BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Remaja 1. Pengertian Remaja Penggunaann istilah untuk menyebutkan masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa, ada yang memberi istilah: puberty (Inggris), puberteit (Belanda), pubertas (Latin), yang berarti kedewasaan yang dilandasi oleh sifat atau tanda kelaki-lakian. Adapula yang menggunakan istilah adulescention (Latin) yaitu masa muda. Istilah adolescence seperti diungkapkan diatas , mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental,sosial,emosional dan fisik. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa (Rumini, 2004). Pedoman umum remaja di Indonesia menggunakan batasan usia antara 11-24 tahun dan belum menikah (Soetjiningsih,
2004).
Adolescence
artinya
berangsur-angsur
menuju
kematangan secara fisik, akal, kejiwaan dan sosial serta emosional. Remaja merupakan masa transisisi antara masa kanak-kanak dan masa remaja yang sering kali remaja dihadapkan pada situasi yang membingungkan, disatu pihak remaja harus bertingkah laku seperti orang dewasa dan disisi lain remaja belum bisa dikatakan dewasa (Purwanto, 1998). Berdasarkan beberapa pengertian remaja yang telah dikemukakan para ahli, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang sedang berada pada masa peralihan dari masa anak-anak menuju masa dewasa dan ditandai dengan perkembangan yang sangat cepat dari aspek fisik, psikis dan sosial. 2. Batasan Usia Remaja Batasan remaja yang ada selama ini bervariasai dan selalu mengacu pada usia kronologis. Pada tahun 1970-an, organisasi kesehatan dunia (WHO) menetapkan bahwa batas usia remaja adalah 10-19 tahun, tetapi pada tahun 1980-an batasan itu kemudian bergeser menjadi 10-24 tahun 7
8
karena situasi yang berbeda. Pandangan umum di Indonesia tentang remaja adalah individu yang berusia antara 11-24 tahun (Pallupi dan Ulliya,2008). Menurut Gilmer (dalam Rumini, 2004) menyebutkan bahwa masa remaja dibagi menjadi tiga batasan usia yaitu: preadolesen (10-13 tahun), adolesen awal (13-17 tahun), adolescence akhir (18-21 tahun). Sedangkan Hurlock (dalam Rumini, 2004) menggunakan istilah puber namun menjelaskkan bahwa puber adalah periode tumpang tindih, karena mencakup tahun-tahun akhir masa kanak-kanak dan tahun-tahun awal masa remaja. Pembagianya sebagai berikut yaitu: tahap prapuber untuk wanita (11-13 tahun); pria (14-16 tahun), tahap puber untuk wanita (13-17 tahun);dan pria (14-17 tahun 6 bulan), tahap pasca puber untuk wanita (17-21 tahun);dan pria (17 tahun 6 bualn -21 tahun). Menurut Ny. Y. Singgih D. Gunarso dan Singgih D. Gunarso (dalam Rumini, 2004) disebutkan di Indonesia baik istilah pubertas maupun adolesensia dipakai dalam arti umum. Selanjutnya ditegaskan akan dipakai istilah remaja, tinjauan psikologis yang dituju pada seluruh proses perkembangan remaja dengan batas usia 12-22 tahun.maka selanjutnya dari perkembangan batasan usia remaja dapat disimpulkan sebagai berikut: a. Masa remaja kurun waktunya sekitar 11-13 tahun bagi wanita dan pada pria sekitar 12-14 tahun. b. Masa remaja awal sekitar 13-17 tahun bagi wanita dan bagi pria 14-17 tahun 6 bulan. c. Masa remaja akhir sekitar 17-21 tahun bagi wanita dan bagi pria 17 tahun 6 bulan sampai dengan 22 tahun. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masa remaja sebagai masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan memasuki masa dewasa. Semua aspek perkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung antara umur 12–21 tahun, dengan pembagian usia 12-15
9
tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18- 21 tahun adalah masa remaja akhir. 3. Ciri-Ciri Masa Remaja. a. Masa remaja sebagai periode peralihan yaitu peralihan dari masa kanak-kanak ke peralihan masa dewasa. b. Masa remaja sebagai periode perubahan yaitu perubahan sikap dan perilaku sejajar dengan perubahan fisik. Ketika perubahan fisik terjadi dengan pesat, perubahan perilaku dan sikap juga berlangsung cepat. Ada 5 perubahan pada masa remaja yaitu: 1) Meningginya emosi yang intensitasnya bergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. 2) Perubahan-perubahan membuat
remaja
yang
tidak
menyertai
yakin
kematangan
akan dirinya,
seksual
kemampuan-
kemampuanya serta minatnya. 3) Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh lingkungan menimbulkan masalah baru bagi remaja. 4) Perubahan dalam minat dan perilaku disertai pula perubahan dalam nilai-nilai. 5) Sebagian remaja bersikap ambivalen terhadap setiap perubahan. Mereka ingin dan menuntut kebebasan tetapi sering takut bertanggungjawab akan akibatnya dan tidak yakin dengan kemampuanya untuk memikul tanggungjawab tersebut. c. Masa remaja sebagai usia bermasalah yaitu masalah remaja sering sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun perempuan. Hal ini disebabkan oleh pada masa kanak-kanak masalahnya sebagian besar diselesaikan oleh orangtua atau guru sehingga remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalahnya. Dan remaja merasa mandiri sehingga ingin mengatasi masalahnya sendiri dan menolak bantuan orangtua dan guru. d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas yaitu pada tahun-tahun awal masa remaja, penyesuaian diri dengan kelompok masih penting,
10
kemudian lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-temanya dalam segala hal. e. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan, karena masalah penyesuaian diri dengan situasi dirinya yang baru, karena setiap perubahan membutuhkan penyesuaian diri. f. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa yaitu ciri-ciri kejiwaan remaja, tidak stabil, keadaan emosinya goncang, mudah condong kepada hal-hal yang ekstrim, sering terdorong, bersemangat , peka, mudah tersinggung dan perhatianya terpusat pada dirinya. Remaja mulai bertindak dan berperilaku seperti orang dewasa, yaitu dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan, dan terlibat dalam perbuatan seks (Soeparwoto,2006).
B. Perilaku 1. Pengertian Perilaku dari pandangan Biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (mahluk hidup) yang bersangkutan . Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua mahluk hidup mulai dari tumbuhtumbuhan, binatang sampai manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang dimaksud dengan perilaku manusia, pada hakikatnya adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya (Notoadmojo, 2003) Perilaku dalam pandangan behavioristik mengatakan bahwa perilaku sebagai respon terhadap stimulus akan sangat ditentukan oleh keadaan stimulusnya dan individu atau organisme seakan-akan tidak mempunyai kemampuan untuk menentukan perilakunya ,hubungan stimulus dan respon seakan-akan bersifat mekanistik.Perilaku dalam pandangan kognitif yaitu perilaku individu merupakan respon dari stimulus, namun
11
dalam diri individu itu ada kemampuan untuk menentukan perilaku yang diambilnya (Zein dan Suryan, 2005). Skiner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa Perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulasi terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespon, maka teori skinner ini disebut teori “ S-O-R ” atau Stimulus - OrganismeRespon. (Notoadmojo, 2003). Perilaku adalah tindakan atau perbuatan dari suatu organisme yang dapat diamati, bahkan dapat dipelajari perilaku merupakan hasil hubungan antara stimulus dan respon (Mubarak, 2009). Perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. (Robert Kwick,1974 dalam Notoadmojo, 2003). Perilaku tidak sama dengan sikap, sikap adalah hanya sesuatu yang lebih cenderung untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk senang atau tidak senang pada objek tersebut ( Notoadmojo, 2003). Menurut Ensiklopedia Amerika, perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi organisme terhadap lingkunganya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni disebut rangsangan. Dengan demikian , maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu. (Notoadmojo, 2003) Perilaku manusia berasal dari dorongan yang ada dalam diri manusia, sedangkan dorongan merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam diri manusia. Karakteristik perilaku ada yang terbuka dan ada yang tertutup yaitu Perilaku terbuka adalah perilaku yang dapat diketahui oleh orang lain tanpa menggunakan alat bantu, sedangkan perilaku tertutup
adalah
perilaku
yang
hanya
dapat
dimengerti
dengan
menggunakan alat atau metode tertentu misalnya berfikir, sedih, berkhayal, bermimpi, takut (Purwanto, 1998).
12
Perilaku adalah sesuatu yang dilakukan individu satu dengan individu lain dan sesuatu itu bersifat nyata, tidak seperti pikiran atau perasaan. Perilaku merupakan sesuatu yang dapat diobservasi, direkam maupun dipelajari. Selain itu perilaku juga dapat disebut aktivitas dan diartikan dalam pengertian yang luas yaitu perilaku yang terbuka (Overt Behavior) dan perilaku yang tertutup (Innert Behavior). Aktivitas – aktivitas tersebut merupakan aktivitas – aktivitas motoris, aktivitas emosional, dan aktivitas kognitif (Notoadmojo, 2003). Perilaku atau perbuatan manusia tidak terjadi secara sporadic (timbul dan hilang saat-saat tertentu), tetapi selalu ada kelangsungan kontinuitas antara satu perbuatan dengan perbuatan berikutnya. Perilaku manusia tidak pernah berhenti pada suatu saat. Perbuatan yang dulu merupakan persiapan perbuatan yang kemudian dan perbuatan yang kemudian merupakan kelanjutan perbuatan sebelumnya (Purwanto, 1998). Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwa manusia berperilaku karena dituntut oleh dorongan dari dalam sedangkan dorongan merupakan suatu usaha untuk memenuhi kebutuhan yang harus terpuaskan. Jadi perilaku timbul karena dorongan dalam rangka pemenuhan kebutuhan. 2. Jenis Perilaku Menurut Branca 1994 dalam Walgito jenis perilaku dibagi menjadi dua yaitu: a. Perilaku Reflektif Perilaku Reflektif merupakan perilaku yang terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang diterima oleh individu tidak sampai ke pusat susunan saraf atau otak, tapi langsung timbul begitu menerima stimulus. Dengan kata lain, begitu stimulus diterima oleh reseptor respon timbul melalui afektor tanpa melalui pusat kesadaran atau otak (Walgito, 2004).
13
b. Perilaku Non – Reflektif Perilaku Non–Reflektif merupakan perilaku yang dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak. Setelah stimulus diterima oleh reseptor akan diteruskan ke otak dan terjadi respon melalui afektor. Proses yang terjadi dalam otak atau pusat kesadaran ini disebut sebagai proses psikologi. Perilaku atau aktivitas atas dasar psikologis disebut sebagai aktivitas psikologi atau perilaku psikologis (Branca, 1994 dalam Walgito). 3. Prosedur Pembentukan Perilaku Perilaku manusia sebagian besar berupa perilaku yang dibentuk , perilaku yang dipelajari,berkaitan dengan hal tersebut, maka salah satu personal ialah bagaimana cara membentuk perilaku itu sesuai dengan yang diharapkan. a.
Cara Pembentukan Perilaku dengan Kondisioning Kebisaaan. Menurut Yetty,Z & Suryani,E (2005) salah satu cara pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning atau kebisaaan, dengan cara membisaakan diri untuk berperilaku seperti yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut. Misalnya kebisaaan mengosok gigi sebelum tidur, dibisaakan bangun pagi. Cara ini didasarkan atas teori belajar kondisioning baik yang dikemukakan oleh paul maupun Thorndike dan Skinner. Walaupun antara Pavlov maupun Thorndike dan Skinner terdapatpendapat yang tidak 100% sama,namun para ahli tersebut mempunyai dasar pandangan yang tidak jauh berbeda satu dengan yang lainya. Kondisioning Pavlov dikenal dengan kondisionoing klasik, sedangkan Thorndike dan Skinner dikenal sebagai kondisioning operan. Seperti yang telah dipaparkan didepan atas dasar pandangan ini untuk pembentukan perilaku dikesankan dengan kondisioning atau kebisaaan.
b.
Pembentukan Perilaku dengan Pengertian (Insight) Disamping pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebisaaan. Pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian
14
atau insight. Contoh datang kuliah jangan sampai terlambat karena hal tersebut mengganggu teman-teman yang lain. Cara ini berdasarkan atas teori kognitif yaitu belajar dengan disertai pengertian . bila dalam exsperimen Thorndike dalam belajar yang penting adalah soal latihan, maka dalam eksperimen Kohler dalam belajar yang penting adalah pengertian atau insight. c.
Pembentukan Perilaku dengan Model Disamping dengan cara-cara pembentukan perilaku masih dapat ditempuh dengan menggunakan model atau contoh. Kalau orang bicara bahwa orangtua sebagai contoh anak-anaknya, pemimpin sebagai
panutan
yang
dipimpinya,
hal
tersebut
menunjukan
pembentukan perilaku dengan menggunakan model. Pemimpin dijadikan model atau contoh oleh yang dipimpinya. 4. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku (Lawrence Green, 1980 dalam Mubarak, 2006) a. Faktor Predisposisi (predispisising factors) Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu perilaku. b. Faktor Pendukung (enabling factors) Semua karakter lingkungan dan semua sumber daya atau fasilitas yang mendukung atau memungkinkan terjadinya suatu perilaku. c. Faktor Pendorong (reinforcing factors) Faktor yang memperkuat terjadinya perilaku antara lain tokoh masyarakat, teman atau kelompok sebaya, peraturan, undang-undang, surat keputusan dari para pejabat pemerintahan daerah atau pusat. 5. Alasan pokok yang menyebabkan seseorang berperilaku atau tidak berperilaku ( WHO,2000 dalam Anies,2006) a. Pemikiran dan perasaan ( thoughts and feeling), dalam bentuk pengetahuaan , persepsi, sikap, kepercayaan,dan penilaian seseorang terhadap objek kesehataan.
15
b. Adanya anjuran atau larangan dari orang penting atau kelompok referensi. c. Adanya sumber daya, yang mencakup, uang, waktu, tenaga. d. Kebudayaan, yang berupa perilaku normal, kebisaaan, niali-nilai dan penggunaan
sumber-sumber
didalam
masyarakat
yang
akan
menghasilkan pola hidup ( way of life ).
C. Perilaku Seksual 1. Pengertian Perilaku Seksual Perilaku seksual terdiri dari tiga buah kata yang memiliki pengertian yang sangat berbeda satu sama lainya. Perilaku dapat diartikan sebagai respon organisme atau respon seseorang terhadap stimulus (rangsangan) yang ada (Notoadmojo, 1993 dalam Notoadmojo, 2007). Sedangkan seksual adalah rangsangan-rangsangan atau dorongan yang timbul berhubungan dengan seks. Jadi perilaku seksual adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang berhubungan dengan dorongan seksual yang datang baik pada dirinya maupun dari luar dirinya (Notoadmojo, 2007). Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis (Sarwono, 2005). Perilaku seksual pranikah adalah suatu keintiman seksual atau perilaku seksual yang bisa ditimbulkan karena adanya suatu perasaan aman (feelint of security) bersama pacar selama masa pacaran dan berkencan yang bisaa disebut dengan istilah “going steady” yang bisaa diartikan sebagai pasangan tetap (Palupi dan Ulliya, 2008) .
2. Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual Bentuk-bentuk perilaku seksual adalah seperti berpegangan tangan atau meremas, jari-jari tangan, berciuman, berpelukan, memegang payudara, memegang penis atau vagina, atau berhubungan seksual (Santrock,2001 dalam Dariyo, 2003).
16
Perilaku seksual pranikah remaja di Indonesia terjadi melalui beberapa tahapan yaitu mulai dari menunjukan perhatian pada lawan jenis, mengobrol, berpegangan tangan, berangkulan, berpelukan, berciuman pipi, berciuman bibir, meraba dada, meraba alat kelamin, petting, oral seks hingga sex intercourse (Palupi dan Ulliya, 2008). Perilaku seksual dapat dilakukan melalui berbagai cara mulai dari berfantasi, berpegangan tangan, ciuman kering, ciuman basah, meraba, berpelukan, petting dan sex intercourse (Masland, 2004). a. Berfantasi Berfantasi merupakan perilaku seksual yang dilakukan dengan cara membayangkan atau mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme. Aktivitas seksual ini bisa berlanjut pada kegiatan selanjutnya seperti: masturbasi dan berciuman (Masland, 2004) b. Berpegangan tangan Aktivitas seksual ini memang tidak terlalu menimbulkan rangsangan yang kuat namun bisaanya muncul kegiatan mencoba aktivitas seksual lainya hingga kepuasan seksual dapat tercapai ( Masland, 2004) c. Ciuman kering Ciuman kering yaitu aktivitas seksual berupa sentuhan pipi, pipi dengan bibir. Perilaku ini mengakibatkan imajinasi/ fantasi seksual menjadi berkembang dan
bisa
menimbulkan
kegiatan
untuk
melakukan bentuk aktivitas seksual lainya yang lebih dapat dinikmati (Masland, 2004) d. Ciuman basah Ciuman basah adalah aktivitas seks berupa sentuhan bibir dengan bibir . perilaku ini dapat menimbulkan sensasi seksual kuat dan membangkitkan dorongan seksual hingga tak terkendali (Masland, 2004).
17
e. Meraba Yaitu kegiatan meraba bagian-bagian sensitive rangsangan seksual seperti payudara, leher, paha atas, alat kelamin, dan pantat. Perilaku ini berakibat pelaku dapat terangsang secara seksual hingga melemah kontrol diri dan akal sehat sehingga bisa melakukan aktivitas seksual berikutnya. Perilaku ini dapat berkembang ke perilaku berikutnya yaitu berpelukan
yang dapat menimbulkan rangsangan seksual
terutama jika mengenai daerak erogenous. Daerah erogenous merupakan sensor sentuhan dan tekananyang jika disentuh dapat menyebabkan keebangkitan seksual misalnya, alat kelamin, bibir, pangkal paha (laki-laki), leher (leher), dimana daerah ini bersifat individual (Masland, 2004) f. Petting Merupakan keseluruhan aktivitas, non intercourse (menempelkan alat kelamin). Ini juga termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada, payudara, dan kadang-kadang daerah kemaluan entah dilur atau didalam pakaian. Perilaku ini menimbulkan ketagihan, bahkan kehamilan karena pada laki-laki cairan pertama yang keluar sudah mengandung sperma (dalam kadar terbatas). Selain itu meski ejakualasi diluar, cairan vagina dapat menjadi medium yang membantu memasukan sperma masuk kedalam vagina (Masland, 2004). g.
Intercourse. Bentuk perilaku seksual yang terakhir intercourse yaitu aktivitas seks dengan memasukan alat kelamin laki-laki kedalam kelamin wanita. Perilaku ini dapat menimbulkan ketagihan, kerhamilan, terkena PMS, aborsi, kematian, kemandulan,merusak masa depan, dan menggangu fungsi seksual seperti impotensi, ejakulasi dini (Masland, 2004). Perilaku seksual pada remaja ini pada akhirnya dapat mengakibatkan berbagai dampak yang merugikan remaja itu sendiri.
18
3. Siklus reaksi seksual. Karena adanya reaksi seksual, tubuh akan mengalami reaksi seksual yang disebut Siklus Reaksi Seksual. Siklus tersebut tidak hanya terjadi pada organ kelamin saja tetapi juga pada bagian tubuh lainya. Bahkan, secara psikis juga terjadi perubahan (Sarwono, 2005). Siklus Reaksi Seksual dibagi dalam Empat Fase, yaitu: 1) Fase rangsangan (excitement phase) Pada fase rangsangan korpus uterus akan mengalami fenomena fibrilasi, yaitu gerakan-gerakan tidak teratur dan cepat. Pade fase akhir rangsangan uterus termasuk serviks akan tertarik keatas. Akibatnya terjadi pelebaran yang hebat pada 2/3 vagina bagian dalam. 2) Fase datar (plateau phase) Pada fase datar, uterus naik ke rongga perut bagian bawah. Gerakan fibrilasi makin intensif. Bendungan darah vena menimbulkan pembesaran uterus secara temporer. 3) Fase orgasme (orgasm phase) Pada fase orgasme, uterus mengalami kontraksi yang dimulai dari bagian fundus lalu turun dan berakhir di serviks. 4) Fase resolusi (resolution phase) Pada fase resolusi, uterus kembali ke posisi normal. Bendungan darah lenyap dan uterus kembali ke ukuran semula.
D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
perilaku
seksual
menurut
Sarwono,2003 (dalam Kurniawati, 2009) adalah adanya perubahan hormone, penundaan usia perkawinan, norma-norma yang ada di masyarakat, penyebaran informasi melalui media massa, tabu larangan dan pergaulan bebas. a. Perubahan Hormonal, yaitu terjadi perubahan seperti peningkatan hormone testosterone pada laki-laki dan esterogen pada perempuan, dapat
19
menimbulkan hasrat (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual. b. Penundaan Usia Perkawinan, yaitu merupakan penyaluran hasrat yang tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hokum oleh karena adanya undang-undang yang menetapkan batas usia minimal (sedikitnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria). c. Norma-Norma Dimasyarakat, yaitu norma-norma agama tetap yang berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum nikah, bahkan laranganya berkembang lebih jauh kepada tingkah laku yang lain seperti berciuman dan masturbasi. Remaja yang tidak bisa menahan diri akan terdapat kecenderungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut. Norma budaya dalam
perilaku seksual
pranikah adalah tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. d. Penyebaran Informasi Melalui Media Massa merupakan kecenderungan pelanggaran semakin meningkat oleh karena adanya penyebarabn informasi dan rangsangan seksual melalui media massa, dengan adanya teknologi canggih (video cassette, fotocopy, satelit pallapa, dll) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periodeingin tahu dan ingin mencoba akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa, khususnya karena mereka belum mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orangtuanya. e. Tabu-Larangan, orang tua sendiri baik karena ketidaktahuanya maupun karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, tidak terbuka terhadap anak dengan cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah seksual. f. Pergaualn Bebas, adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat sebagai akibat perkembanganya peran dan pendidikan wanita sebagai kedudukan perempuan makin sejajar dengan laki-laki.
20
Beberapa faktor yang mendorong terjadinya perilaku seksual pada remaja menurut Surbhakti, 2008 adalah: 1. Faktor Ektrinsik a. Pengaruh Lingkungan Pergaulan Lingkungan pergaulan merupakan salah satu penyebab terbesar para remaja jatuh kedalam berbagai persoalan seks. Tetapi tidak semua teman sebaya atau sekelompok (peer groups) memiliki perilaku yang baik. Sebagian diantaranya mungkin mempunyai perilaku yang buruk. Jika seorang remaja bergaul dengan dengan teman-teman sebaya atau sekelompok yang berperilaku buruk, dapat dipastikan akan terpengaruh dan melakukan hal yang buruk juga. Sulit untuk menghindari diri dari perilaku buruk, kecuali jika remaja berani dan siap disisihkan dari komunitasnya. b. Kurangnya Informasi Tentang Seks Kesulitan terbesar yang dialami oleh para orang tua adalah bagaimana menjelaskan perilaku seks dan seksualitas dengan bahasa yang lugas, santun, dan dapat dimengerti oleh para remaja. Sebaliknya kesulitan para remaja adalah bagaiman cara bertanya yang sopan dan pantas terhadap seks dan seksualitas kepada para orang tua. Selama orang tua dan anak belum menemukan pola komunikasi yang cocok, selama itu pula sistem informasi tentang seks mengalami masalah. Minimnya informasi dari orang tua yang dapat dipertanggung jawabkan tentang seks dan seksualitas, dapat mendorong anak dan remaja untuk mencari sendiri informasi diluar rumah. Situasi ini dapat dapat menjadi masalah anak kedalam pemahaman yang keliru tentang seks dan seksualitas. Seharusnya orang tua berperan menjadi sumber informasi yang paling terpercaya tentang seks dan seksualitas. c. Pola Komunikasi Orang tua yang Cenderung Tertutup Ketertutupan sebagian orang tua telah menjadi penghambat utama para remaja memperoleh informasi yang benar tentang seks. Orang tua yang menutup diri terhadap informasi seks dapat menjadi
21
sumber malapetaka bagi anak remajanya karena sikap tertutp membuat mereka binggung dan mencari informasi sendiri diluar rumah. Jika dalam pencarian tersebut mereka menemukan sumber informasi yang tidak bertanggung jawab, dapat dipastikan mereka akan terjerumus kedalam pemahaman yang keliru. Dalam kehidupan sehari-hari, banyak sekali orang tua yang tertutup membicarakan seks dan seksualitas
dengan
anak-anak
remaja
mereka
yang
sedang
membutuhkan informasi yang benar. Seharusnya orang tua dapat bertindak sebagai sumber utama informsi yang paling dapat diandalkan. d. Situasi Lingkungan yang Mendukung Peningkatan perilaku seksual para remaja ke dalam berbagai tindakan penyelewangan seks tidak terlepas dari situasi dan kondisi yang mendukung. e. Lemahnya Pengawasan Orang tua Pengawasaan merupakan aspek penting ketertiban
para
remaja
didalam
untuk menegakan
mengendalikan
perilakunya.
Lemahnya pengawasan orang tua tanpa disadari telah menjadi pendorong kuat jatuhnya anak-anak remaja ke dalam berbagai tindakan seks yang tidak bertanggung jawab. Kehidupan yang banyak dengan kompetisi dan banyaknya keinginan yang akan diraih, baik karena gengsi maupun untuk memuaskan kebutuhan ego, membuat para orang tua sibuk dengan pekerjaan, organisasi dan karier sehingga mengabaikan pendampingan terhadap anak remaja mereka yang sedang mencari identitas diri. Semua ini merupakan sumber masalah yang menyebabkan anak remaja mereka terjerumus ke dalam pergaulan bebas (Surbakti, 2008). 2. Faktor Intrinsik a. Akibat perubahan hormonal. Perubahan hormonal menyebabkan dorongan seksual yang kuat bagi hampir semua remaja. Namun kebanyakan remaja tidak siap
22
menghadapi perubahan hormonal tersebut sehingga sering sekali mendorong mereka melakukan fantasi seks dan masturbasi. Pikiran mereka seringkali dipenuhi oleh implus-implus seks sehingga tidak jarang mengganngu aktivitas mereka. Dalam kondisi seperti itu, sebaiknya para remaja lebih mengutamakan membina pergaulan dan persahabatan
dengan
banyak
teman
ketimbang
berpacaran.
Ketidakmampuan mengendalikan diri sangat berpotensi mendorong remaja terlibat hubungan seks dini yang sangat merugikan remaja tersebut (Surbakti, 2008) b. Dorongan seksual Setiap manusia normal mempunyai dan merasakan adanya dorongan seksual atau yang lebih dikenal dengan gairak seksual. Dorongan seksual adalah suatu bentuk keinginan yang bersifat erotik yang mendorong seseorang untuk melakukan aktivitas seksual sampai kepada hubungan seksual (Sarwono, 2005). Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: 1) Hormon Seks, khususnya Testosterone Seseorang yang mengalami defisiensi hormone testoteron atau mengalami gangguan reseptor terhadap hormone ini, sehingga` dorongan seksualnya akan menurun. 2) Rangsangan Seksual yang Diterima Dorongan seksual akan semakin kuat bila ada rangsangan dari luar, baik fisik maupun psikis. Rangsangan fisik bisaberupa rabaan atau ciuman. Sedangkan rangsangan psikis dapat berupa rangsangan audiovisual seperti suara yang merdu, gambar erotik dan bau parfum. 3) Keadaan Kesehatan Tubuh secara Umum Seseorang dengan gangguan kesehatan , seperti gangguan fungsi hati, dorongan seksualnya akan menurun karena metabolisme hormonya terganggu.
23
4) Faktor Psikososial Kalau terjadi hambatan psikis , misalnya mengalami kekecewaan atau tekanan mental yang berat , dorongan seksualnya sangat mungkin tertekan. Bau badan juga merupakan contoh dari gangguan psikis yang dapat mengganggu dorongan seksual. 5) Pengalaman Seksual Sebelumnya Seseorang yang pengalaman seksual sebelumnya selalu memuaskan, sangat mungkin dorongan seksualnya selalu terasa kuat. Sebaliknya, jika pengalaman seksualnya tidak menyenangkan apalagi menyakitkan maka dorongan seksualnya akan tertekan bahkan hilang sama sekali (Sarwono,2005). Kalau faktor-faktor tersebut mendukung, dorongan seksual akan tetap baik. Sebaliknya bila tidak mendukung , dorongan seksual ini akan menurun bahkan hilang sama sekali.
E. Dampak dari Perilaku Seksual Perilaku seksual pada masa remaja menimbulkan berbagai
dampak
psikologis dan fisiologis yang tidak ringan. Secara garis besar keduanya terlihat sebagai berikut (Surbhakti,2008): 1. Dampak Psikologis Dampak psikologis yang ditimbulkan oleh perilaku seksual adalah gangguan emosional yang hebat, misalnya: a. Kebencian Remaja yang pertama kali melakukan perilaku tersebut dengan pacaranya bisaanya diliputi rasa bersalah karena telah melakukan pelanggaran etika dan moral. Kesadaran tersebut menimbulkan perasaan benci terhadap diri sendiri dan juga terhadap pacar. Timbul perasaan menganggap diri kotor, memalukan, menjijikan, tidak pantas, dan perasaan negative lainya. Seringkali mereka merasa menghindar atau menarik diri (isolasi) karena merasa tidak layakl berada ditengahtengah komunitasnya.
24
b. Penyesalan Perilaku seks terutama hubungan seksual pranikah selalu menimbulkan penyesalan yang mendalam.bagaimanapun, melakukan hubungan seks sebelum waktunya pasti akan menimbulkan perasaan bersalah karena telah melanggar nasihat orangtua, melanggar etika dan moral, serta menghancurkan masa depan. c. Kecewa Salah satu dampak perilaku seksual terutama hubungan seks adalah timbunya kekecewaan terhadap diri sendiri karena tidak mampu mengendalikan dorongan seksual dan tidak bisa mempertahankan kesucian diri. Kecewa pada pacar karena telah menyebabkan kehilangan keperawanan dan kecewa terhadap orangtua karena gagal memberi perlindungan. Pada suatu saat tertentu dapat kecewa terhadap ketiga-tiganya sekaligus. Hal ini wajar, sebab kekecewaan yang disebabkan oleh kekeliruan mengelola dorongan seks sangat berat. d. Marah Hubungan seks dapat menyebabkan kekecewaan yang mendalam sehingga menimbulkan kemarahaan. Beberapa remaja melampiaskan kemarahanya dengan melakukan pembangkangan misalnya tidak mau menaati peraturan hidup, mengabaikan nasihat orang tua, hidup sesuai keinginan sendiri. e. Dendam Perasaan dendam timbul akibat kemarahan berkepanjangan yang tidak menemukan solusinya. Banyak remaja perempuan membiarkan dirinya menjadi objek seksual akibat dendam dan kecewa terhadap pacarnya. Beberapa perempuan mengexspresikan dendam dengan berpura-pura mencintai laki-laki yang mendekatinya, namun segera meninggalkanya begitu dia berhasil menundukan hati laki-laki yang mencintainya tersebut. Cara lain adalah seakan-akan mencintai atau berpacaran dengan beberapa laki-laki sekaligus.
25
f. Stres Bagaimanapun, hubungan seks pranikah pasti menimbulkan penyesalan yang mendalam. Hal ini akan mendorong remaja yang terlanjur melakukanya mengalami stress karena perasaan bersalah melampaui kemampuan untuk memikulnya. g. Depresi Jikalau stres tidak segera ditanggulangi, kemungkinan benar akan berkembang menjadi depresi, misalnya malas menggurus diri, bahkan akan muncul keinginan untuk bunuh diri. 2. Dampak Fisiologis Setelah melihat dampak emosional , remaja yang terlanjur melakukan hubungan seks, juga mengalami masalah dengan fisiologis yang tidakkalah beratnya, yakni: a. Kehilangan Keperawanan Remaja perempuan tampaknya memikul konsekuensi lebih berat daripada laki-laki dalam hal hubungan seks pranikah. Budaya manusia menuntut
kaun
perempuan
harus
bisa
mempertahankan
keperawananya sampai malam pengantin, sedangkan tuntutan yang sama tidak berlaku untuk kaum laki-laki. Banyak rumah tangga mengalami guncangan bahkan perceraian karena pengantin perempuan tidak bisa lagi membuktikan keperawananya pada suaminya. b. Hamil Diluar Nikah Salah satu resiko melakukan hubungan seks adalah hamil diluar nikah. Jika terjadi kehamilan, remaja perempuan harus siap menjadi orang tua pada masa masih sangat muda. c. Menjadi Orang Tua Tunggal Kehamilan menimbulkan risiko menjadi orangtua tunggal bagi remaja perempuan terhadap anak yang dilahirkannya. Apalagi jika laki-laki yang menghamilinya tidak bertanggung jawab, otomatis akan menjadi orangtua tunggal bagi anaaknya. Ini merupakan konsekuensi
26
dan tanggung jawab yang tidak ringan dan memerlukan persiapan mental luar bisaa besar dan sulit. d. Terkena Penyakit Kelamin (IMS) Salah satu resiko melakukan seks bebas yang dilakukan menyebabkan terkena berbagai penyakit kelamin diantaranya adalah syphilis, gonorhea, herpes simplex, dan sebagainya. Salah satu penyebab maraknya penyebaran HIV/AIDS adalah salah satu akibat perilaku seksual yang tidak sehat. e. Pengguguran Kandungan Atau Aborsi. Jikalau hubungan seks yang dilakukan menyebabkan kehamilan, dapat dipastikan bahwa kehamilan tersebut tidak dikendaki. Jalan pintas yang bisa dilakukan adalah menggugurkanya. Banyak remaja yang diam-diam melakukan aborsi, namun pengguguran kandungan mengandung sejumlah resiko fisik yang berat karena bisa berakibat kematian. f. Terkena Kanker Rahim. Para ahli kesehatan mengatakan bahwa wanita yang terlalu muda melakukan hubungan seks atau mengalami kehamilan muda, rentan terhadap gangguan kesehatan terutama kanker rahim dan organ-organ tubuh lainya yang berkaitan dengan fungsi-fungsi reproduksi. g. Terkena HIV/AIDS. Remaja yang melakukan hubungan seks dwengan pasangan yang tidak tepat, sudah pasti merupakan sasaran empuk bagi penyakit HIV/AIDS. Bagaimanapun, pasti sulit mengetahui dan mengendalikan tabiat seksual pasangan yang belum terikat pernikahan. Perilaku gonta ganti pasangan seks berarti mengundang penyakit masuk kedalam tubuh sendiri.
27
F. Fokus Penelitian
Alasan mahasiswa aktivitas seksual
melakukan
Faktor
mahasiswa
pendorong
melakukan aktivitas seksual. Pengetahuan mahasiswa Dampak perilaku seksual Sikap orang tua/ masyarakat terhadap seksual di kost
teman/ aktivitas
Harapan mahasiswa perilaku seksual di kost
terhadap
Gambar 2.1 Skema Fokus Penelitian