BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film Film merupakan karya sinematografi yang dapat berfungsi sebagai alat cultural education atau pendidikan budaya. Meski pada awalnya film diperlakukan sebagai komoditi yang diperjual-belikan sebagai media hiburan, namun pada perkembangannya film juga kerap digunakan sebagai media propaganda, alat penerangan bahkan pendidikan. Dengan demikian film juga efektif untuk menyampaikan nilai-nilai budaya. Film sebagai karya seni budaya dan sinematografi dapat dipertunjukkan dengan atau tanpa suara. Ini bermakna bahwa film merupakan media komunikasi massa yang membawa pesan yang berisi gagasan-gagasan penting yang disampaikan kepada masyarakat dalam bentuk tontonan. Meski berupa tontonan, namun film memiliki pengaruh yang besar. Itulah sebabnya film mempunyai fungsi pendidikan, hiburan, informasi, dan pendorong tumbuhnya industry kreatif lainnya. Dengan demikian film menyentuh berbagai segi kehidupan manusia dalam bermasyarkat, berbangsa, dan bernegara. Film menjadi sangat efektif sebagai media pembelajaran dalam rangka menanamkan nilai-nilai luhur, pesan moral, unsure didaktif, dan lain-lain.
8
9
Namun seperti halnya karya sastra, film adalah karya seni budaya yang terbentuk dari berbagai unsur. Secara umum struktur film sama dengan struktur karya sastraya itu berbentuk oleh unsur-unsur intrinsic dan unsure ekstrensik. Film memiliki pengertian yang beragam, tergantung sudut pandang orang yang membuat definisi. Berikut adalah beberapa definisi film. Menurut kamus bahasa Indonesia yang di terbitkan oleh pusat bahasa pada tahun 2008, film adalah selaput tipis yang dibuat dari seluloit untuk tempat gambar negatif (yang akan dibuat potret).6 Industry film adalah industry bisnis, predikat ini telah menggeser anggapan orang yang masih meyakini bahwa film adalah karya seni, yang diproduksi secara kreatif dan memenuhi imajinasi orang-orang yang bertujuan memperoleh estetika(keindahan) yang sempurna. Meskipun pada kenyataan nya adalah bentuk karya seni, indsutri film adalah bisnis yang memberikan keuntungan, kadang-kadang menjadi mesin uang yang seringkali, demi uang, keluar dari kaidah artistic film itu sendiri (Dominick. 2000:306).7 Film kita akui bahwa hubungan antara film dan masyarakat memiliki sejarah yang panjang dalam kajian para ahli komunikasi. Oey Hong Lee (1965:40) misalnya menyebutkan. Film sebagai alat komunikasi massa yang kedua muncul di dunia, mempunya massa pertumbuhannya pada akhir abad ke – 19.8
6
TeguhTrianton, Film Sebagai Media Belajar, Graha Ilmu, Jakarta, 2011, Hal 1-2 Opcit, Elvinaro Ardianto. Lukiati Komala. Siti karlinah. hal 143 8 Alex Sobur. Semiotika Komunikasi. Remaja Rosdakarya. Cetakan Keempat 2009 hal 126 7
10
Kekuatan dan kemampuan film menjangkau banyak segmen social, lantas membuat para ahli bahwa film memiliki potensi untuk mempengaruhi khalayaknya. Sejak itu, maka merebaklah sebagai penelitian yang hendak melihat dampak film terhadap masyarakat. Dalam banyak penelitian tentang dampak film terhadap masyarakat, hubungan antara film dan masyarakat selalu dipahami secara linier. Artinya, film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan (message) dibaliknya, tanpa pernah berlaku sebaliknya. Kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argumen bahwa film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Film selalu merekam realitas yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, dan kemudian memproyeksikannya keatas layar (irawanto, 199:13) Film merupakan bidang kajian yang amat relevan bagi analisis struktural atau semiotika. Seperti dikemukakan oleh fan zoest (fan zoest, 1993:109), film dibangun dengan tanda semata-mata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang berkerja sama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berebeda dengan fotografi statis, rangkayan gambar dalam film menciptakan imaji dan sistem penandaan. Karna itu, memurut fan zoest, bersamaan dengan tanda-tanda arsitektur, terutama indeksikal, pada film terutama digunakan tandatanda ikonis, yakni tanda-tanda yang menggambarkan sesuatu (fan zoest, 1993:109). Memang cirri gambar-gambar film adalah persamaannya dengan
11
realitas yang ditunjuknya. Gambar yang dinamis dalam film merupakan ikonis bagi realitas dan dinotasikannya.9 2.1.2 Fungsi Film Seperti halnya televisi siaran, tujuan khalayak menonton film terutama ingin memperoleh hiburan. Akan tetapi dalam film dapat terkandung fungsi informatif maupun edukatif bahkan persuasif. Hal inipun sejalan dengan misi perfilman nasional sejak tahun 1979,bahwa selain sebagai media hiburan, film nasional dapat digunakansebagai media edukasi untuk pembinaan generasi muda dalam rangka nation and character building yang artinya nasional dan pembentukan karakter (Effendi, 1981:212). Fungsi edukasi dapat tercapai apabila film nasional memproduksi filmfilm sejarah yang objektif, atau film dokumenter dan film yang diangkat dari kehidupan sehari-hari secara berimbang. 10 2.1.3 Unsur-Unsur Film Adapun unsur-unsur dalam film : A. Penulisan dan penyutradaraan Menjabarkan dasar-dasar penulisan cerita untuk pembuatan film , menyusun riset untuk film dokumenter, dan penerapan pembuatan synopsis, director treatment, shotlist, script, breakdown, dan shooting
9
Ibid Alex Sobur, hal 127 - 128 Op.cit. Elvinaro Ardianto. Lukiati Komala. Siti karlinah. hal 145
10
12
schedule. Materi mencakup: penulisan, penyutradaraan, pada tahap pra produksi, produksi, dan pasca produksi. B. Sinematograpi Menjelaskan
tentang
pengoperasian
kamera
dengan
baik
serta
memeliharanya, proses perekaman yang dapat menghasilkan gambar dan suara, dengan baik, dan mengasah inisiatif untuk menyamankan diri dengan keterbatasan alat. Materi mencakup: dasar-dasar sinematografi, pengenalan teknologi kamera, teknik pengambilan gambar, tata cahaya, dan penataan kamera saat produksi. C. Tata suara Menguraikan dasar-dasar audio pada proses produksi film, baik yang dilakukan ketika perekaman suara saat pengambilan gambar, maupun kebutuhan pengisian suara saat pasca produksi. Materi mencakup: dialog, musik, dan efek suara. D. Tata artistik Menjelaskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh departemen artistik dan mengaplikasikan synopsis dan director treatment menjadi breakdown artistik. Materi mencakup: tata busana, tat arias, bagian set, properti, dan efek spesial.11
11
Pancajavandalasta, 5 Hari Mahir Bikin Film, PT. Java Pustaka Group, Surabaya, 2011 hal 2-3
13
2.1.4 Film Sebagai Media Massa Sebagai media massa film merupakan bagian dari respons terhadap penemuan waktu luang, waktu libur dari kerja, dan sebuah jawaban atas tuntutan untuk cara menghabiskan waktu luang keluarga yang sifatnya terjangkau dan (biasanya) terhormat.Film memberikan keuntungan budaya bagi kelas pekerja yang telah dinikmati oleh kehidupan social mereka yang ukup baik. Pencirian film sebagai ‘bisnis pertunjukan’ dalam bentuk baru bagi pasar yang meluas bukanlah keseluruhan ceritanya.Terdapat tiga elemen penting dalam sejarah film.Pertama, penggunaan film untuk propaganda sangatlah signifikan. Dua elemen lain dalam sejarah film adalah munculnya beberapa sekolah seni film (Huaco,1963) dan munculnya gerakan film documenter. Film semacam ini berbeda dari yang umum karena memiliki daya tarik bagi minoritas atau memiliki elemen realism yang kuat (atau keduanya).Keduanya meiliki hubungan, sebagian tidak disengaja dengan film sebagai propaganda karena keduanya cenderung muncul pada saat adanya krisis social (social crisis). Masih ditemukan adanya elemen propaganda ideologis yang terlihat samar di banyak film hiburan popular, bahkan dalam masyarakat yang cenderung ‘bebas’ dari politik. Hal ini mencerminkan percampuran dari berbagai kekuatan : percobaan yang hati-hati atas control sosial; penerapan nilai konservatif atau populis yang sembrono; beragam cara pemasaran dan iklan menerobos masuk ke ranah hiburan; dan pengejaran bagi daya tarik massa. Walaupun adanya dominasi fungsi hiburan dalam sejarah film, film sering kali menampilkan kecenderungan
14
pembelajaran atau propagandis. Film yang cenderung lebihrentan daripada media lain terhadap gangguan dari luar dan sering kali tunduk pada tekanan untuk seragam karena terlalu banyak modal yang terlibat. Walaupun film seni diuntungkan dengan adanya ‘demasifikasi’ dan pengkhususan dari media film.Pada dua generasi pertama para penonton film, pengalaman menonton film tidak dapat dipisahkan dengan jalan-jalan yang biasanya dilakukan dengan teman dan biasanya di tempat yang lebih besar dari rumah. Sebagai tambahan, bioskop yang gelap menawarkan gabungan antara menonton privasi dengan kenyamanan yang memberikan dimensi lain terhadap pengalaman menonton ini. Sebagaimana dengan televisi di kemudia hari, ‘pergi ke bioskop’ sama pentingnya dengan kegiatan menonton film. Pemisahan antara film dengan bioskop merujuk kepada bagaimana film dapat ditonton, setelah pertunjukan di awal bioskop. Hal ini termasuk penyiaran televise, pemyiaran kabel, rekaman video, dan penjualan atau penyewaaan DVD, televise satelit dan saat ini internet digital jaringan pita lebar, serta penerimaan telepon genggam. Perkembangan-perkembangan ini memiliki potensi dampak tertentu, yaitu membuat film tidak lagi sebagai pengalaman public bersama dan lebih kepada pengalaman pribadi. Mereka mengurangi ‘dampak’ awal dari ekspos terhadap massaatas film tertentu. Mereka mengubah pemilihan kepada khalayak dan memungkinkan adanya pola baru untuk mengulang tontonan dan menyimpannya.
15
Teknologi baru ini juga memungkinkan untuk melayani banyak pasar khusus dan memudahkan untuk menyediakan permintaan atas konten kekerasa, horror, atau pornografi.Teknologi ini juga memperpanjang waktu hidupnya film. Meskipun kebebasan memiliki dampak yang membuat film sebagai ‘media massa’, dilm tidak dapat secara penuh mengklaim hak atas politik dan ekspresi diri secara artistic, dan sebagian besar Negara membatasi system untuk melisensi, menyensor dan menguasai. Oleh karna itu, film adalah sebuah pencipta budaya massa. Bahkan, menurun nya penonton film kemudian dikompensasikan oleh para penonton film domestik yang dijangkau oleh televisi, rekaman digital, kabel dan saluran satelit.12 2.1.5 Karakteristik Film Faktor-faktor yang dapat menunjukan karakteristik film adalah layar lebar, pengambilan gambar, konsentrasi penuh, dan identifikasi psikologis. Berikut adalah penjelasan mengenai karakteritik film: 1. Layar yang Luas/Lebar Layar film yang luas telah memberikan keleluasaan terhadap penontonnya untuk melihat adegan-adegan yang disajikan dalam film.Apa lagi dengan adanya kemajuan teknologi, layar film diboskop-bioskop pada umumnya sudah tiga dimensi, sehingga penonton seolah-olah melihat kejadian nyata dan tidak berjarak.
12
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa, Edisi 6, Salemba Humanika, Jakarta,2011, hal 35-37
16
2. Pengambilan Gambar Pengambilan gambar atau shot dalam film bioskop memungkinkan dari jarak jauh atau extreme long shot, dan panaromic shot, yaitu pengambilan pemandangan menyeluruh. Shot tersebut dipakai untuk memberi kesan artistic dansuasanasesungguhnya, sehingga film menjadilebihmenarik. 3. Konsentrasi Penuh Disaat menonton film dibioskop kita semua terbebas dari gangguan hiruk pikuknya suara diluar karena biasanya ruangan kedap suara.Semua mata hanya tertuju pada layar, sementara pikiran perasaan kita tertuju pada alur cerita. Dalam keadaan demikian emosi kita juga terbawa suasana, kita akan tertawa terbahak-bahak manakala kita melihat adegan lucu, atau sedikit senyum dikulum apabila adegan yang menggelitik. Namun dapat juga kita menjerit ketakutan bila adegan menyeramkan dan bahkan menangis melihat adegan menyedihkan. 4. Identifikasi Psikologis Kita semua dapat merasakan bahwa Susana digedung bioskop telah membuat pikiran dan perasaan kita larut dalam cerita yang disajikan. Karnanghayatan kita yang amat mendalam,, sering kali secara tidak sadar kita menyamakan (mengidentifikasi) pribadi kita dengan salah seorang pemeran dalam film itu, sehingga seolah-olah kita lah yang sedang berperan. Gejala ini
17
menurut ilmu jiwa social disebut sebagai identifikasi psikologis (Effendy, 1981: 192).13 2.1.6 Jenis-Jenis Film Film dapat dikelompokan pada jenis sepeti film cerita, film berita, film documenter dan film kartun. Bagi kita amatlah penting mengetahui jenis-jenis film agar dapat memanfaatkan film tersebut sesuai dengan karakteristiknya, berikut adalah penjelasan sedikit mengenai jenis-jenis film. 1. Film Cerita Film cerita adalah jenis film yang mengandung suatu cerita yang lazim dipertunjukan di gedung-gedung bioskop dengan bintang film tenar dan film ini didistribusikan sebagai barang dagang.Cerita yang diangkat menjadi topic film bisa berupa cerita fiktif atau berdasar kepada kisah nyata yang dimodifikasi, sehingga ada unsur menarik, baik dalam jalan cerita maupun dari segi gambarnya. 2. Film Berita Film berita atau newsreel adalah film mengenai fakta, peristiwa yang benar-benar terjadi.Karena bersifatnya berita, maka film yang disajikan kepada public harus mengandung nilai berita (news value).
13
Op.cit, Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Hal 145-146
18
3. Film Dokumenter Film documenter merupakan film hasil interpretasi pribadi (pembuatnya) mengenai kenyataan tersebut.14 Film dokumenter menurut Sumarno adalah film yang kerap menyajikan realita melalui berbagai cara yang dibuat untuk berbagai macam tujuan. Intinya jenis film ini berpijak pada realitas yang hal-hal senyata mungkin. Karena bentuknyadokumenter, maka film ini diproduksi dengan tujuan utama untuk penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu.15 4. Film Kartun Film kartun dibuat untuk dikonsumsi anak-anak. Sebagian besar film kartun, sepanjang film itu diputar akan membuat kita tertawa karena kelucuan para tokohnya. Sekalipun tujuan utamanya menghibur, film kartun juga bisa mengandung unsur pendidikan. Minimal akan terekam apabila ada tokoh jahat dan tokoh baik, maka pada akkhirnya tokoh baiklah yang akan selalu menang. 16 Dari sekian jenis-jenis film tersebut film Mursala ini termasuk film yang berjenis cerita.
14
Ibid, Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Hal 148 Heru Effendy, Mari Membuat Film Panduan Menjadi Produser edisi kedua, Erlangga, Jakarta, Hal 4 16 Op.cit, Elvinaro Ardianto, Lukiati Komala, Siti Karlinah, Hal 149 15
19
2.1.7 Genre-genre Film Pada dasarnya genre film terbagi menjadi beberapa jenis, tergantung karakter dan isi yang ditampilkan dalam film. Beberapa jenis film yang lain di antaranya : 1. Action istilah ini selalu dikaitkan dengan adegan berkelahi, kebut-kebutan, dan tembak-menembak, film ini secara sederhana disebut sebagai film action yang berisi pertarungan fisik antara tokoh protagonist dan antagonis. 2. Drama Film ini menyuguhkan adegan-adegan yang menonjolkan sisi human interest atau rasa kemanusiaan.Tujuannya adalah menyentuh perasaan simpati dan empati penonton sehingga meresapi kejadian yang menimpa tokohnya. 3. Komedi tema ini selalu menawarkan sesuatu yang membuat penontonnya tersenyum bahkan tertawa. Biasanya adegan dalam film merupakan sindiran dari suatu kejadian atau fenomena yang sedang terjadi.Film komedi berbeda dengan tayangan program komedi atau lawakan.Film komedi tidak harus dilakonkan oleh pelawak, tetapi pemain film biasa.
20
4. Tragedi Tema yang diangkat dalam film ini menitik beratkan pada nasib manusia.Biasanya konflik yang muncul kerap sekali berakhir menyedihkan. Salah satu tokoh akan mengalami sebuah penderitaan yang tragis. Ada kalanya akhir cerita pada film ini, sang tokoh selamat dari kekerasan, perampokan, bencana alam atau tragedy kemanusiaan lainnya. Film-film tragedy biasanya disisipi dengan adegan laga atau aksi yang menegangkan, adegan romantic dan lucu hanya sebagai selingan saja. 5. Horror Film yang menyuguhkan suasana yang menakutkan atau menyeramkan sehingga membuat penontonnya merinding.Artinya tidak harus hantu yang muncul. 6. Science fiction/fiksi ilmiah Cerita yang dimunculkan adalah fiksi belaka, disebut ilmiah karena cerita fiksi tersebut dibuat dengan sedekat mungkin dapat diterima dengan logika ilmiah.Penulis cerita fiksi ilmiah biasanya berusaha menggabungkan realitas yang fiksional dengan logika ilmu pengetahuan.Dengan demikian adeganadegan dan cerita dalam film ini seolah-olah benar-benar dapat terjadi secara nyata.17
17
TeguhTrianton, Film Sebagai Media Belajar, Graha Ilmu, Jakarta, 2011, Hal 30-35
21
Dari sekian genre-genre film tersebut film Mursala ini termasuk film yang bergenre drama.
2.2
Budaya Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat. Secara formal
budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna dan diwariskan dari generasi ke generasi, melalui usaha individu dan kelompok. Budaya menampakan diri, dalam pola-pola bahasa dan bentuk-bentuk kegiatan dan perilaku gaya berkomunikasi; objek materi, seperti rumah, alat dan mesin yang digunakan dalam industri dan pertanian, jenis transportasi dan alat-alat perang. Budaya berkesinambungan dan hadir dimana-mana, budaya juga berkenaan dengan bentuk fisik serta lingkungan social yang mempengaruhi hidup kita. Budaya kita, secara pasti mempengaruhi kita sejak dalam kandungan hingga mati dan bahkan setelah mati, kita di kuburkan dengan cara-cara yang sesuai dengan budaya kita. Budaya dipelajari tidak diwarsikan secara genetis, budaya juga berubah ketika orang-orang berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Artinya budaya dan komunkiasi tidak dapat dipisahkan, oleh karena budaya tidak hanya menentukan siapa bicara siapa, tentang apa, dan bagaimana komunikasi berlangsung, tetapi budaya juga turut menentukan orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan, dan menafsirkan pesan. Sebenarnya, seluruh perbendaharaan
22
perilaku kita sangat bergantung pada budaya kita di besarka. Konsekuensinya, budaya merupakan landasan komunikas. Bila budaya beraneka ragam, maka beragam pula praktik-praktik komunikasi. 18 Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya lain dan penerima pesannya anggota budaya lain. Dalam keadaan demikian, kita segera dihadapkan kepada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi dimana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi baik dalam budaya lain. Seperti telah kita lihat budaya mempengaruhi orang yang berkomunikasi. Akibat perbendaharaan yang dimiliki dua orang berbeda budaya dapat menimbulkan segala macam kesulitan.19 Kata kebudayaan berasal dari kata Budh dalam bahasa sansekerta yang berati akal, kemudian menjadi kata budhi (tunggal) atau budhaya ( majemuk), sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil pemikiran atau akal manusia. Ada pendapat yang mengatakan bahwa kebudayaan berasal dari kata budi dan daya. Budi adalah akal yang merupakan unsure rohani dalam kebudayaan, sedangkan daya berate adalah perbuatan atau ikhtiar sebagai unsure jasmani, sehingga kebudayaan diartikan sebagai hasil dari akal dan ikhtiar manusia.20 Pendapat lain mengatakan, bahwa budaya adalah sebagai suatu perkembangan dari kata majemuk budi daya yang berarti dari budi, karna itu mereka membedakan antara budaya dengan kebudayaan. Budaya adalah daya dari
18
Ibid Ahmad Sihabudin, hal 19-20 Ibid Ahmad Sihabudin, hal 21 20 Supartono Widyosiswoyo. Ilmu Budaya Dasar, Edisi Revisi, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2004 hal 30 19
23
budi yang berupa cipta, karsa dan rasa, dan kebudayaan, adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa tersebut.21 2.2.1 Budaya Suku Batak Suku murba yang paling di Sumatra adalah suku Batak. Suku ini terdiri dari beberapa kekelompok, yaitu ditapanuli selatan terdapat kelompok suku batak angkola dan batak mandailing, ditapanuli utara terdapat suku batak toba, batak pak-pak, batak dairi dan batak karo, dan disebelah timur danau toba terdapat suku batak simalungun. Sistem religi suku btaka lebih dikenal daripada religi suku ngaju karena suku batak adalah satu-satunya suku murba yang memiliki tradisi religious yang tertulis, seperti yang terdapat didalam buku-buku sihirnya (pustaha). Mengenai mite penjadian, mite ini diceritakan secara lisan dari satu keturunan kepada keturunan yang lain. Sudah barang tentu disepanjang sejarah yang berabad-abad itu terdapat perbedaan cerita disana-sini. Tanpa menghiraukan perbedaan cerita tradisi itu, kita akan memperhatikan garis besarnya saja. Kebudayaan batak bukanlah suatu kebudayaan yang tertutup. Ada banyak pengaruh dari kebudayaan hindu atau – Jawa. Tetapi kebudayaan asing yang diambil alih diserap kedalam kebudayaan sendiri secara organis.22
21 22
Djoko Widaghdo. Ilmu Budaya Dasar. Bina Aksara, Jakarta 2003 hal 18 Harun Hadiwijono, Religi Suku Murba di Indonesia, Gunung Mulia, Jakarta, 2006 hal 71
24
Penduduk Tanah batak adalah suku bangsa batak. Suku bangsa ini masih berbagi-bagi kedalam berbagai subsuku. Joustra membagi suku bangsa batak atas enam subsuku. Dia mendasarkan pembagiannya atas pemakaian bahasa batak yang mempunyai perbedaan dialek diantara masing-masing subsuku, sebagai berikut: 1. Batak Karo, di bagian utara Danau Toba. 2. Batak pakpak atau dairi dibagian barat Tapanuli. 3. Batak Timur atau Simalungun di timur Danau Toba. 4. Batak Toba di tanah Batak pusat dan di utara Padang Lawas. 5. Batak Angkola di Angkola, Sipirok, Padang Lawas tengah dan Sibolga bagian selatan.23 2.2.2 Budaya Batak Tapanuli Tengah Tapanuli tengah termasuk di dalam kelompok Batak Toba, Menurut Ramlo Hutabarat Batak Toba adalah suatu kesatuan kultural. Batak Toba tidak mesti tinggal diwilayah geografis Toba, meski asal-muasal adalah Toba. Sebagaimana suku-suku bangsa lain, suku bangsa Batak Tobapun bermigrasi kedaerah-daerah yang lebih menjanjikan penghidupan yang labih baik. Contoh, mayoritas penduduk asli Silindung adalah marga-marga Hutabarat, Panggabean, Simorangkir, Hutagalung, Hutapea dan Lumbantobing. Padahal ke-enam marga tersebut adalah turunan Guru Mangaloksa yang adalah salah- seorang anak Raja Hasibuan diwilayah Toba. Demikian pula marga Nasution yang kebanyakan
23
Bungaran Antonius Simanjuntak, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba Hingga 1945 Yayasan Obor, 2006, Jakarta hal 18
25
tinggal wilayah Padangsidimpuan adalah saudara marga Siahaan di Balige, tentu kedua marga ini adalah turunan leluhur yang sama24. Menurut Radjoki Nainggolan bahwa ada resam masyarakat pesisir dewasa ini khususnya di Barus, Sibolga, Sorkam dan Lumut di kabupaten Tapanuli Tengah dan Kota Sibolga semakin memperlihatkan keunikan yang nyata. Kewujudan nya sebagai masyarakat yang mempunyai amalan dan budaya nya yang tersendiri menunjukkan bahwa masyarakat pesisir telah mempunyai identitas sendiri dan sebutan yang diberikan selama ini kepada mereka sebagai masyarakt melayu pesisir atau batak pesisir oleh masyarakat yang belum tahu dan mengerti tidak dapat diterima masyarakat pesisir begitu saja tetapi etnis batak Toba yang telah menyatu menjadi orang pesisir seperti pepatah orang pasisi : Jangan Takapak-kapak-kapak Jatu Dipasi Jangan Tabatak-batak-Urang batak Ala Manjadi Urang Pasisi Masyarakat yang berdomisili di barus yang berasal dari berbagai kelompok etnik seperti, Angkola/Mandailing, Batak Toba, Aceh, Minangkabau, Simalungun, Nias, dan Pak-pak Dairi, selalu menghormati etnis pesisir. Masyarakat pendatang banyak yang telah menjadi masyarakat pesisir dan mereka semua merasa orang pesisir dan mendukung budaya pesisir
24
Ramlo R. Hutabarat, Tapanuli Dari Suatu Masa Pada Suatu Ketika, Harian Sinar Indonesia Baru (SIB), 2007 hal 14
26
Mereka yang memakai budaya pesisir telah dianggap sebagai orang pesisir karena semuanya beragama islam, berpegang kepada adat Sumando dan garis keturunan nya secara parental . Parental adalah kesukuan yang turun dari kedua orang tua, ayahanda dan ibunda namun marga atau klan atau nama keluarga tetap dari ayah. Parental Nampak pada pembagian harta warisan, yaitu warisan menurut sumando bahwa semua anak yang dilahirkan mendapat warisan sama banyak, tetapi bila lelaki tidak setuju maka jatuh kepada hukum islam (Faraid).25 Masyarakat Tapanuli atau Batak Toba menganut sistem kekerabatan patrilinieal. Orang Batak Toba mempunyai marga (nama keluarga) yang biasanya dicantumkan diakhir namanya. Nama marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilineal) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus. Aspek Kehidupan Tapanuli dikelompokkan dalam 9 (sembilan) nilai budaya kekerabatan, yaitu: 1. Kekerabatan yang mencakup hubungan kasih sayang atas dasar hubungan darah, kerukunan unsur-unsur Dalihan Na Tolu. Dalihan Natolu merupakan ikatan kekerabatan adat istiadat pada masyarakat Tapanuli. Falsafah adat Dalihan Natolu yakni Somba Marhulahula (hormat pada pihak keluarga ibu/istri), Elek Marboru (ramah pada keluarga saudara perempuan) dan Manat Mardongan Tubu (kompak 25
Radjoki Nainggolan, SE. MA, Buku Adat Perkawinan Masyarakat Etnis Pesisir Sibolga Tapanuli Tengah Pantai Barat Sumatera Utara, Majelis Budaya Pesisir dan Pariwisata Sibolga Tapanuli Tengah Pantai Barat Sumatera Utara, 2005, Sibolga hal 21-22
27
dalam hubungan semarga). Dalam kehidupan sehari-hari, falsafah ini dipegang teguh dan hingga kini menjadi landasan kehidupan sosial dan bermasyarakat di lingkungan orang Tapanuli. 2. Religi, mencakup kehidupan keagamaan, baik agama tradisional maupun agama yang datang kemudian yang mengatur hubungannya dengan Maha Pencipta serta hubungannya dengan manusia dan lingkungan hidupnya. 3. Hagabeon, banyak keturunan dan panjang umur. Satu ungkapan tradisional Batak Toba yang terkenal yang disampaikan pada saat upacara pernikahan adalah ungkapan yang mengharapkan agar kelak pengantin baru dikaruniakan putra 17 dan putri 16. Sumber daya manusia bagi orang Batak sangat penting. Kekuatan yang tangguh hanya dapat dibangun dalam jumlah manusia yang banyak. Mengenai umur panjang dalam konsep hagabeon disebut Saur Matua Bulung (seperti daun, yang gugur setelah tua). Dapat dibayangkan betapa besar pertambahan jumlah tenaga manusia yang diharapkan oleh orang Batak, karena selain setiap keluarga diharapkan melahirkan putra-putri sebanyak 33 orang, juga semuanya diharapkan berusia lanjut. 4. Hasangapon, kemuliaan, kewibawaan, kharisma, suatu nilai utama yang member dorongan kuat untuk meraih kejayaan. 5. Hamoraon, kaya raya salah satu nilai budaya yang mendasari dan mendorong orang Batak Toba atau Tapanuli untuk mencari harta benda yang banyak.
28
6. Hamajuon, kemajuan yang diraih melalui merantau dan menuntut ilmu. Nilai budaya hamajuon ini sangat kuat mendorong orang Batak Toba bermigrasi ke seluruh pelosok tanah air. 7. Hukum, nilai hukum (patik dohot dan uhum), budaya menegakkan kebenaran, merupakan budaya yang harus dipegang oleh Batak Toba. 8. Pengayoman, dalam kehidupan sosio-kultural orang Batak Toba kurang kuat dibandingkan dengan nilai-nilai yang disebutkan terdahulu. Hal ini mungkin disebabkan kemandirian yang berkadar tinggi. Kehadiran pengayoman, pelindung, pemberi kesejahteraan, hanya diperlukan dalam keadaan yang sangat mendesak. 9. Konflik, sumber konflik pada orang Batak Toba atau Tapanuli menyangkut perjuangan meraih hasil nilai budaya lainnya. Antara lain hamoraon yang mau tidak mau merupakan sumber konflik yang abadi bagi orang Batak Toba26. Upacara Adat Pada Suku Tapanuli Jenis upacara adat Tapanuli dimulai dari masa dalam kandungan, kelahiran, penyapihan, penyakit, malapetaka, hingga kematian. Peralihan dari setiap tingkat hidup ditandai dengan pelaksanaan suatu upacara adat khusus. Upacara adat dilakukan agar terhindar dari bahaya/ celaka yang akan menimpa, memperoleh berkat, kesehatan dan keselamatan. Inilah salah satu prinsip yang terdapat di balik pelaksanaan setiap upacara adat suku Tapanuli.
26
Ibid, Radjoki Nainggolan, SE. MA hal 30-34
29
Beberapa upacara adat antaranya: mangganje (kehamilan), mangharoan (kelahiran), martutu aek dan yang dijumpai pada masyarakat Tapanuli di mampe goar (permandian dan pemberian nama), manulangi (menyulangi), hamatean (kematian), dan mangongkal holi (menggali tulang belulang). a. Upacara Kehamilan (Mangganje) Sebelum si Ibu melahirkan, orangtua dari si Ibu sebaiknya memberikan makanan adat batak berupa ikan batak jenis ikan Mahseer dari genus Tor (Dekke Jurung-jurung) dan ulos tondi dengan tujuan agar si Ibu sehat-sehat pada waktu melahirkan dan anak yang akan dilahirkan menjadi anak yang berguna bagi nusa dan bangsa serta pada sanak saudara. Jika waktu untuk melahirkan sudah tiba sanak saudara memanggil “Si Baso” (dukun). Dukun beranak akan memberikan obat agar si Ibu tidak susah untuk melahirkan yang disebut salusu. Salusu adalah satu butir telur ayam kampung yang terlebih dahulu didoakan, selesai didoakan dihembus, kemudian dipecah lalu diberikan kepada si ibu untuk ditelan. b. Upacara Kelahiran (Mangharoan) Setelah si Ibu melahirkan si baso mematok tali pusat bayi dengan sisik bambu yang tajam dengan beralaskan buah ubi rambat dengan ukuran 3 jari bayi. Kemudian penanaman ari-ari bayi menurut orang Batak Toba biasa ditanam di tanah yang becek (sawah). Ari-ari dimasukkan dalam tandok kecil yang dianyam dari pandan bersama dengan 1 biji kemiri, 1 buah jeruk purut dan 7 lembar daun sirih. Setelah bayi lahir si dukun memecahkan kemiri dan mengunyahnya kemudian memberikannya kepada bayi dengan tujuan untuk membersihkan
30
kotoran yang dibawa bayi dari kandungan sekaligus membersihkan perjalanan pencernaan makanan yang pertama yang disebut tilan (kotoran pertama). Si dukun memberikan kalung yang berwarna merah, putih, hitam bersama soit dan hurungan tondi. Soit adalah sebuah anyaman kalung yang terdapat dari buah sebuah kayu. Hurungan Tondi adalah buah kayu yang bernama kayu Hurungan Tondi, buah kayu yang bertuliskan tulisan batak. Kalung ini mempunyai kegunaan agar jauh dari seluruh mara bahaya, tekanan angin, petir dan seluruh setan jahat. c. Upacara Permandian dan Pemberian Nama (Martutu aek) Upacara yang dilakukan di rumah yang mendapat kelahiran seorang anak, atau pemberian nama kepada anak. Upacara ini dilakukan pada hari ketujuh setelah bayi lahir, dalam acara inilah sekaligus pembuatan nama yang disebut dengan pesta martutu aek yang dipimpin oleh pimpinan agama yaitu ulu punguan. Sebelum dibawa bepergian
bayi tersebut
harus terlebih
dahulu
diperkenalkan dengan bumi terutama air untuk membersihkan dan ini dilaksanakan dengan membawa anak tersebut ke umbul mata air disertai dengan bara api tempat membakar dupa. Setelah bayi dimandikan biasanya dipupus. Pupus adalah mengunyah 1 lembar daun sirih, 1 buah kemiri, 1 biji ladak putih,1 iris jarango. Selesai dikunyah ditempelkan ke ubun-ubun bayi dan sebahagian diolesi keseluruh tubuh bayi dengan tujuan untuk memelihara tubuh bayi agar kuat dan
31
tetap sehat, untuk menjauhkan bayi dari penyakit-penyakit demam, angin-angin dan sekaligus mengobatinya, untuk menjaga agar tidak mudah terserang penyakit. Pada upacara itu anak juga mendapat ulos parompa. Ulos ini diberikan oleh “tulang” (paman) si bayi, khusus untuk menggendong bayi itu. d. Upacara Menyulangi/Memberi Makan (Manulangi) Sebelum orang mati, upacara adat yang dilakukan oleh keturunannya dinamai “manulangi” (memberi makan, menyulangi). Upacara ini bertujuan untuk mempersiapkan seorang yang sudah tua dan diperkirakan tidak lama lagi akan meninggal, sehingga jika orang tersebut sudah meninggal rohnya dapat memasuki persekutuan dengan roh-roh leluhurnya dengan selamat. Upacara ini dilakukan kepada seseorang yang akan meninggal dalam dalam kondisi minimal sarimatua (telah memiliki cucu laki-laki dan perempuan). e. Upacara Kematian (Hamatean) Upacara kematian dibagi dalam dua tahap. Pertama adalah pengurasan jenazah menjelang pemakaman, kedua adalah pasahat tondi. Pemberangkatan jenazah dipimpin oleh Ihutan atau Ulupunguan dengan upacara doa “Borhat ma ho tu habangsa panjadianmu”, artinya berangkatlah engkau ke tempat kejadianmu. Satu minggu setelah pemakaman, keluarga yang ditinggal mengadakan pangurason di rumah. Satu bulan setelah pemakaman, dilanjutkan dengan Upacara Pasahat Tondi yaitu upacara mengantar roh dalam hati harfiah.
32
f. Upacara Menggali Tulang-Belulang (Mangokal Holi) Dalam adat Tapanuli, status kehormatan yang dimiliki oleh suatu roh tidaklah bersifat statis. Status dan kehormatan dapat ditingkatkan lagi lebih ke atas. Peningkatan kemuliaan akan didapatkan oleh roh itu apabila dia memiliki status “sumangot”. Status sumangot akan dimilikinya apabila para keturunannya telah membuatkan sebuah makan permanen yang dipahat dari batu atau dibuat dari semen yang kemudian dihiasi dengan keramik dengan segala kemegahannya. Di tempat yang baru itu kemudian dimasukkan tulang belulang. Tulangbelulang itu digali dari kuburan di dalam tanah melalui upacara yang dinamakan “mangongkal holi ” (menggali tulang belulang). Acara ini ditandai dengan pelaksanaan pesta yang besar. Penaikkan tulang-belulang dari dalam tanah kepada tempat yang tersedia dimakam batu itu merupakan lambang pemberian penghormatan yang lebih tinggi kepada roh orang tua. Kemegahan sebuah kuburan merupakan lambang kemuliaan yang diterima oleh roh orang tua di dunia orang mati. Bagi keturunannya, kemegahan makam itu merupakna simbol gengsi sosial di tengah-tengah masyarakat Batak Toba lainnya. Kuburan itu juga merupakan tanda ikatan persekutuan antara roh orangtua dengan keturunannya. Di dalam pelaksanaan upacara adat Tapanuli ada alat penyembahan yang selalu harus dipakai untuk menyempurnakan upacara tersebut yaitu Ulos.27
27
Ibid, Radjoki Nainggolan, SE. MA, hal 36-39
33
2.3 Representasi Representasi
merupakan
kegiatan
dari
tanda.
Marcel
Danesi
mendefinisikan sebagai berikut yaitu proses merekam ide, pengetahuan, atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut representasi. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru suatu yang dirasa, dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik. Dari kutipan buku Indiwan Seto Wahyu Wibowo menurut Stuart Hall ada dua proses representasi. Pertama, reprentasi mental yaitu tentang sesuatu yang ada dikepala kita masing-masing (peta konseptual), representasi mental masih merupakan suatu yang abstrak. Kedua,
bahasa yang berperan penting dalam
proses konstruksi makna.28 Representasi itu sendiri merujuk bagaimana seseorang, satu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan, penggambaran yang tampil bisa jadi adalah penggambaran yang buruk dan cenderung memarjinalkan seseorang atau kelompok tertentu29. Media dalam suatu teks banyak menebarkan bentuk-bentuk representasi pada isinya. Representasi dalam media menunjuk bagaimana seseorang atau suatu kelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam pemberitaan. John Fiske merumuskan tiga proses yang terjadi dalam proses representasi yaitu:
28
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Semiotika Komunikasi, Mitra Wacana Media, Jakarta, 2013 hal 148 29 Eriyanto, Analisis Wacana Pengantar Teks Media, LKIS Pelangi Aksara, Yogyakarta, 2001 hal 114
34
Pertama, realitas, dalam proses ini peristiwa atau ide dikonstruksi sebagai realitas oleh media dalam bentuk bahasa gambar ini umumnya berhubungan dengan aspek seperti pakaian, lingkungan, ucapan ekspresi dan lain-laiin. Disini realitas selalu ditandai dengan hal lain. Kedua, representasi, proses realitas digambarkan dalam perangkat perangkat teknis seperti bahasa tulis, gambar, grafik, animasi, dan lain-lain. Ketiga, tahap ideologis, dalam proses ini peristiwa-peristiwa dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam konvensi-konvensi yang diterima secara ideologis. Bagaimana kode-kode representasi dihubungkan dan diorganisasikan ke dalam koheresi sosisal atau kepercyaan dominan yang ada dalam masyarakat. Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi merupakan hasil dari suatu proses penyelesaian yang menggaris bawahi hal-hal tertentu dan hal lain diabaikan. Mana yang sesuai dengan kepentingan dan pencapaian tujuantujuan komnikasi ideologisnya itu yang digunakan sementara tanda-tanda lain diabaikan. Jadi representasi bukanlah suatu kegiatan atau proses statis tapi merupakan proses dinamis yang terus berkembang seiring dengan kemampuan intelektual dan kebutuhan para pengguna tanda yaitu manusia sendiri yang juga terus bergerak dan berubah. Representasi merupakan suatu bentuk usaha konstruksi. Karena
35
pandangan-pandangan baru yang menghasilkan pemaknaan baru juga merupakan hasil pertumbuhan konstruksi pemikiran manusia.30
2.4 Semiotika Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tanda dalam kehidupan manusia, artinya semua yang hadir dalam kehidupan kita dilihat sebagai tanda, yakni sesuatu yang harus kita beri makna.31 Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani semeion yang berarti tanda. Tanda itu sendiri di definisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. 32 Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Semiotika atau dalam istilah Barthes, semiologi, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan ( humanity ) memaknai hal-hal ( things ). Memaknai ( to sinify ) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomsumsikan ( to sinify ) dalam hal ini tidak dapat dicampur adukan dengan mengkomunikasikan (to communicate) memaknai berarti bahwa objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda (barthes,1988:179:Kurniawan,2001:53) Dalam istilah semiotika sebagai suatu hubungan antara lima istilah yaitu :33
30
Op.cit, Indiwan Seto Wahyu Wibowo, hal 148-150 Benny H.Hoed. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya edisi kedua. Komunitas bambu. Cetakan Pertama hal 3 32 Wibowo, Indiwan Setyo Wahyu, Semiotika Komunikasi, Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi, Edisi Kedua, Jakarta, 2013, Hal 7 33 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.2006 hal 15 31
36
S ( s,i,e,r,c )
S adalah untuk semiotic relation (hubungan semiotika); s untuk sign (tanda); i untuk interpreter (penafsir); e untuk effect atau pengaruh (misalnya, suatu disposisi dalam i akan bereaksi dengan cara tertentu terhadap r pada kondisi tertentu c karena s); r untuk reference (rujukan); dan c untuk context (konteks) atau condisitions (kondisi). 2.4.1. Semiotika Charles Sander Peirce Sementara, Istilah semiotika atau semiotik, yang dimunculkan pada akhir abad ke-19 oleh filsuf aliran pragmatik Amerika, Charles Sanders Peirce, merujuk kepada "doktrin formal tentang tanda tanda". Yang menjadi dasar dari semiotika adalah konsep tentang tanda: tak hanya bahasa dan sistem komunikasi yang tersusun oleh tanda-tanda, melainkan dunia itu sendiri pun sejauh terkait dengan pikiran manusia seluruhnya terdiri atas tanda-tanda karena, jika tidak begitu, manusia tidak akan bisa menjalin hubungannya dengan realitas. Bahasa itu sendiri merupakan sistem tanda yang paling fundamental bagi manusia, sedangkan tandatanda non verbal seperti gerak-gerik, bentuk-bentuk pakaian, serta beraneka praktik sosial konvensional lainnya, dapat di pandang sebagai sejenis bahasa yang tersusun dari tanda-tanda bermakna yang di komunikasikan berdasarkan relasirelasi. 34
34
Ibid. Alex Sobur, Semiotika Komunikasi hal 13
37
Bagi Peirce (Pateda, 2001:44), tanda "is something which stands to somebody for something in some respect or capacity." Sesuatu yang digunakan agar tanda bisa berfungsi, oleh peirce disebut ground.Konsekuensinya, tanda (sign atau Representamen) selalu terdapat dalah hubungan triadik, yakni ground, object, dan interpretant. Atas dasar hubungan ini, Peirce mengadakan klasifikasi tanda. Tanda yang dikaitkan dengan ground dibaginya menjadi qualisign,sinsign, legisgn. - Qualisgn adalah kualitas yang ada pad tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, lemah lembut, merdu. - Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda; misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh. - Legisign adalah norma yang dikandung oleh tanda, misalnya rambu-rambu lalulintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia. Sedangkan object adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang di rujuk oleh petanda. Interpretant adalah konsep pemikiran dari orang yang menggunakan tanda dan menurunkan ke suatu makna yang ada didalam benak seseorang tentang objek yang di rujuk sebuah tanda. Berdasarkan objeknya, Peirce membagi tanda atas icon (ikon), index (indeks), dan symbol (simbol). Ikon adalah tanda yang hubungan antara penanda dan petandanya bersifat bersamaan bentuk alamiah. Atau dengan kata lain, ikon
38
adalah hubungan antara tanda dan objek atau acuan yang bersifat kemiripan; misalnya, potret dan peta. Indeks adalah tanda yang menunjukan adanya hubungan alamiah antara tanda dan petanda yang bersifat kausal atau hubungan sebab akibat, atau tanda yang langsung mengacu pada kenyataan. Simbol adalah tanda yang menunjukan hubungan alamiah antara penanda dengan petandanya. Berdasarkan interpretasi, tanda (sign, representamen) dibagi atas rheme, dicent sign atau decisign dan argument. Rheme adalah tanda yang memungkinkan orang menafsirkan berdasarkan pilihan. Decisigns adalah tanda yang berdasarkan dengan kenyataan atau kebenaran. Argument adalah tanda yang berdasarkan dengan pernyataan-pernyaatan orang yang bersifat umum.35
35
Ibid. Alex Sobur, Semiotika Komunikasi hal 41-42
39
Gambar 2.1 Triangle of Meaning Sign
Object
Interpretant
Menurut Charles Sanders Peirce, tanda "is something which sends to somebody for something respect or capacity". Artinya tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas. 36
36
Ibid. Alex Sobur, Semiotika Komunikasi hal 4