaiannya. Sedangkan Engel, et al., (1990) mengungkapkan bahwa kepuasan pelanggan merupakan evalusi pembeli, dimana alternatif yang dipilih sekurangkurangnya meberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Ada kesamaan diantara beberapa definisi diatas, yaitu menyangkut komponen kepuasan pelanggan (harapan dan kinerja/hasil yang dirasakan). Umumnya harapan pelanggan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya bila ia membeli atau megkonsumsi suatu produk (barang dan jasa). Sedangkan kinerja yang dirasakan adalah persepsi pelanggan terhadap apa yang ia terima setelah mengkonsumsi produk yang dibeli. Karena kepuasan pelanggan sangat tergantung pada persepsi dan ekspektasi mereka, kita sebagai pemasok roduk/jasa perlu mengetahui beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi dan harapan pelanggan sebagai berikut: a.
“Kebutuhan dan Keinginan” yang berkaitan dengan hal-hal yang dirasakan pelanggan ketika ia sedang mencoba melakukan transaksi dengan
produsen/pemasok produk (perusahaan). Jika pada saat itu kebutuhan dan keinginannya besar, harapan atau ekspektasi pelanggan akan tinggi, demikian pula sebaliknya. b.
Pengalaman masa lalu ketika mengkondsumsi produk dari perusahaan maupun pesaing-pesaingnya.
c.
Pengalaman dari teman-teman, dimana mereka akan menceritakan kualitas produk yang akan dibeli oleh pelanggan itu. Hal ini jelas mempengaruhi persepsi pelanggan, terutama pada produk-produk yang dirasakan beresiko tinggi.
d.
Komunikasi melalui iklan dan pemasaran juga mempengaruhi persepsi pelanggan. Orang-orang dibagian penjualan dan periklanan sewajarnya tidak akan membuat periklanan yang berlebihan secara aktual tidak mampu memenuhi ekspektasi pelanggan akan mengakibatkan dampak negatif terhadap persepsi pelanggan tentang produk itu. Kepuasan pelanggan mencakup perbedaan antara harapan dan kinerja atau
hasil yang dirasakan. Karena pelanggan adalah orang yang menerima hasil pekerjaan (produk) seseorang, maka pelangganlah yang menentukan kualitas suatun produk. Ada beberapa unsur penting dalam kualitas yang ditetapkan pelanggan, yaitu: a. Pelanggan harus merupakan prioritas utama organisasi. b. Pelanggan yang dapat diandalkan merupakan pelanggan yang paling penting, yaitu pelanggan yang membeli berkali-kali. c. Kepuasan pelanggan dijamin dengan menghasilkan produk berkualitas tinggi dengan perbaikan terus-menerus. 2.1.6.3 Faktor Kepuasan Pelanggan Kepuasan pelanggan menurut Ratnasari dan Aksa (2011: 117) untuk meningkatkannya terdapat lima faktor yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Kualitas Produk : Pelanggan merasa puas bila hasil evaluasi menunjukan bahwa produk yang mereka gunakan berkualitas. b. Kualitas Pelayanan : Pada industri jasa, mutlak bahwa pelanggan merasa puas bila mereka mendapatkan pelayanan yang baik atau sesuai dengan harapan mereka. c. Emosional
: Pelanggan merasa bangga dan mendapatkan keyakinan
bahwa orang lain kagum terhadap mereka bila menggunakan produk dengan merek tertentu, sehingga membuatnya mengalami kepuasan yang lebih tinggi. Kepuasan tersebut bukan karena nilai produk, tetapi nilai sosial. d. Harga : Produk yang mempunyai kualitas yang sama dengan produk lain, tetapi harga yang diberikan lebih murah, maka akan memberikan nilai lebih tinggi kepada pelanggan. e. Biaya : Pelanggan yang tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan atau tidak perlu membuang waktu untuk mendapatkan suatu produk/jasa (pengorbanan kecil), maka cenderung puas terhadap produk/jasa tersebut. Stauss dan Neuhaus (1997) menyatakan bahwa membedakan tiga tipe kepuasan dan dua tipe ketidakpuasan berdasarkan kombinasi antara emosi spesifik terhadap penyedia jasa, ekspektasi menyangkut kapabilitas kinerja masa depan pemasok jasa, dan minat berperilaku unruk memilih lagi penyedia jasa yang bersangkutan. Tipe-tipe kepuasan dan ketidakpuasan tersebut adalah: a. Demanding Customer Satisfaction merupakan tipe kepuasan yang aktif. Dapat dipengaruhi oleh pengalaman positif di masa lalu yang membuat pelanggan berharap bahwa penyedia jasa akan mampu memuaskan ekspektasi pelanggan yang semakin meningkat di masa depan. b. Stable Customer Satisfaction, pelanggan dalam tipe ini memiliki tingkat aspirasi pasif yang berarti pelanggan menginginkan segala sesuatunya tetap sama. Hal ini diakibatkan oleh pengalaman-pengalaman positifnya
hingga saat ini yang membuat mereka bersedia melakukan relasi dengan penyedia jasa. c. Resigned Customer Satisfaction, pelanggan dalam tipe ini juga merasa puas namun kepuasannya disebabkan oleh kesan bahwa tidak realistis untuk berharap lebih. Pelanggan dalam tipe ini merasakan puas yang bukan karena pemenuhan ekspektasinya. d. Stable Customer Dissatisfaction, pelanggan dalam tipe ini tidak merasa puas terhadap kinerja penyedia jasa, mereka cenderung tidak melakukan apa-apa. Pelanggan merasakan sebuah ketidakmungkinan terhadap perusahaan penyedia jasa dalam memenuhi ekspektasinya. e. Demanding Customer Dissatisfaction memiliki ciri tingkat aspirasi aktif dan perilaku demanding. Ketidakpuasan yang dialami oleh pelanggan menimbulkan protes atau complain terhadap perusahaan tersebut. Hal ini memiliki arti bahwa pelanggan tersebut akan aktif untuk meuntut adanya perbaikan. 2.1.6.4 Memahami Pelanggan Yang Tidak Puas Pelanggan mengeluh karena tidak puas. Ia tidak puas karena harapannya tidak terpenuhi. Dengan demikian, makin tinggi harapan prapembelian seorang pelanggan, maka semakin besar kemungkinan ia tidak puas terhadap jasa yang dikonsumsinya. Oleh karena itu, kunci komunikasi dalam pemasaran jasa adalah mengelola harapan pelanggan. Menganalisis pelanggan yang tidak puas, merancang sistem penanganan keluhan yang efisien dan syarat-syarat jaminan (garansi) yang baik merupakan strategi yang cukup efektif untuk membangun kepuasan pelanggan. Umumnya, jumlah pelanggan yang tidak puas pada suatu jasa dan menyampaikan keluhannya tidaklah sebanyak pada kasus ketidak puasan terhadap barang, yaitu 61% dibanding 76%, Mudie dan Cottam (dalam Fandy, 2008, hal.112). Kalaupun ada keluhan, biasanya hanya sedikit proporsinya yang terselesaikan, itupun waktunya lama.
Dalam hal terjadi ketidakpuasan, ada beberapa kemungkinan tindakan yang bisa dilakukan pelanggan (Fandy, 2008, hal.112): a.
Tidak melakukan apa-apa, Pelanggan yang tidak puas praktis tidak akan membeli atau menggunakan jasa perusahaan yang bersangkutan lagi.
b.
Melakukan complain, Ada beberapa faktor yang mempengaruhi apakah seseorang yang tidak puas akan melakukan komplain atau tidak, yaitu: - Derajat kepentingan konsumsi yang dilakukan - Tingkat ketidakpuasan pelanggan. - Manfaat yang diperoleh. - Pengetahuan dan pengalaman. - Sikap pelanggan terhadap keluhan. - Tingkat kesulitan dalam mendapatkan ganti rugi. - Peluang keberhasilan dalam melakukan komplain. Peters (dalam Fandy, 2008:.122) mengemukakkan, terdapat sepuluh kunci
sukses dalam mengukur kepuasan pelanggan: a.
Frekuensi survey, survey dilakukan setiap 2 atau 3 bulan sekali dan survey informal setiap bulan sekali.
b.
Format, pelaksanaan survey dilaksanakan pihak ketiga diluar perusahaan.
c.
Isi, pertanyaan hendaknya standar yang dapat dikuantifikasikan.
d.
Desain
isi,
harus
mendesain
survey
secara
sistematis
dalam
memperhatikan setiap pandangan yang ada. e.
Melibatkan setiap orang/karyawan, semua fungsi dan tingkatan organisasi harus dilibatkan dalam survey.
f.
Mengukur kepuasan setiap orang/pihak, mengukur kepuasan semua pihak, baik pelanggan langsung (konsumen), maupun pelanggan tidak langsung (dealer, retailer, whosaler) dan pelanggan internal.
g.
Kombinasi berbagai ukuran, ukuran-ukuran yang dipergunakan dibatasi pada skor kuantitatif gabungan dari: beberapa individu kelompok/tim, fasilitas (pabrik atau kantor operasi atau toko), dan divisi.
h.
Hubungan dengan kompensasi dan reward, hasil pengukuran kepuasan pelanggan dikaitkan dengan sistem kompensasi.
i.
Penggunaan ukuran secara simbolik, ukuran kepuasan pelanggan dibuat dalam kalimat sederhana dan mudah diingat, serta ditempatkan disetiap bagian organisasi.
j.
Bentuk pengukuran lainnya, deskriptif kualitatif mengenai hubungan karyawan dengan pelanggan harus mencakup penilaian sampai sejauh mana karyawan memiliki orientasi pada kepuasan pelanggan. Dari sepuluh kunci sukses pengukuran kepuasan pelanggan diatas, maka
kunci untuk mengidentifikasi kebutuhan pelanggan, baik internal maupun eksternal adalah komunikasi secara terus-menerus. Komunikasi antar karyawan (pelanggan internal) adalah menyampaikan informasi, seperti spesifikasi, standar, prosedur, dan metode kerja serta menyediakan sarana bagi karyawan untuk menyampaikan pandangan dan idenya. 2.1.6.5 Strategi Mendapatkan Kepuasan Pelanggan Pada prinsipnya, strategi kepuasan pelanggan akan menyebabkan para pesaing harus bekerja keras dan memerlukan biaya tinggi dalam usahanya merebut pelanggan suatu perusahaan. Suatu hal yang perlu diperhatikan disini adalah bahwa kepuasan pelanggan merupakan strategi yang dapat dipadukan untuk meraih dan meningkatkan kepuasan pelanggan, diantaranya menurut Fandy, (2008: 128): 1. Relationship Marketing
Dalam strategi ini, hubungan transaksi antara penyedia jasa dan pelanggan berkelanjutan, tidak berakhir setelah penjualan selesai. Dengan kata lain, dijalin suatu kemitraan jangka panjang dengan pelanggan secara terus menerus sehingga diharapkan dapat menjadi bisnis ulangan (repeat business). Salah satu faktor yang dibutuhkan untuk mengembangkan relationship marketing adalah dibentuknya customer database, yaitu tidak hanya daftar nama pelanggan yang perlu dibina, tetapi juga mencakup halhal penting lainnya, misalnya frekuensi dari jumlah pembelian, preferensi, dan lain sebagainya. 2. Superior Customer Service Meningkatkan
kepuasan
pelanggan,
perusahaan
jasa
dapat
mengembangkan augmented service terhadap core service-nya, misalnya dengan merancang garansi tertentu atau dengan memberikan pelayanan penjualan yang baik. Pelayanan purnajual ini harus pula menyediakan media yang efisien dan efektif untuk menangani keluhan. 3. Unconditional
Guarantees/Extraordinary
Guarantees
Strategi
unconditional guarantees Berintikan komitmen untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan, yang pada gilirannya akan menjadi sumber dinamis penyempurnaan kualitas jasa dan kinerja perusahaan. Selain itu, juga akan meningkatkan motivasi para karyawan mencapai tingkat kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Garansi atau jaminan istimewa/mutlak ini dirancang untuk meringankan kerugian pelanggan, dalam hal pelanggan tidak puas dengan suatu produk/jasa yang telah dibayarnya. 4. Penanganan Keluhan Pelanggan Penanganan keluhan yang baik memberikan peluang untuk mengubah seorang pelanggan yang tidak puas menjadi pelanggan yang puas (atau bahkan pelanggan ‘abadi’). Manfaat lainnya adalah sebagai berikut Mudie dan Cottam (Fandy, 2008: 130):
- Penyedia jasa memperoleh kesempatan lagi untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan yang kecewa. - Penyedia jasa bisa terhindar dari pubListas negatif. - Penyedia jasa akan mengetahui aspek-aspek yang perlu dibenahi dalam pelayanan saat ini. - Penyedia jasa akan mengetahui sumber masalah operasinya. - Karyawan dapat termotivasi untuk memberikan pelayanan yang berkualitas lebih baik. 2.2
Penelitian Terdahulu Penelitian ini juga mengambil beberapa jurnal yang terkait dengan
experiential marketing, store atmosphere, dan kepuasan pelanggan yang digunakan sebagai referensi. Hasil penelitian dari beberapa jurnal tersebut diantaranya: 1. Akiko Natasha, Debrina Dwi Kristanti, Judul : Analisa Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Kepuasan Konsumen Di Modern Cafe Surabaya. Tujuan dari peneltian ini adalah melihat pengaruh experiential marketing secara signifikan terhadap kepuasan konsumen di J.Co Donuts & Coffee dan Starbucks Coffee serta untuk membuktikan bahwa sense experience merupakan variabel yang paling dominan yang mempengaruhi kepuasan konsumen di J.Co Donuts & Coffee dan Starbucks Coffee. Hasil penelitian menunjukan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi experiential marketing mempunyai pengaruh positif terhadap kepuasan konsumen dalam melakukan transaksi di J.Co Donuts & Coffee atau Starbucks Coffee. Hal ini didasarkan dari hasil uji F dimana demikian F hitung > F tabel (29.18 > 2.287). Selain itu variabel independen yaitu experiential marketing yang secara parsial memiliki pengaruh yang paling dominan terhadap variabel dependen yaitu kepuasan konsumen adalah variabel relate experience. Hal ini didasarkan dari hasil uji t hitung > t
tabel yaitu 9.542 > 1.657. Pada hipotesa penelitian, penulis mengatakan bahwa variabel sense experience merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi kepuasan konsumen, namun pada pengolahan data diperoleh hasil variabel relate experience yang paling dominan. Hal ini disebabkan responden merasa puas bukan hanya melalui produk yang dimiliki oleh J.Co Donuts & Coffee dan Starbucks Coffee namun lebih disebabkan adanya penggunaan media elektronik dan media massa yang mudah diakses sehingga lebih mempengaruhi tingkat kepuasan konsumen. 2. Lia Wita Kumala, Zainul Arifin, dan Sunarti, Judul : Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Kepuasan Pelanggan (Survei pada Pelanggan KFC Warga JL. Jendral Basuki Rachmad RW. 02 Kelurahan Kauman Kecamatan Klojen Kota Malang). Tujuan dari peneltian ini adalah yang pertama untuk menganalisis variabel experiential marketing yang terdiri dari communications, visual identity, product presence, co-branding, spatial environment, web sites, people dan act berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan secara bersama-sama, selain itu yang kedua untuk menganalisis variabel experiential marketing berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan secara parsial. Terakhir untuk menganalisis variabel experiential marketing yaitu people merupakan variabel yang dominan pengaruhnya terhadap kepuasan pelanggan. Hasil penelitian dapat diketahui bahwa variabel Communications, Visual Identity, Product Presence, Co-Branding, Spatial Environment, Web sites, People dan Act berpengaruh secara bersama-sama terhadap Kepuasan Pelanggan dengan nilai F hitung sebesar 94,638 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (P < 0,05). Hasil kedua dari hasil analisis secara parsial diketahui bahwa variabel Communications nilai sig. t sebesar 0,003, Visual Identity nilai sig. t sebesar 0,000, Product Presence nilai sig. t sebesar 0,006, Co-Branding nilai sig. t sebesar 0,004, Spatial Environment nilai sig. t sebesar 0,044, Web sites nilai sig. t sebesar 0,022, People nilai sig. t sebesar0,000 dan Act nilai sig. t sebesar 0,000, dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 (P < 0,05). sehingga variabel
Communications, Visual Identity, Product Presence, Co-Branding, Spatial Environment, Web sites, People dan Act berpengaruh signifikan terhadap Kepuasan Pelanggan. Hasil terakhir menunjukan variabel People merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap Kepuasan Pelanggan dengan nilai thitung tertinggi yaitu sebesar 5,267 dan Sig. t terendah yaitu sebesar 0,000. 3. Andri Achmad Tahir (2011), Judul : Pengaruh Pelaksanaan Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen Di Lisung Resto. Tujuan dari peneltian ini adalah untuk menganalisis pelaksanaan store atmosphere, keputusan konsumen untuk dating ke Lisung Resto, serta seberapa besar pengaruh store atmosphere yang dilakukan oleh Lisung Resto terhadap tingkat kepuasan konsumen. Hasil penelitian menunjukan bahwa, Lisung Resto telah melakukan dengan baik pelaksanaan store atmosphere, terutama pada variable exterior dimana indicator phsycal exterior telah memberikan kesan terbesar, hasil lainnya menunjukan tanggapan konsumen atas pelaksanaan store atmosphere dikatakan baik dengan rata-rata menyatakan setuju. Dimana nilai rata-rata dari keseluruhan pernyataan adalah sebesar 3,47 dan berada pada interval 3,40 - 3,19. Sedangkan dari kepuasan konsumen mendapatkan hasil 3,80 dan berada pada interval 3,40 – 3,19 menyatakan setuju. Berdasarkan perhitungan statistic uji t, ternyata t hitung = 17,39 lebih besar pada t table 1,6663, maka H1 diterima dan H0 ditolak. Ini berarti terdapat hubungan positif anatara store atmosphere terhadap kepuasan konsumen di Lisung Resto, dapat diterima. 4. Shinta Suciyati (2012), Judul : Pengaruh Pelaksanaan Store Atmosphere Terhadap Kepuasan Konsumen Pada Rooftop Resto & Café Bandung. Tujuan dari peneltian ini adalah untuk mengetahui tanggapan responden mengenai store atmosphere, kepuasan konsumen, dan seberapa besar pengaruh store atmosphere terhadap tingkat kepuasan konsumen di Rooftop Resto & Café Bandung.
Hasil penelitian menunjukan bahwa, tanggapan kosumen terhadap store atmosphere berada pada kategori baik dengan nilai rata-rata 3,94 pada interval 3,40 – 4,19. Sedangkan tanggapan kosumen terhadap kepuasan konsumen dengan nilai rata-rata 4,02 pada interval 3,40 – 4,19 ini menunjukan konsumen puas dengan kualitas pelayanannya. Hasil terakhir adalah untuk pengaruh store atmosphere terhadap kepuasan konsumen berdasarkan perhitungan kolerasi Rank Spearman diperoleh nilai rs 0,750. Karena nilai rs berada pada 0,600 – 0,799 maka dikatakan kuat. Dari perhitungan uji t, bahwa t hitung = 12,575 lebih besar dari t table = 1,645 ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima, maka dapat disimpulkan nbahwapengaruh positif antara store atmosphere terhadap kepuasan konsumen sangat kuat. 2.3
Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran penelitian ini, terdapat dua variabel bebas
(independent), yaitu experiential marketing (X1) dan store atmosphere (X2) sedangkan variabel terikat (dependent) terdapat satu variabel terikat, yaitu kepuasan pelanggan (Y). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh experiential marketing dan store atmosphere terhadap kepuasan pelanggan Chingu Korean Fan Café Bandung. 2.3.1
Hubungan Experiential Marketing terhadap Kepuasan Pelanggan Pengalaman positif yang dihasilkan pelanggan mampu menjadi salah satu
keunggulan bersaing bagi perusahaan. Sejalan dengan Schmitt (1999), mengemukakan bahwa experiential marketing akan membuat perusahaan tersebut sulit untuk ditandingi serta memiliki daur hidup yang lebih panjang. Melalui penerapan experiential marketing mampu membuat suatu produk menjadi produk berlevel premium. Experiential marketing yang mempunyai beberapa elemen seperti Sense, Feel, Think, Act, dan Relate (Schmitt, 1999), membuat perusahaan tidak hanya sekedar menjual produk atau jasa, tetapi juga menawarkan pengalaman yang tak
terlupakan. Pengalaman mengkonsumsi produk atau jasa itu sendiri juga merupakan suatu nilai tersendiri bagi konsumennya. Persepsi nilai terhadap pengalaman dapat diperoleh dari interaksi antara pemakaian langsung ataupun apresiasi terhadap barang dan jasa. Persepsi tersebut akan memacu timbulnya suatu perasaan puas dan ingin mengulangi pengalaman yang didapat, inilah yang sekarang banyak diterapkan oleh pemasar untuk menghadapi ketatnya persaingan dimana banyak sekali produk sejenis dengan hanya sedikit perbedaan spesifikasi satu sama lain. Tanpa disadari konsumen yang puas akan bercerita pada orang lain mengenai kepuasannya, dan inilah yang diharapkan perusahaan agar konsumen tidak menjadi ”musuh” dan menghukum perusahaan dengan beralih pada perusahaan lain. Perusahaan harus bisa memuaskan konsumen selain untuk menghindari keluhan konsumen yang diceritakan (devil advocate), tujuan lain yang tak kalah penting adalah menjadikan konsumen sebagai pemasar gratis melalui mulut ke mulut. Lebih jauh hal tersebut ditegaskan bahwa kepuasan terkait dengan pengalaman sebelumnya yang dapat menjadi ukuran untuk melakukan purchase intentions. Sebagaimana Zeithaml dan Bitner (1996), bahwa kepuasan pelanggan merupakan evaluasi spesifik terhadap keseluruhan pelayanan yang diberikan, dimana pengukuran atau respon pelanggan dilakukan secara langsung atas pelayanan yang telah diberikan pemberi jasa, sehingga kepuasan pelanggan hanya dapat dinilai berdasarkan pengalaman yang pernah dialami saat proses pemberian pelayanan. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa experiential marketing akan saling mempengaruhi satu sama lain dengan kepuasan pelanggan. Hal ini sesuai dengan pendapat Garbarino & Johnson (1999,10) kepuasan secara keseluruhan berdasarkan pembelian dan pengalaman mengkonsumsi barang dan jasa. 2.3.2
Hubungan Store Atmosphere terhadap Kepuasan Pelanggan Store atmosphere merupakan salah satu stimulus penting dari retailing mix
yang mampu mempengaruhi
kepuasan, karena
konsumen tidak hanya
memberiakan respon terhadap produk yang tersedia, tetapi juga pada suasana toko yang di ciptakan pada saat melakukan kegiatan berbelanja. Perilaku belanja adalah perilaku yang membutuhkan suasana hati yang menyenangkan, semakin bisa membuat suasana toko yang menggairahkan dengan tata letak, warna toko hingga alunan musik, semakin bisa menarik pengunjung untuk bertransaksi (Taufik Amir, 2005:26). Suasana toko akan menciptakan berbagai dimensi untuk menggambarkan visual (warna, kecerahan, ukuran, bentuk), pendengaran (pitch, volume), penciuman (aroma, kesegaran), da perasa (kelembutan, kehalusan, suhu) dimensi dari toko yang dapat mempengaruhi probabilitas membeli konsumen. Maka dari itu store atmosphere berpengaruh terhadap kepuasan konsumen sesuai dengan pernyataan Bloemer dan Schroder (2002). Selain itu Terblance dan Boshoff (2006) menyatakan bahwa mengkaji hubungan berbagai dimensi store image dengan kepuasan konsumen juga mengemukakan hal menarik. Pada penelitian ini mereka membagi store image menjadi beberapa bagian yaitu variabel merchandise dan variabel store environment. Mempunyai hubungan yang positif. Faktor-faktor yang mendukung untuk memperoleh kepuasan konsumen adalah memberikan apa yang dituntut olek konsumen, yang dapat diberikan melalui service quality yang baik, interaksi antar konsumen (customer to customer interaction) serta suasana toko yang mendukung (store atmosphere) selama memenuhi kebutuhannya. Menurut Cronin et al. (2000, dalam Sugihartono, 2009: 20), mengatakan bahwa service quality memberikan pengaruh positif dengan mendorong konsumen untuk kembali berbelanja pada toko dan juga menginformasikan hal-hal yang positif kepada orang lain mengenai toko tersebut. Menurut Briliana (2010: 109), customer to customer interaction terjadi pada saat konsumen bersama dengan konsumen lain menggunakan manfaat dari produk atau jasa yang ditawarkan. Konsumen akan saling berbagi pengalaman masing-masing dan mencari apa yang diinginkan dengan memilih produk atau jasa yang sesuai dari informasi yang diperoleh sebagai hasil interaksi yang terjadi. Kemudian, dari itu akan timbul
suatu kepuasan baik dari perolehan informasi yang berguna bagi diri konsumen ataupun informasi pengalaman dari hasil penggunaan produk atau jasa yang akan diperoleh. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa store atmosphere memiliki hubungan yang kuat dengan kepuasan pelanggan.
Berdasarkan teori-teori yang diuraikan tersebut, maka dapat disusun kerangka pemikiran dan paradigma penelitian dalam penelitian ini yang tersaji dalam gambar berikut: Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Manajemen Pemasaran
Bauran Pemasaran
Jasa
Sense
Exterior
Café Feel
Think
General Interior Experiential Marketing (X1)
Store Atmosphere (X2)
Interior Display
Act Relate
Store Layout
Kepuasan Pelanggan (Y)
Berdasarkan uraian pada kerangka pemikiran penelitian diatas, maka paradigma dari pengaruh experiential marketing dan store atmosphere terhadap kepuasan pelanggan Chingu Korean Fan Café Bandung dapat diungkapkan seperti gambar berikut ini : Gambar 2.2 Paradigma Penelitian Experiential Marketing (X1)
Sense Feel Think Act Relate Kepuasan Pelanggan (Y)
Experiential Marketing (X1) Exterior General Interior Store Layout Interior Display
2.4
Hipotesis Penelitian Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut: 1.
Experiential marketing telah dilakukan oleh Chingu Korean Fan Café Bandung, dan store atmosphere telah diterapkan pada Chingu Korean Fan Café Bandung, sehingga tercapai kepuasan pelanggan yang diharapkan.
2.
Ho1: Experiential marketing tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Chingu Korean Fan Café Bandung. Ha1: Experiential marketing berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Chingu Korean Fan Café Bandung.
3.
Ho2: Store atmosphere tidak berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Chingu Korean Fan Café Bandung. Ha2: Store atmosphere berpengaruh terhadap kepuasan pelanggan Chingu Korean Fan Café Bandung.