BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Mikrogravitasi Mikrogravitasi (microgravity) adalah kondisi dimana nilai percepatan gravitasi
bumi (g) sangat kecil yaitu dalam orde mikro atau 10-6 dari nilai g. Nilai g dari satu tempat ke tempat lain adalah berbeda-beda tergantung ketinggian dan kondisi geologinya. Nilai g adalah satuan percepatan rata-rata gravitasi bumi yang menunjukkan rata-rata percepatan yang dihasilkan medan gravitasi pada permukaan bumi (permukaan laut). Medan gravitasi adalah suatu ruang dimana sebuah benda bermassa mengalami gaya gravitasi. Dalam fisika, nilai percepatan gravitasi standar atau nilai g pada permukaan bumi (permukaan laut) didefinisikan sebagai 9,80 m/s2. Menurut International Gravity Formula 1967 (the 1967 Geodetic Reference System Formula, Helmert's equation or Clairaut's formula), nilai g pada ketinggian p adalah:
g 9,780327 (1 5,3024 x10 3 sin 2 p 5,8 x10 6 sin 2 2 p)
m s2
(2.1)
Atau menurut WGS (World Geodetic System) 84 Ellipsoidal Gravity Formula, nilai g sebagai fungsi ketinggian p dituliskan sebagai berikut: g 9,7803267714
1 0,0019318513 8639 sin 2 p
m 2 1 0,0066943799 9013 sin 2 p s
(2.2)
Efek dari mikrogravitasi dapat dilihat ketika astronot dan benda-benda melayang di ruang angkasa. Dalam kondisi mikro, astronot dapat melayang di pesawat ruang angkasa. Di luar angkasa benda berat bergerak dengan mudah, sebagai contoh astronot dapat memindahkan peralatan berat ratusan kilogram dengan ujung jari mereka (NASA, 2012). Untuk mepelajari pengaruh lingkungan mikrogravitasi terhadap berbagai kehidupan, mikroorganisme sampai manusia, sangatlah mahal dan terbatas apabila harus menggunakan pesawat luar angkasa. Untuk itu diperlukan perangkat yang dapat mensimulasikan (meniru) lingkungan mikrogravitasi, sehingga kesempatan untuk mempelajari pengaruh tersebut menjadi lebih terbuka luas. Ada berbagai metode yang digunakan untuk mensimulasikan lingkungan gravitasi bumi, diantaranya:
5
6
1. Drop-towers adalah sebuah elevator teknologi tinggi. NASA’s Lewis Research Centre mempunyai sebuah peralatan drop-tower berukuran 145 m, yaitu mulai dari permukaan sampai ujung mengarah turun ke bumi seperti sebuah poros tambang. Bagian ruang uji mempunyai diameter 6,1 m dan kedalaman 132 m. Mesin ini dapat menciptakan kondisi mikrogravitasi selama sekitar 5-6 detik. Di bawah ruang uji terdapat sebuah alat penangkap yang diisi dengan manik-manik polistiren. Tekanan ruang uji dipertahankan atau dibuat lebih kecil dari 10-2 Torr sehingga lingkungan mikrogravitasi dalam orde 10-5 g dapat dicapai. NASA Marshall Space Flight Centre juga mempunyai peralatan yang serupa dengan ukuran lebih kecil, yaitu tingginya 100 m dan diameter ruang uji (drop tube) 25,4 cm, seperti tampak pada Gambar 2.1. Peralatan ini dapat mencapai kondisi mikrogravitasi sampai 4,5 detik. Japan, juga mempunyai sebuah drop-tower dengan kedalaman 490 m, yang dapat mencapai lingkungan mikrogravitasi dalam orde 10-5 g selama 10 detik.
Gambar 2.1 Drop tube pada Nasa Marshal Space Flight Center.
2. Penerbangan parabolik (parabolic flights) menggunakan pesawat udara juga dapat mencapai keadaan mikrogravitasi selama sekitar 25 detik. NASA Johnson Space Centre mempekerjakan pesawat komersial dengan jumlah kursi penumpang sedikit. Para penumpang di dalam pesawat dilindungi oleh dinding berlapis. Sebuah penerbangan khusus, yang membawa percobaan dan crew pesawat tersebut
7
berlangsung selama 2-3 jam, dimulai dari ketinggian sekitar 7 km di atas permukaan laut. Pesawat naik dengan cepat pada sudut 45º secara parabola dan akhirnya turun pada sudut 45º, seperti tampak pada Gambar 2.2 (Melissa Rogers et al., “The Mathematics of Microgravity”, NASA, 1-18). Selama pesawat naik dan turun, crew dan percobaan mengalami keadaan hypergravity dalam orde 2-2,5 g. Sedangkan saat pesawat terbang dengan lintasan parabola pada ketinggian berkisar 7,3-10,4 km, mereka mengalami keadaan mikrogravitasi dalam orde 10-2 g selama lebih dari 15 detik.
Gambar 2.2 Karakteristik penerbangan parabolic (Melissa Rogers et al., “The Mathematics of Microgravity”, NASA, 1-18).
3. Klinostat telah menjadi teknik (simulasi) berbasis darat (permukaan bumi) yang sangat berguna dan penting untuk mempelajari efek dari mikrogravitasi. Baru-baru ini, Hoson T dan kawan-kawan telah mengembangkan klinostat 3-D biasa menjadi klinostat 3-D dengan sistem vektor-acak gravitasi, untuk mempelajari sistem biologi kecil (small biosystems) seperti kultur sel tunggal, organisme uniseluler, dan bibit tanaman (Hoson T. et al., 2000; Hoson T. el al., 1997). Klinostat ini dibuat untuk mensimulasikan sistem tiga dimensi dari biosystems tersebut. Perangkat ini sepenuhnya dioperasikan melalui komputer sehingga memungkinkan untuk mencapai posisi acak yang sesungguhnya. Sejumlah generator dipasang untuk menghasilkan koordinat acak pada kedua rangka pemegang sampel, dengan demikian sampel tidak diputar seperti klinostat pada umumnya tetapi
8
diarahkan pada posisi acak masing-masing untuk interval waktu yang sesuai. Perangkat ini disebut mesin posisi acak (Random Positioning Machines (RPM)), yang dianggap dapat mensimulasikan keadaan mikrogravitasi lebih efektif dibandingkan dengan klinostat biasa.
2.2
Klinostat Klinostat diciptakan untuk memungkinkan rotasi konstan suatu objek, di sekitar
sumbu tegak lurus terhadap gaya gravitasi. Peneliti menggunakan perangkat tersebut untuk meniadakan efek gravitasi dengan cara menyamakan vektor gravitasi di sekitar sumbu horisontal (United Nations, 2013). Berbagai macam jenis klinostat telah dikembangkan, diantaranya klinostat dengan jumlah sumbu rotasi yang berbeda seperti satu sumbu dan 2 sumbu, serta klinostat dengan mode operasi seperti kecepatan dan arah rotasi yang berbeda. Rotasi pada klinostat ini sering disebut "clinorotation". Klinostat satu dimensi (1-D) memiliki satu poros rotasi yaitu pada sumbu tegak lurus terhadap vektor gravitasi dan berputar dengan kecepatan konstan, yang disesuaikan dengan kondisi mikrogravitasi yang ingin dicapai. Klinostat dua dimensi (2-D) memiliki sumbu rotasi tunggal, yang berputar tegak lurus dengan arah gravitasi. Klinostat tiga dimensi (3-D) memiliki dua sumbu rotasi, yang satu sama lainnya saling tegak lurus. Klinostat 3-D ini ada dua tipe diantaranya, pertama, klinostat yang berotasi dengan kecepatan dan arah konstan, yang disebut klinostat 3-D. Tipe kedua adalah klinostat yang kedua sumbunya berotasi dengan kecepatan dan arah yang berbeda, yang juga dikenal sebagai "mesin posisi acak" (Random Positioning Machines) (United Nations, 2013). Studi tentang mikrogravitasi saat ini difokuskan pada perbandingan hasil-hasil simulasi
diantara
perangkat-perangkat
yang
berbeda,
yang
bertujuan
untuk
mendefinisikan kondisi simulasi yang tepat terhadap obyek-obyek tertentu. Klinostat dapat dilengkapi dengan fasilitas mikroskopi. Untuk tujuan pendidikan biasanya digunakan klinostat satu-sumbu khususnya klinostat 1-D, yang dapat memberikan kecepatan rotasi pada kisaran 0 sampai 20 putaran per menit (rpm) dengan alat yang sama juga dapat digunakan untuk tujuan pendidikan, dengan kecepatan 0-90 rpm. Klinostat 1-D diperlihatkan pada Gambar 2.3 dan spesifikasinya dituliskan pada Tabel 2.1 (United Nations, 2013).
9
Gambar 2.3 Klinostat satu dimensi (1-D) (United Nations, 2013).
Tabel 2.1 Spesifikasi klinostat satu sumbu (United Nations, 2013).
1. Ukuran equipment (cm) 2. Jumlah sumbu rotasi 3. Kecepatan rotasi
4. Sumbu rotasi 5. Arah rotasi 6. Tegangan input 7. Bahan bangunan 8. Kondisi percobaan
Body Utama: 25 x 25 x 25 Kotak kontrol : 23 x 20 x 11 Satu 0-90 rpm 0-20 rpm: 0,5 kenaikan rpm 20-90 rpm: 5 kenaikan rpm Akurasi: 1 persen 0 ° (sejajar dengan tanah) ke 90 ° (tegak lurus ke tanah) Searah jarum jam atau berlawanan arah jarum jam 100 V-240 V Aluminium Berat maksimum sampel: 500 g Diameter maksimum tempat sampel: 10 cm
2.3 Prinsip Dasar Klinostat Analisis pergerakan klinostat didasarkan pada mekanika klasik mengenai rotasi dan kerangka non-inersia (Arya, A. P., 2011). Rotasi dari klinostat menimbulkan gaya fiktif karena terdapat kerangka koordinat sistem yang diputar dan kerangka koordinat yang diam. Kerangka klinostat diputar dengan kelajuan sudut yang sama dengan sumbu putar, seperti tampak pada Gambar 2.4.
10
Gambar 2.4 Klinostat 2-D yang dibangun dengan satu poros, yaitu depan dan belakang; keduanya diputar dengan kecepatan sudut ω.
Pada suatu kerangka koordinat, untuk sistem yang diputar berlaku persamaan (I.W Fathona, dkk, 2011):
F ' F Fcent Fcor F "
(2.3)
Dimana F merupakan gaya relatif terhadap kerangka acuan yang diam, F’ gaya relatif terhadap kerangka acuan berputar (gaya fiktif), Fcent merupakan gaya sentrifugal, F’’ gaya yang diakibatkan oleh perubahan kecepatan putar terhadap waktu dan Fcor adalah gaya Coriolis yang ditimbulkan ketika partikel bergerak pada kerangka yang diputar. Penurunan persamaan (2.3) dianalogikan dengan dua buah kerangka koordinat dimana XYZ merupakan kerangka yang diam dan Y’Z’ kerangka yang diputar seperti tampak pada Gambar 2.5. Titik nol dari kedua kerangka koordinat ini berhimpit. Misalkan kerangka Y’Z’ bergerak dengan kecepatan sudut konstan ω dan ditempatkan sebuah partikel pada titik P dengan vektor A.
11
Z m
Z’ mikrogravit •P
𝐴 Y X Y’ mi
Gambar 2.5 Kerangka koordinat acuan XYZ yang diam dan Y’Z’ yang diputar.
Dengan menerapkan beberapa kondisi pada klinostat maka beberapa gaya fiktif akan hilang atau sama dengan nol sehingga gaya fiktif yang masih berlaku ialah gaya sentrifugal (Fcent) saja. Pada sistem ini, partikel tidak bergerak terhadap kerangka koordinat yang berputar sehingga gaya koriolis (Fcor) sama dengan nol; F’’ sama dengan nol karena kecepatan putar kerangka koordinat ω dibuat tetap; dan kita asumsikan tidak ada gaya gesek ataupun pengaruh gaya dari luar sehingga F sama dengan nol. Dengan demikian gaya yang dialami partikel hanya gaya fiktif sentrifugal yang mengarah menjauhi sumbu putar secara radial, yang besarnya adalah:
Fcent m 2 r
(2.4)
dimana m adalah massa dan r adalah jari-jari. Karena besar jari-jari dan percepatan yang diinginkan diketahui, maka kita dapat menentukan kecepatan sudut pada motor DC sehingga sampel yang diletakkan pada klinostat akan mengalami percepatan jauh lebih kecil daripada percepatan gravitasi bumi. Untuk menentukan besar gaya sentrifugal relatif pada sistem, didefinisikan gaya sentrifugal relatif (Relative Centrifugal Force (RCF)) adalah perbandingan gaya sentrifugal terhadap gaya gravitasi (Sagar Shankar Jagtap, et al., 2011), seperti persamaan 2.5. RCF
Fc 2 r Fg 980
(2.5)
Dimana ω adalah kecepatan putar kerangka koordinat (kecepatan sudut) dalam satuan radian/detik, r adalah jari-jari dalam satuan cm, dan RCF dalam satuan g (percepatan
12
gravitasi bumi). Konversi satuan ω dari radian/detik menjadi putaran per menit (rpm) adalah:
30
'
(2.6)
Dimana ' adalah kecepatan sudut dalam satuan rpm (putaran per menit). Substistusi persamaan 2.6 ke 2.5 diperoleh
RCF 1.118 x10 5 ( ' ) 2 r
2.4
(2.7)
Komponen-Komponen Utama Klinostat Komponen-komponen utama klinostat adalah roda gigi, motor DC, rangkaian catu
daya, mikrokontroller ATmega16, LCD, dan DI-Rotary Encoder Versi #1. Masingmasing komponen akan diuraikan sebagai berikut:
2.4.1 Roda Gigi Roda gigi (gear) merupakan salah satu komponen penting yang mempengaruhi 2 parameter, yaitu torsi dan kecepatan. A.
Torsi Torsi merupakan perkalian dari f gaya (beban) dengan d jari-jari (panjang
lengan dari poros) seperti pada Gambar 2.6. Contoh, jika beban yang harus diputar sebesar 10 N dan panjang lengan 0,1 m, maka besar torsi adalah sebesar 1 Nm. Jika ukuran beban dan panjang lengan sesuai contoh di atas dan motor memiliki torsi maksimum sebesar 0,75 Nm, maka dapat dipastikan bahwa motor tidak akan berputar. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan menggunakan kombinasi roda gigi (Budiharto, Widodo, 2014).
Gambar 2.6 Torsi (Budiharto, Widodo, 2014).
13
B.
Torsi vs kecepatan Kecepatan dan torsi adalah dua parameter dasar yang menjadi ukuran bagi
suatu motor. Dua hal tersebut dapat lihat pada datasheet motor. Sering kali, torsi atau kecepatan yang dihasilkan oleh motor dijual di pasar tidak memenuhi aktuator untuk alat yang dibuat. Disinilah peran roda gigi untuk mengonversi torsi dan kecepatan supaya sesuai dengan yang diinginkan. Salah satu keuntungan dari pemakaian roda gigi adalah dapat mengubah kecepatan tinggi menjadi torsi tinggi. Pada persamaan (2.8) ditunjukkan hubungan antara parameter output dari motor dan parameter output dari roda gigi. 𝜏1 𝑣1 = 𝜏2 𝑣2
(2.8)
Dimana : 𝜏1 = torsi1 𝜏2 = torsi2 𝑣1 = kecepatan1 𝑣2 = kecepatan2 Torsi1 dan kecepatan1 merupakan parameter output dari motor, sedangkan torsi2 dan kecepatan2 merupakan parameter output dari roda gigi pada poros output (biasanya terhubung ke roda). Contoh, jika motor mempunyai parameter output sesuai datasheet, torsi sebesar 3 Nm dan kecepatan sebesar 2000 rps (round per second) dengan kecepatan minimum sebesar 1000 rps, sedangkan diinginkan torsi sebesar 20 Nm, maka sesuai perhitungan, kecepatan yang didapatkan sebesar 300 rps. Dapat diamati dari contoh tersebut bahwa untuk mendapatkan torsi yang ideal (lebih besar), harus mengorbankan kecepatan (kecepatan menjadi berkurang). Berdasarkan perhitungan di atas dan spesifikasi dari motor, maka dapat diperkirakan bahwa motor yang digunakan tidak sesuai dengan desain yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam desain mekanik sebuah alat adalah perhitungan kebutuhan torsi untuk menggerakkan benda. Salah satu metode yang paling umum ialah menggunakan sistem gear seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2.7.
14
N2
Gambar 2.7 Transmisi gear hubungan langsung motor DC (Budiharto, Widodo 2014).
Pada Gambar 2.7 N1 adalah jumlah gigi pada gear poros motor, N2 ialah jumlah gigi pada poros output, 𝜏1 ialah torsi pada poros motor dan 𝜏2 ialah torsi pada poros output (Budiharto, Widodo 2014). Torsi output dapat dihitung dengan persamaan (2.9): 𝜏2 = (N2 / N1) + 𝜏1
(2.9)
Sedangkan putaran output dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (2.10): Putaranout = (N2/ N1) x Putaran motor
C.
(2.10)
Jenis roda gigi Ada beberapa jenis roda gigi, diantaranya sebagai berikut : a. Spur gears Kombinasi roda gigi ini banyak dipakai karena pemasangannya yang mudah dan efisiensinya yang cukup tinggi. Salah satu bentuk penggunaan yang harus dihindari digunakan pada beban berat karena dapat merusak geriginya. Efisiensi yang diberikan oleh kombinasi roda gigi ini berkisar ~90% tergantung datasheet komponen (Budiharto, Widodo 2014).. Pada Gambar 2.8 diperlihatkan spur gear.
15
Gambar 2.8 Spur gear (Budiharto, Widodo, 2014).
b.
Rack dan pinion Kombinasi
roda
gigi
ini
banyak
ditemukan
dalam
sistem
pengemudian. Kombinasi roda gigi ini sangat bagus untuk mengubah gerak rotasi menjadi gerak translasi. Efisiensi sebesar ~90% (Budiharto, Widodo 2014). Pada Gambar 2.9 diperlihatkan Rack dan Pinion.
Gambar 2.9 Rack dan Pinion (Budiharto, Widodo, 2014).
c.
Worm gears Efisiensi kombinasi roda gigi ini cukup rendah sekitar ~70%.
Kombinasi ini mempunyai rasio yang cukup tinggi. Keuntungan lainnya adalah tidak bisa back-driveable sehingga yang bisa memutar roda gigi (worm gear) adalah worm yang terpasang pada motor sehingga hal seperti gravitasi atau gaya lainnya tidak bisa memutar roda gigi. Keuntungan ini hampir mirip motor servo yang biasa digunakan untuk menahan beban pada alat (Budiharto, Widodo 2014). Pada Gambar 2.10 merupakan gambar worm gear.
16
Gambar 2.10 Worm gear (Budiharto, Widodo, 2014).
d.
Roda pulley Roda pulley berbentuk seperti roda gigi tetapi tidak mempunyai gerigi
dengan rongga di sisi luarnya. Fungsinya untuk mentransmisikan gaya pada jarak jauh. Jika diameter antara 2 pulley berbeda, maka fungsinya sama dengan rantai roda. Dua buah pulley terhubung satu sama lain menggunakan belt drive yang elastis. Hal ini juga didukung dengan keelastisan dari belt dri0076e yang membuat pulley dapat dihubungkan pada jarak berapa pun asalkan belt drive tidak slip atau putus. Belt drive dapat terpasang terbalik dan dapat digunakan untuk menghubungkan pulleys yang mempunyai sudut rotasi yang berbeda sesuai posisi poros. Kelemahan penggunaan pulley yang harus diwaspadai adalah putusnya pulley karena beban terlalu berat atau slip karena jarak antar pulley terlalu dekat (Budiharto, Widodo 2014). Pada Gambar 2.11 diperlihatkan konfigurasi pulley wheel.
17
Gambar 2.11 Konfigurasi pulley wheel (Budiharto, Widodo, 2014).
2.4.2 Motor DC Magnet Permanen. Motor arus searah (DC) adalah suatu mesin yang berfungsi mengubah tenaga listrik arus searah menjadi gerak atau energi mekanik. Konstruksi dasar motor DC terdiri dari 2 bagian utama, yaitu rotor dan stator. Rotor adalah bagian yang berputar atau armature berupa koil dimana arus listrik dapat mengalir. Stator adalah bagian yang tetap dan menghasilkan medan magnet dari koilnya (Budiharto, Widodo, 2014).
A.
Prinsip kerja motor DC Prinsip kerja motor DC adalah jika ada kumparan dilalui arus, maka pada
kedua sisi kumparan akan bekerja gaya Lorentz. Aturan tangan kiri dapat digunakan untuk menentukan arah gaya Lorentz, dimana gaya jatuh pada telapak tangan, jari-jari yang direntangkan menunjukkan arah arus, maka ibu jari yang direntangkan menunjukkan arah gaya. Kedua gaya yang timbul merupakan sebuah kopel. Kopel yang dibangkitkan pada kumparan sangat teratur, karena kopel berayun antara nilai maksimum dan nol. Kumparan-kumparan tersebut dihubungkan dengan lamel tersendiri pada komutator, sehingga motor arus searah tidak berbeda dengan generator arus searah (Budiharto, Widodo 2014). Pada Gambar 2.12 ditunjukkan ilustrasi dari prinsip kerja motor DC.
18
Gambar 2.12 Ilustrasi prinsip kerja motor DC (Budiharto, Widodo, 2014).
Dengan mengacu pada hukum kekekalan energi, maka proses energi listrik dapat diperoleh dari hasil penjumlahan energi mekanik, energi panas, dan energi di dalam medan magnet. Maka, dalam medan magnet akan dihasilkan kumparan medan dengan kerapatan fluks sebesar B dengan arus adalah I serta panjang konduktor sama dengan L, maka diperoleh gaya sebesar F , ditunjukkan oleh persamaan (2.11):
F B.I .L
(2.11)
Untuk motor DC yang mempunyai jari-jari sepanjang r maka hubungannya ditunjukkan oleh persamaan (2.12) sebagai berikut :
r B.I .L
(2.12)
dengan (momen gaya/kakas) yang merupakan gaya medan magnet dikali dengan jari-jari.
2.4.3 Rangkaian catu daya Rangkaian catu daya berfungsi untuk menyediakan arus dan tegangan tertentu sesuai dengan kebutuhan beban dari sumber daya listrik yang ada. Untuk mencukupi kebutuhan beban DC dari jala-jala, diperlukan suatu rangkaian catu daya yang mengubah tegangan AC ke DC. Biasanya dilakukan dengan suatu rangkaian penyearah yang tergandeng dengan trafo untuk mendapatkan tegangan yang sesuai. Kemudian untuk mengkompensasi perubahan tegangan jala-jala dan beban, rangkaian catu daya dilengkapi dengan suatu regulator atau pengatur tegangan. Regulator linier melalui
19
transistor yang terpasang secara seri mengalihkan daya dari tegangan masukan (Vi) menjadi tegangan keluaran (Vo) secara kontinyu. Dalam operasi tersebut, regulator linier mendisipasi (menghamburkan) daya. Semakin besar perbedaan Vi dan Vo maka akan semakin besar daya yang terdisipasi sehingga hal ini membatasi efisiensi regulator linier. Regulator pensaklaran menggunakan transistor daya dalam ragam switching (sebagai saklar) untuk menyimpankan energi ke dalam induktor dan kapasitor yang kemudian disalurkan kepada beban. Catu daya dengan regulator pensaklaran yang beroperasi frekuensi tinggi lebih efisien, lebih ringan, dan mempunyai volume yang lebih kecil dibanding catu daya dengan regulator linier yang tergandeng trafo 50Hz. Namun regulator pensaklaran mempunyai riak (noise) yang lebih besar pada keluarannya bila dibandingkan dengan regulator linier (Istataqomawan, Zuli, dkk. 2015).
2.4.4 Digital voltmeter ammeter amperemeter DC 0-100 V 0-10 A dual Digital voltmeter ammeter amperemeter DC 0-100 V 0-10 A dual red LED panel modul display, modul display yang berfungsi sebagai display pada variabel catu daya yang memperlihatkan arus serta tegangan keluaran. Pada Gambar 2.13 diperlihatkan digital voltmeter ammeter amperemeter DC 0-100 V 0-10 A dual red LED panel modul display, cara penyambungan alat ini dapat dilihat pada Gambar 2.14. Adapun feature adalah sebagai berikut :
Brand new and high quality.
Display color: Red LED (dual display).
Display: 0.28" LED digital.
Operating voltage: DC 4.5 ~ 30 V.
Measure voltage: DC 0 ~ 100 V.
Minimum resolution (V): 0.1 V.
Refresh rate: 500 ms / times.
Measure accuracy: 1% ( 1 digit).
Minimum resolution (A): 0.01 A.
Operating Current: <20 mA.
Measure current: 10 A (direct measurement, built-in shunt).
20
Operating temperature: -10 to 65°C.
Operating Humidity: 10 to 80% (non-condensing).
Mounting cutout: 45.5 mm x 26.5 mm.
Size: 48 mm x 29 mm x 21 mm. (Indo-ware, 2015)
Gambar 2.13 Digital voltmeter ammeter amperemeter DC 0-100 V 0-10 A dual red LED panel modul display (Indo-ware, 2015)
Gambar 2.14 Cara penyambungan digital voltmeter ammeter amperemeter DC 0-100 V 0-10 A dual red LED panel modul display (Indo-ware, 2015)
2.4.5 Mikrokontroller ATmega16 Salah satu mikrokontroler yang banyak digunakan saat ini yaitu mikrokontroler AVR. AVR adalah mikrokontroler RISC (Reduce Instruction Set Compute) 8 bit berdasarkan arsitektur Harvard, yang dibuat oleh Atmel pada tahun 1996. AVR
21
memiliki kepanjangan Advanced Versatile RISC atau Alf and Vegard’s Risc processor yang berasal dari nama dua mahasiswa Norwegian Institute of Technology (NTH), yaitu Alf-Egil Bogen dan Vegard Wollan. AVR memiliki keunggulan dibandingkan dengan mikrokontroler lain, keunggulan mikrokontroler AVR yaitu memiliki kecepatan eksekusi program yang lebih cepat karena sebagian besar instruksi dieksekusi dalam 1 siklus clock, lebih cepat dibandingkan dengan mikrokontroler MCS-51 yang memiliki arsitektur CISC (Complex Instruction Set Computer) di mana mikrokontroler MCS-51 membutuhkan 12 siklus clock untuk mengeksekusi 1 instruksi. Selain itu, mikrokontroler AVR memiliki fitur yang lengkap (ADC internal, EEPROM internal, Timer/Counter, Watchdog Timer, PWM, Port I/O, komunikasi serial, komparator, I2C, dll.), sehingga dengan fasilitas yang lengkap ini, programmer dan desainer dapat menggunakannya untuk berbagai aplikasi sistem elektronika seperti robot, otomasi industri, peralatan telekomunikasi, dan berbagai keperluan lain. Secara umum mikrokontroler AVR dapat dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu keluarga AT90Sxx, ATMega, dan ATtiny (Adrianto H, 2013).
A.
Fitur ATmega16 Fitur-fitur yang dimiliki ATmega16 sebagai berikut : 1.
Mikrokontroler AVR 8 bit yang memiliki kemampuan tinggi, dengan daya rendah.
2.
Arsitektur RISC dengan throughput mencapai 16 MIPS pada frekuensi 16 MHz.
3.
Memiliki kapasitas flash memori 16 Kbyte, EEPROM 512 Byte, dan SRAM 1 Kbyte.
4.
Saluran I/O sebanyak 32 buah, yaitu Port A, Port B, Port C, dan Port D.
5.
CPU yang terdiri atas 32 buah register.
6.
Unit interupsi internal dan eksternal.
7.
Port USART untuk komunikasi serial.
8.
Fitur peripheral Tiga buah Timer/Counter dengan kemampuan pembandingan.
22
a.
Dua buah Timer/Counter 8 bit dengan prescaler terpisah dan mode compare.
b.
Satu buah Timer/Counter 16 bit dengan prescaler terpisah, mode compare, dan mode capture.
Read Time Counter dengan oscillator tersendiri Empat channel PWM Delapan channel, 10 bit ADC a.
Delapan single-ended channel
b.
Tujuh differential channel hanya pada kemasan TQFP
c.
Dua differential channel dengan programmable gain 1x, 10x, atau 100x.
Byte-oriented two-wire serial interface. Programmable serial USART. Antarmuka SPI. Watchdog Timer dengan oscillator internal. On-chip Analog Compare (Adrianto H, 2013).
B.
Konfigurasi pin AVR ATmega16 Konfigurasi pin ATmega16 dengan kemasan 40 pin DIP (Dual In-line
Package) dapat dilihat pada Gambar 2.15.
Gambar 2.15 Konfigurasi pin ATmega16 (Adrianto H, 2013).
Fungsi dari masing-masing pin ATmega16 adalah sebagai berikut : 1. VCC merupakan pin yang berfungsi sebagai masukan catu daya.
23
2. GND merupakan pin ground. 3. Port A (PA0 – PA7) merupakan pin input/output dua arah dan pin masukan ADC. 4. Port B (PB0 – PB7) merupakan pin input/output dua arah dan pin fungsi khusus, seperti pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Fungsi khusus port B (Adrianto H, 2013).
Pin
Fungsi khusus
PB7
SCK (SPI Bus Serial Clock)
PB6
MISO (SPI Bus Master Input/Slave Output)
PB5
MOSI (SPI Bus Master Output/Slave Input)
PB4
̅̅̅ 𝑆𝑆 (SPI Slave Select Input)
PB3
PB2 PB1 PB0
AIN1 (Analog Comparator Negative Input) OC1 (Timer/Counter 0 Output Compare Match Output) AIN0 (Analog Comparator Positive Input) INT2 (External Interrupt 2 Input) T1 (Timer/Counter 1 External Counter Input) T0 (Timer/Counter 0 External Counter Input) XCK (USART External Clock Input/Output)
5. Port C (PC0 – PC7) merupakan pin input/output dua arah dan pin fungsi khusus, seperti pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Fungsi khusus port C (Adrianto H, 2013).
Pin
Fungsi khusus
PC7
TOSC2 (Timer Oscillator Pin2)
PC6
TOSC1 (Timer Oscillator Pin1)
PC5
TDI (JTAG Test Data In)
PC4
TD0 (JTAG Test Data Out)
PC3
TMS (JTAG Test Mode Select)
PC2
TCK (JTAG Test Clock)
PC1
SDA (Two-wire Serial Bus Data Input/Output Lines)
PC0
SCL (Two-wire Serial Bus Clock Line)
24
6. Port D (PD0 – PD7) merupakan pin input/output dua arah dan pin fungsi khusus, seperti pada Tabel 2.4. Tabel 2.4 Fungsi khusus port D (Adrianto H, 2013).
Pin
Fungsi khusus
PD7
OC2 (Timer/Counter 2 Output Compare Match Output)
PD6
ICP (Timer/Counter 1 Input Capture Pin)
PD5
OC1A (Timer/Counter 1 Output Compare A Match Output)
PD4
OC1B (Timer/Counter 1 Output Compare B Match Output)
PD3
INT1 (External Interrupt 1 Input)
PD2
INT0 (External Interrupt 0 Input)
PD1
TXD (USART Output Pin)
PD0
RXD (USART Input Pin)
7. RESET merupakan pin yang digunakan untuk me-reset mikrokontroler. 8. XTAL1 dan XTAL2 merupakan pin masukan clock eksternal. 9. AVCC merupakan pin masukan tegangan ADC. 10. AREF merupakan pin masukan tegangan referensi ADC (Adrianto H, 2013).
2.4.6 LCD LCD adalah suatu display dari bahan cairan kristal yang pengoperasiannya menggunakan dot matriks. LCD banyak digunakan sebagai display dari alat-alat elektronika seperti kalkulator, multitester digital, jam digital, dan sebagainya. LCD 2x16 diperlihatkan pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16 LCD 2x16 (Adrianto, Heri, 2013).
LCD dapat dengan mudah dihubungkan dengan mikrokontroler AVR ATMega16. LCD yang digunakan dalam makalah ini adalah LCD 2x16, display 2 baris 16 kolom, yang mempunyai 16 pin konektor, seperti terlihat pada Gambar 2.17.
25
Gambar 2.17 Hubungan PORTB dengan LCD (Adrianto H, 2013).
Fungsi dari pin LCD 2x16 terlihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Fungsi dari pin pada LCD 2x16 (Adrianto H, 2013).
PIN 1 2 3
Name VSS VCC VEE
4
RS
5
R/W
6
E
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
DB0 DB1 DB2 DB3 DB4 DB5 DB6 DB7 BPL GND
Function Ground voltage +5 V Contrast voltage Register Select 0 = Instruction Register 1 = Data Register Read/Write, to choose write or read mode 0 = write mode 1 = read mode Enable 0 = start to latch data to LCD character 1 = disable Data bit ke-0 (LSB) Data bit ke-1 Data bit ke-2 Data bit ke-3 Data bit ke-4 Data bit ke-5 Data bit ke-6 Data bit ke-7 (MSB) Black Plane Light Ground voltage
26
2.4.7 DI-Rotary Encoder Versi #1 (DI-REV1) DI-REV1 merupakan salah satu modul yang dibuat oleh Depok Instruments yang salah satu fungsinya adalah sebagai pengukur kecepatan putaran motor.
Spesifikasi DI-REV1 A.
Terdiri dari dua bagian utama: 1. Piringan derajat dengan 36 lubang pada kelilingnya dengan sudut antara dua lubang yang berdampingan terhadap titik tengahnya adalah 10°. 2. Rangkaian sensor pembaca putaran yang menggunakan optocoupler tipe celah sebagai sensor pembaca perubahan posisi lubang piringan derajat.
B.
Tegangan-tegangan operasi: 1. Sumber (VCC): 3,5 – 5,5 V 2. Logika output ‘0’: 0 – 0,5 V 3. Logika output ‘1’: 3 – 5 V (VCC – 0,5 V) 4. Logika output: 0: Saat celah sensor terhalang 1: Saat celah sensor tanpa-halangan
C.
Kecepatan baca sensor 1. Kondisi logika toggle (0/1): 1500 Hz 2. Rotasi dengan 36 lubang: 2500 RPM
D.
Deskripsi Perangkat Modul 1. Layout Pada Gambar 2.18 dapat dilihat bentuk dari piringan derajat DI-REV1, sedangkan pada Gambar 2.19 dapat dilihat rangkaian sensor DI-REV1, dan pada Gambar 2.20 merupakan isi dari modul DI-REV1.
27
Gambar 2.18 Piringan derajat DI-REV1 (depokinstruments.com, 2010)
Gambar 2.19 Rangkaian Sensor DI-REV1 (depokinstruments.com, 2010)
Gambar 2.20 Paket dalam modul DI-REV1 (depokinstruments.com, 2010)
2. Dimensi: Rangkaian Sensor: 13,91 mm (X) x 32,41 mm (Y) x 1,9 mm (Z) Piringan Derajat: 42,64 mm (Ø) x 1,9 mm (Z) 3. Keterangan fungsi pin rangkaian sensor dapat dilihat pada Tabel 2.6.
28
Tabel 2.6 Fungsi Pin Rangkaian Sensor DI-REV1 (depokinstruments.com, 2010)
E.
GND
Sumber tegangan bawah / negatif / ground
VCC
Sumber tegangan atas / positif.
Vout
Data keluaran rangkaian sensor
Aplikasi 1. Penghitung rotasi: Putaran motor Mekanik (seperti roda, roda gigi, dan kincir)
F.
Petunjuk Penggunaan 1. Pasang piringan derajat pada objek yang akan dihitung rotasinya. Pastikan piringan derajat terpasang dengan baik, kuat dan lurus. 2. Letakkan rangkaian sensor pembaca pada posisi dengan piringan derajat tepat berada di antara celah sensor optocoupler. 3. Beri sumber tegangan (lihat spesifikasi dan Tabel 2.6). 4. Hubungkan Vout pada sistem pencacah pulsa seperti mikrokontroler. 5. Sistem telah siap untuk menghitung rotasi (depokinstruments.com, 2010).