BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Media Televisi Televisi adalah salah satu bentuk media komunikasi massa yang selain mempunyai daya tarik yang kuat disebabkan adanya unsur-unsur kata, musik dan sound efect juga mempunyai keunggulang lain yaitu unsur visual yaitu berupa gambar yang hidup dapat menimbulkan kesan yang mendalam bagi pemirsanya (Dewi, 2004:9). Dalam usaha untuk mempengaruhi khalayak dengan jalan menggugah emosi dan pikiran pemirsanya, televisi lebih memiliki kemampuan menonjol dibandingkan dengan media massa lainnya. TV merupakan sebuah alat untuk menyiarkan gambar suara, karena itu tidak terdapat kontak langsung antara sesama manusia, televisi secara teoritis dapat membawa penyiaran program yang tidak terbatas. Sebagai salah satu bentuk media komunikasi massa, televisi mempunyai fungsi sebagai media informasi karena memiliki kekuatan yang ampuh menyampaikan pesan yang seolah-olah dialami sendiri dengan jangkauan yang luas dalam waktu bersamaan. Media bukan sekedar mengubah atau memperkuat opini, sikap dan perilaku, melainkan telah menjadi salah satu agen sosialisasi dalam menciptakan dan membentuk sikap, nilai, perilaku dan persepsi kita mengenai realitas sosial. (Winarso, 2005:171)
9 Universitas Sumatera Utara
2.2 Pengertian Sinetron Sinema elektronik atau lebih populer dalam akronim sinetron adalah sandiwara
bersambung
yang
disiarkan
oleh
stasiun
televisi
(http://id.wikipedia.org). Di Indonesia, istilah ini pertama kali dicetuskan oleh Arswendo Atmowiloto (penulis). Dalam bahasa Inggris, sinetron disebut soap opera, sedangkan dalam bahasa Spanyol disebut telenovela. Ciri sinetron yang sangat khas adalah sistem pengerjaannya yang kejar tayang. Berbeda dengan sinetron luar negeri yang memiliki musim (season) sehingga penayangan dilakukan setelah syuting satu musim selesai, sinetron Indonesia menggunakan sistem syuting per episode. Jadi jalan cerita bisa diubah dengan mudah. Akibatnya, alur cerita menjadi berlebihan atau tidak masuk akal. Sinetron lebih sering ditayangkan saat prime time. Durasi sinetron pada umumnya setengah jam per episode. Di Indonesia setelah menjamurnya stasiun televisi swasta, sinetron semakin banyak digemari, terutama oleh kaum perempuan. tercatat pada saat ini kurang lebih ada 35 judul sinetron yang tayang setiap hari di semua stasiun televisi swasta nasional. Dalam rating mingguan yang dikeluarkan lembaga survey AC Nielsen, sinetron selalu menduduki daftar peringkat teratas (www.koleseloyola.com).
10 Universitas Sumatera Utara
Dalam perkembangannya, sinetron sangat bergantung pada tema dan setting sosial yang dibangun atas ”permintaan pasar”. Bahkan, intervensi itu masuk kearah kreatif, sampai pada penggunaan bintang-bintang pemerannya. Di Indonesia jenis sinetron antara lain adalah sinetron drama yang menceritakan tentang konflik dalam kehidupan, sinetron horor yang menceritakan tentang kisah-kisah yang bersifat alam gaib/mistis, sinetron komedi yang bercerita tentang kisah yang humor dan konyol, sinetron reliji yang menceritakan kisahkisah reliji dan sinetron percintaan yang menceritakan kisah tentang percintaan/pacaran yang biasanya bertema romantisme.
2.3 Pengertian Remaja Menurut Soekamto (1996:6), remaja adalah manusia muda yang sedang beranjak dari dunia kanak-kanak ke alam kedewasaan. Masa remaja yang disebut juga masa adolesensi atau masa pubertas berkisar antara umur 11-21 tahun. Manusia mengalami perkembangan sejak pranatal yaitu dalam bentuk embrio. Perkembangan tersebut berlanjut tahap demi tahap dan menjadi sangat pesat pada masa remaja sehingga semakin terbentuk kematangan fisik, seksual, emosi, dan sosial. Gunarsa (1991:6), membagi masa hidup seseorang dalam beberapa tahap perkembangan yang meliputi: 1. Masa bayi 2. Masa anak yaitu: masa balita dan masa pra remaja 3. Masa remaja
11 Universitas Sumatera Utara
4. Masa dewasa yaitu: dewasa muda, dewasa madya, dan dewasa lanjut. Dari seluruh masa/tahap perkembangan ini, dalam perspektif psikologi perkembangan, masa remaja merupakan masa yang paling berbahaya. Masa remaja adalah masa dimana terjadi gejolak yang meningkat yang biasanya dialami oleh setiap orang. Masa ini dikenal pula sebagai masa transisi yaitu terjadinya perubahan-perubahan yang sangat menonjol yang menyangkut perubahan fisik, emosional, sosial, dan personal, sehingga pada gilirannya menimbulkan perubahan yang drastis pula kepada perilaku remaja yang bersangkutan (Sulaiman, 1995:1). Sejalan dengan hal di atas Soekamto (1996:10), mengatakan bahwa golongan remaja sebenarnya tergolong golongan transisional (masa peralihan). Artinya keremajaannya merupakan gejolak sosial yang bersifat sosial yang bersifat sementara, oleh karena berada pada antara usia anak-anak dan dewasa. Sifat sementara dari kedudukannya mengakibatkan remaja masih mencari identitasnya, karena oleh anak-anak, mereka sudah dianggap dewasa sedangkan oleh orang dewasa mereka dianggap masih kecil. Kemudian dari segi fisik remaja dipandang sebagai individu dalam proses pertumbuhannya telah mencapai kematangan. Periode ini menunjukkan suatu masa kehidupan yang sulit untuk membedakan remaja itu sebagai anak-anak, tetapi tidak juga sebagai orang dewasa. Mereka tidak dapat dan tidak mau lagi diperlakukan sebagai anak-anak sementara mereka belum mencapai kematangan yang penuh untuk dapat dimasukkan dalam kategori orang dewasa (Sulaiman, 1995:1). Dengan demikian dapatlah dikatakan bahwa masa remaja adalah masa
12 Universitas Sumatera Utara
dimana seseorang meninggalkan masa kehidupan anak-anak menuju tahap selanjutnya, yang sering ditandai dengan berbagai krisis kepribadian. Pada masa ini seorang remaja sering mengalami krisis karena belum memiliki pegangan atau pendirian yang teguh.
2.4 Perkembangan Remaja Bahri (1998:38), membagi jenis perkembangan pada masa remaja menjadi 4 bagian yang meliputi: 2.4.1 Perkembangan Jasmani 2.4.1.1 Perubahan-perubahan jasmaniah. Salah satu ciri penting dalam perkembangan pada masa remaja adalah terjadinya perubahan jasmaniah yang menimbulkan akibat yang bermacammacam. Akibat-akibat tersebut antara lain adalah: a. Mereka harus menyesuaikan dirinya dengan perubahan proporsi badannya. b. Secepatnya mereka tampaknya seperti orang dewasa dalam besar dan bentuk tubuhnya, seperti itu pula mereka diharapkan dengan tuntutantuntutan baru. c. Reaksi para remaja terhadap perubahan-perubahan jasmaniah tersebut bermacam-macam. Ada yang menerimanya dengan perasaan bingung dan takut-takut.
13 Universitas Sumatera Utara
2.4.1.2 Gejala fisik Penelitian sekitar masalah pertumbuhan fisik di antara muda-mudi pada masa ini menunjukkan, bahwa: - Laju pertumbuhan tinggi badan lebih cepat bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. - Perubahan dalam proporsi tubuh. Mula-mula lengan dan kaki tumbuh dengan cepat kemudian diikuti oleh batang batang tubuh dengan cepat pula. - Salah satu indikasi dari perkembangan anak wanita pada permulaan masa ini adalah mulai berkembangnya buah dada.
2.4.1.3 Kesan dan gambaran diri Antara tubuh serta ciri-ciri fisik para remaja dengan gambaran tentang dirinya terdapat hubungan yang sangat penting. Selam masa kanakkanak seseorang membentuk gambaran tentang dirinya. Ruff (dalam Sulaiman, 1995: ) mengemukakan bahwa untuk dapat diterima di dalam kelompok-kelompok remaja (peer group) selama remaja ini, seseorang jangan terlalu berbeda dengan yang lainnya dalam hal ”phsycal appearence”. Apabila ada remaja yang terlalu berbeda dengan temantemannya, maka ia akan ditolak oleh kelompok atau diberikan nama panggilan yang bersifat menghina seperti si Gendut, si Kurus dan sebagainya.
14 Universitas Sumatera Utara
2.4.1.4 Kematangan seksual Perubahan yang sangat penting yang mempunyai arti bagi permulaan datangnya masa remaja adalah perubahan kelenjar kelamin (sex glands). Permulaan masa remaja pada wanita ditandai dengan terjadinya menstruasi yang pertama.
2.4.1.5 Perubahan tinggi dan berat badan Adapun
pertambahan
berat
badan
pada
tiap-tiap
tahun
memperlihatkan gambaran yang berbeda-beda. Sementara tinggi dan berat badan bertambah, terjadi pula perubahan-perubahan umum dalam proporsi dari berbagai bagian tubuh dan biasanya hal ini juga berpengaruh pada kegiatan, minat dan ada hubungannya dengan perbedaan kepribadian.
2.4.2 Perkembangan Sosial 2.4.2.1 Perkembangan sosial pada remaja Perkembangan ke arah masa remaja diiringi dengan bertambahnya minat terhadap personal apprearence (penampilan diri), peer group (kelompok remaja) serta kegiatan-kegiatan kelompok sosial lainnya yang anggota-anggotanya terdiri atas jenis kelamin yang sama maupun yang berbeda. Proses perkembangan sebelumnya, disamping faktor lainnya ikut menentukan sampai sejauh manakah sukses yang dialami seseorang dalam menyesuaikan dirinya dalam kegiatan sosial. Apabila kepada mereka diberikan bimbingan yang baik maka mereka akan selalu memberi kawan,
15 Universitas Sumatera Utara
baik dari jenis kelamin yang sama atau yang berlainan. Dalam perkembangan sosial, kontak dengan orang lain adalah sangat penting. Untuk itu terdapat hal-hal yang sangat esensial seperti bahasa, simbolsimbol, larangan-larangan atau norma sosial lainnya.
2.4.2.2 Tuntutan-tuntutan sosial terhadap para remaja Frank (dalam Sulaiman, 1995:32) menekankan pentingnya tuntutan-tuntutan sosial terhadap sikap dan tingkah laku para remaja. Di satu pihak mereka harus menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi di dalam dirinya yaitu perubahan fisik, mental serta munculnya dorongan sex sebagai dorongan yang cukup kuat di dalam hidupnya. Peranan remaja di dalam kelompoknya berubah, orang-orang dewasa mengharap mereka berperan sebagai orang dewasa. Padahal mereka belum berpengalaman untuk hidup serta berpartisipasi sebagai orang dewasa di dalam masyarakat dewasa. Itulah sebabnya para remaja ini merupakan sumber kebingungan serta kecemasan bagi orang-orang dewasa terutama orang-orang tua dan guru.
2.4.2.3 Masalah-masalah yang berhubungan dengan perkembangan sosial 1. Keinginan untuk hidup sesuai dengan orang lain. Para remaja pada masa ini memiliki keinginan yang kuat untuk mengikuti dan menyesuaikan dirinya
dengan
kelompoknya.
Mereka
akan
berusaha
untuk
menghindarkan segala sesuatu yang tidak sesuai dengan kelompoknya. Mereka akan patuh terhadap cita-cita, sikap-sikap kebiasaan serta
16 Universitas Sumatera Utara
peraturan yang berlaku bagi kelompoknya. Sikap untuk tetap serasi dengan kelompoknya, mengatasi segalanya di dalam periode ini. 2. Masalah-masalah dalam sosialisasi. Masalah-masalah dalam sosialisasi sering dialami oleh anak wanita daripada laki-laki. Lingkungan kehidupan sosial yang sempit, kekurangan teman, keinginan akan pakaian baru merupakan masalah-masalah yang sering dialami oleh para remaja. Disamping itu penghargaan dari masyarakat, ingin mencari kawan, ingin untuk diterima dalam kelompok dan sebagainya merupakan kebutuhan-kebutuhan yang nyata pada mereka. 3. Tuntutan dan harapan budaya. Adanya perbedaan dalam sikap, kebiasaan, cita-cita, larangan-larangan serta norma-norma sosial lainnya akan menimbulkan kesulitan dan kebingungan terhadap para remaja. Demikian pula tentang apa-apa yang diharapkan masyarakat berbedabeda.
2.4.3 Perkembangan Mental 2.4.3.1 Kemampuan intelektual dan penilaian diri Banyak hal-hal yang aneh ketika para remaja mentest kemampuankemampuan mentalnya dalam situasi yang kompetitif. Banyak remaja yang kemampuan akademisnya melebihi yang lain tetapi merasa rendah diri. Salah satu penyebabnya mungkin karena mereka tidak membandingkan dirinya dengan dengan golongan rata-rata kelas tetapi denga golongan yang paling tinggi. Penilaian para remaja tentang kemampuan intelektualnya
17 Universitas Sumatera Utara
bukan saja dipengaruhi harapan mengenai akan menjadi siapa dan menjadi apa. Bila ia berpandangan, bahwa ia adalah anak bodoh maka keyakinan itu akan menutupi jalur-jalur kehidupan yang di dalam kenyataan sebenarnya cukup terbuka baginya.
2.4.3.2 Kecenderungan-kecenderungan dalam pertumbuhan pemahaman Tatkala para remaja mengalami kematangan secara intelektual, banyak perubahan terjadi dalam cara-cara ia berpikir dan pembentukan konsep-konsep. 1. Pertambahan dalam kemampuan menggenaralisasi. Remaja yang normal mampu untuk membuat generalisasi dibandingkan dengan pompa tatkala ia masih kanak-kanak. Ia mampu berpikir dalam istilah-istilah yang lebih merangkum. 2. Pertambahan kemampuan untuk berhubungan dengan hal-hal yang abstrak. Pada masa remaja, bertambahlah kemampuan mereka untuk belajar yang meliputi simbol-simbol. Kemampuan berpikir abstrak ini nampak bukan saja dalam hal yang komunitas tetapi juga yang bersifat kualitas. 3. Pertambahan kemampuan dalam pemahaman konsep tentang waktu. Sekalipun kemampuan untuk mengantisipasi, membayangkan apa-apa yang mungkin terjadi dan membuat rencana untuk masa-masa mendatang
mulai
berkembang
pada
masa
kanak-kanak
tapi
sesungguhnya berlangsung pada masa remaja. Bukti bahwa para remaja
18 Universitas Sumatera Utara
mengantisipasi status masa datang sebagai orang dewasa, adalah bahwa mereka membuat rencana-rencana yang idealistis untuk memperbaiki masyarakat di mana mereka hidup. 4. Pertambahan kemampuan untuk berhubungan dengan ide-ide tanpa keterlibatan dirinya secara langsung. Pada masa remaja, pikiran-pikiran anak meliputi bukan saja dirinya dan lingkungan keluarganya yang dekat, melainkan juga orang-orang di dunia yang lebih luas. Pembicaraan mereka telah jauh dari masalahmasalah yang terjadi di dalam keluarganya. Mereka telah mampu mendiskusikan secara intelektual kejadian-kejadian yang berlangsung di berbagai negara. 5. Pertambahan kemampuan untuk berpikir dan komunikasi secara logis. Suatu
ciri
penting
dari
pikiran
remaja
yang
normal
adalah
kemampuannya untuk menyimpan suatu konsep di dalam pikirannya serta menggunakannya secara abstrak dan kemampuannya untuk menyadari proses berpikirnya, dan menelusuri kembali langkah-langkah berpikirnya.
2.4.4 Perkembangan Emosional Menurut penelitian Jersild (Bahri, 1998:43), para remaja sangat menekankan pentingnya hal-hal yang mereka rasakan. Bila mereka ditanya tentang apa-apa yang dikagumi dan dibencinya tentang dirinya, maka mereka
19 Universitas Sumatera Utara
sering menyebutkan ciri-ciri emosionalnya dari pada ciri-ciri fisiknya atau kemampuan mentalnya. 2.4.4.1 Kondisi-kondisi yang mendasari emosi. Selama masa remaja, seperti halnya sepanjang kehidupan kita, kondisi-kondisi yang membangkitkan emosi sangat berbeda-beda. Emosi terlibat dalam segala hal, di mana remaja terlibat di dalamnya. Di antara lingkungan yang sangat penting dalam membangkitkan emosi para remaja adalah semua hal yang bertentangan dengan atau menyinggung perasaanperasaan bangga akan dirinya, atau harapan-harapan yang ia tempatkan pada dirinya, atau hal-hal yang membangkitkan perasaan was-was mengenai dirinya. 2.4.4.2 Penyembunyian emosi Di dalam kehidupan, karena pengaruh kultur, banyak sekali hal-hal di mana anak-anak semenjak kecil telah dilatih untuk tidak melampiaskan emosinya sekehendak hatinya. Dengan kata lain, semenjak kecil anak-anak sudah dibiasakan untuk menekan atau menyembunyikan perasaannya, lebihlebih mengenai hal-hal yang berhubungan dengan yang dianggap tabu.
2.5 Perilaku 2.5.1 Pengertian Perilaku Setiap manusia mempunyai apa yang dinamakan perilaku (behavior) yang merupakan suatu totalitas dari gerak motoris, persepsi dan fungsi kognitif dari manusia.
20 Universitas Sumatera Utara
Perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak,
dari
yang
dirasakan
sampai
yang
paling
tidak
dirasakan
(http://silabus.upi.edu). Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI, 1990), Perilaku adalah kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut, yang diwujudkan dalam gerak dan ucapan.
2.5.2 Jenis Perilaku Skinner (dalam Walgito, 2003:15) perilaku dibagi atas dua bagian: 1. Perilaku yang alami (innate behaviour), yaitu perilaku yang dibawa sejak organisme itu dilahirkan. 2. Perilaku operan (operant behaviour), yaitu perilaku yang dibentuk melalui proses belajar. Pada manusia perilaku psikologis inilah yang dominan, sebagian besar perilaku manusia merupakan perilaku yang dibentuk, perilaku yang diperoleh, perilaku yang dipelajari melalui proses belajar.
2.5.3 Hubungan Antara Sikap dengan Perilaku 1. Faktor Perilaku Model Geometrik Defenisi sikap dan perilaku menunjukkan mendapat pengaruh yang kuat dari motif kepentingan. Namun bukan hanya kepentingan yang disadari yang dapat mempengaruhi terbentuknya perilaku seseorang. Kondisi lingkungan (dari luar) juga mempengaruhi. Jadi, perilaku dipengaruhi oleh
21 Universitas Sumatera Utara
kondisi yang datang dari luar (lingkungan) dan kepentingan yang disadari (dari dalam) oleh yang bersangkutan. Hal ini dapat digambarkan sebagai model geometrik yang tergambar di bawah ini:
Perkembangan exiting condition bisa berbeda dengan kepentingan (yang mengandung tujuan atau kondisi ideal yang dikehendaki: ideal atau normative condition, jadi tidak di intervensi. Untuk mencapai kondisi ideal (out put) itu diperlukan perangkat manajemen dan tindakan teknis operasional. Dalam hubungan itu, kepentingan berfungsi sebagai faktor penarik (out put), manajemen penggerak (proses) dan exiting condition atau lingkungan sebagai input sekaligus pembatas, dengan anggapan bahwa pendirian dan sikap tetap. Dari sini muncul model matematik. 2. Faktor Perilaku Model Matematik P = (F) K, L, M
P: Perilaku
L: Lingkungan
K: Kepentingan
F: Fungsi
M: Manajemen
22 Universitas Sumatera Utara
Rumus itu dibaca: jika kepentingan, manajemen dan lingkungan berubah atau tetap, atau demi kepentingan, kelancaran manajemen, atau kondisi lingkungan, sikap dan selanjutnya perilaku dapat berubah atau tetap. Dua di antara bentuk-bentuk di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Perilaku sebagai upaya memenuhi kepentingan atau guna mencapai sasaran, perilaku ini terbentuk oleh gerak dari dalam dan berjalan secara sadar. Penggerak dari dalam itu adalah sistem nilai yang ditambahkan dan atau tertanam. Nilai tertanam dan berarti nilai menjadi keyakinan, pendirian atau pegangan. 2. Perilaku sebagai respon tehadap lingkungan, perilaku ini merupakan respon terhadap treatment dari atau kondisi lingkungan. Pembentuk perilaku dari luar itu ada yang berupa stimulus berdasarkan rumus stimulus-respons (S-R) dan ada yang berwujud challenge-responese (C-R).
2.6 Teori Belajar Sosial Teori ini dikemukakan oleh Albert Bandura, kajian ini menjelaskan bagaimana kita belajar dari pengalaman langsung seperti halnya dari pengamatan atau permodelan. Teori pembelajaran sosial menjelaskan perilaku merupakan hasil dari faktor lingkungan dan faktor kognitif. Teori ini mempertimbangkan unsur-unsur penguatan dalam berperilaku dan stimulus sebagai hal yang penting, tetapi hal itu juga mempertimbangkan pengaruh proses berpikir terhadap pembelajaran pada
23 Universitas Sumatera Utara
manusia. Teori pembelajaran sosial secara khusus relevan dengan komunikasi massa karena banyak perilaku yang kita pelajari melalui permodelan (modelling) merupakan pengamatan pertama di mesia massa (Winarso, 2005:173). Media massa menduduki peran penting dalam teori pembelajaran sosial. Karena sebagian besar dari kita terbatas dalam hal yang dapat kita amati secara langsung selama kegiatan rutin sehari-hari, banyak dari yang kita pelajari diamati dari media massa, khususnya media visual. Teori pembelajaran sosial menganggap media sebagai agen sosialisasi yang paling utama setara dengan keluarga, kelompok sebaya, dan guru-guru sekolah (Winarso, 2005:175). Sebuah contoh berikut dari pendekatan belajar yang menganggap fenomena imitasi sebagai alat primer untuk belajar tingkah laku sosial. Menurut tokoh teori ini yakni Albert Bandura, anak belajar tingkah laku baru dengan melihat orang lain (model) yang melakukannya dan mengamati konsekuensi dari sejumlah tingkah laku (Dayakisni, 2003:13).
2.7 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Minat Remaja Menonton Televisi Hurlock
(1993:343),
menjelaskan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi minat remaja menonton televisi adalah sebagai berikut : a. Usia Usia remaja yang sering disebut dalam masa transisi dan dalam proses menentukan identitas diri (pribadi) sehingga wajar saja kalau mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan untuk mewujudkan tujuannya tersebut.
24 Universitas Sumatera Utara
Guna memenuhi aspirasinya itulah remaja terus mencari apa yang dapat memenuhi kebutuhannya. Salah satunya adalah dengan menonton televisi, sebab setiap insan juga memiliki escapist needs (kebutuhan pelepasan) yang berkaitan dengan upaya menghindarkan ketegangan dan hasrat akan keanekaragaman. b. Jenis kelamin Anak laki-laki lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menonton televisi dibanding dengan anak perempuan. Anak laki-laki menganggap membaca lebih sulit dibanding anak perempuan, juga siaran televisi yang berpusat kepada adegan yang meneganggan lebih disukai anak laki-laki. c. Status sosial ekonomi Televisi lebih populer bagi remaja yang berasal dari kelompok sosial ekonomi rendah dibanding kelompok yang lebih tinggi. Hal ini karena anak dalam kelompok sosial ekonomi rendah kurang memiliki kesempatan untuk melakukan bentuk rekreasi atau bermain lainnya. d. Kepribadian Televisi lebih menarik anak yang penyesuaiannya lebih buruk secara pribadi dan sosial dibanding mereka yang baik penyesuaiannya. Anak yang introvert lebih banyak menonton televisi dibanding anak ekstrovert. Kemudian hal lain yang mempengaruhi minat remaja menonton televisi adalah karena program siaran yang ditayangkan di televisi sangat beraneka ragam, sehingga remaja dapat berkenalan dengan berbagai macam peristiwa yang terjadi ditengah masyarakat, baik peristiwa di
25 Universitas Sumatera Utara
dalam negeri maupun di dalam negeri. Berbagai alasan yang dianggap sangat mempengaruhi minat remaja menonton televisi, antara lain karena banyaknya siaran hiburan, film-film bagus, siaran pendidikan dan informasi, serta acara-acara menarik lainnya.
2.8 Hubungan Antara Tayangan Sinetron Percintaan di Televisi dengan Perilaku Remaja Televisi adalah merupakan bagian dari perlengkapan rumah, yang kerap kali dicerna namun sering pula berlebihan. Pesawat televisi tidak lagi merupakan barang mewah bagi keluarga dan kecenderungan pemilikan tv terus meningkat dari waktu ke waktu, apalagi dengan munculnya berbagai siaran yang menarik membuat masyarakat atau setiap keluarga tertarik untuk memilikinya. Pesan-pesan yang disampaikan televisi didasarkan oleh fungsi yang diemban televisi yaitu informasi, pendidikan, dan hiburan. Namun yang terjadi kini fungsi televisi adalah kebanyakan menghibur, kalaupun disajikan segi-segi informasi dan pendidikan, hanyalah sebagai pelengkap saja (Effendi, 1993:54). Pendapat tersebut diatas tidak tanpa alasan, karena kalau memperhatikan tayangan televisi kita selama ini kebanyakan bemaksud memberikan hiburan. Sehingga muncul kekhawatiran akan pengaruh yang ditimbulkan terhadap penonton, apakah itu karena berita, film atau tayangan lainnya. Dari hasil penelitian indipenden yang secara berskala dilakukan Team Survey Research Indonesia (SRI) dalam menentukan posisi tayangan di mata pemirsa, cenderung
26 Universitas Sumatera Utara
menunjukkan bahwa tayangan yang punya unsur seks dan kekerasan ternyata menjadi favorit pemirsa (Jurnal ISKI, 1995:7). Adalah suatu hal yang tidak dapat disangkal, bahwa acara yang disajikan di televisi sangat mempengaruhi perkembangan psikologi yang sehat, juga sebagai salah satu sumber pengenalan nilai-nilai baru. Semuanya ini akan memperkaya kehidupan intelektual. Akan tetapi disamping itu televisi juga dapat merusak kehidupan remaja yaitu dengan adanya tingkah laku / perilaku negatif yang dapat diperoleh dari menonton televisi. Acara tv dapat dinikmati oleh semua lapisan usia termasuk remaja, hal ini dapat dilihat dari program siaran yang disajikan mulai dari siaran program untuk orang tua, remaja, dan anak-anak. Namun tingkat kemampuan menyerap (memfilterisasi) dan mengolah acara tv berbeda sesuai dengan tingkat usia. Pada remaja yang berada pada masa transisi untuk pembentukan kepribadian sehingga remaja menjadi rentan terhadap stimuli perkembangan psikologisnya dan juga perilaku sehari-hari, karena proses peniruan itu cepat menyerang remaja dan seseorang melakukan tingkah laku sejauh ia mengidentifikasi dirinya dengan orang-orang tertentu (Kusumah, 1981:97).
2.9 Kerangka Pemikiran Suatu penelitian tanpa memiliki kerangka berpikir yang kuat akan sulit bagi peneliti dalam menentukan kemana penelitian itu akan diarahkan. Menurut Rahmat (1990:67), teori mempunyai fungsi sebagai berikut:
27 Universitas Sumatera Utara
1. Merupakan alat untuk mencapai satuan dan sistematis. Teori penting sekali dalam memperjelas pengetahuan sebagai dasar organisasi pemikiran. 2. Teori membimbing penelitian Berdasarkan fungsi-fungsi teori tersebut maka peneliti akan mencari dan mengunakan teori-teori yang relevan sebagai pokok pikiran untuk memecahkan masalah. Untuk menjelaskan pengaruh yang ditimbulkan media massa terhadap perilaku penonton digunakan ”teori efek komunikasi”. Model ini tidak tertarik pada apa yang dilakukan orang terhadap media, tetapi tertarik pada apa yang dilakukan media pada diri orang. Dalam asumsi ini tersirat bahwa komunikasi massa menimbulkan efek pada diri khalayanya. Robert (dalam Rahmat, 1990:247), beranggapan bahwa ”efek” hanyalah ”perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa”. Menurut Chaffe (dalam Rahmat, 1990:248), efek media massa adalah pendekatan pertama, dan pendekatan kedua adalah melihat jenis perubahan yang terjadi pada diri khalayak komunikasi massa yang meliputi penerimaan informasi, perubahan perasaan atau sikap, dan perubahan perilaku atau dengan istilah lain, perubahan kognitif, afektif, dan konatif. Sedang pendekatan ketiga meninjau satuan observasi yang dikenai efek komunikasi massa-individu, kelompok, organisasi, masyarakat atau bangsa. Sikap dan perilaku tidak terjadi dengan sendirinya (otomatis), tetapi perlu dibentuk dan dikembangkan. Pembentukan dan pengembangan sikap, dapat terjadi melalui proses pendidikan baik formal maupun
28 Universitas Sumatera Utara
non formal, juga dapat melalui pengalaman langsung, maupun melalui pengalaman orang lain yang diperoleh lewat informasi dalam proses komunikasi. Informasi yang diperoleh seseorang atau kelompok orang dapat membentuk atau menentukan sikap atau kelompok tersebut. Informasi yang menyebabkan terbentuknya sikap adalah yang berhubungan dengan sikap-sikap lain yang telah ada terlebih dahulu. Informasi yang sesuai dengan sikap yang telah ada dapat membentuk atau merubah sikap individu. Informasi yang diterima individu lewat kegiatan komunikasi, dapat melalui komunikasi dengan antar personal, komunikasi kelompok dan komunikasi dengan media massa, maka media dan pesan-pesannya merupakan stimuli yang datang dan menyentuh indera dan organisma individu, dan selanjutnya akan berpengaruh memberi akibat pada terjadinya respons individu terhadap ide atau gagasan yang terkandung dalam media massa dapat berupa perubahan sikap. Dalam ilmu komunikasi proses itu dikenal lewat teori S-R (Stimulus-Respons), dimana dalam penelitian ini dipergunakan juga sebagai landasan teoritis. Menurut Effendy (1993:254), perubahan sikap itu meliputi komponen-komponen sikap, yaitu kognitif, afektif dan konatif. Jadi media massa dapat memberi pengaruh atau efek kognitif, efek afektif dan efek konatif. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa yang diketahui, dipahami, atau persepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. Efek konatif disebut juga efek
29 Universitas Sumatera Utara
behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati; yang meliputi polapola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku (Rahmat, 1990:249). Menurut Gunarsa (1991:4), perilaku adalah setiap cara reaksi atau respons manusia terhadap lingkungannya atau perilaku adalah aksi, reaksi terhadap perangsangan dari lingkungan. Lingkungan adalah segala sesuatu yang bisa merangsang seseorang sehingga menimbulkan suatu tingkah laku yang terdiri dari kumpulan respons. Lingkungan meliputi segala hal yang di luar diri seseorang maupun di dalam dirinya, bersifat fisik maupun ide orang yang berpengaruh menjadi sumber rangsangan dapat memunculkan suatu reaksi. Demikian juga dengan perilaku remaja banyak dipengaruhi oleh hal-hal di luar dirinya maupun dari dirinya sendiri. Pengaruh lingkungan besar sekali termasuk lingkungan keluarga, sekolah, sosial budaya dan media massa. Apalagi remaja-remaja yang sedang mengikuti pendidikan dalam sekolah menengah, sekolah mempunyai pengaruh yang kuat dalam membentuk konsep-konsep remaja tentang siapa dirinya dan menjadi apa kelak (Sulaiman, 1995:83). Guna memenuhi aspirasinya itulah remaja terus mencari apa yang dapat memenuhi kebutuhannya baik melalui orang tua, saudara, teman, guru, ataupun dengan menonton televisi. Remaja (adoselen) adalah suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhannya (terutama fisik) telah mencapai kematangan. Periode ini menunjukkan suatu masa kehidupan, dimana kita sulit memandang remaja sebagai anak-anak tetapi tidak juga sebagai orang dewasa. Dengan kata lain periode ini merupakan periode transisi atau peralihan dari kehidupan masa kanak-kanak
30 Universitas Sumatera Utara
(childhood) kemasa dewasa (adulthood). Pada periode ini terjadi perubahan yang sangat berarti dalam segi psikologis, emosional, sosial dan intelektual (Sulaiman, 1995:1). Kemudian Gunarsa (1991:67), menambahkan bahwa dalam masa transisi inipun remaja mempunyai kesenangan-kesenangan antara lain:
Ingin tahu segala peristiwa di lingkungan luas
Berkeinginan mencoba segala hal yang belum diketahuinya
Keinginan menjelajah ke alam sekitar, bukan hanya lingkungan dekat bahkan lingkungan yang lebih luas lagi
Aktivitas berkelompok dengan berkumpul melakukan kegiatan bersama Selanjutnya Sarwono (1991:219), menyatakan remaja berada dalam
proses menentukan identitas diri, memiliki jiwa yang penuh gejolak (strum and drang) dan bahwa lingkungan sosial remaja juga ditandai dengan perubahan sosial yang cepat (khususnya kota-kota besar yang sudah dilanda sarana dan prasarana komunikasi), yang mengakibatkan kesimpangsiuran norma. Kondisi intern dan ekstern yang sama-sama bergejolak inilah yang menyebabkan masalah remaja lebih rawan dari pada tahap-tahap lain dalam perkembangan jiwa manusia. Dengan demikian, media massa dalam hal ini tayangan sinetron di televisi dapat memberikan perubahan sikap dan perilaku individu (remaja). Adapun tv yang menayangkan sinetron percintaan, hanyalah salah satu variabel luar individu yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap, bagaimana media itu berpengaruh terhadap sikap individu (remaja), tergantung juga pada banyak hal, antara lain tergantung pada bagaimana individu merespons media massa itu sendiri. Namun tanggapan atau respons individu terhadap informasi
31 Universitas Sumatera Utara
yang diterimanya mempunyai kadar yang berbeda-beda. Adakalanya seseorang individu menerima informasi dan langsung berpartisipasi, adapula yang menerima hanya dalam batas-batas tertentu, bahkan ada yang bersifat skeptis terhadap informasi yang diterimanya.
Skema 1 Kerangka Pemikiran
32 Universitas Sumatera Utara
2.10
Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional
2.10.1 Defenisi Konsep Konsep adalah abstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan kelompok atau individu tertentu (Singarimbun, 1989:32). Defenisi konsep bertujuan untuk merumuskan dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tercipta suatu persamaan persepsi dan menghindari salah pengertian yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Maka batasan konsep yang disusun adalah: 1. Sinema elektronik atau lebih populer dalam akronim sinetron adalah sandiwara
bersambung
yang
disiarkan
oleh
stasiun
televisi
(http://id.wikipedia.org). Sesuai dengan uraian sebelumnya maka dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sinetron percintaan adalah yang menceritakan kisah tentang percintaan/pacaran yang biasanya bertema romantisme. 2. Menurut Soekamto (1996:6), remaja adalah manusia muda yang sedang beranjak dari dunia kanak-kanak ke alam kedewasaan. Masa remaja yang disebut juga masa adolesensi atau masa pubertas berkisar antara umur 1121 tahun. Dalam penelitian ini remaja adalah individu yang berusia 15-20 tahun yang dikaitkan dengan status kepelajarannya yaitu mereka yang duduk dibangku SMAN 8 Medan. 3. Perilaku adalah kegiatan individu atau sesuatu yang berkaitan dengan individu tersebut, yang diwujudkan dalam gerak dan ucapan (Kamus Besar
33 Universitas Sumatera Utara
Bahasa Indonesia, 1990). Dalam penelitian ini yang dimaksud adalah perubahan perilaku remaja kognitif (sikap), afektif (perasaan), dan behavioral (perilaku).
2.10.2 Defenisi Operasional Menurut Singarimbun (1989:46), defenisi operasional merupakan unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel yang dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain. Hal ini diperlukan untuk mempermudah pengukuran gejala-gejala yang diamati. Untuk mengukur variabel dalam penelitian ini, yaitu hubungan menonton sinetron terhadap perilaku siswa di SMAN 8 Medan dengan melihat beberapa syarat: 1. Variabel bebas Variabel bebas dalam penelitian ini, adalah mononton sinetron di tv dengan indikator sebagai berikut: a. Frekuensi menonton b. Waktu penayangan c. Tema d. Teman Menonton e. Teman diskusi
2. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah perubahan perilaku, dengan indikator:
34 Universitas Sumatera Utara
a. Aspek kognitif -
Perubahan Pengetahuan
-
Perubahan Sikap
b. Aspek afektif -
Terpaan
-
Perhatian
-
Pemahaman
c. Aspek konatif -
Menerima Langsung
-
Memilih Langsung
-
Menolak Langsung
3. Variabel antara: a. Jenis kelamin b. Usia c. Agama d. Pekerjaan orang tua e. Pendapatan orang tua f. Uang saku g. Pola kepemimpinan orang tua h. Pola komunikasi
35 Universitas Sumatera Utara
Variabel Bebas dan Variabel Terikat
Dependent Variabel (Variabel Bebas)
a. Frekuensi menonton
Menonton Sinetron di tv
b. Waktu penayangan c. Tema d. Teman Menonton e. Teman diskusi
Independent
Variabel
(Variabel
a. Aspek kognitif
Terikat)
-
Perubahan Pengetahuan
Perilaku
-
Perubahan Sikap
b. Aspek afektif -
Terpaan
-
Perhatian
-
Pemahaman
c. Aspek konatif
Intervending
Variabel
(Variabel
-
Menerima Langsung
-
Memilih Langsung
-
Menolak Langsung
a. Jenis kelamin
Antara)
b. Usia
Karakteristik Responden
c. Agama
36 Universitas Sumatera Utara
d. Pekerjaan orang tua e. Pendapatan orang tua f. Uang saku g. Pola kepemimpinan orang tua h. Pola komunikasi
2.11. Hipotesis Variabel adalah kesimpulan sementara atau proposisi tentatif tentang hubungan antara dua variabel atau lebih. Selanjutnya menurut Bungin (2005:75), variabel adalah kesimpulan penelitian yang belum sempurna, sehingga perlu disempurnakan dengan membuktikan kebenaran hipotesi itu melalui penelitian. Adapun variabel dalam penelitian ini:
Ha: Terdapat hubungan antara menonton sinetron di televisi dengan perilaku siswa SMA Negeri 8 Medan.
Ho: Tidak terdapat hubungan antara menonton sinetron di televisi dengan perilaku siswa SMA Negeri 8 Medan.
37 Universitas Sumatera Utara