BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Shampo 1. Definisi shampo Shampo adalah salah satu kosmetik pembersih rambut dan kulit kepala dari segala macam kotoran, baik yang berupa minyak, debu, sel – sel yang sudah mati dan sebagainya (Latifah. F, 2007). Pengertian ilmiah shampo adalah sediaan yang mengandung sufkatan dalam bentuk yang cocok dan berguna untuk menghilangkan kotoran dan lemak yang melekat pada rambut dan kulit kepala agar tidak membahayakan rambut, kulit kepala, dan kesehatan si pemakai (Wikipedia,2011) 2. Fungsi Shampo Shampo pada umumnya digunakan dengan mencampurkannya dengan air dengan tujuan sebagai berikut : 1) Melarutkan minyak alami yang dikeluarkan oleh tubuh untuk melindungi rambut dan membersihkan kotoran yang melekat. 2) Meningkatkan tegangan permukaan kulit, umumnya kulit kepala sehingga dapat meluruhkan kotoran.
4
5
3. Syarat Shampo a. Sediaan shampo yang baik harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1) Dapat mencuci rambut serta kulit kepala secara keseluruhan. 2) Tidak toksik dan tidak menimbulkan iritasi. 3) Kandungan surfaktannya tidak membuat rambut dan kulit kepala menjadi kering. 4) Memiliki konsistensi yang stabil, dapat menghasilkan busa dengan cepat, lembut, dan mudah dibilas dengan air. 5) Setelah pencucian rambut harus mudah dikeringkan. 6) Dapat menghasilkan rambut yang halus, mengkilat, tidak kasar, tidak mudah patah, serta mudah diatur (Wikipedia,2011). b. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk shampo antiketombe adalah : 1) Dapat membersihkan rambut dan kulit kepala dari ketombe tanpa membuat rambut menjadi berminyak, kering, atau tidak dapat diatur. 2) Mengandung zat aktif heksaklorofen, asam salisilat, fungisida, atau zat antiseptika yang dapat mematikan pertumbuhan bakteri, dan mencegah infeksi setelah pemakaian. 3) Konsentrasi zat aktif yang digunakan tidak meningkatkan sensitivitas kulit kepala. 4) Dapat mengurangi rasa gatal ataupun hal lain yang akan menimbulkan ketidaknyamanan.
4. Kandungan Shampo
6
Pada umumnya suatu shampo terdiri dari dua kelompok utama, yaitu: a. Bahan utama Bahan utama yang sering digunakan adalah deterjen, yang biasanya dapat membentuk busa, dan bersifat membersihkan. b. Bahan Tambahan Penambahan zat-zat ini dimaksudkan untuk mempertinggi daya kerja shampo supaya dapat bekerja secara aman pada kulit kepala, tidak menimbulkan kerontokan, memiliki viskositas yang baik, busa yang cukup, pH yang stabil dan dapat mengoptimalkan kerja deterjen dalam membersihkan kotoran, sehingga menjadi sediaan shampo yang aman dalam penggunaanya dan sesuai dengan keinginan konsumen. Bahan-bahan tambahan yang sering digunakan dalam pembuatan shampo diantaranya: 1)
Opacifying Agent Zat yang dapat menimbulkan kekeruhan dan penting pada pembuatan shampo krim atau shampo krim cair. Biasanya merupakan ester alkohol tinggi dan asam lemak tinggi beserta garam- garamnya. Contoh : setil alkohol, stearil alkohol, glikol mono dan distearat, magnesium stearat.
1)
Clarifying Agent Zat yang digunakan untuk mencegah kekeruhan pada shampo terutama untuk shampo yang dibuat dengan sabun. Sangat diperlukan pada pembuatan shampo cair atau shampo cair jernih. Contoh : butil alkohol, isopropil alkohol, etil alkohol, metilen glikol, dan EDTA.
7
3)
Finishing Agent Zat yang berguna untuk melindungi kekurangan minyak yang hilang pada waktu pencucian rambut, sehingga rambut tidak menjadi kering dan rapuh. Contoh : lanolin, minyak mineral.
4)
Conditioning agent Merupakan zat-zat berlemak yang berguna agar rambut mudah disisir. Contoh : lanolin, minyak mineral, telur dan polipeptida.
5)
Zat pendispersi Zat yang berguna untuk mendispersikan sabun Ca dan Mg yang terbentuk dari air sadah. Contoh : tween 80.
6) Zat pengental Merupakan zat yang perlu ditambah terutama pada shampo cair jernih dan shampo krim cair supaya sediaan shampo dapat dituang dengan baik. Penggunaanya dalam rentang 2– 4%, contoh: gom, tragakan, metil selulosa, dan karboksi metil selulosa (CMC). 8) Zat pembusa Digunakan untuk membentuk busa yang cukup banyak, walaupun busa bukan merupakan suatu ukuran dari shampo, namun adanya busa akan membuat sediaan shampo menjadi menarik dan sangat disukai oleh para konsumen. Persyaratan tinggi busa pada umumnya yaitu berkisar antara 1,3 – 22 cm. Contoh: dietanolamin, monoisopropanol amin. 8) Zat pengawet
8
Zat yang berguna untuk melindungi rusaknya shampo dari pengaruh mikroba yang dapat menyebabkan rusaknya sediaan, seperti misalnya hilangnya warna, timbul kekeruhan, atau timbulnya bau. Digunakan dalam rentang 1–2 %, contoh: formaldehida, hidroksi benzoat, metyl paraben, propil paraben. 9)
Zat aktif, untuk shampo dengan fungsi tertentu atau zat yang ditambahkan ke dalam shampo dengan maksud untuk membunuh bakteri atau mikroorganisme lainnya. Contoh: Heksaklorofen, Asam salisilat.
10) Zat pewangi, berfungsi untuk memberi keharuman pada sediaan shampo supaya mempunyai bau yang menarik. Digunakan dengan kadar 1–2%, contoh: Minyak jeruk, minyak mawar, dan minyak lavender, minyak bunga tanjung. 11) Pewarna Zat pewarna digunakan untuk memberikan warna yang menarik pada sediaan shampo. Digunakan dengan kadar 1-2%, contoh : untuk pewarna hijau biasanya digunakan senyawa klorofil atau ultra marin hijau. 12) Zat tambahan lain Merupakan zat pada formula shampo yang mempunyai fungsi atau maksud tertentu,
seperti
shampo
anti
ketombe,
shampoo
bayi,
shampo
antikerontokan, dan sebagainya. Zat tambahan dapat berupa zat aktif anti ketombe,
ekstrak
tumbuhan,
(Wikipedia,2011). 5. Macam – Macam Shampo
vitamin,
protein,
dan
lain-lain
9
Macam – macam shampo berdasarkan kegunaanya antara lain : a. Shampo untuk rambut diwarnai dan dikeriting. Shampo ada yang dibuat khusus untuk rambut yang dicat atau diberi warna atau dikeriting karena rambut cukup menderita dengan masuknya cairan kimia hingga ke akar rambut dan hal ini bisa mempengaruhi kondisi kesehatan rambut. b. Shampo untuk membersihkan secara menyeluruh. Shampo untuk membersihkan secara menyeluruh yang biasanya mengandung acid atau asam yang didapat dari apel, lemon atau cuka yang berfungsi untuk menghilangkan residu atau sisa produk perawatan semacam creambath, busa untuk rambut, hairspray, lilin rambut, jelly rambut, dan produk lainnya yang tertinggal di kulit kepala. Jenis shampo ini sangat cocok digunakan saat rambut akan melalui proses kimiawi agar rambut dan kulit kepala benar-benar bersih dengan tujuan proses kimiawi yang digunakan pada pengeritingan atau pewarnaan dapat diserap dengan baik. Karena unsur asam mengurangi minyak maka jenis shampo ini dapat membuat rambut menjadi kering jika digunakan terlalu sering dan disarankan untuk menggunakannya paling banyak dalam jangka waktu satu kali seminggu. c. Shampo penambah volume rambut. Jenis shampo ini mengandung protein yang membuat rambut terlihat lebih berisi atau tebal. Bila dipakai terlalu sering maka akan terjadi penumpukan residu atau sisa shampo sehingga mengakibatkan rambut terlihat tidak bersih. Jika rambut termasuk jenis rambut yang halus, lepek atau tidak mengembang,
10
tipis maka bisa digunakan jenis shampo ini. Tetapi sebaiknya dihindari penggunaan yang terlalu sering. d. Shampo anti ketombe. Shampo anti ketombe ini mengandung selenium, zinc atau asam salisilat yang telah terbukti cukup berhasil membantu menghilangkan lapisan ketombe, namun dapat menyebabkan kulit kepala menjadi kering (Hendrawan, 1991).
B. Ketombe 1. Definisi ketombe Pengelupasan kulit kepala yang berlebihan dengan bentuk besar-besar seperti sisik-sisik, disertai dengan adanya kotoran-kotoran berlemak, rasa gatal, dan kerontokan rambut dikenal sebagai ketombe (dandruff). Ketombe termasuk penyakit kulit yang disebut dengan dermatitis seboroik dengan tanda-tanda inflamasi atau peradangan kulit pada daerah seborea (kulit kepala, alis mata, bibir, telinga, dan lipat paha), yang disebabkan karena keaktifan dari kelenjar keringat yang berlebihan (Harahap, 1990). 2. Jenis Ketombe Berdasarkan jenisnya secara umum dikenal dua macam ketombe, yaitu: a. Seborrhea sicca Ketombe jenis ini ditandai dengan kulit kepala yang kering dan bersisik. Pada keadaan normal, lapisan kulit terluar selalu menghasilkan sel keratin mati yang terus menerus dalam bentuk keping-keping kecil (sisik). Biasanya pengelupasan ini seimbang dengan produksi jaringan sel baru oleh lapisan di bawahnya. Jika keseimbangan ini terganggu akan terjadi pengelupasan sel keratin yang
11
berlebihan. Dan sel-sel yang terlepas dengan adanya air atau keringat akan melekat satu sama lain menjadi sisik-sisik besar yang tertimbun pada kulit kepala. b. Seborrhea oleosa Seborrhea oleosa adalah jenis ketombe yang disebabkan karena adanya produksi lemak yang berlebihan, sehingga kulit kepala menjadi sangat berlemak dan sisik-sisik akan menggumpal dalam massa lemak. Kulit kepala yang berlemak juga merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, termasuk mikroorganisme penyebab ketombe. 3. Gejala Ketombe Penyakit ketombe ditandai oleh gejala-gejala fisik, seperti berikut: a. Timbulnya sisik-sisik (kering atau basah) dikulit kepala. b. Adanya bintik-bintik merah seperti bisul kecil, disertai rasa nyeri, gatal dan dapat diikuti demam. c. Kulit kepala lecet, basah, bergetah, dan bau. d. Terjadi kerontokan rambut 4. Penyebab Penyakit Ketombe Secara garis besar ketombe dapat disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu: a. Faktor
internal,
meliputi
keseimbangan
hormonal terganggu,
proses
metabolisme sel tidak sempurna, stres, emosi, dan genetik. b. Faktor eksternal, meliputi perubahan biokimia pada lapisan epidermis kulit kepala, peningkatan jumlah dan kerja jamur dan bakteri, serta reaksi kulit
12
terhadap penggunaan obat-obatan dan kosmetik tertentu yang disebabkan oleh penggunaan kosmetik dan obat-obatan topikal. Selain faktor-faktor di atas, ketombe juga disebabkan oleh faktor iklim. Pada daerah yang iklimnya dingin didapati kasus ketombe yang meningkat (Harahap, 1990). 5. Pengobatan Ketombe Berdasarkan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketombe, maka dapat dikatakan bahwa pengobatan ketombe yang ideal haruslah dengan bahan yang mempunyai daya stimulansia, membersihkan kotoran dan lemak yang berlebihan, bakterisida, fungisida, bakteriostatik, germisida, keratolitik dan dapat menghilangkan atau mengurangi gatal-gatal dengan pH yang sesuai yaitu antara 4,5 – 6,5. Umumnya bentuk sediaan yang digunakan adalah shampoo terutama shampo anti ketombe.
C. Asam Salisilat 1. Definisi Asam Salisilat Asam salisilat memiliki struktur kimia :
Gambar 1 Struktur Asam Salisilat Asam salisilat (asam ortohidroksibenzoat) merupakan asam yang bersifat iritan lokal, yang dapat digunakan secara topikal. Terdapat berbagai turunan yang digunakan sebagai obat luar, yang terbagi atas dua kelas, ester dari asam salisilat
13
dan ester salisilat dari asam organik. Di samping itu digunakan pula garam salisilat.
Turunannya
yang
paling
dikenal
asalah
asam
asetilsalisilat
(http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_salisilat My World - My Rule). 2. Morfologi Asam Salisilat Hablur putih, biasanya berbentukjarum halus putih, rasa agak manis, tajam dan stabil di udara. Bentuk sintetis warna putih dan tidak berbau. Jika dibuat dari metal salisilat alami dapat berwarna kekuningan atau merah jambu dan berbau lemah mirip menthol (Farmakope, 1995 : 51). 3. Sifat Fisika - Kimia Asam Salisilat Asam salisilat (C7H6O3) mengandung tidak kurang dari 99,5% , BM 138,12, pemberian hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih, hampir tidak berbau; rasa agak manis dan tajam. Kelarutan larut dalam 550 bagian air dan dalam 4 bagian etanol (95%), mudah larut dalam kloroform dan dalam eter, larut dalam larutan ammonium asetat, dinatrium hidrogenfosfat, kalium sitrat dan natrium sitrat. Khasiat dan penggunaan keratolitikum, anti fungi.(Farmakope, 1979). Penampakan asam salisilat yaitu tidak berwarna menjadi kuning pada larutan dan berbau kenari pahit, mempunyai titik lebur 1-2 0C, titik didih 197 0C, kepadatan 4,2, tekanan uap 1 mmHg pada 33 0C, daya ledak 1,146 g/cm3 dan titik 0
nyala 76 C.
4. Fungsi Asam Salisilat Asam salisilat mempunyai beberapa fungsi penting, antara lain :
14
a. Sebagai zat anti keratolitik atau disquamasi. b. Anti mikroba dan anti mikotik, yaitu pada konsentrasi
2-3 mg/ml aktif
terhadap Tricopthon, Candida, Streptococcus, Staphillococcus, Pseudomonas aerogenosa. c. Mempunyai kerja anti inflamasi. d. Meningkatkan penetrasi obat – obat lain.
D. Kromatografi 1. Definisi Kromatografi Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran yang didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen campuran tersebut diantara dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak (Depkes,1989). 2. Jenis Kromatografi Berdasarkan teknik kerja kromatografi dibagi atas : a. Kromatografi kolom b. Kromatografi kertas c. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) d. Kromatografi Gas
15
3. Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi lapis tipis adalah kromatografi menggunakan lapis tipis, yaitu lapisan absorben yang melekat pada pelat iner, misalnya kaca, aluminium atau pelat polyester (Depkes, 1989). a. Urutan prosedur kerja pada kromatografi lapis tipis, yaitu: 1) Penyiapan lempeng Lempeng dengan lapisan yang sesuai dengan metode, diaktifkan. 2) Penotolan larutan zat uji pada lempeng Larutan zat uji dan larutan baku pembanding ditotolkan pada lempeng yang telah diaktifkan, menggunakan pipa kapiler sejumlah volume sesuai yang tertera dalam metode. 3)
Elusi atau pemisahan komponen – komponen zat uji Lempeng yang telah ditotoli larutan zat uji dan larutan baku pembanding, dielusi dengan sistem pelarut yang tertera dalam metode.
4) Deteksi bercak komponen – komponen zat uji Bercak dari komponen zat yang berwarna dapat langsung dilihat, sedangkan bercak dari komponen zat yang tidak berwarna dapat menggunakan cara sebagai berikut : a) Cara fisika Bercak komponen disinari lampu ultraviolet pada 254nm dan 366nm.
16
b) Cara kimia Bercak komponen disemprot dengan pereaksi kimia tertentu dan terjadi warna. b. Identifikasi Asam Salisilat dan Perhitungan Harga Rf. Identifikasi dari senyawa – senyawa yang terpisah pada lapisan tipis lebih baik dikerjakan dengan pereaksi lokasi kimia dan reaksi – reaksi warna. Tetapi pada umumnya identifikasi menggunakan harga Rf meskispun harga – harga Rf dalam lapisan tipis kurang tepat ( Sastrohamidjojo H, 2005). Harga Rf didefinisikan sebagai berikut : Jarak yang digerakkan oleh senyawa dari titik asal penotolan Harga Rf = ————————————————————————— Jarak sampel pengembang pelarut Data yang diperoleh dari kromatografi lapis tipis adalah nilai Rf yang berguna untuk identifikasi senyawa. Nilai Rf untuk senyawa murni dapat dibandingkan dengan nilai Rf dari senyawa standar. Nilai Rf dapat didefinisikan sebagai jarak yang ditempuh oleh senyawa dari titik asal penotolan dibagi dengan jarak sampel pengembang pelarut. Oleh karena itu bilangan Rf selalu lebih kecil dari 0,2. c. Faktor – faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapis tipis yang juga mempengaruhi harga Rf : 1) Struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan. 2) Sifat dari penyerap dan derajat aktivitasnya.
17
(Biasanya aktivitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul – molekul air yang menempati pusat – pusat serapan dari penyerap) 3) Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap. Meskipun
dalam
prakteknya
tebal
lapisan
tidak
dapat
dilihat
pengaruhnya, tapi perlu diusahakan tebal lapisan rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat. 4) Pelarut dan derajat kemurnian fasa gerak. Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fasa gerak pada kromatografi lapis tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul – betul diperhatikan 5) Derajat kejenuhan dari uap dalam bejana pengembangan yang digunakan 6) Teknik percobaan. 7) Jumlah cuplikan yang digunakan. Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan tendensi penyebaran noda – noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak seimbang lainnya sehingga mengakibatkan kesalahan – kesalahan pada harga Rf.
18
8) Suhu Pemisahan – pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan – perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan – perubahan fasa. 9) Kesetimbangan Kesetimbangan dalam lapisan tipis sangat penting, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut,bila digunakan pelarut campuran akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fasa bergerak lebih cepat pada bagian tepi – tepi daripada bagian tengah (Hardjono, 1985).