BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Tinjauan Teoritis 2.1.1. Bank Menurut Kuncoro (2002:68) definisi dari bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Oleh karena itu, dalam melakukan kegiatan usahanya sehari-hari bank harus mempunyai dana agar dapat memberikan kredit kepada masyarakat. Dana tersebut dapat diperoleh dari pemilik bank (pemegang saham), pemerintah, bank Indonesia, pihak-pihak di luar negeri, maupun masyarakat dalam negeri. Dana dari pemilik bank berupa setoran modal yang dilakukan pada saat pendirian bank. Dana
dari
pemerintah
diperoleh
apabila
bank
yang
bersangkutan ditunjuk oleh pemerintah untuk menyalurkan dana-dana bantuan
yang
berkaitan
dengan
pembiayaan
proyek-proyek
pemerintah, misalnya Proyek Inpres Desa Tertinggal. Sebelum dana diteruskan kepada penerima, bank dapat menggunakan dana tersebut untuk mendapatkan keuntungan, misalnya dipinjamkan dalam bentuk pinjaman antar bank (interbank call money) berjangka 1 hari hingga 1 minggu. Keuntungan bank diperoleh dari selisih antara harga jual dan
harga beli dana tersebut setelah dikurangi dengan biaya operasional. Dana-dana masyarakat ini dihimpun oleh bank dengan menggunakan instrumen produk simpanan yang terdiri dari Giro, Deposito dan Tabungan. Menurut Undang‐Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Bank sebagai perantara keuangan dimana maksudnya adalah bank menjadi perantara keuangan antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak yang membutuhkan dana (defisit unit). Bank memiliki fungsi sebagai “Agen Pembangunan” sebagai badan usaha, bank tidaklah semata-mata mengejar keuntungan (profit oriented), tetapi bank turut bertanggung jawab dalam pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Secara lebih spesifik, fungsi bank adalah sebagai agent of trust, agent of development, dan agent of services. (Susilo, Triandaru dan Santoso, 2006) 1. Agent of Trust Dasar utama kegiatan perbankan adalah trust atau kepercayaan, baik dalam hal penghimpunan dana maupun penyaluran dana. Masyarakat akan mau menitipkan dananya di bank apabila dilandasi unsur kepercayaan. Masyarakat percaya bahwa uangnya tidak akan disalahgunakan oleh bank, uangnya akan dikelola dengan baik, bank tidak akan bangkrut, dan juga percaya bahwa pada saat yang telah dijanjikan masyarakat dapat menarik
2.
3.
lagi simpanan dananya di bank. Pihak bank sendiri akan mampu menempatkan atau menyalurkan dananya pada debitur atau masyarakat apabila dilandasi unsur kepercayaan. Pihak bank percaya bahwa debitur tidak akan menyalahgunakan pinjamannya, debitur akan mengelola dana pinjaman dengan baik, debitur akan mempunyai kemampuan untuk membayar pada saat jatuh tempo, dan juga bank percaya bahwa debitur mempunyai niat baik untuk mengembalikan pinjaman beserta kewajiban lainnya pada saat jatuh tempo. Agent of Development Sektor dalam kegiatan perekonomian masyarakat yaitu sektor moneter dan sektor riil, tidak dapat dipisahkan. Kedua sektor tersebut berinteraksi saling mempengaruhi satu dengan yang lain. Sektor riil tidak akan dapat berkinerja dengan baik apabila sektor moneter tidak akan bekerja dengan baik. Tugas bank sebagai penghimpun dan penyaluran dana sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan perekonomian di sector riil. Kegiatan bank tersebut memungkinkan masyarakat melakukan investasi, distribusi, dan juga konsumsi barang dan jasa, mengingat semua kegiatan investasi, distribusi, dan konsumsi selalu berkaitan dengan penggunaan uang. Kelancaran kegiatan investasi, distribusi dan konsumsi ini tidak lain adalah kegiatan pembangunan perekonomian masyarakat. Agent of Services Disamping melakukan kegiatan penghimpunan dan penyaluran dana, bank juga memberikan penawaran jasajasa perbankan yang lain kepada masyarakat. Jasa-jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat secara umum. Jasa-jasa bank ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, jasa penitipan barang berharga, jasa pemberian jaminan bank, dan jasa penyelesaian tagihan.
Ketiga fungsi bank diatas diharapkan dapat memberikan gambaran yang menyeluruh dan lengkap mengenai fungsi bank dalam perekonomian, sehingga bank tidak hanya dapat diartikan sebagai lembaga perantara keuangan atau financial intermediary institution.
Menurut R.G. Hawtrey dalam bukunya Curency and Credit tahun 1919 menyatakan : uang ditangan masyarakat berfungsi sebagai alat tukar dan alat pengukur nilai. Masyarakat memperoleh alat penukar berdasarkan kredit yang disalurkan oleh suatu badan usaha perantara yang memperdagangkan utang dan piutang. Dengan demikian bank merupakan suatu badan usaha yang bertujuan memberikan kredit dan jasa-jasa dalam lalulintas pembayaran dan peredaran uang. Pemberian kredit dilakukan dengan modal sendiri atau dengan dana pihak ketiga yang disimpan di bank maupun dengan mengedarkan alat-alat pembayaran baru berupa uang giral. Umumnya pemberian kredit lebih besar dari saldo uang nasabah yang tidak ditarik, sehingga bank bersedia melepaskan kredit melebihi saldo nasabah dengan cara menciptakan uang giral dengan membentuk rekening Koran.
A. Hahn dalam bukunya membedakan bank atas dua jenis yakni : a.
Bank Primer yaitu bank yang bertugas dalam peminda bukuan alat-alat pembayaran yang dipercayakan oleh pihak ketiga, contohnya bank sentral dan bank umum.
b.
Bank Sekunder yaitu bank yang hanya bertugas sebagai perantara pemberian pinjaman, contohnya bank tabungan dan bank lain yang tidak menciptakan uang giral.
Verryn Stuart dalam bukunya “Bank Politics” dua tugas bank yaitu : a.
Sebagai perantara kredit yakni bank memberikan kredit kepada pihak ketiga atau debitur yang berasal dari simpanan pihak ketiga (masyarakat)
b.
Menciptakan kredit yakni meminjamkan dana yang tidak berasal dari dana milik masyarakat.
Ada tiga bentuk tugas atau operasi yang dilakukan bank yakni : a.
Operasi perkreditan secara aktif yakni tugas bank dalam rangka menciptakan atau memberikan kredit.
b.
Operasi perkreditan secara pasif yaitu tugas bank dalam menerima simpanan atau dana pihak ketiga yag dipercayakan masyarakat.
c.
Usaha bank sebagai perantara dalam pemberian kredit.
Berdasarkan fungsinya ada lima jenis bank yakni sebagai berikut : a.
Bank
Sentral
yaitu
bank
yang
memperoleh
hak
untuk
mengedarkan uang logam dan uang kertas. b.
Bank Umum yaitu bank yang usahanya mengumpulkan dana terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito serta terutama menerima simpanan dalam
bentuk giro dan
deposito serta terutama memberikan kredit berjangka waktu pendek.
c.
Bank Tabungan yaitu bank yang usahanya mengumpulkan dana terutama menerima simpanan dalam bentuk deposito dan atau mengeluarkan kertas berharga jangka waktu menengah dan panjang. Menyalurkannya dalam bentuk kredit jangka waktu menengah dan panjang dalam bidang pembangunan.
d.
Bank Pendesaan (Rural bank) yaitu bank yang usahanya mengumpulkan dana baik dalam bentuk simpanan uang maupun dalam bentuk natura atau barang dan juga memberikan kredit jangka pendek, baik dalam bentuk uang maupun natura terutama kepada sektor pertanian dipedesaan.
Berdasarkan Undang-Undang Pokok Perbankan No.10/1998 di Indonesia dikenal hanya dua jenis bank yaitu : 1.
Bank Umum adalah bank yang dalam pengumpulan dananya terutama menerima simpanan dalam bentuk giro dan deposito daklam usahanya terutama dalam memberikan kredit jangka pendek.
2.
Bank Pengkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.1.2
Kredit Pengertian Kredit mempunyai dimensi yang beraneka ragam, dimulai dari arti kata “ kredit”yang berasal dari bahasa Yunani “ credere” yang berarti kepercayaan akan kebenaran dalam praktek sehari – hari . Kredit merupakan suatu fasilitas keuangan yang memungkinkan seseorang atau badan usaha untuk meminjam uang untuk membeli produk dan membayarnya kembali dalam jangka waktu yang ditentukan. UU No. 10 tahun 1998 menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Jika seseorang menggunakan jasa kredit, maka ia akan dikenakan bunga tagihan. Macam – macam Kredit Untuk membedakan kredit menurut faktor – faktor dan unsur – unsur yang ada dalam pengertian kredit, maka perbedaan kredit dapat dibedakan atas dasar : a.
Sifat penggunaan kredit 1. Kredit Konsumtif adalah kredit yang digunakan untuk keperluan konsumsi atau uang akan habis terpakai untuk memenuhi kebutuhannya.
2. Kredit Produktif adalah kredit yang digunakan untuk peningkatan usaha, baik usaha – usaha produksi, perdagangan maupun investasi. b.
Keperluan kredit 1.
Kredit produksi / ekploitasi Kredit ini diperlukan perusahaan untuk meningkatkan produksi baik peningkatan kuantitatif yaitu jumlah hasil produksi maupun peningkatan kualitatif yaitu peningkatan kuantitas atau mutu hasil produksi.
2.
Kredit Perdagangan Kredit ini dipergunakan untuk keperluan perdagangn pada umumnya yang berarti peningkatan utility of place suatu barang, Barang – barang yang diperdagangkan ini juga diperlukan bagi industri.
3.
Kredit Investasi Kredit yang diberikan kepada para pengusaha untuk investasi, berarti untuk penambahan modal dan kredit bukan untuk keperluan perbaikan ataupun penambahan barang modal atau fasilitas – fasilitas yang erat hubungannya dengan itu. Misalnya untuk membangun pabrik, membeli / mengganti mesin – mesin dan sebagainya.
Kredit menurut cara pemakaian terdiri dari : a.
Kredit rekening Koran bebas Debitur menerima seluruh kreditnya dalam bentuk rekening koran kepadanya diberikan blangko cheque dan rekening koran pinjamannya diisi menurut besarnya kredit yang diberikan, debitur bebas melakukan penarikan selama kredit berjalan.
b.
Kredit rekening Koran terbatas Sistem ini adanya perbatasan tertentu bagi nasabah dalam melakukan penarikan uang rekeningya, seperti pemberian kredit dengan uang giral dan perubahannya menjadi uang chartal dilakukan berangsur – angsur.
c.
Kredit rekening Koran aflopend Penarikan kredit dilakukan dalam arti maksimum kredit pada waktu penarikan pertamalah sepeuhnya dipergunakan oleh nasabah.
d.
Revolving credit Sistem penarikan kredit sama dengan cara rekening Koran bebas dengan masa penggunaan satu tahun, akan tetapi cara pemakaiannya berbeda.
e.
Term Loans Dalam sistem ini penggunaan dan pemakaian kredit sangat fleksibel artinya nasabah bebas menggunakan uang kredit untuk keperluan apa saja dan bank tidak mau tentang hal itu.
2.1.3
Dana Pihak Ketiga (DPK) Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 10/19/PBI/2008 menjelaskan, “dana pihak ketiga bank, untuk selanjutnya disebut DPK, adalah kewajiban bank kepada penduduk dalam rupiah dan valuta asing.” Umumnya dana yang dihimpun oleh perbankan dari masyarakat akan digunakan untuk pendanaan aktivitas sector riil melalui penyaluran kredit (Fransisca dan Siregar, 2009). Dana – dana yang dihimpun dari masyarakat (DPK) ternyata merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80% - 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank) (Dendawijaya, 2005 : 49). Dana pihak ketiga terdiri atas beberapa jenis, yaitu: 1. Tabungan (Saving Deposit) Tabungan adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat – syarat tertentu. Semua bank diperkenankan untuk mengembangkan sendiri berbagai jenis tabungan yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat tanpa perlu adanya persetujuan dari bank sentral (bank Indonesia). 2.
Deposito (Time Deposit) Deposito atau simpanan berjangka adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya hanya dapat dilakukan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian. Dilihat dari sudut biaya dana, dana bank yang bersumber dari simpanan dalam bentuk deposito merupakan dana yang relative mahal dibandingkan dengan sumber dana lainnya, misalnya giro atau tabungan. Berbeda dengan giro, dana deposito akan mengendap di bank karena para pemegang (deposan) tertarik dengan tingkat bunga yang ditawarkan oleh bank dan adanya keyakinan bahwa pada saat jatuh tempo (apabila dia tidak ingin memperpanjang) dananya dapat ditarik kembali. Terdapat berbagai jenis deposito, yakni: deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposits on call.
3.
Giro (demand deposit) Giro adalah simpanan pihak ketiga pada bank yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, dan surat perintah pembayaran lainnya atau dengan cara pemindahbukuan. Dalam pelaksanaan, giro ditatausahakan oleh bank dalam suatu rekening yang disebut ‘rekening koran’. Jenis rekening giro ini dapat berupa:
a. Rekening atas nama perorangan, b. Rekening atas nama suatu badan usaha/lembaga, dan c. Rekening bersama/gabungan. 2.1.4
Rasio Kecukupan Modal (Capital Adequacy Ratio) CAR (Capital Adequacy Ratio) adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas. Capital Adequacy Ratio menurut (Dendawijaya, 2000:122) adalah Rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung risiko ( kredit, penyertaan , surat berharga, tagihan pada bank lain ) ikut di biayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana – dana dari sumber – sumber di luar bank , seperti dana dari masyarakat , pinjaman , dan lain – lain. Dalam menjalankan fungsinya bank harus menjaga rasio kecukupan modalnya atau CAR (Capital Adequacy Ratio) (pasal 29 ayat 2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 1998). Modal juga merupakan aspek yang sangat penting untuk menilai kesehatan bank karena ini berhubungan dengan solvabilitas bank. CAR yang harus dicapai oleh bank umum itu ditetapkan sekitar 8%, dimana
ketentuan mengenai jumlah CAR ini harus ditaati oleh semua bank umum. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan disiplin dan profesionalisme bagi setiap bank untuk mengelola seluruh aktiva yang dimiliki untuk mendapatkan keuntungan bagi bank. Modal digunakan untuk menilai seberapa besar kemampuan bank untuk menanggung risiko-risiko yang mungkin akan terjadi. Bank yang mempunyai tingkat risiko yang tinggi akan lebih solvabel. Begitu juga sebaliknya bank yang mempunyai risiko yang kecil mengidentifikasikan bank tersebut kurang solvabel. Tingkat modal yang tinggi akan meningkatkan cadangan kas yang dapat digunakan untuk memperluas kreditnya, sehingga tingkat solvabilitas yang tinggi akan membuka peluang yang lebih besar bagi bank untuk meningkatkan profitabilitas-nya. Sebaliknya bank yang tingkat solvabilitasnya rendah akan mengurangi kemampuan bank untuk meningkatkan
profitabilitas-nya,
bahkan
dapat
mengurangi
kepercayaan masyarakat, sehingga akan berpengaruh buruk terhadap kelangsungan usahanya. Bank for international settlements (B.I.S) menetapkan ketentuan dan perhitungan Capital Adequacy Ratio yang harus diikuti oleh bank-bank seluruh dunia, sebagai suatu level dalam permainan kompetisi yang fair dalam pasar keuangan global. Formula yang
ditentukan oleh BIS adalah “ratio minimum 8 persen permodalan terhadap aktifa yang mengandung resiko”. Ketentuan 8 % CAR sebagai kewajiban penyedian modal minimum bank, dibagi dalam 2 bagian, yaitu: I.
4 % modal inti (tier 1) yang terdiri dari shareholder equity, preferred stock dan free reserves
II. 4 % modal sekinder (tier 2) yang terdiri dari subordinate dabt, loan loss provisions, hybrid securities dan revaluation reserves. Capital Adequacy Ratio (CAR) atau biasa juga disebut Rasio Kecukupan Modal, adalah perbandingan antara modal bersih yang dimiliki bank dengan total asetnya. Dalam menghitung CAR dapat diukur dengan cara : 1.
Membandingkan modal dengan dana-dana pihak ketiga Dilihat dari sudut perlindungan kepentingan para deposan, perbandingan antara modal dengan pos-pos pasiva merupakan petunjuk tentang tingkat keamanan simpanan masyarakat pada bank. Perhitungannya merupakan ratio modal dikaitkan dengan simpanan pihak ketiga ( giro, deposito, dan tabungan ) sebagai berikut :
Modal dan Cadangan = 10% Giro + Deposito + Tabungan Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa ratio modal atas simpanan cukup dengan 10% dan dengan ratio itu permodalan bank dianggap sehat. Ratio antara modal dan simpanan masyarakat harus dipadukan dengan memperhitungkaan aktiva yang mengandung resiko. Oleh karena itu modal harus dilengkapi oleh berbagai cadangan sebagai penyangga modal, sehingga secara umum modal bank terdiri dari modal inti dan modal pelengkap. 2.
Membandingkan modal dengan aktiva beresiko Penentuan berapa besar kebutuhan modal minimum yang dibutuhkan oleh bank Syari’ah didasarkan pada aktiva tertimbang menurut
risiko
(ATMR).
ATMR
adalah
faktor
pembagi
(denominator) dari CAR, sedangkan modal adalah faktor yang dibagi
(numerator)
untuk
mengukur
kemampuan
modal
menanggung risiko aktiva tersebut. Modal CAR
=
x 100%
ATMR Perhitungan kebutuhan modal didasarkan pada aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR). Yang dimaksud dengan
aktiva dalam perhitungan ini mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin dalam kewajiban yang masih bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan bagi pihak ketiga. Terhadap masing-masing jenis aktiva tersebut ditetapkan bobot risiko yang besarnya didasarkan pada kadar risiko yang terkandung dalam aktiva itu sendiri atau yang didasarkan atas penggolongan nasabah, penjamin atau sifat barang jaminan. 2.1.5
Loan To Deposit Ratio (LDR) Semakin besarnya penyaluran dana dalam bentuk kredit relative dibandingkan dengan deposit atau simpanan masyarakat pada suatu bank membawa konsekuensi semakin besarnya resiko yang ditanggung oleh bank yang bersangkutan. Apabila kredit yang disalurkan mengalami kegagalan atau bermasalah, maka bank akan mengalami kesulitan untuk mengembalikan dana yang dititipkan oleh masyarakat. LDR merupakan rasio keuangan perusahaan perbankan yang berhubungan dengan aspek likuiditas. LDR adalah suatu pengukuran tradisional yang menunjukkan deposito berjangka, giro, tabungan, dan lain-lain yang digunakan dalam memenuhi permohonan pinjaman (loan requests) nasabahnya. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat likuiditas. Rasio yang tinggi menunjukkan bahwa suatu bank
meminjamkan seluruh dananya (loan-up) atau relatif tidak likuid (illiquid). Sebaliknya rasio yang rendah menunjukkan bank yang likuid dengan kelebihan kapasitas dana yang siap untuk dipinjamkan. LDR disebut juga rasio kredit terhadap total dana pihak ketiga yang digunakan untuk mengukur dana pihak ketiga yang disalurkan dalam bentuk kredit. Menurut Mulyono (1995:101), rasio LDR merupakan rasio perbandingan antara jumlah dana yang disalurkan ke masyarakat (kredit) dengan jumlah dana masyarakat dan modal sendiri yang digunakan. Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali
penarikan
yang
dilakukan
nasabah
deposan
dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin tinggi rasio ini semakin rendah pula kemampuan likuiditas bank
(Dendawijaya,
2000:118).
Sebagian
praktisi
perbankan
menyepakati bahwa batas aman dari LDR suatu bank adalah sekitar 85%. Namun batas toleransi berkisar antara 85%-100% atau menurut Kasmir (2003:272), batas aman untuk LDR menurut peraturan pemerintah adalah maksimum 110 %. Tujuan penting
dari perhitungan LDR adalah untuk
mengetahui serta menilai sampai berapa jauh bank memiliki kondisi sehat dalam menjalankan operasi atau kegiatan usahanya. Dengan kata
lain LDR digunakan sebagai suatu indikator untuk mengetahui tingkat kerawanan suatu bank. Penyebab LDR Rendah yaitu seperti telah dijelaskan sebelumnya
bahwa
perbankan
nasional
pernah
mengalami
kemerosotan jumlah kredit karena diserahkan ke BPPN untuk ditukar dengan obligasi rekapitalisasi. Begitu besarnya nilai kredit yang keluar dari sistem perbankan di satu sisi dan semakin meningkatnya jumlah DPK yang masuk ke perbankan, maka upaya ekspansi kredit yang dilakukan perbankan selama sepuluh tahun terakhir sepertinya belum berhasil mengangkat angka LDR secara signifikan. Fungsi LDR yaitu sebagai indikator intermediasi perbankan. Begitu pentingnya arti LDR bagi perbankan maka angka LDR pada saat ini telah dijadikan persyaratan antara lain : 1.
Sebagai salah satu indikator penilaian tingkat kesehatan bank.
2.
Sebagai salah satu indikator kriteria penilaian Bank Jangkar (LDR minimum 50%),
3.
Sebagai faktor penentu besar-kecilnya GWM (Giro Wajib Minimum) sebuah bank.
4.
Sebagai salah satu persyaratan pemberian keringanan pajak bagi bank yang akan merger.
Begitu pentingnya arti angka LDR, maka pemberlakuannya pada seluruh bank sedapat mungkin diseragamkan. Maksudnya, jangan sampai ada pengecualian perhitungan LDR di antara perbankan. 2.1.6
Non Performing Loan (NPL) Non Performing Loan (NPL) atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. NPL merupakan rasio yang dipergunakan untuk mengukur kemampuan bank dalam meng-cover risiko kegagalan pengembalian kredit oleh debitur. NPL mencerminkan risiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula risiko kredit yang ditanggung pihak bank. Bank dalam memberikan kredit harus melakukan analisis terhadap kemampuan debitur untuk membayar kembali kewajibannya. Setelah kredit diberikan bank wajib melakukan pemantauan terhadap penggunaan kredit serta kemampuan dan kepatuhan debitur dalam memenuhi kewajibannya. Bank melakukan peninjauan, penilaian, dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil risiko kredit. Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut: Rasio NPL = (Total NPL / Total Kredit ) x 100%
Misalnya suatu bank mengalami kredit bermasalah sebesar 50 dengan total kredit sebesar 1000, sehingga rasio NPL bank tersebut adalah 5% (50 / 1000 = 0.05). (Dendawijaya,2003:123) mengemukakan dampak Non Performing Loan (NPL) yang tidak wajar sebagai berikut: 1. Hilangnya kesempatan memperoleh kesempatan pendapatan (income) dari kredit yang diberikan, sehingga mengurangi laba dan mengurangi kemampuan untuk memberikan kredit. 2. Rasio kualitas aktiva produktif menjadi semakin besar yang menggambarkan situasi memburuk. 3. Bank harus memperbesar penyisihan untuk cadangan aktiva produktif yang diklasifikasikan berdasarkan ketentuan yang berlaku. Hal ini pada akhirnya akan mengurangi besar modal bank. 4. Menurunkan tingkat kesehatan bank berdasarkan perhitungan kesehatan bank dengan analisis CAMELS.
2.2
Tinjauan Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang membahas mengenai penyaluran kredit perbankan, yaitu sebagai berikut: 1.
Cyndi Adelya dan Hotmal Jafar (2007) Adelya dan Jafar (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap penyaluran kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar Bursa Efek. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah dana pihak ketiga memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap penyaluran kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek.
2.
Fanni Otavera Kifliani dan Syahyunan (2012) Penelitian yang dilakukan Fanni dan Syahyunan mengenai Analisis pengaruh dana pihak ketiga, Capital Adequacy Ratio dan Non Performing Loan terhadap penyaluran kredit PT. Bank Persero di Indonesia. Variabel Independen berupa DPK, CAR dan NPL. Hasil penelitian yang didapatkan adalah Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Non Performing Loan (NPL) secara serempak berpengaruh signifikan terhadap Penyaluran Kredit pada PT Bank Persero di Indonesia. Secara parsial Dana Pihak Ketiga (DPK) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Penyaluran Kredit pada Bank Persero di Indonesia, sedangkan Capital Adequacy Ratio (CAR), dan Non Performing Loan (NPL) memiliki pengaruh positif dan tidak siginifikan terhadap Penyaluran Kredit Bank Persero di Indonesia.
3.
Fitriya Ayu D.A, Saryadi dan Andi Wijayanto (2012) Fitriya, Saryadi dan Andi melakukan penelitian tentang Pengaruh Dana Pihak Ketiga(DPK), Capital Adequacy Ratio(CAR), Non Performing Loan(NPL), Return on Asset(ROA) dan Loan to Deposit Ratio(LDR) terhadap volume kredit yang disalurkan Bank Persero. Variabel Independen berupa DPK, CAR, NPL, ROA dan LDR. Hasil penelitian yang didapatkan adalah Secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non
Performing Loan (NPL), Return On Assets (ROA) dan Loan to Deposit Ratio (LDR) terhadap Volume Kredit yang disalurkan. 4.
Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih (2010) Penelitian yang dilakukan oleh Mohamad dan Prihatingsih adalah Analisi pengaru Dana Pihak Ketiga, Tingkat Suku Bunga kredit, NPL, dan tingkat inflasi terhadap penyaluran kredit BPR di Jawa Tengah. Variabel independen berupa DPK, tingkat suku bunga, NPL, dan tingkat inflasi. Hasil penelitian yang didapatkan berupa terdapat pengaruh positip antara Dana Pihak Ketiga terhadap penyaluran kredit BPR.Terdapat pengaruh yang negatif tetapi tidak signifikan antara variabel tingkat suku bunga kredit dengan penyaluran kredit BPR Terdapat pengaruh yang positip tetapi tidak signifikan antara variabel Non Performance Loan dengan penyaluran kredit BPR. Terdapat pengaruh yang positip tetapi tidak signifikan antara variabel tingkat inflasi dengan penyaluran kredit BPR. Terdapat pengaruh yang negatip dan signifikan antara variabel tingkat risiko kredit dengan penyaluran kredit BPR.
5.
Fransisca dan Hasan Sakti Siregar (2008) Penelitian yang dilakukan oleh Fransisca dan Siregar (2008) mengenai pengaruh faktor internal bank terhadap volume kredit pada bank yang go public di Indonesia, memiliki variabel independen DPK, CAR, ROA, dan NPL. Hasil dari penelitian ini adalah Dana Pihak Ketiga dan Return on Assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap volume kredit. Capital
Adequacy Ratio memiliki pengaruh positif dan Non Performing Loan memiliki pengaruh negatif, keduanya tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap volume kredit. Secara simultan Dana Pihak Ketiga dan Non Performing Loan berpengaruh signifikan terhadap volume kredit.
Tabel 1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu No
Peneliti dan Judul Penelitian
1
Cyndi Adelya dan Hotmal Jafar (2007) Pengaruh Dana Pihak Ketiga terhadap penyaluran kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
2
Fanni Oktavera Kifliani dan Syahyunan ( 2012) Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio dan Non Performing Loan terhadap penyaluran kredit PT. Bank Persero Di Indonesia
Tujuan Penelitian Untuk mengetahui pengaruh DPK terhadap penyaluran kredit perbankan.
mengetahui pengaruh Dana Pihak Ketiga, Capital Adequacy Ratio dan Non Performing Loan terhadap Penyaluran Kredit pada PT Bank Persero di Indonesia.
Variabel
Hasil Penelitian
Variabel Dependen : Kredit perbankan Variabel Independen: Giro, tabungan, deposito
Secara signifikan DPK memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penyaluran kredit pada perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Secara parsial DPK memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap Penyaluran Kredit pada Bank Persero, sedangkan CAR dan NPL memiliki pengaruh positif dan tidak siginifikan terhadap Penyaluran Kredit Bank Persero.
Variabel Dependen : Penyaluran kredit Variabel Independe: DPK, CAR dan NPL
No 3
4
Tujuan Penelitian Untuk Fitriya Ayu D.A, Saryadi dan mengetahui Andi Wijayanto (2012) Pengaruh DPK, CAR, NPL, pengaruh DPK, ROA, LDR terhadap Volume CAR, NPL, ROA kredit yang disalurkan Bank dan LDR Persero terhadap Volume kredit pada Bank Persero Peneliti dan Judul Penelitian
Mohamad Hasanudin dan Prihatiningsih (2010) Analisis Pengaruh DPK, tingkat suku bunga kredit, NPL dan tingkat inflasi terhadap penyaluran kredit BPR di Jawa Tengah
Untuk mengetahui pengaruh DPK, tingkat suku bunga kredit, NPL dan tingkat inflasi terhadap penyaluran kredit BPR
Variabel
Hasil Penelitian
Variabel Dependen : Volume Kredit Variabel Independen: DPK, CAR, NPL, ROA dan LDR Variabel Dependen: Penyaluran kredit Variabel Independen: DPK, tingkat suku bunga kredit, NPL, dan tingkat inflasi
Secara simultan terdapat pengaruh yang signifikan antara DPK, CAR, NPL, ROA dan LDR terhadap Volume Kredit yang disalurkan. terdapat pengaruh positif antara DPK terhadap penyaluran kredit BPR,terdapat pengaruh yang negatif tetapi tidak signifikan antara variabel tingkat suku bunga kredit dengan penyaluran kredit BPR,terdapat pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan antara variabel NPL dengan penyaluran kredit BPR, terdapat pengaruh yang positif tetapi tidak signifikan antara variabel tingkat inflasi dengan penyaluran kredit BPR dan terdapat pengaruh yang negatif dan
No
5
Peneliti dan Judul Penelitian
Fransisca dan Hasan Sakti Siregar (2008) Pengaruh faktor internal bank terhadap volume kredit pada bank yang go public di Indonesia, memiliki variabel independen DPK, CAR, ROA, dan NPL
Tujuan Penelitian
Variabel
Hasil Penelitian
signifikan antara variabel tingkat risiko kredit dengan penyaluran kredit BPR. Menganalisis Variabel DPK berpengaruh pengaruh DPK, Dependen: positif & CAR, ROA, Volume signifikan, dan NPL Kredit CAR berpengaruh terhadap Variabel positif & tidak volume kredit Independen: signifikan, ROA pada bank yang DPK berpengaruh go public di CAR positif & Indonesia. ROA signifikan, NPL NPL berpengaruh negatif & tidak signifikan, secara simultan DPK, ROA, & NPL berpengaruh signifikan terhadap volume kredit. Sumber : dari berbagai penelitian terdahulu
2.3 Kerangka Konseptual Berdasarkan telaah pustaka dan diperkuat dengan penelitian terdahulu diduga bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), dan Loan to Deposit Ratio (LDR) berpengaruh terhadap volume kredit pada Bank Persero di Indonesia. Dengan demikian dapat dirumuskan kerangka pikir penelitian sebagai berikut :
Variabel Bebas (X)
Variabel Terikat (Y) H1
GIRO (X1)
H2
TABUNGAN (X2)
H3
DEPOSITO (X3)
H4
CAR (X4) LDR (X5)
H6
H5
NPL (X6)
H7
VOLUME KREDIT (Y)
H8 Gambar 2.3 Kerangka Konseptual
2.4.
Pengembangan Hipotesis 2.4.1 Pengaruh Dana Pihak Ketiga Terhadap Volume Kredit Perbankan Bank memiliki peranan yang penting dalam perekonomian suatu bangsa karena dalam definisi bank menurut UU perbankan No. 10 Tahun 1998 adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak. Dana–dana
yang
dihimpun
dari
masyarakat
ternyata
merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank (bisa mencapai 80% - 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank) (Dendawijaya, 2005 : 49).
Dana – dana yang telah diterima tersebut merupakan dana pihak ketiga. Oleh sebab itu semakin besar Dana Pihak Ketiga yang diterima semakin meningkat pula peranan bank dalam menyalurkan dana tersebut kepada pihak yang kekurangan dana dengan bentuk pemberian kredit. H1 : Dana Pihak Ketiga berpengaruh positif terhadap volume kredit perbankan 2.4.2 Pengaruh Loan to Deposit Ratio Terhadap Volume Kredit Perbankan Loan to Deposit Ratio digunakan sebagai rasio yang dapat menunjukan kerawanan satu kemampuan bank. Dalam hal ini bank dituntut untuk menyediakan kemampuan dalam membayar kembali ketika deposan menarik kembali dananya. Sehingga mengakibatkan semakin tinggi LDR pada suatu bank maka akan mengakibatkan semakin rendahnya likuiditas yang bersangkutan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai kredit menjadi semakin besar, sebaliknya jika semakin rendahnya LDR pada suatu bank maka akan mengakibatkan semakin tingginya likuiditas yang bersangkutan. Hal ini menunjukan pengaruh pada kemampuan kredit pada suatu bank, karena jika semakin tinggi LDR yang ada maka kemampuan kemampuan kredit yang telah disalurkan oleh bank juga semakin tinggi dalam membayar kewajiban jangka pendeknya, dan sebaliknya
jika semakin rendah LDR yang ada maka kemampuan kredit yang telah disalurkan oleh bank juga semakin rendah dalam membayar kewajiban jangka pendeknya. H2 : Loan to Deposit Ratio berpengaruh positif terhadap volume kredit perbankan 2.4.3 Pengaruh Capital Adequacy Ratio Terhadap Volume Kredit Perbankan CAR adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau
menghasilkan
risiko,
misalnya
kredit
yang
diberikan.
(Dendawijaya 2005 : 121). CAR merupakan faktor internal dalam bank dalam menentukan penyaluran kredit perbankan. CAR ditentukan menggunakan perbandingkan dengan kewajiban penyediaan modal minimum sebesar 10%. Jika CAR tinggi maka akan meningkatkan sumber daya finansial untuk perkembangan usaha perusahaan, dan mengantisipasi kerugian yang akan diterima dari volume jumlah kredit. Jumlah CAR yang tinggi akan membuat kepercayaan diri pada bank dalam melakukan penyaluran kredit. Oleh sebab itu, jika kecukupan modal yang dimiliki oleh suatu bank tinggi maka jumlah volume kredit yang akan diberikan dapat meningkat. H3 : Capital Adequacy Ratio berpengaruh positif terhadap volume kredit perbankan.
2.4.4 Pengaruh Non Performing Loan Terhadap Volume Kredit Perbankan NPL atau kredit bermasalah adalah banyaknya peminjaman kredit yang mengalami kendala dalam melunasi kewajibannya. Hal ini dapat terjadi karena kesengajaan yang dilakukan oleh debitur atau pun masalah lain yang berada diluar kendali debitur. Jika NPL menunjukan kenaikan yang tinggi, maka tingkat kesehatan bank akan semakin menurun dengan nilai asset yang dimiliki. Bank harus selalu menjaga kreditnya agar tidak masuk dalam golongan kredit bermasalah (NPL). Resiko yang dihadapi bank merupakan resiko tidak terbayarnya kredit yang disebut dengan default risk atau resiko kredit. Meskipun resiko kredit tidak dapat dihindarkan, maka harus diusahakan dalam tingkat yang wajar berkisar antara 3% - 55% dari total kreditnya. Oleh sebab itu, jika NPL menunjukan nilai yang tinggi maka kinerja operasional pada bank tersebut akan menjadi terganggu, sehingga bank harus mengurangi pemberian kreditnya. H4 : Non Performing Loan berpengaruh negatif terhadap volume kredit Perbankan