BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pada bagian ini akan dibahas mengenai prinsip-prinsip dari manajemen proses bisnis terutama terkait dengan supply chain management, pengklasifikasian barang, konsep perancangan proses bisnis dengan SCOR Framework, dan konsep perancangan aplikasi berbasis objek dengan menggunakan unified process.
2.1 Proses Bisnis Supply chain management 2.1.1 Proses Bisnis Setiap perusahaan pastilah memiliki proses dan fungsi. Fungsi diartikan sebagai sesuatu yang selalu ada selama organisasi dalam perusahaan tersebut berjalan. Proses merupakan suatu aktivitas yang memiliki awal dan akhir. Proses adalah aktivitasaktivitas terstruktur dan terukur untuk memproduksi output tertentu untuk konsumen ataupun target pasar, dan memberikan pengaruh yang kuat tentang bagaimana suatu pekerjaan diselesaikan di dalam suatu organisasi (Davenport 1993). Fungsi dalam suatu perusahaan dan keterhubungan antar fungsi tersebut digambarkan oleh Porter dalam bentuk Porter Framework. Porter mendefinisikan bahwa untuk setiap fungsi dalam perusahaan tersebut terdapat suatu rantai nilai yang memberikan kontribusi terhadap profit margin operasional bisnis suatu perusahaan, yang biasa dikenal dengan value chain [GAM07]. Porter mengelompokan aktivitas perusahaan menjadi aktivitas primer dan aktivitas pendukung. Proses sendiri terjadi di dalam atau antar fungsi dalam perusahaan tersebut. Value chain dan pekerjaan untuk setiap fungsi tersebut dapat dilihat pada Gambar II-1.
II-1
II-2
Gambar II-1 Value Chain Porter Framework Proses bisnis merupakan suatu cara dimana pekerjaan diorganisir, dikoordinasikan, dan difokuskan untuk menghasilkan produk atau layanan yang bernilai (valuable) [GAM07]. Proses bisnis memiliki tiga komponen utama [PUB93] yaitu: 1. Input, merupakan material atau user requirement. 2. Proses, merupakan sejumlah aktivitas atau pekerjaan untuk melakukan transformasi input. Dapat berupa serangkaian proses atau tahapan tertentu 3. Output, merupakan hasil akhir yang diinginkan. Perancangan proses bisnis dapat dilakukan dengan mengidentifikasi dan menganalisis urutan setiap proses yang terjadi dan menggambarkannya dalam sebuah model seperti flowchart, cross-functional chart, IDEF0, dan sebagainya. Gambar II-2 merupakan contoh proses beserta komponennya yang ditulis dengan menggunakan IDEF0 [PUB93].
Gambar II-2 Pemodelan Proses dengan IDEF0
II-3 Penggambaran menggunakan IDEF0 tersebut dapat dibuat secara hierarki untuk menunjukkan hierarki dari proses. Proses yang lebih umum dapat dipecah menjadi proses yang lebih detil seperti pada Gambar II-3.
Gambar II-3 Hierarki Proses dalam IDEF0 2.1.2 Supply chain management Supply chain didefinisikan sebagai rangkaian proses bisnis dan informasi yang menyediakan produk atau layanan dari pemasok melalui proses manufaktur dan distribusi ke konsumen paling akhir (Schroeder, 2000). Pelaku-pelaku yang terlibat dalam supply chain ini antara lain pemasok, pusat produksi/manufaktur/pabrik, warehouse, distributor, dan outlet. Struktur komponen dari supply chain dapat dibagi menjadi tiga layer atau lapisan supply chain [RAJ07] yaitu: 1. Upstream supply chain, merupakan lapisan yang terdiri dari rangkaian pemasok mulai dari pemasok tingkat pertama hingga tingkat akhir sebelum masuk ke dalam manufaktur.
II-4 2. Internal supply chain, merupakan lapisan yang terdiri dari seluruh rangkaian proses
yang
terjadi
pada
manufaktur
atau
organisasi
untuk
mengubah/mentransformasi input dari pemasok menjadi output yang bernilai. 3. Downstream supply chain, merupakan lapisan yang terdiri dari seluruh rangkaian proses untuk melakukan pengiriman produk ke konsumen akhir. Ilustrasi dari keterhubungan ketiga lapisan supply chain tersebut dapat dilihat pada Gambar II-4.
Gambar II-4 Lapisan Supply chain management Customer sebagai sasaran merupakan penentu utama pola kegiatan yang dilakukan oleh pelaku supply chain. Kegiatan para pelaku ini sangat didasarkan pada kebutuhan (demand) yang ada disisi customer. Maka, kegiatan supply chain biasanya diidentifikasi secara mundur atau backward. Pada Tabel II-1 terdapat beberapa pengertian dari supply chain management dari buku [OXF04]. Tabel II-1 Pengertian Supply chain management Penulis
Definisi
Oliver &
Supply chain management menangani aliran barang mulai dari
Weber
pemasok melalui manufaktur dan distribusinya ke end user
(1982) Simchi-
Supply chain management merupakan kumpulan (set) alat, cara, atau
levi,et al
pendekatan yang bertujuan untuk mengintegrasikan hubungan antara
(2000)
pemasok, manufaktur, warehouse (depo), dan gudang agar berjalan secara efektif dan efisien, sehingga produk dapat diproduksi dan didistribusikan dalam jumlah dan ke lokasi yang benar, dan dalam
II-5 Penulis
Definisi waktu yang tepat untuk mengurangi total biaya produksi, tapi di sisi lain permintaan tetap dapat terpenuhi dan keuntungan didapatkan
Persoalan utama dalam mengatur supply chain yaitu perkiraan permintaan/kebutuhan (demand forecasting) dan waktu pengiriman. Kedua persoalan ini bersifat tidak pasti (uncertainty) dan dipengaruhi oleh banyak faktor [SAI06]. Lima hal penting agar SCM lebih produktif dan efisien [SHO05], yaitu: 1. Tetapkan SCM sebagai aspek strategis bagi perusahaan SCM seharusnya diterapkan sesuai dengan strategi organisasi/bisnis secara keseluruhan bukan pada level operasional saja. Strategi tersebut dapat dilihat pada Tabel II-2. Tabel II-2 Strategi Bisnis dan SCM Strategi
Sumber
Utama
Keunggulan
Biaya
Basis Kompetisi
Efisiensi biaya Harga produksi
Inovasi
Kunci Keberhasilan
termurah Efisiensi infrastruktur dan
dikelasnya
alat transportasi
Unik teknologi Produk inovasi
Ketepatan
dan merek
kecepatan masuk pasar
Pelayanan Pelayanan prima
waktu supply
dan
Sesuai
dengan Rancang
chain
keinginan
khusus management secara khusus
konsumen Mutu
Keamananan
Produk yang dapat Pengendalian mutu dalam
dan keandalan diandalkan
supply chain management
produk
(tracebility)
2. Rancang proses SCM dari ujung ke ujung 3. Rancang struktur organisasi supply chain management Struktur organisasi harus bisa mengintegrasikan SCM secara keseluruhan seperti pada Gambar II-5.
II-6
Gambar II-5 Struktur Organisasi Supply chain management 4. Kembangkan model kolaborasi yang tepat 5. Gunakan alat ukur kinerja yang tepat Dalam perancangan SCM terdapat tiga hal yang perlu dirancang [RAJ07], yaitu: 1. Aliran barang/material Aliran barang mulai dari pemasok hingga konsumen akhir melalui seluruh bagian SCM dan sebaliknya termasuk juga pengembalian barang, daur ulang, dan penghancuran (disposal). 2. Aliran informasi Aliran informasi dan pengetahuan meliputi perkiraan kebutuhan (demand forecasting), transmisi permintaan/order, dan laporan status (status report) 3. Aliran finansial Aliran dan informasi finansial meliputi informasi kartu kredit, credit terms, jadwal pembayaran, konsinyasi, dan rencana serta persetujuan kepemilikan dan pembayaran (Kalakota&Robinson, 2000). Pada tugas akhir ini hanya akan dirancang aliran barang dan informasi saja. Hal ini dikarenakan aliran barang dapat terlihat langsung pada pendefinisian proses dan aliran informasi merupakan dasar perancangan aplikasi komputer. Untuk aliran finansial, diperlukan pemodelan sendiri yang tidak tercakup pada SCOR Framework. Hasil dari perancangan SCM ialah strategi pengelolaan SCM yang tepat untuk diterapkan perusahaan. Terdapat dua macam strategi SCM menurut Marshall L. Fisher yaitu efficient dan responsive supply chain management [FMA97]. Ciri-ciri dari kedua strategi tersebut dapat dilihat pada Tabel II-3.
II-7 Tabel II-3 Strategi Supply chain management Pembeda Tujuan utama
Physically Efficient Process
Market Responsive Process
Memasok permintaan yang Memasok terprediksi demand)
permintaan
yang
sulit
(predictable diprediksi (unpredictable demand), dengan
biaya meminimalkan
seminimal mungkin
ketidaksediaan stok
(stockouts) ketika ada permintaan dan menghindari adanya inventori yang tidak terpakai (berlebih)
Fokus
Menjaga utilisasi
Mengurangi
manufaktur
dan
menyebarkan
kelebihan kapasitas (buffer capacity)
Strategi
Lakukan
perubahan
cepat Distribusikan
tempat
Inventori
dan meminimalkan inventori stok dan barang jadi
penyimpanan
di setiap titik supply chain Lead
time Perpendek lead time selama Investasi khusus untuk mengurangi
focus
tidak meningkatkan biaya
lead time
Pendekatan
Pilih atas dasar biaya dan Pilih
untuk
kualitas
atas
dasar
kecepatan,
fleksibilitas, dan kualitas
pemilihan pemasok Strategi desain Maksimalkan
performansi Gunakan
produk
minimalkan menunda diferensiasi produk
produk
dan
modular
design
untuk
biaya Perusahaan perlu menyiapkan lima strategi untuk merancang strategi SCM [SHO05], yaitu: 1. Operation Strategy Strategi operasi dan strategi SCM yang cocok digunakan dapat dilihat pada Tabel II-4. Tabel II-4 Jenis Strategi Operasional dan Penentuan Strategi SCM Strategi Operasi Make to stock
Dipilih untuk
Strategi SCM
Produk standar yang
SCM seefisien mungkin, standarisasi
dijual dalam volume
metode dan alat frekuensi serta lot size
besar
optimal, EOQ, ROP
II-8 Strategi Operasi Make to order
Dipilih untuk
Strategi SCM
Produk sesuai pesanan
SCM responsif, target dan ketepatan
konsumen, pesan ulang
waktu sangat penting, Variasi metode
masih mungkin tapi
dan alat perlu dipersiapkan
dalam frekuensi kecil Configure to
Produk standar yang
Dari pabrik ke outlet SCM efisien, dari
order
produk akhirnya
outlet ke konsumen SCM responsif
disesuaikan dengan keinginan konsumen Engineer to
Produk kompleks dan
SCM responsif. Metode dan alat perlu
Order
unik untuk keperluan
negosiasi dan kontrak khusus
konsumen tertentu 2. Channel Strategy, pemilihan jalur distribusi yang tepat. 3. Outsourcing Strategy, pemilihan kegiatan apa yang dapat dipindah tangankan ke perusahaan lain (outsourcing). 4. Customer Service Strategy, pemilihan cara pelayanan yang tepat 5. Asset Network, perusahaan harus memperhatikan jaringan asset seperti pemilihan lokasi pabrik, restrukturisasi infrastruktur, posisi warehouse, dan sebagainya. Pengelolaan organisasi ada dua macam yaitu: 1. Silo Organization, merupakan suatu model manajemen organisasi dimana setiap unit dalam organisasi tersebut (pemasaran, produksi, keuangan, SDM, dan sebagainya) masing-masing seperti kerajaan kecil. Antara unit satu dengan yang lain tidak ada koordinasi. 2. Process Organization, merupakan bentuk organisasi yang sudah cair. Di dalamnya tidak ada lagi birokratis dan tidak ada lagi kerajaan-kerajaan kecil. Integrasi internal di dalam perusahaan mensyaratkan situasi seperti ini. Prasyarat untuk masuk ke information technology dalam SCM adalah mengubah keadaan perusahaan dari silo menjadi process organization. Jika bentuk organisasi telah berubah barulah diterapkan information technology yang biasa dikenal dengan Enterprise Resource Planning (ERP) seperti SAP, Oracle, dan sebagainya [SAI06].
II-9
Langkah-langkah yang dapat digunakan untuk melakukan desain information technology yang dapat mendukung SCM [SAI06], adalah sebagai berikut: 1. Langkah pertama, membangun strategi SCM dengan menggunakan SCOR Model 2. Langkah kedua, menyusun proses bisnis SCM-nya sebelum dilakukan kesiapan teknologi informasinya. Pada tahap ini digunakan pula SCOR model. 3. Langkah ketiga, melakukan penilaian atas kesiapan organisasi terhadap information technology untuk SCM. Bila ditemukan kesenjangan, maka akan dirancang information technology untuk mengisi kesenjangan tersebut. Pada tahap inilah ditentukan modul-modul apa saja yang dibutuhkan untuk aplikasi SCM. 4. Langkah keempat, merancang information technology untuk SCM dengan menggunakan hasil analisis sebelumnya. Proses perancangan aplikasi dapat dilakukan dengan metodologi seperti DFD (data flow diagram), UML (unified modeling language), atau RUP (Rational Unified Process). 5. Langkah kelima, implementasi rancangan aplikasi dengan menggunakan aplikasi komersial atau membangun sendiri. Ilustrasi dari langkah-langkah untuk melakukan desain information technology dapat dilihat pada Gambar II-6.
Gambar II-6 Proses Perancangan Teknologi Informasi untuk SCM
II-10 Dari setiap proses tersebut akan diidentifikasi key performance indicator (KPI). Perancang perlu membedakan antara KPI dengan critical success factor (CSF). CSF diukur ketika proses telah selesai dijalankan sedangkan KPI selama proses berjalan. Contoh CSF yaitu kepuasan pelanggan, finance terkait biaya pemenuhan pesanan dan tingkat inventori, quality terkait masalah instalasi, faktur, dan manufacturing orders, serta cycle time dari produk/material [PDA07 dengan perubahan seperlunya]. Dalam mendefinisikan KPI sebelumnya perlu mengetahui sifat-sifat dari KPI, sifat tersebut di antaranya [PDA07]: 1. Bukan sesuatu yang diukur berdasarkan nilai finansial 2. Pengukuran dilakukan secara periodik 3. Ditetapkan oleh CEO atau tim senior manajemen 4. Dapat diukur dengan pasti dan dapat dijalankan oleh seluruh staf 5. Berhubungan dengan tanggung jawab kinerja individual atau tim 6. Memiliki efek signifikan terhadap CSF 7. Memberikan pengaruh positif terhadap ukuran performansi yang lain jika dilakukan optimasi 2.1.3 Klasifikasi Barang Dalam penentuan strategi SCM proses klasifikasi barang merupakan salah satu dasar untuk pemilihan strategi. Pertimbangan perbedaan strategi untuk tiap barang yang digunakan selain melihat kebutuhan (demand) juga melihat sifat dari barang tersebut. Terdapat beberapa cara pengelompokan barang. Perbedaan antar cara terletak pada dasar pengelompokannya. Marshall L. Fisher membedakan barang berdasarkan sifat barang yaitu dengan melihat perilaku dan life time dari barang. Terdapat dua kelompok yaitu barang fungsional dan barang inovatif [FMA97]. Ciri-ciri tiap kelompok dapat dilihat pada Tabel II-5. Tabel II-5 Perbandingan Klasifikasi Barang Pembeda Sifat permintaan
Fungsional
Inovatif
Permintaan dan Kebutuhan Permintaan dan Kebutuhan dapat
diprediksi tidak
(Predictable Demand)
dapat
diprediksi
(Unpredictable Demand)
II-11 Pembeda
Fungsional
Inovatif
Life cycle produk
Lebih dari 2 tahun
3 bulan – 1 tahun
Kontribusi margin
5 – 20 %
20 – 60 %
Variasi produk
Rendah
Tinggi
Kontribusi kerugian
10 %
40 – 100%
Rata-rata stockout
1-2%
10 – 40%
Pemotongan biaya
0%
10 – 25%
Waktu yang dibutuhkan
6 bulan – 1 tahun
1 hari – 2 minggu
terhadap bisnis ketika terjadi kesalahan peramalan kebutuhan
untuk order hingga barang jadi Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya strategi efisien cocok untuk barang yang termasuk dalam kelas atau kategori barang-barang fungsional, sedangkan strategi responsif cocok digunakan untuk barang-barang inovatif. Pendekatan dan irisan antara strategi supply chain dengan kategori barang dapat dilihat pada Gambar II-7.
Gambar II-7 Kesesuaian Klasifikasi Barang dengan Strategi SCM
2.2 SCOR Framework SCOR Framework merupakan single framework yang mengintegrasikan konsep rekayasa proses bisnis, benchmark, dan praktikal Supply chain management yang digambarkan sebagai proses plan, source, make, deliver, and return dari pemasok ke konsumen melalui sejumlah proses dalam manufaktur yang seluruhnya sejalan dengan
II-12 strategi operasional, material, pekerjaan/proses, dan aliran informasi perusahaan [BOR03]. Keterkaitan pelaku dan proses dalam perusahaan pada SCOR framework digambarkan pada Gambar II-8 [BOR03].
Gambar II-8 Supply chain management pada SCOR Framework Untuk setiap titik hubungan antar pelaku dalam supply chain akan didefinisikan proses: 1. Plan Setiap proses pasti memiliki input dan output. Setiap proses eksekusi harus memiliki plan yang baik agar dapat berjalan lancar. Begitu pula dalam supply chain management, plan harus direncanakan secara menyeluruh dan untuk setiap proses eksekusi yaitu source, make, deliver, dan return. 2. Source Source merupakan proses eksekusi yang terkait dengan cara mendapatkan barang atau layanan yang diperlukan untuk menjalankan bisnis perusahaan. Source dijalankan berdasarkan plan source yang telah dibuat. Inti dari source adalah aktivitas pemilihan pemasok dan pembangunan kerja sama perusahaan dengan pemasok [SHO05]. 3. Make Proses make berkaitan dengan transformasi sumber daya yang didapatkan melalui proses source untuk menghasilkan barang atau layanan sesuai dengan spesifikasi dan aturan yang telah disepakati. Ada beberapa perusahaan yang menyerahkan kegiatan-kegiatan yang terangkum dalam proses make ini ke perusahaan lain (outsource). Contoh kegiatan dalam proses make yaitu pengemasan dan peluncuran produk (promosi) [SHO05].
II-13 4. Deliver Proses deliver dimulai dengan penerimaan order dari konsumen (customer) hingga proses pemenuhan order tersebut dan pengumpulan pembayaran atas order tesebut. Proses deliver memastikan bahwa kebutuhan konsumen dapat dikomunikasikan ke seluruh jaringan supply chain. [SHO05]. 5. Return Proses pengaturan pengembalian barang, pemberian garansi, otorisasi, pemilihan barang yang dapat atau tidak dapat dikembalikan, dan disposisi barang jika terjadi pengembalian pada waktu dan tempat yang tepat [SHO05]. SCOR Model memiliki enam detil level. Tiga level pertama yaitu proses, subproses, dan aktivitas dideskripsikan pada model. Proses operasi (operable processes) atau level 4-6 digambarkan sebagai urutan kerja atau workflow. Penggunaan level 1 hingga level 3 dapat mentranslasikan strategi bisnis ke dalam rancangan arsitektur supply chain yang dapat digunakan untuk mencapai objektif perusahaan. Derajat kedalaman penggunaan level yang digunakan berbeda-beda bergantung pada kebutuhan spesifik bisnis perusahaan dan titik awal pembangunan supply chain [SHO05].
2.3 Rational Unified Process Rational Unified Process (RUP) merupakan salah satu metode pembangunan perangkat lunak yang dilakukan secara iteratif, berpusat pada arsitektur perangkat lunak (architecture centrics), dan didasarkan pada pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh aktor (use case driven). RUP banyak digunakan karena mampu merepresentasikan dan mendefinisikan dengan jelas apa, bagaimana, dan kapan suatu pekerjaan dilakukan sehingga pemetaan dari desain ke aplikasi dapat dilakukan dengan mudah karena aliran kerjanya (work flows) telah jelas [KRO03]. RUP merupakan gabungan antara metode yang didasarkan pada notasi dengan metode yang berdasarkan proses. Hubungan kedua metode tersebut dapat dilihat pada Gambar II-9.
II-14
Gambar II-9 Model RUP Gabungan UML dan Process RUP memiliki empat fase pembangunan [KRO03], yaitu sebagai berikut: 1. Inception, merupakan fase pendefinisian scope dari project yang akan dilakukan. Identifikasi apakah project layak dijalankan dan resiko-resiko yang mungkin terjadi akibat adanya project tersebut. Pada fase ini dilakukan juga identifikasi awal terhadap kebutuhan aplikasi. 2. Elaboration, merupakan fase identifikasi segala hal teknis, resiko teknis, kebutuhan fitur, arsitektur yang akan digunakan, dan perbaikan scope dari project yang akan dikerjakan. 3. Construction, merupakan fase pembangunan perangkat lunak berdasarkan hasil analisis dan desain pada fase sebelumnya. 4. Transition, merupakan fase implementasi dari aplikasi atau perangkat lunak yang dibangun. Aliran kerja dan diagram / model yang dibangun untuk setiap fase pada aliran kerja dapat dilihat pada Error! Reference source not found..
Gambar II-10 Aktivitas-aktivitas Inkremental untuk Tiap Fase RUP