BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Saham Saham adalah penyertaan dalam modal dasar suatu perseroan terbatas, sebagai tanda bukti penyertaan tersebut dikeluarkan surat kolektif kepada pemilik yaitu pemegang saham (Sumantoro, 1990). Perusahaan tetap menjual sahamnya kepada masyarakat meskipun hal tersebut dapat mengurangi atau menghilangkan kekuasaan kontrol atas perusahaannya dengan pertimbangan sebagai berikut (Sumantoro, 1990): a. Untuk menghimpun dana yang diperlukan bagi pembelanjaan perusahaan. b. Untuk memberi kesempatan kepada masyarakat untuk turut serta dalam pengelolaan dan perkembangan perusahaan. c. Untuk lebih memberikan peluang untuk partisipasi pengelolaan perusahaan. Perdagangan saham dilakukan di Bursa Efek yaitu tempat bertemunya penjual dana dan pembeli dana yang di pasar modal atau Bursa tersebut diperantarai oleh para anggota bursa selaku pedagang perantara perdagangan efek untuk melakukan transaksi jual-beli (Sumantoro,1990). Sekuritas atau saham yang telah dibeli di pasar perdana (Initial Public Offering) kemudian akan diperdagangkan di bursa efek atau pasar sekunder.
2
Saat pertama kali sekuritas tersebut diperdagangkan di bursa efek biasanya memerlukan waktu sekitar enam sampai delapan minggu dari saat Initial Public Offering. Pada waktu sekuritas tersebut mulai diperdagangkan di bursa, dikatakan sekuritas tersebut diperdagangkan di pasar sekunder. Jadi bursa efek merupakan suatu tempat untuk memperdagangkan sekuritas tersebut. Saham disebut juga Variable Income Securities karena frekuensi dan besarnya deviden yang diterima investor tidak tentu, hal ini dipengaruhi oleh laba atau rugi yang dihasilkan oleh perusahaan. Bentuk saham adalah selembar kertas yang didalamnya menerangkan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik dari perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Saham ada tiga macam, yaitu saham biasa (common stock), saham preferen (preferred stock) dan saham bonus (bonus stock) (Hartono, 2007). Pada proses ini juga dapat dicatat bahwa penjualan saham kepada masyarakat sejalan dengan kebijakan pemerintah untuk ikut serta menunjang program pemerataan pendapatan kepada masyarakat luas pemegang saham. Adapun jenis-jenis saham adalah sebagai berikut (Riyanto, 1995): 2.1.1.1 Saham Biasa (Common Stock) Pemegang saham biasa hanya akan mendapat dividen pada akhir tahun pembukuan, hanya kalau perusahaan tersebut mendapatkan keuntungan. Apabila perusahaan tersebut tidak mendapatkan keuntungan atau mendapat kerugian, maka pemegang saham tidak akan mendapat dividen dan mengenai hal ini ada ketentuan hukumnya, yaitu bahwa suatu
3
perusahaan yang menderita kerugian, selama kerugian itu belum dapat ditutup, maka selama itu perusahaan tidak diperbolehkan membayar dividen. Adapun fungsi saham dalam perusahaan adalah: 1)
Sebagai alat untuk membelanjai perusahaan dan terutama sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan akan modal permanen.
2)
Sebagai alat untuk menentukan pembagian laba.
3)
Sebagai alat untuk mengadakan fusi atau kombinasi dari perusahaanperusahaan.
4)
Sebagai alat untuk menguasai perusahaan.
2.1.1.2 Saham Preferen (Prefered Stock) Pemegang saham preferen mempunyai beberapa “preferensi“ tertentu dibandingkan dengan pemegang saham biasa, terutama dalam halhal: 1) Pembagian Dividen Dividen dari saham preferen diambilkan lebih dahulu, kemudian sisanya barulah disediakan untuk saham biasa. Dividen saham preferen dinyatakan dalam persentase tertentu dari nilai nominalnya. 2) Pembagian Kekayaan Apabila perusahaan dilikuidir, maka dalam pembagian kekayaan, saham preferen didahulukan daripada saham biasa. Tetapi di lain pihak pemegang saham preferen juga ada kelemahannya dibandingkan dengan pemegang saham biasa, karena pemegang saham preferen tidak
4
mempunyai hak suara dalam rapat umum pemegang saham. Adapun persamaannya adalah bahwa pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen hanya berhak menerima dividen apabila perusahaan mendapatkan keuntungan. 2.1.1.3 Saham Preferen Kumulatif (Cummulative Prefered Stock) Jenis saham ini pada dasarnya sama dengan saham preferen. Perbedaannya hanya terletak pada adanya hak kumulatif pada saham preferen kumulatif. Dengan demikian pemegang saham preferen kumulatif apabila tidak menerima dividen selama beberapa waktu karena besarnya laba tidak mengijinkan atau karena adanya kerugian, pemegang jenis saham ini di kemudian hari apabila perusahaan mendapatkan keuntungan berhak untuk menuntut dividen-dividen yang tidak dibayarkan di waktuwaktu yang lampau. Ada beberapa faktor berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pasar modal (Husnan, 2003), antara lain: a. Penawaran sekuritas, faktor ini menunjukkan banyaknya perusahaan yang bersedia menerbitkan sekuritas di pasar modal. b. Permintaan sekuritas, faktor ini menunjukkan banyaknya anggota masyarakat yang memiliki sejumlah dana yang cukup besar untuk digunakan membeli sekuritas-sekuritas yang ditawarkan. Calon-calon pembeli sekuritas tersebut mungkin berasal dari individu, perusahaan non keuangan, maupun lembaga-lembaga keuangan. Sehubungan dengan faktor ini, maka pendapatan per kapita suatu negara dan
5
distribusi pandapatan akan mempengaruhi besar kecilnya permintaan akan sekuritas. c. Kondisi politik dan ekonomi, kondisi politik yang stabil dan mantap akan membantu mendorong pertumbuhan ekonomi yang pada akhirnya akan mempengaruhi besarnya penawaran dan permintaan akan sekuritas. d. Hukum dan peraturan perundang-undangan, investor pada dasarnya mengandalkan diri pada informasi yang disediakan oleh perusahaanperusahaan yang menerbitkan sekuritas. Oleh karena itu kecepatan, kelengkapan, dan kebenaran informasi menjadi hal yang sangat penting untuk dihasilkan perusahaan, dan peraturan yang melindungi pemodal dari informasi yang tidak benar dan menyesatkan mutlak diperlukan. e. Lembaga-lembaga pendukung pasar modal seperti BAPEPAM, bursa efek, akuntan publik, wali amanat, notaris, konsultan hukum, dan lembaga clearing. Lembaga-lembaga pendukung tersebut perlu bekerja secara profesional agar informasi yang dihasilkan dan digunakan oleh para pemodal untuk mengambil keputusan bisa diandalkan (reliable) dan transaksi dapat diselesaikan secara cepat dan murah. Kedua faktor tersebut diperlukan agar pasar modal dapat berfungsi dengan efisien. 2.1.2 Return (Keuntungan) Saham Tingkat keuntungan (return) merupakan rasio antara pendapatan investasi selama beberapa periode dengan jumlah dana yang diinvestasikan. Pada umumnya investor mengharapkan keuntungan yang tinggi dengan
6
resiko kerugian yang sekecil mungkin, sehingga para investor berusaha menentukan tingkat keuntungan investasi yang optimal dengan menentukan konsep investasi yang memadai. Konsep ini penting karena tingkat keuntungan yang diharapkan dapat diukur. Dalam hal ini tingkat keuntungan dihitung berdasarkan selisih antara capital gain dan capital loss. Rata-rata return saham biasanya dihitung dengan mengurangkan harga saham periode tertentu
dengan harga saham periode sebelumnya dibagi dengan harga
saham sebelumnya. Return merupakan hasil yang diperoleh dari investasi. Return dapat berupa return realisasi yang sudah terjadi dan return ekspektasi yang belum terjadi namun di harapkan dapat terjadi dimasa mendatang. Return realisasi (Realized Return) merupakan return yang telah terjadi. Return realisasi penting karena digunakan sebagai salah satu pengukur kinerja perusahaan dan dihitung berdasarkan data hitoris. return ekspektasi (Expected Return) adalah return yang diharapkan akan diperoleh oleh investor dimasa mendatang. Berbeda dengan return realisasi yang sifatnya sudah terjadi, return ekspektasi sifatnya belum terjadi. (Hartono, 2007). Komponen return meliputi: a. Capital Gain (loss) merupakan keuntungan (kerugian) bagi investor yang diperoleh dari kelebihan harga jual (harga beli) diatas harga beli (harga jual) yang keduanya terjadi dipasar sekunder.
7
b. Yield merupakan pendapatan atau aliran kas yang diterima investor secara periodik, misalnya berupa deviden. Yield dinyatakan dalam presentase dari modal yang ditanamkan (Halim, 2003). Untuk melakukan investasi dalam bentuk saham diperlukan analisis untuk mengukur nilai saham yang salah satunya adalah analisis fundamental. Tujuan analisis fundamental adalah menentukan apakah nilai saham berada pada posisi undervalue atau overvalue. Saham dikatakan undervalue bilamana return saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang seharusnya, demikian juga sebaliknya. Dapat dikatakan bahwa untuk memperkirakan return saham dapat menggunakan analisa fundamental yang menganalisa kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Analisanya dapat meliputi trend penjualan dan keuntungan perusahaan, kualitas produk, posisi persaingan perusahaan di pasar, hubungan kerja pihak perusahaan dengan karyawan, sumber bahan mentah, peraturan-peraturan perusahaan dan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai saham perusahaan tersebut. Analisis fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya. Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu rasio likuiditas, aktivitas, hutang, dan profitabilitas. memperkirakan
Dengan return
analisis saham
tersebut, dimasa
para
yang
analisis
akan
datang
mencoba dengan
mengestimasi nilai dari faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi
8
harga saham dimasa yang akan datang dan menerapkan hubungan faktorfaktor tersebut sehingga diperoleh taksiran return saham. Return saham dapat diukur sebagai berikut (Hartono, 2007):
Keterangan: Rit = Tingkat keuntungan saham i pada periode t. Pit = Harga saham i pada periode t. Pit – 1 = Harga saham sebelum periode t. 2.1.3 The Day of The Week Effect The day of the week effect merupakan perbedaan return antara hari Senin dengan hari-hari lainnya dalam seminggu secara signifikan (Damodaran, 1996). Biasanya return yang signifikan negatif terjadi pada hari Senin sedangkan return positif terjadi pada hari – hari lainnya. Pengaruh hari perdagangan terhadap return saham merupakan fenomena yang menarik untuk diperhatikan. Fenomena ini merupakan bagian dari anomali teori pasar efisien. Pada teori pasar efisien menyatakan bahwa return saham tidak berbeda pada setiap hari perdagangan. Namun fenomena day of the week effect menyatakan bahwa terdapat perbedaan return untuk masing – masing hari perdagangan dalam satu minggu dimana pada hari Senin cenderung menghasillkan return yang negatif. Pada beberapa pasar modal terdapat kecenderungan return terendah terjadi pada hari Senin kemudian meningkat pada hari – hari lainnya. Bukti empiris lainnya membuktikan bahwa terjadi suatu pola aktifitas
9
perdagangan harian di NYSE yang dilakukan oleh investor individual, dimana diperoleh hasil bahwa return saham pada hari Senin cenderung negatif dibandingkan pada hari perdagangan yang lain. Sejalan dengan hasil tersebut, Kamaludin (Iramani, 2006) menemukan adanya The day of the week effect pada Bursa Efek Jakarta untuk periode 1999-2003 dimana return terendah terjadi pada hari Senin dan return tertinggi pada hari Jumat. 2.1.4 The Monday Effect The Moday effect adalah salah satu bagian dari The Day of The Week Effect yaitu suatu seasonal anomaly (anomali musiman) atau calendar effect (efek kalender) yang terjadi pada pasar financial yaitu ketika return saham secara signifikan negatif paada hari Senin (Mehdian dan Perry dalam Budileksmana, 2005). Anomali tersebut melanggar hipotesis mengenai efisiensi pasar bentuk lemah. Hipotesis efisiensi pasar bentuk lemah menganggap bahwa informasi yang terkadung dalam harga saham historis adalah sepenuhnya tergambarkan dalam harga saham yang sekarang dan informasi tersebut tidak dapat digunakan untuk mendapatkan excess return (Elton dan Gruber dalam Budileksmana, 2005). Untuk menguji mengenai hipotesis efisiensi pasar bentuk lemah, dalam batas tertentu dapat digunakan model random walk. Model random walk menganggap bahwa return adalah independen dan return terdistribusi secara acak dari waktu ke waktu, sehingga return pada masa lampau tidak berhubungan dengan return untuk masa selanjutnya. Karena return bersifat random maka return pada masa lampau
10
tidak dapat digunakan untuk memprediksi return untuk masa selanjutnya dan return tidak dapat diprediksi berdasarkan pengaruh kalender tertentu. Penelitian model random walk tentang The Monday Effect pertama kali dilakukan oleh Fields (1931) yang kemudian dilanjutkan oleh French (1980) serta Lakonishok dan Maberly (dalam Budileksmana, 2005) yang membuktikan bahwa return pada hari Senin adalah berbeda dengan return pada hari – hari lainnya. Dengan adanya seasonal anomaly (anomali musiman) atau efek kalender pada pasar finasial, maka hal ini menyebabkan return pada hari Senin adalah dapat diprediksi. Sehingga akhirnya dapat dirancang suatu pedoman pasar yang dapat memanfaakan pola musiman tersebut untuk mendapatkan abnormal return. Padahal pada pasar yang efisien, seharusnya tidak akan muncul suatu pola pergerakan harga yang bersifat konstan dan bisa dimanfaarkan untuk mendapatkan abnormal return. Penelitian di pasar modal Amerika Serikat menemukan bahwa The Monday Effect adalah terkosentrasi pada hari Senin dua minggu terakhir setiap bulannya. Hal ini dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan oleh Sun dan Tong (Budileksmana, 2005) yang menunjukkan bahwa The Monday Effect adalah terkosentrasi pada dua Senin terakhir setiap bulannya. Anomali The Monday Effect kemungkinan berhubungan dengan masalah likuiditas dan perilaku unvestor individu di pasar. Pada hari Senin, investor individual lebih banyak bertransaksi daripada investor institutusional dan permintaan penjualan ternyata lebih mendominasi, Apabila investor
11
individu masuk atau keluar dari pasar karena alasan likuiditas dan likuiditas bersifat musiman, maka pola perdagangan investor individual bersifat musiman. Hal ini disebabkan banyaknya pembayaran bulanan yang harus dilakukan pada saat mendekati akhir bulan sehingga pada saat tersebut diperlukan likuiditas yang lebih intensif. Oleh karena itu, investor individual cenderung membeli saham pada awal bulan dan menjualnya pada akhir bulan (Budileksmana, 2005). Selanjutnya, penelitian yang dilakukan Budileksmana (2005) juga menunjukkan bahwa The Monday Effect berkorelasi positif terhadap return pada hari Jumat minggu sebelumnya atau dapat dikatakan bahwa return pada hari Senin tidak random dan dapat diprediksi secara sistematis berdasarkan kondisi pasar hari Jumat minggu sebelumnya. 2.2 Penelitian Terdahulu Budileksmana (2005) dalam penelitian berjudul “Fenomena The Monday Effect di Bursa Efek Jakarta” menyimpulkan bahwa return di Bursa Efek Jakarta pada hari Senin berbeda dengan return pada hari – hari lainnya. Return pasar di hari Senin cenderung memiliki return yang negatif atau dengan kata lain, return pasar di BEJ dapat diprediksi berdasarkan pengaruh kalender tertentu. Anomali tersebut melanggar hipotesis mengenai efisiensi pasar bentuk lemah disebabkan adanya return yang tidak random tetapi dapat diprediksi berdasarkan pengaruh kalender tertentu. Selain itu, Budileksmana (2005) juga menyimpulkan bahwa return pada hari Senin di BEJ dipengaruhi oleh terjadinya return pada hari Jumat sebelumnya. Namun demikian,
12
penelitian ini tidak dapat membuktikan hipotesisnya bahwa return yang terendah pada hari Senin di BEJ terkosentrasi pada Senin dua minggu terakhir setiap bulannya. Iramani (2006) dengan penelitian berjudul “Studi tentang Pengaruh Hari Perdagangan Terhadap Return Saham pada BEJ” menyimpulkan bahwa hari perdagangan berpengaruh secara signifikan terhadap return saham pada BEJ. Hasil empiris ini mendukung teori anomali pasar efisien atau the day of week effect yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh hari perdagangan dalam seminggu terhadap return saham. Hasil analisis tersebut juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara return hari Senin dan return hari Selasa, dimana pada hari Senin return bernilai negatif dan pada hari Selasa return bernilai positif. Hal ini membuktikan terjadinya Monday effect di BEJ. Demikian juga dengan penelitian yang dilakukan Tahar dan Indrasari (2004) yang menununjukkan adanya kecenderungan munculnya fenomena The Monday Effect di Bursa Efek Jakarta, yaitu dengan adanya abnormal return negatif pada hari Senin sedangkan untuk hari – hari yang lain menunjukkan abnormal return yang negatif. 2.3 Hipotesis Penelitian Berdasarkan latar belakang masalah dan landasan teori, maka dapat dikemukan hipotesis sebagai berikut:
13
2.3.1 Perbedaan Return saham pada hari Senin dan hari lainnya The Monday effect adalah salah satu bagian dari The Day of The Week Effect yaitu suatu seasonal anomaly (anomali musiman) atau calendar effect (efek kalender) yang terjadi pada pasar financial yaitu ketika return saham secara signifikan negatif paada hari Senin. Anomali tersebut melanggar hipotesis mengenai efisiensi pasar bentuk lemah. Hipotesis efisiensi pasar bentuk lemah menganggap bahwa informasi yang terkadung dalam harga saham historis adalah sepenuhnya tergambarkan dalam harga saham yang sekarang dan informasi tersebut tidak dapat digunakan untuk mendapatkan excess return. The Monday Effect ditandai dengan nilai return negatif pada hari Senin. Beberapa alasan yang mengakibatkan terjadinya The Monday Effect disebabkan adanya aksi profit taking yang dilakukan para investor pada hari Jumat pada minggu sebelumnya dan menjadi penyebab return negatif pada hari Senin. Alasan lainnya adalah bahwa pada umumnya bahwa perusahaan yang ingin menyampaikan informasi yang buruk (bad news) akan menunggu waktu yang tepat yakni pada akhir pekan dengan tujuan agar para investor memiliki waktu luang selama hari libur bursa (Sabtu dan Minggu) untuk mengevaluasi kembali kinerja emiten terhadap informasi yang ada tersebut. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka hipotesis pertama dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : H1 : Return di Bursa Efek Indonesia pada hari Senin berbeda dengan return pada hari-hari lainnya.
14
2.3.2 Return Saham terendah terkosentrasi pada hari Senin dua minggu terakhir setiap bulannya The Monday Effect salah satunya ditandai dengan nilai return negatif pada hari Senin minggu ketiga dan keempat setiap bulannya (Wang, Li & Erickson dalam Budileksmana 2005). Hal tersebut terjadi akibat investor individual lebih banyak bertransaksi daripada investor institusional dan pola perdagangan investor individual adalah bersihat musiman yaitu investor individual cenderung membeli saham pada awal bulan dan menjualnya pada akhir bulan. Sedangkan return pada hari Senin minggu pertama dan minggu kedua tidak signifikan bernilai negatif atau sama dengan nol. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka hipotesis kedua dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : H2 : Return yang terendah pada hari Senin di Bursa Efek Indonesia terkonsentrasi pada Senin dua minggu terakhir setiap bulannya. 2.3.3 Pengaruh Return Hari Jumat Minggu Sebelumnya terhadap Return Hari Senin Indikasi The Monday Effect juga ditunjukkan dengan fenomena bahwa return hari Jumat memberikan pengaruh terhadap return negatif pada hari Senin dikarenakan terdapat fakta bahwa investor institusional menghadapi biaya transaksi yang lebih rendah pada perdagangan saham dalam jumlah besar daripada dalam julah kecil. Sehingga The Monday Effect pada saham yang diperdagangkan dalam jumlah besar cenderung berkurang
15
karena semakin dominannya perdagangan oleh institusional pada saham tersebut. Sedangkan pada saham yang diperdagangka dalam jumlah kecil masih terdapat gejala The Monday Effect, karena investor individual lebih sering melakukan perdagangan pada saham. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka hipotesis ketiga dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : H3 : Return pada hari Senin di Bursa Efek Indonesia dipengaruhi oleh terjadinya return pada hari Jumat