10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1
Teori Tekuk
2. 1. 1 Latar Belakang Kolom merupakan batang tekan tegak yang bekerja untuk menahan balokbalok loteng, rangka atap, lintasan crane dalam bangunan pabrik dan sebagainya yang untuk seterusnya akan melimpahkan semua beban tersebut ke pondasi. Dengan berbagai macam sebutan, seperti kolom, tiang, tonggak, dan batang desak, batang ini pada hakekatnya jarang sekali mengalami tekanan aksial saja. Apabila sebuah batang lurus dibebani gaya tekan aksial dengan pemberian beban semakin lama semakin tinggi, maka pada batang tersebut akan mengalami perubahan. Perubahan dari keadaan sumbu batang lurus menjadi sumbu batang melengkung dinamakan tekuk. Pada hakekatnya batang yang hanya memikul tekan aksial saja jarang dijumpai dalam struktur namun bila pembebanan diatur sedemikian rupa hingga pengekangan (restrain) rotasi ujung dapat diabaikan atau beban dari batangbatang yang bertemu diujung kolom bersifat simetris dan pengaruh lentur sangat kecil dibandingkan dengan tekanan langsung maka batang tekan dapat direncanakan dengan aman sebagai kolom yang dibebani secara konsentris. Dari mekanika bahan diketahui bahwa hanya kolom yang sangat pendek dapat dibebani hingga mencapai tegangan lelehnya, sedangkan keadaan yang umum yaitu lenturan mendadak akibat ketidakstabilan terjadi sebelum kekuatan
Universitas Sumatera Utara
11
bahan batang sepenuhnya tercapai. Keadaan demikian yang kita sebut dengan tekuk (buckling). Jadi pengetahuan tentang kestabilan batang tekan perlu bagi pembaca yang merencanakan struktur baja.
Gambar 2. 1 Batang yang Tertekuk akibat Gaya Aksial Latar belakang tekuk kolom pertama kali dikemukakan oleh Leonhard Euler pada tahun 1759. Batang dengan beban konsentris yang semula lurus dan semua seratnya tetap elastis hingga tekuk terjadi akan mengalami lengkungan yang kecil pada gambar 2. 1. Walaupun Euler hanya menyelidiki batang yang dijepit disalah satu ujung dan bertumpu sederhana (simply supported) di ujung yang lainnya, logika yang sama dapat diterapkan pada kolom yang berperletakan sendi, yang tidak memiliki pengekangan rotasi dan merupakan batang dengan kekuatan tekuk terkecil. Kita akan mendapatkan rumus-rumus gaya kritis yang dapat diterima oleh suatu batang sebelum tekuk terjadi. Pendekatan Euler pada umumnya tidak digunakan untuk perencanaan karena tidak sesuai dengan percobaan, dalam praktek kolom dengan panjang umum tidak sekuat seperti yang dinyatakan oleh rumus-rumus Euler. Considere dan Esengger pada tahun 1889 secara terpisah menemukan bahwa sebagian dari kolom dengan panjang yang umum menjadi inelastis sebelum tekuk terjadi dan harga E yang dipakai harus memperhitungkan adanya jumlah serat yang tertekan dengan regangan diatas batas proporsional. Jadi
Universitas Sumatera Utara
12
mereka menyadari bahwa sesungguhnya kolom dengan panjang yang umum akan hancur akibat tekuk inelastis dan bukan akibat tekuk elastis. Akan tetapi pengertian yang menyeluruh tentang kolom dengan beban konsentris baru dicapai pada tahun 1946 ketika Shanley menjabarkan teori yang sekarang ternyata benar. Ia mengemukakan bahwa hakekatnya kolom masih mampu memikul beban aksial yang lebih besar walaupun telah melentur, tetapi kolom mulai melentur pada saat mencapai beban yang disebut beban tekuk, yang menyertakan pengaruh inelastisitas pada sejumlah atau semua serat penampang lintang. Untuk menentukan kekuatan kolom dasar, kondisi kolom perlu didealisir dengan beberapa anggapan. Mengenai bahan, kita dapat menganggap : 1.
Sifat tegangan-regangan tekan sama diseluruh titik pada penampang.
2.
Tidak
ada tegangan internal seperti akibat pendinginan setelah
penggilingan (rolling). 3.
Kolom lurus sempurna dan prismatis.
4.
Resultan beban bekerja melalui sumbu pusat batang sampai batang mulai melentur.
5.
Kondisi ujung harus statis tertentu sehingga panjang antara sendi-sendi ekivalen dapat ditentukan.
6.
Teori lendutan yang kecil seperti pada lenturan yang umum berlaku dan gaya geser dapat diabaikan.
7.
Puntiran atau distorsi pada penampang lintang tidak terjadi selama melentur.
Universitas Sumatera Utara
13
Setelah anggapan-anggapan diatas dibuat, sekarang disetujui bahwa kekuatan suatu kolom dapat dinyatakan sebagai:
ܲ ߨ ଶ ܧ௧ ߪ = = ܣ ܮܭଶ ቀ ቁ ݎ Dimana : σkr
= tegangan rata-rata pada penampang
Et
= modulus tangen pada P/A
= angka kelangsingan efektif (ujung sendi ekivalen)
Seperti yang kita tahu batang tekan yang panjang akan runtuh akibat tekuk elastis dan batang tekan yang pendek yang buntak dapat dibebani sampai bahan meleleh atau bahkan sampai daerah pengerasan regangan (strain hardening). Pada keadaan yang umum, kehancuran akibat tekuk terjadi setelah sebagian penampang melintang meleleh, keadaan ini disebut dengan tekuk inelastis. Tekuk murni akibat beban aksial sesungguhnya hanya terjadi apabila anggapan dari (1) sampai (7) diatas berlaku. Kolom biasanya merupakan satu kesatuan dengan struktur, dan pada hakekatnya tidak dapat berlaku secara independent. Dalam praktek, tekuk diartikan sebagai pembatasan antara lendutan stabil dan tidak stabil pada batang tekan: jika bukan kondisi sesaat yang terjadi pada batang langsing elastis yang diisolir. Banyak insinyur menyebut “beban tekuk praktis” ini sebagai “beban batas ultimate”. 2. 1. 2 Keruntuhan Batang Tekan Dari mekanika bahan kita tahu bahwa batang tekan yang pendek akan dapat dibebani sampai beban meleleh. Batang tekan yang panjang akan runtuh
Universitas Sumatera Utara
14
akibat tekuk elastis. Pada keadaan umum kehancuran akibat tekan terjadi diantara keruntuhan akibat kelelehan bahan akibat tekuk elastis, setelah bagian penampang melintang meleleh, keadaan ini disebut tekuk inelastis (inelastic buckling). Ada tiga jenis keruntuhan batang tekan, yaitu: 1.
Keruntuhan akibat tegangan yang terjadi pada penampang telah melalui materialnya.
2.
Keruntuhan akibat batang tertekuk elastis (elastic buckling). Keadaan ini terjadi pada bagian konstruksi yang langsing. Disini hukum Hooke masih berlaku bagi serat penampang dan tegangan yang terjadi tidak melebihi batas proporsional.
3.
Keruntuhan akibat melelehnya sebagian serat disebut tekuk inelastic (inelastic buckling). Kasus keruntuhan semacam ini berada diantara kasus (1) dan kasus (2), dimana pada saat menekuk sejumlah seratnya menjadi inelastis maka modulus elastisitasnya ketika tertekuk lebih kecil dari harga awalnya.
2. 1. 3 Tegangan Residu Keberadaan tegangan residu dalam profil sangat mempengaruhi kekuatan tekuknya. Pengaruh ini diperhitungkan dengan mengambil tegangan residu maksimum rata-rata sebesar 0,3 dari tegangan lelehnya. Tegangan residu (residual stresses) adalah tegangan yang tertinggal tetap dalam profil setelah selesai profil dibentuk, meskipun belum ada beban luar yang bekerja padanya. Menurut hasil penelitian/penyelidikan, tegangan residu ini timbul oleh karena adanya deformasi plastis yang diakibatkan oleh :
Universitas Sumatera Utara
15
1.
Pendinginan setelah proses hot-rolling.
2.
Cold bending atau cambering selama fabrikasi.
3.
Pengelasan.
2. 1. 4 Kelangsingan Batang Tekan ( λ ) Kelangsingan batang tekan ini tergantung dari jari-jari kelembaman (i) dan panjang tekuk (Lk ). Karena batang mempunyai dua jari-jari kelembaman, umumnya akan terdapat dua harga λ. Yang menentukan ialah harga λ yang terbesar (atau dengan i yang terkecil). Panjang tekuk (Lk ) ini juga tergantung pada keadaan ujung-ujungnya, apakah sendi, jepit, bebas, dan sebagainya. 2. 1. 5 Angka Kelangsingan ( λbatas ) λbatas adalah batas angka kelangsingan dimana Euler tidak lagi berlaku (berarti memasuki daerah plastis). Euler hanya berlaku di daerah elastis.
Pkr =
గ మ ாூ ೖ మ
( 2. 1 )
Dimana : Lk
= panjang tekuk
E
= modulus elastisitas
I
= momen inersia terhadap sumbu yang tegak lurus arah tekuk
ߣ=
ೖ
( 2. 2 )
Atau
Lk2 = λ2 i2
( 2. 3 )
Dimana : λ
= kelangsingan
Universitas Sumatera Utara
16
i
= jari-jari kelembaman
I
= i2 x A
( 2. 4 )
Dimana : A
= luas penampang Substitusi persamaan ( 2. 4 ) ke dalam persamaan ( 2. 1 ) sehingga
diperoleh :
Pkr =
గ మ ா ఒమ
( 2. 5 )
Dengan :
σkr =
గమ ா ఒమ
( 2. 6 )
Sehingga :
Pkr = σcr x A
( 2. 7 )
Dimana :
σkr = tegangan kritis Dimana :
Pkr = σcr x A Pkr =
గ మ ா ఒమ
Maka didapat :
σkr x A = σkr =
గమ ா
గ మ ா ఒమ
ఒమ
Universitas Sumatera Utara
17
Sehingga :
λ=ߨට
ா
adalah λbatas (λg)
ఙೖೝ
λbatas = ߨ ට
ா
ఙೖೝ
Dengan :
σkr = σ1 Maka :
λg = ߨ ට
ா
( 2. 8 )
ఙೖೝ
Akibat pengaruh residual strees maka tegangannya menjadi 0,7 σ1 , sehingga : ா
λg = ߨ ට, ఙ
( 2. 9 )
భ
Misalnya, untuk Bj 37 mempunyai σ1 = 2400 kg/cm2 dan E = 2,1 x 106 kg/cm2
λg = ߨ ට
ଶ.ଵ.
, ௫ ଶସ
= 111
Selanjutnya λg untuk bermacam- macam baja dapat dilihat di tabel berikut : Tabel 2. 1 Nilai λ g untuk Bermacam- macam Baja Macam Baja
σ1 (kg/cm2 )
λg
Bj 31
2000
122
Bj 37
2400
111
Bj 42 Bj 52
2600 3600
107 91
Universitas Sumatera Utara
18
2. 1. 6 Stabilitas dari Struktur Kolom Masalah kesetimbangan kolom erat kaitannya dengan stabilitas suatu struktur batang. Konsep stabilitas sering diterangkan dengan menggangap kesetimbangan dari bola pejal pada beberapa posisi, yaitu sebagai berikut. 1.
Kesetimbangan Stabil
Gambar 2. 2 Kesetimbangan Stabil Berdasarkan gambar 2. 2 bola pejal berada di permukaan yang cekung. Kemudian bola pejal berubah posisinya ketika diberikan gaya F. Saat gaya F hilang, posisi bola pejal kembali seperti semula. Kondisi ini adalah penganalogian dari suatu kolom bermuatan P < Pkr yang diberikan gaya F tegak lurus sumbu kolom sehingga mengalami lendutan. Jika gaya F dihilangkan maka kolom akan kembali ke bentuk linearnya. Kondisi kesetimbangan ini disebut kesetimbangan stabil (stable equilibrium). 2.
Kesetimbangan Netral
Gambar 2. 3 Kesetimbangan Netral
Universitas Sumatera Utara
19
Kolom dengan beban P = Pkr dianalogikan dengan bola pejal yang berada di permukaan datar. Bola pejal tersebut diberi gaya F dan berpindah tempat tanpa kembali ke tempatnya semula. Berdasarkan anggapan itulah suatu kolom bermuatan P = Pkr jika diberikan beban sebesar F, maka kolom tersebut akan mengalami tekuk. Ketika gaya F dilepaskan, kolom tidak akan kembali ke bentuk linearnya. Kondisi kesetimbangan ini disebut kesetimbangan netral (precarious equilibrium). 3.
Kesetimbangan Tidak Stabil
Gambar 2. 4 Kesetimbangan Tidak Stabil Bola pejal berada pada permukaan yang cembung kemudian diberikan gaya F maka akan terjadi pergeseran mendadak. Hal ini merupakan penganalogian untuk kolom dengan P > Pkr. Kolom diberikan gaya F tegak lurus sumbu kolom kemudian mengalami deformasi. Apabila beban diberikan secara konstan maka akan berdampak runtuhnya kolom (bucking). Kondisi kesetimbangan ini disebut dengan kesetimbangan tidak stabil (unstable equilibrium). Batang tekan harus direncanakan sedemikian rupa sehingga terjamin stabilitasnya (tidak ada bahaya tekuk). Hal ini harus diperlihatkan dengan menggunakan persamaan :
ω
ே
≤ ߪ
( 2. 10 )
Universitas Sumatera Utara
20
Dimana : N’
=
gaya tekan pada batang
A
=
luas penampang batang
ߪ
=
tegangan dasar (tegangan izin)
ω
=
faktor tekuk yang tergantung dari kelangsingan ( λ ) dan jenis bajanya
Harga ω dapat dicari dari Tabel 2, 3, 4 atau 5 PPBBI ’83 berdasarkan mutu baja Bj 34 (Fe 310), Bj 37 (Fe 360), Bj 44 (Fe 430) dan Bj 52 (Fe 510). Harga λ ini dapat ditentukan dengan persamaan :
λg = ߨ ට
ா
( 2. 11 )
, ఙభ
Dan
λs =
ఒ
( 2. 12 )
ఒ
Berdasarkan Peraturan Belanda : Untuk : λs = Untuk : 0,183
≤ 0,163 <
λs
< 1
Untuk : λs ≥ 1
2. 2
→
maka ω = 1
→
maka ω =
→
maka ω = 2,281 λs
ଵ ,ସଵ
ଵ,ହଽଷି ఒ ೞ
Sifat Bahan Baja Sifat baja yang terpenting dalam pengunaanya sebagai bahan konstruksi
adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan dengan bahan lainnya seperti kayu, dan sifat keliatannya, yaitu kemampuan untuk berdeformasi secara nyata baik
Universitas Sumatera Utara
21
dalam tegangan, regangan maupun dalam kompresi sebelum kegagalan, serta sifat homogenitas yaitu sifat keseragaman yang tinggi. Baja merupakan bahan campuran besi ( Fe ), 1,7 % Zat arang atau karbon (C), 1,65 % mangan, 0,6 % silikon ( Si ) dan 0,6% tembaga ( Cu ). Baja dihasilkan dengan menghaluskan bijih besi dan logam besi tua bersama-sama dengan bahan tambahan pencampur yang sesuai, dalam tungku temperatur tinggi untuk menghasilkan massa- massa besi yang besar, selanjutnya dibesihkan untuk menghilangkan kelebihan zat arang dan kotoran-kotoran lain. Berdasarkan persentase
zat
arang yang dikandung,
baja
dapat
dikategorikan sebagai berikut : 1.
Baja dengan persentase zat arang rendah ( low carbon steel ) Yakni lebih kecil dari 0,15 %
2.
Baja dengan persentase zat arang ringan ( mild carbon steel ) Yakni 0,15 % - 0,29 %
3.
Baja dengan persentase zat arang sedang ( medium carbon steel ) Yakni 0,30 % - 0,59 %
4.
Baja dengan persentase zat arang tinggi ( high carbon steel ) Yakni 0,60 % - 1,7 % Baja untuk bahan struktur termasuk kedalam baja yang persentase zat
arang yang ringan ( mild carbon steel ), semakin tinggi kadar zat arang yang terkandung didalamnya, maka semakin tinggi nilai tegangan lelehnya. Sifat-sifat bahan struktur yang paling penting dari baja adalah sebagai berikut : 1.
Modulus Elastisitas ( E )
Universitas Sumatera Utara
22
Modulus elastisitas untuk semua baja ( yang secara relatif tidak tergantung dari kuat leleh ) adalah 28000 sampai 30000 ksi atau 193000 sampai 207000 Mpa. Nilai untuk desain lazimnya diambil sebesar 29000 ksi atau 200000 Mpa. Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ), nilai modulus elastisitas baja adalah 2,1 x 106 kg/cm² atau 2,1 x 105 MPa. 2.
Modulus Geser ( G ) Modulus geser setip bahan elastis dihitung berdasarkan formula : =ܩ
ܧ 2 (1 + ߤ)
Dimana : µ = perbandingan poisson yang diambil sebesar 0,3 untuk baja. Dengan menggunakan µ = 0,3 maka akan memberikan G = 11000 ksi atau 77000 MPa. Berdasarkan Peraturan Perencanaan Bangunan Baja Indonesia ( PPBBI ), nilai modulus geser ( gelincir ) baja adalah 0,81 x 106 kg/cm² atau 0,81 x 105 MPa. 3.
Koefisien Ekspansi ( α ) Koefisien ekspansi adalah koefisien pemuaian linier. Koefisien ekspansi baja diambil sebesar 12 x 10-6 per o C.
4.
Tegangan Leleh ( σ ) Tegangan leleh ditentukan berdasarkan mutu baja.
5.
Sifat-sifat lain yang penting. Sifat – sifat ini termasuk massa jenis baja, yang sama dengan 490 pcf atau 7,850 t/m3 , atau dalam berat satuan, nilai untuk baja sama dengan 490 pcf
Universitas Sumatera Utara
23
atau 76, 975 kN/m³, berat jenis baja umumnya adalah sebesar 7,850 t/m3 . Untuk mengetahui hubungan antara tegangan dan regangan pada baja dapat dilakukan dengan uji tarik di laboratorium. Sebagian besar percobaan atas baja akan menghasilkan bentuk hubungan antara tegangan dan regangan seperti tergambar di bawah ini.
Gambar 2. 5 Hubungan Tegangan - Regangan untuk Uji Tarik pada Baja Lunak Keterangan gambar : σ
= tegangan baja
ε
= regangan baja
A
= titik proporsional
A’ = titik batas elastis B
= titik batas plastis
M = titik runtuh C
= titik putus Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa sampai titik A hubungan antara
tegangan dan regangan masih linier atau keadaan masih mengikuti hukum Hooke. Kemiringan garis OA menyatakan besarnya modulus elastisitas E. Diagram
Universitas Sumatera Utara
24
regangan untuk baja lunak memiliki titik leleh atas ( upper yield point ), σy dan daerah leleh datar. Secara praktis, letak titik leleh atas ini, A’ tidaklah terlalu berarti sehingga pengaruhnya sering diabaikan. Titik A’ sering juga disebut sebagai titik batas elastis ( elasticity limit ). Sampai batas ini bila gaya tarik dikerjakan pada batang baja maka batang tersebut akan berdeformasi. Selanjutnya bila gaya itu dihilangkan maka batang akan kembali kebentuk semula. Dalam hal ini batang tidak mengalami deformasi permanen. Bila beban yang bekerja bertambah, maka akan terjadi pertambahan regangan tanpa adanya pertambahan tegangan. Sifat pada daerah AB inilah yang disebut sebagai keadaan plastis. Lokasi titik B, yaitu titik batas plastis tidaklah pasti tetapi sebagai perkiraan dapat ditentukan yakni terletak pada regangan 0,014. Daerah BC merupakan daerah strain hardening, dimana pertambahan regangan akan diikuti dengan sedikit pertambahan tegangan. Disamping itu, hubungan tegangan dengan regangannya tidak lagi bersifat linier. Kemiringan garis setelah titik B ini didefenisikan sebagai Ez. Di titik M, yaitu regangan berkisar antara 20 % dari panjang batang, tegangannya mencapai nilai maksimum yang disebut sebagai tegangan tarik batas ( ultimate tensile strength ). Akhirnya bila beban semakin bertambah besar lagi maka titik C batang akan putus. Tegangan leleh adalah tegangan yang terjadi pada saat baja mulai meleleh. Dalam kenyataannya, sulit untuk menentukan besarnya tegangan leleh, sebab perubahan dari elastisitas menjadi plastis seringkali besarnya tidak tetap. Sebagai standar menentukan besarnya tegangan leleh dihitung dengan menarik garis
Universitas Sumatera Utara
25
sejajar dengan sudut kemiringan modulus elastisitasnya, dari regangan sebesar 0,2 %.
Gambar 2. 6 Penentuan Tegangan Leleh Dari titik regangannya 0,2 % ditarik garis sejajar dengan garis OB sehingga memotong grafik tegangan regangan dan memotong sumbu tegangan. Tegangan yang diperoleh ini disebut dengan tegangan leleh. Tegangan-tegangan leleh dari bermacam- macam baja bangunan diperlihatkan pada tabel 2. 2 di bawah ini : Tabel 2. 2 Harga Tegangan Leleh
Macam Baja Bj 34 Bj 37
Tegangan Leleh kg/cm2 Mpa 2100 210 2400 240
Bj 41
2500
250
Bj 44
2800
280
Bj 50 Bj 52
2900 3600
290 360
Baja memiliki beberapa kelebihan sebagai bahan konstruksi, diantaranya : 1.
Nilai kesatuan yang tinggi per satuan berat
Universitas Sumatera Utara
26
2.
Keseragaman bahan dan komposit bahan yang tidak berubah terhadap waktu
3.
Dengan sedikit perawatan akan didapat masa pakai yang tidak terbatas
4.
Daktalitas yang tinggi
5.
Mudah untuk diadakan pengembangan struktur Di samping itu baja juga mempunyai kekurangan dalam hal :
1.
Kekuatan baja lemah dalam memikul beban tekan
2.
Biaya pengadaan anti api yang besar ( fire proofing cost )
3.
Dibandingkan dengan kekuatannya kemampuan baja melawan tekuk kecil
4.
Nilai kekuatannya akan berkurang, jika dibebani secara berulang / periodik, hal ini biasanya disebut dengan leleh atau fatigue. Dengan kemajuan teknologi, perlindungan terhadap karat dan kebakaran
pada baja sudah ditemukan, hingga akibat buruk yang mungkin terjadi bisa dikurangi/dihindari. 2. 3
Analisa Kolom
Gambar 2. 7 Batang Lurus yang Dibebani Gaya Aksial Sebuah batang lurus dengan panjang L yang dibebani oleh gaya aksial P seperti yang diperhatikan pada gambar 2. 5 uraian gaya- gaya yang bekerja pada potongan sejauh x dari tumpuan, diperlihatkan pada gambar 2. 6 dimana N dan Q
Universitas Sumatera Utara
27
adalah komponen gaya longitudinal dan transversal pada potongan itu, dan M adalah momen lentur.
Gambar 2. 8 Potongan Batang Sejauh x dari Tumpuan Pengaruh dari adanya rotasi struktur, persamaan kesetimbangan dari elemen kolom ramping yang terdeformasi diperlihatkan pada gambar 2. 7.
Gambar 2. 9 Kolom Terdeformasi Untuk deformasi yang kecil, maka dapat diasumsikan bahwa sudut putar β adalah kecil. Dengan demikian sin β dan cos β secara berurutan dapat dianggap β dan l. Persamaan kesetimbangan gaya dapat diperoleh dengan menguraikan masing- masing gaya yang bekerja sesuai dengan subu x dan y. Dari uraian gaya pafa sumbu x diperoleh : -N + ( N + dN ) – Q β + ( Q + dQ ) ( β + dβ ) = 0 NI + QI + βI = 0 Dimana : NI = dN/dx QI = dQ/dx βI = dβ /dx
Universitas Sumatera Utara
28
Dari uraian gaya pada sumbu y diperoleh : -Q + ( Q+dQ ) – Nβ – ( N + dN )( β + dβ ) = 0 -NβI + βNI + QI = 0 Uraian Momen : M – ( M + dM ) + Qdx = 0 Q = MI Dimana : M = dM/dx Untuk batang yang ramping dapat dianggap bahwa tegangan dan gaya geser melintang sangat kecil. Kita biasanya mengambil asumsi bahwa bentuk kuadratik yang menggambarkan interaksi non- linear antara gaya geser yang kecil dan putaran dapat diabaikan. Dari asumsi yang diambil maka tiga persamaan kesetimbangan disederhanakan menjadi bentuk berikut : NI = 0
( 2. 13 )
QI- βNI = 0
( 2. 14 )
Q=0
( 2. 15 ) Bentuk dari βNI tidak terdapat pada persamaan 2. 14 karena telah hilang
akibat persamaan ( 2. 13 ) dengan mengeliminasi Q dari persamaan ( 2. 15 ) sehingga menghasilkan. NI = 0 MII= -EIyII
( 2. 16 )
Dimana I adalah momen Inersia dari penampang dan E adalah modulus elastis bahan. Persamaan ( 2. 16 ) disubstitusikan ke dalam persamaan ( 2. 15 )
Universitas Sumatera Utara
29
diperoleh : N I= 0 (EIII)II– NyII = 0 Untuk harga EI yang konstan, persamaan menjadi : NI = 0 EIyIV – NyII = 0 Persamaan ( 2. 14 ) merupakan bentuk kuadrik dalam variabel- variabel N dan Y. Oleh karena itu merupakan persamaan diferensial non- linier. Dari persamaan ( 2. 13 ) terlibat bahwa N konstan sepanjang X dan dari kondisi batas x=0 dan x=1, kita lihat bahwa N = -P. Dengan demikian persamaann ( 2. 14 ) dapat disederhanakan menjadi bentuk lazim dikenal : EIyIV – PyII = 0
( 2. 17 )
Atau EI
ௗ௬ ర ௗ௫ర
+ ܲ
ௗ௬ మ ௗ௫మ
=0
( 2. 18 )
Persamaan di atas adalah diferensial dari kolom ramping yang mengalami tekukan. Dari persamaan dapat ditentukan besarnya pada saat struktur akan runtuh. Misalnya k2 = P/EI dan subtitusikan kedalam persamaan sehingga diperoleh : ௗ௬ర ௗ௫ర
+K
ௗ௬మ ௗ௫మ
=0
( 2. 19 )
Persamaan umum dari persamaan diferensial adalah : Y = A sin kx + B cos kx + Cx + D
( 2. 20 )
Universitas Sumatera Utara
30
Dimana : A, B, C, D adalah tetapan tertentu yang dapat ditentukan dengan menggunakan syarat-syarat batas yaitu kondisi batas ujung-ujung batang atau yang disebut dengan boundary condition. 2. 3. 1 Kolom Euler Rumus kolom Euler diturunkan dengan membuat berbagai anggapan sebagai berikut : 1.
Bahan elastis sehingga memenuhi Hukum Hooke
2.
Material homogen sempurna dan isotropis
3.
Batang pada mulanya lurus sempurna, prismatis dan beban terpusat dikerjakan sepanjang sumbu titik berat penampang
4.
Penampang batang tidak terpuntir, elemennya tidak dipengaruhi tekuk setempat dan distorsi lainnya selama melentur
5.
Batang bebas dari tegangan residu
6.
Ujung-ujung batang ditumpu sederhana. Ujung bawah ditumpu pada sendi yang tidak dapat berpindah, ujung atas ditumpu pada tumpuan yang dapat berotasi dengan bebas dan bergerak vertical tetapi tidak dapat bergerak horizontal.
7.
Deformasi dari batang cukup kecil sehingga bentuk ( y’ )² dari persamaan kurva y” / (1 + (y’)2)2/3 dapat diabaikan. Dari sini kurva dapat didekati dengan y”. Bahwa batang yang ditekan akan mengalami bentuk yang sedikit
melengkung seperti pada gambar 2. 10. Jika sumbu koordinat diambil seperti dalam gambar, momen dalam yang terjadi pada penampang sejauh x dari sumbu
Universitas Sumatera Utara
31
asal adalah : Mx = -EIy”
( 2. 21 )
Gambar 2. 10 Kolom Euler Dengan menyamakan momen lentur luar P.y, maka diperoleh persamaan : EIy” + P.y = 0
( 2. 22 )
Persamaan ( 2. 21 ) adalah persamaan diferensial linear dengan koefisien konstan dan dapat dirubah menjadi : y” + k².y = 0
( 2. 23 )
Dimana : k² =
ாூ
( 2. 24 )
Penyelesaian umum persamaan ( 2. 22 ) y = A sin kx + B cos kx
( 2. 25 )
Untuk menentukan besaran konstanta A dan B, maka menggunakan syarat batas : y = 0 dan x = 0
Universitas Sumatera Utara
32
y = 0 dan x = 1 Dengan memasukkan syarat batas pertama ke dalam persamaan ( 2. 25 ) maka diperoleh : B=0 Sehingga diperoleh : y = A sin kx
( 2. 26 )
Dari syarat batas kedua diperoleh : A sin kl = 0
( 2. 27 )
Persamaan ( 2. 27 ) dapat dipenuhi oleh tiga keadaan yaitu : 1.
Konstanta A = 0, yaitu tidak ada lendutan
( 2. 28 )
2.
kl = 0, yaitu tidak ada beban luar
( 2. 29 )
3.
kl = nл, yakni syarat terjadi tekuk
( 2. 30 )
Substitusi persamaan ( 2. 30 ) ke dalam persamaan ( 2. 24 ) dan persamaan ( 2. 26 ) diperoleh : P=
మ గ మ ாூ మ
Y = A sin
( 2. 31 )
గ௫
( 2. 32 )
Pada beban yang diberikan oleh persamaan ( 2. 31 ) kolom berada dalam keadaan kesetimbangan dalam bentuk yang agak bengkok, dimana bentuk deformasinya diberikan oleh persamaan ( 2. 32 ). Ragam (mode) tekuk dasar yaitu lendutan dengan lengkungan tunggal akan diperoleh jika nilai n diambil sama dengan 1, dengan demikian beban kritis Euler untuk kolom adalah :
Universitas Sumatera Utara
33
గ మ ாூ
Pkr =
మ
( 2. 33 )
Dan persamaan lendutan menjadi : Y = ܣsin
గ௫
( 2. 34 )
Kelakuan kolom Euler dapat digambarkan secara grafik seperti pada gambar :
Gambar 2. 11 Grafik Kolom Euler Dari grafik dapat dilihat bahwa sampai beban Euler dicapai, kolom harus tetap lurus. Pada beban Euler ada percabangan kesetimbangan yaitu kolom dapat tetap lurus atau dapat dianggap berubah bentuk dengan amplitude tidak tentu. Kelakuan ini menunjukkan bahwa keadaan kesetimbangan pada saat beban Euler merupakan transisi dari kesetimbangan stabil dan tidak stabil. 2. 3. 2 Rumus Kolom Euler untuk Berbagai Pe rletakan 2. 3. 2. 1 Kolom dengan Satu Ujung Terjepit dan yang lainnya Bebas Tinjau suatu sumbu-sumbu koordinat seperti ditunjukkan pada gambar, dimana kolom dalam kedudukan yang agak melengkung, menghasilkan momen lentur pada suatu penampang melintang sebesar : M= - P (δ – y) Dan persamaan diferensial M = -EI
( 2. 35 ) ௗమ ௬ ௗ௫మ
menjadi :
Universitas Sumatera Utara
34
ௗమ ௬
EI ௗ௫ మ = P (δ – y )
( 2. 36 )
Karena ujung atas kolom adalah bebas, maka jelaslah bahwa tekuk pada kolom akan terjadi pada bidang dengan kekakuan lengkungan terkecil, yang dianggap merupakan bidang simetris. Nilai EI yang terkecil ini digunakan dalam persamaan ( 2. 36 ) di atas dan dengan memakai notasi sebelumnya yaitu : k² =
ாூ
Kita dapat menuliskan persamaan dalam bentuk : ௗమ ௬ ௗ௫మ
+ k²y = k² δ
Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah : Y = A cos kx + B sin kx + δ Dimana A dan B adalah konstanta integrasi, yang ditentukan dari syarat-syarat ujung jepit kolom yaitu : Y=
ௗ௬ ௗ௫
= 0 pada x = 0
Syarat-syarat ini dipenuhi jika : A=- δ B=0 Dan persamaan b menjadi : Y = δ ( 1 – cos kx )
( 2. 37 )
Sedang syarat pada ujung bebas kolom menghendaki bahwa Y = δ pada x = 1 Yang memenuhi jika δ cos kl = 0
Universitas Sumatera Utara
35
Persamaan c menghendaki bahwa salah satu δ dan cos kl harus nol. Bila δ = 0, maka lengkungan tidak ada. Bila cos kl = 0, kita akan memperoleh hubungan Kl = ( 2n – 1 ) /2
( 2. 38 )
Dimana n = 1, 2, 3,…… persamaan ini untuk menentukan nilai- nilai k sehubungan dengan bentuk tekukan yang terjadi. Nilai kl terkecil yang memenuhi persamaan ( 2. 38 ) diperoleh dengan mengambil n = 1, memberikan nilai beban kritis terkecil yaitu : Kl = l ට
ாூ
=
గ ଶ
Atau Pkr =
గ మ ாூ ସ మ
( 2. 39 )
Besaran kx dalam persamaan ( 2. 37 ) untuk kasus ini berubah-ubah dari 0 s/d /2, dan bentuk lengkungan seperti ditunjukkan pada gambar di atas. Dengan mensubtitusikan n = 2, 3, . . . . ke dalam persamaan ( 2. 38 ), kita peroleh hubungannya dengan nilai- nilai beban kritis sebagai berikut : Pkr =
ଽ గ మ ாூ ସ మ
Pkr=
ଶହ గ మ ாூ ସ మ
Besaran kx menurut persamaan ( 2. 37 ) dalam hal ini berubah dari 0 s/d 3/2, dari 0 s/d 5/2, . . . , dan hubungannya dengan kurva lengkungan pada gambar ( 2. 37 ) dan gambar ( 2. 38 ). Untuk bentuk kurva lengkungan pada gambar ( 2. 37 ) diperlukan suatu gaya sebesar sembilan kali beban kritis terkecil, dan keadaan pada gambar ( 2. 38 ), diperlukan gaya sebesar dua puluh lima kali beban kritis terkecil.
Universitas Sumatera Utara
36
Bentuk-bentuk tekukan seperti itu hanya dapat terjadi pada batang yang sangat ramping, dan dengan memasang penyokong pada titik peralihan untuk mencegah lengkungan lateral. Sebaliknya bentuk tekukan ini adalah tidak stabil, dan mempunyai arti praktis yang kecil, sebab struktur telah mengalami suatu lengkungan yang besar pada saat beban mendekati nilai- nilai yang diberikan oleh persamaan ( 2. 39 ).
Gambar 2. 12 Kurva Lendutan Tekuk Sinusoidal dengan Satu Ujung Terjepit dan yang Lainnya Bebas 2. 3. 2. 2 Kolom dengan Kedua Ujungnya berupa Sendi Mint – P.y = 0
( 2. 40 )
Dari hubungan momen dengan kelengkungan didapat : ௗమ ௬ ௗ௫మ
( 2. 41 )
-EIy” – P.y = 0
( 2. 42 )
Mint = - EI
EIy” + P.y = 0 y” +
ாூ
=ݕ0;
ாூ
dimisalkan ݇2
y” + k2 y = 0
( 2. 43 )
Jawaban umum persamaan diferensial di atas : y = A sin kx + B cos kx
( 2. 44 )
Universitas Sumatera Utara
37
Dari syarat batas yang ada, y = 0 pada saat x = 0 dan x = L Untuk x = 0 ; y = B = 0 Untuk x = L ; y = A sin kl = 0 Karena A ≠ 0 maka sin kl = 0 kl = nπ ݇2 =
మ గ మ మ
( 2. 45 )
Untuk n = 1 P=
గ మ ாூ మ
Dimana I = inersia pada sumbu lemahnya Pada suatu kasus kolom dengan kedua ujungnya berupa sendi (gambar 2. 13), tampak dari kesimetrisannya bahwa tiap setengah panjang batang adalah mirip dengan batang pada gambar 2.13. Karena itu beban kritis pada kasus ini diperoleh dengan mensubtitusikan l/2 untuk besaran l dalam persamaan, yang memberikan Pkr=
గ మ ாூ మ
మ =
ସቀ ቁ
గ మ ாூ మ
( 2. 46 )
Kasus suatu batang dengan kedua ujung berupa sendi, mungkin dianggap lebih sering dalam prakteknya dari yang lain. Kasus ini disebut “kasus dasar” (fundamental case) dari tekuk batang yang prismatis.
Universitas Sumatera Utara
38
Gambar 2. 13 Kolom dengan Kedua Ujungnya berupa Sendi 2. 3. 2. 3 Kolom dengan Kedua Ujungnya Terjepit Bila kedua ujung kolom berupa jepitan (gambar 2. 12), maka ada momenmomen reaksi yang mencegah ujung- ujung kolom dari perputaran selama tekukan terjadi. Momen- momen ujung dan gaya- gaya tekan aksial adalah ekivalen dengan gaya- gaya P yang bekerja eksentris seperti ditunjukkan pada gambar. Titik-titik peralihan ditempatkan dimana garis kerja gaya P memotong kurva lengkungan, sebab pada titik-titik ini momen lentur adalah nol. Titik-titik peralihan dan titik tengah bentang membagi batang atas empat bagian yang sama. Oleh karena itu, beban kritis dalam kasus ini diperoleh dengan mensubtitusikan l/4 untuk besaran l, yaitu : EI
ௗమ ௬ ௗ௫మ
ௗమ ௬ ௗ௫మ
+ Py = Mo
( 2. 47 )
ெ
( 2. 48 )
+ k2 y =
dimana, k² =
ாூ
ாூ
Penyelesaian dari persamaan ini adalah : y = A sin kx + B cos kx +
ெ
( 2. 49 )
Universitas Sumatera Utara
39
Dari syarat batas :
ௗ௬ ௗ௫
=0
y = 0 pada x = 0 y = 0 pada x = 0 didapat ; B=-
ெ
, dan A = 0
Sehingga : y = ( ܲܯ1−cos݇)ݔ
( 2. 50 )
cos kl = 1.0
( 2. 51 )
kl = 2π Maka didapat : Pkr=
గ మ ாூ ସ మ
( 2. 52 )
Gambar 2. 14 Kolom dengan Kedua Ujungnya Terjepit
Universitas Sumatera Utara
40
2. 3. 2. 4 Kolom dengan Kedua Ujung Terjepit tetapi Salah Satu dapat Bergeser Arah Lateral Pada gambar 2. 15 tampak bahwa kolom bebas gerak arah lateral pada ujung atas tetapi dikendalikan sedemikian rupa, sehingga garis singgung pada kurva elastis tetap tegak. Dengan adanya titik peralihan pada pertengahan bentang (gambar 2. 13b.), beban kritis didapatkan dengan mensubtitusikan l/2 untuk l dalam persamaan ( 2. 52 ), dan dengan demikian dalam kasus ini juga berlaku rumus ( 2. 46 ).
Gambar 2. 15 Kolom dengan Kedua Ujung Terjepit tetapi Salah Satu dapat Bergeser arah Lateral 2. 3. 2. 5 Kolom dengan Ujung-ujung Terjepit dan Sendi Kita tinjau suatu penampang mn sejauh x dari sendi, dan dengan lengkungan sebesar y (gambar), memberikan momen lentur sebesar : Mx = P.y + H0.x
( 2. 53 )
Dengan demikian persamaan menjadi : EI
ௗమ ௬ ௗ௫మ
= -P.y – Ho.x
( 2. 54 )
Universitas Sumatera Utara
41
Gambar 2. 16 Kolom dengan ujung-ujung Terjepit dan Sendi Dan dengan bantuan notasi k² = P/EI, persamaan b dapat dituliskan dalam bentuk: ௗమ ௬ ௗ௫మ
+ k²y = −
ு ாூ
ݔ
( 2. 55 )
Penyelesaian umum dari persamaan ini adalah : Y = A cos kx + B sin kx -
ு
ݔ
( 2. 56 )
Dimana A dan B adalah konstanta integrasi, yang ditentukan dari syarat-syarat ujung kolom yaitu : Y = 0 pada x = 0 dan x = l dy/dx = 0 pada x = l Dari syarat ujung y = 0 pada x = 0 diperoleh A = 0. Untuk y = 0 pada x = l memerlukan : B=
ு
ୱ୧୬
( 2. 57 )
Sedang untuk dy/dx = 0 pada x = l memberikan : Tg kl =kl
( 2. 58 )
Universitas Sumatera Utara
42
Untuk memecahkan persamaan dipakai metoda grafis. Kurva-kurva pada gambar menyatakan tg kl sebagai fungsi kl. Kurva-kurva ini menyinggung garis tegak kl =π /2, 3π/2,. . . . pada titik jauh tak terhingga ( secara asimtotis ).
Gambar 2. 17 Kurva kl Akar-akar persamaan ditunjukkan oleh titik perpotongan kurva dengan garis lurus y = kl. Akar terkecil adalah absis dari koordinat titik A yaitu sebesar : Kl = 4,493 radian Yang memberikan nilai beban kritis sebesar Pkr =
ଶ,ଵଽ ாூ మ
=
గ మ ாூ
(,ଽଽଵ)మ
( 2. 59 )
Dalam setiap kasus yang telah diterangkan diatas, dianggap bahwa kolom bebas tertekuk dalam suatu arah, maka jelaslah bahwa besaran EI menyatakan kekakuan lengkung terkecil. Jika kolom dikekang sedemikian rupa, sehingga tekukan hanya mungkin dalam satu bidang utama saja, maka EI menyatakan kekakuan lengkung dalam bidang itu. Dalam pembicaraan sebelumnya juga dianggap bahwa batang sangat langsing, sehingga tegangan tekan terbesar yang terjadi selama tekukan masih di bawah batas proporsional bahan. Hanya dibawah persyaratan-persyaratan inilah
Universitas Sumatera Utara
43
rumus-rumus beban kritis diatas dapat berlaku. Untuk menentukan batas pemakaian rumus-rumus ini, mari kita tinjau kasus dasar seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Dengan membagi beban kritis dari pers. Dengan luas penampang melintang A, dan mengambil r= ට
ூ
( 2. 60 )
Dimana r menyatakan jari-jari putaran, besar tegangan tekan kritis adalah σkr =
ೖೝ
=
గమ ா మ ೝ
( 2. 61 )
ቀ ቁ
Tegangan ini hanya tergantung pada besaran E dan rasio kelangsingan l/r. Sebagai contoh, pada suatu struktur baja, batas proporsional 2100 kg/cm² dan E = 2,1 x 106 kg/cm², maka didapat nilai l/r terkecil dari pers. ( 2. 61 ) sebesar 100. Karenanya, beban kritis pada kolom dari bahan ini, yang bersendi pada kedua ujungnya, dapat dihitung dengan pers. ( 2. 46 ), bila diinginkan rasio l/r lebih besar dari 100. Jika l/r lebih kecil dari 100, tegangan tekan sudah mencapai batas proporsional sebelum terjadi tekukan, sehingga pers ( 2. 46 ) tidak berlaku. Persamaan ( 2. 53 ) dapat dinyatakan secara grafis oleh kurva ACB pada gambar 2. 16, dimana tegangan kritis digambarkan sebagai fungsi l/r. Kurva mendekati sumbu mendatar secara asimtot, dan tegangan kritis mendekati nol dengan bertambahnya rasio kelangsingan. Kurva juga mendekati sumbu tegak secara asimtot tetapi yang berlaku hanya sepanjang tegangan σcr yang masih dibawah batas proporsional bahan. Kurva pada gambar digambarkan untuk struktur baja seperti yang disebut diatas, dan titik C berhubungan dengan batas
Universitas Sumatera Utara
44
proportiona sebesar 2100 kg/cm². jadi hanya bagian BC dari kurva yang memenuhi. Sekarang bandingkan kasus-kasus lain yang dinyatakan pada gambarm 2. 16, analog didapat rumus tegangan-tegangan kritis sebagai berikut : σkr =
గమ ா
మ మ ቀ ቁ ೝ
σkr=
గమ ா
మ ቀ ቁ మೝ
σkr=
గమ ா
బ,లవవ మ ቁ ೝ
ቀ
Gambar 2. 18 Kurva ACB Tampak bahwa ketiga persamaan analog dengan persamaan ( 2. 62 ), dimana panjang l sebenarnya digantikan dengan panjang reduksi L. Dengan demikian dapat dituliskan secara umum rumus tegangan sebagai berikut : σkr =
గమ ா ಽ మ ೝ
ቀ ቁ
( 2. 62 )
Dimana besaran L = 2l, l/2, atau 0,6991. 2. 4
Panjang Efektif Kolom dengan kekangan yang besar terhadap rotasi dan translasi ujung-
ujungnya (contohnya tumpuan jepit) akan mampu menahan beban yang lebih besar dibandingkan dengan kolom yang mengalami rotasi serta translasi pada bagian tumpuan ujungnya (contohnya adalah tumpuan sendi). Selain kondisi tumpuan ujung, besar beban yang dapat diterima oleh suatu komponen struktur
Universitas Sumatera Utara
45
tekan juga tergantung dari panjang efektifnya. Semakin kecil panjang efektif suatu komponen struktur tekan, maka semakin kecil pula risikonya terhadap masalah tekuk. Sejauh ini pembahasan mengenai kekuatan kolom mengasumsikan sendi dimana tidak ada kekangan rotasional momen. Kekangan momen nol pada ujung merupakan situasi paling lemah untuk batang tekan yang salah-satu ujungnya tidak dapat bergerak transversal relatif terhadap ujung yang lainnya. Untuk kolom berujung sendi semacam ini, panjang ekivalen ujung sendi kL merupakan panjang L sebenarnya, dengan demikian K = 1,0 seperti pada tabel 2. 3. Panjang L ekivalen berujung sendi disebut panjang efektif. Untuk kebanyakan situasi nyata, kekangan momen pada ujung-ujung yang ditahan seperti pada tabel 2. 3. Dimana panjang efektif tereduksi dalam banyak situasi, sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin, untuk menilai secara tepat derajat kekangan momen yang disumbangkan oleh batang-batang berdekatan yang mengikat ke kolom, oleh pondasi setempat dan lapisan tanah dibawahnya dan interaksi penuh semua batang dalam struktur rangka baja. Baik apakah derajat ujung ditentukan dengan tepat atau tidak,desainer harus memahami konsep tentang braced frame (goyangan dicegah dengan sabuk penyokong) dan unbraced frame (tanpa sabuk penyokong, goyangan tidak dicegah). Panjang efektif suatu kolom secara sederhana dapat didefinisikan sebagai jarak di antara dua titik pada kolom tersebut yang mempunyai momen sama dengan nol, atau didefinisikan pula sebagai jarak di antara dua titik belok dari
Universitas Sumatera Utara
46
kelengkungan kolom. Dalam perhitungan kelangsingan komponen struktur tekan (λ = L/i), panjang komponen struktur yang digunakan harus dikalikan dengan suatu faktor panjang tekuk k untuk memperoleh panjang efektif dari kolom tersebut. Besarnya faktor panjang efektif sangat tergantung dari kondisi perletakan pada ujung-ujung komponen struktur tersebut. Prosedur penentuan nilai k dilakukan dengan analisa tekuk terhadap suatu kolom. Panjang efektif batang kolom pada suatu portal, bergantung pada jenis portal yang ditinjau, yaitu portal bergoyang dan portal tidak bergoyang. Portal tak bergoyang (yang disokong) adalah portal yang kestabilan lateralnya diberikan oleh penyambung yang memadai ke penopang diagonal ke dinding geser, ke struktur di dekatnya yang memiliki stabilitas lateral yang memadai, atau ke plat lantai atau penutup atap yang diikat secara horizontal terhadap dinding atau dengan system penopang yang sejajar dengan bidang portal. Atau dengan kaya lain portal tak bergoyang didefenisikan sebagai portal yang tekuk bergoyangnya dicegah oleh elemen penopang yang tidak termasuk rangka struktural itu sendiri. Faktor K untuk portal bergoyang adalah 0
1. Faktor panjang efektif (K) untuk kolom ideal dengan perletakan yang berbeda dapat dilihat pada tabel 1. 1.
Universitas Sumatera Utara
47
2. 5
Metode Beda Hingga
2. 5. 1 Pendahuluan Metode beda hingga adalah teknik numerik untuk mendapatkan solusi perkiraan untuk persamaan diferensial. Dalam metode persamaan diferensial digantikan oleh seperangkat setara persamaan aljabar yang biasanya lebih mudah untuk memecahkan daripada persamaan diferensial. Dasar dari teknik beda hingga adalah bahwa turunan dari suatu fungsi pada suatu titik dapat didekati dengan ekspresi aljabar yang terdiri dari nilai fungsi pada saat itu dan di beberapa titik di dekatnya. Mengingat fakta ini adalah mungkin untuk mengganti derivatif dalam persamaan diferensial dengan ekspresi aljabar dan dengan demikian mengubah persamaan diferensial menjadi persamaan aljabar. Sebagai aturan, persamaan diferensial menggambarkan perilaku sistem yang berkelanjutan, sedangkan persamaan aljabar menggambarkan perilaku sistem parameter yang disamakan. Penggantian fungsi kontinu dalam persamaan diferensial dengan ekspresi aljabar yang terdiri dari nilai fungsi yang di beberapa titik diskrit demikian setara dengan mengganti sistem kontinyu dengan satu terdiri dari sejumlah diskrit poin massa. Metode beda hingga karena itu mirip dengan metode energi yang baik menyederhanakan solusi dari masalah dengan mengurangi jumlah derajat kebebasan. Metode energi ini dilakukan dengan mendekati perilaku sistem, yaitu, dengan asumsi bentuk dibelokkan, sedangkan teknik beda hingga menyederhanakan sistem itu sendiri. Secara umum, jika sistem kontinu diganti dengan n titik massa diskrit, fungsi yang tidak diketahui diganti dengan variabel n aljabar, dan persamaan
Universitas Sumatera Utara
48
diferensial diganti dengan n simultan persamaan aljabar dalam variabel tersebut. Karena turunan dari fungsi yang tidak diketahui di titik didekati oleh ekspresi yang terdiri dari nilai fungsi pada saat itu dan di beberapa titik tetangga, semakin dekat titik-titik yang satu dengan yang lain yang lebih baik adalah perjanjian antara turunan dan aljabar pendekatan, dan lebih akurat akan menjadi solusi untuk masalah ini. Namun, karena jumlah poin meningkatkan begitu juga dengan jumlah persamaan simultan yang harus dipecahkan. Karena jumlah besar pekerjaan numerik yang terlibat, metode beda hingga yang sangat cocok untuk digunakan ketika kecepatan tinggi komputer elektronik tersedia. Kerugian utama dari metode ini adalah bahwa hal itu memberikan nilai numerik dari fungsi yang tidak diketahui pada titik-titik diskrit bukan ekspresi analitis yang berlaku untuk seluruh sistem. Jika ekspresi analitis diperlukan, itu harus diperoleh dengan pas kurva dengan nilai- nilai diskrit yang diperoleh dalam larutan. Kelemahan ini akan lebih parah masalah keseimbangan daripada di masalah eigenvalue, karena hubungan berlaku umum biasanya dapat diperoleh untuk beban kritis, sedangkan ekspresi terus menerus untuk fungsi defleksi yang pernah diperoleh. Terlepas dari kelemahan tersebut, prosedur beda hingga adalah metode analisis yang sangat berguna di berbagai penerapan perusahaan. 2. 5. 2 Rasio Diferensial Turunan dari fungsi, pada suatu titik, dapat dinyatakan kurang dalam hal nilai fungsi pada saat itu dan nilai pada satu atau lebih poin terdekat. Hal seperti ini dikenal sebagai rasio diferensial. Mempertimbangkan fungsi, f (x), diplot pada
Universitas Sumatera Utara
49
gambar. 2. 19, yang nilainya diketahui pada x = i dan di beberapa titik merata spasi ke kanan dan ke kiri x = i.
Gambar 2. 19 Rasio Diferensial Turunan pertama dari f (x) pada titik x dapat didekati dengan ݂ ( ݔ+ ∆ ) ݔ− ݂ ()ݔ ݂݀ ≅ ∆ݔ ݀ݔ Pada x = i ungkapan ini dapat ditulis dalam bentuk ௗ
ቀ ቁ
ௗ௫ ௫ୀ
≅ ∆݂ =
శ ି
( 2. 63 )
Dimana fi dan f i + h adalah nilai- nilai dari fungsi f (x) pada x = i, dan pada x = i + h, h adalah jarak antara dua titik, dan ∆f i adalah pendekatan dari derivatif df / dx di x = i. Hal ini jelas bahwa perbedaan antara turunan dan pendekatan yang ∆f akan menurun sebagai h menurun. Pendekatan dari df / dx turunan yang diberikan oleh Persamaan. ( 2. 63 ) melibatkan f fungsi pada x = i dan pada titik di sebelah kanan x = i. Oleh karena itu dikenal sebagai forward difference. Persamaan serupa yang melibatkan fungsi f di x = i dan pada x = i - h adalah
∆݂ =
ି ష
( 2. 64 )
Universitas Sumatera Utara
50
Bentuk pendekatan ini dikenal sebagai backward difference. Persamaan ketiga mungkin melibatkan poin di kedua sisi x = i శ ି ష
∆݂ =
( 2. 65 )
ଶ
Hal ini dikenal sebagai diferensial utama. Dari tiga pendekatan, diferensial utama adalah yang paling akurat untuk diberikan jarak h. Diskusi yang tersisa berurusan dengan pendekatan derivatif yang lebih tinggi karena itu akan terbatas pada diferensial utama. Setelah diferensial pertama telah ditetapkan, diferensial kedua dapat diperoleh dengan mengambil perbedaan perbedaan pertama. Jika ∆ didefinisikan sebagai operator perbedaan yang sesuai dengan operator diferensial d / dx, maka ∆ቆ ି ቇ శ ష
∆ ݂ = ∆(∆݂ ) = ଶ
= =
మ
మ
శ ష
=
∆ ି ∆ శ ష
ష ି ష
మ
మ
( 2. 66 )
శ ି ଶ ା ష మ
Persamaan ( 2. 66 ) memberikan diferensial sentral kedua di titik x = i. Dengan cara yang sama diferensial sentral ketiga dan keempat dapat diturunkan:
∆ଷ ݂ = ∆ଶ (∆݂ ) = =
∆మ శ ି ∆మ ష ଶ
శమష మశశ ష మషశ షమ ି మ మ
ଶ
( 2. 67 )
శ మ ି ଶశ ା ଶష ି షమ
=
ଶయ
Universitas Sumatera Utara
51
ଶ( ଶ
∆ ݂ = ∆ ∆ ݂ ) = ସ
= =
∆ଶ ݂ା − 2∆ଶ ݂ + ∆ଶ ݂ି ℎଶ
శమష మశశ ష మశ ష ష మషశ షమ ቁା ି ଶ ቀ శ మ మ మ మ
శమ ି ସశ ା ି ସష ା షమ ర
( 2. 68 )
Dengan "molekul komputasi" pada gambar 2. 20 memberikan representasi
Gambar 2. 20 Molekul Komputasi untuk Rasio Diferensial bergambar pers. ( 2. 64 ), ( 2. 65 ), ( 2. 66 ), dan ( 2. 67 ). Ini cara yang sangat nyaman mewakili rasio perbedaan yang disebabkan oleh Bickley. 2. 6
Perhitungan Beban Kritis dengan Beda Hingga Dalam tugas akhir ini metode beda hingga akan digunakan untuk
menentukan beban kritis kolom sendi-sendi yang ditunjukkan pada gambar 2. 21(a). Solusinya mengikuti garis besar umum dari analisis yang sama disampaikan oleh Salvadori. Persamaan diferensial dan batas kondisi untuk kolom sendi-sendi yang
ݕ′′ +
ாூ
=ݕ0
( 2. 69 )
Universitas Sumatera Utara
52
Dan y(0) = y(l) = 0
( 2. 70 )
Untuk mendapatkan hubungan diferensial yang sesuai, rentang anggota dibagi menjadi segmen-segmen yang sama n panjang h = l / n dan lendutan pada akhir segmen i dinotasikan dengan yi (gambar 2. 21(b)). Menurut persamaan. ( 2. 66 ), turunan kedua pada titik i dapat didekati dengan rasio diferensial
Gambar 2. 21 Kolom Sendi-sendi Dibagi Menjadi Segmen yang Sama n
∆ଶ ݕ =
௬శ ି ଶ௬ ା ௬ష మ
( 2. 71 )
di mana yi + 1 dan yi - 1 adalah defleksi pada titik-titik di kedua sisi titik i. Jika ( 2. 71 ) digantikan turunan kedua dalam Pers. ( 2. 69 ), diperoleh
ݕା − 2ݕ + ݕି +
మ ாூ
ݕ = 0
( 2. 72 )
persamaan diferensial pada titik i. Persamaan diferensial adalah ekspresi
yang tepat
dari kondisi
keseimbangan. Oleh karena itu, satu menetapkan keseimbangan dimana saja di
Universitas Sumatera Utara
53
sepanjang anggota tersebut. Sebagai perbandingan, persamaan diferensial mengungkapkan kondisi keseimbangan hanya kira-kira, dan dengan memuaskan menjadi salah satu upaya untuk menetapkan keseimbangan hanya pada titik x = i. 2. 6. 1 Pendekatan Pertama n = 2 Biarkan anggota yang dibagi menjadi dua bagian yang sama panjang h = l / 2, dan membiarkan ujung segmen ini akan ditandai dengan i = 0, 1, dan 2, seperti ditunjukkan pada gambar 2. 21. Dalam hal ini, perlu untuk menulis persamaan diferesial hanya pada titik i = 1. Pada dua titik batas, baik defleksi dan lengkung kurvatur dan memenuhi persamaan.
Gambar 2. 22 Pendekatan dengan n = 2 Tertulis persamaan ( 2. 72 ) di i = 1 memberikan
ݕଶ − 2ݕଵ + ݕ +
మ
ସாூ
ݕଵ = 0
( 2. 73 )
Dari kondisi batas y0 = y2 = 0 Jadi : మ
ݕଵ ቀସாூ − 2ቁ = 0
( 2. 74 )
Universitas Sumatera Utara
54
Seperti khas di masalah tekuk linear, persamaan. ( 2. 74 ) mengarah ke solusi trivial pada beban apapun, asalkan y1 = 0, dan untuk beban kritis
ܲ =
଼ ாூ మ
( 2. 75 )
Perbandingan hasil ini dengan solusi yang tepat, 9,87 EI / l2 , menunjukkan pendekatan beda hingga menjadi kesalahan sekitar 19%. Untuk mendapatkan solusi yang lebih akurat, maka perlu memenuhi persamaan perbedaan pada lebih dari satu titik interior. 2. 6. 2 Pendekatan Kedua n = 3
Gambar 2. 23 Pendekatan dengan n = 3 Jika anggota tersebut dibagi menjadi tiga segmen yang sama panjang h = l / 3, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. 23, akan ada dua titik interior, i = 1 dan 2, dimana persamaan diferensial dapat ditulis. Tertulis persamaan. ( 2. 72 ) di i = 1 mengarah ke ݕଶ − 2ݕଵ + ݕ + ߣݕଵ = 0
( 2. 76 )
Dan pada i = 2 diperoleh ݕଷ − 2ݕଶ + ݕଵ + ߣݕଶ = 0
( 2. 77 )
Universitas Sumatera Utara
55
Dimana λ = Pl2 /9 EI. Memanfaatkan kondisi batas dan menata kembali perihal, pers. ( 2. 76 ) dan ( 2. 77 ) dapat ditulis dalam bentuk : (ߣ − 2) ݕଵ + ݕଶ = 0 ݕଵ + (ߣ − 2)ݕଶ = 0
Persamaan ini linear dan homogen. Dengan demikian mereka memiliki solusi trivial y1 = y2 = 0 dan solusi trivial yang diperoleh dengan menetapkan penentu mereka sama dengan nol. Itu adalah, ቚߣ−2 1
1 ቚ=0 ߣ−2
( 2. 78 )
Mengembangkan Persamaan. (2. 78) mengarah ke ߣଶ − 4ߣ + 3 = 0
( 2. 79 )
persamaan polinomial yang akar terkecil adalah beban kritis. Akar persamaan ( 2. 79 ) adalah ߣ ଵ = 1,
ߣଶ = 3
Dimana
ܲଵ =
ଽ ாூ మ
,
ܲଶ =
ଶ ாூ మ
Oleh karena itu beban kritis adalah
ܲ =
ଽ ாூ మ
( 2. 80 )
Solusi ini berbeda dari beban Euler sebesar 9%. Kesalahan 19% yang ada saat memenuhi persamaan diferensial hanya pada satu titik interior demikian telah
Universitas Sumatera Utara
56
dikurangi menjadi 9% dengan memenuhi persamaan diferensial pada dua titik interior. 2. 6. 3 Pendekatan Ketiga n = 4 Jika anggota tersebut dibagi menjadi empat bagian yang sama panjang h = l / 4, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. 23 akan ada tiga poin interior dimana persamaan diferensial dapat ditulis.
Gambar 2. 24 Pendekatan dengan n = 4 Namun, dengan mempertimbangkan fakta bahwa modus tekuk kolom sendi-sendi simetris, yaitu, y1 = y3 , jumlah persamaan yang harus ditulis dikurangi menjadi dua. Pada i = 1, persamaan. ( 2. 72 ) mengarah ke ݕଶ − 2ݕଵ + ݕ +
మ
ଵ ாூ
ݕଵ = 0
( 2. 81 )
Dan pada i = 2 diperoleh ݕଷ − 2ݕଶ + ݕଵ +
మ
ଵ ாூ
ݕଶ = 0
( 2. 82 )
Universitas Sumatera Utara
57
Dengan menggunakan kondisi batas dan simetri, persamaan ini dapat ditulis sebagai ݕଵ (ߣ − 2) + ݕଶ = 0
ݕଵ (2) + ݕଶ (ߣ − 2) = 0
( 2. 83 )
dimana λ = Pl2 / 16EI. Mengatur penentu pers. ( 2. 83 ) sama dengan nol memberikan persamaan kuadrat ߣଶ − 4ߣ + 2 = 0
( 2. 84 )
yang akar terkecil adalah λ = 0,59, karena itu
ܲ =
ଽ,ସ ாூ మ
( 2. 85 )
Jawaban ini berbeda dari beban Euler sebesar 5%. Dengan terus meningkatkan derajat kebebasan dan memenuhi persamaan diferensial pada semakin banyak poin, akurasi dari solusi dapat ditingkatkan ke tingkat yang diinginkan. Namun, proses ini memerlukan solusi dari sejumlah besar persamaan simultan. Seperti yang ditunjukkan oleh Salvadori, cara yang lebih cepat dan lebih sederhana untuk meningkatkan akurasi dari solusi yang diberikan oleh skema ekstrapolasi Richardson. Hal ini dapat menunjukkan bahwa kesalahan, e, dari solusi perkiraan kirakira sebanding dengan kuadrat dari ukuran mesh, h. Demikian ݁ = ܥℎଶ
( 2. 86 )
dimana C adalah konstanta. Jika n1 dan n2 adalah jumlah bagian mana anggota telah dibagi, dan h1 = l / n1 dan h2 = l / n2 adalah ukuran mesh yang sesuai, dan jika β1 dan β2 adalah perkiraan dari solusi yang tepat, β, diperoleh dengan demikian, maka kesalahan yang sesuai adalah
Universitas Sumatera Utara
58
݈ଶ ݁ଵ = ߚ − ߚଵ = ܥଶ ݊ଵ Dan ݁ଶ = ߚ − ߚଶ = ܥ
݈ଶ ݊ଶଶ
Eliminasi C antara hubungan ini mengarah ke ߚ=
మభ ఉభ ି మమ ఉమ మభ ି మమ
( 2. 87 )
Persamaan ( 2. 87 ) memberikan nilai ekstrapolasi dari solusi memberikan perkiraan β1 dan β2 mendekati solusi eksak monoton. Hal ini biasanya memungkinkan terjadinya untuk mendapatkan konvergensi monoton dengan memilih urutan yang tepat dari n. Untuk menggambarkan efektivitas skema ekstrapolasi Richardson, hasil perkiraan yang diperoleh untuk kolom sendi-sendi, membiarkan n = 3 dan 4, akan diganti menjadi persamaan ( 2. 87 ), demikian ߚ=
9 (9) − 16 (9,4) = 9,85 9 − 16
Dimana
ܲ =
ଽ,଼ହ ாூ మ
( 2. 88 )
Solusi ini berbeda dari beban Euler oleh hanya 0,2%. Setiap solusi perkiraan bersama dengan persentase kesalahan antara itu dan jawaban yang tepat diberikan dalam tabel 2. 3. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrapolasi rumus sederhana hanya dengan membagi anggota menjadi jumlah yang sangat besar dari interval dan dengan memecahkan sejumlah besar dihasilkan dari persamaan simultan.
Universitas Sumatera Utara
59
Tabel 2. 3 Ringkasan Solusi Beda Hingga untuk Kolom Sendi-sendi
Kasus Kira-kira dengan n= 2 3 4 Ekstrapolasi n = 3, 4 Solusi Eksak
2. 7
ܲ ݈ଶ ߣ= ܫܧ
% Kesalahan
8 9 9,4
19 9 5
9,85 9,87
0,2 0
Sudut Putar Benda Uji
Sumbu utama adalah sumbu yang saling tegak lurus dan akan memberikan momen inersia, I maksimum dan I minimum pada suatu penampang. Pada komponen struktur yang mengalami gaya aksial / normal tekan maka kecendrungannya batang akan tertekuk terhadap sumbu dengan momen inersia yang paling lemah (minimum). Dengan demikian penentuan sumbu utama dan momen inersia utama menjadi penting.
Gambar 2. 25 Sumbu Utama
Universitas Sumatera Utara
60
Sumbu x dan sumbu y diputar sehingga menjadi sumbu x’ dan sumbu y’ dengan sudut putar sebesar θ. Dengan demikian dapat diperoleh hubungan sebagai berikut : x’
=
x cos θ + y sin θ
y’
=
y cos θ – x sin θ
Ix’
=
ݕ ′ଶ ݀ܣ
Ix’
=
ݕ(cos ߠ − ݔsin ߠ) ଶ ݀ܣ
Ix’
=
Ix cos2 θ + Iy sin2 θ – 2 Ixy sin θ cos θ
Iy’
=
ݔ ′ଶ ݀ܣ
Iy’
=
ݔ(cos ߠ + ݕsin ߠ) ଶ ݀ܣ
Iy’
=
Iy cos2 θ + Ix sin2 θ – 2 Ixy sin θ cos θ
Ix’y’ =
ݔ ′ݕ′ ݀ܣ
Ix’y’ =
ݔ(cos ߠ + ݕsin ߠ)( ݕcos ߠ − ݔsin ߠ) ݀ܣ
Ix’y’ =
(Ix – Iy) sin θ cos θ + Ixy (cos2 θ – sin2 θ)
Catatan : sin 2θ =
2 sin θ cos θ
cos 2θ =
cos2 θ – sin2 θ
cos2 θ =
½ + ½ cos 2θ
sin2 θ =
½ - ½ cos 2θ
Ix’
=
Ix (½ + ½ cos 2θ) + Iy (½ - ½ cos 2θ) – Ixy sin 2θ
Ix’
=
½ Ix + ½ Ix cos 2θ + ½ Iy – ½ Iy cos 2θ – Ixy sin 2θ
Ix’
=
ூ௫ ା ூ௬ ଶ
+
ூ௫ ି ூ௬ ଶ
cos 2θ – Ixy sin 2θ
( 2. 89 )
Universitas Sumatera Utara
61
Dengan cara yang sama dapat ditentukan Iy’ dan Ixy’ sebagai berikut : =
ூ௫ ା ூ௬
Ix’y’ =
ூ௫ ି ூ௬
Iy’
ଶ ଶ
−
ூ௫ ି ூ௬ ଶ
cos 2θ + Ixy sin 2θ
( 2. 90 )
sin 2θ + Ixy cos 2θ
( 2. 91 )
Dari persamaan ( 2. 89 ) Ix’ =
ூ௫ ି ூ௬ ଶ
=
ூ௫ ି ூ௬ ଶ
cos 2θ – Ixy sin 2θ
( 2. 92 )
Persamaan ( 2. 92 ) dan persamaan ( 2. 93 ) masing- masing dikuadratkan kemudian dijumlahkan sehingga diperoleh :
ቂ ݔܫ− ᇱ
ூ௫ ାூ௬ ଶ ଶ
ቃ + ݔܫ′ݕ′ = ቂ ଶ
ூ௫ିூ௬ ଶ ଶ
ቃ + Ixy2
( 2. 93 )
Persamaan ( 2. 93 ) adalah persamaan lingkaran dengan bentuk (x-a)2 + y2 = r2
Gambar 2. 26 Lingkaran dengan Salib Sumbu Ix’ dan Sumbu Ixy’ Dari gambar 2. 25 di atas dapat ditentukan momen inersia maksimum dan momen inersia minimum Imaks =
OM = OC + CM
Imin
ON = OC – CM
=
Sehingga :
Imaks =
ூ௫ ା ூ௬ ଶ
ଶ
ூ௫ିூ௬ + ටቀ ቁ + ݕݔܫଶ ଶ
Universitas Sumatera Utara
62
Imin
=
ூ௫ ା ூ௬ ଶ
ூ௫ିூ௬ ଶ
− ටቀ
ଶ
ቁ + ݕݔܫଶ
Pada saat terjadi Imaks dan Imin maka Ix’y’ = 0, sehingga dari Persamaan ( 2. 92 ) diperoleh : ூ௫ ା ூ௬ ଶ
sin 2θ + Ixy cos 2θ = 0
tan 2θ =
−
ଶ ூ௫௬
ூ௫ିூ௬
Universitas Sumatera Utara