BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Probiotik Probiotik adalah suatu produk yang mengandung mikroorganisme hidup dan non patogen, yang diberikan pada organisme untuk memperbaiki pertumbuhan, efisiensi konversi ransum, dan kesehatan organisme Stark dan Wilkinson (1989) dalam Soeharsono (2010). Penggunaan probiotik pada kegiatan akuakultur telah banyak digunakan dan terbukti telah memberikan efek yang menguntungkan bagi ikan dan meningkatkan produksi melalui perbaikan sistem akuakultur (Soeharsono 2010). Penggunaan probiotik pada akuakultur memiliki dua fungsi penting. Selain berfungsi sebagai penyeimbang mikroorganisme dalam pencernaan agar tingkat serapan tinggi, probiotik juga berfungsi sebagai biokontrol, bioremediasi, serta pemacu pertumbuhan ikan dan kelangsungan hidup (Fuller 1989 dalam Putranto 2011). Lactobacillus sp. Merupakan bakteri asam laktat yang secara fisiologis dikelompokkan sebagai bakteri gram positif. Bakteri asam laktat juga memiliki peranan penting pada organisme akuakultur. Bakteri asam laktat digunakan sebagai agen pengendali biologis terhadap mikroba patogen atau parasit pada organisme akuakultur (diantaranya pada ikan, telur ikan, dan crustacea). Lactobacillus sp. dapat masuk ke saluran usus dan menetap, memperbanyak diri dan memproduksi komponen-komponen metabolit seperti asam laktat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Mulyadi, 2011). Acetobacter sp. Merupakan bakteri gram negatif yang termasuk kedalam bakteri asam asetal. Habitat Acetobacter ini sangat luas dan beragam termasuk dalam lingkungan dan berbagai produk fermentasi pakan. Secara fisik bakteri ini mampu mengoksidasi glukosa menjadi rantai atau polimer yang memiliki fungsi untuk membantu usus dalam penyerapan sari-sari makanan sehingga menjadi
7
8
maksimal dan melancarkan pencernaan ikan (Nainggolalan 2009 dalam Ahmadi 2012). Sacharomices cerevicae adalah fungi uniseluler yang juga disebut ragi, berbentuk bulat atau oval, berukuran 5-12 µ, setelah dewasa akan pecah menjadi sel induk, strukturnya mempunyai dinding polisakarida tebal yang menutup protoplasma (Haetami, 2008). Shin (1966) dalam Haetami (2008) mengemukakan bahwa keuntungan umum yang diperoleh dari kultur Sacharomices cerevicae hidup adalah meningkatkan pertambahan bobot badan, efisiensi ransum, dan feed intake. Sacharomices cerevicae atau ragi memiliki kemampuan dalam memecah komponen karbohidrat kompleks, kandungan protein ragi memiliki presentase yang cukup tinggi dan sangat mudah dicerna (Ahmadi 2012). Ragi ini juga dapat menghasilkan senyawa antimikroba dan berkompetisi dengan mikroba patogen dalam mendapatkan nutrisi, mendeteksi toksin atau faktor anti nutrisi dalam pencernaan pakan (Pranata 2009 dalam Ahmadi 2012). Rhodobacter sphaeroides merupakan salah satu bakteri fotosintetik. Rhodobacter sphaeroides
termasuk kelompok bakteri dengan keragaman
metabolisme yang paling tinggi, sehingga dapat tumbuh pada berbagai variasi kondisi pertumbuhan (Habibi 2009). 2.2 Pakan Pakan yang diberikan pada ikan digunakan untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan, pemeliharaan jaringan tubuh dan reproduksi. Pemberian pakan yang sesuai dengan kebutuhan dapat mempercepat pertumbuhan. Pakan yang diberikan dengan kualitas dan kuantitas yang tepat merupakan faktor penunjang yang dapat menentukan keberhasilan pada budidaya ikan (Buwono 2000). Pakan buatan adalah pakan yang sengaja dibuat. Pakan buatan terdiri dari ramuan beberapa bahan baku yang kemudian diproses lebih lanjut sehingga bentuknya berubah dari bentuk aslinya (Mudjiman 2004). Pakan ikan yang
9
bermutu tinggi adalah pakan yang mengandung protein, karbohidrat dan lipid yang mudah dicerna oleh ikan (Murtidjo 2001). Kebutuhan ikan akan pakan bervariasi antara satu spesies dengan spesies lain, berhubungan dengan tahap siklus hidup (stadia), jenis kelamin, keadaan reproduksi dan lingkungan pemeliharaan (Mudjiman 2008). Benih ikan gurame ukuran 3–5 cm membutuhkan pakan dengan kadar protein 38 %, ukuran 5–15 cm membutuhkan pakan dengan kadar protein 32 %, sedangkan ukuran ikan lebih dari 15 cm membutuhkan pakan dengan kadar protein 28 % (SNI 2009). 2.3 Biologi Ikan Gurame Gurame merupakan jenis ikan konsumsi air tawar, yang banyak menghuni rawa-rawa, danau, atau daerah yang perairannya tenang. Bentuk badan pipih dan agak panjang, bagian dahi gurame dewasa terdapat tonjolan mirip cula, tonjolan ini tidak ditemukan pada gurame muda (Tim Redaksi Agromedia Pustaka 2001). Ikan gurame berasal dari perairan di Jawa Barat dan menyebar ke Malaysia, Thailand, Cina, India, Srilangka dan Australia. Pertumbuhan ikan gurame sangat lambat dibandingkan dengan jenis ikan air tawar lainnya. Jenis ikan ini cocok dibudidayakan karena tidak memerlukan air yang mengalir (Sitanggang dan Sarwono 2007). Jenis gurame yang telah dikenal dimasyarakat diantaranya gurame angsa, gurame jepun, gurame blausafir, gurame paris, gurame bastar, dan gurame porselen. Dibandingkan dengan jenis lain, gurame porselen lebih unggul dalam menghasilkan telur yaitu sebanyak 10.000 butir telur (Sitanggang dan Sarwono 2007). Berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI), Klasifikasi ikan gurame adalah sebagai berikut: Filum Kelas Ordo Sub ordo Famili
: Chordata : Actinopterygii : Perciformes : Belontiidae : Osphronemidae
10
Genus Spesies
: Osphronemus : Osphronemus gouramy Lac.
Gambar 1. Ikan gurame (sumber: www.google.com)
Gurame termasuk golongan ikan Labyrinthici, yaitu sebangsa ikan yang memiliki alat pernafasan berupa insang dan insang tambahan (labirinth), sehingga ikan ini mampu menyesuaikan diri dan tumbuh dengan normal pada kondisi yang kandungan oksigennya rendah (kurang dari 3 ppm) (Respati dan Santoso 1993 dalam Sugih 2005). Gurame hidup baik pada kisaran suhu 24–28 oC, secara alami gurame dapat toleran terhadap pH 6,5–8, kedalaman air ideal antara 70–100 cm supaya sinar matahari dapat menyentuh dasar kolam sehingga lapisan yang subur dapat berkembang (Sitanggang dan Sarwono 2007). Menurut Saparinto (2008) gurame termasuk ikan pemakan segala (Omnivora). Menurut Ardiwinata (1981) dalam Sugih (2005) sejak telur menetas sampai berumur 10 hari, untuk makanannya ikan bergantung pada cadangan makanannya (kantung kuning telur). Umur 1,5 bulan (panjang 1,5 cm) benih gurami memakan makanan hewani (rayap, ulat, semut merah), umur 1,5-3,5 bulan (panjang 2-3 cm) memakan makanan hewani, bungkil halus, dan daun-daunan. umur 3,5-8 bulan (panjang 5-8 cm) memakan tumbuhan air, umur 8-12 bulan (panjang 8-12) dan umur lebih dari satu tahun memakan daun-daunan dan pelet (Tim Redaksi Agromedia Pustaka 2001).
11
Benih gurame umur 10-12 hari, panjang totalnya dapat mencapai 0,75-1 cm dan bobot minimal 0,03 gram sedangkan pada umur 160 hari (4 bulan) panjang totalnya dapat mencapai 6-8 cm dan bobot minimal 3,5 gram (SNI 2000). 2.4 Pencernaan Ikan Pencernaan adalah proses penyederhanaan melalui mekanisme fisik dan kimiawi sehingga makanan menjadi bahan yang mudah diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh melalui sistem peredaran darah (Handajani dan Widodo 2010). Pakan yang masuk kedalam saluran pencernaan ikan akan mengalami proses pencernaan. Saluran pencernaan makanan pada ikan meliputi organ-organ seperti mulut, rongga mulut, faring, esophagus, lambung, usus dan anus (Sugih 2005). Daya cerna ikan terhadap suatu jenis makanan tergantung pada faktor fisik dan kimia makanan, umur ikan, jenis makanan, serta jumlah enzim pencernaan. Enzim merupakan katalisator biologis yang dihasilkan oleh makluk hidup untuk mempercepat reaksi kimia dan membebaskan energi. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh faktor seperti suhu dan pH. Adanya enzim dalam pencernaan sangat mempengaruhi daya cerna ikan (Mulyadi, 2011). Pencernaan protein dimulai pada bagian lambung dan dikatalis oleh pepsin dalam kondisi pH antara 1-4 (Piallang, 1997 dalam Ahmadi, 2012). Enzim yang berperan penting dalam pencernaan protein adalah protease. Dilambung protein dalam pakan mengalami denaturasi oleh asam klorida dan dihidrolisis dengan katalisator oleh enzim pepsin, kemudian protein yang telah dicerna tersebut akan diubah menjadi peptid (Handajani dan Widodo 2010). Pencernaan lemak dimulai pada bagian lambung, namun secara intensif dimulai dari usus. Lemak akan diubah menjadi partikel yang lebih sederhana dengan bantuan enzim lipase yang kemudian siap untuk diserap oleh dinding usus. Pencernaan karbohidrat dimulai pada lambung karena ikan tidak memiliki air liur, namun lebih intensif karbohidrat dicerna pada bagian usus yang memiliki enzim amylase pankreatik (Affandi et al., 1991 dalam Ahmadi 2012).
12
2.5 Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup adalah perbandingan jumlah organisme hidup pada akhir periode dengan organisme hidup pada awal periode (Muktiana 2004). Kelangsungan hidup ikan diperoleh dengan membagi jumlah ikan yang hidup pada akhir suatu periode dengan jumlah ikan dari awal periode yang bersangkutan (Effendi 1997). Ketersediaan pakan pada fase larva setelah kuning telur habis akan mempengaruhi kelangsungan hidup (Mudjiman 2008). Menurut Welcomme (1979) dalam Muktiana (2002) kelangsungan hidup ikan disuatu perairan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah kepadatan dan kualitas air. Pada tingkat kepadatan yang terlalu tinggi sering menyebabkan pertumbuhn individu, pemanfaatan pakan dan tingkat kelangsungan hidup ikan menurun (Allen 1974 dalam Muktiana 2002). Tingkat kelangsungan hidup akan sangat menentukan produksi yang akan diperoleh dan erat kaitannya dengan ukuran ikan yang dipelihara. Ikan-ikan yang berukuran kecil (benih) akan lebih rentan terhadap parasit, penyakit, dan penanganan yang kurang hati-hati (Hepler 1978 dalam Muktiana 2002). Effendi (1997) mengemukakan bahwa kelangsungan hidup larva dipengaruhi oleh kualitas induk, telur, kualitas air, serta rasio antara jumlah makanan dan kepadatan larva. 2.6 Pertumbuhan Pertumbuhan adalah pertambahan panjang atau bobot dalam kurun waktu tertentu. Pertumbuhan terjadi apabila pakan dicerna secara optimal. Pertumbuhan dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam diantaranya keturunan, sex, umur, parasit dan penyakit. Sedangkan faktor luar dintaranya kuantitas dan kualitas pakan, suhu, kualitas air, ruang gerak dan kompetisi pengambilan pakan (Effendi, 1997). Pertumbuhan ikan dibedakan menjadi dua, yaitu pertumbuhan mutlak dan pertumbuhan relatif. Pertumbuhan mutlak adalah penambahan ukuran panjang, berat dan volume. Sedangkan perumbuhan relatif adalah perbedaan ukuran pada
13
akhir interval dengan ukuran awal interval (Effendi 1997). Pertumbuhan ikan pada awal fase hidupnya berjalan lambat untuk sementara kemudian pertumbuhan berjalan dengan cepat (autolitik). Pertumbuhan akan kembali melambat pada ukuran tua (Effendi 1997). 2.7 Kualitas Air Kualitas air sangat berpengaruh untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme budidaya. faktor-faktor kualitas air yang perlu diperhatikan dalam kegiatan pembenihan antara lain suhu, kedalaman air, oksigen terlarut dan pH (Sitanggang dan Sarwono 2000). 2.7.1 Suhu Suhu air sangat berpengaruh terhadap kehidupan jasad renik dalam kolam. Perubahan suhu yang mencolok (29 oC pada siang hari dan 15oC pada malam hari) menyebabkan kandungan oksigen (zat asam) turun drastis. Suhu ideal untuk memelihara gurame dikolam adalah 29–30oC (SNI 2000). 2.7.2 Oksigen Terlarut Oksigen sangat penting bagi pernapasan dan merupakan komponen utama bagi metabolisme. Keperluan organisme air terhadap oksigen tergantung pada jenis, umur, dan aktivitasnya. Dalam stadia (umur) muda keperluan oksigennya relatif besar dibandingkan dengan yang berumur lanjut. Kandungan oksigen yang terbaik bagi gurami antara 4-6 mg/liter (Sitanggang dan Sarwono 2000). 2.7.3 pH pH merupahan salah satu faktor penting dalam kegiatan budidaya. Ikan Gurame dapat toleran terhadap kisaran pH antara 6,5–8. Perairan yang terlalu asam dapat menyerap fosfat yang merupakan nutrien penting sebagai bahan penyubur perairan, sehingga kesuburan kolam akan terganggu (Sitanggang dan Sarwono 2000).
14
2.7.4 Kedalaman Air Media Kedalaman air merupakan salah satu faktor penunjang dalam kegiatan budidaya. Kedalaman air mempengaruhi kondisi nutrien dalam media pemaliharan, jika kedalaman air terlalu tinggi sumber cahaya matahari yang masuk akan berkurang karena tidak terjadi proses fotosintesis sebaliknya jika kedalaman air terlalu rendah cahaya matahari yang masuk akan terlalu banyak sehingga menyebabkan suhu didalam media akan tinggi (Sitanggang dan Sarwono 2000). Ketinggian air yang ideal untuk pemeliharaan dikolam sekitar 40-60 cm (SNI 2000).