BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan merupakan bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh secara kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan adalah bertambah sempurnanya fungsi alat tubuh yang dicapai melalui tumbuh kematangan (Whalley dan Wong, 2000 dalam Hidayat, 2005). Pertumbuhan dan perkembangan anak mengalami percepatan dan perlambatan. Pertumbuhan pada anak yaitu berubagnya jumlah ukura dan ukuran di dalam sel, organ maupun individu. Pertumbuhan pada anak yang digunakan untuk ukuran atau indikator status gizi adalah berat badan. Berikut ini diuraikan pengertian berat badan, dan faktor yang mempengaruhi kenaikan berat badan (Hidayat, 2005). a. Pengertian Berat Badan Berat badan merupakan parameter ukuran antropometri yang sangat penting pada masa bayi dan balita. Pada masa bayi dan balita berat
badan dipergunakan untuk melihat laju pertumbuhan fisik
ataupun status gizi . Berat
badan merupakan parameter pilihan utama karena
berbagai pertimbangan antara lain: mudah terlihat perubahan dalam waktu singkat karena perubahan konsumsi makanan dan kesehatan memberikan gambaran status gizi sekarang dan apabila dilakukan secara
periodik
memberikan
gambaran
yang baik
tentang
pertumbuhan, merupakan ukuran antropometri yang sudah dipakai secara luas di Indonesia sehingga tidak merupakan hal baru yang memerlukan penjelasan ( Supariasa, 2002). 6
7
b. Kenaikan Berat Badan Kenaikan berat badan adalah bertambahnya jumlah sel di seluruh bagian tubuh secara kuantitatif dapat diukur (Hidayat, 2005). Contohnya, anak balita tumbuh dari kecil menjadi besar yaitu dengan perubahan berat badan dari
ringan menjadi lebih berat atau
perubahan tinggi badan dari pendek menjadi
lebih
tinggi. Jadi
kenaikan berat badan merupakan perubahan ukuran fisik dengan meningkatnya berat tubuh dari ukuran semula. Peningkatan berat gambaran tubuh
badan
balita bukan
perubahan berat badan, tinggi
lainnya, tetapi
juga
hanya
badan
memberikan
sekedar
atau ukuran
gambaran
tentang
keseimbangan antara asupan dan kebutuhan zat-zat gizi seorang balita yang sedang dalam proses pertumbuhan (Depkes, 2002). Anak dengan keadaan gizi baik dan sehat atau bebas dari penyakit, pertumbuhannya akan normal. Sebaliknya,
dalam keadaan
gizi tidak seimbang maka pertumbuhan balita
akan terganggu,
sehingga balita
menjadi kurus atau
pendek. Apabila balita sejak
lahir diukur berat badannya secara teratur, maka akan terdapat suatu gambaran atau pola pertumbuhan balita tersebut. Peningkatan berat badan seorang balita dianggap berhenti dewasa, karena sudah sangat lambat,
setelah
mencapai
umur
sehingga dapat diabaikan.
(Sediaoetama, 2004). Gangguan kenaikan berat badan dapat terjadi dalam waktu singkat dan dapat terjadi dalam waktu yang cukup lama. Gangguan dalam waktu singkat sering terjadi pada perubahan berat badan sebagai akibat menurunnya nafsu makan, sakit diare, infeksi saluran pernafasan, dan karena kurang cukupnya makanan yang dikonsumsi. Sedangkan gangguan yang berlangsung dalam waktu lama dapat terlihat pada hambatan penambahan tinggi badan (Depkes, 2002). Indikator
perkembangan
status gizi dapat dilihat dari
peningkatan berat badan, dimana indikator yang baik terjadi apabila tanda dapat memberikan indikasi yang sensitif atas perubahan suatu
8
keadaan. Peningkatan berat badan merupakan salah satu produk dari keadaan keseimbangan antara Peningkatan berat badan
asupan dan kebutuhan zat gizi.
merupakan
berkesinambungan, sehingga
suatu
kenaikan berat
indikator yang baik dari perkembangan
proses yang
badan status
merupakan gizi
anak
(Depkes, 2002). c. Faktor yang yang mempengaruhi kenaikan berat badan Banyak faktor yang dapat mempengaruhi pola peningkatan berat badan
anak balita. Pada
umumnya anak balita
memiliki
pola peningkatan berat badan yang normal yang merupakan hasil interaksi
banyak
faktor
yang
mempengaruhi
peningkatan
pertumbuhan. Menurut IDAI (2002) faktor - faktor tersebut dapat digolongkan menjadi 2 : 1. Faktor internal a) Keluarga Ada kecenderungan keluarga yang tinggi-tinggi dan ada keluarga yang gemuk-gemuk. b) Umur Kecepatan pertumbuhan yang pesat adalah masa prenatal, tahun pertama kehidupan dan masa remaja. c) Jenis Kelamin Wanita lebih cepat dewasa dibanding laki-laki. Wanita pada masa pubertas
umumnya
tumbuh
lebih cepat
daripada laki-laki, kemudian setelah melewati masa pubertas laki-laki akan lebih cepat. d) Kelainan genetik Sebagai contoh
Sindroma Marfan menyebabkan
pertumbuhan tinggi badan yang berlebihan e) Kelainan kromosom Kelainan
kromosom umumnya
disertai
dengan
kegagalan pertumbuhan, seperti Sindroma Down dan Sindroma Turner.
9
2. Faktor eksternal a) Gizi (pemberian makanan tambahan), untuk tumbuh kembang balita diperlukan zat makanan yang adekuat. b) Penyakit kronis/ kelainan kongenital yaitu tuberkolosis, anemia,
kelainan
jantung
bawaan
mengakibatkan
retardasi pertumbuhan jasmani c) Psikologis. Seorang anak yang tidak dikehendaki oleh orangtuanya atau anak yang
selalu
merasa tertekan akan mengalami
hambatan di dalam pertumbuhan dan perkembangannya. d) Sosio-ekonomi Kemiskinan berkaitan dengan kekurangan makanan, kesehatan lingkungan yang jelek dan
ketidaktahuan akan
menghambat pertumbuhan anak. Departemen Kesehatan RI (2008) menyatakan bahwa masalah gizi buruk dan gizi kurang mempunyai dimensi yang sangat luas, baik konsekuensinya terhadap penurunan kualitas sumberdaya manusia maupun
penyebabnya.
Gizi
buruk
akan
menurunkan
tingkat
kecerdasan anak, terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan anak serta menurunkan produktivitas.
Gizi
buruk secara langsung
disebabkan oleh kurangnya asupan makanan dan penyakit infeksi dan secara tidak langsung disebabkan oleh ketersediaan pangan, sanitasi, pelayanan kesehatan, pola asuh, kamampuan daya beli keluarga, pendidikan dan pengetahuan.
2.2. Kekurangan Energi Protein ( KEP ) a. Pengertian Kurang Energi Protein Kurang Energi Protein ( KEP ) adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau gangguan kesehatan dan penyakit tertentu. Anak disebut KEP apabila berat badannya kurang dari 80% indek berat badan menurut umur (BB/U) baku WHO NCHS ( Supariasa, 2002).
10
b.
Klasifikasi Kurang Energi Protein ( KEP) Dalam menentukan balita Kurang Energi Protein (KEP), di puskesmas
dilakukan
dengan
menimbang
berat
badan
anak
dibandingkan umur dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat dan tabel BB/U Baku MedianWHO – NCHS. 1. KEP ringan jika hasil penimbangan berat badan pada KMS terletak di warna kuning 2. KEP sedang bila hasil penimbangan berat badan pada KMS terdapat di bawah Garis Merah (BGM) 3. KEP berat/ gizi buruk bila hasil penimbangan BB/U <60% baku medianWHO-NCHS. KEP sedang dan KEP berat /gizi buruk pada KMS tidak ada garis pemisah yang membedakan, sehingga untuk menentukan KEP berat/ gizi buruk menggunakan tabel BB/U baku median WHO-NCHS. c.
Gejala Klinis Balita KEP Menurut Pudjiadi (2005) gejala klinik KEP berbeda beda tergantung dari derajat dan lamanya deplesi protein dan energi, umur penderita, modifikasi disebabkan karena kekurangan vitamin dan mineral yang menyertainya. Pada KEP ringan gejala yang ditemukan hanya berat badan kurang dan pertumbuhan kurang dibandingkan dengan anak sehat. Keadaan KEP berat gejalanya berlainan tergantung dari dietnya, fluktuasi musim, keadaan, sanitasi, kepadatan penduduk dan sebagainya. Anak yang mengidap gejala klinis KEP ringan dan KEP sedang pada pemeriksaan hanya nampak kurus. Namun gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat dibedakan menjadi 3 yaitu marasmus, kwashiorkor, dan marasmic-kwashiorkor (Depkes, 2009). 1. Tanda-tanda klinis Marasmus a) Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit. b) Wajah seperti orangtua c) Cengeng, rewel
11
d) Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit, bahkan sampai tidak ada. e) Perut cekung. f) Iga gambang. g) Sering disertai penyakit infeksi,diare kronik atau konstipasi/ susah buang air. h) Tekanan darah, detak jantung, dan pernafasan berkurang. 2. Tanda-tanda klinis Kwashiorkor a) Oedema umumnya di seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki(dorsum pedis). b) Wajah membulat dan sembab. c) Otot-otot mengecil, lebih nyata apabila diperiksa pada posisi berdiri dan duduk. d) Perubahan status mental : cengeng, rewel, kadang apatis. e) Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia). f) Pembesaran hati. g) Sering disertai infeksi, anemia dan diare. h) Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut. i) Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis). j) Pandangan mata nampak sayu. 3. Tanda-tanda klinis Marasmik-Kwashiorkor Tanda klinis Marasmik-Kwashiorkor adalah gabungan dari tanda-tanda yang ada pada Marasmus dan Kwashiorkor dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai oedema yang tidak mencolok (Depkes, 2009). 4. Etiologi Kurang Energi Protein Faktor yang menyebabkan kurang energi protein adalah ketidaksesuaian antara zat gizi yang masuk dengan zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh. Ada 2 penyebab kekurangan gizi yaitu
12
penyebab langsung dan penyebab tidak langsung. Penyebab langsung karena kekurangan asupan makanan dan penyakit infeksi. Sedangkan penyebab tidak langsung antara lain karena persediaan pangan yang tidak cukup dalam rumah tangga, pelayanan kesehatan yang tidak memadai dan lingkungan yang tidak sehat, pola asuh anak yang kurang memadai yang dipengaruhi oleh budaya yang salah. Penyebab dasar yang berkaitan dengan masyarakat adalah tingkat pendidikan, ekonomi, situasi politik dan situasi pelaksanaan hak-hak : sumberdaya masyarakat, kedudukan wanita (Irianto, 2000). 5. Hubungan asupan gizi dengan kenaikan berat badan Penyakit KEP merupakan penyakit lingkungan,oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya KEP yaitu faktor diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan dan lain-lain (Hidayat, 2005). Menurut Hidayat (2005) nutrisi adalah salah satu komponen yang penting dalam menunjang kelangsungan proses pertumbuhan dan perkembangan yang menjadi kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang selama masa pertumbuhan terdapat zat gizi yang diperlukan seperti protein, karbohidrat, lemak, mieral, vitamin
dan air. Kebutuhan ini sangat diperlukan pada masa
pertumbuhan, apabila kebutuhan tersebut kurang atau tidak terpenuhi dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan. Terjadinya patogenesis penyakit defisiensi gizi ada 4 kemungkinan yaitu makanan yang dikonsumsi kurang baik dari segi kualitas maupun kuantitas, kepekaan tubuh terhadap kebutuhan gizi meningkat, misalnya kebutuhan yang meningkat karena sakit, pergeseran lingkungan
yang memungkinkan
kekurangan pangan, misalnya karena gagal panen, dan perubahan lingkungan yang meningkatkan kerentanan tubuh misalnya kepadatan penduduk di daerah kumuh (Ali, 2009).
13
Bila salah satu kemungkinan terjadinya patogenesis penyakit defisiensi gizi tersebut diatas, maka yang terjadi pada tahap pertama adalah simpanan berkurang yaitu zat-zat gizi dalam tubuh terutama simpanan dalam bentuk lemak termasuk unsurunsur biokatalisnya akan menggantikan kebutuhan energi dari karbohidrat yang kurang, bila terus terjadi maka simpanan habis yaitu titik kritis, tubuh akan menyesuaikan dua kemungkinan yaitu menunggu asupan gizi yang memadai atau menggunakan protein tubuh untuk keperluan energi. Bila menggunakan protein tubuh maka perubahan faal dan metabolik akan terjadi. Pada tahap awal akan terlihat seseorang tidak sakit dan tidak sehat sebagai batas klinis terjadinya penyakit defisiensi gizi, bukan saja terjadi pada zat gizi penghasil energi tetapi juga vitamin, mineral, air dan serat (Ali, 2009). Prinsip terjadinya patogenesis penyakit defisiensi gizi, seperti terlihat pada gambar monitoring gizi di bawah ini
Gambar 2.1. Prinsip Monitoring Gizi Sumber : Patogenesis Penyakit Defisiensi Gizi (Ali, 2009)
Zat gizi dipergunakan oleh sel tubuh untuk
berbagai
aktivitas, bila zat gizi kurang maka sel tubuh akan mengambil cadangan
zat
gizi (depot), bila zat
gizi yang dikonsumsi
berlebihan maka akan disimpan dalam tubuh. Apabila depot
14
simpanan habis dan konsumsi zat gizi kurang, maka akan terjadi proses
biokimia
struktur
untuk
tubuh.
mengubah unsur unsur
Ini
artinya
telah
pembangun
terjadi
gangguan
biokimia tubuh misalnya kadar Hb dan serum yang turun. Bila tidak segera
diatasi
dengan
konsumsi gizi
yang adekuat,
maka secara anatomi sel-sel, jaringan dan organ tubuh akan terlihat mengalami kerusakan,misalnya pada penyakit defisiensi gizi kwashiorkor dan marasmus. Gangguan anatomi dengan kerusakan jaringan yang parah dapat berakhir dengan kematian.
2.3. Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan (PMT-P) Program untuk
intervensi bagi balita yang menderita gizi
kurang adalah pemberian makanan tambahan dengan tujuan untuk meningkatkan status gizi anak serta untuk mencukupi kebutuhan zat gizi anak agar tercapai status gizi dan kondisi gizi yang baik sesuai dengan
umur
anak.
Sedangkan
pengertian
makanan
untuk
pemulihan gizi adalah makanan padat energi yang diperkaya dengan vitamin dan mineral, yang diberikan kepada balita gizi kurang dan gizi buruk selama masa pemulihan (Depkes, 2011). Menurut Persagi (2009),
pemberian makanan tambahan di
samping makanan yang dimakan sehari-hari mempunyai tujuan untuk memulihkan keadaan tambahan
gizi
pemulihan dapat
dan berupa
kesehatan.
Pemberian
makanan
PMT
pemulihan lokal
yaitu
bahan makanan lokal yang diolah dirumah tangga atau disebut juga PMT Pemulihan Dapur Ibu dan PMT Pemulihan pabrikan yaitu PMT pemulihan
hasil olahan pabrik, seperti susu dan biskuit. Program
Pemberian
Makanan
kepada
anak balita
Tambahan
Pemulihan
(PMT-P) diberikan
gizi kurang dan buruk dengan
jumlah
hari
tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan status gizi anak. Menurut Gibson ( 2005) makanan tambahan yang diberikan pada anak khususnya di negara yang sedang
berkembang sebaiknya
harus difortifikasi dengan micronutrient terutama zat besi, kalium dan
15
zinc. Pemberian makanan tambahan pemulihan merupakan salah satu cara
penanggulangan balita
gizi
buruk yang
selama ini
telah
dilakukan pemerintah selama 3 sampai 4 bulan atau 90 hari sampai 120 hari. Pemberian makanan tambahan pemulihan (PMT-P) sebaiknya menggunakan bahan makanan dari
bahan-bahan yang ada atau dapat
dihasilkan dari wilayah setempat dan diutamakan dari sumber kalori dan
protein
seperti padi-padian, umbi-umbian, kacang-kacangan,
ikan, telur, sayuran hijau, atau kelapa dan hasil olahannya mengesampingkan sumber zat gizi
tanpa
lain. Di Indonesia, karbohidrat
merupakan komponen utama makanan baik berasal
dari serealia,
umbi-umbian ataupun buah (Sunawang, 2000). Formula 100 merupakan minuman tinggi kalori yang terbuat dari susu fullcream, gula, minyak, dan mineral mix. Rumah Sakit maupun
Puskesmas
sering
menggunakan
formula ini
untuk
pemulihan gizi balita gizi buruk pada tahap lanjut maupun anak lain yang memerlukan asupan makanan dengan kalori dan protein tinggi. Formula 100 sebanyak 100 ml mengandung kalori sebesar 100
kkal
dan protein 2,9 gram (Depkes RI, 2011). Penelitian
yang
telah
dilakukan
dengan
memberikan
tambahan makanan untuk meningkatkan pertumbuhan anak balita, yaitu penelitian di Thailand pada tahun 1988 pada anak umur 36 bulan
dengan
menggunakan biskuit
tinggi energi, vitamin
dan
mineral dengan kandungan kalori 300 kkal dan 6 gram protein per hari mampu meningkatkan berat badan 100 gram dan tinggi badan 0,1 cm Jawa
per Barat
bulan dibanding
kontrol.
pada tahun 1991 untuk
Kemudian anak
penelitian
di
umur 6-20 bulan
dengan menggunakan snack tinggi kalori dengan kecukupan kalori 400 kkal dan 5 gram protein perhari mampu meningkatkan WAZ 0,3 SD selama 90 hari. Demikian pula Jamaica, pada
pada tahun
yang sama di
anak umur 24 bulan dengan menggunakan susu
formula dengan kandungan kalori 750 kkal dan 20 gram protein
16
mampu meningkatkan berat badan 380 gram dan tinggi badan 1,0 cm setiap bulan lebih banyak dibanding kontrol. Penelitian di Malang tahun 2005 pada anak balita KEP dengan memberikan formula WHO / Modifikasi mampu meningkatkan status gizi 22,58% menjadi status gizi baik, 58,06% menjadi gizi kurang dan 19,35% tetap gizi buruk selama 90 hari ( Setyobudi, 2005). Penelitian di
Semarang tahun 2012 dengan menggunakan
Formula 100 dan biskuit sun 6 keping sajian pada balita gizi buruk memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan status gizi berdasarkan BB/TB dan kontribusi
energi
BB/U
sebanyak
dengan
54,60%
dan
memberikan protein
rerata 79,17%
(Fitriyanti, 2012).
2.4. Berat Bayi Lahir Rendah WHO telah mengganti istilah premature baby dengan low birth weight baby (bayi dengan berat lahir rendah atau BBLR). Hal ini karena tidak semua bayi yang mempunyai berat badan kurang dari 2.500 gram pada waktu lahir merupakan bayi prematur. Keadaan ini dapat disebabkan oleh masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat yang sesuai (masa kehamilan dihitung mulai hari pertama haid terakhir dari haid yang teratur). Bayi small for gestational age (SGA): bayi yang beratnya kurang dari berat semestinya menurut masa kehamilannya (kecil untuk masa kehamilan = KMK ) atau kedua-duanya (Wiknjosastro, 2006). Makin rendah masa gestasi dan makin kecil bayi yang dilahirkan makin tinggi morbiditas dan mortalitasnya. Berdasarkan atas timbulnya bermacam-macam problematik pada derajat prematuritas maka Usher (1975) dalam Wiknjosastro (2006)
menggolongkan bayi tersebut ke
dalam tiga kelompok yaitu : 1. Bayi yang sangat premature (extremely premature) : 24-30 minggu. Bayi dengan masa gestasi 24-27 minggu masih sangat sukar hidup terutama di Negara yang belum atau sedang berkembang. Bayi dengan masa gestasi 28-30 minggu masih mungkin dapat hidup dengan
17
perawatan yang sangat intensif (perawat yang sangat terlatih dan menggunakan alat-alat yang canggih) agar dicapai hasil yang optimum. 2. Bayi pada derajat premature yang sedang (moderately premature) : 3136 minggu. Pada golongan ini kesanggupan untuk hidup jauh lebih baik dari golongan pertama dan gejala sisa yang dihadapinya dikemudian juga lebih ringan, dengan catatatn pengelolaan perawatan terhadap bayi sangat intensif. 3. Borderline premature (masa gestasi 37-38 minggu). Bayi ini mempunyai
sifat prematur dan matur. Sering timbul problematik
seperti yang dialami bayi prematur misalnya sindrome gangguan pernafasan, hiperbilirubinnemia, daya isap yang lemah dan sebagainya sehingga bayi ini harus diawasi dengan seksama. Menurut Varney, dkk (2007) berat lahir rendah atau BBLR adalah berat badan bayi kurang dari 2.500 gram. Angka kematian perinatal sering terjadi pada bayi dengan berat kurang dari 2.500 gram. Rancang genetik untuk pertumbuhan janin dan perkembangannya ditentukan oleh unsur genetik pada masing-masing janin dan juga dipengaruhi oleh faktor-faktor maternal. Faktor-faktor maternal tidak dapat menyempurnakan rancang genetic tetapi beberapa faktor dapat menghambat rancang genetik tersebut antara lain malnutrisi pada ibu, kebiasaan merokok dan penyakit yang diderita ibu. Banyak penelitian berfokus pada malnutrisi pada hasil kehamilan. Hal ini karena nutrisi merupakan salah satu faktor penentu pada semua kehamilan, sedangkan rokok dan penyakit maternal hanya mempengaruhi dari ibu yang merokok atau memiliki penyakit tertentu. Perbedaan berat bayi lahir sangat erat dikaitkan dengan status nutrisi selama kehamilan. Faktor nutrisi pada ibu yang berhubungan dengan berat lahir bayi adalah berat badan sebelum hamil dan
penambahan berat badan selama kehamilan (Varney dkk,
2007). Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) peningkatan angka kejadian sebagai berikut :
berhubungan dengan
18
1. Kematian perinatal (lahir mati, kematian neonatus) 2. Lingkar kepala kecil 3. Retardasi mental 4. Parilis serebral 5. Kesulitan/ ketidakmampuan dalam belajar 6. Defek pendengaran dan penglihatan 7. Defek neurologis 8. Pertumbuhan dan perkembangan janin yang terganggu (Varney dkk, 2007). Problematik bayi premature dengan berat bayi lahir rendah yaitu alat tubuh bayi prematur belum berfungsi seperti bayi mattur. Oleh sebab itu, ia mengalami lebih banyak kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya. Makin pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin tingginya angka kematiannya. Dalam hubungan ini sebagian besar kematian perinatal terjadi pada bayi-bayi prematur. Bayi dengan
berat
badan
lahir
rendah
bersangkutan
dengan
kurang
sempurnanya alat-alat dalam tubuhnya baik anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul beberapa kelainan seperti berikut : 1. Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya jaringan lemak di bawah kulit; permukaan tubuh yang relative lebih luas dibandingkan dengan berat badan, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang oleh karena lemak coklat (brown fat) yang belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana mestinya. 2. Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR.
Hal
ini
disebabkan
oleh
kekurangan
surfaktan
(rasio
lesitin/sfingomielin kurang dari 2), pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernapasan yang masih lemah dan tulang iga yang mudah melengkung (pliablethorax). Penyakit gangguan pernapasan yang sering diderita bayi prematur adalah penyakit membran
19
hialin dan aspirasi pneumoni. Di samping itu sering timbul pernapasan periodic (periodic breathing) dan apnea yang disebabkan oleh pusat pernapasan di medulla belum matur. 3. Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi: distensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang; volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung bertambah; daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang; kerja dari sfingter kardio-esofagus
yang
belum
sempurna
memudahkan
terjadinya
regurgitasi isi lambung ke esophagus dan mudah terjadi aspirasi. 4. Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubin
dan defisiensi
vitamin K. 5. Ginjal yang immature baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi urine yang sedikit, urea clearance yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan elektrolit dari badan dengan akibat mudahnya terjadi adema dan asidosis metabolic. 6. Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh (fragile), kekurangan factor pembekuan seperti protrombin, faktor VII dan faktor Christmas. 7. Gangguan imunologik: daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi premature relative belum sanggup membentuk antibody dan gaya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan masih belum baik. 8. Perdarahan intraventrikuler : lebih dari 50% bayi premature menderita perdarahan intraventrikuler. Hal ini disebabkan oleh karena bayi premature sering menderita apnea, asfiksia berat dan sindroma gangguan pernapasan.
Akibatnya
bayi
menjadi
hipoksia,
hipertensi
dan
hiperkapnia. Keadaan ini menyebabkan aliran darah ke otak bertambah. Penambahan aliran darah ke otak akan lebih banyak lagi karena tidak adanya otoregulasi serebral pada bayi premature, sehingga mudah terjadi perdarahan dari pembuluh darah kapiler yang rapuh dan iskemia di lapisan. Germinal yang terletak di dasar ventrikel lateralis antara nucleus
20
kaudatus dan epindem. Luasnya perdarahan intraventrikuler ini dapat diagnosis dengan ultrasonografi atau CT scan. 9. Retrolental
fibroplasias:
dengan
menggunakan
oksigen
dengan
konsentrasi tinggi (PaO2 lebihdari 115 mm Hg = 15 kPa) maka akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah retina yang diikuti oleh proliferasi kapiler-kapiler baru ke daerah yang iskemia sehingga terjadi perdarahan, fibrosis, distorsi dan parut retina sehingga bayi menjadi buta. Untuk menghindari retrolental fibroplasias maka oksigen yang diberikan pada bayi premature tidak lebih dari 40%. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan
oksigen
dengan
kecepatan
dua
liter
per
menit
(Wiknjosastro, 2006). Pengaruh BBLR terhadap tumbuh kembang bayi menurut Winjosastro (2006) bayi lahir dengan berat badan rendah akan berisiko mengalami gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi, distensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang, volume lambung berkurang sehingga
waktu
pengosongan
lambung
bertambah,
daya
untuk
mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa, vitamin yang larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang, kerja dari sfingter kardioesofagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esophagus dan mudah terjadi aspirasi. Bayi dengan berat lahir rendah cenderung lambat pertumbuhannya. Penelitian terdahulu oleh Arnisam (2007), dari hasil penelitian diketahui bahwa BBLR mempunyai risiko 3,34 kali lebih besar untuk mengalami status gizi kurang dibandingkan dengan anak yang tidak BBLR
21
2.5. Kerangka Teori
BB Lahir Status Gizi Balita KEP
PMT-P Formula100 0
Penyakit infeksi
Makanan tidak adekuat
Tidak cukup persediaan pangan
Pola asuh anak tidak memadai
Sanitasi &air bersih/yankes dasar tidak memadai
Kurang Pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan
Kurang pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan sumberdaya masyarakat
Pengangguran, Inflasi, kurang pangan, kemiskinan
Krisis Ekonomi,Politik dan Sosial
Sumber : Modifikasi Penyebab Kurang Gizi (disesuaikan dari UNICEF,1998 dalam Soekirman, 2000 Gambar 2.3. Kerangka Teori Penelitian
22
2.6. Kerangka Konsep PMT-P Formula 100
Berat Badan Lahir
Penambahan Berat Badan
Gambar 2.3 Kerangka Konsep Penelitian
2.7. Hipotesis Ada perbedaan penambahan berat badan antara balita KEP dengan riwayat berat lahir normal dan berat lahir rendah setelah mendapatkan PMT-P Formula 100.