BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kemiskinan Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk mengatasi ketidakberdayaan. Ketidakberdayaan ini sangat beraneka ragam dan dapat diartikan dengan kemiskinan. Konsep tentang kemiskinan sangat beragam, mulai dari sekedar ketakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan aspek sosial dan moral. Kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup, dan lingkungan dalam suatu masyarakat, dilain sisi kemiskinan merupakan ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan tereksploitasi (kemiskinan struktural). Indikator yang digunakan Indonesia dalam mengukur masyarakat yang hidup dibawah Garis Kemiskinan adalah indikator pengeluaran sebesar Rp.182.636,- per kapita per bulan, sedangkan indikator lainnya adalah indikator yang ditetapkan oleh BANK Dunia, dimana pengukuran kemiskinan ditetapkan berdasarkan paritas kekuatan pembelian, yaitu penduduk yang hidup di bawah 1 dollar AS per hari dan 2 dollar AS per hari (Chalid, 2009) Secara umum, ketika orang berbicara tentang kemiskinan, yang dimaksud adalah kemiskinan material. Dengan pengertian ini, maka seseorang masuk dalam
Universitas Sumatera Utara
kategori miskin apabila tidak mampu memenuhi standar minimum kebutuhan pokok untuk dapat hidup secara layak. Ini yang sering disebut dengan kemiskinan konsumsi. Memang definisi ini sangat bermanfaat untuk mempermudah membuat indikator orang miskin, tetapi defenisi ini sangat kurang memadai karena tidak cukup untuk memahami realitas kemiskinan, dapat menjerumuskan ke kesimpulan yang salah bahwa menanggulangi kemiskinan cukup hanya dengan menyediakan bahan makanan yang memadai serta kurang bermanfaat bagi pengambil keputusan ketika harus merumuskan kebijakan lintas sektor. BAPPENAS (dalam Sahdan, 2005) mendefinisikan kemiskinan sebagai kondisi dimana seseorang atau sekelompok orang, laki-laki dan perempuan, tidak mampu
memenuhi
hak-hak
dasarnya
untuk
mempertahankan
dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. Hak-hak dasar masyarakat antara lain, terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan, air bersih, pertanahan, sumberdaya alam dan lingkungan hidup, rasa aman dari perlakukan atau ancaman tindak kekerasan dan hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik, baik bagi perempuan maupun laki-laki. Untuk mewujudkan hak-hak dasar masyarakat miskin ini, beberapa pendekatan perlu dilakukan, antara lain; pendekatan kebutuhan dasar (basic needs approach), pendekatan pendapatan (income approach), pendekatan kemampuan dasar (human capability approach) dan pendekatan objective and subjective. Pendekatan
kebutuhan
dasar,
melihat
kemiskinan
sebagai
suatu
ketidakmampuan seseorang, keluarga dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan minimum, antara lain pangan, sandang, papan, pelayanan kesehatan,
Universitas Sumatera Utara
pendidikan, penyediaan air bersih dan sanitasi. Menurut pendekatan pendapatan, kemiskinan disebabkan oleh rendahnya penguasaan asset, dan alat-alat produktif seperti tanah dan lahan pertanian atau perkebunan, sehingga secara langsung mempengaruhi pendapatan seseorang dalam masyarakat. Pendekatan ini, meyatakan bahwa standar pendapatan seseorang di dalam masyarakat untuk membedakan kelas sosialnya. Pendekatan kemampuan dasar menilai kemiskinan sebagai keterbatasan kemampuan dasar seperti kemampuan membaca dan menulis untuk menjalankan fungsi minimal dalam masyarakat. Keterbatasan kemampuan ini menyebabkan tertutupnya kemungkinan bagi orang miskin terlibat dalam pengambilan keputusan. Pendekatan obyektif atau sering juga disebut sebagai pendekatan kesejahteraan (the welfare approach) menekankan pada penilaian normatif dan syarat yang harus dipenuhi agar keluar dari kemiskinan. Pendekatan subyektif menilai kemiskinan berdasarkan pendapat atau pandangan orang miskin sendiri (Sahdan, 2005). Kemiskinan merupakan sebuah lingkaran yang penyebab-penyebabnya saling terkait satu sama lain. Secara rinci penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut: 1. Pengaruh faktor pendidikan yang rendah 2. Ketidakmerataan investasi di sektor usaha mikro serta alokasi anggaran kredit yang terbatas. 3. Terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar. 4. Kebijakan pembangunan perkotaan (mendorong orang desa ke kota). 5. Pengelolaan ekonomi yang masih menggunakan cara tradisional.
Universitas Sumatera Utara
6. Rendahnya produktivitas dan pembentukan modal. 7. Budaya menabung yang belum berkembang di kalangan masyarakat. 8. Tidak adanya jaminan sosial untuk bertahan hidup dan untuk menjaga kelangsungan hidup masyarakat. 9. Rendahnya jaminan kesehatan. Untuk membuat suatu strategi penanggulangan kemiskinan, uraian penyebap kemiskinan itu terjadi seperti apa yang tersebut di atas menjadi sangat penting, apalagi dihubungkan dengan kemiskinan itu sebagai suatu lingkaran dari berbagai aspek penyebabnya. Artinya dibutuhkan keterlibatan masyarakat miskin itu sendiri. Menurut Budiman (2003:3) bahwa program pemberdayaan masyarakat akan lebih baik jika dilakukan dengan menggunakan proses partisipatif dari masyarakat yang dijadikan kelompok sasaran sehingga berkelanjutan. Partisipasi adalah sebuah konsep sentral, dan prinsip dasar dari pengembangan masyarakat karena diantara banyak hal, partisipasi terkait erat dengan gagasan HAM (Ife dan Tesoriero, 2008:295). Lebih lanjut menurut Ife dan Tesoriero terdapat beberapa kondisi yang mendorong partisipasi yakni: a. Orang akan berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa isu atau aktivitas tersebut penting. b. Orang harus merasa bahwa aksi mereka akan membawa perubahan. c. Berbagai bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. d. Orang harus bisa berpartisipasi, dan tentunya didukung dalam partisipasinya. e. Struktur dan proses tidak boleh mengucilkan.
Universitas Sumatera Utara
2.2. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan yang berpusat pada manusia (people centered development) merupakan dasar bagi munculnya strategi pemberdayaan (empowerment). Manusia dipandang sebagai aktor utama dalam proses pembangunan, sehingga pengaktualisasian potensi manusia dalam proses pembangunan dirasakan cukup penting. Pengaktualisasian potensi manusia dalam proses pembangunan diartikan sebagai pemberdayaan (Soetomo, 2008). Pemberdayaan merupakan salah satu strategi pembangunan yang mengedepankan konsep kemandirian, dan banyak diimplementasikan di negaranegara sedang berkembang dimana konsep ini bertujuan untuk menemukan alternatif-alternatif
baru
dalam
pembangunan
masyarakat.
Paradigma
pemberdayaan ini mempunyai asumsi bahwa pembangunan akan berjalan dengan sendirinya jika masyarakat mampu serta diberi hak untuk mengelola sumberdaya yang mereka miliki dan menggunakannya untuk pembangunan masyarakatnya. Subejo dan Supriyanto (2004) mendefenisikan bahwa: ”pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang disengaja untuk memfasilitasi masyarakat lokal dalam merencanakan,memutuskan dan mengelola sumberdaya lokal yang dimiliki melalui collective action dan networking sehingga pada akhirnya mereka memiliki kemampuan dan kemandirian secara ekonomi, ekologi, dan sosial”. Rappaport (dalam Hikmat, 2001), pemberdayaan didefenisikan
sebagai
pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu terhadap keadaan sosial, kekuatan politik, dan hak-haknya menurut undang-undang.
Universitas Sumatera Utara
Upaya pemberdayaan masyarakat menurut Adi (2002:161) yaitu upaya memberdayakan (mengembangkan kelompok sasaran dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi mempunyai daya) guna mencapai kehidupan yang lebih baik. Selanjutnya Payne (dalam Adi, 2008:78) mengemukakan pemberdayaan (empowerment) pada intinya ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungan. Berbicara tentang pemberdayaan tidak dapat lepas dari konsep power (daya) sebagai inti dari pemberdayaan itu sendiri. Korten (dalam Soetomo, 2008:404-405) merumuskan pengertian
power dalam pemberdayaan sebagai
kemampuan untuk mengubah kondisi masa depan melalui tindakan dan pengambilan keputusan. Lebih lanjut dinyatakan bahwa suatu kelompok hanya akan memperoleh tambahan power dengan mengurangi power kelompok lain. Kelompok yang bersifat powerless akan memperoleh tambahan power atau empowerment hanya dengan mengurangi power yang ada pada kelompok powerholders. Dalam paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat diharapkan adanya keseimbangan komposisi peranan antara peran masyarakat dan peran negara yang dapat diwujudkan dengan mengurangi peranan negara dan meningkatkan peranan masyarakat. Dengan memberikan peran yang lebih besar terhadap masyarakat dapat menjadi modal dasar dalam aktualisasi potensi diri
Universitas Sumatera Utara
dalam masyarakat. Pada dasarnya manusia memang perlu diberikan kesempatan atau peluang untuk mengaktualisasikan eksistensinya, dan hal ini merupakan kebutuhan dasar manusia yang tidak dapat dipungkiri. Konsep pemberdayaan merupakan jawaban atas ketidakberdayaan karena adanya sistem kekuasaan yang sifatnya absolut dalam pembangunan. Ketidak berdayaan merupakan produk dari situasi yang kompleks yang merupakan akumulasi dari berbagai macam faktor seperti, latar belakang historis, masalah produktivitas dan ketenagakerjaan, ketergantungan, keterbatasan akses serta struktur sosial masyarakat (Usman, 2006). Untuk itu posisi masyarakat sebagai subyek dan obyek pembanguan harus menjadi komitmen bagi pelaksana pembangunan. Ketidakberdayaan masyarakat juga disebapkan oleh faktor ketimpangan yaitu: a. Ketimpangan struktur dalam masyarakat, seperti perbedaan kelas antara orang kaya dan orang miskin, buruh dan majikan, perbedaan ras, ketidaksetaraan gender, etnis lokal dan pendatang, kaum minoritas dan mayoritas. b. Ketimpangan kelompok,seperti masalah perbedaan usia (tua-muda), ketidak mampuan fisik, mental dan intelektual, serta pengaruh letak geografis.
2.3. Program Pemberdayaan Masyarakat Program pemberdayaan masyarakat merupakan upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakatnya melalui upaya pemberdayaan (empowering) baik itu dengan pemberian bantuan modal, penguatan kelembagaan masyarakat, pelatihan dan peningngkatan keterampilan
Universitas Sumatera Utara
maupun cara-cara lainnya. Adi (2008:79-88) menggungkapkan bahwa program pemberdayaan masyarakat memiliki tujuan yang berbeda sesuai bidang yang di garap, bagaimana menyinergikan berbagai macam upaya pemberdayaan masyarakat
yang dilakukan berbagai bidang dengan melibatkan lembaga
pemerintah maupun lembaga non pemerintah guna menciptakan kesejahteraan masyarakat merupakan masalah yang sering muncul. Pada umumnya pendekatan program pemberdayaan masyarakat yang dilaksanakan di Indonesia adalah melalui kelompok dan bukan individu, hal ini dikarenakan beberapa alasan, diantaranya adalah kontrol program akan lebih mudah, serta terciptanya peluang usaha untuk saling asah, asih dan asuh dalam wadah kelompok. Hadiyanti (2006) mengemukakan bahwa pembentukan kelompok menekankan pada pronsip kebersamaan, dimana tiap-tiap anggota ikut bertanggung jawab, saling percaya dan saling melayani. Kelompok menyediakan suatu dasar (platform) bagi terciptanya koneksi sosial yang terbentuk melalui adanya pertemuan rutin untuk membahas aktivitas kelompok dan pembahasannya. Adanya kedekatan dan mutual interest dari anggota kelompok untuk membantu kelompok, untuk membentuk semangat sukarela. Kondisi ini akan membantu kelompok untuk mengurangi kerentanan individu dalam menghadapi goncangan. Hutomo
(2000)
mengemukakan
bahwa
program
pemberdayaan
masyarakat sebaiknya dilaksanakan dengan pendekatan kelompok karena dengan kelompok akumulasi modal masyarakat miskin dapat tercapai, disamping masyarakat miskin juga dapat membangun kekuatan dalam mengontrol input maupun distribusi hasil produksi. Pengembangan kelembagaan dalam masyarakat
Universitas Sumatera Utara
miskin dapat mempermudah akses permodalan terhadap lembaga keuangan yang sudah ada, selain itu kelompok juga dapat membangun kelembagaan keuangan tersendiri dengan memanfaatkan bantuan modal dari program pemberdayaan yang digulirkan pemerintah. Aspek kelembagaan yang lain adalah dalam hal kemitraan antar skala usaha dan jenis usaha, pasar barang, dan pasar input produksi. Pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat pada dasarnya memiliki tahapan-tahapan yang mempengaruhi terhadap keberhasilan program ,secara terperinci tahapan tersebut adalah:
1. Seleksi Lokasi/Wilayah Seleksi wilayah dilakukan sesuai dengan kriteria yang disepakati oleh lembaga, pihak-pihak terkait dan masyarakat. Penetapan kriteria penting agar tujuan lembaga dalam pemberdayaan masyarakat akan tercapai serta pemilihan lokasi dilakukan sebaik mungkin. 2. Sosialisasi Pemberdayaan Masyarakat Kegiatan ini untuk menciptakan komunikasi serta dialog dengan masyarakat. Sosialisasi
pemberdayaan
masyarakat
membantu
untuk
meningkatkan
pengertian masyarakat dan pihak terkait tentang program.Proses sosialisasi sangat menetukan ketertarikan masyarakat untuk berperan dan terlibat dalam program. 3. Proses Pemberdayaaan Masyarakat Maksud pemberdayaan masyarakat adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam meningkatkan taraf hidupnya (tujuan umum). Dalam proses tersebut masyarakat bersama-sama melakukan hal-hal berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Mengidentifikasi dan mengkaji permasalahan, potensinya serta peluang b. Menyusun rencana kegiatan kelompok, berdasarkan hasil kajian c. Menerapkan rencana kegiatan kelompok d. Memantau proses dan hasil kegiatan secara terus menerus (monitoring dan evaluasi partisipatif) sebagai suatu proses penilaian, pengkajian dan pemantauan kegiatan pemberdayaan masyarakat, baik proses maupun hasil serta dampaknya agar dapat disusun proses perbaikan kalau diperlukan. 4.
Pemandirian Masyarakat Berpegang pada prinsip pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, maka arah pendampingan kelompok adalah mempersiapkan masyarakat agar benar-benar mampu mengelola sendiri kegiatnnya (Subejo dan Supriyanto, 2004).
2.4. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Dalam upaya mengatasi kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, diperlukan suatu usaha penanggulangan dengan menggunakan pendekatan yang multi disiplin dan berdimensi pemberdayaan. Oleh karena itu mulai tahun 2007 pemerintah
Indonesia
mengeluarkan
Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program ini melibatkan masyarakat dalam pembangunan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Pada program ini, masyarakat diharapkan menjadi mandiri dan berperan sebagai subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri adalah program nasional dalam
Universitas Sumatera Utara
wujud kerangka kebijakan sebagai dasar dan acuan pelaksanaan program-program penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dilaksanakan melalui harmonisasi dan pengembangan sistem serta mekanisme dan prosedur program, penyediaan pendampingan, dan pendanaan stimulan untuk mendorong prakarsa dan inovasi masyarakat dalam upaya penanggulangan kemiskinan yang berkelanjutan. Tujuan yang ingin dicapai melalui pelaksanaan (PNPM) Mandiri ini terdiri dari tujuan umum dan khusus (pedoman pelaksanaan PNPM Mandiri, 2008:18) yaitu: 1) Tujuan Umum Tujuan umum PNPM Mandiri adalah meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri. 2) Tujuan Khusus a.
Meningkatnya partisipasi seluruh masyarakat, termasuk masyarakat miskin, kelompok perempuan, komunitas adat terpencil, dan kelompok masyarakat lainnya yang rentan dan sering terpinggirkan ke dalam proses pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.
b.
Meningkatnya kapasitas kelembagaan masyarakat yang mengakar, representatif dan akuntabel
c.
Meningkatnya kapasitas pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin melalui kebijakan,
Universitas Sumatera Utara
program dan penganggaran yang berpihak pada masyarakat miskin (propoor). d. Meningkatnya sinergi masyarakat, pemerintah daerah, swasta, asosiasi, perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, organisasi masyarakat, dan kelompok peduli lainnya, untuk mengefektifkan upaya-upaya penanggulangan kemiskinan. e. Meningkatkan keberdayaan dan kemandirian masyarakat, serta kapasitas pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat dalam menanggulangi kemiskinan di wilayahnya. f. Meningkatnya modal sosial masyarakat yang berkembang sesuai dengan potensi sosial dan budaya serta untuk melestarikan kearifan lokal. g. Meningkatnya inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna, informasi dan komunikasi dalam pemberdayaan masyarakat. Masih menurut buku pedoman pelaksanaan PNPM Mandiri, PNPM Mandiri menekankan pada prinsip-prinsip dasar yaitu: a. Bertumpu pada pembangunan manusia b. Otonomi c. Desentralisasi d. Berorientasi pada masyarakat miskin e. Partisipasi f. Kesetaraan dan keadilan gender g. Demokratis h. Transparansi dan akuntabel
Universitas Sumatera Utara
i. Prioritas j. Kolaborasi k. Keberlanjutan l. Sederhana Proses pemberdayaan masyarakat tidak dapat dilakukan secara instan, namun
melalui
serangkaian
kegiatan
pemberdayaan
masyarakat
yang
direncanakan, dilaksanakan, dan dimanfaatkan oleh masyarakat sendiri. Rangkaian proses pemberdayaan masyarakat dalam PNPM Mandiri dilakukan melalui komponen program (pedoman pelaksanaan PNPM Mandiri, 2008:31) sebagai berikut: 1) Pengembangan masyarakat Komponen ini mencakup serangkaian kegiatan untuk membangun kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat yang terdiri dari pemetaan potensi, masalah dan kebutuhan masyarakat, perencanaan partisipatif, pengorganisasian, pemanfaatan sumberdaya, pemantauan dan pemeliharaan hasil-hasil yang telah dicapai. Untuk mendukung kegiatan tersebut, disediakan dana pendukung kegiatan pembelajaran masyarakat, pengembangan relawan, dan operasional pendampingan masyarakat; dan fasilitator, pengembangan kapasitas, mediasi dan advokasi. Peran fasilitator terutama pada saat awal pemberdayaan, sedangkan relawan masyarakat adalah yang utama sebagai motor penggerak masyarakat di wilayahnya.
Universitas Sumatera Utara
2) Bantuan langsung masyarakat Komponen Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) ini adalah dana stimulan keswadayaan
yang
diberikan
kepada
sekelompok
masyarakat
untuk
membiayai sebagian kegiatan yang direncanakan oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan, terutama masyarakat miskin. 3) Peningkatan kapasitas pemerintahan dan pelaku lokal Komponen peningkatan kapasitas pemerintahan dan pelaku lokal adalah serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah dan pelaku lokal/kelompok peduli lainnya agar mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan sinergi yang positif bagi masyarakat terutama kelompok miskin dalam menyelenggarakan hidupnya secara layak. Kegiatan terkait dalam komponen ini antara lain seminar, pelatihan, lokakarya, kunjungan lapangan yang dilakukan secara selektif, dan sebagainya. 4) Bantuan pengelolaan dan pengembangan program Komponen ini meliputi kegiatan-kegiatan untuk mendukung pemerintah dan berbagai kelompok peduli lainnya dalam pengelolaan kegiatan seperti penyediaan konsultan manajemen, pengendalian mutu, evaluasi, dan pengembangan program.
2.5. Pemberdayaan Masyarakat Melalui PNPM Mandiri Perkotaan Pemberdayaan Masyarakat melalui PNPM Mandiri Perkotaan merupakan kegiatan lanjutan dari Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yang dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun
kemandirian
masyarakat
dan
pemerintah
daerah
dalam
Universitas Sumatera Utara
menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini termasuk salah satu program strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun gerakan kemandirian penanggulangan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan, yang bertumpu pada nilai-nilai luhur dan prinsip-prinsip universal.
Visi kegiatan (PNPM) Mandiri Perkotaan adalah terciptanya masyarakat yang berdaya yang mampu menjalin sinergi dengan pemerintah daerah serta kelompok peduli setempat dalam rangka menanggulangi kemiskinan dengan efektif, secara mandiri dan berkelanjutan. Misi kegiatan (PNPM) Mandiri Perkotaan adalah memberdayakan masyarakat perkotaan, terutama masyarakat miskin, untuk menjalin kerjasama sinergis dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli lokal dalam upaya penanggulangan kemiskinan, melalui pengembangan kapasitas, penyediaan sumber daya, dan melembagakan budaya
Universitas Sumatera Utara
kemitraan antar pelaku pembangunan. Dari visi dan misi tersebut dapat kita pahami bahwa pengembangan kapasitas merupakan salah satu aspek dalam upaya pemberdayaan masyarakat untuk mencapai tujuan utama yaitu menanggulangi kemiskinan. Tujuan pelaksanaan (PNPM) Mandiri Perkotaan adalah:
a.
Mewujudkan masyarakat berdaya dan mandiri, yang mampu mengatasi berbagai persoalan kemiskinan di wilayahnya, sejalan dengan kebijakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri
b.
Meningkatkan kapasitas Pemerintah Daerah dalam menerapkan model pembangunan partisipatif yang berbasis kemitraan dengan masyarakat dan kelompok peduli setempat
c.
Mewujudkan harmonisasi dan sinergi berbagai program pemberdayaan masyarakat untuk optimalisasi penanggulangan kemiskinan
d.
Meningkatkan capaian manfaat bagi masyarakat miskin
Sasaran pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah:
a. Terbangunnya lembaga kepemimpinan masyarakat (BKM) yang aspiratif, representatif, dan akuntabel untuk mendorong tumbuh dan berkembangnya partisipasi serta kemandirian masyarakat. b. Tersedianya perencanaan jangka menengah sebagai wadah untuk mewujudkan sinergi berbagai program penanggulangan kemiskinan yang komprehensif dan sesuai
dengan
aspirasi
serta
kebutuhan
masyarakat
dalam
rangka
Universitas Sumatera Utara
pengembangan lingkungan permukiman yang sehat, serasi, berjati diri dan berkelanjutan. Prinsip dalam pelaksanaan PNPM Mandiri Perkotaan adalah :
a. Transparansi. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan menekankan transparansi dan penyebarluasan informasi di semua tahapan program. Pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan harus dilaksanakan secara terbuka dan disebarluaskan kepada seluruh masyarakat. b. Keberpihakan kepada orang miskin. Ssetiap kegiatan ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, dengan mempertimbangkan dan melibatkan masyarakat kurang mampu dalam setiap tahap kegiatan. c. Partisipasi/melibatkan
masyarakat.
Partisipasi
masyarakat
ditekankan,
khususnya kepada masyarakat miskin dan perempuan. Partisipasi harus menyeluruh, pengambilan keputusan atas kesepakatan seluruh masyarakat. d. Kompetisi untuk dana. Harus ada kompetisi sehat antara masyarakat untuk mendapatkan dana. e. Desentralisasi. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan memberikan wewenang kepada masyarakat untuk membuat keputusan mengenai jenis kegiatan yang mereka butuhkan, serta mengelolanya secara mandiri dan partisipatif. Pendekatan yang digunakan dalam pencapaian tujuan dari pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
a. Melembagakan pola pembangunan partisipatif yang berorientasi masyarakat miskin dan berkeadilan, melalui pembangunan lembaga kepemimpinan masyarakat (BKM) yang representatif, akuntabel, dan mampu menyuarakan kepentingan masyarakat dalam proses-proses pengambilan keputusan dan perencanaan partisipatif dalam menyusun tujuan jangka mengah program penanggulangan kemiskinan. b. Menyediakan stimulan bantuan langsung masyarakat secara transparan untuk mendanai kegiatan penanggulangan kemiskinan yang mudah dilakukan oleh masyarakat
dan
membuka
kesempatan
kerja,
melalui
pembangunan
sarana/prasarana lingkungan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, pengembangan ekonomi lokal dengan prasyarat tertentu, memperkuat keberlanjutan program dengan menumbuhkan rasa memiliki di kalangan masyarakat melalui proses penyadaran kritis, partisipatif, pengelolaan hasilhasilnya, dan lainnya c. Meningkatkan
kemampuan
perangkat
pemerintah
dalam
perencanaan,
penganggaran, dan pengembangan paska program d. Meningkatkan
efektifitas
perencanaan
dan
penganggaran
yang
lebih
berorientasi pada masyarakat miskin dan berkeadilan. 2.5.1. Kelembagaan dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan Kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan dilaksanakan melalui suatu lembaga kepemimpinan masyarakat yang mengakar,
representatif
dan
dipercaya,
yang
disebut
disebut
lembaga
Universitas Sumatera Utara
keswadayaan
masyarakat
(secara
generik
disebut
Badan
Keswadayaan
Masyarakat atau disingkat BKM), yang dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat untuk menggali kembali nilai-nilai luhur kemanusiaan dan nilai-nilai kemasyarakatan sebagai pondasi modal sosial (social capital) kehidupan masyarakat. Badan keswadayaan masyarakat (BKM) ini diharapkan mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan aspirasi dan kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan yang dijalankan oleh masyarakat secara mandiri dan berkelanjutan, mulai dari proses penentuan kebutuhan, pengambilan keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program hingga pemanfaatan dan pemeliharaan. Badan keswadayaan masyarakat (BKM) bersama masyarakat bertugas menyusun perencanaan jangka menengah program penanggulangan kemiskinan (yang kemudian lebih dikenal sebagai PJM Pronangkis) secara partisipatif, sebagai prakarsa masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di wilayahnya secara mandiri. Atas fasilitasi pemerintah dan prakarsa masyarakat, (BKM) mulai menjalin kemitraan dengan berbagai instansi pemerintah dan kelompok peduli setempat. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) memiliki unit pelaksana di bawahnya, yaitu Unit Pelaksana Sosial (UPS), Unit Pelaksana Lingkungan (UPL) dan Unit Pelaksana Keuangan (UPK). Unit-unit pelaksana ini berada di bawah BKM dan bertanggung jawab kepada BKM. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) juga bertanggungjawab untuk
menjamin
keterlibatan
semua
lapisan
masyarakat
dalam
proses
pengambilan keputusan yang kondusif untuk pengembangan keswadayaan
Universitas Sumatera Utara
masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan khususnya dan pembangunan masyarakat kelurahan pada umumnya. Lembaga-lembaga
partisipatif
lainnya
yaitu
Kelompok
Swadaya
Masyarakat (KSM), yang dibentuk di tingkat komunitas atau masyarakat untuk melakukan agenda kegiatan secara langsung. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) ini dapat dibentuk oleh siapa saja atau kelompok masyarakat apabila diperlukan untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu yang dianggap perlu bagi pembangunan dalam komunitas tersebut. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) ini diorganisasikan oleh tim relawan dan dibantu oleh tim fasilitator terdiri dari warga kelurahan yang memiliki ikatan kebersamaan (common bond)
dan
berjuang untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) ini bukan hanya sekedar pemanfaat pasif melainkan sekaligus sebagai pelaksana kegiatan terkait dengan penangulangan kemiskinan yang diusulkan untuk didanai oleh BKM melalui berbagai dana yang mampu digalang.
2.6. Efektivitas Program Pinjaman Bergulir 2.6.1. Efektivitas Efektivitas menurut Westra (1989:147) adalah suatu keadaan yang mengandung pengertian mengenai terjadinya sesuatu efek atau akibat yang dikehendaki. Kalau seseorang melakukan perbuatan dengan maksud tertentu yang memang dikehendaki, maka orang itu dikatakan efektif kalau menimbulkan akibat sebagaimana yang dikehendakinya. Efektivitas menurut Steers (1985:2) adalah tujuan akhir oleh sebagian besar organisasi, setidaknya secara teoritis. Steers mengakui bahwa adanya
Universitas Sumatera Utara
ketidaksepakatan para ahli dalam menemukan definisi yang jelas dan tepat untuk mengartikan efektivitas secara konkret. Hasanudin (2002) mnejelaskan bahwa efektivitas berarti melakukan pengukuran terhadap tingkat pencapaian tujuan (objectives dan goals) aktivitas tertentu atau program yang telah ditetapkan. Dari sudut praktik organisasi, efektivitas dapat berarti satu dari tiga terminologi yaitu program, operasi dan organisasi (program, operation and organization) yaitu sebagai berikut : 1) Efektivitas program berkaitan dengan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan (intended objectives), dampaknya (its impact) dan efektivitas biayanya (its cost-efectiveness); 2) Efektivitas operasional berkaitan dengan pencapaian sasaran keluaran/output (output targets), sistem menghasilkan barang dan jasa yang diproduksi, dan efektivitas biaya sistem tersebut; 3) Efektivitas organisasi berkaitan dengan keseluruhan kemampuan organisasi dan interaksi antara perencanaan strategis, struktur dan proses manajemen, sumber daya manusia dan keuangan yang kesemuanya berkaitan dengan misi dan tujuan organisasi dan lingkungan eksternal. Pada dasarnya pengertian efektifitas yang umum menunjukkan pada taraf pencapaian hasil. Mengartikan efektifitas senantiasa berkaitan dengan pengertian efisiensi, walaupun diantara keduanya terdapat perbedaan. Istilah efektif dan efisien merupakan dua istilah yang harus dihayati secara mendalam untuk mencapai
tujuan
suatu
organisasi.
Efisien
tetapi
tidak
efektif
berarti
memanfaatkan sumberdaya dengan baik, tetapi tidak mencapai sasaran.
Universitas Sumatera Utara
Sebaliknya, efektif tetapi tidak efisien berarti dalam mencapai sasaran digunakan sumber daya berlebih atau berbiaya tinggi. Efektif dikaitkan dengan kepemimpinan yang menentukan hal-hal yang harus dilakukan sedangkan efisien dikaitkan dengan manajemen yang mengukur bagaimana sesuatu dapat dilakukan dengan sebaik-baiknya. Efektifitas adalah suatu keadaan yang terjadi karena dikehendaki. Apabila seseorang melakukan suatu perbuatan dengan maksud tertentu dan memang dikehendaki, maka pekerjaan orang itu dikatakan efektif bila menimbulkan akibat sebagaimana yang dikehendaki sebelumnya Slamet (dalam Panggabean, 2005) menyatakan bahwa efektifitas kelompok adalah produktivitas, moral dan kepuasan anggota. Produktivitas adalah keberhasilan mencapai tujuan kelompok, moral adalah sikap para anggota. Steers (dalam Panggabean, 2005) mengemukakan efektifitas biasa dilakukan untuk mengukur sejauhmana kelompok atau organisasi efektif mencapai tujuan. Selanjutnya dinyatakan indikator efektifitas meliputi: a.
Tugas pokok diselesaikan tepat waktu
b.
Adanya efektifitas keseluruhan, yaitu sejauhmana organisasi melaksanakan seluruh kegiatan dengan waktu yang sesuai dengan yang telah ditentukan
c.
Kualitas, yaitu kualitas hasil yang dikeluarkan baik jasa atau produk primer
d.
Kuantitas, yaitu banyaknya produk yang dihasilkan oleh organisasi. Lebih lanjut Subagyo (dalam Budiani, 2007) menyatakan bahwa efektifitas
adalah kesesuaian antara output dengan tujuan yang ditetapkan. Efektifitas dinilai atas dasar tujuan yang bisa dilaksanakan, bukan atas dasar konsep tujuan yang
Universitas Sumatera Utara
maksimum. Tujuan yang bisa dilaksanakan dalam sebuah kegiatan dapat lebih rendah tingkatannya dari pada tujuan maksimum dari kegiatan tersebut. Handoko (2004:307-309) menerangkan beberapa model efektifitas dalam organisasional, sebagai berikut: a. Model Tujuan ( Goal Model) Model ini merupakan yang paling banyak digunakan sebagai kriteria efektifitas. Model ini menyatakan bahwa efektifitas organisasi harus dinilai dalam bentuk pencapaian hasil akhir, dan hal ini hanya bisa dilakukan jika hasil akhir yang menjadi sasaran jelas dan kapan harus terjadi b. Model Sumberdaya Sistem ( System Resource Model) Model ini menekankan akuisisi sumberdaya yang dibutuhkan sebagai kriteria penilaian efektifitas. Model ini dapat digunakan bila ada hubungan yang jelas antara akuisisi sumberdaya dan keluaran organisasional c. Multiple Constituency Model Model ini menempatkan pemenuhan kepuasan berbagai pihak yang terkait dengan organisasi sebagai prioritas utama. d.
The Competing Values Model Model ini didasarkan pada penilaian efektifitas berdasarkan tiga dimensi, yaitu fokus
organisasional
(tugas
orang),
struktur
organisasional
(kendali
fleksibilitas), dan hubungan prasarana dengan hasil akhir organisaional (proses keluaran)
Universitas Sumatera Utara
e.
Model Proses Internal Model ini menekankan pada interaksi antar individu dalam suatu organisasi. Oleh karena itu model didasarkan pada suatu rangkaian prinsip-prinsip normatif yang mengarahkan cara organisasi seharusnya berfungsi untuk mendorong pengembangan manusia untuk mencapai potensi maksimum.
f.
Model Legitimasi Model ini menganggap bahwa kelangsungan hidup organisasi sebagai tujuan utama. Organisasi berupaya mendapat legitimasi dari publik eksternal untuk memperpanjang kelangsungan hidupnya.
g. Model Ketidakefektifan Memusatkan pada faktor yang menghambat sukses kinerja organisasi. Efektifitas dipandang sebagai suatu kontinum berkisar dari tidak efektif sampai tingkat efektifitas paling tinggi. Suatu organisasi dinilai memiliki efektifitas tinggi bila bebas dari berbagai karakteristik ketidakefektifan. Sinugan (1992:15), menjelaskan konsep efektifitas dalam empat kelompok, yaitu: 1.
Efektifitas berkaitan dengan hubungan antara teori-teori organisasi.
2.
Efektifitas
sebagai
perbandingan/tingkatannya,
dimana
sasaran
yang
dikemukakan dapat dianggap tercapai. 3.
Efektifitas adalah ‘efektifitas eksternal’, atau perbandingan antara evaluasi lingkungan satu unit output dan evaluasi satu unit input, konsep ini pada prinsipnya tidak berbeda dengan pendekatan yang disebutkan pertama.
Universitas Sumatera Utara
4.
Kemampuan sistem untuk tetap berlangsung, teradaptasi dan berkembang tanpa memperdulikan tujuan-tujuan khusus yang akan dicapai. Memahami pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh beberapa penulis
tersebut, dapat didefenisikan bahwa efektifitas merupakan tingkatan pencapaian seluruh aspek pokok sebuah kegiatan dari segi waktu, kuantitas serta kualitas, sehingga tujuan akhir kegiatan pada akhirnya dapat terpenuhi. Konsep efektifitas senantiasa berorientasi pada masukan (input), serta cenderung digunakan dalam organisasi yang berhubungan dengan masyarakat.
2.6.2. Program Pinjaman Bergulir Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi kemiskinan secara berkelanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa lembaga kepemimpinan masyarakat yang representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social capital) masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan program masyarakat jangka menengah dalam penanggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam kemitraan masyarakat dengan pemerintah daerah dan kelompok peduli setempat. Penganggulangan
kemiskinan
dilakukan
dengan
memberdayakan
masyarakat melalui tiga jenis kegiatan pokok yaitu infrastruktur, sosial dan ekonomi yang dikenal dengan tridaya. Dalam kegiatan ekonomi, diwujudkan
Universitas Sumatera Utara
dengan kegiatan pinjaman bergulir, yaitu pemberian pinjaman dalam skala mikro kepada masyarakat miskin di wilayah kelurahan atau desa dimana BKM/UPK berada dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan. BKM/UPK hanya mengatur ketentuan pokok untuk pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir, namun keputusan untuk melaksanakannya diserahkan sepenuhnya kepada warga masyarakat setempat. Berdasarkan kajian yang dilakukan terhadap pelaksanaan pemberian pinjaman bergulir di P2KP-1, P2KP-2 dan P2KP-3 diketahui bahwa pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir di awal program kinerjanya sangat buruk. Namun dengan pemberian panduan operasional serta petunjuk pembukuan untuk Unit Pengelola Keuangan (UPK), kinerja kegiatan pinjaman bergulir semakin membaik. Berbagai kesuksesan serta kegagalan kegiatan pinjaman bergulir di masa lalu dapat menjadi pembelajaran berharga bagi kelanjutan kegiatan pinjaman bergulir melalui (PNPM) Mandiri Perkotaan. Beberapa
pertimbangan
dalam
melanjutkan
pelaksanaan
kegiatan
pinjaman bergulir dalam PNPM Mandiri Perkotaan antara lain (pedoman pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir, 2009:6) :
a.
Tersedianya akses dan jasa layanan keuangan yang berkelanjutan telah terbukti merupakan salah satu alat efektif untuk membantu rumah tangga miskin meningkatkan pendapatan dan kekayaannya
b.
Akses rumah tangga miskin ke jasa layanan keuangan formal masih sangat rendah. Sekitar 29 juta rumah tangga miskin masih belum mendapat akses ke jasa layanan keuangan formal.
Universitas Sumatera Utara
c.
Pinjaman bergulir PNPM Mandiri Perkotaan memiliki peluang dapat menjangkau sekitar 2,5 juta rumah tangga miskin yang sama sekali belum menerima akses ke lembaga keuangan
d.
Permintaan pinjaman bergulir pada rencana pembangunan masyarakat masih tinggi
e.
Pemutusan pendampingan yang telah berjalan selama ini bila tanpa disertai kinerja yang memadai akan merusak budaya meminjam dan jaminan sosial yang ada di masyarakat Pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir dalam PNPM Mandiri Perkotaan
bertujuan untuk menyediakan akses layanan keuangan kepada rumah tangga miskin dengan pinjaman mikro berbasis pasar untuk memperbaiki kondisi ekonomi mereka dan membelajarkan mereka dalam hal mengelola pinjaman dan menggunakannya secara benar. Meskipun demikian, (PNPM) bukanlah program keuangan mikro, dan tidak akan pernah menjadi lembaga keuangan mikro. Program keuangan mikro bukan hanya pemberian pinjaman saja akan tetapi banyak jasa keuangan lainnya yang perlu disediakan. Peran PNPM hanya membangun dasar-dasar solusi yang berkelanjutan untuk jasa pinjaman dan non pinjaman di tingkat kelurahan. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan dijadikan momen untuk tahap konsolidasi kegiatan keuangan mikro. Oleh sebab itu, dalam tahap ini perlu diciptakan UPK yang kuat, sehat dan secara operasional terpisah dari BKM. Masyarakat sendiri harus terlibat dalam keputusan untuk menentukan masa depan UPK.
Universitas Sumatera Utara
Sasaran utama pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir adalah rumah tangga miskin (berpendapatan rendah) di wilayah kelurahan/desa BKM/UPK berada, khususnya masyarakat miskin yang sudah diidentifikasi dalam daftar masyarakat miskin. Indikator tercapainya sasaran tersebut meliputi:
a. Peminjam berasal dari rumah tangga miskin yang telah diidentifikasi dalam PJM Pronangkis dan telah masuk dalam daftar masyarakat miskin. b. Minimum 30% peminjam adalah perempuan c. Para peminjam dari rumah tangga miskin tersebut telah bergabung dalam Kelompok
Swadaya
Masyarakat
(KSM)
khusus
untuk
kegiatan
ini
beranggotakan minimal 5 orang. d. Akses pinjaman bagi KSM peminjam yang kinerja pengembaliannya baik terjamin keberlanjutannya baik melalui dana bantuan langsung masyarakat (BLM) maupun melalui dana hasil chanelling dan kebijakan pinjaman yang jelas. Beberapa prinsip dasar dalam pemberian pinjaman bergulir yang perlu mendapat perhatian dari BKM/UPK antara lain adalah:
a. Dana bantuan langsung masyarakat yang dialokasikan untuk kegiatan pinjaman bergulir adalah milik masyarakat kelurahan/desa sasaran dan bukan milik perorangan b. Tujuan dipilihnya kegiatan pinjaman bergulir adalah dalam rangka membantu program penanggulangan kemiskinan dan oleh karenanya harus
Universitas Sumatera Utara
menjangkau warga masyarakat miskin sebagai kelompok sasaran utama PNPM Mandiri Perkotaan c. Pengelolaan pinjaman bergulir berorientasi kepada proses pembelajaran untuk penciptaan peluang usaha dan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat miskin, serta kegiatan-kegiatan produktif lainnya d. Pengelolaan
pinjaman
bergulir
dipisahkan
antara
BKM
sebagai
representasi dari warga masyarakat pemilik modal dengan UPK sebagai pengelola kegiatan pinjaman bergulir yang bertanggungjawab langsung kepada BKM e. Prosedur serta keputusan pemberian pinjaman harus mengikuti prosedur pemberian pinjaman bergulir standar yang ditetapkan f. Manajer dan petugas UPK harus orang yang mempunyai kemampuan dan telah memperoleh sertifikat pelatihan dasar yang diadakan oleh PNPM Mandiri Perkotaan g. Unit pengelola keuangan (UPK) telah mempunyai sistim pembukuan yang standar dan sistim pelaporan keuangan yang memadai h. Unit pengelola keuangan (UPK) mendapat pengawasan baik oleh BKM melalui Pengawas UPK maupun konsultan pelaksana (KMW) melalui tenaga ahli dan fasilitator, atau pihak yang ditunjuk proyek. 2.6.2.1. Ketentuan Dasar Pinjaman Bergulir Agar pelaksanaan kegiatan pinjaman bergulir dapat berjalan dengan baik dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, perlu dibuat aturan dasar untuk pinjaman bergulir, antara lain mengenai kelayakan lembaga pengelola pinjaman
Universitas Sumatera Utara
bergulir, kelayakan peminjam, dana pinjaman, pelayanan pinjaman bergulir dan pendampingannya. Masing-masing aturan dasar tersebut adalah sebagaimana uraian berikut. 1. Kelayakan lembaga pengelola pinjaman bergulir Lembaga yang langsung mengelola kegiatan pinjaman bergulir adalah Unit Pengelola Keuangan (UPK). Unit Pengelola Keuangan (UPK) adalah salah satu unit pengelola dari 3 unit pengelola yang berada dibawah BKM. Dua unit pengelola lainnya adalah Unit Pengelola Lingkungan (UPL) dan Unit Pengelola Sosial (UPS).
Sebelum kegiatan pinjaman bergulir dalam kelurahan yang
bersangkutan dimulai, harus dilakukan pengujian kelayakan, baik untuk BKM/UPK, maupun untuk KSM dengan menggunakan instrumen kriteria kelayakan yang sudah disiapkan. Kegiatan pinjaman bergulir dapat dilaksanakan, hanya jika para pelaku tersebut telah memenuhi kriteria kelayakan. Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) bertanggung jawab atas pendampingan tercapainya kriteria kelayakan BKM/UPK. Sedangkan fasilitator bersama relawan setempat bertanggung jawab atas pendampingan tercapainya kriteria kelayakan kelompok maupun anggotanya.
a. Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) yang akan mengelola kegiatan pinjaman bergulir harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) telah terbentuk secara sah sesuai ketentuan PNPM Mandiri Perkotaan dan memiliki anggaran dasar yang menyatakan bahwa kegiatan pinjaman bergulir akan dijalankan sebagai
Universitas Sumatera Utara
salah satu alat penanggulangan kemiskinan di wilayahnya. Dana pinjaman bergulir hanya diperuntukkan untuk kegiatan pinjaman bergulir saja dan tidak dapat dipergunakan untuk dana kegiatan non pinjaman bergulir. b) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) telah membuat pernyataan bahwa pendapatan UPK hanya untuk membiayai kegiatan operasional UPK dan tidak dapat dipergunakan untuk membiayai kegiatan lainnya, termasuk biaya BKM dan pengawas. Pengawas hanya bisa dibiayai dari laba bersih tahunan UPK. Laba bersih akhir tahun UPK setelah dikurangi pemupukan modal (minimal 20%) dapat digunakan untuk membiayai kegiatan non UPK. c) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) telah mengangkat pengawas UPK (2-3 orang) dan petugas UPK (minimum 2 orang) dan telah memperoleh pelatihan rencana usaha, pinjaman bergulir, pembukuan, pengawasan, pengelolaan ekonomi rumah tangga dan kewirausahaan d) Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) telah membuat aturan dasar pengelolaan dana pinjaman bergulir yang memuat kriteria KSM dan anggotanya yang boleh menerima pinjaman, besar pinjaman mula-mula, besarnya jasa pinjaman, jangka waktu pinjaman, dan sistem angsuran pinjaman serta ketentuan mengenai tanggung renteng anggota KSM. e) Jasa yang telah disepakati dan ditetapkan oleh BKM dan pengawas minimal harus cukup untuk menutup seluruh biaya operasional UPK.
Universitas Sumatera Utara
b. Unit Pengelola Keuangan Unit Pengelola Keuangan (UPK) yang akan mengelola dana pinjaman bergulir telah memenuhi kriteria sebagai berikut : 1. Petugas UPK minimal 2 orang dan sudah diangkat oleh BKM dan Pengawas 2. Telah mengikuti pelatihan mengenai pinjaman bergulir, pembukuan, pengelolaan kas, pengawasan, keorganisasian, rencana usaha, pelatihan ekonomi rumah tangga (PERT) dan kewirausahaan. 3. Telah memiliki uraian tugas masing-masing 4. Telah memahami aturan dasar pengelolaan dana pinjaman bergulir yang memuat kriteria KSM dan anggotanya yang boleh menerima pinjaman, besar pinjaman mula-mula, besarnya jasa pinjaman, jangka waktu pinjaman, dan sistem angsuran pinjaman serta ketentuan mengenai tanggung renteng anggota KSM. 5. Telah memiliki rekening atas nama UPK/BKM bukan atas nama perorangan. 6. Telah memiliki sistem pembukuan yang berlaku di PNPM Mandiri Perkotaan 2. Kelayakan Peminjam KSM peminjam dan anggotanya sebagai calon peminjam harus memenuhi kriteria kelayakan yang dipersyaratkan untuk mendapat pinjaman bergulir dari UPK. Hanya KSM dan anggota yang memenuhi kriteria kelayakan yang dapat dilayani oleh BKM/UPK. Dengan kata lain, KSM peminjam dan anggotanya yang tidak atau belum memenuhi kriteria kelayakan tidak dapat dilayani dan harus ada
Universitas Sumatera Utara
pendampingan terlebih dahulu sampai KSM peminjam tersebut memenuhi kriteria kelayakan sebagai calon peminjam. a. Kriteria Kelayakan KSM 1. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) peminjam telah terbentuk dan anggotanya adalah warga miskin yang tercantum dalam daftar keluarga miskin, serta seluruh anggota telah memperoleh pembekalan tentang pembukuan KSM, pinjaman bergulir (persyaratan peminjam, skim pinjaman, tanggung renteng, dan tahapan peminjaman), pelatihan ekonomi rumha tangga (PERT), kewirausahaan serta telah melakukan kegiatan menabung diantara anggota KSM. 2. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dibentuk hanya untuk tujuan penciptaan peluang usaha dan kesempatan kerja serta peningkatan pendapatan masyarakat miskin 3. Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dibentuk atas dasar kesepakatan anggota-anggotanya secara sukarela, demokratis, partisipatif, transparan dan kesetaraan; 4. Anggota KSM termasuk kategori keluarga miskin sesuai kriteria yang ditetapkan sendiri oleh BKM dan masyarakat. 5. Jumlah anggota KSM minimum 5 orang; 6. Jumlah anggota KSM 30% perempuan 7. Mempunyai pembukuan yang memadai sesuai kebutuhan 8. Semua anggota KSM menyetujui sistem tanggung renteng dan dituangkan secara tertulis dalam pernyataan kesanggupan tanggung renteng.
Universitas Sumatera Utara
9. Semua anggota KSM telah memperoleh pelatihan tentang pinjaman bergulir, rencana usaha, kewirausahaan dan pengelolaan ekonomi rumah tangga (PERT) dari fasilitator dan BKM/UPK b. Kriteria Kelayakan Anggota KSM 1. Anggota KSM adalah warga masyarakat dan memiliki kartu tanda penduduk (KTP) setempat 2. Termasuk dalam katagori keluarga miskin sesuai dengan kriteria yang dikembangkan dan disepakati sendiri oleh masyarakat; 3. Dapat dipercaya dan dapat bekerjasama dengan anggota yang lain. 4. Semua anggota KSM telah mempunyai tabungan minimal 5% dari pinjaman yang diajukan dan bersedia menambah tabungannya minimal 5% selama jangka waktu pinjaman dan tidak akan mengambil tabungan tersebut sebelum pinjamannya lunas. 5. Sanggup menabung secara teratur sesuai kemampuannya, dimana tabungan akan diteruskan ke bank atau lembaga keuangan terdekat, atas nama KSM maupun pribadi. 6. Memiliki motivasi untuk berusaha dan bekerja atau dapat pula memiliki usaha mikro dan bermaksud untuk meningkatkan usaha, pendapatan dan kesejahteraan keluarganya 7. Belum pernah mendapat pelayanan dari lembaga keuangan yang ada.
Universitas Sumatera Utara
3. Pelaksanaan Kegiatan Pinjaman Bergulir Dalam tahapan pemberian pinjaman bergulir, diatur kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan dalam setiap tahapan sebagai berikut : a) Tahap pengajuan pinjaman Calon peminjam mempersiapkan segala keperluan yang dipersyaratkan untuk memperoleh pinjaman, baik pelatihan, pembentukan simpanan, maupun kelengkapan dokumen dan pengisian blanko pengajuan pinjaman. b) Tahap pemeriksaan pinjaman Petugas UPK memeriksa dokumen pengajuan pinjaman yang diajukan KSM maupun anggotanya baik secara administratif maupun kunjungan lapangan, menganalisis dan membuat usulan/rekomendasi kepada manajer UPK terhadap permohonan pinjaman dimaksud. Hal-hal yang harus dilakukan petugas pinjaman UPK dalam rangka analisis pinjaman : 1. Mencari informasi dan melakukan analisis pinjaman masing-masing anggota KSM berdasarkan 5 C (character, condition, capacity, capital dan collateral) : a. Character : karakter atau watak calon peminjam dengan meminta informasi kepada tetangga dan aparat kelurahan setempat b. Condition : kondisi usaha calon peminjam, apakah baru akan berdiri, atau sudah berjalan. Bertentangan dengan Undang-Undang, kesopanan dan kesusilaan atau tidak. Pesaingnya cukup kuat atau
Universitas Sumatera Utara
tidak. Kemungkinan kedepannya mampu bersaing atau tidak. Dengan demikian bisa dilihat kemungkinan kelanjutan usaha tersebut. c. Capacity : kemampuan usaha dalam memperoleh laba. Bagaimana penjualannya, berapa harga pokoknya, berapa laba/keuntungan yang diperoleh dalam satu siklus usaha. berapa biaya hidup keluarga, berapa keuntungan bersih, berapa persen rencana peningkatan usahanya? d. Capital : untuk melihat berapa modal yang dimiliki, berapa hutang yang ditanggung, berapa modal bersih yang ada dalam usaha e. Collateral : barang apa yang dijadikan agunan pinjaman, berapa nilai jual barang tersebut, mudah dijual atau tidak, apa bukti kepemilikannya. c) Tahapan putusan pinjaman Manajer UPK memberikan persetujuan atau penolakan atas pengajuan pinjaman yang dilakukan oleh KSM, berdasarkan hasil analisis petugas pinjaman UPK d) Tahapan realisasi pinjaman Permohonan pinjaman KSM yang telah disetujui oleh manajer UPK, kemudian
disiapkan
dokumen
untuk
pencairan,
setelah
itu
direalisasikan/dicairkan pembayarannya kepada KSM dan anggotanya.
Universitas Sumatera Utara
e) Tahapan pembinaan pinjaman Minimal satu bulan setelah pinjaman direalisasikan, wajib memantau keadaan peminjam, perkembangan usaha dan penggunaan pinjaman, apakah digunakan sesuai dengan tujuan semula. f) Tahapan pembayaran kembali pinjaman Agar tidak terjadi penunggakan atau keterlamabatan pembayaran cicilan pinjaman, maka petugas UPK wajib mengingatkan peminjam atas kewajibannya. Dalam melaksanakan tugas ini UPK dapat dibantu oleh relawan, aparat Kelurahan/Desa, tokoh masyrakat maupun pengawas UPK.
2.7. Modal Sosial Konsep moda sosial (sosial capital) diperkenalkan Robert Putnam (1993) sewaktu meneliti Negara Italia pada tahun 1985. Masyarakat Italia, khususnya Italia Utara memiliki kesadaran politik yang sangat tinggi karena tiap individu punya minat besar untuk terlibat dalam masalah publik. Hubungan antar masyarakat lebih bersifat horizontal karena semua masyarakat mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Sementara itu, Putnam prihatin atas atas kecenderungan runtuhnya jalinan sosial masyarakat Amerika. Adanya televisi memberikan kontribusi bagi terciptanya “couch potato syndrome”. Kebiasaan orang Amerika “nongkrong” di depan layar televisi berjam-jam sebagai cerminan hidup yang sangat individualistik.
Universitas Sumatera Utara
Pengertian modal sosial dalam kajian ilmu-ilmu sosial kontemporer, terkait dengan perilaku kooperatif yang terorganisasikan secara horizontal, meski sering kali tidak formal, yang bisa mendorong pada adanya keteraturan dan peningkatan kesejehteraan ekonomi masyarakat. Di samping itu, dalam modal sosial ini terkandung pula hubungan saling mempercayai di antara warga masyarakat dan antara masyarakat dengan Negara, bukan hubungan-hubungan dominasi dan otoritarianisme. Dalam rumusan Tjondronegoro (2005), modal sosial menunjuk pada ciriciri organisasi sosial yang berbentuk jaringan-jaringan horizontal yang di dalamnya berisi norma-norma yang memfasilitasi koordinasi, kerjasama, dan saling mengendalikan yang manfaatnya bisa dirasakan bersama anggota organisasi. Dalam konteks ekonomi, jaringan horizontal yang terkoordinasi dan kooperatif itu akan menyumbang pada kemakmuran dan pada gilirannya diperkuat oleh kemakmuran tersebut. Modal sosial dalam bentuk asosiasi-asosiasi horizontal ini umpamanya berperan penting dalam mendukung kemajuan ekonomi pada komunitas. Cina perantauan (overseas Chinese) melalui apa yang disebut dengan network capitalism. Organisasi informal Cina perantauan di Asia Tenggara, misalnya di Singapura dan Malaysia, mendorong pada kemampuan kompetitif mereka dalam kegiatan bisnis. Keunggulan bersaing tersebut bukan hanya karena mereka memiliki bakat kewiraswastaan, tapi juga berasal dari perkumpulan dan lembaga dagangnya. Pendirian perkumpulan satu dialek bahasa dan jaringan keluarganya disebut siang hwe (kamar dagang), siang hwe ini memungkinkan mereka bisa
Universitas Sumatera Utara
saling membantu dan mempercayai satu sama laindalam transaksi ekonomi modern tanpa harus melalui lembaga ekonomi formal yang birokratis. Putnam juga mengajukan contoh mengenai kuatnya modal sosial masyarakat Italia Utara yang sejak berabad-abad lalu memiliki jaringan horizontal di antara kelompok-kelompok masyarakatnya, yang mengembangkan budaya politik yang menekankan pada otonomi, kerjasama, toleransi, dan penghormatan pada hukum, sehingga memugkinkan berkembangnya demokrasi partisipatif dan ketertiban. Sebaliknya, organisasi sosial di Italia Selatan sangat hierarkis, dengan dominasi dan hegemoni kelompok elite, budaya politiknya berpola atasanbawahan (clientelistic) dan otoriter, yang dilambangkan dengan penguasaan mafia yang mencolok. James S. Coleman (1990) melihat modal sosial dari sisi fungsinya. Dia menunjukkan bahwa struktur sosial dalam bentuk jaringan yang sifatnya lebih ketat dan relatif tertutup cenderung lebih efektif daripada yang terbuka. Jaringan komunitas yang dikembangkan kelompok-kelompok perantau di berbagai daerah lazimnya disebut eksklusif, yang keanggotaannya didasari relasi kekerabatan dan kesamaan daerah, bahasa, etnis dan agama, dan mungkin karena ketertutupannya itulah mereka bisa survive dan bisa menguasai jaringan perdagangan komoditas dan keterampilan tertentu di daerah perantauan. Cukup penting juga untuk mengetengahkan konsep modal sosial yang diajukan
Francis
Fukuyama
(1999),
yang
tulisan-tulisannya
dianggap
kontroversial, tetapi popular, yang menekankan bahwa modal sosial memiliki kontribusi cukup besar atas terbentuk dan berkembangnya ketertiban dan
Universitas Sumatera Utara
dinamika ekonomi. Dalam konsep Fukuyama, modal sosial adalah serangkaian nilai dan norma informal yang dimiliki bersama diantara para anggota suatu kelompok yang memungkinkan terjalin kerjasama di antara mereka. Fukuyama (1999) menyebutkan, bahwa modal sosial menunjuk pada seperangkat sumber daya yang melekat dalam hubungan keluarga dan dalam organisasi sosial komunitas serta sangat berguna bagi pengembangan kognitif dan sosial anak. Kerjasama dalam keluarga itu dimungkinkan karena adanya fakta biologis yang kodrati dan hal itu tidak hanya memperlancar dan memudahkan jenis-jenis aktivitas sosial lainnya, seperti menjalankan bisnis. Sekarang ini pun banyak perusahaan besar yang impersonal dan birokratis sebagian besar dijalankan oleh keluarga. Tetapi ketergantungan berlebihan atas ikatan kekerabatan itu bisa menimbulkan konsukensi negatif atas masyarakat luas. Dalam penglihatan fukuyama, banyak kebudayaan, mulai dari Cina, Eropa Selatan, hingga Amerika Latin yang mempromosikan familisme, yakni peningkatan ikatan kekerabatan, tetapi hal itu mengakibatkan kewajiban moral atas otoritas publik dalam segala bentuknya menjadi lemah. Konsep modal sosial muncul dari pemikiran bahwa anggota masyarakat tidak mungkin dapat secara individu mengatasi berbagai masalah yang dihadapi. Diperlukan adanya kebersamaan dan kerjasama yang baik dari segenap anggota masyarakat yang berkepentingan untuk mengatasi masalah tersebut. Pemikiran seperti inilah yang yang pada awal abad ke-20 mengilhami seorang pendidik di Amerika Serikat bernama Lyda Judson Hanifan untuk memperkenalkan konsep modal sosial pertama kalinya. Dalam tulisannya berjudul The Rural School
Universitas Sumatera Utara
Community Centre tahun 1916 mengatakan modal sosial, bukanlah modal dalam arti biasa seperti kekayaan atau uang, tetapi lebih mengandung arti kiasan, namun merupakan aset atau modal nyata yang penting dalam hidup bermasyarakat. Bourdieu (dalam Sybra, 2003) menjelaskan perbedaan antara modal ekonomi, modal budaya dan modal sosial, dan menggambarkan bagaimana ketiganya dapat dibedakan antara satu sama lain dilihat dari tingkat kemudahannya untuk dikonversikan. Modal ekonomi, menurut Bourdieu memang dapat dengan mudah dikonversikan ke dalam bentuk uang, dan dapat dilembagakan dalam bentuk hak kepemilikan. Dalam kondisi tertentu modal budaya juga dapat dikonversikan menjasi modal yang yang memiliki nilai ekonomi, dan dapat dilembagakan, seperti kualifikasi pendidikan. Demikian pula dengan modal sosial dalam kondisi terentu dapat dikonversikan ke dalam modal ekonomi dan bahkan dapat dilembagakan dalam bentuk gelar kesarjanaan. Modal sosial merupakan wujud nyata dari suatu institusi kelompok yang merupakan jaringan koneksi yang bersifat dinamis dan bukan alami. Oleh karena itu modal sosial dapat menghasilkan hubungan sosial secara langsung dan tidak langsung dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Hubungan ini dapat dilakukan dalam hubungan antar keluarga, tetangga, teman kerja, maupun masyarakat dalam arti luas. Modal sosial merupakan kumpulan sumberdaya yang dimiliki setiap anggota dalam suatu kelompok yang digunakan secara bersamasama. Oleh karena itu mengenai pengertian atau definisi modal sosial sangat beragam tapi tidak lepas dari dua objek penekanan, pertama penekanan pada
Universitas Sumatera Utara
karateristik yang melekat pada individu (norma-norma, saling percaya, saling pengertian, kepedulian, dll) dan kedua penekanan pada jaringan hubungan sosial (kerjasam, pertukaran informasi, dll). Fukuyama (1999) mengungkapkan ada tiga manfaat modal sosial (sosial capital), yaitu : 1. partisipasi individu dan jaringan kerja sosial akan meningkatkan ketersediaan informasi dengan biaya rendah 2. partisipasi dan jaringan kerja lokal serta sikap saling percaya akan membuat lebih mudah untuk mencapai keputusan bersama dan mengimplementasikan dalam kegiatan bersama 3. memperbaiki jaringan kerja dan sikap mengurangi perilaku tidak baik dari anggota. Jika disimak, titik simpul kekuatan modal sosial (sosial capital) itu bertumpu pada dua hal yaitu jaringan dan sumber daya. Itulah yang dapat dibaca dalam karya-karya para pemikir seperti Pierre Bourdieu, Robert Putnam, James Coleman, Fukuyama dan lain-lain. Mereka mengenalkan konsep modal sosial itu menunjuk pada dua komponen penting yaitu jaringan sosial yang beroperasi di masyarakat yang memberi manfaat mutualistik bagi para warganya dan berbagai jenis sumber daya yang tersedia di masyarakat bersangkutan yang dapat di dayagunakan bagi kepentingan publik.
Universitas Sumatera Utara
2.7.1. Saling Percaya (Trust) Sikap saling percaya (trust) sebagai salah satu elemen dari modal sosial adalah merupakan sikap salah satu dasar bagi lahirnya sikap saling percaya yang terbangun antar beberapa golongan komunitas dan merupakan dasar bagi munculnya keinginan untuk membentuk jaringan sosial (networks) yang akhirnya di mapankan dalam wujud pranata (institution) saling percaya meliputi adanya kejujuran (honesty), kewajaran (fairness), sikap egaliter (egali-tarianism), toleransi (tolerance), dan kemurahan hati (generosity). Salah satu elemen-elemen pokok modal sosial tersebut bukanlah sesuatu yang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, melainkan harus dikreasikan dan ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme sosial budaya di dalam sebuah unit sosial seperti keluarga, komunitas, asosiasi suka rela, Negara, dan sebagainya. Mereka percaya satu sama lain untuk berlaku fair dan mematuhi hukum para pimpinan di dalam komunitaskomunitas ini relatif jujur dan komit terhadap kesetaraan, jaringan-jaringan sosial dan politik do organisasi secara horizontal, bukan hiraikal. Banyak peneliti merujuk ke jaringan sebagai sumber penting tumbuh dan hilangnya trust. Coleman menyatakan bahwa pada tingkat individual, trust berasal dari adanya nilai-nilai yang bersumber dari kepercayaan agama yang dianut, kompetisi seseorang dan keterbukaan yang telah menjadi norma di masyarakat. Pada tingkat komunitas, Sumber trust berasal dari norma sosial yang memang melekat pada struktur sosial setempat (Coleman, 1988) Fukuyama mengkaji bidang ekonomi menyebutkan bahwa modal sosial yang berintikan kepercayaan (trust) merupakan dimensi budaya dari kehidupan
Universitas Sumatera Utara
ekonomi yang sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan ekonomi. Hilangnya sikap saling percaya antar warga masyarakat, maupun antar warga dengan pemerintah, merupakan contoh hilangnya potensi modal sosial dalam kehidupan masyarakat. Dalam keempat potensi modal sosial yang ditemukannya tersebut diketahui bahwa kepercayaan (trust) adalah unsur utama yang membentuk petensi-potensi tersebut. Fukuyama (1999) berpendapat bahwa kepercayaan adalah pengharapan yang muncul dalam sebuah komunitas yang berperilaku normal, jujur, dan kooperatif berdasarkan norma-norma yang dimiliki bersama, demi kepentingan anggota yang lain dari komunitas itu. Ada tiga jenis perilaku dalam komunitas yang mendukung kepercayaan ini, yaitu perilaku normal, jujur dan kooperatif. Perilaku normal yaitu perilaku yang sesuai asaa dan norma-norma yang dianut bersama, jika dalam komunitas terdapat perilaku deviant (menyimpang) dari beberapa anggotanya maka akan sulit mendapatkan adanya kejujuran dan sifat kooperatif. Adanya jaminan tentang kejujuran dalam komunitas dapat memperkuat rasa solidaritas dan sifat kooperatif dalam komunitas. Kepercayaan timbal balik hanya muncul didalam konteks sosial, kata fukuyama. Kepercayaan sosial, termasuk kejujuran, keteladanan, kerjasama, dan rasa tanggung jawab terhadap orang lain sangat pentinf untuk menumbuhkan kebajikan-kebajikan individual. Hal itulah yang menjadi argumen sentral dari max weber tentang etika protestan yang menunjukkan bahwa kaum puritan memperoleh kekayaan material sebagai hasil dari kepercayaan religiusnya, dan
Universitas Sumatera Utara
telah mengembangkan kebajikan-kebajikan tertentu seperti kejujuran yang sangat menbantu bagi akumulasi modal.
2.7.2. Jaringan Sosial ( networks ) Aspek vital dari modal sosial adalah keterkaitan (connectedness), jaringan (networks) dan kelompok (groups). Keterkaitan terwujud didalam beragam tipe kelompok pada tingkat lokal maupun di tingkat yang lebih tinggi. Adanya jaringan hubungan antar individu, norma-norma dan kepercayaan, sebagai bagian dari modal sosial memberikan manfaat dalam konteks terbebtuknya kerjasama kolektif dalam menghadapi dan memecahkan persoalan bersama komunitas masyarakat kecil secara kolektif yang akan memperkuat posisi tawar mereka terhadap kekuatan-kekuatan sruktural, seperti pasar dan nelayan pemilik yang senantiasa berupaya mengeksploitasikan mereka melalui penentuan harga secara sepihak dan sistem bagi hasil yang tidak setara dan adil. Adanya sikap saling percaya yang terbangun antar beberapa golongan komunitas nelayan merupakan dasar bagi munculnya keinginan untuk membentuk jaringan sosial (networks). Adanya saling percaya diantara beberapa golongan komunitas nelayan tersebut membuat mereka mampu membentuk jaringan sosial. Jaringan sosial tersebut terbentuk antar golongan nelayan yang berperan sebagai ‘klien’. Jaringan sosial juga tidak terbentuk antar sesama golongan “klien”. Menurut Putnam, kerjasama sukarela lebih mudah terjadi didalam suatu komunitas yang telah mewarisi sejumlah modal sosial yang substansial dalam bentuk aturan-aturan yang telah mewarisi sejumlah modal sosial yang substansial
Universitas Sumatera Utara
dalam bentuk aturan-aturan, pertukaran timbal balik (reciprocity), solidaritas (solidarity), kerjasama (collaboration/cooperation), dan keadilan (equity). Elemen-elemen pokok modal sosial ini tersebut bukanlah suatu yang tumbuh dan berkembang dengan sendirinya, melainkan harus dikreasikan dan ditransmisikan melalui mekanisme-mekanisme sosial budaya didalam sebuah unit sosial seperti keluarga, komunitas, asosiasi sukarela, Negara dan sebagainya. Dalam penelitian Putnam di Italia, Putnam menemukan bahwa warga negara bagian Emilia Romagna dan Tuscany misalnya, memiliki banyaknya organisasi-organisasi komunitas yang aktif, dan mereka ditautkan oleh isu-isu politik, bukan melalui pola patronasme. Mereka percaya satu sama lain untuk berlaku fair dalam mematuhi hukum. Para pemimpin di dalam komunitaskomunitas ini relatif jujur dan komit terhadap kesetaraan, jaringan-jaringan sosial dan politik diorganisasi secara horizontal, bukan hikarial. Komunitas seperti ini menurut Putnam menilai penting solidarits, partisipasi warga (civic participations) dan integritas. Di dalam komunitas seperti ini demokrasi berjalan (democracy work). Sikap saling percaya itu terbangun karena adanya dua unsur yang paling terkait yaitu norma-norma resiprositas (norm of reciprocity). Salah satu elemen pokok modal sosial adalah adanya jaringan sosial yang meliputi adanya partisipasi. Solidaritas adalah faktor utama dalam merekatkan hubungan sosial dalam sebuah komunitas. Karena rasa solidaritaslah masyarakat bisa menyatukan persepsinya tentang hal yang ingin mereka perjuangkan. Salah satu unsur dalam jaringan sosial adalah kerjasama. Kerjasama adalah suatu usaha bersama antara
Universitas Sumatera Utara
orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama. Hampir pada semua kelompok manusia dapat ditemui adanya pola-pola kerjasama. Kerjasama muncul karena individu memiliki orientasi terhadap kelompoknya atau terhadap kelompok lain.
2.8. Kerangka Berpikir Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah untuk menangggulangi kemiskinan
di
Kelurahan
Karang
Berombak
adalah
melalui
program
pemberdayaan masyarakat yaitu program pinjaman bergulir. Program pinjaman bergulir merupakan bagian dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan. Tujuan dari diluncurkannya program pinjaman bergulir ini dikarenakan pemerintah menyadari bahwa masyarakat miskin memiliki keterbatasan untuk memperoleh akses pada lembaga keuangan formal, untuk melakukan peminjaman. Pinjaman bergulir sendiri memiliki sasaran untuk menjangkau masyarakat miskin yang memiliki usaha mikro ataupun masyarakat yang memiliki potensi untuk memulai usahanya dengan kriteria masyarakat yang berhak melaksanakan program pinjaman ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang telah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh masyarakat itu sendiri kemudian membentuk suatu kelompok masyarakat yaitu kelompok swadaya masyarakat (KSM) sebagai syarat yang harus dilakukan untuk melaksanakan program pinjaman bergulir. Tujuan pelaksanaan program pinjaman bergulir secara umum adalah untuk mengurangi tingkat kemiskinan di perkotaan melalui peningkatan kesejahteraan masyarakat yang melaksanakannya. Walaupun demikian terdapat beberapa tujuan lain di balik pelaksanaan program pinjaman
Universitas Sumatera Utara
bergulir yaitu seperti, mewujudkan kembali lahirnya modal sosial ditengah masyarakat, mewujudkan kemandirian dan keberdayaan masyarakat dalam mengatasi kemiskinan, serta mengupayakan keberlanjutan usaha masyarakat terutama melalui keberlanjutan program pinjaman. Berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan dalam pelaksanaan program pinjaman bergulir maka penulis merasa perlu untuk mengkaji tujuan tersebut dengan implementasinya secara langsung pada masyarakat untuk melihat sejauh mana tingkat efektifitas pelaksanaan program pinjaman bergulir dalam mencapai tujuannya. Penilaian tingkat efektifitas didasarkan pada pencapaian beberapa aspek yang terdapat dalam program pinjaman bergulir. Aspek-aspek tersebut adalah : a. Aspek kelembagaan Aspek kelembagaan ini mencakup: 1) Terbentuknya BKM sebagai lembaga yang merumuskan kebijakankebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan program pinjaman bergulir. UPK sebagai lembaga yang mengelola keuangan pada pelaksanaan program pinjaman bergulir serta KSM yang merupakan kelompok masyarakat yang melaksanakan program pinjaman bergulir 2) Pelaksanaan tugas dan fungsi BKM serta UPK dalam mengelola program pinjaman bergulir sehingga program pinjaman bergulir dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan
Universitas Sumatera Utara
3) Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia pengelola program pinjaman bergulir yaitu BKM dan UPK melalui pelatihan yang diberikan oleh fasilitator 4) Mewujudkan adannya transparansi dana pinjaman bergulir agar terjalin kepercayaan baik itu antara UPK dengan anggota KSM maupun antara UPK dengan koordinator PNPM Mandiri Perkotaan. b. Aspek sasaran penerima dana pinjaman bergulir Aspek sasaran penerima dana pinjaman bergulir ini mencakup: 1) Sosialisasi
yang
dilakukan
oleh
relawan
dan
fasilitator
untuk
memberitahukan kepada masyarakat tentang adanya program pinjamn bergulir, terpenuhinya kriteria masyarakat yang melaksanakan program pinjaman bergulir sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan masyarakat 2) Penyaluran dana pinjaman kepada masyarakat yang telah memenuhi kriteria masyarakat yang berhak melaksanakan program pinjamn bergulir 3) Terwujudnya perguliran dana pinjaman dari anggota KSM yang sedang melaksanakan program pinjaman bergulir kepada kelompok masyarakat lain yang belum melaksanakan program pinjaman bergulir. c.
Aspek keberlanjutan usaha dan keberlanjutan program Aspek keberlanjutan usaha dan keberlanjutan program ini mencakup: 1) Pengaruh jumlah pinjaman yang diberikan kepada anggota KSM dalam upaya meningkatkan usaha yang dikelola anggota KSM
Universitas Sumatera Utara
2) Terjalinnya kemitraan dengan pihak lain diluar program pinjaman bergulir yang memiliki program pemberian pinjaman agar usaha yang dikelola anggota KSM dapat terus berlanjut 3) Pengembalian dana pinjaman yang diperoleh anggota KSM agar terjalin kepercayaan dengan pemerintah maupun dengan pihak-pihak yang yang memiliki program pemberian pinjaman sehingga program pemberian pinjaman dapat terus digulirkan 4) Pelaksanaan pendampingan dan pelatihan terhadap anggota KSM untuk menambah pengetahuan anggota KSM dalam mengelola usaha sehingga upaya untuk mewujudkan keberlanjutan usaha anggota KSM dapat terwujud. d.
Aspek kemandirian dan keberdayaan masyarakat Aspek kemandirian dan keberdayaan masyarakat ini mencakup: 1) Upaya program pinjaman bergulir dalam memberikan kesempatan kepada anggota KSM untuk menggunakan potensi yang dimilikinya dalam mengatasi permasalahan kemiskinan 2) Melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan program pinjaman bergulir sehingga masyarakat mampu merumuskan permasalahan kemiskinan yang mereka hadapi dan memiliki solusi terhadap permasalahan kemiskinan tersebut 3) Mengurangi ketergantungan masyarakat yang melaksanakan program pinjaman bergulir dengan pihak lain di luar program pinjaman bergulir khususnya dalam hal peminjaman uang.
Universitas Sumatera Utara
e.
Aspek pengaruh program pinjaman bergulir bagi masyarakat Aspek pengaruh program pinjaman bergulir bagi masyarakat ini mencakup: 1) Peningkatan kesejahteraan anggota KSM melalui peningkatan usaha yang dikelola anggota KSM 2) Terjaminnya
keberlanjutan
usaha
masyarakat
terutama
melalui
kemandirian masyarakat dan keberlanjutan program pinjaman bergulir 3) Mewujudkan masyarakat yang mandiri dan berdaya dalam mengatasi kemiskinan 4) Lahirnya kembali modal sosial masyarakat yaitu sikap saling percaya dan bertanggung jawab diantara masyarakat. Indikator pada setiap aspek yang telah dikemukakan diatas akan digunakan penulis untuk menilai efektifitas pelaksanaan program pinjaman bergulir berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Kerangka berpikir penulis digambarkan pada gambar berikut ini:
Universitas Sumatera Utara