BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Manajemen Aset Manajemen aset merupakan suatu bidang keilmuan baru dalam dunia
pendidikan yang muncul dalam upaya pengembangan perencanaan untuk
mengurangi biaya, meningkatkan efisiensi dan menjaga keandalan suatu aset. Manajemen aset berasal dari kata manajemen dan juga aset
Manajemen
sebenarnya adalah bentuk terjemahan dari kata management yang berasal dari bahasa Inggris yang artinya adalah pengelolaan, dan ini berasal dari kata kerja to manage yang artinya menggerakan atau mengatur sekelompok orang untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan. Pengertian tersebut didasarkan pada beberapa pendapat. Menurut John M.Echols dan Hassan Shadily dalam Djumara (2007), Sedangkan definisi manajemen menurut Griffin dalam Robbins (2007) adalah sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran secara efektif dan efisien. Aset itu sendiri berarti sesuatu yang memiliki nilai dapat berupa harta atau kekayaan yang dimiliki oleh individu atau organisasi yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan. Pengertian tersebut didasarkan pada beberapa pendapat. Pengertian aset secara umum adalah barang (thing) atau sesuatu barang (anything) yang mempunyai nilai ekonomi (economic value), nilai komersil (commercial value) atau nilai tukar (exchange value) yang dimiliki oleh badan usaha, instansi atau individu (Siregar, 2004). Aset yang memiliki nilai yang tinggi pada dasarnya dimiliki oleh suatu organisasi pemerintahan Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka penulis menyimpulkan bahwa manajemen aset merupakan suatu ilmu untuk mengelola sumber daya yang mana tahapannya mencakup proses, mulai dari perencanaan, pengadaan, operasi dan pemeliharaan serta penghapusan yang memerlukan pengawasan selama umur penggunaannya. Hal-hal tersebut dilakukan agar membantu mempermudah proses pencapaian tujuan dari suatu individu atau organisasi. 11
2.1.1 Jenis Aset Menurut Hermanto (2009), Aset berdasarkan bentuknya dibagi atas 2
jenis, yaitu aset berwujud (tangible) dan aset tidak berwujud (intangible). Bentuk aset berwujud adalah bangunan, infrastruktur, mesin/peralatan dan fasilitas.
Sedangkan untuk bentuk aset yang tidak berwujud adalah Sistem Organisasi (Tujuan, Visi, dan Misi), Patent (Hak Cipta), Quality (Kualitas), Goodwill (Nama Baik/Citra), Culture (Budaya), Capacity (Sikap, Hukum, Pengetahuan, Keahlian),
Contract (Perjanjian) dan Motivation (Motivasi). Adapun untuk lebih jelasnya dilihat pada tabel 2.1 sebagai berikut: dapat
Tabel 2.1
Bentuk Aset No
Bentuk Aset
1
Berwujud (Tangible)
2
Tidak Berwujud (Intangible)
Aset Bangunan, infrastruktur, mesin/peralatan, fasilitas. Sistem Organisasi (Tujuan, Visi, dan Misi), patent (Hak Cipta), quality (Kualitas),, goodwill (Nama Baik/Citra), culture (Budaya), capacity (Sikap, Hukum, Pengetahuan, Keahlian), contract (Perjanjian), motivation (Motivasi).
Sumber: Hermanto (2009)
2.1.2 Kategori Aset Aset berwujud (tangible) memiliki bentuk yang nyata, maka aset tersebut dapat dikategorikan berdasarkan pemakaiannya. Hermanto (2007) berpendapat bahwa aset dikategorikan atas aset operasional, aset non operasional, aset infrastruktur, dan community aset. Kategori aset dapat dilihat pada tabel 2.1. 1.
Aset Operasional Aset operasional yaitu aset yang digunakan/dipakai dalam operasional perusahaan swasta/pemerintah secara berkelanjutan dan/atau dipakai pada
masa yang akan datang. Adapun yang termasuk aset operasional adalah tanah
yang termasuk spesial property, rumah tinggal dinas, perumahan lainnya,
bangunan kantor, sekolahan, perpustakaan, gedung olahraga, golf, mess,
museum dan gallery, bengkel, kuburan, tempat parkir, peralatan, kendaraan,
mesin, komputer perabotan dan peralatan.
Tabel 2.2
Kategori Aset
Kategori Aset Aset Operasional
Aset Non Operasional
Aset Infrastruktur
Community Aset
Sumber : Hermanto (2007)
2.
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 1. 2. 3. 4. 5.
Keterangan Tanah yang termasuk spesial property Rumah Tinggal Dinas Perumahan Lainnya Bangunan Kantor Sekolahan Perpustakaan Gedung Olahraga Golf Mess Museum dan Gallery Bengkel Kuburan Tempat Parkir Peralatan Kendaraan Mesin Komputer Perabotan dan Peralatan Tanah yang akan dibangun Komersial property Aset investasi Aset berlebih (surplus Aset) Jalan Raya Pelabuhan/Dermaga Jembatan Jalan Permanen Saluran Air Dan Lain-lain Halaman dan Taman Bangunan Bersejarah Bangunan Kesenian Museum Kuburan (hanya tanah)
Aset non operasional Aset non operasional yaitu aset yang tidak merupakan bagian dari operasional perusahaan dan diklasifikasikan sebagai aset berlebih. Aset berlebih adalah
aset yang tidak dipakai untuk penggunaan secara berkelanjutan dan
mempunyai potensi untuk digunakan dimasa yang akan datang. Adapun yang
termasuk aset non operasional adalah tanah yang akan dibangun, komersial
property, aset investasi, aset berlebih.
3.
Aset infrastruktur Aset infrastruktur yaitu aset yang melayani kepentingan publik yang terkait.
Biaya pengeluarannya ditentukan oleh kontinuitas aset yang bersangkutan,
seperti jalan raya, dan jembatan.
4. Community aset Community aset adalah aset milik pemerintah dimana penggunaan aset
tersebut secara terus menerus, umur ekonomis atau umur gunanya tidak ditetapkan dan terkait kepada pengalihan yang terbatas (tidak dapat dialihkan). Adapun yang termasuk community aset yaitu halaman dan tanaman. Bangunan bersejarah, bangunan kesenian, museum, dan kuburan (hanya tanah). 2.1.3 Pandangan Aset Secara Hukum Menurut Siregar (2004:182), Aset yang dipandang dari konsep hukum adalah properti. Istilah properti dapat berarti real estate atau personality.Untuk itu perlu dijelaskan lebih lanjut mengenai aset yang dipandang dari konsep hukum. Berikut adalah pengelompokan aset dilihat dari konsep hukum. 1.
Real Property (Penguasaan dan Pemilikan Tanah dan Bangunan) Real Property meliputi semua hak, hubungan-hubungan hukum dan
manfaat yang berkaitan dengan kepemilikan real estate.Sebaliknya,real estate meliputi tanah dan bangunan itu sendiri, segala benda yang keberadaannya secara alami di atas tanah yang bersangkutan, dan semua benda yang melekat dengan tanah itu, misalnya bangunan dan pengembangan tapak. Real estate dapat dibuktikan dengan sertifikat kepemilikan, ijin mendirikan bangunan (IMB), dan nilai jual objek pajak (NJOP).
Personal property (Benda Bergerak)
2.
Personal Property merujuk pada hak kepemilikan atas suatu benda
bergerak, di dalam bagian-bagian benda selain dari real estate (tanah atau bangunan secara fisik).Benda-benda tersebut dapat berwujud (tangible) atau tidak
berwujud (intangible). Benda bergerak yang berwujud mewakili kepemilikan dari benda-benda yang tidak melekat secara permanen pada tanah dan bangunan, atau yang ada pada umumnya bersifat dapat di pindah tangankan ke tempat lain (move
ability). 3.
Business (Kegiatan Usaha) Business adalah setiap kegiatan di bidang komersial, industri, jasa atau
investigasi yang menyelenggarakan aktivitas ekonomi.Bisnis pada umumnya dijalankan oleh badan usaha yang mencari untung, yang kegiatan usahanya untuk memberikan produk barang atau jasa kepada konsumen.Sedangkan badan usaha adalah badan yang didirikan berdasarkan hukum yang berlaku.Suatu kegiatan usaha mungkin saja dalam bentuk badan hukum atau bukan.Badan usaha meliputi seluruh rentang kegiatan usaha yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi, yang mencakup baik sektor swasta maupun sektor umum. 4.
Financial Interest (Hak Kepemilikan Secara Finansial) Hak kepemilikan secara finansial di dalam property berasal dari
pembagian hukum atas hak kepemilikan saham dalam kegiatan bisnis, dan hak atas penguasaan tanah dan bangunan (real property) dari perjanjian.Dalam perjanjian diberikan suatu hak pilihan untuk membeli atau menjual property (misalnya hak tanah dan bangunan, saham atau instrumen finansial lainnya) dengan harga yang disebutkan di dalam jangka waktu yang telah di tentukan, atau dari penciptaan instrumen investasi yang dijamin oleh sekelompok aset-aset real estate. Hak kepemilikan secara finansial yang berupa aktiva tak berwujud dapat mencakup hak yang melekat pada kepemilikan suatu kegiatan bisnis, hak yang memberikan suatu pilihan dan hak atas suatu penerbitan surat berharga. Hak-hak yang melekat pada kepemilikan suatu kegiatan bisnis atau pada hak tanah dan bangunan (property), misalnya untuk menggunakan, menempati, menjual,
menyewakan atau mengelola.Terkahir adalah hak-hak yang melekat dalam sebuah perjanjian (kontrak) yang memberikan suatu pilihan untuk membeli atau sewa
menyewa dan hak-hak yang melekat pada kepemilikan atas suatu penerbitan surat berharga.
2.1.4 Tujuan Manajemen Aset Tujuan utama manajemen aset adalah untuk mencapai efektitivitas dan
efisiensi. Dikatakan efektif apabila pengelolaan sumber daya sudah sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, sedangkan dikatakan efisien apabila
dapat mengelola sumber daya tersebut dengan biaya yang rendah tetapi menghasilkan capaian setinggi-tingginya. Menurut Haryono (2007), tujuan utama manajemen aset adalah membantu suatu entitas (organisasi) dalam memenuhi tujuan penyediaan pelayanan secara efektif dan efisien. Hal ini mencakup panduan pengadaan, penggunaan, dan penghapusan aset, dan pengaturan risiko dan biaya yang terkait selama siklus hidup aset. Menurut Siregar (2002:198), ada 3 tujuan utama dari manajemen aset yaitu efisiensi pemanfaatan dan pemilikan, terjaga nilai ekonomis dan objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan serta alih penguasaan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dibawah ini: 1. Efisiensi pemanfaatan dan pemilikan Pengelolaan yang baik, membuat pemanfaatan aset optimal ataupun maksimal. Aset yang dikelola dapat digunakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi (TUPOKSI) dan dimanfaatkan secara efektif dan efisien sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. 2. Terjaga nilai ekonomis dan potensi yang dimiliki Nilai ekonomis suatu aset akan terjaga, apabila aset dikelola dengan baik. Potensi yang dimiliki oleh aset akan memberikan keuntungan baik dari segi pendapatan maupun dari pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. 3. Objektivitas dalam pengawasan dan pengendalian peruntukkan, penggunaan serta alih penguasaan.
Pengelolaan aset yang baik, dapat membuat pengawasan akan lebih terarah. Sehingga peruntukkan, penggunaan dan alih penguasaan aset akan tepat sesuai
dengan rencana.
Selain itu pengawasan bertujuan membantu pencapaian
tujuan dari aset tersebut.
Menurut Hambali (2010), ada lima tujuan dari manajemen aset. Tujuan-
tujuan dari manajemen aset meliputi kejelasan status kepemilikan aset, inventarisasi kekayaan daerah dan masa pakai aset, optimasi penggunaan dan
pemanfaatan untuk meningkatkan pendapatan, pengamanan aset dan dasar penyusunan neraca. Sedangkan menurut Lembaga Administrasi Negara (2007),
tujuan manajemen aset diarahkan untuk menjamin pengembangan kapasitas yang berkelanjutan
dari
mengembangkan
pemerintahan
atau
daerah,
mengoptimalkan
maka
dituntut
agar
dapat
pemanfaatan
aset
daerah
guna
meningkatkan pendapatan asli daerah, yang akan digunakan untuk membiayai kegiatan guna mencapai pemenuhan persyaratan optimal bagi pelayanan tugas dan fungsi instansinya terhadap masyarakat. Berdasarkan tujuan manajemen aset yang dikemukakan oleh beberapa ahli, dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen adalah untuk mengelola aset agar memberikan manfaat yang tinggi bagi suatu individu, instansi dan pemerintah. 2.1.5 Tahapan Kerja Manajemen Aset Tahapan kerja Manajemen Aset dapat diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan dalam pengelolaan aset. Tahap-tahap dalam Manajemen Aset merupakan sub unit kegiatan yang sistematis dan terintegrasi. Masing-masing tahap saling mempengaruhi dan dipengaruhi sehingga seluruh tahap memerlukan pengawasan dan pengendalian. Menurut Sugiama dalam bahan ajar manajemen aset, alur manajemen aset terdiri dari pengadaan aset, inventarisasi aset, legal audit aset, penilaian aset, operasi aset, pemeliharaan aset, penghapusan aset, pengalihan aset. Adapun lingkup pengelolaan aset dimaksud dalam Peraturan Pemerintah No.6 Tahun 2006 tentang pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN/BMD) meliputi: perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengadaan, penggunaan,
pemanfaatan,
pengamanan
pemindahtanganan,
dan
penatausahaan,
pemeliharaan, dan
penilaian,
pembinaan,
penghapusan,
pengawasan,
dan
pengendalian. Menurut Siregar (2004) tahapan kerja manajemen aset dapat dilihat pada Gambar 2.1,
Sumber: Siregar (2004 : 518)
Gambar 2.1 Alur Manajemen Aset Kelima tahapan kerja di atas saling berhubungan dan terintegrasi. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Inventarisasi Aset Inventasisasi aset terdiri dari dua aspek, yaitu inventarisasi fisik dan yuridis/legal. Aspek fisik terdiri atas bentuk, luas, lokasi, volume/jumlah, jenis, alamat dan lain-lain. Sedangkan aspek yuridis adalah status penguasaan, masalah legal yang dimiliki, batas akhir penguasaan dan lain-lain. Proses kerja yang
dilakukan
adalah
pendataan,
kodefikasi,
pengelompokan
dan
pembukuan/administrasi sesuai dengan tujuan manajemen aset. 2. Legal Audit Legal audit merupakan satu lingkup kerja manajemen aset berupa inventarisasi status penguasaan aset, identifikasi dan mencari solusi atas permasalahan legal, dan strategi untuk memecahkan berbagai permasalahan legal yang terkait dengan penguasaan ataupun pengalihan aset.
3.
Penilaian Aset Penilaian aset merupakan satu proses untuk melakukan penilaian atas aset
yang dikuasai. Biasanya penilaian aset dikerjakan oleh konsultan penilaian
yang independen. Hasil dari penilaian tersebut dimanfaatkan untuk
mengetahui nilai kekayaan maupun informasi untuk penetapan harga aset
yang ingin dijual. Dalam penilaian aset terdapat tiga metode penilaian yang
terdiri dari :
a. Pendekatan perbandingan data pasar, dimana digunakan apabila ingin menjual atau menyewakan aset yang dinilai. b. Pendekatan kalkulasi biaya, digunakan untuk perluasan usaha aset atau menyewakan aset yang dinilai. c. Pendekatan kapitalisasi pendapatan, digunakan untuk perluasan usaha aset atau menyewakan aset yang dinilai.
4. Optmasi Aset Dalam kamus besar bahasa Indonesia Departeman Pendidikan dan Kebudayaan (2000) Optimasi berasal dari kata Optimizing. Optimasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk mengoptimalkan nilai-nilai yang terkandung dalam aset tersebut. Dalam tahap ini aset-aset yang dikuasai pemerintah pusat/daerah diidentifikasi dan dikelompokkan atas aset yang memiliki potensi dan tidak memiliki potensi. Aset yang memiliki potensi dapat dikelompokkan berdasarkan sektor-sektor unggulan yang menjadi tumpuan dalam strategi pengembangan ekonomi nasional baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Tentunya kriteria untuk menentukan hal tersebut harus terukur dan transparan. Dengan adanya aturan-aturan mengenai pengelolaan aset negara, telah memunculkan optimisme baru dalam penataan dan pengelolaan aset negara yang lebih tertib, akuntabel, dan transparan kedepannya. Pengelolaan aset harus dikelola secara professional dan modern dengan mengedepankan good governance, di satu sisi diharapkan akan mampu meningkatkan kepercayaan dari masyarakat/stakeholder.
2.2
Pemanfaatan Menurut PP No 6 tahun 2006 pemanfaatan adalah pendayagunaan barang
milik Negara/daerah yang tidak dipergunakan sesuai dengan tugas pokok dan kementrian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah, dalam bentuk sewa, fungsi
pinjam pakai, kerjasama pemanfaatan, dan bangun serah guna/bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan. Sedangkan menurut Hariyono (2007) pemanfaatan aset merupakan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan untuk
memenuhi tujuan pemberian pelayanan, sehubungan dengan potensi kapasitas aset.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa pemanfaatan aset adalah pendayagunaan dan ukuran seberapa intensif suatu aset digunakan diluar Tupoksi Perusahaan. 2.2.1 Tujuan Pemanfaatan Aset yang belum dimanfaatkan dapat didayagunakan secara optimal dengan tujuan : 1. Agar tidak membebani Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) khususnya biaya dikaitkan dengan segi pemeliharaan dan pengamanannya terutama untuk mencegah kemungkinan adanya penyerobotan dari pihak ketiga yang tidak bertanggungjawab. 2. Jika barang daerah tersebut dimanfaatkan secara optimal akan dapat meningkatkan atau menciptakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Selanjutnya dalam Permenkeu No 96/PMK.06/2007 juga mengatur tentang pemanfaatan lebih lanjut yaitu : 1. Pemanfaatan Barang Milik Negara dilakukan terhadap barang Milik Negara yang tidak digunakan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi kementrian Negara/lembaga. 2. Pemanfaatan Barang Milik Negara dapat pula dilakukan terhadap sebagian Barang Milik Negara yang tidak digunakan oleh pengguna barang sepanjang penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi kementrian/lembaga tersebut.
3. Pemanfaatan sebagaimana dimaksud diatas tidak mengubah status kepemilikan Barang Milik Negara.
4. Pemanfaatan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dilakukan dalam bentuk sewa, pinjam pakai, kerjasama pemanfaaatan dan bangun guna serah
serta bangun serah guna. 2.2.2 Bentuk Pemanfaatan
Berdasarkan PP No 6 tahun 2006 dan juga Peraturan Menteri Keuangan
No 97/PMK.06/2007, pemanfaatan bisa dilakukan dalam bentuk sewa, pinjam
pakai, kerjasama pemanfaatan dan bangun serah guna atau bangun guna serah dengan tidak mengubah status kepemilikan.Berikut ini akan dijelaskan mengenai bentuk pemanfaatan aset. 1. Sewa Sewa adalah pemanfaatan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dan menerima imbalan berupa uang tunai. Penyewaan Barang Milik Negara dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan Barang Milik Negara yang belum/tidak dipergunakan dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi penyelenggaraan pemerintahan.Jenis Barang Milik Negara yang dapat disewakan antara lain Tanah dan Bangunan Ketentuan dalam penyewaan Barang Milik Negara: a. Barang Negara yang dalam kondisi belum atau tidak digunakan oleh Pengguna Barang atau Pengelola Barang b. Jangka waktu sewa barang milik negara paling lama 5 (lima) tahun sejak ditandatanganinya perjanjian, dan dapat diperpanjang dengan ketentuan sebagai berikut : 1) Untuk sewa yang dilakukan oleh Pengelola Barang, perpanjangan dilakukan setelah dilakukan evaluasi oleh Pengelola Barang; 2) Untuk sewa yang dilakukan oleh Pengguna Barang, perpanjangan dilakukan setelah dievaluasi oleh Pengguna Barang dan disetujui oleh Pengelola Barang.
c. Penghitungan besaran sewa minimum didasarkan pada Peraturan
Menteri Keuangan
besaran sewa minimum dilakukan sebagai berikut : 1) Penghitungan nilai Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau
bangunan yang berada pada Pengelola Barang dilakukan oleh
d. Penghitungan nilai Barang Milik Negara dalam rangka penentuan
penilai yang ditugaskan oleh Pengelola Barang;
2) Penghitungan nilai Barang Milik Negara untuk sebagian tanah
dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang dan dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau penilai; 3) Penghitungan nilai Barang Milik Negara selain tanah dan atau bangunan, dilakukan oleh tim yang ditetapkan oleh Pengguna Barang dan dapat melibatkan instansi teknis terkait dan/atau penilai. 4) Penetapan besaran sewaBesaran sewa atas Barang Milik Negara berupa tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang ditetapkan oleh Pengelola Barang berdasarkan hasil perhitungan nilai; 5) Besaran sewa atas Barang Milik Negara sebagian tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengguna Barang dan barang milik negara selain tanah dan/atau bangunan, ditetapkan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang. 6) Pembayaran uang sewa dilakukan secara sekaligus paling lambat pada saat penandatanganan kontrak. 7) Selama masa sewa, pihak penyewa atas persetujuan Pengelola Barang hanya dapat mengubah bentuk Barang Milik Negara tanpa mengubah konstruksi dasar bangunan, dengan ketentuan bagian yang ditambahkan pada bangunan tersebut menjadi Barang Milik Negara.
2. Pinjam Pakai Pinjam pakai Barang Milik Negara adalah penyerahan penggunaan Barang
Milik Negara antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam
jangka waktu tertentu tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu berakhir, Barang Milik Negara tersebut diserahkan kembali kepada
pemerintah pusat.Barang Milik Negara yang dapat dipinjam pakaikan
adalah tanah dan/atau bangunan, serta Barang Milik Negara selain tanah
dan/atau bangunan.
3. Kerjasama Pemanfaatan
Kerjasama pemanfaatan adalah pendayagunaan Barang Milik Negara oleh pihak lain dalam jangka waktu tertentu dalam rangka peningkatan pendapatan dan sumber pembiayaan lainnya.
Kerjasama pemanfaatan
dilakukan untuk mengoptimalkan pemanfaatan BMN yang belum/tidak dipergunakan, meningkatkan penerimaan negara dan mengamankan BMN. 4. Bangun Guna Serah dan Bangun Serah Guna Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan tanah milik pemerintah pusat oleh pihak lain dengan mendirikan bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, kemudian di dayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati. Selanjutnya tanah beserta bangunan dan/atau sarana, berikut fasilitasnya, diserahkan kembali kepada Pengelola Barang setelah berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati.Berikut ini Gambar: 2.2 mengenai bentuk pemanfaatan:
Sewa Pinjam Pakai
Bentuk PemIdentifIdent
ifikasi Masalah Sumber: Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2006
Kerjasama Pemanfaatan BGS DAN BSG
Sumber : Peraturan Pemerintah No 6 Tahun 2006
Gambar 2.2 Bentuk Pemanfaatan Aset
n Aset
Analisis Pasar Property (Market Analysis)
2.3
Menurut Grahandaka (vibiznewz.com), Studi Pasar atau Analisis Pasar
(Market Analysis) pada properti adalah studi yang berpusat pada supply (penawaran) dan demand (permintaan) properti secara umum pada saat sekarang
dan kemungkinannya di masa yang akan datang pada suatu wilayah tertentu. Diketahui pula bahwa analisis pasar properti berfungsi dalam mengevaluasi jumlah permintaan dan penawaran dengan tujuan untuk mengidentifikasi
kebutuhan konsumen yang belum terpenuhi dan memperkirakan besaran ruang dibutuhkan. Hasil dari analisis pasar dapat dikontribusikan kepada yang
pengembang, perencanaan fisik, penilai properti, pengelola properti, devisi pemasaran, penyantun dana, dinas tata kota, serta analis keuangan. 2.3.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Analisis Pasar Property Dalam melakukan suatu analisis pasar properti ada beberapa hal yang harus dimasukan sebagai dasar analisis, hal-hal tersebut nantinya akan sangat mempengaruhi ketajaman dalam suatu análisa pasar properti, sehingga perkiraan serta proyeksi yang dilakukan dapat mengarah pada ketepatan. Beberapa hal tersebut, yaitu : a. Income Demand terhadap produk properti biasanya tergantung dari pendapatan konsumen. Oleh karena itu perlu diketahui pula seberapa besar pendapatan yang dimiliki oleh konsumen ataupun peminat produk properti, maka properti juga harus bisa menentukan target pasar dengan pendapatan berapa banyak yang ingin ditarik, begitu juga jasa atau pelayanan yang bagaimana yang akan ditawarkan. b. Faktor Kependudukan Demografi atau karakteristik penduduk merupakan salah satu faktor utama dalam menentukan arah jangka panjang pasar real estate atau properti. Faktor kependudukan yang terkait mencakup beberapa kategori, yaitu ; penduduk berdasarkan umur, formasi rata-rata keluarga, kematian serta migrasi. Hal tersebut sangat penting dalam penentuan pasar real estate atau properti. Ini
dikarenakan kecenderungan atau trend perubahan tersebut merupakan
kemungkinan-kemungkinan yang sangat sulit untuk diramalkan, sementara
hal tersebut mempunyai pengaruh yang besar terhadap pasar real estate
ataupun properti.
c. Faktor Supply Faktor Supply yang terkait dalam analisis pasar properti adalah pasokan
produk properti yang ada, biasanya dilihat dari luasan, jumlah unit serta
jumlah produk yang terbangun. Selain itu kondisi eksisting Supply properti
termasuk juga struktur-struktur (konstruksi proyek) yang sudah dibangun
selama selang beberapa waktu lamanya, yang sifatnya merupakan penambahan pada suatu bangunan. Jadi besarnya Supply pada suatu waktu tertentu biasanya sangat relative karena kemungkinan besar masih akan ada penambahan lagi. d. Trend Ekonomi Dalam
melakukan
analisis
pasar
properti
harus
juga
memonitor
indikatorindikator ekonomi, karena dengan begitu kita dapat meramalkan adanya resesi atau peningkatan ekonomi yang akan terjadi. Indikatorindikator yang perlu diperhatikan, yaitu ; tingkat suku bunga, tingkat pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan nilai tukar mata uang. e. Karakteristik Fisik Hal terkait lainnya adalah karakteristik fisik, yang mencakup atribut-atribut pada suatu lahan dan pengembangannya, karena berperan dalam studi kelayakan secara menyeluruh dari suatu investasi. Atribut-atribut ini mungkin penggunannya terbatas tetapi cukup memberi kesempatan untuk menciptakan persaingan. Atribut-atribut fisik tersebut antara lain : 1) Ukuran dan bentuk site 2) Topografi 3) Drainase 4) Karakteristik tanah dan lapisan tanah 5) Keamanan 6) Pencapaian/ Alsesibilitas
f. Lingkungan Sosial dan Politik Faktor yang terakhir adalah melihat bagaimana kondisi lingkungan sosial di
sekitar area yang akan dikembangkan serta melihat kondisi politik yang terjadi, kadang kala isu politik juga mempengaruhi kondisi ekonomi dalam negeri
sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat. Maka faktor ini perlu diperhatikan juga sebagai dasar pertimbangan. Sebetulnya output dari suatu analisis pasar properti adalah mengetahui prospek
pasar saat ini dan kedepan. Sehingga di dalam produk properti nanti dapat ditentukan beberapa hal seperti ; jumlah unitnya, jumlah kamar, luasannya,
fasilitas yang disediakan serta kelas dari produk yang ditawarkan nantinya. Dari segi pemasarannya dapat pula ditentukan beberapa hal, seperti ; harga yang ditawarkan, target pasarnya serta memperkirakan tingkat penjualan dan tingkat huniannya dari produk yang terbangun. Berdasarakan pembahasan diatas, dapat diketahui bahwa dalam proses analisis pasar properti, banyak hal yang perlu diperhatikan baik dari segi kondisi perekonomian, kependudukan hingga fisik lahan sangat diperlukan dalam proses analisis pasar properti. Dengan melakukan analisis pada pasar properti sebelum memulai pembangunan ataupun pengembangan secara tidak langsung akan menghindari resiko kesalahan dalam memetakan pangsa pasar. Dengan begitu resiko kegagalan dalam investasi maupun pengembangan produk properti dapat dihindari. 2.4
Segmentasi, Targeting dan Positioning Ada dua komponen dasar dalam segmentasi pasar, strategik, dan analisis.
Strategi segmentasi pasar dimaksudkan untuk mengarahkan kegiatan pemasaran pada segmen yang akan dipilih atas dasar kebutuhan dan karakteristik tertentu. Sedangkan analisis segmentasi pasar dimaksudkan untuk menentukan target atau sasaran pasar pada segmen yang dipilih. Maka dari itu, analisis dan segmen pasar harus ditentukan terlebih dahulu sebelum strategi pemasaran dilakukan.
2.4.1 Segmentasi Menurut Kotler (2003) : “Market segmentation is the process of breaking a
heterogeneous group of potential buyer into smaller homogeneous groups of buyer, that is with relatively similar buying characteristics or needs”
Dengan kata lain segmentasi pasar merupakan suatu aktivitas membagi atau mengelompokkan pasar yang heterogen menjadi pasar yang homogen atau memiliki kesamaan dalam hal minat, daya beli, geografi, perilaku pembelian
maupun gaya hidup. Selanjutnya Kotler, kartajaya, Huan dan liu (2003) menyatakan bahwa segmentasi adalah melihat pasar secara kreatif, segmentasi
merupakan seni mengidentifikasi dan memanfaatkan peluang-peluang yang muncul di pasar. Pada saat yang sama segmentasi merupakan ilmu (science) untuk memandang pasar berdasarkan variabel geografis, demografis, psikografis dan perilaku. Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa segmentasi memiliki peran penting dalam sebuah perusahaan karena beberapa alasan; pertama,
segmentasi memungkin perusahaan untuk lebih fokus dalam
mengalokasikan sumber daya. Dengan membagi pasar menjadi segmen-segmen akan memberikan gambaran bagi perusahaan untuk menetapkan segmen mana yang akan dilayani. Selain itu segmentasi memungkin perusahaan mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai peta kompetisi serta menentukan posisi pasar perusahaan. Memilih Pelanggan yang dilayani Segmentasi Membagi seluruh pasar menjadi segmen yang lebih kecil
Memutuskan proposisi nilai Diferensiasi
Menciptakan nilai bagi pelanggan sasaran
Penetapan sasaran
Mendiferensiasikan penawaran pasar untuk menciptakan nilai pelanggan yang unggul
Positioning
Memilih satu atau beberapa segmen yang dimasuki
Memposisikan penawaran pasar dalam pikiran pelanggan sasaran
Gambar 2.3 Penetapan Segmen Pasar Konsumen
1. Segmentasi Geografis
Segmentasi geografis mengharuskan pembagian pasar menjadi unit
unit geografis yang berbeda, seperti negara, negara bagian, wilayah,
propinsi, kota, atau lingkungan rumah tangga. Perusahaan dapat memutuskan untuk beroperasi dalam satu atau sedikit wilayah
geografis atau beroperasi dalam seluruh wilayah.
2. Segmentasi Demografis Dalam segmentasi demografis, pasar dibagi menjadi kelompokkelompok berdasarkan variabel seperti usia, ukuran keluarga, siklus hidup keluarga, jenis kelamin, penghasilan, pekerjaan, pendidikan, agama, ras, generasi, kewarganegaraan, dan kelas sosial. 3. Segmentasi Psikografis Psikografis adalah ilmu yang menggunakan psikologi dan demografik untuk lebih memahami konsumen. Dalam segmentasi psikografis, para pembeli dibagi menjadi kelompok yang berbeda berdasarkan gaya hidup atau kepribadian atau nilai. Orang-orang dalam kelompok demografis yang sama dapat menunjukkan gambaran psikografis yang sangat berbeda.
Adapun kriteria segmentasi yang efektif, haruslah menilai berdasarkan lima kriteria utama : 1. Dapat diukur, ukuran, daya beli dan profil segmen dapat diukur 2. Besar, segmen cukup besar dan menguntungkan untuk dilayani. Segmen tersebut harus merupakan kelompok homogen terbesar yang paling mungkin, yang berharga sehingga memungkinkan diraih dengan program pemasaran yang dirancang khusus. 3. Dapat diakses. Segmen dapat dijangkau dan dilayani secara efektif. 4. Dapat dibedakan. Segmen-segmen secara konseptual dapat dipisahpisahkan dan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap unsur dan program bauran pemasaran yang berbeda. 5. Dapat dilkasanakan. Program-program yang efektif dapat dirumuskan untuk menarik dan melayani segmen-segmen tersebut.
2.4.2 Targeting Menurut Kotler (2003), Targeting merupakan proses mengevaluasi daya
tarik masing-masing segmen pasar dan memilih satu atau lebih segmen untuk dimasuki. Sedangkan menurut Gaffar, targeting adalah suatu kegiatan dalam
mengevaluasi dan membandingkan kelompok yang sudah teridentifikasi untuk kemudian dipilih satu atau beberapa yang memiliki potensi tertinggi. Berdasarkan pengertian dari para ahli tersebut, maka targeting dapat diartikan sebagai suatu
proses evalusi dalam membandingkan kelompok pasar yang dipilih dengan memiliki potensi tertinggi.
Setelah mengevaluasi kelompok pasar, perusahaan harus memutuskan
jenis dan banyaknya segmen yang akan menjadi sasarannya, karena pembeli mempunyai kebutuhan dan keinginan yang unik. Umumnya, penetapan target pasar dapat dilaksanakan pada beberapa tingkat yang berbeda. Berikut gambar 2.4 memperlihatkan tingkat dari strategi pemasaran sasaran. Pemasaran tanpa diferensiasi (massal)
Pemasaran terdiferensiasi (tersegmentasi)
Pemasaran terkonsentrasi
Pemasaran mikro (pemasaran lokal atau individual)
Sumb Sumber : Kotler (2003)
Gambar 2.4 Strategi Pemasaran Sasaran 1. Pemasaran tanpa diferensiasi (massal) Strategi cakupan pasar dimana perusahaan memutuskan untuk mengabaikan perbedaan segmen pasar dan mengejar keseluruhan pasar dengan satu tawaran. 2. Pemasaran Terdiferensiasi (tersegmentasi) Stratgei cakupan pasar dimana perusahaan memutuskan untuk menargetkan beberapa segmen pasar dan merancang penawaran terpisah bagi masing-masing segmen.
3. Pemasaran Terkonsentrasi
Strategi cakupan pasar dimana perusahaan mengejar pangsa besar dari
salah satu atau beberapa segmen atau ceruk (niche). Contohnya,
Oshkosh Truck adalah produsen truk penyelamat bandara dan truk pengaduk beton.
4. Pemasaran Mikro (Lokal atau individual)
Praktek penghantaran produk dan program pemasaran khusus untuk
kebutuhan dan keinginan individual tertentu dan kelompok pelanggan
setempat termasuk pemasaran lokal dan pemasaran individual.
2.4.3 Positioning Menurut Kotler (2003), Positioning merupakan pengaturan produk untuk menduduki tempat yang jelas, berbeda dan dinginkan dibandingkan produk pesaing dalam pikiran konsumen sasaran. Sedangkan menurut Gaffar positioning merupakan penanaman suatu produk di benak konsumen. 2.4.4 Bauran Promosi Bauran promosi (promotion mix) merupakan gabungan dari berbagai jenis promosi yang ada untuk suatu produk yang sama, agar hasil dari kegiatan promosi yang dilakukan dapat memberikan hasil yang maksimal. Menurut Cravens dalam Hasan (2008), terdapat empat jenis promosi dalam bauran promosi (promotion mix), yaitu iklan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relation), dan penjualan tatap muka (personal selling). 1. Iklan (Advertising) Menurut Saladin (2006), iklan atau periklanan adalah suatu bentuk penyajian yang sifatnya non personal mengenai promosi ide, barangbarang atau jasa yang dibayar oleh sponsor. Iklan merupakan sarana perusahaan untuk mempengaruhi konsumen, serta sebagai alat persaingan dengan perusahaan lain dalam mendapatkan perhatian masyarakat. Adapun sarana dalam periklanan antara lain media cetak, media elektronik, brosur, poster, billboard, dan lain-lain.
2. Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Promosi penjualan menurut Saladin (2006) adalah alat insentif yang
beraneka ragam untuk jangka pendek, yang dirancang untuk merangsang
pembelian produk tertentu. Adapun macam-macam kegiatan promosi penjualan antara lain pemberian kupon hadiah, bonus, pertunjukan,
pameran, dan peragaan.
3. Hubungan Masyarakat (Public Relation) Hubungan masyarakat atau disebut juga publisitas menurut Kotler (1991) adalah suatu program bervariasi yang dibuat untuk meningkatkan, memelihara atau melindungi citra suatu badan usaha atau produk kepada
konsumen atau masyarakat. Contoh kegiatan hubungan masyarakat antara lain menjadi sponsor dalam sebuah acara tertentu. 4. Penjualan Tatap Muka (Personal Selling) Menurut Saladin (2006), penjualan tatap muka adalah persentasi lisan dalam suatu percakapan dengan satu atau lebih calon pembeli dengan tujuan menciptakan penjualan. Adapun jenis-jenis penjualan tatap muka antara lain (1) tenaga penjual intern atau bertugas di kantor dengan menggunakan telepon atau menerima tamu calon pembeli, (2) tenaga penjual lapangan atau berkeliling mengunjungi pembeli, (3) wiraniaga kontrakan dimana terdiri dari perusahaan, perwakilan, atau agen penjualan yang dibayar berdasarkan komisi sesuai dengan jumlah penjualannya. 1.5
Forecasting (Peramalan) Proyeksi yang akurat dari kejadian-kejadian dimasa yang akan datang
dapat meminimalisir fluktuasi produksi dalam jangka pendek dan membantu menyeimbangkan beban kerja. Hal ini dapat mengurangi aktivitas penerimaan, pemecatan, dan overtime serta memelihara hubungan kerja yang baik. Ramalan yang baik juga membantu para manajer untuk memiliki jumlah material yang layak ketika dibutuhkan. Dengan mengantisipasi kebutuhan material,d an tenaga kerja, peramalan membantu manajer untuk penggunaan fasilitas yang lebih baik dan meningkatkan pelayanan pada pelanggan.
1.5.1 Definisi Forecasting (Peramalan) Monks (1985) mendefinisikan bahwa forecast (ramalan) adalah estimasi
kejadian, waktu, atau besarnya kejadian-kejadian dimasa yang akan datang. Bersifat rasional untuk perencanaan dan penjadwalan aktivitas-aktivitas dan
memikirkan permintaan yang sebenarnya yang masih belum pasti. Sedangkan Heizer dan Render (2004) mendifinisikan forecast sebagai ilmu dan seni dalam memprediksi kejadian-kejadian dimasa yang akan datang.
Hak tersebut mencakup penggunaan data-data masa lalu dan memproyeksikan data tersebut untuk masa yang akan datang dengan menggunakan model
matematika. Berdasarkan definisi tersebut, penulis menyimpulkan bahwa forecasting adalah peramalan permintaan untuk masa yang akan datang yang bertujuan untuk mengantisipasi permintaan pelanggan sehingga dijadikan dasar bagi perusahaan untuk merencanakan kapasitas, kebutuhan bahan mentah,SDM,modal dan sumber daya lainnya. 1.5.2 Jenis-Jenis Ramalan Organisasi menggunakan 3 jenis ramalan dalam merencanakan operasi dimasa yang akan datang, yaitu : 1. Ramalan ekonomi Indikator perencanaan yang bernilai dalam membantu organisasi menyiapkan ramalan jangka menengah menjadi ramalan jangka panjang. 2. Ramalan teknologi Ramalan jangka panjang yang berhubungan dengan tingkat kemajuan teknologi yang dapat dihasikan dalam melahirkan produk baru, kebutuhan pabrik dan peralatan baru. 3. Ramalan permintaan Proyeksi permintaan untuk produk atau jasa perusahaan. Ramalan ini sering disebut ramalan penjualan , menggerakan produksi perusahaan, kapasitas dan sistem penjadwalan yang merupakan input untuk keuangan, marketing dan perencanaan SDM.
1.5.3 Pendekatan Peramalan Metode forecasting terdiri dari metode kualitatif yang terdiri dari metode
delphy, pendapat expert, salesperson, dan consumer market survey. Selain itu juga metode kuantitatif yaitu time series model yang terdiri dari : Naive approach,
Moving average, Exponential smoothing, Trend projection serta Assosiative model yang terdiri dari linear regression dan corellation. 2.6
Bangunan Tinggi
Bangunan tinggi adalah bangunan dengan strukutur tinggi yang tingkat
ketingiannya lebih dari 8 lantai (Marlina,2005). Hal pertama untuk menghitung luas bangunan adalah menentukan jumlah dan tipe kamar. Setelah menentukan tipe dan jumlah kamar, selanjutnya adalah menghitung luas kamar bruto. Luas kamar bruto adalah jumlah total seluruh kamar ditambah sirkulasi horizontal dan vertikal. Menurut Juwana (2005), untuk sirkulasi horizontal (10% luas bruto) dan sirkulasi vertikal (25% luas bruto), maka luas bruto untuk kamar :
Dimana : ∑ kamar adalah jumlah kamar yang disediakan adalah luas netto kamar tidur Selain luas lantai untuk kamar tidur, diperlukan pula ruangan-ruangan bagi kebutuhan penunjang kegiatan produktif (restoran, banquete, took, dan lain-lain), menurut Juwana (2005), hal tersebut bisa dihitung dengan rumus berikut: = 40% Dengan demikian jumlah luas lantai produktif menjadi : Selanjutnya kebutuhan lantai non-produktif (ruangan pengelolaan hotel, mekanikal, dan elektrikal, dan lain-lain) mengikuti :
Atau : Jadi, luas lantai bruto untuk hotel adalah :
Dari rumus-rumus tersebut, bisa ditentukan luas lantai produktif, yaitu luas
lantai yang menghasilkan pendapatan langsung dan luas lantai non produktif,
yaitu luas yang tidak menghasilkan pendapatan langsung, misalnya ruang
pengelola. Selanjutnya akan dijelaskan mengenai batasan dan ketentuan peruntukan.
2.6.1 Batasan dan Ketentuan Bangunan Sebelum mendirikan suatu bangunan, perlu diperhatikan terlebih dahulu
mengenai persyaratan peruntukkan tata guna lahan, Koefisien Dasar Bangunan (KDB), Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Koefisien Dasar Hijau (KDH), Koefisien Tapak Bangunan (KTB), maksimum ketinggian lantai, Garis Sepadan Bangunan (GSB), Garis Sepadan Jalan (GSJ) dan jarak bebas antar bangunan. Menurut Juwana (2005), KDB dan KLB bisa dihitung dengan rumus berikut. KDB = KLB = Dimana :
adalah luas Daerah Perencanaan. Luas tanah di belakang GSJ. adalah luas total lantai bangunan.
2.6.2 Biaya Bangunan Untuk menentukan biaya untuk membangun suatu bangunan bisa ditentukan dengan beberapa cara. Salah satunya dengan menggunakan ketentuan menurut Juwana (2005) yang bisa dilihat tabel 2.3. Ketentuan harga bangunan tersebut merupakan harga dasar bangunan, untuk mengetahui harga bangunan untuk tingkat berikutnya bisa menggunakan koefisien yang dijelaskan pada tabel 2.3
Tabel 2.3
Harga Dasar Bangunan
Fungsi Bangunan
Harga per m² (US$)
Perumahan Vertical
175 – 250
Gedung Parkir
Hotel – Bintang 4,5
275 – 325
Bintang 3
200 – 250
Bintang 1-2
150 – 175
Kantor
125 – 300
Perbelanjaan
175 – 250
Rumah Sakit
125 – 325
25 – 50
Sumber: Juwana (2005)
Tabel 2.4 Faktor Perkalian Tinggi Lantai Tinggi Bangunan
Faktor Perkalian (x harga dasar)
Lantai ke – 2
1,090
Lantai ke – 3
1,120
Lantai ke – 4
1,135
Lantai ke – 5
1,162
Lantai ke – 6
1,197
Lantai ke – 7
1,236
Lantai ke – 8
1,265
Lantai ke – 9
1,294
Lantai ke – 10
1,323
Lantai ke – 11
1,352
Lantai ke – 12
1,381
Lantai ke – 13
1,410
Sumber: Juwana (2005)
2.6.3 Biaya Investasi Menurut Juwana (2005), perhitungan biaya investasi suatu bangunan bisa dihitung dengan suatu pendekatan, yang bisa dilihat pada tabel 2.5. Catatan untuk
bobot biaya perlengkapan tetap sebesar 10%-15%, biaya pengembangan tapak sebesar 10%-15%, biaya peralatan bergerak 10%-15%, biaya jasa profesi sebesar
3%-6%, biaya administrasi 1%-5%, dan biaya lain-lain 5%-15%. Tabel 2.5
Biaya Investasi
Uraian
Volume
Unit Biaya
Total Biaya
a. Biaya Bangunan b. Biaya Peralatan Tetap
X m²
Rp Y
Rp XY
b%
Rp XY
Rp B
c. Biaya Pengembangan Tapak
c%
Rp XY
Rp C
d. Biaya Konstruksi
Rp XY + Rp B + Rp C
e. Biaya Tanah
Z m²
Rp V
Rp ZV
f. Biaya Jasa Profesi
f%
Rp D
Rp F
g. Biaya Peralatan Bergerak
g%
Rp XY
Rp G
h. Biaya Administrasi
h%
Rp D
Rp H
i. Biaya lain-lain
i%
Rp D
Rp I
J. Biaya Investasi
Rp D
(Rp D + Rp ZV + Rp F + Rp G + Rp H + Rp I)
Sumber: Juwana (2005)
2.6.4 Biaya Operasional Setelah bangunan didirikan, maka bangunan tersebut memerlukan biaya untuk mengoperasikan dan mengelolanya. Biaya-biaya operasional dalam pengelolaan gedung adalah sebagai berikut: 1.
Biaya Energi/Listrik Konsumsi energi/listrik per tahun menurut Juwana (2005) bisa ditetapkan per m2. Biaya kebutuhan energi bisa dihitung dengan konsumsi energi dikali tarif energi.
2.
Biaya Kebutuhan Air Biaya kebutuhan air bisa dihitung dengan mengalikan kebutuhan air per hari dengan tarif airnya. Menurut pendapat Juwana (2005), kebutuhan air suatu gedung Perumahan Vertical adalah 20 liter/m2/ tahun dan untuk hotel adalah 30 liter/m 2/ tahun.
3.
Biaya Pemeliharaan
Juwana (2005) menetapkan biaya pemeliharaan sebesar 3,5% dari
pendapatan kotor.
4.
Biaya Pemasaran Biaya pemasaran untuk suatu pengelolaan gedung ditetapkan 0,5%
dari biaya investasi (Hutomo, 2011).
5.
Biaya Gaji Menurut Satiti (2011), biaya gaji untuk mengelola suatu bangunan
berdasarkan jabatan adalah sebagai berikut:
1) Manager
@ Rp3.000.000
2) Staff
@ Rp1.150.000
6.
Biaya Penyusutan Terdapat beberapa metode untuk menentukan biaya penyusutan, salah satunya metode garis lurus. Menurut PSAK 17, metode garis lurus adalah metode biaya penyusutan yang nilainya sama setiap tahun.
7.
Biaya Pajak Biaya pajak untuk pengelolaan suatu bangunan menggunakan ketentuan berdasarkan UU No 17 Tahun 2000.
2.7
Perumahan Vertical Menurut Marlina (2008), Perumahan Vertical adalah bangunan yang
memuat beberapa grup hunian, yang berupa rumah flat atau rumah petak bertingkat yang diwujudkan untuk mengatasi masalah perumahan akibat kepadatan tingkat hunian dan keterbatasan lahan dengan harga yang terjangkau di perkotaan. 2.7.1 Klasifikasi Perumahan Vertical Menurut Marlina (2008), terdapat 3 (tiga) klasifikasi dalam Perumahan Vertical. Klasifikasi pertama adalah berdasarkan kepemilikannya, Klasifikasi yang kedua adalah berdasarkan jenis dan besarnya ruangan dan yang ketiga berdasarkan jenis kamarnya, berikut merupakan penjelasan dari klasifikasi Perumahan Vertical tersebut :
1. Klasifikasi berdasarkan kepemilikannya, terdiri dari 2 yaitu a. Perumahan Vertical Sewa
Penghuni membayar uang sewa kepada pemilik bangunan sesuai dengan
perjanjian tanpa terikat batas waktu. b. Perumahan Vertical Sewa-Beli
Uang sewa berfungsi sebagai angsuran pembelian, bila angsuran sudah
memenuhi harga yang ditetapkan, maka bangunan menjadi milik
penghuni.
c. Perumahan Vertical Sewa-Kontrak
Penghuni membayar uang sewa secara periodik sesuai dengan persetujuan, apabila masa kontrak berakhir dapat diadakan perjanjian baru. 2. Klasifikasi berdasarkan jenis dan besarnya bangunan, yaitu : a. Highrise Perumahan Vertical Ketinggian bangunan sampai dengan 40 lantai. b. Mid-rise Perumahan Vertical Ketinggian bangunan 6 s.d. 9 lantai. c. Low-rise Perumahan Vertical Ketinggian bangunan sampai dengan 6 lantai d. Walked-up Perumahan Vertical Pencapaian melalui tangga, dengan ketinggian tidak lebih dari 4 lantai. e. Elevated Perumahan Vertical Pencapaian melalui elevator atau lift dengan ketinggian lebih dari 4 lantai. 3. Klasifikasi berdasarkan jumlah kamarnya, terdiri dari 5 yaitu : a. Tipe efisien Tipe ini memliki ukuran (18m2 - 45m2). Sesuai dengan jenisnya, tipe ini mengutamakan efisiensi penggunaan ruang-ruang yang terdapat pada unit tersebut. Adapun susunan ruang yang biasanya terdapat dalam tipe ini adalah : 1. Terdapat ruang besar yang merupakan kombinasi dari aktivitas hidup sehari-hari di tempat tinggal (living), makan (eating) dan tidur
(sleeping). Oleh karena itu ruang besar ini difungsikan sekaligus
untuk mewadahi berbagai aktivitas yang berbeda.
2. Terdapat sebuah ruang kecil (alcove) untuk dapur kecil dengan
fasilitas minimum dan kamar mandi.Tipe ini biasanya dimiliki oleh single person atau pasangan yang baru menikah tanpa anak sehingga
jumlah maksimum penghuni adalah dua orang.
b. Tipe satu ruang tidur
1. Tipe ini memiliki satu ruang tidur dalam setiap unitnya. Ukurannya
berkisar antara (36 m2 – 54 m2). Secara umum kelengkapan ruang pada tipe ini adalah sebagai berikut : 2. Living-dining room, merupakan suatu ruang yang digunakan sekaligus sebagai living room dan dining room 3. Area dapur 4. Sebuah ruang tidur 5. Kamar tidur 6. Teras Outdoor c. Tipe dua ruang tidur Tipe ini memiliki dua ruang tidur dalam setiap unitnya, dengan ukuran berkisar antara (45 m2 – 90 m2). Kelengkapan ruang pada tipe ini relatif sama dengan tipe satu ruang tidur, tetapi tingkat kemewahan ruangnya relatif lebih baik. Pada tipe ini biasanya living room dibedakan dengan dining room untuk memberikan pemisahan aktivitas dengan lebih baik. d. Tipe tiga ruang tidur Unit Perumahan Vertical tipe ini memiliki tiga ruang tidur, dengan luasan berkisar (54 m2 – 108 m2). Kapasitas unit ini adalah 4-5 orang, misalnya keluarga besar dengan tiga anak atau lebih. Adapun kebutuhan ruang pada unit ini adalah sebagai berikut : e. Tipe empat ruang tidur Tipe ini memiliki empat ruang tidur dalam satu unit dengan luasan sekitar (100 m2 – 135 m2). Kapasitas ini tipe ini berkisar 508 orang, misalnya keluarga dengan 3 sampai 6 anak.
2.8
Landasan Normatif Landasan Normatif yang menjadi acuan dalam penelitian ini adalah Perda
No 16 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTRK) Karees.