BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Phlebitis 1. Pengertian Phlebitis Phlebitis didefinisikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun mekanik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya daerah yang merah, nyeri dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang jalur intravena. Pemasangan jalur intravena yang tidak sesuai dan masuknya mikroorganisme pada saat penusukan. Phlebitis merupakan infeksi nosokomial yaitu infeksi oleh mikroorganisme yang dialami oleh pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit diikuti dengan manifestasi klinis yang muncul sekurang-kurangnya 3x24 jam (Darmadi, 2008). 2. Jenis – Jenis Phlebitis Ada tiga klasifikasi dari phlebitis dan berikut jenis-jenis phlebitis serta tindakan perawatan untuk mencegah phlebitis. a. Phlebitis mekanik Phlebitis jenis ini berkenaan dengan pemilihan vena dan penempatan kanula, ukuran kanula yang terlalu besar dibandingkan dengan ukuran vena, fiksasi kanula yang tidak adekuat, manipulasi berlebihan terhadap sistem dan pergerakan ekstremitas yang tidak terkontol. Phlebitis mekanik terjadi karena cedera pada tunika intima vena. Tindakan keperawatan untuk mencegah phlebitis adalah: 1) Lakukan teknik insersi kanula secara benar, untuk menghindari cedera pada saat pemasangan kanula, perawat harus memiliki pengetahuan dasar dan pengalaman yang memadai dalam pemberian terapi intravena (IV). Idealnya harus ada perawat teregistrasi atau perawat yang sudah mendapatkan
penyuluhan
khusus
mendapatkan sertifikat spesialis.
5
tentang terapi
IV
atau
sudah
6
2) Lakukan pemilihan lokasi secara benar, hindari vena pada area fleksi atau lipatan atau ekstreminitas dengan pergerakan maksimal. Pilih vena yang besar, lurus, panjang dan tidak rapuh. Vena yang dianjurkan adalah vena metakarpal, vena sefalika, vena basalika, vena ante brakial medialis. Hindari pemilihan vena yang sudah mengeras (hematom). 3) Lakukan pemilihan kanula secara tepat. Gunakan kanula dengan ukuran paling pendek dan diameter paling kecil. Sesuaikan dengan umur keperluan dan lamanya terapi semakin besar nomor, maka semakin kecil ukuran panjang dan diameter. Ukuran sediaan kanula mulai dari 16, 18, 20, 22, 24 dan 26 digunakan untuk neonatus, bayi dan anak dan nomor 16, 18, 20 digunakan pada orang dewasa. 4) Perhatikan stabilitas kanula, dapat dilakukan dengan fiksasi kanula yang adekuat dengan menggunakan yang kurang kuat memungkinkan gerakan keluar masuknya kanula dan goresan ujung kanula pada lumen vena. b. Phlebitis kimiawi Phlebitis ini berkenan dengan respon tunika intima terhadap osmolaritas cairan infus. Respon radang dapat terjadi karena pH dan osmolaritas atau obat juga karena sifat kimia bahan kanula yang digunakan. 1) Pastikan pH dan osmolaritas cairan atau obat, pH normal darah adalah 7,35-7,45, sehingga pH dan osmolaritas cairan atau obat yang lebih rendah atau tinggi menjadi faktor predisposisi iritasi vena. Lakukan pengenceran maksimal pada pemberian obat injeksi, karena campuran obat dapat meningkatkan resiko phlebitis. Perhatikan kecepatan tetesan infus, tetesan lambat menyebabkan absorbsi lambat dengan hemodilusi yang lebih kecil. 2) Gunakan produk kanula yang non-flebitogenik, meskipun belum dapat dipastikan jenis apa yang betul-betul mencegah phlebitis. Pilih kanula yang bersifat elastis dan permukaannya lembut.
7
c. Phlebitis bakterial Merupakan radang pada vena yang dikaitkan dengan infeksi bakteri. Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan adalah: 1) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Prosedur baku dalam pemasangan adalah menggunakan sarung tangan pada saat melakukan fungsi vena. 2) Gunakan kassa dan sarung tangan bersih. Periksa keutuhan kemasan infus set dan cairan serta tanggal kadaluarsanya. 3) Lakukan persiapan area dengan teknik aseptik dan antiseptik. 4) Observasi secara teratur tanda-tanda phlebitis minimal tiap 24 jam. 5) Bersihkan dan ganti balutan infus tiap 24 jam atau kurang bila balutan rusak. Ganti sistem infus setiap 48-72 jam dan tandai tanggal pemasangan serta penggantian balutan (Pujasari, 2002 dalam Sugiarto A, 2007). 3. Pencegahan Terjadinya Phlebitis Beberapa cara untuk mencegah timbulnya phlebitis pada pemasangan terapi intravena adalah: a. Menggunakan teknik aseptik yang ketat pada pemasangan dan manipulasi sistem intravena keseluruhan. b. Plester hubungan kanula dengan aman untuk menghindari gerakan dan iritasi vena selanjutnya. c. Mengencerkan obat-obatan yang mengiritasi jika mungkin obat-obatan terlarut dalam jumlah larutan maksimum. d. Rotasi sisi intravena setiap 48-72 jam untuk membatasi iritasi dinding vena oleh kanula atau obat-obatan. e. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi. f. Observasi tanda atau reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain.
8
4. Penanganan Phlebitis Penangan awal yang dilakukan jika ada timbul tanda-tanda phlebitis adalah: (a) Lepaskan alat intravena, (b) Tinggikan ekstremitas, (c) Beritahu dokter, (d) Berikan kompres panas pada ekstremitas, (e) Kaji nadi distal terhadap area yang phlebitis, (f) Hindari pemasangan intravena berikutnya di bagian distal vena yang meradang (Weinstein, 2011). 5. Pola Pengobatan Phlebitis Phlebitis superfisialis sering menghilang dengan sendirinya. Untuk mengurangi nyeri bisa diberikan obat pereda nyeri (misalnya Aspirin, ibuprofen). Untuk mempercepat penyembuhan, bisa disuntikkan anastesi (obat bius) lokal, dilakukan pengangkatan trombus dan kemudian pemakaian perban kompresi selama beberapa hari. Jika terjadi di daerah selangkangan, trombus bisa masuk ke dalam vena dalam dan terlepas. Untuk mencegah hal ini dianjurkan untuk melakukan pembedahan darurat guna mengikat vena permukaan. Untuk rekomendasi lebih spesifik, lihat kondisi tertentu. Secara umum, pengobatan dapat mencakup sebagai berikut: Obat analgesik (obat nyeri), antikoagulan atau pengencer darah untuk mencegah pembentukan gumpalan baru, trombolitik untuk melarutkan bekuan yang sudah ada, non-steroid obat anti inflamasi (OAINS), seperti ibuprofen untuk mengurangi rasa sakit dan peradangan, antibiotik (jika ada infeksi) (Sambas S.A, 2011). 6. Faktor-Faktor Penyebab Timbul Phlebitis Faktor – faktor penyebab terjadinya phlebitis yaitu: (a) Faktor kimia: obat atau cairan yang iritan, (b) Faktor mekanis: ukuran kateter, lokasi dan lama kanulasi, (c) Faktor pasien: usia, jenis kelamin dan kondisi dasar (diabetes melitus, infeksi, luka bakar). Maka dalam hal ini, perawat yang bertanggung jawab terhadap terapi intravena harus memperhatikan faktor-faktor di atas sebelum melakukan terapi agar tidak timbul komplikasi yang merugikan pasien (Sugiarto A, 2007).
9
B. Konsep Intravena 1. Pengertian Intravena Pemasangan kateter intravena adalah menempatkan cairan steril melalui jarum langsung ke vena pasien. Biasanya cairan steril mengandung elektrolit (natrium, kalsium, kalium), nutrien (biasanya glukosa), vitamin atau obat. Pemasangan kateter intravena digunakan untuk memberikan cairan ketika pasien tidak dapat menelan, tidak sadar, dehidrasi atau syok, untuk memberikan garam yang diperlukan untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit atau glukosa yang diperlukan untuk metabolisme atau untuk memberikan medikasi (World Health Organization, 2005). 2. Alat dan Bahan Terapi Intravena Dalam melakukan pemasangan infus dibutuhkan alat dan bahan yang sebelumnya harus dipersiapkan terlebih dahulu (Smith dan Johnson Y, 2010): a. Sarung tangan nonsteril. b. Kateter plastik yang menyelubungi jarum (jarum infus). c. Larutan IV untuk cairan. d. Papan lengan (pilihan). e. Selang infus. f. Tiang IV (yang diletakkan di tempat tidur atau berdiri sendiri dengan roda) atau pompa IV. g. Paket atau perlengkapan pemasangan IV, termasuk torniket (manset tekanan darah); plester dengan lebar 2,5cm (lebar plester 5cm), kapas alkohol (antiseptik yang telah direkomendasikan oleh institusi, seperti povidone); balutan kasa berukuran 5x5 cm, plester perekat, label perekat. h. Gunting dan sabun (opsional). i. Handuk atau penglindung linen. (Smith dan Johnson Y, 2010). 3. Tujuan Terapi Intravena Menurut Hidayat (2008), tujuan utama terapi intravena adalah mempertahankan atau mengganti cairan tubuh yang mengandung air, elektrolit, vitamin, protein, lemak dan kalori yang tidak dapat dipertahankan melalui oral, mengoreksi dan
10
mencegah gangguan cairan dan elektrolit, memperbaiki keseimbangan asam basa, memberikan tranfusi darah, menyediakan medium untuk pemberian obat intravena dan membantu pemberian nutrisi parenteral. 4. Faktor Yang Mempengaruhi Pemilihan Sisi Penusukan Vena Pemilihan tempat insersi untuk penusukan vena juga harus teliti karena ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan tempat insersi yang bisa menyebabkan terjadinya komplikasi (Potter dan Perry, 2005). a. Umur pasien; misalnya pada anak kecil, pemilihan sisi adalah sangat penting dan mempengaruhi berapa lama IV perifer berakhir. b. Prosedur yang diantisipasi; misalnya jika pasien harus menerima jenis terapi tertentu atau mengalami beberapa prosedur seperti pembedahan, pilih sisi yang tidak terpengaruhi apapun. c. Aktivitas pasien; misalnya gelisah, bergerak, tak bergerak dan perubahan tingkat kesadaran. d. Jenis IV: jenis larutan dan obat-obatan yang akan diberikan sering memaksa tempat-tempat yang optimus. e. Terapi IV sebelumnya; phlebitis sebelumnya membuat vena tidak baik untuk digunakan: Kemoterapi membuat vena menjadi buruk (mudah pecah atau sklerosis). f. Sakit sebelumnya; misalnya jangan digunakan ekstrimitas yang sakit pada pasien stroke. g. Kesukaan pasien; jika mungkin pertimbangkan kesukaan alami pasien untuk sebelah kiri atau kanan. h. Torniquet; gunakan 4 sampal 6 inci diatas sisi fungsi yang diinginkan. Membentuk genggaman; minta pasien membuka dan menutup genggaman berulang-ulang. i. Posisi tergantung; gantung lengan pada posisi menggantung (misalnya dibawah batas jantung).
11
5. Keuntungan dan Kerugian Terapi Intravena a. Keuntungan Keuntungan terapi intravena antara lain: efek terapeutik segera dapat tercapai karena penghantaran obat ke tempat target berlangsung cepat, absorbsi total memungkinkan dosis obat lebih tepat dan terapi lebih dapat diandalkan, kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek terapeutik dapat dipertahankan maupun dimodifikasi, rasa sakit dan iritasi obat-obat tertentu jika diberikan intramuskular atau subkutan dapat dihindari sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorbsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinalis. b. Kerugian Kerugian terapi intravena adalah: tidak bisa dilakukan “drug recall” dan mengubah aksi obat tersebut sehingga resiko toksisitas dan sensitivitas tinggi, kontrol pemberian yang tidak baik bisa menyebabkan “speed shock” dan komplikasi tambahan dapat timbul, yaitu: kontaminasi mikroba melalui titik akses ke sirkulasi dalam periode tertentu, iritasi vascular, misalnya phlebitis kimia, inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan. 6. Persiapan Psikologis Pada pasien Kondisi pasien perlu diperhatikan sebelum dilakukannya pemasangan infus, sebaiknya lakukan komunikasi dan persiapan yang baik sebelum pemasangan guna agar pasien tidak cemas saat dilakukan pemasangan infus, adapun persiapan psikologis pada pasien (Weinstein, 2011). a. Jelaskan prosedur sebelum melakukan dan berikan penyuluhan jika diperlukan kepada pasien. b. Berikan instruksi tentang perawatan dan keamanan IV. c. Gunakan terapi bermain untuk anak kecil. d. Dorong pasien untuk mengajukan pertanyaan atau masalah.
12
7. Lokasi Pemasangan Terapi Intravena Menurut Perry dan Potter (2005), tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan terletak di dalam fasia subcutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basalika, vena sefalika), lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median, vena median lengan bawah dan vena radialis), permukaan dorsal (vena safena magna, ramus dorsalis). 8. Jenis Cairan Intravena Menurut Perry dan Potter (2005) cairan intravena (infus) dibagi menjadi 3 yaitu: a. Cairan bersifat isotonis: osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cair dari komponen darah), sehingga terus berada di dalam pembuluh darah yang bermanfaat pada pasien yang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh, sehingga tekanan darah terus menurun). Memiliki resiko terjadinya overload (kelebihan cairan), khususnya pada penyakit gagal jantung kongestif dan hipertensi. Misanya; cairan Ringer Laktat (RL) dan normal saline/larutan garam fisiologis (NaCl 0,9%). b. Cairan bersifat hipotonis: osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+
lebih rendah dibandingkan serum), sehingga larut
dalam serum dan menurunkan osmolaritas serum. Maka cairan ditarik dari dalam pembuluh darah keluar kejaringan sekitarnya (prinsip cairan berpindah dari osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai akhirnya mengisi selsel yang dituju. Digunakan pada keadaan sel mengalami dehidrasi, misalnya pada pasien cuci darah (dialisis) dalam terapi diuretik, juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi) dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang membahayakan adalah perpindahan tiba-tiba cairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan kolaps kardiovaskular dan peningkatan tekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang. Misalnya; NaCl 45% dan Dekstrosa 2,5%.
13
c. Cairan bersifat hipertonis: osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga menarik cairan dan elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkan tekanan darah, meningkatkan produksi urin dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannya kontradiktif dengan cairan hipotonik. Misalnya; Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose 5%+Ringer Lactate. 9. Komplikasi Intravena Teknik pemasangan terapi intravena harus dilakukan sebaik-baiknya, adapun faktor-faktor yang bisa menyebabkan terjadinya komplikasi harus dapat dicegah semaksimal mungkin. Ada beberapa komplikasi yang bisa terjadi pada pemasangan infus (Weinstein, 2011). a. Phlebitis disebabkan oleh alat intravena, obat-obatan dan infeksi. b. Infiltrasi disebabkan oleh alat intravena keluar dari vena, dengan kebocoran cairan kedalam jaringan sekitarnya. c. Emboli udara disebabkan karena masuknya udara kedalam sistem vaskular. d. Emboli dan kerusakan kateter disebabkan karena kateter rusak pada hubungan dan kehilangan potongan kateter ke dalam sirkulasi. e. Kelebihan dan beban sirkulasi disebabkan karena infus cairan terlalu cepat (anak-anak dan lansia lebih rentan). f. Reaksi pirogenik disebabkan karena kontaminasi peralatan interavena dan larutan yang digunakan degan bakteri. 10. Pencegahan Komplikasi Pemasangan Terapi Intravena Menurut Hidayat (2008) selama proses pemasangan infus perlu memperhatikan hal-hal untuk mencegah komplikasi yaitu: a. Ganti lokasi tusukan setiap 48-72 jam dan gunakan set infus baru. b. Ganti kasa steril penutup luka setiap 24-48 jam dan evaluasi tanda infeksi. c. Observasi tanda/reaksi alergi terhadap infus atau komplikasi lain. d. Jika infus tidak diperlukan lagi, buka fiksasi pada lokasi penusukan. e. Kencangkan klem infus sehingga tidak mengalir.
14
f. Tekan lokasi penusukan menggunakan kasa steril, lalu cabut jarum infus perlahan, periksa ujung kateter terhadap adanya embolus. g. Bersihkan lokasi penusukan dengan antiseptik, bekas-bekas plester dibersihkan memakai kapas alkohol. h. Gunakan alat-alat yang steril saat pemasangan dan gunakan teknik sterilisasi dalam pemasangan infus. i. Hindarkan memasang infus pada daerah-daerah yang infeksi, vena yang telah rusak, vena pada daerah fleksi dan vena yang tidak stabil. j. Mengatur ketepatan aliran dan regulasi infus dengan tepat. Penghitungan cairan yang sering digunakan adalah penghitungan millimeter perjam (ml/h) dan penghitungan tetes permenit. 11. Perhitungan Kecepatan Cairan Intravena Jenis dan jumlah cairan yang akan diberikan kepada pasien adalah atas peresepan dari seorang dokter. Set pemberian yang digunakan untuk jumlah tetes per ml, disebut faktor tetes. Sangat penting untuk memberikan infus dalam periode waktu yang tepat untuk mencegah kelebihan atau kekurangan infus. (Johnson R dan Taylor W, 2004). Jenis infus set yang digunakan dalam pemasangan terapi intravena ada dua yaitu makro drip dan mikro drip. Kedua jenis infus set ini memiliki jumlah tetes atau faktor tetes yang berbeda per ml : makro drip: 20 tetes/cc dan mikro drip: 60 tetes/cc. Rumus di bawah ini digunakan untuk mengitung jumlah tetesan cairan yang dibutuhkan seorang pasien permenit: Volume cairan yang dibutuhkan (ml) x jumlah tetesan/ml (faktor tetes) Waktu pemberian infus yang diperlukan dalam menit 12. Pemilihan Akses Vena Pembuluh darah yaitu arteri dan vena terdiri dari beberapa lapisan, masingmasing dengan struktur dan fungsi khusus. a. Tunika intima Merupakan lapisan paling dalam dan berkontak langsung dengan aliran vena. Lapisan ini dibentuk oleh lapisan tunggal sel-sel endotel yang
15
menyediakan permukaan yang licin dan bersifat nontrombogenik. Pada lapisan ini terdapat katup, tonjolan semilunar, yang membantu mencegah refluks darah. Kerusakan lapisan ini dapat terjadi akibat kanulasi traumatik, iritasi oleh alat yang kaku atau besar, serta cairan infus dan partikel yang bersifat iritan. b. Tunika media Merupakan lapisan tengah, terdiri dari jaringan ikat yang mengandung serabut muskular dan elastis. Jaringan ikat ini memungkinkan vena mentoleransi perubahan tekanan dan aliran dengan menyediakan rekoil elastis dan kontraksi muskular. c. Tunika adventisia Merupakan lapisan terluar, terdiri dari serabut elastis longitudinal dan jaringan ikat longgar (Dougherty L, 2008). Vena perifer atau superfisial terletak di dalam fasia subkutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi intravena. 1) Metakarpal 2) Titik mulai yang baik untuk kanulasi intravena. 3) Sefalika 4) Berasal dari bagian radial lengan. Sefalika aksesorius dimulai pada pleksus. belakang lengan depan atau jaringan vena dorsalis. 5) Basilika 6) Dimulai dari bagian ulnar jaringan vena dorsalis, meluas ke permukaan anterior lengan tepat di bawah siku di mana bertemu vena mediana kubiti. 7) Sefalika mediana 8) Timbul dari fossa antekubiti. 9) Basilika mediana 10) Timbul dari fossa antekubiti, lebih besar dan kurang berliku-liku dari pada sefalika. 11) Anterbrakial mediana
16
12) Timbul dari pleksus vena pada telapak tangan, meluas ke arah atas sepanjang sisi ulnar dari lengan depan (Snell, 2006). 13. Standar Operasional Prosedur Pemasangan Terapi Intravena Menurut Perry dan Potter (2005), pemasangan infus yang benar dapat mengurangi phlebitis. Prosedur pemasangan terapi intravena yaitu : a. Tentukan lokasi pemasangan, sesuaikan dengan keperluan rencana pengobatan, punggung tangan kanan/kiri, kaki kanan/kiri, 1 hari/2 hari. b. Lakukan tindakan aseptik dan antiseptik. c. Lencangkan kulit dengan memegang tangan/kaki dengan tangan kiri, siapkan kateter intravena di tangan kanan. d. Tusukkan jarum sedistal mungkin dari pembuluh vena dengan lubang jarum menghadap keatas, sudut tusukan 30-40 derajat arah jarum sejajar arah vena, lalu dorong. e. Bila jarum masuk ke dalam pembuluh vena, darah akan tampak masuk kedalam bagian reservoir jarum. f. Pisahkan bagian jarum dari bagian kanul dengan memutar bagian jarum sedikit. Lanjutkan mendorong kanul kedalam vena secara perlahan sambil diputar sampai seluruh kanul masuk. g. Cabut bagian jarum seluruhnya perhatikan apakah darah keluar dari kanul, tahan bagian kanul dengan ibu jari kiri. h. Hubungkan kanula dengan transfusion set. Buka saluran infus perhatikan apakah tetesan lancar. Perhatikan apakah lokasi penusukan membengkak, menandakan elestravasasi cairan sehingga penusukan harus diulang dari awal. i. Bila tetesan lancar, tak ada ekstravasasi lakukan fiksasi dengan plester dan pada bayi/balita diperkuat dengan spalk. j. Kompres dengan kasa betadine pada lokasi penusukan. k. Atur tetesan infus sesuai instruksi l. Laksanakan proses administrasi, lengkapi berita acara pemberian infus, catat jumlah cairan masuk dan keluar, selama 24 jam setiap harinya, catat dalam
17
perincian harian ruangan. Bila sudah tidak diperlukan lagi, pemasangan infus dihentikan. C. Hubungan Teknik Pemasangan dan Perawatan Kateter Intravena Dengan Kejadian Phlebitis Menurut penelitan Asrin, et al (2006) tentang analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kejadian phelebitis di RSUD Purbalingga. Metode penelitian yang akan digunakan adalah penelitian survei. Populasi penelitian ini adalah semua pasien yang dilakukan tindakan terapi IV. Sampel penelitian diambil secara purposive sampling selama 3 bulan dengan kriteria inklusi: pasien dewasa, minimal 3 hari perawatan. Data dianalisa dengan uji chi square untuk melihat kontribusi dari faktor pendukung terjadinya phlebitis dilanjutkan uji regresi logistik untuk mengetahui faktor yang berkontribusi paling dominan terhadap kejadian phlebitis. Hasil penelitiannya yang didapat adalah 74 pasien dengan 17 pasien mengalami phlebitis (22,9%). Hasil uji chi square didapatkan angka signifikan (p<0.05) adalah kateter plastik tanpa sayap (p=0.001), bahan vialon (p<0.04), ukuran kateter nomor 18 (p=0.01), lama pemasangan 120 jam dan 144 jam (p=0.01), tempat insersi vena fossa kubiti dan vena di kaki (p=0.03), cairan hipertonis (p=0.01) obat parenteral pH asam (p=0.02) dan perawatan terapi intravena setiap 72 jam (p=0.03). hasil uji regresi logistik dengan CI 95% didapatkan odd rasio tertinggi adalah lama pemasangan kateter 144 jam. Hasil penelitian ini disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya phlebitis adalah jenis, ukuran dan bahan kateter, lama waktu pemasangan, pemilihan tempat insersi, jenis penutup tempat penusukan (dressing), teknik insersi/penusukan, sterilitas perawatan terapi intravena. Sedangkan faktor paling dominan adalah lama pemasangan kateter. Menurut penelitian Ince Maria dan Erlin Kurnia (2012), desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasional. Populasi penelitian semua pasien IGD dan perawat IGD Rumah Sakit Baptis Kediri yang telah melakukan pemasangan infus. Besar Sampel 68 responden, menggunakan Purposive sampling (Judgement sampling). di RS Baptis Kediri. Setelah data diperoleh kemudian dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan teknik Korelasi Koefisien Kontingensi. Tingkat
18
kemaknaan yang ditetapkan; α ≤ 0,05. Hasil didapatkan tindakan pemasangan infus dilakukan oleh perawat dengan patuh pada Standar prosedur operasional pemasangan infus (88,2%) dan yang tidak mengalami phlebitis mayoritas (97,1%). uji statistik “koefisien kontingensi” dan didapatkan p=0,000. Kesimpulan Ada hubungan yang signifikan antara kepatuhan perawat IGD dalam melaksanakan standar prosedur operasional pemasangan infus dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Baptis Kediri. Menurut penelitian Heti Aprillin (2011), penelitian ini menggunakan desain analitik korelasional yaitu mengkaji hubungan antar variabel dengan pendekatan Kohort. Populasinya adalah semua pasien di Puskesmas Krian Sidoarjo pada bulan Mei-Juni 2011. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo pada bulan Mei-Juni 2011 sebanyak 20 responden yang ditentukan dengan teknik aksidental sampling. Untuk menentukan hubungan perawatan infus dengan terjadinya phlebitis pada pasien yang terpasang infus diklarifikasikan dalam dua atau lebih maka digunakan teknik uji kolerasi spreman’s rho, dengan alpha 0,05 dan tingkat kepercayaan 95%. Signifikasi atau bermakna, apabila pValue<0,05. Seluruh pengolaan data diolah dengan sistem komputerisasi dengan bantuan software SPSS. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 20 responden perawat didapatkan tidak dilakukan perawatan sebanyak 2 (10%), dilakukan sebagian kecil sebanyak 4 (20%), dilakukan sebagian besar sebanyak 12 (60%) dan dilakukan semua 2 (10%), 20 responden sebanyak, 14 (70%) tidak terjadi phlebitis, 6 (30%) terjadi phlebitis. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa hubungan perawatan infus dengan terjadinya phlebitis pada pasien yang terpasang infus di Puskesmas Krian Sidoarjo dengan nilai koefisien korelasi spearman’s rho sebesar 0,902 dengan tingkat signifikan 0,000 (P< 0,05).
19
D. Kerangka Konsep Berikut kerangka konsep penelitian yang digambarkan dalam skema berikut ini: Skema 2.1 Kerangka Konsep Variabel bebas Teknik pemasangan dan Perawatan kateter intravena E.
Variabel terikat Kejadian Phlebitis
Hipotesis Ha :
Ada hubungan signifikan antara teknik pemasangan dan perawatan kateter intravena dengan kejadian phlebitis di Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan Tahun 2014.