13
BAB II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Modal Kerja Setiap perusahaan selalu membutuhkan modal kerja, yaitu aktiva-aktiva
jangka pendek yang digunakan untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari. Dana atau uang yang dikeluarkan untuk modal kerja tersebut diharapkan dapat kembali lagi masuk ke dalam perusahaan dalam waktu yang pendek melalui hasil penjualan produknya. Uang yang masuk yang berasal dari hasil penjualan produk tersebut akan segera dikeluarkan lagi untuk membiayai operasi selanjutnya. Dengan demikian dana tersebut akan terus-menerus berputar setiap periodenya selama perusahaan beroperasi. Pengelolaan modal kerja meliputi baik usaha mendapatkan, menyediakan dana yang dibutuhkan perusahaan, maupun usaha untuk menggunakan dana tersebut secara efisien. Dalam pengelolaan tersebut, harus tetap mempertahankan arus pendapatan guna kelangsungan perusahaan dalam membiayai operasi selanjutnya. Oleh karena itu, diperlukan suatu tindakan manajemen yang berupa perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian terhadap pengelolaan modal kerja.
2.1.1
Pengertian Modal Kerja Sehubungan dengan pengertian modal kerja menurut Sawir (2005;129): “Modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar yang dimiliki perusahaan, atau dapat pula dimaksudkan sebagai dana yang harus tersedia untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari.” Sedangkan menurut Keown (2005;646): “Working capital is the firm’s total investment in current assets or assets that it expects to be converted into cash within a year or less. Net working capital is the difference between the firm’s current assets and its current liabilities. Frequently when the term working capital is used, it is actually intended to mean net working capital.”
BAB II Tinjauan Pustaka
14
Dari definisi mengenai modal kerja tersebut, terdapat 2 (dua) pengertian modal kerja. Pertama, gross working capital, yaitu keseluruhan aktiva lancar. Kedua adalah net working capital, yaitu kelebihan aktiva lancar atas hutang lancar. Secara umum aktiva lancar terdiri dari kas atau uang tunai, surat-surat berharga (marketable securities), piutang, dan persediaan. Sedangkan hutang lancar terdiri dari hutang-hutang jangka pendek, seperti hutang wesel, hutang usaha, dan hutang-hutang pada bank yang berusia kurang dari 1 tahun.
2.1.2
Konsep Modal Kerja
Terdapat 3 (tiga) kosep modal kerja menurut Munawir (2004;114): “1. Konsep Kuantitatif, Konsep ini menitikberatkan kepada kuantum yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan perusahaan dalam membiayai operasinya yang bersifat rutin, atau menunjukkan jumlah dana (fund) yang tersedia untuk tujuan operasi jangka pendek. Dalam konsep ini tidak mementingkan kualitas dari modal kerja, apakah modal kerja dibiayai dari modal pemilik, hutang jangka panjang, maupun hutang jangka pendek, sehingga dengan modal kerja yang besar tidak mencerminkan margin of safety para kreditur jangka pendek yang besar juga. Dalam konsep ini menganggap bahwa modal kerja adalah jumlah aktiva lancar (gross working capital). 2. Konsep Kualitatif, Konsep ini menitikberatkan pada kualitas modal kerja. Dalam konsep ini pengertian modal kerja adalah kelebihan aktiva lancar terhadap hutang jangka pendek (net working capital), yaitu jumlah aktiva lancar yang berasal dari pinjaman jangka panjang maupun dari para pemilik perusahaan. Definisi ini bersifat kualitatif karena menunjukkan tersedianya aktiva lancar yang lebih besar daripada hutang lancarnya (hutang jangka pendek) dan menunjukkan pula margin of protection atau tingkat keamanan bagi para kreditur jangka pendek, serta menjamin kelangsungan operasi dimasa mendatang dan kemampuan perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman jangka pendek dengan jaminan aktiva lancarnya. 3. Konsep Fungsional, Konsep ini menitikberatkan fungsi dari dana yang dimiliki dalam rangka menghasilkan pendapatan (laba) dari usaha pokok perusahaan. Pada dasarnya dana-dana yang dimiliki oleh suatu perusahaan seluruhnya akan digunakan untuk menghasilkan laba sesuai dengan usaha pokok perusahaan, tetapi tidak semua dana digunakan untuk menghasilkan laba periode ini (current income) ada sebagian dana yang akan digunakan untuk memperoleh atau menhasilkan laba dimasa yang akan datang. Ada sebagian aktiva lancar yang bukan merupakan modal kerja, misalnya dalam piutang dagang yang timbul dari penjualan barang dagangan secara kredit.”
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1.3
15
Pentingnya Modal Kerja Tersedianya modal kerja yang segera dapat dipergunakan dalam operasi
tergantung pada tipe atau sifat dari aktiva lancar yang dimiliki seperti: kas, efek, piutang, dan persediaan. Modal kerja harus cukup jumlahnya dalam arti harus mampu membiayai pengeluaran-pengeluaran atau operasi perusahaan sehari-hari, karena dengan modal kerja yang cukup akan menguntungkan bagi perusahaan, disamping memungkinkan bagi perusahaan untuk beroperasi secara ekonomis atau efisien dan perusahaan tidak mengalami kesulitan keuangan. Alasan pentingnya modal kerja menurut Irawati (2006; 89), yaitu: “1. Tingkat profitabilitas perusahaan akan dipengaruhi oleh investasi modal kerja. 2. Posisi likuiditas perusahaan akan dipengaruhi oleh investasi dalam modal. 3. Sebagian waktu manajer keuangan tersita untuk pengelolaaan modal kerja. 4. Khususnya bagi perusahaan niaga dimana sebagian investasnya bukan dalam fixed capital tetapi dalam current capital, maka modal kerja sangat penting bagi perusahaan tersebut. 5. Modal kerja sangat diperlukan sebagai tumpuan bagi perusahaan yang relatif kecil dibandingkan dengan kebutuhannya terhadap fixed capital.” 2.1.4
Jenis-jenis Modal Kerja Manajemen harus dapat mengetahui dan menetapkan jenis modal kerja
mana yang harus selalu ada atau yang hanya sewaktu-waktu saja dibutuhkan. Mengenai jenis-jenis modal kerja, Irawati (2006;92), menggolongkan modal kerja dalam 2 (dua) bagian, yaitu: “1. Modal Kerja Permanen (Permanent Working Capital) Yaitu modal kerja yang harus tetap ada pada perusahaan untuk dapat menjalankan fungsinya, atau dengan kata lain modal kerja secara terus-menerus diperlukan untuk kelancaran usahanya. Modal kerja permanen ini dibedakan dalam : 1. Modal Kerja primer (primary working capital), yaitu modal kerja minimum yang harus ada pada perusahaan untuk menjamin kontinuitas usahanya. 2. Modal kerja Normal (Normal working capital), yaitu jumlah modal kerja yang diperlukan untuk melaksanakan luas produksi yang normal. Pengertian normal disini adalah dalam artian yang dinamis.
16
BAB II Tinjauan Pustaka
2. Modal Kerja Variabel (Variable working capital) Yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan keadaan. Modal kerja ini dibedakan dalam: 1. Modal kerja musiman (seasonal working capital), yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi musim. 2. Modal kerja siklis (cyclical working capital), yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena fluktuasi konjungtor. 3. Modal kerja darurat (Emergency working capital), yaitu modal kerja yang jumlahnya berubah-ubah disebabkan karena adanya keadaan darurat yang tidak diketahui sebelumnya (misalnya adanya pemogokan buruh, banjir, perubahan keadaan ekonomi secara mendadak).” Bila digambarkan, jenis-jenis modal kerja tampak sebagai berikut: No. 1.
Faktor Pembeda Perputaran
Modal Kerja Variabel Untuk
menjadi
uang
Modal Kerja Permanen tunai Untuk menjadi
perputarannya kurang dari satu tingakt tahun. 2.
Fleksibilitas
uang tunai
perputarannya
lebih
dari satu tahun.
Lebih mudah untuk disesuaikan Tidak dengan
mudah
rencana disesuaikan
untuk
dengan
recana
produksi/penjualan perusahaan produksi/penjualan perusahaan dalam
hal
besar-kecilnya dalam
kebutuhan modal kerja. 3.
Variabilitas
Dapat struktur
berubah
hal
besar-kecilnya
kebutuhan modal kerja.
setiap
kekayaan
saat Tetap pada perubahan
tidak atas
mengalami struktur
berbagai unsur modal kerjanya kekayaan pada beragai unsur terdiri
dari
kas,
piutang, modal, kecuali dalam jangka
persediaan, dan efek).
waktu lebih dari satu tahun, misalnya
karena
adanya
penyusutan modal kerja. 4.
Fisik
Mengalami perubahan bentuk Tidak mengalami perubahan secara
fisik
karena
adanya bentuk, atau tetap.
kegiatan proses produksi.
Tabel 2.1 Jenis Modal Kerja
BAB II Tinjauan Pustaka
2.1.5
17
Komponen Modal Kerja Pada umumnya komponen modal kerja bruto (gross working capital) yang
sering dijumpai dalam perusahaan terdiri dari kas, piutang, dan persediaan. Komponen tersebut akan dipaparkan sebagai berikut:
2.2
Kas
2.2.1
Pengertian Kas Dalam menjalankan usahanya setiap perusahaan membutuhkan uang tunai
atau kas yang diperlukan untuk membiayai operasi perusahaan sehari-hari maupun untuk mengadakan investasi baru dalam aktiva tetap.
Brealey (2003;852) mengungkapkan tentang kas sebagai berikut: “The cash consist of currency, demand deposit (funds in checking accounts), and time deposit (funds saving accounts).”
Menurut PSAK (IAI;2004) no.2 paragraf 5 menyebutkan bahwa: “Kas terdiri dari saldo kas (cash on hand) dan rekening giro.”
Jadi, untuk dapat dilaporkan sebagai kas haruslah siap tersedia untuk digunakan membayar kewajiban lancar dan bebas dari berbagai pembatasan yang membatasi penggunaannya. Kas terdiri dari uang logam, uang kertas, dan dana yang tersedia dalam deposito di bank. Instrument-instrumen yang dapat dinegosiasikan seperti pos wesel, cek yang disahkan, cek kasir, cek pribadi, dan wesel bank juga dipandang sebagai kas. Kas harus siap tersedia untuk pembayaran kewajiban lancar dan harus bebas dari setiap ikatan kontraktual yang membatasi penggunaannya.
2.2.2
Motif Menyimpan Kas Kas merupakan unsur modal kerja yang paling tinggi tingkat likuiditasnya.
Makin besar jumlah yang ada dalam perusahaan, berarti makin tinggi tingkat likuiditasnya. Ini berarti perusahaan mempunyai risiko yang lebih kecil dalam
BAB II Tinjauan Pustaka
18
memenuhi kewajiban financialnya. Tetapi tidak berarti bahwa perusahaan harus mempertahankan uang kas dalam jumlah relatif besar, karena makin besar kas maka makin banyak uang yang menganggur, sehingga akan memperkecil profitabilitas. Namun demikian agar perusahaan dapat memenuhi kewajiban financial tepat pada waktunya maka sebaiknya perusahaan mempertahankan persediaan kas minimal yang disebut safety cash balance. Menurut Sawir (2005;182) ada 3 alasan (motif) perusahaan atau unit ekonomi lainnya untuk menyimpan kas antara lain: ”1. Motif transaksi, Motif pertama adalah agar memungkinkan perusahaan untuk melakukan transaksi dalam kegiatan usahanya. Motif ini berkenaan dengan kebutuhan akan kas yang dapat diperkirakan, seperti untuk membayar tagihan, pembayaran upah dan gaji, dan pembayaran utang kepada kreditur apabila jatuh tempo. 2.Motif berjaga-jaga, Motif kedua adalah untuk berjaga-jaga menutupi kebutuhan pembayaran yang tidak terduga sebelumnya. Motif ini berkenaan dengan ketidakpastian arus kas operasional. 3.Motif spekulasi, Motif ketiga adalah agar memungkinkan bagi perusahaan untuk dapat memanfaatkan kesempatan keuntungan yang mungkin muncul.” Disamping ketiga motif kepemilikan kas tersebut, perusahaan menahan kas untuk saldo kompensasi (compensating balance). Saldo kompensasi ini berupa sejumlah data minimum yang diharuskan untuk tetap ada di bank dalam rekening perusahaan. Compensating balance merupakan bentuk biaya yang harus ditanggung oleh perusahaan untuk membayar jasa dari pihak perbankan, karenanya tidak dapat digunakan untuk investasi dalam rangka meningkatkan keuntungan.
2.2.3
Aliran Kas Dalam Perusahaan Dalam perusahaan kas dapat dilihat sebagai suatu aliran. Dari segi
perputarannya pola kas meliputi aliran kas masuk (cash inflow) dan kas keluar (cash outflow). Menurut Gitman (2003), aliran kas dalam perusahaan terdiri dari aliran operasi (operating flow) dan aliran keuangan (financial and legal flow).
19
BAB II Tinjauan Pustaka
Operating flow adalah aliran kas masuk dan aliran kas keluar yang berhubungan dengan siklus produksi perusahaan. Aliran operasi kas masuk berasal dari penjualan tunai, penerimaan dari pembayaran piutang, dan lain-lain. Aliran operasi kas meliputi pembelian bahan baku, pembayaran tenaga kerja, pembelian aktiva tetap, pembayaran biaya administrasi, dan lain-lain. Sedangkan financial and legal flow adalah aliran kas yang berasal dari pembayaran dan penerimaan bunga, pembayaran pajak, dan penerimaan kelebihan pembayaran pajak, pembayaran dan penerimaan dari hutang, pembayaran dividen, pembelian kembali saham, dan penerimaan penjualan saham. Dalam PSAK (IAI;2004) no.2 disebutkan bahwa: “Arus kas adalah arus masuk dan arus keluar kas setara kas.” “Aktivitas operasi adalah aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan (principal revenue-producing activities) dan aktivitas lain yang bukan merupakan aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan.” “Aktivitas investasi adalah perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain yang tidak termasuk setara kas.” “Aktivitas
pendanaan
(financing)
adalah
aktivitas
yang
mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan pinjaman perusahaan.”
Dalam PSAK (IAI;2004) no.2 juga dijelaskan: “1. Aktivitas Operasi Jumlah arus kas yang berasal dari aktivitas operasi merupakan indikator yang menentukan apakah dari operasinya perusahaan dapat menghasilkan arus kas yang cukup untuk melunasi pinjaman, memelihara kemampuan operasi perusahaan, membayar dividen, dan melakukan investasi baru tanpa mengandalkan pada sumber pendanaan dari luar. Informasi mengenai unsur tertentu arus kas historis bersama dengan informasi lain berguna dalam memprediksi arus kas operasi masa depan. Arus kas dari aktivitas operasi terutama diperoleh dari aktivitas penghasil utama pendapatan perusahaan. Oleh karena itu arus kas tersebut pada umumnya berasal dari transaksi dan peristiwa lain yang mempengaruhi penetapan laba atau rugi bersih. Beberapa contoh arus kas dari aktivitas operasi adalah:
BAB II Tinjauan Pustaka
1. 2. 3. 4. 5.
20
Penerimaan kas dari penjualan barang dan jasa. Penerimaan kas dari royalty, fees, komisi dan pendapatan lain. Pembayaran kas kepada pemasok barang dan jasa. Pembayaran kas kepada karyawan. Penerimaan dan pembayaran kas oleh perusahaan asuransi sehubungan dengan premi, klaim, anuitas dan manfaat asuransi lainnya. 6. Pembayaran kas atau penerimaan kembali (restitusi) pajak penghasilan kecuali jika dapat diidentifikasikan secara khusus sebagai bagian dari aktivitas pendanaan dan investasi. 2. Aktivitas Investasi Pengungkapan terpisah arus kas yang berasal dari aktivitas investasi perlu dilakukan sebab arus kas tersebut mencerminkan penerimaan dan pengeluaran kas sehubungan dengan sumber daya yang bertujuan untuk menghasilkan pendapatan dan arus kas masa depan. Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas investasi adalah: 1. Pembayaran kas untuk membeli aktiva tetap, aktiva tak berwujud, dan aktiva jangka panjang lain, termasuk biaya pengembangan yang dikapitalisasi, dan aktiva tetap yang dibangun sendiri. 2. Penerimaan kas dari penjualan tanah, bangunan dan peralatan, aktiva tak berwujud, dan aktiva jangka panjang lainnya. 3. Uang muka dan pinjaman yang diberikan kepada pihak lain serta pelunasannya (kecuali yang dilakukan oleh lembaga keuangan). 4. Pembayaran kas sehubungan dengan future contract, forward contract, option contract, dan swap contract, kecuali apabila kontrak tersebut dilakukan untuk tujuan perdagangan (dealing of trading) atau apabila pembayaran tersebut diklasifikasikan sebagai aktivitas pendanaan. 3. Aktivitas Pendanaan Pengungkapan terpisah arus kas yang timbul dari aktivitas pendanaan perlu dilakukan sebab berguna untuk memprediksi klaim terhadap arus kas masa depan oleh para pemasok modal perusahaan. Beberapa contoh arus kas yang berasal dari aktivitas pendanaan adalah: 1. Penerimaan kas dari emisi saham atau instrumen modal lainnya 2. Pembayaran kas kepada pemegang saham untuk menarik atau menebus saham perusahaan. 3. Penerimaan kas dari emisi obligasi, pinjaman, wesel, hipotek, dan pinjaman lainnya. 4. Pelunasan pinjaman. 5. Pembayaran kas oleh penyewa guna usaha (lease) untuk mengurangi saldo kewajiban yang berkaitan dengan sewa guna usaha pembiayaan (finance lease).”
21
BAB II Tinjauan Pustaka
Penerimaan kas dan pengeluaran kas pada perusahaan akan berlangsung terus-menerus. Kas mengalir dalam suatu daur, dimulai dari digunakannya kas untuk membeli aktiva, kemudian aktiva tersebut digunakan untuk menghasilkan keuntungan (laba) dan akhirnya modal dan keuntungan tersebut kembali dalam bentuk kas. 2.2.4
Manajemen Kas yang Efisien Strategi dasar yang harus digunakan oleh perusahaan dalam mengelola
kasnya menurut Syamsuddin (2004; 234) adalah sebagai berikut: ”1. Membayar utang dagang selambat mungkin asal jangan sampai mengurangi kepercayaan pihak suplier kapada perusahaan, tetapi memanfaatkan setiap potongan tunai (cash discount) yang menguntungkan bagi setiap perusahaan. 2. Mengatur perputaran persediaan secepat mungkin tetapi hindarilah risiko kehabisan persediaan yang dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan pada masa-masa selanjutnya (konsumen kehilangan kepercayaan kepada perusahaan). 3. Kumpulkan piutang secepat mungkin tetapi jangan sampai mengakibatkan kemungkinan menurunnya volume penjualan pada masa yang akan datang karena ketatnya kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam penjualan kredit dan pengumpulan piutang.” 2.2.5
Perputaran Kas Jumlah kas dapat pula dihubungkan dengan penjualan. Perbandingan
antara penjualan bersih dengan rata-rata kas mencerminkan tingkat perputaran kas. Persamaan tingkat perputaran kas menurut Syamsuddin (2004;238): Cash Turn Over = _Net Sales_ Average Cash Makin tinggi tingkat perputaran kas, semakin baik. Hal ini berarti makin tinggi efisiensi penggunaan kas. Tetapi apabila tingkat perputaran terlalu tinggi berarti jumlah kas yang tersedia terlalu kecil untuk kegiatan perusahaan dan kondisi demikian dapat membahayakan posisi likuiditas perusahaan.
22
BAB II Tinjauan Pustaka
2.3
Piutang
2.3.1
Pengertian Piutang Pada dasarnya piutang bisa timbul tidak hanya karena penjualan barang
dagangan secara kredit, tetapi dapat karena hal-hal lain. Misalnya piutang kepada pegawai, piutang karena penjualan aktiva tetap secara kredit, piutang karena adanya penjualan saham sacara angsuran, atau adanya uang muka untuk pembelian atau kontrak kerja lainnya. Untuk itu Munawir (2004;15) mendefinisikan piutang sebagai berikut: “Piutang adalah tagihan kepada pihak lain (kepada kreditor atau langganan) sebagai akibat adanya penjualan barang dagangan secara kredit.”
Baridwan (2000;123) menggunakan istilah tagihan untuk menyebutkan adanya klaim perusahaan kepada pihak lain sebagai berikut: “Istilah tagihan disini dimaksudkan dengan klaim perusahaan atas uang, barang-barang atau jasa terhadap pihak lain.”
Dalam
akuntansi,
pengertian
tagihan
biasanya
digunakan
untuk
menunjukkan klaim yang akan dilunasi dengan uang. Jadi dari pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa piutang merupakan: -
klaim perusahaan kepada pihak lain atas uang, barang-barang, atau jasa-jasa.
-
klaim tersebut muncul karena adanya penjualan barang atau jasa secara kredit.
Pengertian piutang menurut Aliminsyah dan Padji (2003; 268) adalah sebagai berikut: ”Piutang dagang kadang-kadang disebut juga piutang usaha yaitu tagihan kepada langganan untuk barang dan jasa yang dijual dengan kredit.”
BAB II Tinjauan Pustaka
2.3.2
23
Pentingnya Piutang Dalam suatu perusahaan, piutang mempunyai nilai yang cukup
berpengaruh dalam laporan keuangan. Biasanya nilai piutang tersebut dapat mempengaruhi keseluruhan nilai perusahaan. Penjualan kredit tidak segera menghasilkan penerimaan kas, tetapi menimbulkan piutang langganan, dan barulah pada hari jatuh tempo terjadi aliran kas masuk (cash inflows) yang berasal dari pengumpulan piutang tersebut. Dengan demikian maka piutang (receivable) merupakan elemen modal kerja yang juga harus selalu dalam keadaan berputar secara terus-menerus dalam rantai perputaran modal kerja.
Syamsuddin (2004;255) dalam bukunya mengatakan bahwa: “Untuk dapat mempertahankan langganan-langganan yang sudah ada sekarang dan untuk menarik langganan-langganan baru, perusahaan pada umumnya melakukan penjualan secara kredit.” Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa piutang merupakan aset yang penting bagi perusahaan karena merupakan bagian aktiva lancar yang nilainya bisa mencapai setengah dari aktiva lancar. Oleh sebab itu, manajemen diharapkan mau menaruh perhatian yang cukup terhadap masalah-masalah piutang agar perusahaan jangan sampai mendapat kerugian.
2.3.3
Penilaian Piutang Piutang biasanya dicatat dalam neraca berdasarkan taksiran jumlah yang
akan direalisir dengan mengurangkan taksiran yang tidak bisa ditagih terhadap saldo piutang tersebut. Perusahaan pada umumnya menentukan jumlah tertentu dari piutang yang diperkirakan tidak dapat ditagih. Pencadangan penyisihan dimuka untuk tagihan yang tidak dapat ditagih kemudian, hari ini dicatat dengan ayat jurnal penyesuaian pada akhir periode fiskal.
24
BAB II Tinjauan Pustaka
Adapun tujuan dari pembentukan jurnal penyesuaian tersebut adalah: 1. Mengurangi nilai piutang dagang yang diharapkan tidak dapat dicairkan menjadi uang kas dimasa yang akan datang. 2. Mengalokasikan taksiran beban karena pengurangan nilai tersebut ke periode berjalan. Piutang yang dimiliki suatu perusahaan mempunyai hubungan yang erat dengan
volume
penjualan
kredit.
Posisi
piutang
dan
taksiran
waktu
pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat perputaran piutang tersebut.
Penurunan rasio penjualan kredit dengan rata-rata piutang menurut Munawir (2004; 75) dapat disebabkan oleh faktor sebagai berikut: ”1. Turunnya penjualan dan naiknya piutang. 2. Turunnya piutang dan diikuti turunnya penjualan dalam jumlah lebih besar. 3. Naiknya penjualan diikuti naiknya piutang dalam jumlah yang lebih besar. 4. Turunnya penjualan dengan piutang yang tetap. 5. Naiknya piutang sedangkan penjualan tidak berubah.” 2.3.4
Kebijaksanaan Pengumpulan Piutang Kebijaksanaan pengumpulan piutang suatu perusahaan merupakan
prosedur yang harus diikuti dalam mengumpulkan piutang-piutang apabila sudah jatuh tempo. Sebagian dari keefektifan perusahaan dalam menerapkan kebijaksanaan pengumpulan piutangnya dapat dilihat dari jumlah kerugian piutang atau bad debt expenses, karena jumlah piutang yang dianggap sebagai kerugian tersebut tidak hanya tergantung pada kebijaksanaan pengumpulan piutang tetapi juga kepada kebijaksanaan-kebijaksanaan penjualan kredit yang diterapkan. Apabila diasumsikan bahwa jumlah kerugian piutang tetap konstan, dalam hubungannya dengan jumlah kredit yang diberikan, maka semakin besar jumlah pengeluaran-pengeluaran untuk pengumpulan piutang akan dapat mengurangi bad debt expenses yang diderita oleh perusahaan. Dengan bertambahnya pengeluaranpengeluaran untuk pengumpulan piutang diharapkan akan dapat menurunkan
BAB II Tinjauan Pustaka
25
jumlah kerugian piutang atau bad debt expenses serta lama rata-rata pengumpulan piutang, dan oleh karena itu kedua hal tersebut akan mempunyai pengaruh yang positif atas keuntungan perusahaan.
2.3.5
Perputaran Piutang Piutang selalu dalam keadaan berputar. Periode perputaran atau periode
terikatnya modal dalam piutang adalah tergantung kepada syarat pembayarannya. Makin lemah atau makin lama syarat pembayarannya, berarti makin lama modal terikat pada piutang, yang ini berarti bahwa tingkat perputarannya selama periode tertentu adalah makin rendah. Dalam hal ini tingkat perputaran piutang memberi gambaran berapa kali dalam rata-rata piutang terjadi atau timbul dan diterima pembayarannya dalam suatu periode. Dalam menentukan besarnya jumlah perputaran piutang menurut Syamsuddin (2004;49) adalah sebagai berikut:
Receivable Turn Over = ___Annual Credit Sales___ Average Account Receivable Apabila tidak terdapat data mengenai penjualan secara kredit, dapat pula digunakan data total penjualan.
Dengan demikian perputaran piutang dapat ditentukan sebagai berikut:
Receivable Turn Over = _ _Net Sales___ Average receivable Sedangkan untuk menghitung periode atau lamanya perputaran piutang adalah:
Turn Over Period = ______360________ Receivable Turn Over
BAB II Tinjauan Pustaka
26
Semakin besar tingkat perputaran piutang manandakan semakin singkat waktu antara piutang tercipta, karena penjualan kredit dengan pembayaran piutang. Dengan kata lain semakin cepat perputaran piutang maka semakin baik. Makin tinggi rasio (turn over) menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah, sebaliknya kalau rasio semakin rendahberarti ada over investment dalam piutang sehingga memerlukan analisa lebih lanjut, mungkin karena bagian kredit dan penganalisa bekerja tidak efektif atau mungkin ada perubahan dalam kebijaksanaan pemberian kredit. Tingkat perputaran piutang memberi gambaran tentang kecepatan waktu pengumpulan piutang. Untuk pihak intern perusahaan dapat digunakan untuk mengukur efektivitas pengumpulan piutang.
2.4 Persediaan 2.4.1
Pengertian Persediaan Persediaan merupakan investasi yang cukup besar dalam aktiva lancar bagi
sebagian besar perusahaan industri. Persediaan diperlukan untuk dapat melakukan proses produksi dan penjualan secara lancar. Pengertian dari persediaan barang menurut Brealey (2003;851): “Another important current assets is inventory. Inventories may consist of raw materials, work in process, or finished goods awaiting sale and shipment firms invest in inventory.”
Persediaan didefinisikan oleh Block dan Hirt (2000;200) adalah sebagai berikut: “Inventory is the least liquid of current assets so it should provide the highest yield.”
Sedangkan menurut Gitman (2003;44) memberikan pengertian sebagai berikut: “Inventory include raw materials, work in process (partially finished goods), and finished good held by the firm.”)
BAB II Tinjauan Pustaka
27
Dan Schroeder (2000;304) mengemukakan bahwa: “An inventory is a stock of material used to facilitate production orto satisfy the customer demands. Inventory include raw materials, work in process, and finish good.”)
Jadi persediaan merupakan sejumlah barang yang disediakan dan barangbarang dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang yang disediakan untuk memenuhi permintaan dari konsumen atau langganan. Dari keterangan tersebut dapat diketahui bahwa persediaan merupakan salah satu unsur yang penting dalam perusahaan, karena jumlah persediaan akan menentukan atau mempengaruhi kelancaran produksi serta efektifitas dan efisiensi perusahaan tersebut.
2.4.2
Jenis-jenis Persediaan Persediaan barang yang terdapat dalam perusahaan dapat dibedakan atau
di kelompokkan menurut jenis dan posisi barang tersebut dalam urutan pengerjaan produk. Menurut Assauri (1999;171), jenis-jenis persediaan dapat dibedakan menjadi: “1. Persediaan bahan baku (raw material stock), yaitu persediaan barangbarang berwujud yang digunakan dalam proses produksi. 2. Persediaan bagian produk atau part yang dibeli (purchase part/ component stock), yaitu persediaan barang-barang yang terdiri dari part yang diterima dari perusahaan lain, yang dapat secara langsung di asembling dengan part lain, tanpa melalui proses produksi sebelumnya. 3. Persediaan bahan-bahan pembantu atau barang perlengkapan (supplier stock), yaitu persediaan barang-barang atau bahan-bahan yang diperlukan dalam proses produksi untuk membantu berhasilnya proses produksi atau yang dipergunakan dalam bekerjanya suatu perusahaan, tetapi tidak merupakan bagian atau komponen barang jadi. 4. Persediaan barang setengah jadi atau barang dalam proses (Work in process), yaitu persediaan barang yang keluar dari tiap-tiap bagian dalam suatu pabrik atau bahan-bahan yang telah diolah menjadi suatu bentuk, tetapi perlu diproses kembali untuk kemudian menjadi barang jadi. 5. Persediaan barang jadi (Finish Good stock), yaitu persediaan barangbarang yang telah selesai diproses atau diolah dalam pabrik dan siap untuk dijual kepada langganan atau perusahaan lain.”
BAB II Tinjauan Pustaka
28
Tidak dapat dipungkiri persediaan sangat diperlukan dalam proses produksi perusahaan, karena persediaan merupakan unsur yang paling penting dalam kelancaran kegiatan operasi perusahaan, tetapi juga tidak dapat disangkal bahwa suatu perusahaan akan mengalami kesulitan jika ia terlalu banyak atau terlalu sedikit menyimpan persediaan. Ketepatan keputusan penetapan jumlah persediaan dalam keadaan optimal (paling menguntungkan), merupakan suatu hal yang penting dan harus mendapatkan perhatian yang serius.
2.4.3
Biaya Persediaan Biaya persediaan sebagian merupakan biaya variabel dan sebagian lainnya
merupakan biaya tetap. Biaya persediaan yang bersifat variabel adalah biaya yang berubah-ubah karena adanya perubahan jumlah persediaan yang ada di dalam gudang. Biaya tersebut akan naik kalau kita meningkatkan jumlah persediaan yang disimpan. Adapun biaya persediaan yang bersifat tetap adalah elemenelemen biaya persediaan yang relatif tetap jumlah totalitasnya dalam jangka pendek dengan tidak memandang adanya variasi yang normal dan jumlah persediaan yang disimpan, misalnya depresiasi/penyusutan ruangan yang digunakan, biaya pemeliharaan gudang, pajak, pemanasan, buruh penjaga gudang. Untuk tujuan perencanaan penentuan besarnya persediaan yang akan dipertahankan oleh perusahaan, kita hanya memperhatikan biaya variabel saja dari biaya-biaya persediaan tersebut yang secara langsung akan terpengaruh oleh rencana tersebut. Untuk pengambilan keputusan penentuan besarnya jumlah persediaan menurut Riyanto (2001;78) ada beberapa biaya variabel yang dipertimbangkan, yaitu: “1. Procurement atau Set-up Costs Procurement costs adalah biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekwensi pesanan, yang terdiri dari: 1. Biaya selama proses persiapan. a. Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk pesanan. b. Penentuan besarnya kuantitas yang akan dipesan. 2. Biaya pengiriman pesanan. 3.Biaya penerimaan barang yang dipesan. a. Pembongkaran dan pemasukan ke gudang.
BAB II Tinjauan Pustaka
29
b. Pemeriksaan material yang diterima. c. Mempersiapkan laporan penerimaan. d. Mencatat ke dalam material record cards. 4.Biaya-biaya processing pembayaran. a. Auditing dan pembandingan antara laporan penerimaan dengan pesanan yang asli. b. Persiapan pembuatan cheque untuk pembayaran. c. Pengiriman cheque dan kemudian auditingnya. Set-up costs akan makin besar apabila order quantity makin kecil. 2. Storage atau Carrying Cost Carrying cost adalah biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya persediaan. Penentuan besarnya carrying cost didasarkan pada average inventory, dan biaya ini dinyatakan dalam presentase dari nilai dalam rupiah dari average inventory. Biaya-biaya yang termasuk dalam carrying cost adalah: a. Biaya penggunaan/sewa ruangan gudang. b. Biaya pemeliharaan material dan allowances untuk kemungkinan rusak. c. Biaya untuk menghitung/menimbang barang yang dibeli. d. Biaya asuransi e. Biaya absolescence. f. Biaya modal. g. Pajak dari persediaan yang ada dalam gudang. Carrying cost akan makin kecil apabila jumlah material yang dipesan makin kecil.” 2.4.4
Manajemen Persediaan yang Efisien Cara lain yang dapat ditempuh oleh perusahaan untuk meminimalkan
jumlah kebutuhan kas adalah dengan jalan meningkatkan perputaran persediaan. Hal ini menurut Syamsuddin (2004;240) dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: “1. Meningkatkan raw material turnover. Dengan menggunakan tehnik pengawasan persediaan yang lebih efisien maka diharapkan perusahaan akan dapat meningkatkan perputaran bahan mentah yang dimilikinya. 2. Menurunkan production cycle.Dengan menggunakan perencanaan, skedul, tehnik pengontrolan yang lebih baik maka perusahaan dapat mempercepat jangka waktu proses produks, dimana dengan adanya percepatan ini tentu saja akan meningkatkan perputaran barang dalam proses. 3. Meningkatkan finished goods turnover. Perusahaan dapat meningkatkan perputaran barang jadi dengan membuat forecast permintaan yang lebih baik serta perencanaan produksi yang sesuai
BAB II Tinjauan Pustaka
30
dengan forecast tersebut. Kontrol yang lebih efisien atas persediaan barang jadi akan dapat mempercepat tingkat perputaran dari persediaan barang jadi perusahaan.” 2.4.5
Tingkat Perputaran Persediaan Tingkat perputaran persediaan atau inventory turn over merupakan angka
yang menunjukkan kecepatan penggantian persediaan dalam suatu periode tertentu, biasanya dalam satu tahun. Angka ini diperkirakan dengan membagi semua harga persediaan yang terdiri dari bahan-bahan dan barang-barang yang dipergunakan selama setahun dengan jumlah nilai rata-rata persediaan. Tingkat perputaran persediaan menurut Syamsuddin (2004;47) dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Inventory turn over = _cost of good sold_ Average inventory Sedangkan untuk menghitung periode lamanya perputaran persediaan adalah: Turn over period = _______360_____ Inventory turn over Besarnya tingkat perputaran persediaan menunjukkan tingkat efektifitas penggunaan modal atau dana yang tertanam dipersediaan. Apabila terjadi sebaliknya, antara perputaran persediaan dengan tingkat penjualan yang dapat dicapai bila tingkat perputaran persediaan rendah menunjukkan adanya kesalahan kebijakan pembelian sehingga pasokan yang dibeli terlalu besar menumpuk di gudang. Tingkat perputaran persediaan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi dari penggunaan persediaan yang ada dalam perusahaan untuk menghasilkan penjualan. Tinggi rendahnya tingkat perputaran persediaan barang mempunyai efek langsung terhadap besar kecilnya modal yang diinvestasikan dalam persediaan barang. Semakin cepat tingkat perputaran, maka semakin cepat tingkat pengembalian investasi karena makin pendek waktu terikatnya modal
31
BAB II Tinjauan Pustaka
dalam persediaan barang. Kecepatan tingkat perputaran persediaan ini sangat penting sebagai suatu penilaian efektifitas dan efisiensi pencapaian tujuan yang pada akhirnya menentukan profitabilitas perusahaan.
2.5
Laba
2.5.1
Pengertian Laba Laba atau profit merupakan indikasi kesuksesan suatu badan usaha,
walaupun tidak semua perusahaan menjadikan laba (profit) sebagai tujuan utamanya, tetapi dalam mempertahankan usahanya memerlukan laba (profit). Laba (profit) merupakan suatu pos dasar penting dari ikhtisar keuangan yang memiliki banyak kegunaan dalam berbagai konteks. Laba (profit) umumnya dipandang sebagai suatu dasar bagi perpajakan, penentuan kebijakan dividen, pedoman investasi, pengambilan keputusan dan prediksi.
Menurut Henricksen (2000;301) mengutip pernyataan Smith yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo yaitu: “Laba sebagai jumlah yang dapat dikonsumsi tanpa menggerogoti modal.”
Laba menurut Henricksen (2000;301) mengutip pernyataan Hicks yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo yaitu: “Laba adalah jumlah yang dapat dikonsumsi seseorang selama periode waktu tertentu dan sama sejahteranya pada akhir periode seperti pada awal periode.”
Dengan kata lain laba menurut Smith dan Hicks yang dikutip oleh Henricksen (2000;301) yang diterjemahkan oleh Herman Wibowo adalah: ”Surplus
sesudah
dikonsumsi.”
pemeliharaan
kesejahteraan,
tetapi
sebelum
BAB II Tinjauan Pustaka
32
Menurut konsep laba (profit) tersebut, laba (profit) adalah sebagai nilai maksimal yang dapat dikonsumsi selama periode tertentu dan diharapkan kesejahteraannya pada akhir periode sama dengan kesejahteraannya pada awal periode. Jadi, yang dimaksud laba (profit) menurut konsep tersebut merupakan laba ekonomi. Konsep ini oleh para akuntan digunakan sebagai dasar untuk menentukan laba (profit) usaha dari sebuah entitas, dimana laba usaha adalah jumlah kekayaan yang dapat didistribusikan kepada pemilik selama periode tertentu tanpa mengurangi kemungkinan-kemungkinan yang akan datang sebagaimana kemungkinan yang berlaku pada awal periode. Oleh karena itu, laba (profit) pada sebuah perusahaan atau unit usaha yang menjadikan laba (profit) sebagai tujuan utamanya, merupakan alat yang baik untuk mengukur prestasi dari pimpinan atau manajernya, dengan kata lain efektifitas dan efisiensi dari suatu usaha sacara garis besar dapat dilihat pada laba (profit) yang diraihnya.
Laba (profit) menurut Aliminsyah dan Padji (2003; 222) adalah: “Laba merupakan setiap keuntungan keuangan, laba, atau manfaat atau dapat juga disebut sebagai kelebihan pendapatan atas biaya.”
Tujuan utama dari pelaporan laba adalah memberikan informasi yang berguna bagi mereka yang berkepentingan dalam laporan keuangan. Sedangkan tujuan lebih spesifiknya mencakup: 1. Penggunaan laba sebagai pengukur efisiensi manajemen. 2. Penggunaan angka laba historis untuk membantu meramalkan arah masa depan dari perusahaan atau pembagian dividen masa depan. 3. Penggunaan laba sebagai pengukur pencapaian dan sebagai pedoman untuk keputusan manajerial masa depan.
BAB II Tinjauan Pustaka
2.5.2
33
Konsep Laba Konsep laba menurut Henricksen yang diterjemahkan oleh Herman
Wibowo terdiri dari 3 (tiga) tingkat, yaitu: ”1. Tingkat Sintaksis, Dalam tingkat sintaksis ada 2 (dua) pendekatan yang digunakan untuk mengukur laba, yaitu pendekatan transaksi (transaction approach) dan pendekatan kegiatan (activities approach). Pendekatan transaksi adalah pendekatan yang konvensional, dimana perubahan terhadap aset dan liabilities hanya dapat dicatat sebagai akibat dari transaksi yang dilakukan, baik transaksi intern maupun transaksi ekstern. Perubahan yang terjadi akibat perubahan nilai pasar atau perubahan expectation, tidak dicatat. Sedangkan pendekatan kegiatan memusatkan perhatian kepada deskripsi kegiatan-kegiatan perusahaan dan bukan pada pelaporan transaksi. Ini berarti bahwa laba dianggap timbul pada saat terjadinya kegiatan tertentu bukan pada saat terjadinya suatu transaksi. 2. Tingkat Semantik, Pada konsep ini diukur keadaan perusahaan pada awal dan akhir periode, kemudian dibandingkan pada kedua titik waktu. Apabila keadaan awal periode sama dengan pada akhir periode, ini disebut as well off. Apabila keadaan pada akhir periode lebih baik dari keadaan pada awal periode, perusahaan tersebut dikatakan better off. Apabila keadaan pada akhir periode lebih buruk dari awal periode, disebut worse off. 3. Tingkat Perilaku, Konsep perilaku mengenai laba membicarakan proses pengambilan keputusan oleh investor dan kreditor, reaksi pasar saham terhadap pelaporan laba yang tercermin dalam harga-harga saham, dan reaksi umpan balik dari manajemen dan akuntan.” 2.5.3
Jenis- jenis Laba Jenis laba (profit) menurut Stice, Stice dan Skousen (2004;241) yang
diterjemahkan oleh tim Salemba Empat dalam kaitannya dengan perhitungan labarugi terdiri dari: “1. Laba kotor, Laba kotor adalah pendapatan dikurangi dengan harga pokok penjualan. 2. Laba operasional, Laba operasional merupakan hasil dari aktivitas-aktivitas yang termasuk rencana perusahaan, merupakan laba kotor dikurangi beban operasi. 3. Laba sebelum pajak, Laba sebelum pajak merupakan laba operasi ditambah hasil dan biaya diluar operasi biasa atau laba operasi ditambah pendapatan dan keuntungan lain-lain dikurangi beban dan kerugian lain-lain. Bagi pihakpihak tertentu terutama dalam hal pajak, angka ini adalah yang terpenting
BAB II Tinjauan Pustaka
34
karena jumlah ini menyatakan laba yang pada akhirnya dicapai perusahaan. 4. Laba setelah pajak atau laba bersih, Laba bersih merupakan laba setelah dikurangi berbagai pajak. Laba bersih dipindahkan ke dalam perkiraan laba ditahan. Dari perkiraan laba ditahan ini akan diambil sejumlah tertentu untuk dibagikan sebagai deviden kepada para pemegang saham.” 2.6
Analisis Rasio Keuangan
2.6.1
Pengertian Rasio Keuangan Definisi rasio keuangan menurut Irawati (2006;22): “Rasio keuangan merupakan suatu teknik analisis dalam bidang manajemen keuangan yang dimanfaatkan sebagai alat ukur kondisi-kondisi keuangan suatu perusahaan dalam periode tertentu, ataupun hasil-hasil usaha dari suatu perusahaan dari suatu periode tertentu dengan membandingkan 2 buah variabel yang diambil dari laporan keuangan perusahaan, baik daftar neraca maupun laba rugi.” Rasio keuangan digunakan untuk membandingkan risiko dan return
perusahaan yang berbeda, disamping membantu investor dan kreditor membuat keputusan investasi dan kredit. Keputusan-keputusan tersebut berasal dari evaluasi perubahan kinerja perusahaan dalam beberapa periode dengan membandingkan perusahaan lain dalam industri yang sama. Bagi kreditor lebih tertarik dengan likuiditas ataupun solvabilitas perusahaan. Kreditor ingin meminimalkan risiko dan menjamin bahwa sumber daya yang ada, tersedia untuk membayar bunga dan kewajibannya. Sebaliknya, investor lebih tertarik dengan kemampuan menghasilkan laba dalam jangka panjang. Oleh karena itu, analisis dibutuhkan oleh kreditor dan investor disamping manajemen.
2.6.2
Manfaat Analisis Rasio Keuangan Keuntungan utama dari rasio adalah bahwa rasio-rasio dapat digunakan
untuk membandingkan risiko dan return perusahaan dengan ukuran yang berbedabeda. Rasio ini dapat mencerminkan kinerja perusahaan selama periode tertentu
BAB II Tinjauan Pustaka
35
dan menunjukkan karakteristik ekonomi dan persaingan, aktivitas keuangan, maupun investasinya. Rasio keuangan menggambarkan hubungan matematis antara komponenkomponen atau pos-pos dalam laporan keuangan yang dapat memberikan informasi mengenai kondisi keuangan perusahaan. Rasio ini dapat dibandingkan dengan rasio keuangan standar, misalnya rasio keuangan standar industri atau rasio perusahaan beberapa tahun tertentu. Manfaat rasio tergantung kepada penganalisa dalam menginterpretasikan data keuangan.
2.6.3
Jenis-jenis Rasio Keuangan Pada dasarnya rasio tidak memiliki standar baku dan bervariasi tergantung
dari masing-masing analis. Kategori rasio menurut Irawati (2006;250) ditinjau dari tujuan atau informasi kondisi keuangan yaitu: ”a. Rasio Likuiditas (Liquidity ratios) Merupakan rasio yang digunakan sebagai alat ukur kemampuan perusahaan dalam membayar pinjaman jangka pendeknya pada saat jatuh tempo atau dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya. b. Rasio Leverage (Leverage ratios) Merupakan rasio yang digunakan sebagai alat ukur sampai seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang atau seberapa jauh perusahaan menggunakan hutangnya untuk jangka panjang. c. Rasio Aktivitas (Activity ratios) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam memanfaatkan sumber dananya. d. Rasio Profitabilitas (Profitability ratios) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar efektivitas perusahaan dalam mendapatkan keuntungan. e. Rasio Penilaian (Valuation ratios) Merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sampai seberapa besar kemampuan manajemen untuk menciptakan nilai pasar agar melebihi biaya modalnya.”
BAB II Tinjauan Pustaka
2.6.4
36
Keterbatasan Analisis Rasio Keuangan Meskipun rasio keuangan memiliki keunggulan-keunggulan tertentu,
namun demikian rasio keuangan sebagai pembanding memiliki kelemahan atau keterbatasan dalam hal sebagai berikut: 1. Karena rasio menggunakan data laporan keuangan sabagai input, maka rasio juga memiliki kekurangan sama dengan laporan keuangan. 2. Pada saat membandingakan rasio antar periode pada perusahaan yang sama, rasio harus mengakui kondisi-kondisi yang berubah dalam periode yang dibandingkan (seperti perubahan prinsip akuntansi, perubahan harga, akuisisi perusahaan). 3. Pada saat membandingkan rasio perusahaan dengan perusahaan sejenis, rasio harus mengakui perbedaan tersebut (seperti penggunaan metode akuntansi, perbedaan metode operasi, dan lain sebagainya). 4. Inflasi yang tinggi dapat mempengaruhi nilai yang tercatat
didalam
laporan keuangan sering berbeda dengan nilai sebenarnya. 5. Adanya fluktuasi nilai uang akan mempengaruhi nilai total aset.
2.6.5
Analisis Rasio Profitabilitas Profit adalah keseluruhan pengukuran dari pelaksanaan organisasi. Oleh
karena itu kinerja perusahaan dapat diukur dengan profit. Kemampuan perusahaan untuk menghasilkan profit disebut profitabilitas.
Hal ini seperti yang dikatakan oleh Gitman (2003;61): “Profitability is measures enable the analyst to evaluate the firm’s profits with respect to a given level of sales, a certain level of assets, or the owner’s investment.
Definisi rasio profitabilitas menurut Irawati (2006;58) adalah: “Rasio profitabilitas atau rasio keuntungan merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan atau merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan laba selama
37
BAB II Tinjauan Pustaka
periode tertentu (biasanya semesteran, triwulanan dan lain-lain) untuk melihat kemapuan perusahaan dalam beroperasi secara efisien.” Untuk menilai profitabilitas suatu perusahaan dengan melakukan berbagai alat analisis tergantung dari tujuan penganalisisnya. Analisis profitabilitas memberikan
bukti
pendukung
mengenai
kemampuan
perusahaan
untuk
memperoleh laba dan sejauh mana keefektifan pengelolaan perusahaan. Alat-alat analisis yang sering digunakan untuk analisis profitabilitas adalah rasio profitabilitas Adapun rasio yang akan digunakan untuk mengukur profitabilitas dalam penelitian skripsi ini diambil menurut Irawati (2006;59) yaitu:
ROA = ___EBIT__ Average total assets Rasio tersebut mengukur kemampuan manajemen dalam menggunakan aset untuk menghasilkan laba.
2.7 Hubungan Kas, Piutang, dan Persediaan Kas, piutang, dan persediaan selalu dalam keadaan operasi atau berputar selama perusahaan yang bersangkutan dalam keadaan usaha. Periode perputaran ini dimulai pada saat dimana kas diinvestasikan dalam komponen-komponen aktiva lainnya. Makin
pendek
periode
tersebut,
berarti
makin
tinggi
tingkat
perputarannya. Kas yang terdapat dalam perusahaan diinvestasikan ke dalam persediaan yang nantinya akan menghasilkan penjualan, baik secara tunai maupun kredit. Apabila penjualan secara kredit, maka terjadilah piutang, dan dari piutang tersebut akan manjadi kas kembali apabila konsumen membayar kembali hutangnya.
BAB II Tinjauan Pustaka
38
2.8 Pengaruh Perputaran Kas, Perputaran Piutang, dan Perputaran Persediaan terhadap Profitabilitas 2.8.1
Pengaruh Perputaran Kas terhadap Profitabilitas Perputaran kas diukur dengan menggunakan rumus Syamsuddin
(2004;238):
Cash Turn Over = _Net Sales_ Average Cash
Perputaran kas yang maksimal mengindikasikan kebutuhan akan kas yang lebih sedikit dalam operasi perusahaan, hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Syamsuddin (2004;238): ”Semakin besar cash turn over, semakin sedikit jumlah kas yang dibutuhkan dalam operasi perusahaan..., sehingga dengan demikian cash turn over haruslah dimaksimalkan agar dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan.” Dengan adanya perputaran kas yang maksimal, kebutuhan akan kas dalam operasi perusahaan menjadi lebih sedikit. Sisa dari jumlah kas ini dapat diinvestasikan oleh perusahaan ke dalam berbagai bentuk aktivitaas yang dapat menghasilkan profit sehingga dapat memaksimalkan profitabilitas perusahaan.
2.8.2
Pengaruh Perputaran Piutang terhadap profitabilitas Perputaran piutang dihitung dengan menggunakan rumus Syamsuddin
(2004;49):
Receivable Turnover = ______Total Sales________ Average Account Receivable
Semakin tinggi tingkat perputaran piutang mengindikasikan semakin cepatnya waktu antara penjualan yang menimbulkan piutang dengan waktu pengumpulan kas.
BAB II Tinjauan Pustaka
39
Dengan perputaran piutang yang tinggi, modal yang diinvestasikan dalam piutang akan semakin sedikit. Modal tersebut kemudian dapat digunakan ke dalam aktifitas yang dapat menghasilkan profit sehingga dapat memaksimalkan profitabilitas perusahaan.
2.8.3
Pengaruh Perputaran Persediaan terhadap Profitabilitas Perputaran persediaan dihitung dengan rumus Syamsuddin (2004;47)
sebagai berikut:
Inventory turnover = _Cost of good sold_ Average Inventory
Semakin tinggi tingkat perputaran persediaan menandakan adanya pengelolaan persedian yang efisien dari manajemen dan menandakan kelikuidan dari persediaan itu sendiri. Adanya tingkat perputaran persediaan yang cepat mengindikasikan adanya manajemen persediaan yang efisien. Dengan adanya keefisienan manajemen persediaan maka sumber daya ekonomi dapat dioptimalkan penggunaanya, dan hal ini akan berpengaruh terhadap profitabilitas perusahaan.