BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori 2.1.1. Nilai Perusahaan Tujuan utama perusahaan menurut theory of the firm adalah untuk memaksimumkan kekayaan atau nilai perusahaan (value of the firm). Memaksimalkan nilai perusahaan sangat penting artinya bagi suatu perusahaan, karena dengan memaksimalkan nilai perusahaan berarti juga memaksimalkan kemakmuran pemegang saham yang merupakan tujuan utama perusahaan. Nilai perusahaan merupakan nilai pasar atas surat berharga hutang dan ekuitas perusahaan yang beredar. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor terhadap tingkat keberhasilan perusahaan yang sering dikaitkan dengan harga saham. Harga saham perusahaan merupakan reaksi pasar terhadap keseluruhan kondisi perusahaan sebagai cerminan nilai perusahaan yang diwujudkan dalam bentuk harga saham perusahaan. Harga saham yang tinggi membuat nilai perusahaan juga tinggi. Nilai perusahaan yang tinggi akan membuat pasar percaya tidak hanya pada kinerja perusahaan saat ini namun juga pada prospek perusahaan di masa depan. Nilai perusahaan sering diproksikan dengan price to book value. Price to book value dapat diartikaan sebagai hasil perbandingan antara harga saham dengan nilai buku
10
11
per lembar saham. Nilai perusahaan merupakan rasio pasar yang digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai bukunya. Keberadaan nilai perusahaan sangat penting bagi investor untuk menentukan strategi investasi di pasar modal karena melalui price book value, investor dapat memprediksi saham-saham yang overvalued atau undervalued. Price book value menggambarkan seberapa besar pasar menghargai nilai buku saham suatu perusahaan. Perusahaan yang berjalan dengan baik, umumnya memiliki rasio price book value di atas satu, yang mencerminkan bahwa nilai pasar saham lebih besar dari nilai bukunya. Price book value yang tinggi mencerminkan tingkat kemakmuran para pemegang saham, dimana kemakmuran bagi pemegang saham merupakan tujuan utama dari perusahaan (Mega, 2010). Christiawan dan Tarigan (2004) menyatakan beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan antara lain: nilai nominal, nilai pasar, nilai intrinsik, nilai buku dan nilai likuidasi. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam Christiawan dan Tarigan (2004) menyatakan beberapa konsep nilai yang menjelaskan nilai suatu perusahaan antara lain: nilai nominal, nilai pasar, nilai intrinsik, nilai buku dan nilai likuidasi. Nilai nominal adalah nilai yang tercantum secara formal dalam anggaran dasar perseroan, disebutkan secara eksplisit dalam neraca perusahaan, dan juga ditulis jelas dalam surat saham kolektif. Nilai pasar, sering disebut kurs adalah harga yang
12
terjadi dari proses tawar-menawar di pasar saham. Nilai ini hanya bisa ditentukan jika saham perusahaan dijual di pasar saham. Nilai intrinsik merupakan konsep yang paling abstrak, karena mengacu pada perkiraan nilai riil suatu perusahaan. Nilai perusahaan dalam konsep nilai intrinsik ini bukan sekadar harga dari sekumpulan aset, melainkan nilai perusahaan sebagai entitas bisnis yang memiliki kemampuan menghasilkan keuntungan di kemudian hari. Sedangkan nilai buku adalah nilai perusahaan yang dihitung dengan dasar konsep akuntansi Nilai likuidasi itu adalah nilai jual seluruh aset perusahaan setelah diukurangi semua kewajiban yang harus dipenuhi. Christiawan dan Tarigan (2004) menyimpulkan bahwa konsep yang paling representatif untuk menentukan nilai perusahaan adalah pendekatan konsep nilai intrinsik. Tetapi memperkirakan nilai intrinsik sangat sulit, sebab untuk menentukannya orang membutuhkan kemampuan
mengidentifikasi
variabel-variabel
signifikan
yang
menentukan keuntungan suatu perusahaan. Variabel itu berbeda dari satu perusahaan ke perusahaan yang lain. Selain itu, penentuan nilai intrinsik
juga
memerlukan
kemampuan
memprediksi
arah
kecenderungan yang akan terjadi di kemudian hari. Karena itulah, maka nilai pasar digunakan dengan alasan kemudahan data juga didasarkan pada penilaian yang moderat.
2.1.2. Teori Agensi Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak antara prinsipal dengan agen. Hubungan keagenan dapat menimbulkan masalah pada
13
saat pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai tujuan yang berbeda, pemilik modal menghendaki bertambahnya kekayaan dan kemakmuran para pemilik modal. Sedangkan manajer juga menginginkan bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer. Dengan demikian muncullah konflik kepentingan antara pemilik (investor) dengan manajer (agen). Teori keagenan menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agen) yaitu manajer, dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut “nexus of contract” (Pagalung, 2008). Hubungan antara prinsipal dan agen dapat mengarah pada kondisi ketidak seimbangan informasi karena agen memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan prinsipal. Dalam kondisi asimetri
tersebut, agen dapat
perusahaan
dipandang sebagai sekumpulan kontrak antara manajer perusahaan dan
pemegang
saham.
Prinsipal
atau
pemilik
perusahaan
menyerahkan Pengelolaan perusahaan terhadap pihak manajemen. Manajer sebagai pihak yang diberi
wewenang
atas
kegiatan
perusahaan dan berkewajiban menyediakan laporan keuangan akan cenderung untuk melaporkan sesuatu yang memaksimalkan utilitasnya dan mengorbankan kepentingan pemegang saham. Sebagai pengelola perusahaan, manajer akan
lebih banyak
14
mengetahui
informasi internal
dan
prospek
perusahaan
dibandingkan pemilik (pemegang saham). Manajer berkewajiban memberikan sinyal mengenai kondisi perusahaan kepada pemilik sebagai wujud dari tanggung jawab atas pengelolaan perusahaan namun informasi yang disampaikan terkadang diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan sebenarnya sehingga hal ini memacu
terjadinya
konflik
keagenan. Dalam
kondisi
yang
demikian ini dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asimetri informasi (information asymmetric) (Imanda dan Nasir, 2006). Eisenhardt (dikutip oleh Ujiyantho dan Pramuka, 2008), menggunakan tiga asumsi sifat dasar manusia guna menjelaskan tentang
teori agensi yaitu:
(1) manusia
pada
umumnya
mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia memiliki daya
pikir
terbatas
mengenai
persepsi
masa
mendatang
(bounded rationality), dan (3) manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia
tersebut
manajer sebagai manusia kemungkinan besar akan bertindak berdasarkan sifat opportunistic, yaitu mengutamakan kepentingan pribadinya. Konlik antara manajer dan pemegang saham atau yang sering disebut dengan masalah keagenan dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan tersebut sehingga timbul biaya keagenan
15
(agency cost). Ada beberapa alternatif untuk mengurangi agency cost, diantaranya adanya kepemilikan saham oleh institusional dan kepemilikan saham oleh manajemen (Tendi Haruman, 2008). 2.1.3. Kepemilikan Manajerial Dalam agensi teori, hubungan antara pemegang saham dengan manajer
digambarkan sebagai hubungan antara agen dengan
principal. Manajer sebagai agen dan pemilik perusahaan sebagai principal. Agen diberikan mandat atau kepercayaan oleh principal untuk menjalankan bisnis perusahaan demi kepentingan principal. Dengan demikian, keputusan manajer adalah keputusan yang bertujuan Perusahaan
untuk
memaksimalkan
sumber
daya
perusahaan.
akan dirugikan jika manajer bertindak untuk
kepentingannya sendiri dan bukan untuk kepentingan pemegang saham. Keadaan inilah yang memunculkan konflik keagenan antara manajer dengan pemilik perusahaan. Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham oleh pihak manajemen perusahaan. Kepemilikan saham manajerial dapat mensejajarkan antara kepentingan pemegang saham dengan manajer, karena manajer ikut merasakan langsung manfaat dari keputusan yang diambil dan manajer yang menanggung risiko apabila ada kerugian yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan yang salah. Hal tersebut menyatakan bahwa semakin besar proporsi kepemilikan manajemen pada perusahaan
16
akan dapat menyatukan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham, sehingga kinerja perusahaan semakin bagus (Jensen, 1976). Sedangkan kepemilikan manajemen adalah proporsi pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris) (Diyah dan Erman, 2009). Dengan adanya kepemilikan manajemen dalam sebuah perusahaan akan menimbulkan dugaan yang menarik bahwa nilai perusahaan meningkat sebagai akibat kepemilikan manajemen yang meningkat. Kepemilikan oleh manajemen yang besar akan efektif memonitoring aktivitas perusahaan. Shliefer dan Vishny (dalam Siallagan dan Machfoedz, 2006) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar dari segi nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Menurut Jensen dan Meckling (1976), ketika kepemilikan saham oleh manajemen rendah
maka
ada
kecenderungan
akan
terjadinya
perilaku
opportunistic manajer yang meningkat akan juga. Dengan adanya kepemilikan
manajemen
terhadap
saham
perusahaan
maka
dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara manajemen dan pemegang saham
lainnya sehingga
permasalahan antara agen dan prinsipal diasumsikan akan hilang apabila seorang manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham. 2.1.4. Kepemilikan Institusional
17
Kepemilikan institusional berarti kepemilikan saham oleh pihak institusi lain yaitu kepemilikan oleh perusahaan atau lembaga lain. Kepemilikan saham oleh pihak-pihak yang terbentuk institusi seperti perusahaan asuransi, bank, perusahaan investasi, dan kepemilikan institusi lain. Institutional investor sebagai monitoring agents. Moh’d et.al (1998) menyatakan bahwa bentuk distribusi saham antar pemegang saham dari
luar yaitu institutional investors dan shareholder
dispersion dapat mengurangi agency cost. Karena kepemilikan dapat mewakili
sumber
kekuasaan
yang
dapat
digunakan
untuk
mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen, maka konsentrasi atau penyebaran power merupakan sesuatu hal yang relevan.
Jensen
dan
Meckling
(1976)
menyatakan
bahwa
kepemilikan institusional memiliki peranan yang sangat penting dalam meminimalisasi konflik keagenan yang terjadi antara manajer dan pemegang saham. Keberadaan investor institusional dianggap mampu menjadi mekanisme monitoring yang efektif dalam setiap keputusan yang diambil oleh manajer. Hal ini disebabkan investor institusional terlibat dalam pengambilan yang strategis sehingga tidak mudah percaya terhadap tindakan manipulasi laba. Tingkat
kepemilikan
institusional
yang
tinggi
akan
menimbulkan usaha pengawasan yang lebih besar oleh pihak investor
institusional
sehingga
dapat
menghalangi
perilaku
18
opportunistic manajer. Seperti apa yang disampaikan Shleifer dan Vishny (1986) menyatakan bahwa adanya konsentrasi kepemilikan, para pemegang saham besar seperti investor institusional akan dapat menjalankan monitoring tim manajemen secara lebih efektif, sehingga akan membatasi perilaku oportunistic yang dilakukan oleh insiders. menghalangi perilaku opportunistic manajer. Menurut Shleifer and Vishny (dalam Barnae dan Rubin, 2005) bahwa institutional shareholders, dengan kepemilikan saham yang besar, memiliki
insentif
untuk
memantau
pengambilan
keputusan
perusahaan. Begitu pula penelitian Wening (2009) Semakin besar kepemilikan oleh institusi
keuangan maka semakin besar pula
kekuatan suara dan dorongan untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Kepemilikan institusional memiliki kelebihan antara lain: 1) Memiliki
profesionalisme
dalam
menganalisis
informasi
sehingga dapat menguji keandalan informasi. 2) Memiliki motivasi yang kuat untuk melaksanakan pengawasan lebih ketat atas aktivitas yang terjadi di dalam perusahaan. Penelitian Smith (1996) (dalam Suranta dan Midiastuty, 2004) menunjukkan mengubah
bahwa struktur
aktivitas pengelolaan
monitoring
institusi
perusahaan
dan
mampu mampu
meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Hal ini didukung oleh Cruthley et al., (dalam Suranta dan Midiastuty, 2004) yang
19
menemukan bahwa monitoring yang dilakukan institusi mampu mensubtitusi biaya keagenan lain sehingga biaya keagenan menurun dan nilai perusahaan meningkat.
2.2. Penelitian Terdahulu Hasil penelitian terdahulu pada penelitian ini adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu No
PENELITI
1.
Tendi
Struktur
Data dan sample,
Secara simultan
Haruman
Kepemilikan,
hypothesis testing
struktur kepemilikan
(2008)
Keputusan
empirical study,
berpengaruh
Keuangan
regresi linier
terhadap keputusan
Dan Nilai
berganda, uji
keuangan dan nilai
Perusahaan
asumsi klasik
perusahaan
Hikmah
Pengaruh
Populasi dan
Kepemilikan insider
Endraswati
Struktur
sampling, statistik
berpengaruh positif
(2008)
Kepemilikan
deskriptif
terhadap nilai
2.
JUDUL
ALAT ANALISIS
HASIL
Dan
perusahaan dan
Kebijakan
semakin tinggi
Deviden
kepemilikan insider
Terhadap
dan kebijakan
Nilai
hutang berpengaruh
20
Perusahaan
terhadap semakin
Dengan
tinggi nilai
Kebijakan
perusahaan.
Hutang
Penelitian ini juga
Sebagai
membuktikan bahwa
Variabel
kebijakan hutang
Moderating
dapat sebagai
Pada
variabel moderating
Perusahaan
antara kepemilikan
Di Bei
insider dan nilai perusahaan
3.
Ayu Mutiya Pengaruh
Populasi, sampling
Hasil pengujian
(2011)
Struktur
dan statistik
parsial terhadap
Kepemilikan,
deskriptif
variabel kepemilikan
Struktur
manajerial tidak
Modal, Dan
berpengaruh
Ukuran
terhadap nilai
Perusahaan
perusahaan, hasil
Terhadap
pengujian parsial
Nilai
terhadap variabel
Perusahaan
kepemilikan
Pada
institusional
Perusahaan
berpengaruh
21
LQ-45 Yang
signifikan terhadap
Terdaftar Di
nilai perusahaan
BEI Tahun 2009-2011
4.
Diyah
Pengaruh
Populasi dan
Struktur kepemilikan
Pujiati
Struktur
sampling, analisis
berpengaruh
(2009)
Kepemilikan
regresi berganda
terhadap nilai
Terhadap
perusahaan, dengan
Nilai
keputusan investasi,
Perusahaan :
keputusan
Keputusan
pendanaan dan
Keuangan
kebijakan deviden
Sebagai Variabel Intervening 5.
Tendi
Pengaruh
Data dan sampel,
Pada persamaan
Haruman
Keputusan
analisis deskriptif
nilai perusahaan
(2007)
Keuangan
dan verifikatif,
dengan indikator
Dan
judgement
harga saham,
Kepemilikan
kebijakan pendanaan
Institusional
Debt to equiry ratio
Terhadap
(DER) memilliki
22
Nilai
pengaruh negatif
Perusahaan
terhadap nilai
(Studi Kasus
perusahaan. Hal ini
Pada
disebabkan karena
Perusahaan
hutang merupakan
Manufaktur
salah satu sumber
Yang Listing
pembiyaan yang
Di BEJ)
memiliki tingkat risiko yang tinggi. Risiko tersebut berhubungan dengan risiko pembayaran bunga yang umumnya tidak dapat ditutupi perusahaan. Sehingga risiko tersebut dapat menurunkan nilai perusahaan
6.
Arif
Pengaruh
Populasi dan
Kepemilikan
Budianto
Kepemilikan
sampling, regresi
manajerial tidak
( 2010)
Manajerial,
linier berganda
berpengaruh
23
Kepemilikan
terhadap nilai
Institusional
perusahaan.
dan Ukuran
Kepemilikan
Perusahaan
Institusional
Terhadap
berpengaruh positif
Nilai
terhadap nilai
Perusahaan
perusahaan. Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap nilai perusahaan.
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Tendi Haruman (2007). Hasil dari penelitian tersebut, pada persamaan nilai perusahaan dengan indikator harga saham, kebijakan pendanaan Debt to equity ratio (DER) memiliki pengaruh negatif terhadap nilai perusahaan. Hal ini disebabkan karena hutang merupakan salah satu sumber pembiayaan yang memeliki tingkat risiko yang tinggi. Risiko tersebut berhubungan dengan risiko pembayaran bungan yang umumnya tidak dapat ditutupi perusahaan. Sehingga risiko tersebut dapat menurunkan nilai perusahaan. Keputusan investasi memiliki pengaruh positif terhadap nilai perusahaan. Hal ini menunjukan bahwa investasi
24
dapat diindikasikan sebagai good news bagi investor. Karena investasi ini dapat dijadikan sebagai sinyal pertumbuhan pendapatan di masa yang akan datang, sehingga peningkatan investasi akan meningkatkan nilai perusahaan. Kebijakan deviden memiliki pengaruh
negatif
terhadap
nilai
perusahaan.
Kepemilikan
institusional tidak memiliki pengaruh terhadap nilai perusahaan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh Tendi Haruman (2007) adalah adanya perubahan variabel yang dulunya keputusan keuangan dan kepemilikan institusional sekarang terfokus kepada struktur kepemilikan, yaitu kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Perbedaan pengambilan data. Pada periode penelitian. Tendi Haruman (2007) menggunakan periode penelitian 1994-2003, sedangkan Dalam penelitian ini menggunakan periode penelitian 2005-2011. Dengan menggunakan periode penelitian
terbaru
ini
diharapkan
mencerminkan keadaan terkini.
hasil
penelitian
lebih
25
2.3. Kerangka Pemikiran 2.3.1. Kerangka pikir Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Kepemilikan Manajerial H1 -----------------------------H3
Kepemilikan Institusional
---------
= Pengaruh Parsial = Pengaruh berganda
H2
Nilai Perusahaan
26
2.4. Hipotesis Dalam penelitian, hipotesis adalah suatu pernyataan yang masih harus dibuktikan kebenarannya. Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : H1 : Terdapat pengaruh positif signifikan antara kepemilikan manajerial terhadap nilai perusahaan. H2 : Terdapat pengaruh positif signifikan antara kepemilikan Institusional terhadap nilai perusahaan. H3 : Terdapat pengaruh signifikan antara kepemilikan Manajerial dan kepemilikan Institusional.