perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan untuk menunjang penelitian yang akan dilakukan serta studi pustaka penelitian-penelitian sebelumnya.
2.1
KOMPOSIT Menurut Matthews dkk. (1993), komposit adalah suatu material yang
terbentuk dari kombinasi dua atau lebih material pembentuknya melalui campuran yang tidak homogen, di mana sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Dari campuran tersebut akan dihasilkan material komposit yang mempunyai sifat mekanik dan karakteristik ini yang berbeda dari material pembentuknya. Menurut Kaw (2006) komposit adalah sruktur material yang terdiri dari dua kombinasi bahan atau lebih, yang dibentuk pada skala makroskopik dan menyatu secara fisika. Kata komposit dalam pengertian bahan komposit berarti terdiri dari dua atau lebih bahan yang berbeda yang digabung atau dicampur secara makroskopis. Dapat disimpulkan bahwa bahan komposit adalah suatu jenis bahan baru yang berasal dari rekayasa, terdiri dari dua atau lebih bahan yang mempunyai sifat berbeda satu dengan yang lainnya, baik itu sifat kimia maupun fisika dan tetap terpisah dalam hasil akhir bahan tersebut (bahan komposit). Penyusun komposit terdiri dari matrik (penyusun dengan fraksi volume terbesar),
fiber sebagai
penguat (penahan beban utama), interfasa (pelekat antar dua penyusun) dan interface (permukaan fasa yang berbatasan dengan fasa lain). Berdasarkan cara penguatannya komposit dibedakan menjadi tiga (Jones, 1999) yaitu: a.
Fibrous Composite (komposit serat) merupakan jenis komposit yang hanya terdiri dari satu lamina atau satu lapisan yang menggunakan penguat serat atau fiber. Fiber yang digunakan yaitu glass fiber, carbon fibers, aramid fiber (poly aramide) dan sebagainya. Fiber ini dapat disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan dapat juga dalam bentuk yang commit to user lebih kompleks seperti anyaman. II-1
perpustakaan.uns.ac.id
b.
digilib.uns.ac.id
Laminated Composite (komposit lapisan) merupakan jenis komposit yang terdisi dari dua lapisan atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisannya memiliki karakteristik sifat sendiri.
c.
Particulate Composite (komposit partikel) merupakan komposit yang menggunakan parikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam perekatnya.
Pada saat ini berbagai industri telah menggunakan komposit yang diperkuat oleh serat dari industri, perabot rumah tangga (panel, kursi, meja), industri kimia (pipa, tangki, selang), alat-alat olah raga, bagian-bagian mobil, alatalat listrik sampai industri pesawat terbang (badan pesawat, roda pendarat, sayap, dan baling-baling helikopter). Secara umum dapat dikatakan bahwa fungsi serat adalah sebagai penguat bahan untuk memperkuat komposit sehingga sifat-sifat mekaniknya lebih kuat, kaku, tangguh, dan lebih kokoh bila dibanding dengan komposit tanpa penguat. Menurut Gibson (1994), berdasarkan penempatannya terdapat beberapa tipe serat pada komposit, yaitu : a.
Continuous Fiber Composite Continuous atau uni-directional, mempunyai susunan serat panjang dan lurus, membentuk lamina di antara matriksnya. Jenis komposit ini paling banyak digunakan. Kekurangan tipe ini adalah lemahnya kekuatan antar lapisan. Hal ini dikarenakan kekuatan antar lapisan dipengaruhi oleh matriksnya. Tipe serat komposit ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 (a).
b.
Woven Fiber Composite (bi-directional) Komposit ini tidak mudah terpengaruh pemisahan antar lapisan karena susunan seratnya juga mengikat antar lapisan. Akan tetapi susunan serat memanjangnya yang tidak begitu lurus mengakibatkan kekuatan dan kekakuan tidak sebaik tipe continuous fiber. Tipe serat komposit ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 (b).
c.
Discontinuous Fiber Composite (chopped fiber composite) Komposit dengan tipe serat pendek masih dibedakan lagi menjadi 1) aligned discontinuous fiber, 2) Off-axis commit to user aligned discontinuous fiber, 3)
II-2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Randomly oriented discontinuous fiber. Ramdomly oriented discontinuous fiber merupakan komposit dengan serat pendek yang tersebar secara acak di antara matriksnya. Kekurangan dari jenis serat acak adalah sifat mekanik yang masih di bawah dari penguatan dengan serat lurus pada jenis serat yang sama. Tipe serat komposit ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 (c). d.
Hybrid fiber composite Hybrid fiber composite merupakan komposit gabungan antara tipr serat lurus dengan serat acak. Pertimbanganya supaya dapat mengeliminir kekurangan sifat dari kedua tipe dan dapat menggabungkan kelebihannya. Tipe serat komposit ini dapat dilihat pada Gambar 2.1 (d).
(a) Continuous fiber composite
(b) Woven fiber composite
(c) Discontinuous fiber composite
(d) Hybrid fiber composite
Gambar 2.1. Tipe serat pada komposit Sumber: Gibson, 1994
Serat pada umumnya dapat dibedakan atau diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu serat alam dan serat sintetis. Serat alam terbagi menjadi tiga kategori besar, yaitu serat yang berasal dari tumbuhan, commit to user dari hewan dan materi organik.
II-3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Kapas, rami, jute, kenap, kapok adalah beberapa contoh serat alam yang berasal dari tumbuhan, sedangkan wol dan sutera adalah serat yang berasal dari hewan. Sementara serat asbes adalah contoh serat yang berasal dari mineral. Sedangkan serat sintetis terbagi dalam tiga bagian, yaitu yang bahan bakunya berasal dari alam tetapi kemudian mengalami proses polimerisasi lanjutan seperti viskosa, asetat, dan kuproamonium. Ada juga yang bahan bakunya berasal dari hasil sintesis polimerisasi misalnya polyester, nilon, poliuretan, dan polivinil. Sedangkan yang ketiga yaitu yang berbahan dasar anorganik misalnya serat logam dan gelas. Serat alam memiliki keunggulan dibandingkan dengan serat sintetis, antara lain memiliki kekuatan spesifik yang sesuai, murah, densitas rendah, ketangguhan yang tinggi, sifat termal yang baik, mengurangi keausan alat, mudah dipisahkan, meningkatkan energy recovery, dan dapat terbiodegradasi (Karnani dkk., 1997).
2.2
BAHAN PENYUSUN KOMPOSIT Untuk membuat produk papan partikel berbasis komposit ini dibutuhkan
bahan penyusun, di antaranya yaitu ampas tebu yang telah direndam dalam larutan borax dengan konsentrasi 5% serta perekat lem putih (PVAc). 2.2.1 Tebu Tebu (Sacharum Offlcinarum Linn) termasuk keluarga Graminae atau rumput-rumputan dan berkembang di daerah beriklim udara sedang sampai panas. Tebu cocok pada daerah yang mempunyai ketinggian tanah 1 sampai 1300 meter di atas permukaan laut. Di Indonesia terdapat beberapa jenis tebu, di antaranya tebu (Cirebon) hitam, tebu kasur, POJ 100, POJ 2364, EK 28, POJ 2878. Setiap jenis tebu memiliki ukuran batang serta warna yang berlainan (IPTEKnet). Tebu termasuk tumbuhan berbiji tunggal. Tinggi turnbuhan tebu berkisar 2-4 meter. Batang pohon tebu terdiri dari banyak ruas yang setiap ruasnya dibatasi oleh buku-buku sebagai tempat duduknya daun. Bentuk daun tebu berwujud belaian dengan pelepah. Panjang daun dapat mencapai panjang 1-2 meter dan lebar 4-8 cm dengan permukaan kasar dan berbulu. Komponen nira tebu berdasarkan zat yang terlarut dapat dilihat pada Tabel 2.1. commit to user
II-4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tabel 2.1. Komposisi batang tebu Komponen Kandungan (%) Monosakarida 0,5 – 1,5 Sukrosa 11 – 19 Zat-zat organik 0,5 – 1,5 Zat-zat anorganik 0,15 Sabut 11 – 19 Air 65 – 75 Bahan lain 12 Sumber: Soerjadi, 1985
Varietas tebu yang telah dirilis di Indonesia sudah sangat banyak, di antaranya lebih dari 70 varietas dirilis oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Gula Indonesia (P3GI). Adapun beberapa varietas tebu disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Beberapa varietas tebu di Indonesia
Sumber: Puslitbang Perkebunan
Dari beberapa varietas tinggi tanaman berkisar antara 1,95-2,55 m dan diameter batang berkisar antara 2,2-3,4 cm. Sedangkan nilai rendemen terendah 4,87% dan tertinggi 8,25%. Dari 10 varietas yang teramati tersebut, terdapat 3 varietas tebu yang relatif lebih unggul pada keprasan pertama. Varietas-varietas tersebut umumnya mempunyai tinggi batang produksi mencapai 2,00-2,55 m dengan rendemen mencapai lebih dari 7%. Ketiga varietas tersebut, adalah varietas PS 921, Kentung dan PS 865.
commit to user
II-5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.2.2 Ampas Tebu Tanaman tebu umumnya menghasilkan 24-36% ampas tergantung pada kondisi dan macamnya. Ampas tebu mengandung air 48-52%, gula 2,5-6% dan serat 44-48%. Bila tebu dipotong akan terlihat serat jaringan pembuluh (Vascular bundle) dan sel parenkim serta terdapat cairan yang mengandung gula. Serat dan kulit batang sekitar 12,5 % dari berat tebu. Dari satu pabrik dapat dihasilkan ampas tebu sekitar 35-40% dari berat tebu yang digiling (Penebar Swadaya, 2000). Sifat mekanis serat sabut tebu dan beberapa serat penting lainnya dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3. Sifat mekanis beberapa serat Serat Tandan sawit Mesocarp sawit Sabut tebu Pisang Sasal Daun nanas
Kekuatan Tarik (Mpa) 248 80 140 540 580 640
Pemanjangan (%) 14 17 25 3 4,3 2,4
Kekerasan (Mpa) 2000 500 3200 816 1200 970
Sumber: Kliwon, 2002
2.2.3 Borax Borax adalah senyawa kimia dengan rumus Na2B4O7 10H2O berbentuk kristal putih, tidak berbau dan stabil pada suhu dan tekanan normal. Dalam air, borax berubah menjadi natrium hidroksida dan asam borat (Syah dan Dahrul, 2005). Senyawa asam borat ini mempunyai sifat-sifat kimia sebagai berikut: jarak lebur sekitar 171°C, larut dalam 18 bagian air dingin, 4 bagian air mendidih, 5 bagian gliserol 85% dan tak larut dalam eter. Kelarutan dalam air bertambah dengan penambahan asam klorida, asam sitrat atau asam tetrat. Mudah menguap dengan pemanasan dan kehilangan satu molekul airnya pada suhu 100°C yang secara perlahan berubah menjadi asam metaborat (HBO2). Asam borat merupakan asam lemah dan garam alkalinya bersifat basa. Satu gram asam borat larut sempurna dalam 30 bagian air, menghasilkan larutan yang jernih dan tak commit to user
II-6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
berwarna. Asam borat tidak tercampur dengan alkali karbonat dan hidroksida (Cahyadi, 2008). Borax bisa didapatkan dalam bentuk padat atau cair (natrium hidroksida atau asam borat). Baik borax maupun asam borat memiliki sifat antiseptik dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat, misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata. Selain itu borax juga digunakan sebagai bahan solder, pembuatan gelas,bahan pembersih/pelicin porselin, pengawet kayu dan antiseptik kayu (Aminah dan Candra, 2009).
2.2.4 Polivinil Asetat Polivinil asetat (PVAc) merupakan polimer sintetis karet dengan rumus (C4H6O2)n yang mempunyai densitas sebesar 1,15 g/cm3. Polivinil asetat (PVAc) atau dapat disebut juga lem putih yang digunakan sebagai lem kayu dan kertas merupakan salah satu produk jenis polimer emulsi. Polimerisasi emulsi adalah polimerisasi adisi terinisiasi radikal bebas di mana suatu monomer atau campuran monomer dipolimerisasikan di dalam air dengan perubahan surfaktan untuk membentuk suatu produk polimer emulsi yang biasa disebut lateks. Lateks didefinisikan sebagai dispersi koloidal dari partikel polimer dalam medium air. Bahan utama di dalam polimerisasi emulsi selain dari monomer dan air adalah surfaktan, inisiator dan zat pengalih rantai (Supri dan Siregar, 2004). Polivinil asetat merupakan termoplastik resin, yang artinya resin dapat kembali menjadi lunak ketika dipanaskan dan mengeras kembali ketika didinginkan. Adapun kelebihan polivinil asetat yaitu mudah penanganannya, umur penyimpanan tidak terbatas, tahan terhadap mikroorganisme, tidak mengakibatkan bercak noda pada kayu, mempunyai gap-filling hampir sama dengan perekat hewani serta tekanan kempanya rendah. Kekurangan polivinil asetat yaitu sangat sensitif terhadap air, sehingga penggunaannya hanya untuk interior saja, kekuatan rekatnya menurun cepat dengan adanya panas dan air serta elastisitasnya tidak baik, sehingga creep besar terhadap fatigue rendah (Ruhendi, dkk., 2008). Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penggunaan perekat PVAc meliputi komponen-komponen perekat (substrate) permukaan bahan yang direkat, masa tunggu, kondisi pemakaian,commit kondisitopenyimpanan dan harga. Perekat PVAc user
II-7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ini mempunyai sifat termoplastik yang penting untuk menjaga tekanan kempa selama pembentukan ikatan sampai ikatan rekat mempunyai kekuatan yang memadai. Penggunaan khusus PVAc dipakai pada pembuatan kayu lapis dan papan blok, karena perekat ini mampu meningkatkan kekuatan rekat secara ekstrim dan cepat. Tingkat polimerisasi ini sangat berpengaruh terhadap sifat PVAcnya di mana berat molekul yang tinggi memberikan kekentalan yang tinggi pula (Vick, 1999).
2.3
PAPAN PARTIKEL Papan
partikel adalah
produk panel
yang dihasilkan
dengan
memampatkan partikel-partikel kayu sekaligus mengikatnya dengan suatu perekat. Tipe-tipe papan partikel yang banyak itu sangat berbeda dalam hal ukuran dan bentuk partikel, jumlah resin (perekat) yang digunakan dan kerapatan panel yang dihasilkan (Haygreen dan Bowyer, 1996). Menurut Sutigno (1994), papan partikel merupakan limbah hasil pengempaan panas campuran partikel kayu atau bahan berlignoselulosa lainnya dengan perekat organik atau bahan lainnya. Bahan utama untuk papan partikel menurut Walker (1993), yaitu : 1. Sisa industri seperti serbuk gergaji, pasahan dan potongan-potongan kayu. 2. Sisa pengambilan kayu, penjarangan, dan jenis bukan komersial. 3. Bahan material berlignoselulosa bukan kayu seperti rami, ampas tebu, bambu, tandan kelapa sawit, serat nenas, eceng gondok dan lain-lain.
Menurut ANSI A208.1-1999, papan partikel merupakan bentuk umum dari panel komposit yang terdiri dari bahan berselulosa (biasanya kayu), yang direkatkan menggunakan sistem perekat, yang mungkin mengandung bahan aditif. Dalam standar ini, digit pertama dalam kelas mempunyai makna sebagai berikut: a) H
= High density dengan kerapatan di atas 0,8 g/cm3
b) M
= Medium density dengan kerapatan antara 0,64-0,8 g/cm3
c) LD
= Low density dengan kerapatan kurang dari 0,64 g/cm3
d) D
= Manufactured Home Decking
e) PBU
= Underlayment commit to user
II-8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Digit kedua mengidentifikasi kelas dalam deskripsi kepadatan atau produk tertentu. Misalnya, "M-2" menunjukkan kepadatan sedang partikel, kelas 2. Digit ketiga (opsional) menunjukkan bahwa partikel memiliki karakteristik khusus. Misalnya, "M-3-Exterior glue" menunjukkan kepadatan sedang partikel, kelas 3, dibuat dengan lem eksterior untuk memenuhi persyaratan ketahanan. Klasifikasi papan partikel berdasarkan nilai MOR selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.
2.4
PERANCANGAN EKSPERIMEN Montgomery (2005) mendefinisikan eksperimen sebagai suatu percobaan
atau serangkaian percobaan pada sebuah proses atau sistem, dengan perubahan yang sengaja dilakukan pada variabel input, sehingga kita dapat mengamati dan mengidentifikasikan penyebab perubahan pada output sistem tersebut. Fokus dari perancangan eksperimen dapat ditinjau dari dua sisi, yaitu sisi engineering dan sisi science. Dari sisi engineering, perancangan eksperimen dilakukan sebagai dalam aktivitas pembuatan produk, yang terdiri dari: formulasi dan perancangan produk baru, pengembangan proses manufaktur, serta peningkatan proses. Dari sisi science, perancangan eksperimen fokus pada aktivitas fisik dan kimia (Damayanti, 2009). Beberapa istilah atau pengertian yang perlu diketahui dalam perancangan eksperimen: · Experimental Unit Objek eksperimen (‘kelinci percobaan’) dari mana nilai-nilai varibel respon diukur. · Universe Kumpulan seluruh experimental unit yang mungkin. · Variabel Respon (effect) Output yang ingin diukur dalam eksperimen. Nama lainnya adalah dependent variable, variabel output, kriteria, atau ukuran performansi. Variabel respon dapat bersifat kualitatif atau kuantitatif. · Factors (causes) Input yang nilainya akan diubah-ubah dalam eksperimen, sering disebut commit toinput, user atau faktor penyebab. Faktor bisa sebagai independent variable, variabel
II-9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
bersifat kualitatif atau kuantitatif. Faktor bersifat kualitatif, apabila level-level faktor bukan berupa nominal, dan bersifat kuantitatif apabila level-level faktor berupa nomina. · Levels Nilai-nilai untuk faktor yang diuji dalam eksperimen. Level bias bersifat fixed maupun random. Level bersifat fixed apabila level-level faktor dalam eksperimen ditentukan oleh eksperimenter. Level bersifat random, apabila experimenter tidak menentukan level-level yang pasti dalam eksperimennya. Pada level random, biasanya experimenter tertarik untuk menjalankan eksperimen yang bertujuan untuk mengetahui suatu fenomena faktor-faktor yang telah ditentukan terhadap respon unit ujinya, tanpa membatasi dengan level-level tertentu. · Treatment (Perlakuan) Menyatakan kombinasi level-level dari seluruh faktor yang ingin diuji dalam eksperimen. Eksperimen yang hanya melibatkan satu faktor, maka hanya memiliki satu treatment. · Replikasi Menyatakan banyaknya pengulangan percobaan untuk treatment yang sama. · Populasi Kumpulan semua nilai untuk variabel respon yang diukur dari seluruh anggota universe. Tetapi perlu diingat eksperimen tidak mungkin menggunakan populasi karena jumlahnya terlalu besar, eksperimen selalu menggunakan sampel. · Restrictions (Faktor Pembatas atau Blok) Sering disebut juga sebagai variabel kontrol (dalam Statistik Multivariat), yaitu faktor-faktor yang mungkin ikut mempengaruhi variabel respon tetapi tidak ingin diuji pengaruhnya oleh experimenter karena tidak termasuk ke dalam tujuan studi. · Randomization Cara mengacak unit-unit eksperimen untuk dialokasikan pada eksperimen. commit dan to user Metode randomization yang dipakai cara mengkombinasikan level-level
II-10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dari faktor yang berbeda menentukan jenis desain eksperimen yang akan terbentuk.
2.4.1 Faktorial Eksperimen Eksperimen faktorial digunakan bilamana jumlah faktor yang akan diuji lebih dari satu. Eksperimen faktorial adalah eksperimen di mana semua (hampir semua) taraf (levels) sebuah faktor tertentu dikombinasikan dengan semua (hampir semua) taraf (levels) faktor lainnya yang terdapat dalam eksperimen. (Sudjana, 1997). Di dalam eksperimen faktorial, dapat terjadi hasilnya dipengaruhi oleh lebih satu faktor, atau dikatakan terjadi interaksi antar faktor. Secara umum interaksi didefinisikan sebagai perubahan dalam sebuah faktor mengakibatkan perubahan nilai respon yang berbeda pada tiap taraf untuk faktor lainnya. Maka antara kedua faktor itu terdapat interaksi (Sudjana, 1997).
2.4.2 Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan terhadap keseluruhan data hasil observasi, dengan tujuan untuk mengetahui apakah data hasil observasi tersebut berdistribusi secara normal atau tidak. Untuk memeriksa apakah populasi berdistribusi normal atau tidak, dapat ditempuh uji normalitas dengan menggunakan metode lilliefors (kolmogorov-smirnov yang dimodifikasi), atau dengan normal probability –plot. (Sudjana, 1997). Pemilihan uji lilliefors sebagai alat uji normalitas didasarkan oleh : a. Uji lilliefors adalah uji kolmogorov-smirnov yang telah dimodifikasi dan secara khusus berguna untuk melakukan uji normalitas bilamana mean dan variansi tidak diketahui, tetapi merupakan estimasi dari data (sampel). Uji kolmogorovsmirnov masih bersifat umum karena berguna untuk membandingkan fungsi distribusi kumulatif data observasi dari sebuah variabel dengan sebuah distribusi teoritis, yang mungkin bersifat normal, seragam, poisson, atau exponential. b. Uji lilliefors sangat tepat digunakan untuk data kontinu, jumlahnya kurang dari 50 data, dan data tidak disusun dalam bentuk interval (bentuk frekuensi). commit to user
II-11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Apabila data tidak bersifat seperti di atas maka uji yang tepat untuk digunakan adalah khi-kuadrat (Miller, 1991). c. Uji lilliefors terdapat di software MINITAB yang akan membantu mempermudah proses pengujian data sekaligus bisa mengecek hasil perhitungan secara manual.
2.4.3 Uji Independensi Banyak data pengamatan yang dapat digolongkan ke dalam beberapa faktor, karakteristik atau atribut dengan tiap faktor terdiri dari beberapa klasifikasi, kategori, golongan atau tingkatan. Berdasarkan hasil pengamatan ini akan diselidiki mengenai keterkaitan antar faktor. Dengan kata lain akan dipelajari ada atau tidaknya suatu kaitan di antara faktor-faktor itu. Jika ternyata tidak terdapat kaitan di antara faktor-faktor, bisa dikatakan bahwa faktor-faktor itu bersifat independen atau bebas, tepatnya bebas statistik (Sudjana, 1997). Salah satu upaya mencapai sifat independen adalah dengan melakukan pengacakan terhadap observasi. Namun demikian, jika masalah acak ini diragukan maka dapat dilakukan pengujian dengan cara membuat plot residual versus urutan pengambilan observasinya. Hasil plot tersebut akan memperlihatkan ada tidaknya pola tertentu. Jika ada pola tertentu, berarti ada korelasi antar residual atau error tidak independen. Apabila hal tersebut terjadi, berarti eksperimen tidak terurut secara acak (Hicks, 1993). 2.4.4 Analysis of Variance (ANOVA) Analysis of Variance (ANOVA) merupakan metode untuk menguji hubungan antara satu variabel dependen dengan satu atau lebih variabel independen. Hubungan antara satu variabel dependen dengan satu variabel independen disebut One Way ANOVA. Pada kasus satu variabel dependen dan dua atau tiga variabel independen sering disebut Two Ways ANOVA dan Three Ways ANOVA (Ghozali, 2006). ANOVA digunakan untuk mengetahui pengaruh utama (main effect) dan pengaruh imteraksi (interaction effect) dari variabel independen terhadap variabel dependen. Pengaruh utama atau commit main effect adalah pengaruh langsung variabel to user
II-12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
independen terhadap variabel dependen. Sedangkan pengaruh interaksi adalah pengaruh bersama atau joint effect dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen (Ghozali, 2006). Skema umum data sampel desain eksperimen dapat dilihat pada Tabel 2.4 di bawah ini: Tabel 2.4. Skema umum data sampel eksperimen faktorial Faktor A 1 1 Y1111 Y1112 Y1113 J1110
2 Y1211 Y1212 Y1213 J1210
2 Faktor B 1 2 Y2111 Y2211 Y2112 Y2212 Y2113 Y2213 J2110 J2210
Y
Y
Y
Faktor C
1 Jumlah Rata-rata
Y
2210
Y
Y
3110
Y2221 Y2222 Y2223 J2220
Y3121 Y3122 Y3123 J3120
Y3221 Y3222 Y3223 J3220
Y
Y
Y
Y
Y
Y
1120
1220
2120
2220
3120
Y1231 Y1232 Y1233 J1230
Y2131 Y2132 Y2133 J2130
Y2231 Y2232 Y2233 J2230
Y3131 Y3132 Y3133 J3130
Y3231 Y3232 Y3233 J3230
Y
Y
Y
Y
Y
Y
1130
J1100
Y
1100
1230
J1200
Y
1200
2130
J2100
Y
2100
2230
J2200
Y
2200
3130
J3100
Y
3100
Y
3200
1000
Y
2000
Y
3000
Y
0000
J3000
3230
J3200
Y
J2000
3220
Y1131 Y1132 Y1133 J1130
Ratarata
J1000
3210
Y2121 Y2122 Y2123 J2120
Jumlah Total Rata-rata Total
2110
2 Y3211 Y3212 Y3213 J3210
Y1221 Y1222 Y1223 J1220
3 Jumlah Rata-rata
1210
1 Y3111 Y3112 Y3113 J3110
Y1121 Y1122 Y1123 J1120
2 Jumlah Rata-rata
1110
Jumlah
3
J0000
Sumber : Sudjana, 1997
Adapun model matematik yang digunakan untuk pengujian data eksperimen yang menggunakan tiga faktor dapat dilihat pada persamaan 2.1. Yi jkl = m + A i + B j + ABij + C k + AC ik + BC jk + ABC ijk + e l ( ijk ) .....................(2.1)
Keterangan: Yijkl Ai Bj Ck ABij ACik
: variabel respon : faktor A : faktor B : faktor C : interaksi faktor A commit dan faktor B to user : interaksi faktor A dan faktor C II-13
perpustakaan.uns.ac.id
BCjk ABCijk el(ijk) i j k l
digilib.uns.ac.id
: interaksi faktor B dan faktor C : interaksi faktor A, faktor B, dan faktor C : random error : jumlah faktor A, i = 1, 2....,n : jumlah faktor B, j = 1, 2,...,n : jumlah faktor C, k= 1,2,...,n : jumlah observasi l = 1, 2, ...,n Tabel 2.5. Skema ANOVA eksperimen faktorial dengan tiga faktor
Sumber
Derajat Bebas
Jumlah
Kuadrat
Variansi
(df)
Kuadrat (SS)
Tengah (MS)
F
Faktor A
a –1
SSA
SSA/dfA
MSA/MSE
Faktor B
b–1
SSB
SSB/dfB
MSB/MSE
Faktor C
c –1
SSC
SSC/dfC
MSC/MSE
Interaksi AxB
(a – 1)(b – 1)
SSAxB
SSAxB/dfAxB
MSAxB /MSE
Interaksi AxC
(a – 1)(c – 1)
SSAxC
SSAxC/dfAxC
MSAxC/MSE
Interaksi BxC
(b – 1)(c – 1)
SSBxC
SSBxC/dfBxC
MSBxC/MSE
Interaksi
(a–1)(b–1)(c–1)
SSAxBxC
SSAxBxC/dfAxBxC
MSAxBxC/MSE
AxBxC
abc(n - 1)
SSE
SSE/dfE
Abcn
SSTotal
Error Total
Sumber : Sudjana, 1997
2.4.5 Uji Lanjut Honestly Significant Difference (HSD) / Uji Tukey Jika pada analisis ragam (ANOVA) kesimpulannya adalah terima H0 yang berarti semua perlakuan yang dicobakan memberi pengaruh yang sama, maka tidak diperlukan uji lanjut. Namun berbeda halnya jika kesimpulan yang didapat adalah tolak H0 artinya terdapat perbedaan pengaruh dari perlakuan-perlakuan yang dicobakan. Untuk itu perlu dilakukan uji lanjut agar diketahui perlakuan yang berbeda. Salah satu uji lanjut yang dapat digunakan adalah uji lanjut Honestly Significant Difference (HSD) atau uji Tukey sesuai dengan nama penemunya J.W. Tukey. Penggunaan uji ini hanya membutuhkan satu nilai HSD yang digunakan sebagai pembanding. Jika beda nilai tengah dari 2 perlakuan lebih besar daripada nilai HSD, maka kedua perlakuan tersebut dinyatakan berbeda. Nilai HSD dapat dihitung dengan persamaan 2.2.
commit to user
II-14
perpustakaan.uns.ac.id
B=
,
ƻɒȖȖ̜Ȗ
digilib.uns.ac.id
...................................................................................................(2.2)
Keterangan: p = jumlah perlakuan ν = df error r = banyaknya ulangan α = taraf nyata qα(p, ν) = nilai kritis diperoleh dari tabel Studentized Range
2.5
KARAKTERISTIK FISIK DAN MEKANIK Sifat fisik meliputi volume dan densitas, sedangkan kekuatan mekanik
yaitu ketahanan lentur diuraikan sebagai berikut: 2.5.1 Fraksi Volume Jumlah kandungan serat dalam komposit, merupakan hal yang menjadi perhatian khusus pada komposit berpenguat serat. Jumlah serat serta karakteristik dari serat tersebut merupakan salah satu elemen kunci dalam analisis mikromekanik komposit. Untuk memperoleh komposit berkekuatan tinggi, distribusi serat dengan matrik harus merata pada proses pencampuran agar mengurangi timbulnya void. Untuk menghitung fraksi volume, parameter yang harus diketahui adalah berat jenis matrik, berat jenis serat, berat komposit dan berat serat. Adapun fraksi volume ditentukan dengan persamaan 2.3 dan persamaan 2.4 (Gibson, 1994). Diasumsikan volume void (Vv) = 0 wf + wm = 1.........................................................................................................(2.3) wf =
r f .v f x100 % .................................................................................(2.4) r f .v f + r m .vm
Keterangan: wf, wm = fraksi berat serat dan matriks ρf, ρm = densitas serat dan matriks (gr/cm3) vf, vm = fraksi volume serat dan matriks (cm3) 2.5.2 Modulus of Rupture (MOR) Pengujian kekuatan bending terhadap material untuk mengetahui kekuatan bending material tersebut. Kekuatan bending atau kekuatan lengkung adalah kekuatan beban terbesar yang dapat commitditerima to user akibat pembebanan luar tanpa
II-15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
mengalami deformasi yang besar atau kegagalan. Akibat pengujian bending, pada bagian atas spesimen akan mengalami tekanan, dan bagian bawah akan mengalami tegangan tarik. Kegagalan yang terjadi akibat pengujian bending adalah komposit akan mengalami patah pada bagian bawah yang disebabkan karena tidak mampu menahan tegangan tarik yang diterima. Kekuatan bending suatu material dapat ditentukan sesuai persamaan 2.5 (SNI 01-4449, 2006).
Ɯ.
.................................................................................................(2.5)
Keterangan : MOR B S L T
: modulus of rupture (N/mm2) : besarnya beban maksimum (N) : jarak tumpuan (mm) : lebar spesimen uji (mm) : tebal spesimen uji (mm) B a
25
T
25
S/2
S/2
a
a
S = 150
Gambar 2.2. Uji ketahanan lentur Sumber: SNI, 2006
Pada suatu material terjadi reaksi terhadap pembebanan, sehingga terjadi tegangan tarik dan tekan, reaksi ini digambarkan sebagai distribusi tegangan seperti pada gambar 2.3 sedangkan skema dari gaya-gaya yang bekerja dapat digambarkan seperti gambar 2.4.
Gambar 2.3. Distribusi gaya pada pengujian bending commit to user Sumber: SNI, 2006
II-16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Neutral Line
Tension
Gambar 2.4. Skema distribusi tegangan pada spesimen uji bending Sumber: SNI, 2006
2.5.3 Modulus of Elasticity (MOE) Pengujian modulus of elasticity (MOE) dilakukan bersama-sama dengan pengujian MOR dengan memakai contoh uji yang sama. Besarnya defleksi yang terjadi pada saat pengujian dicatat pada selang beban tertentu. Hasil pengujian kuat lentur pada papan partikel dapat diperoleh sesuai dengan persamaan 2.6.
Ɯ.R =
..................................................................................................(2.6)
Keterangan : MOE B S D L T 2.6
= modulus of elasticity (N/mm2) = besarnya beban maksimum (N) = jarak tumpuan (mm) = lenturan pada beban (mm) = lebar spesimen uji (mm) = tebal spesimen uji (mm)
PERANCANGAN DAN PENGEMBANGAN PRODUK Perancangan produk menurut Ulrich dan Eppinger (2001) merupakan
tahapan-tahapan atau urutan langkah perusahaan untuk menyusun, merancang, dan mengkomersialkan suatu produk. Adapun langkah-langkah dalam melakukan perancangan suatu produk, antara lain : 1. Identifikasi kebutuhan 2. Spesifikasi produk 3. Penyusunan konsep 4. Pengujian konsep 5. Pembuatan prototype
commit to user
II-17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2.6.1 Identifikasi Kebutuhan Identifikasi kebutuhan merupakan langkah awal yang menentukan suatu perancangan produk karena merupakan dasar dan tujuan dari perancangan dan pengembangan suatu produk. Proses identifikasi kebutuhan merupakan tahap yang mempunyai hubungan paling erat dengan proses penurunan konsep dan menetapkan
spesifikasi produk. Identifikasi
kebutuhan
dilakukan
untuk
menetapkan jalur informasi antara konsumen sebagai target pasar dengan perusahaan pengembangan produk (Ulrich dan Eppinger, 2001).
2.6.2 Spesifikasi Produk Spesifikasi produk dapat ditentukan dari hasil identifikasi kebutuhan pengguna. Spesifikasi produk merupakan translasi kebutuhan pengguna menjadi kebutuhan teknis yang harus dicapai produk. Pada proses pengembangan produk terlebih dahulu membuat spesifikasi produk, lalu mendesain, dan membuat rancangan yang memenuhi spesifikasi tersebut (Ulrich dan Eppinger, 2001).
2.6.3 Penyusunan Konsep Untuk memenuhi kebutuhan teknis, suatu produk dapat dirancang melalui beberapa alternatif konsep. Dalam tahap ini, beberapa konsep disusun untuk mencapai kebutuhan teknis sesuai dengan kebutuhan. Proses penyusunan konsep dimulai dengan serangkaiaan kebutukan pelanggan dan spesifikasi target dan diakhiri dengan terciptanya konsep produk sebagai pilihan akhir. Penyusunan konsep yang baik memberikan keyakinan bahwa seluruh kemungkinan telah digali (Ulrich dan Eppinger, 2001). 2.6.4 Pembuatan Prototype Prototype didefinisikan sebagai sebuah penaksiran produk melalui satu atau lebih dimensi yang menjadi perhatian. Prototype merupakan produk tiruan atau percobaan produksi pada tingkat eksperimen untuk mengetahui bentuk fisik maupun performansi produk serta menganalisis produk apakah sudah siap untuk diproduksi secara massal. Pembuatan prototype merupakan proses pengembangan perkiraan-perkiraan dari produk. Dalam commitproyek to userpengembangan produk, prototype
II-18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
digunakan untuk empat tujuan, yaitu: pembelajaran, komunikasi, penggabungan dan tonggak. Dari hasil prototype yang dibuat, dapat dilakukan penilaian dan evaluasi produk sehingga dapat mengetahui kekurangan produk yang selanjutnya dapat direvisi pada desain jika perlu (Ulrich dan Eppinger, 2001).
2.7
KAJIAN PUSTAKA Beberapa penelitian tentang papan partikel berbahan serat alam telah
dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Zheng dkk. (2006) meneliti papan partikel dari kayu Saline Athel. Penelitian ini meneliti efek dari berbagai jenis perekat, ukuran partikel, kandungan kulit, konten resin, dan perlakuan air panas pada sifat ketahanan mekanik papan partikel. Sifat mekanik yang diukur meliputi kekuatan tarik, modulus of rupture (MOR), modulus of elasticity (MOE), dan kekuatan ikatan intern dari papan partikel. Penyerapan air dan ketebalan digunakan untuk mengevaluasi ketahanan air. Ukuran medium partikel (20-40 mesh) memberikan sifat mekanik terbaik dan tahan air daripada ukuran partikel yang lebih kecil (4060 mesh) dan ukuran partikel yang lebih besar (10-20 mesh). Dhanarjaya (2010) meneliti komposit berbahan ampas tebu dengan perekat PVAc. Adapun faktor yang diuji yaitu ukuran partikel (30 dan 40 mesh), lama perendaman borax (0 menit, 5 menit, dan 10 menit), dan persentase PVAc (10%, 15%, dan 20%). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa faktor ukuran partikel, perlakuan perendaman dengan borax, dan persentase perekat PVAc tidak berpengaruh terhadap nilai ketahanan lentur. Sedangkan interaksi faktor-faktor perendaman dengan borax dan persentase perekat PVAc berpengaruh terhadap nilai ketahanan lentur. Komposit dengan nilai ketahanan lentur teringgi adalah komposit dengan faktor ukuran partikel 30 mesh, perlakuan perendaman dengan borax 5 menit dan persentase perekat PVAc 15%. Mahayatra dkk. (2013) memproduksi material komposit dengan matriks resin dan bubuk marmer patung sebagai filler. Sifat mekanik material komposit dipengaruhi oleh ukuran partikel. Variasi ukuran partikel akan membentuk sifat mekanik yang berbeda. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh variasi ukuran partikel pada sifat mekanik dari partikel komposit. Dalam penelitian ini variasi dalam ukurancommit partikel tomarmer user patung yang digunakan adalah
II-19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
60 mesh, 100 mesh, 140 mesh dan 200 mesh. Resin yang digunakan adalah resin epoxy, dan komposisi perbandingan volume antara matriks dan partikel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 80%: 20%. Ukuran partikel yang baik untuk filler dalam komposit adalah 140 mesh. Siswanto dkk. (2011) meneliti tentang pengaruh fraksi volume dan ukuran partikel komposit polyester resin berpenguat partikel genting terhadap kekuatan tarik dan kekuatan bending. Variabel fraksi volume yang digunakan yaitu 30%, 40% dan 50%. Sedangkan variabel ukuran partikelnya yaitu 40-60, 60-80, 80-100 mesh. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan menyimpulkan bahwa komposit dengan fraksi volume partikel 30% mempunyai kekuatan tarik dan kekuatan bending yang lebih tinggi dibandingkan dengan komposit dengan fraksi volume partikel 40% dan 50%. Sedangkan komposit dengan ukuran partikel 80-100 mesh menghasilkan nilai kekuatan bending dan kekuatan tarik yang lebih tinggi dibandingkan dengan 40-60 dan 60-80 mesh. Malau (2009) melakukan penelitian produk baru papan dari limbah industri gula berupa ampas tebu/ bagase dengan menggunakan perekat Urea Formaldehyde (UF). Papan dikempa dengan tekanan 25 kg/cm2 pada suhu 1400 C. Kadar Perekat yang digunakan adalah 10% dan 12% dengan penambahan parafin cair (wax) divariasikan 0%, 1% dan 2 % dari berat kering partikel. Papan partikel yang dihasilkan kemudian diuji sifat fisis dan mekanisnya menurut standar JIS A 5908-2003. Kerapatan, kadar air dan daya serap air memenuhi standar JIS A59082003, sedangkan nilai sifat mekanik yang memenuhi standar yaitu: keteguhan rekat dan keteguhan patah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh kadar perekat sangat nyata terhadap uji daya serap air dan keteguhan patah. Sedangkan pengaruh kadar parafin sangat nyata terhadap uji daya serap air, pengembangan tebal, keteguhan elastisitas dan keteguhan rekat. Interaksi kadar perekat dan parafin berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air dan pengaruh nyata terhadap keteguhan patah papan partikel. Sudarsono (2010) meneliti pembuatan papan partikel berbahan baku sabut kelapa dengan bahan pengikat alami (lem kopal). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisis dan mekanis papan partikel sabut kelapa berpengikat lem kopal digunakan campuran (berat)commit antara to sabut userkelapa : lem kopal sebesar 1:5 dan
II-20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
1:6, dengan perbandingan kompresi 4:1. Hasil penelitian ini menunjukkan massa jenis (density) papan partikel dengan perbandingan serat 1:6 mempunyai massa jenis terkecil, sedangkan hasil pengujian untuk MOE adalah 1:5 = 64,2672 kg/mm2, 1:6 = 89,2009 kg/mm2, dan hasil uji bending untuk MOR adalah 1:5 = 2,4555 kg/mm2, 1:6 = 1,7513 kg/mm2.
commit to user
II-21