Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. PENGANTAR Untuk Pengembangan
mendapatkan Wisata
konsep
Bukit
perencanaan
Taruwongso
dan
menjadi
perancangan Taman
Satwa
Taruwongso dengan Prinsip Arsitektur Hijau perlu adanya teori yang mendasari. Dari judul yang ada, maka ada dua teori yang mendasari yaitu Taman Satwa dan Arsitektur Hijau, sedangkan dari embrio masalah yang ada, maka ada teori yang harus ada, yaitu teori tentang perilaku satwa, perilaku manusia, dan perilaku alam, serta bagaimana interaksi antara mereka. 2.2. TINJAUAN TAMAN SATWA 2.2.1. Pengertian Taman Satwa Taman Satwa adalah tempat hewan dipelihara dalam lingkungan buatan, dan dipertunjukkan kepada publik. Selain sebagai tempat rekreasi, taman satwa berfungsi sebagai tempat pendidikan, riset, dan tempat konservasi untuk satwa terancam punah(Wikipedia). Taman Satwa adalah taman dimana berbagai macam flora dan fauna dikumpulkan, dipelihara, diperagakan, untuk umum, dan dikembangkan untuk kepentingan pelestarian dan kelangsungan hidup satwa itu sendiri, serta sarana rekreasi dan pendidikan alam yang sehat, maupun menunjang perkembangan bagi ilmu pengetahuan dan penelitian. Menurut Surat Keputusan Direktur Jendral Kehutanan No. 20/KPTS/DJ/1/1978 tanggal 23 Februari 1978 Pengertian dasar Taman Satwa adalah kumpulan binatang-binatang yang dipelihara secara ilmiah dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab yang memiliki arti bahwa di dalam Taman Satwa diperlukan persekutuan hidup dengan alam hayati dengan melingkupinya dengan memperhatikan habitatnya.
Ardi Winoto I0211010
II - 1
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
Dengan demikian Taman Satwa memiliki tiga unsur pokok yaitu : 1. Satwa(fauna) Merupakan binatang-binatang hidup yang dipelihara dengan penuh kasih sayang dan tanggung jawab sebagai tindakan pelestarian alam hayati. 2. Tanaman (Flora) Yaitu tanaman-tanaman yang dapat digunakan untuk habitat satwa, peneduh, sebagai perlindungan alam serta dapat berfungsi sebagai taman. 3. Manusia Manusia berfungsi sebagai pemberi kasih sayang dengan memelihara dan mempertahankan kelestarian satwa dan tanaman. 2.2.2. Interaksi Perilaku Satwa, Perilaku Manusia, dan Perilaku Alam dalam konteks taman satwa Interaksi antar perilaku satwa, perilaku manusia, dan perilaku alam adalah pusat dari pembahasan, karena merupakan permasalahan utama ketika Obyek Rancang Bangun Arsitektur dibangun. Segala hal yang berkaitan dalam Perencanaan dan Perancangan pengembangan wisata bukit Taruwongso menjadi taman satwa Taruwongso akan dikembangkan dari permasalahan utama di atas. 1. Perilaku Satwa a. Mamalia 1) Kalong Kalong merupakan hewan nokturnal(aktif di malam hari dan tidur di siang hari) dan merupakan hewan herbivora yang memakan buah-buahan, bunga, nektar, serbuk sari, dan dedaunan. Kalong dan kelelawar pemakan buah lain jarang menggunakan ekholokasi yaitu pemetaan lokasi dengan pantulan suara, tetapi memanfaatkan penglihatan untuk melihat sekelilingnya.
Ardi Winoto I0211010
II - 2
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
2) Monyet (Saputra, Komang Gede Wahyu dkk. 2012. Aktivitas Harian Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di Taman Wisata Alam Sangeh, Kabupaten Badung, Bali) Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa aktivitas harian kera ekor panjang (M. fascicularis) di Taman Wisata Alam Sangeh didominasi oleh perilaku bergerak, kemudian berturut-turut diikuti oleh perilaku istirahat, makan, grooming, mendekap di dada, objek manipulasi, cuddling, agresif, sedangkan perilaku yang paling jarang dilakukan adalah kawin. Berdasarkan perbedaan jenis kelamin individu dewasanya, perilaku istirahat, makan, bergerak, agresif, objek manipulasi dan kawin di dominasi oleh kera jantan dewasa, sedangkan perilaku mendekap di dada, cuddling, dan grooming di dominasi oleh kera betina dewasa. 3) Luwak/MusangPandan(ditjenbun.pertanian.go.id/perlindungan/ berita-211-luwak-hama-paling-istimewa.html) Luwak adalah mamalia yang bertubuh sedang, berukuran + 50cm dengan ekor panjang mencapai 45cm dan berat ratarata 3.2kg. Luwak banyak ditemui di sekitar pemukiman penduduk. Satwa ini pandai memanjat dan bersifat arboreal( lebih banyak hidup di pepohonan dan jarang turun ke tanah). Luwak bersifat noktural(aktif di malam hari). Habitat yang disukai luwak adalah hutan, semak-semak, hutan sekunder, dan sekitar pemukiman penduduk. Luwak merupakan hewan omnivora yang memakan buah-buahan seperti kopi, pisang, coklat, papaya, dan berbagai buah segar lain, serta memakan hewan-hewan kecil seperti ayam, telur, kelinci, serangga, moluska, cacing tanah, kadal, dan tikus.
Ardi Winoto I0211010
II - 3
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
4) Landak (Laporan studi lapangan Landak Jawa, Fakultas MIPA, Jurusan Biologi Universitas Negeri Yogyakarta, 2010) Landak hidup di semua tipe hutan, semak-semak, padang rumput, bahkan di tepian perkampungan. Landak merupakan satwa terrestrial yaitu satwa yang hidup di dalam tanah, sehingga ia akan membuat lubang di dalam tanah sedalam lima meter. Karena habitat landak berada dekat dengan pemukiman warga dan ladang masyarakat, tidak jarang landak dianggap sebagai hama yang merusak ladang perkebunan. Landak bersembunyi di dalam lubang disiang hari, kemudian keluar diwaktu malam untuk mencari makan. Pada musim kawin, landak jantan akan lebih aktif dan agresif. 5) Garangan Garangan biasa hidup berkoloni dengan satu kelompok terdiri dari 12 hingga 30 ekor. Mereka adalah hewan komunal, yaitu mereka akan bahu-membahu mengusir predator lain yang mengganggu. Di habitat aslinya, garangan memakan anak tikus, serangga, ular kecil, dan telur burung. 6) Bajing(alamendah.org/2010/01/23/bajing-dan-tupai-adalahberbeda/) Kebanyakan bajing merupakan hewan bersifat arboreal( lebih banyak hidup di pepohonan dan jarang turun ke tanah) dan merupakan hewan pengerat yang memakan buah-buahan. Ukuran tubuh bajing adalah 15-22,5cm dengan panjang ekor 16-21cm, dan berat 150-280 gram. Bajing merupakan hewan diurnal(aktif di siang hari) dan merupakan herbivore pemakan buah-buahan, kelapa, pucuk daun dan aneka serangga kecil. Habitat bajing banyak terdapat di hutan sekunder, hutan kota, taman, dan perbukitan.
Ardi Winoto I0211010
II - 4
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
b. Burung(omkicau.com/2010/03/31/burung-sejarah-dankontroversinya/) Tempat hidup burung tidak akan jauh dari sumber makanannya. Pada umumnya burung keluar dipagi hari dan sore hari. Burung bersifat sosial, mereka berkomunikasi dengan sinyal visual dan melalui panggilan dan lagu, serta berpartisipasi dalam perilaku social termasuk membuat koloni untuk berkembang biak, berburu, berkelompok, dan menghindarkan diri dari predator atau hewan pemangsa.
Jalak (Wikipedia) Jalak biasa memilih sarang di lubang pohon di dekat perairan. Di Jawa, Jalak biasa membuat sarang di ketiak pohon palem atau pohon kelapa. Burung ini biasa mencari makan di atas tanah, terutama di ladang, padang rumput, dan tanah terbuka untuk mencari biji-bijian, serangga, dan cacing tanah.
c. Ikan Beberapa ikan merupakan ikan yang suka berenang bergerombol dan hidup berkelompok seperti ikan koi, dan ikan mas koki, sedangkan beberapa ikan lain hidup menyendiri kecuali dimusim kawin seperti ikan Louhan, ikan cupang, dan ikan arwana. Beberapa ikan mampu mengenali pemiliknya atau orang yang memberi makan, sehingga jika si pemberi makan datang dia akan minta diberi makan. 2. Perilaku Manusia a.
Perilaku baik 1) Manusia mampu berfikir dan membuat rencana untuk masa depan. 2) Manusia memiliki ilmu dan pengetahuan yang akan membantu ataupun merusak lingkungannya. 3) Manusia memiliki akal dan budi, sehingga dapat memilih halhal yang baik dan hal-hal buruk.
Ardi Winoto I0211010
II - 5
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
b.
Perilaku buruk 1) Membuang sampah sembarangan 2) Vandalisme 3) Merusak fasilitas wisata 4) Mengganggu satwa 5) Merusak tanaman
3. Perilaku Alam a. Sebagian besar tanaman dapat melakukan fotosintesis atau proses pengubahan karbondioksida dan air menjadi Oksigen dan makanan dengan bantuan sinar matahari. b. Pohon merupakan produsen makanan pertama dalam rantai makanan, kemudian makanan dari pohon akan dimakan oleh konsumen primer (herbivora). Konsumen Primer akan dimakan konsumen sekunder (karnivora). Kemudian konsumen tersier merupakan pemakan makanan dari produsen, konsumen primer dan konsumen sekunder (omnivora). 4. Interaksi antara manusia dan satwa a.
Manusia melihat satwa dari jauh
b.
Manusia memfoto satwa
c.
Manusia(dokter hewan) mengobati satwa sakit
d.
Manusia berfoto dengan satwa
5. Interaksi antara manusia dan alam(vegetasi) a.
Manusia menanam tanaman dan vegetasi yang selain dapat membantu memperbaiki struktur tanah, tanaman akan menjadi makanan satwa.
b.
Manusia dapat memanfaatkan hasil dari tanaman.
c.
Tanaman
dapat
membantu
manusia
untuk
mengurangi
karbondioksida dengan mengubahnya menjadi oksigen.
Ardi Winoto I0211010
II - 6
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
6. Interaksi antara satwa dan alam(vegetasi) Hubungan satwa dan vegetasi merupakan sebuah hubungan saling menguntungkan (simbiosis mutualisme) dimana satwa pemakan tumbuhan memanfaatkan tanaman sebagai bahan makanan, sedangkan tanaman memanfaatkan satwa untuk membantu penyerbukan bunga, dan membantu perbanyakan anakan tumbuhan. Selain sebagai sumber makanan, tumbuhan juga dimanfaatkan satwa sebagai sarang dan tempat bersembunyi. 7. Interaksi Antara Perilaku Satwa, Perilaku Manusia dan Perilaku Alam (geografi-agoes.blogspot.com) Begitu pentingnya interaksi antara manusia, satwa, dan alam, dapat digambarkan dalam pernyataan bahwa hanya dalam lingkungan yang optimal, manusia dapat berkembang dengan baik, dan hanya dengan manusia yang baik, lingkungan akan berkembang optimal. Manusia dengan kemampuan ilmu dan teknologi dapat membuat perubahan-perubahan, baik kecil maupun besar pada lingkungannya. Dalam peran manusia sebagai subjek lingkungan, manusia harus mampu melakukan pengelolaan lingkungan. Pengelolaan lingkungan disini
adalah
pemeliharaan,
upaya
terpadu
pengawasan,
dalam
pemanfaatan,
pengendalian,
penataan,
pemulihan
dan
pengembangan satwa dan alam. 2.2.3. Fungsi Taman Satwa (SK DirJen Kehutanan No. 20/KPTS/DJ/1/1978) Beberapa fungsi taman satwa yang menjadi dominan atau menonjol, yaitu: 1. Tempat Rekreasi dan Aspirasi Alam (Wisata Alam) Wisata alam adalah kegiatan rekreasi dan pariwisata yang memanfaatkan potensi alam untuk menikmati keindahan alam, baik yang masih alami maupun yang sudah ada usaha budidaya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Wisata Alam adalah perjalanan yang memanfaatkan potensi sumber daya alam dan tata lingkungannya sebagai objek tujuan wisata. Pasal 30 UU No. 5 tahun 1990 tentang konservasi
Sumberdaya
Ardi Winoto I0211010
alam
hayati
dan
ekosistemnya,
juga
II - 7
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
menyatakan bahwa dalam taman wisata alam, dapat dilakukan kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, dan pendidikan. Fungsi Taman satwa sebagai Taman Wisata alam, yaitu terlihat dari potensi sumber daya alam yang ada di dalamnya berbentuk peragaan satwa-satwa, dan tanaman yang ada. 2. Pendidikan (Edukasi) Pendidikan adalah kegiatan kemanusiaan atau disebut sebagai kegiatan “memanusiakan manusia”. Kesuma dkk (2007), menyebutkan bahwa sebagai kegiatan manusiawi, pendidikan membuat manusia membuka diri terhadap dunia. Lebih jauh, Khan (2010), menyatakan bahwa
dengan
pendidikan,
manusia
akan
lebih
bermartabat,
berkarakter, terampil dan memiliki tanggung jawab terhadap sistem sosial sehingga akan lebih baik, aman, dan nyaman. Pendidikan dalam lingkup Taman Satwa berbentuk peragaan satwa itu sendiri. Peragaan yang terdapat dalam taman satwa pada dasarnya memberikan pejelasan mengenai ilmu hewan dan tumbuhan, hubungan ekologis dan sejarah alam kehidupan melalui ruang pamer outdoor maupun indoor. 3. Penelitian Taman Satwa memiliki peran penting dalam penelitian florafauna dan kehidupannya, misalnya tingkah laku (behaviour), sistematik makanan, penyakit, dan lain-lain. 4. Sarana Perlindungan dan Pelestarian Alam (Konservasi) Arti konservasi dalam Piagam Burra Charter(1981) adalah proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung didalamnya terpelihara dengan baik. Tujuan
utama
konservasi,
menurut
”Strategi
Konservasi
Sedunia” (World Conservation Strategy), ada tiga, yaitu: a. Memelihara proses ekologi yang esensial dan sistem pendukung kehidupan. b. Mempertahankan keanekaan genetis.
Ardi Winoto I0211010
II - 8
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
c. Menjamin pemanfaatan jenis (spesies) dan ekosistem secara berkelanjutan. Taman satwa dapat merupakan tempat perlindungan dan pelestarian satwa yang terancam punah, maupun yang tidak punah. Selain pelestarian satwa, Taman Satwa juga dapat dimanfaatkan untuk konservasi Tumbuhan, Tanah, dan air. 2.2.4. Jenis Taman Satwa Jenis/ Klasifikasi taman satwa terbagi dalam beberapa kategori, yaitu : 1. Berdasarkan Badan Pengelola (Perhimunan kebun binatang se indonesia, pedoman umum kebun binatang, 1995) Berdasarkan Badan Pengelola yang mengelola Taman satwa atau Kebun Binatang, maka dapat dikategorikan sebagai berikut: a. Taman satwa dikelola swasta (private enterprise). Pengelolaannya
berdasarkan
pada
keuntungan
financial(business oriented) Contoh : Taman safari di Jawa Barat. b. Taman satwa dikelola yayasan(Government sponsored). Badan pengelolaan terdiri dari orang-orang yang berminat dankegemarannya terhadap satwa dan tumbuhan. Penekanan danpengelolaan mengarah pada konservasi satwa dan tumbuhan semata. Contoh : Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta,Taman Burung TMII. c. Taman
satwa
dikelola
Pemerintah
Daerah
bersama
swasta/yayasan(Government Municipality). Teknik pengelolaan melalui Unit Pelaksanaan Daerah (UPD)dan
pendanaannya
dari
APBD.
Seluruh
hasil
pengelolaandilaporkan pada Dinas Pendapatan Daerah dan PemerintahDaerah secara berkala. Contoh : Oceanorium Ancol Jakarta.
Ardi Winoto I0211010
II - 9
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
d. Taman satwa dikelola dinas tertentu pemerintah (privatesoological society). Pendanaan berasal dari APBD. Pengelola tidak mempunyai kebebasan untuk menggunakan hasil pengelolaan tersebut. Contoh : Kebun Binatang Ragunan, Kebun Binatang Tegal Wareng Semarang, dan Taman Satwa Jurug Surakarta. 2. Berdasarkan Koleksi (Perhimunan kebun binatang se indonesia, pedoman umum kebun binatang, 1995) Berdasarkan koleksi, maka Taman satwa atau Kebun Binatang dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori, yaitu sebagai berikut: a. Multi Koleksi Kebun binatang yang koleksinya mencakup lebih dari satu jenis (species) atau keseluruhan jenis hingga mencakup sampai divisi (divisio) hingga marga (genus). b. Kebun Binatang Tunggal Kebun binatang yang hanya mengkoleksi satu jenis (species). Contoh : Taman Burung Bali, Taman Buaya Medan, Oceanorium Jakarta. c. Kebun Raya Pengadaan koleksi menitikberatkan pada koleksi tumbuhan, adapun binatang yang ada di dalamnya rupakan pelengkap ekosistem. Contoh : Kebun Raya Bogor. d. Kebun Raya dan Kebun Binatang Pengadaan koleksi menggabungkan keduanya baik secara terpisah maupun menyatu dalam area koleksi. Contoh : Taman Safari di Jawa Barat, Gembira Loka Yogyakarta, Taman Satwa Jurug di Surakarta.
Ardi Winoto I0211010
II - 10
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
3. Berdasarkan Lingkup Pameran Satwa (Perhimunan kebun binatang se indonesia, pedoman umum kebun binatang, 1980) a. Tertutup(Menagerie) Taman Satwa yang menyajikan peragaan hewan dalam kandang tertutup. b. Semi Terbuka Taman Satwa yang menyajikan peragaan hewan sebagian tertutup dan sebagian sudah mendekati alam bebas. c. Spesial Taman Satwa yang khusus memperagakan satu kelas binatang saja. d. Terbuka (Taman Margasatwa) Taman Satwa yang memperagakan satwa dalam kandang terbuka, sehingga memungkinkan satwa untuk bergerak lebih bebas, serta mendekati alam asalnya e. Terbuka Bebas (Taman Margasatwa dan Taman Safari) Taman Satwa yang menyajikan peragaan binatang bebas tanpa kandang, maka pengunjung yang diamankan. 4. Berdasarkan Susunan Pameran Satwa (Joseph, Time Saver, 1996) Taman Satwa dapat diklasifikasikan berdasarkan susunan pameran satwanya. Berikut beberapa Jenisa Taman Satwa berdasarkan susunan Pameran Satwa : a. Tema sistematis Susunan penataan peragaan satwa untuk hubungan taksonomi yang sistematis seperti, keluarga kucing di satu daerah pameran, beruang di tempat lain, binatang berkuku diletakkan bersama-sama. Dari desain dan konstruksi, tema sistematis memungkinkan untuk kemudahan perawatan. Salah satu keuntungan dari tema sistematis sebuah kesempatan untuk menempatkan perbedaan ukuran dan kesamaan spesies dalam suatu kelompok binatang. Taman Satwa yang
direncanakan dengan tema sistematis telah
banyak dikritik sebagai sumber "exhibit monotony." Artinya, ketika
Ardi Winoto I0211010
II - 11
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
pengunjung dihadapkan dengan beberapa spesies dalam kelompok satwa yang sama (contoh : Monyet, beruang, kucing, dll.) rata-rata pengunjung cenderung tertarik pada salah satu spesies yang spektakuler. b. Tema geografis Susunan peragaan satwa berdasarkan geografis alam dimana mereka tinggal, contoh: Eropa, Asia, Eurasia, Afrika, Australia, Australasia, Tropical Amerika, Iklim Amerika, Polar, dan lain sebagainya. Dengan demikian, semua satwa di Taman Satwa dapat diatur sesua asal geografis atau konsisi lingkungan alam. Dengan pengaturan tersebut, praktis tidak ada batas untuk ruang setting pameran seperti menggunakan alat peraga asli dari daerah yang sama dengan satwa, seperti : gaya arsitektur, penanaman, dan alat peraga juga berdasarkan tema geografis. c. Tema Habitat Satwa yang dipamerkan dikelopokkan sesuai habitatnya. Seperti hewan-hewan air yang dapat bertahan hidup di akuarium berada dalam satu kelompok pameran. Jadi, meskipun akuarium mungkin menunjukkan dominasi ikan, perwakilan lain dari hewan kingdomnya juga akan ditampilkan, contoh : Invertebrata (anemon laut, bintang laut, kepiting, udang), amfibi (katak, kodok, salamander), reptil air (kura-kura, buaya, ular), burung air (penguin) dan mamalia air (anjing laut, singa laut, manate, Pesut, walrus, paus andeven). Beberapa tema habitat lain yang dapat digunakan seperti habitat padang rumput, Hutan hujan, pameran satwa bawah tanah(gua),pameran satwa gurun adalah tema habitat yang umum digunakan. d. Tema Perilaku Tipikal dari tema pameran perilaku contohnya adalah tampilan hewan nokturnal dimana hanya aktif pada malam hari, seharusnya dipamerkan dalam ruang yang gelap juga. Pencahayaan buatan
Ardi Winoto I0211010
II - 12
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
tidak dapat digunakan untuk mengamati karena dapat mengganggu siklus aktivitas normal mereka, sehingga mereka dipamerkan pada pengnjung di siang hari dalam keadaan tidak aktif(istirahat). Contoh lain dari tema perilaku adalah penggunaan AC sebagai sarana untuk menyesuaikan perilaku tertentu dari binatang. Dengan demikian, pada dasarnya Taman Satwa menggambarkan perilaku alam atau naluriah hewan seperti rakun yang mencuri telur dari sarang burung atau cheetah mengejar kijang. Hal lain yang bisa memungkinkan adalah satwa terbang, satwa air, dan hewan pendaki. e. Tema Popular Dalam prakteknya, banyak Taman Satwa hanya memiliki fasilitas kecil, dan mungkin hanya dapat memamerkan sejumlah hewan tertentu dan disajikan atas dasar kepopulerannya dari pada orientasi Taman Satwa. Berikut mungkin beberapa pilihan dari hewan popular yang umumnya tersedia untuk Taman Satwa: Mamalia: Jerapah, Beruang, Unta, Monyet, Zebra, Gajah, Singa,Macan, dan kangguru. Burung: Burung air seperti bebek, angsa Toucans, Penguin,dan burung air lainnya. Burung berparuh bengkok seperti Flamingo. Burung besar seperti rhea, kasuari, burung unta, emu. Reptil : Ular Boa, Ular Piton, Buaya dan biawak. f. Tema Kombinasi Tema kombinasi adalah penggabungan antara beberapa Tema diatas. Sebagai contoh, di sebuah bangunan tunggal, sangkar burung (tema sistematis) dan pameran individu dikelompokkan menurut daerah asal (tema geografis).
Ardi Winoto I0211010
II - 13
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
g. Taman Satwa dan Taman Botani Taman Satwa dan Taman Botani merupakan kombinasi yang paling alami, logis, dan dapat menjadi satu kesatuan. Keuntungan dari kombinasi ini adalah sebagai berikut: 1) Penggunaan bahan lansekap yang juga berasal dari asal satwa di Tema habitat dan Tema geografis, akan menjadikan pengunjung juga dapat mempelajari tumbuhan yang berasal dari tempat yang sama dengan satwa tersebut. 2) Di alam, hewan dan tumbuhan adalah sistem erat saling membutuhkan satu sama lain. Hal tersebut adalah dasar untuk ilmu ekologi. 3) Taman satwa dan taman botani pada dasarnya memiliki tujuan yang sama, yaitu mempertahankan eksistensi dari satwa dan tumbuhan tersebut. 5. Berdasarkan
Skala
Pelayanan
(SK
DirJen
Kehutanan
No.
20/KPTS/DJ/1/1978) a. Taman Satwa lokal Taman Satwa dengan Luas Lahan 1-10 Ha. Contoh :
Taman Satwa Bangkulu : 2.5 Ha
Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi : 7 Ha
b. Taman Satwa Regional Taman Satwa dengan Luas Lahan 10-20 Ha. Contoh :
Taman Wisata Taru Jurug Surakarta : 12 Ha.
Taman Margasatwa Tamansari Bandung : 14.5 Ha.
Taman Margaraya Tinjomoyo Semarang : 15 Ha.
Kebun Binatang Surabaya : 15 Ha.
Kebun Raya dan Kebun Binatang Gembira Loka Yogyakarta : 20.4 Ha.
Kebun Binatang Sriwijaya Palembang : 34 Ha.
Ardi Winoto I0211010
II - 14
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
c. Taman Satwa Nasional Taman Satwa dengan Luas Lahan 100-200 Ha. Contoh :
Taman Safari Indonesia : 138.5 Ha
Kebun Binatang Ragunan Jakarta : 200 Ha.
2.2.5. Standar Dasar Praktek Taman Satwa (http://isaw.or.id/Standar Dasar Praktek Kebun Binatang) Pengelolaan kebun binatang harus mengerti cara-cara transportasi hewan, pencegahaan kebakaran dan kebersihan makanan satwa/hewan dan hal lain yang berkaitan dengan tata kerja kebun binatang yang baik, antara lain: 1. Animal Welfare (kesejahteraan satwa). Lima prinsip dibawah, diuraikan dengan jelas untuk memberikan rangka kerja didalam praktek kebun binatang. Kelima dasar prinsip ini dari “Lima kebebasan”, Yaitu: a. Bebas rasa lapar dan haus. Makanan dan frekuensinya harus diberikan sedemikian rupa untuk menyamai dan disesuaikan dengan kebiasaan dan prilaku alami satwa tersebut, begitu pula dengan keperluan gizi dan nutrisi, yang berbeda tergantung dari musim, jenis satwa. b. Bebas rasa tidak nyaman (pemberian lingkungan akomodasi hidup yang nyaman). Lingkungan tempat hidup satwa harus disesuaikan dengan kebutuhan setiap satwa. Tempat hidup mereka harus termasuk tempat berteduh dari basahnya hujan, dari panas matahari, dingin dan tempat bernaung yang cocok, misalnya untuk satwa yang kebiasaannya menggali lubang ditanah, harus diberi fasilitas untuk membuat lubang. 1) Satwa yang bersifat memanjat, harus diberikan fasilitas memanjat tiga dimensi (keatas, kesamping dan kebawah).Satwa harus diberikan kesempatan menggerakan otot badan mereka.
Ardi Winoto I0211010
II - 15
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
2) Suhu, ventilasi udara, sinar alami dan kebisingan di dalam kandang harus disesuaikan dengan habitat asli. 3) Satwa yang baru datang dikebun binatang harus diberikan kesempatan untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Penyesuaian itu harus dilaksanakan bertahap agar tidak membuat satwa stress. Keeper dan staff memperhatikan satwa yang stress dan memperlakukan dengan sabar dan tidak membuat satwa bertambah stress. 4) Tank atau kolam air untuk satwa harus terdapat pergantian hawa, dan kebersihan harus dijaga rutin. 5) Kualitas air harus diperiksa terutama untuk satwa air yang tinggal dikolam. 6) Semua satwa yang hidup di alam terbuka harus diberikan shelter (tempat berteduh) yang nyaman untuk kebaikan satwa.Kandang satwa harus dibuat sedemikian rupa agar satwa dapatmenunjukan perilaku alami, baik untuk lari karena ketakutan,bersembunyi, memanjat, berenang, dsb. 7) Kolam atau tempat satwa berkubang harus mempunyai tempat berinjak untuk keluar dan masuk kolam. 8) Setiap bahan bangunan baik cat, produk lain atau makanan, harus tidak mengandung kimia atau racun untuk satwa. 9) Kebun
binatang
harus
mempunyai
fasilitas
back-up
(penyanggah) dan kesiagaan stok makanan untuk mencegah atau antisipasi keadaan darurat seperti persediaan simpanan air minum yang cukup, persediaan stok simpanan untuk makanan satwa yang cukup, staff darurat, dokter hewan, obat-obatan darurat dll. Persediaan tersebut harus senantiasa diperiksa dan diperbaharui. 10) Alat-alat kerja dan perlengkapan harus disimpan setelah dipakai agar tidak melukai satwa.
Ardi Winoto I0211010
II - 16
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
11) Sampah harus dibersihkan rutin setiap hari untuk mencegah bahaya termakan dan penyakit. 12) Sanitasi (drainage) untuk semua saluran air tertutup dan terbuka, harus lancar, tidak ada genangan air yang menjadi sarang kuman dan penyakit. c. Bebas dari sakit dan luka Beberapa standar yang harus dilakukan ketika satwa mengalami gangguan kesehatan sebgai berikut: 1) Tempat tinggal satwa harus dirancang sedemikian rupa untuk mengurangi bahaya luka terhadap satwa. Kandang harus mempunyai ruangan yang dirancang supaya satwa bisa memisahkan diri apabila ada perkelahian oleh satwa. Enclosure (kelompok) satwa harus disesuaikan untuk mencegah supaya tidak ada ancaman dari satwa lain. Perlu dijaga agar satwa yang ditempatkan dalam satu enclosure (kelompok), tidak saling melukai dan berkelahi. 2) Pengobatan dari dokter hewan yang ahli dan pencegahan penyakit harus diberikan dengan penuh ketelitian. Setiap upaya harus diberikan untuk memberikan makanan yang cocok, lingkungan yang bersih, untuk mencegah terjangkitnya yang bisa menular pada satwa lain atau menular pada manusia. 3) Peralatan klinik dan kedokteran untuk pengecekan kesehatan dan pengobatan satwa harus lengkap dan sterilisasi untuk menjaga kebersihan, cadangan obat-obatan harus selalu tersedia. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan isolasi dan karantina terhadap satwa, antara lain: 1) Sampah dari klinik pemeriksaan kesehatan dan pengobatan satwa harus dibuang sesuai dengan peraturan pemerintah daerah. Sampah yang mengandung kuman harus dimusnahkan atau dibakar ditempat khusus, diluar kebun binatang.
Ardi Winoto I0211010
II - 17
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
2) Kesehatan pekerja di kebun binatang dan animal keeper harus diperhatikan agar tidak terjadi penularan penyakit manusia ke satwa maupun sebaliknya. Oleh karena itu pengelola kebun binatang harus mutlak menyediakan alat perlengkapan dan bahan-bahan pembersih yang cocok. 3) Pekerja dan animal keeper harus diperiksa kesehatannya setiap tahun, untuk mencegah tertularnya penyakit dari satwa maupun sebaliknya. d. Bebas berperilaku liar alami (pemberian lingkungan hidup dan kesempatan mengutarakan sifat-sifat dasar prilaku khas alami). e. Bebas rasa takut dan stress (pemberian perlindungan untuk menghindari rasa takut dan stress). 2.2.6. Standar Arsitektural Taman Satwa (Joseph, Time Saver, 1996) 1. Desain Program Ruang a. Area Parkir Fasilitas parkir yang memadai harus didesain untuk mengakomodasi periode rata-rata jumlah pengunjung maksimum. Banyak standar perencanaan area parkir yang dapat digunakan. b. Entrance(Pintu masuk) Semakin sedikit pintu masuk dan keluar, semakin mudah untuk mengontrol keamanan dasar dan pengunjung. Umumnya, kombinasi pintu masuk dan keluar adalah yang paling praktis dan mudah. Pintu masuk dan keluar untuk pelayanan kendaraan harus tersedia dan jika memungkinkan dipisahkan sejauh mungkin. c. Penataan Lansekap Penataan lansekap yang tepat dari Taman Satwa sangat berperan dalam menambahkan estetika dan kesan natural. Pemilihan tanaman umumnya berdasarkan kondisi site, iklim, topografi, serta fasilitas irigasi yang tersedia. Sebagai contoh, tanaman kontinental dapat dimasukkan ke dalam rencana Tema kontinental. Menampilkan bunga menambah warna dan harum
Ardi Winoto I0211010
II - 18
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
menambah suasana yang menyenangkan. Jika spesies tanaman berlabel, maka fungsi Taman Satwa sebagai pameran botani juga. d. Animal Sculpture Sculpture yang ideal untuk taman satwa salah satunya adalah patung, terutama patung satwa. e. Lain-Lain Beberapa item yang dipertimbangkan di sini : 1) Lapisan jalan yang memadai Jalan yang memadai bisa berbahan beton, aspal, atau yang sejenisnya. Bahan dengan perawatan yang mudah dan bahan permanen harus digunakan. Pengunjung Taman Satwa sering memiliki ketertarikan pada pameran daripada dimana mereka berjalan,
karenanya
desain
jalan
harus
mengutamakan
keselamatan. Desain juga termasuk memfasilitasi pengunjung yang menggunakan kursi roda, dan kereta bayi. 2) Sistem Transportasi Pengunjung Ketentuan untuk sistem transportasi pengunjung harus masuk dalam rencana taman satwa awal. Bus, kereta api miniatur, monorel dan mobil kabel telah banyak digunakan di taman satwa. 3) Penghalang pengunjung dari bahaya satwa Penghalang mempertahankan pengunjung pada jarak yang aman dari satwa. Penghalang rel, rantai, kabel, dinding batu, pagar, penanaman berduri, dapat dimanfaatkan untuk menjaga keselamatan pengunjung. 4) Tempat istirahat Tempat istirahat untuk pengunjung harus diprtimbangkan di dalam taman satwa. Pameran pengamatan burung sangat cocok untuk tempat istirahat pengunjung.
Ardi Winoto I0211010
II - 19
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
5) Pagar pelingkup Selain sebagai kontrol masuk dan keluar pengunjung, pemasangan pagar pelingkup taman satwa juga membantu control dan keamanan pengunjung. Dengan pagar pelingkup lengkap, masuknya hewan luar untuk masuk ke dalam taman satwa terbatas. Demikian juga, hewan di dalam taman satwa tidak dapt keluar dari lingkungan taman satwa. 2. Satwa yang Dipamerkan Secara umum, ada tiga dasar yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan taman satwa, yaitu satwa, pengunjung, dan kebutuhan ruang. Desain harus mencerminkan pengetahuan kita tentang pembagian spesies, ukuran optimal kelompok, kebutuhan ruang, rasio jenis kelamin, dan fasilitas untuk latihan. Berikut faktor-faktor yang harus dipertimbangkan: a. Ukuran pameran sebagian besar ditentukan oleh aktivitas alami satwa. Sebagai aturan umum, semakin besar ukuran, maka akan membantu perkembangan satwa. b. Bentuk Juga ditentukan terutama oleh jenis tertentu dari hewan yang akan ditempatkan. Dalam beberapa kasus, sudut kecil harus dihindari jika satwa sangat sering panik. c. Orientasi dimana daerah besar yang terlibat, dimensi terbesar harus sesuai dengan area tampilan publik sehingga dapat menjaga jarak pandang antara pengunjung dan satwa. Orientasi peredaran matahari juga harus dievaluasi untuk menghindari masalah. Silau berlebihan pada mata pengunjung harus dihindari, dan cahaya matahari yang mungkin bermanfaat bagi satwa tertentu harus dipertimbangkan. Paparan sinar matahari yang berlebihan bisa menjadi mengganggu kesehatan yang serius bagi satwa serta . Hal ini terutama pada pameran akuarium yang membutuhkan kontrol terhadap kebersihan yang selalu terjaga.
Ardi Winoto I0211010
II - 20
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
d. Bahan harus dipilih untuk kemudahan perawatan (tidak keropos, daya tahan pakai yang panjang, pemeliharaan rendah, permanen), penampilan naturalistik, tidak beracun, system konstruksi yang mudah, tersedia dalam ukuran standar, bentuk, dan spesifikasi. e. Penglihatan pengunjung dianggap sesuai dalam perencanaan lantai dan ketinggian langit-langit pameran. Desain satwa harus berada dalam jangkauan penglihatan maximum dari pengunjung. f. Desain harus sesuai dengan semua orang, yakni anak-anak, dewasa, dan orang tua, serta pengunjung berkebutuhan khusus. g. Dekorasi item seperti tanaman, pohon, dan pekerjaan batu, dan bahkan artefak asli (tombak, perisai, reruntuhan candi, pondok, dll) semua berkontribusi terhadap nilai dari sebuah pameran satwa. h. Pencahayaan yang memadai harus tersedia untuk memuaskan pengunjung. Cahaya matahari memiliki kelebihan yaitu alami dan murah, tetapi pencahayaan buatan juga dibutuhkan untuk beberapa tempat pameran. 2.2.7. Kriteria Taman Satwa (Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : P.31/Menhut-II/2012 Tentang Lembaga Konservasi) 1. Memiliki jenis satwa yang dikoleksi sekurang-kurangnya 2 (dua) kelas taksa. 2. Memiliki luas areal sekurang-kurangnya 2 (dua) hektar. 3. Memiliki jenis satwa yang dilindungi, satwa yang tidak dilindungi dan/atau satwa asing. 4. Memiliki sarana pemeliharaan dan perawatan satwa, sekurangkurangnya terdiri atas: a. Kandang pemeliharaan. b. Kandang perawatan. c. Kandang pengembangbiakan. d. Kandang sapih. e. Kandang peragaan.
Ardi Winoto I0211010
II - 21
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
f. Areal bermain satwa. g. Gudang pakan dan dapur. h. Naungan untuk satwa. i. Prasarana pendukung pengelolaan satwa yang lain. 5. Memiliki fasilitas kesehatan, sekurang-kurangnya terdiri atas: a. Karantina satwa. b. Klinik. c. Laboratorium. d. Koleksi obat. 6. Memiliki fasilitas pelayanan pengunjung, sekurang-kurangnya terdiri atas: a. Pusat informasi.
f. Parkir.
b. Toilet.
g. Kantin/restoran.
c. Tempat sampah.
h. Toko cindera mata.
d. Petunjuk arah.
i. Shelter.
e. Peta
j. Loket.
dan
informasi
satwa.
k. Pelayanan umum.
7. Memiliki tenaga kerja permanen sesuai bidang keahliannya, sekurangkurangnya terdiri atas: a. Dokter hewan. b. Tenaga paramedik. c. Penjaga/perawat satwa (animal keeper). d. Tenaga keamanan. e. Pencatat silsilah (studbook keeper). f. Tenaga administrasi. g. Tenaga pendidikan konservasi. h. Memiliki fasilitas kantor pengelola. i. Memiliki fasilitas pengelolaan limbah.
Ardi Winoto I0211010
II - 22
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
2.3. TINJAUAN ARSITEKTUR HIJAU 2.3.1. Pengertian Arsitektur Hijau Arsitektur Hijau yaitu Arsitektur yang berwawasan lingkungan dan berlandaskan kepedulian tentang konservasi lingkungan global alami dengan
penekanan
pada
efisiensi
enerji
(energy-efficient),
pola
berkelanjutan (sustainable) dan pendekatan holistik (holistic approach). (Jimmy Priatman, ”Energy-Efficient Architecture” Paradigma dan Manifestasi Arsitektur Hijau) Arsitektur Hijau adalah Sebuah proses perancangan dengan mengurangi dampak lingkungan yang kurang baik, meningkatkan kenyamanan manusia dengan efisiensi dan pengurangan penggunaan sumber daya energi, pemakaian lahan dan pengelolaan sampah efektif dalam tatanan arsitektur(Futurarch 2008, “Paradigma Arsitektur Hijau”, green lebih dari sekedar hijau) 2.3.1. Prinsip Arsitektur Hijau Menurut Brenda dan Robert Vale dalam buku “Green Architecture : Design for A Sustainable Future” , ada 6 prinsip dasar dalam perencanaan Arsitektur Hijau : 1. Konservasi Energi (Conserving energy) a.building should be constructed so as to minimized the need for fossil fuels to run it (Sebuah bangunan seharusnya didesain / dibangun dengan
pertimbangan
operasi
bangunan
yang
meminimalisir
penggunaan bahan bakar dari fosil. 2. Bekerja dengan Iklim (Working with climate) Building should be design to work with climate and natural energy resources. (Bangunan seharusnya didesain untuk bekerja dengan iklim dan sumber daya energi alam.) 3. Minimalisasi penggunaan Sumber daya (Minimizing new resources) A building should be designed so as to minimized the use of resources and at the end of its useful life to form the resources for other
architecture.
Ardi Winoto I0211010
(Bangunan
seharusnya
didesain
untuk
II - 23
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
meminimalisir
penggunaan
sumber
daya
dan
pada
akhir
penggunaannya bisa digunakan untuk hal (arsitektur) lainnya.) 4. Respon terhadap Pengguna (Respect for users) A green architecture recognizes the importance of all people envolved with it.(Arsitektur Hijau mempertimbangkan kepentingan manusia didalamnya). 5. Respon Terhadap site (Respect for site) A building will touch the earth lightly (Bangunan didesain dengan sesedikit mungkin merusak alam. 6. Holism All the green principles need to be embodied in a holistic approach to build environment.(Semua prinsip diatas harus secara menyeluruh dijadikan sebagai pendekatan dalam membangun sebuah lingkungan.) 2.4. RELEVANSI TAMAN SATWA DENGAN ARSITEKTUR HIJAU Berdasarkan salah satu fungsi Taman Satwa yaitu sarana perlindungan dan pelestarian alam yang dapat juga diartikan sebagai fungsi konservasi, maka taman satwa berhubungan sangat erat dengan arsitektur hijau yang prinsipnya utamanya adalah bagaimana membuat arsitektur yang berwawasan lingkungan dan berlandaskan kepedulian tentang konservasi lingkungan global alami dengan penekanan pada efisiensi enerji, pola berkelanjutan dan pendekatan holistik. 2.4.1. Pengaplikasian Prinsip Arsitektur Hijau dalam Taman Satwa 1. Konservasi Energi (Conserving energy) Cara mendesain bangunan agar hemat energi, antara lain: a. Bangunan di dalam taman satwa seperti bangunan penerima, bangunan klinik hewan, foodcourt, dan took souvenir dibuat memanjang dan tipis untuk memaksimalkan pencahayaan dan menghemat energi listrik.
Ardi Winoto I0211010
II - 24
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
b. Memanfaatkan energi matahari yang terpancar dalam bentuk energi thermal sebagai sumber listrik dengan menggunakan alat Photovoltaic. c. Menggunakan Sunscreen pada jendela untuk mengatur intensitas cahaya dan energi panas yang berlebihan masuk ke dalam ruangan. d. Mengecat interior bangunan dengan warna cerah tapi tidak menyilaukan, yang bertujuan untuk meningkatkan intensitas cahaya. e. Meminimalkan penggunaan energi untuk alat pendingin (AC). f. Menggunakan pompa hidram(Hydraulic Ram Pump) untuk mengalirkan air tanpa listrik. g. Memanfaatkan air jatuhan pompa hidram sebagai pembangkit listrik tenaga air. h. Memanfaatkan angin menjadi enerji listrik. 2. Bekerja dengan Iklim (Working with climate) Bekerja dengan iklim dapat dilakukan dengan memanfaatkan kondisi alam, iklim dan lingkungannya sekitar ke dalam bentuk serta pengoperasian bangunan taman satwa, misalnya dengan cara: a. Orientasi bangunan di dalam taman satwa terhadap sinar matahari dan arah angin. b. Menggunakan sistem cross ventilation untuk mendistribusikan udara yang bersih dan sejuk ke dalam ruangan. c. Menggunakan tumbuhan dan air sebagai pengatur iklim. Misalnya dengan membuat kolam air di sekitar bangunan di dalam taman satwa. 3. Minimalisasi penggunaan Sumber daya (Minimizing new resources) a. Menggunakan material lokal dan material yang tidak merusak lingkungan. b. Menggunakan material reuse, reduce, recycle sebagai bahan struktur dan bahan penutup bangunan di dalam taman satwa.
Ardi Winoto I0211010
II - 25
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
4. Respon terhadap Pengguna (Respect for users) Sebagai respon terhadap pengguna, taman satwa harus benarbenar memikirkan manusia dan satwa yang merupakan pengguna dari taman satwa serta interaksi antara keduanya di dalam taman satwa, termasuk bagaimana kebutuhan akan vegetasi sebagai sumber makanan dan tempat berlindung satwa. 5. Respon Terhadap site (Respect for site) Beberapa cara yang dapat digunakan agar bangunan sedikit mungkin merusak alam yaitu : a. Mempertahankan kondisi tapak dengan membuat desain bangunan di dalam taman satwa yang mengikuti bentuk tapak yang ada. b. Menggantikan tumbuhan hijau yang hilang akibat pembangunan dengan desain green roof. 2.5. PRESEDEN 2.5.1. Zootopia (Bjarge Ingels dan Jacob Lange) 1. Meletakkan hewan benar-benar berada seperti di alam liar Desain Zootopia meletakkan hewan seperti di habitat aslinya, sedangkan manusia sebagai penonton harus masuk kedalam habitat hewan tersebut.
Gambar 2.1. Desain Zootopia Sumber : www.big.dk/zootopia, 2015
Ardi Winoto I0211010
II - 26
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
2. Mendekatkan manusia dengan hewan Jika dalam kebun binatang hewan dikandang, kemudian dalam taman safari manusia yang dikandang, maka pada Zootopia ini hewan dan manusia akan bertemu di habitat asli hewan seperti ketika di alam liar.
Gambar 2.2. Desain Zootopia menyatukan manusia dan hewan Sumber : www.big.dk/zootopia, 2015
3. Bentuk bangunan dapat selaras dengan alam Bentuk
bangunan
Zootopia
selaras
dengan
alam,
dan
menggunakan green roof, sehingga mengurangi penggunaan lahan yang dijadikan bangunan.
Gambar 2.3. Desain Zootopia selaras dengan alam Sumber : www.big.dk/zootopia, 2015
Ardi Winoto I0211010
II - 27
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
Gambar 2.4. Desain Green Roof pada Zootopia Sumber : www.big.dk/zootopia, 2015
4. Menggunakan bahan-bahan terbaharukan Desain “habitat” Zootopia menggunakan bahan-bahan dari alam, sehingga hewan yang ada merasa di habitat aslinya.
Gambar 2.5. Desain Rumah Panda(kiri) dan Beruang(kanan) Sumber : www.big.dk/zootopia, 2015
2.5.2. Silletas Park (Juan Felipe Uribe de Bedout) 1. Menggunakan material yang mudah diperoleh Bangunan Silletas Park menggunakan kayu sebagai material pembentuk tampilan bangunan. Dengan kayu yang mudah didapat, maka akan mengurangi biaya pembangunan.
Ardi Winoto I0211010
II - 28
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
Gambar 2.6. Desain Silletas Park Sumber :http://www.archdaily.com/?attachment_id=614189, 2015
2. Selaras dengan alam Desain Silletas Park selaras dengan alam, hal ini dapat dilihat dari banyaknya tumbuhan yang ditanam diatas atap, sehingga terlihat bangunan menyatu dengan pepohonan disekitarnya.
Gambar 2.7. Desain Silletas Park selaras dengan alam Sumber :http://www.archdaily.com/?attachment_id=614173, 2015
3. Minimalisir penggunaan lahan Silletas Park menggunakan Roof Garden, hal ini dimaksudkan untuk menggantikan lahan yang telah dibangun. Dengan adanya Green
Ardi Winoto I0211010
II - 29
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
Roof maka penyerapan air oleh tanah akan tetap maksimal walaupun terdapat bangunan diatas lahan tersebut.
Gambar 2.8. Desain Roof Garden pada Silletas Park Sumber :http://www.archdaily.com/? attachment_id=614180, 2015
2.5.3. Eco Green Park, Batu, Malang, Indonesia Eco Green Park adalah wahana baru yang berada di Kota Wisata Batu Jawa Timur. Objek wisata ini baru dibuka sejak 1 Juli 2012. Lokasi Eco Green Park sendiri tepat di sebelah Batu Secret Zoo dan Jatim Park 2 atau tepatnya di Jl.Oro-oro Ombo No.9A, kota Batu-Malang. Dengan luas sekitar 5 hektar, wahana ini dibangun untuk mengukuhkan Jatim Park 2 sebagai salah satu tujuan wisata nasional setelah Bali. Konsepnya memadukan wisata alam, kebudayaan, lingkungan, dan seni yang inspiratif, menarik, serta mendidik.Beberapa Konsep Arsitektur Hijau yang ada di Eco Green Park adalah : 1. Menggunakan Material Terbaharukan Pada bangunan Eco Green Park menggunakan Material terbaharukan seperti, kayu, ranting pohon, bamboo, dan bahan-bahan lain.
Ardi Winoto I0211010
II - 30
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
Gambar 2.9. Dome Multimedia Eco Green Park Sumber :http:// indrihapsariw.com/2014/12/14/eco-green-parkwisata-edukasi-dan-alam-di-malang/, 2015
2. Menggunakan Material Reuse Patung-patung hewan di Eco Green Park menggunakan bahanbahan bekas, seperti sampah elektronik, Sampah otomotif, dan limbah kayu.
Gambar 2.10. Patung hewan di Eco Green Park Sumber :http:// indrihapsariw.com/2014/12/14/eco-green-parkwisata-edukasi-dan-alam-di-malang/, 2015
Ardi Winoto I0211010
II - 31
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
3. Penggunaan kolam dan rumput sebagai pendingin site
Gambar 2.11. Miniatur Candi di Eco Green Park Sumber :http:// indrihapsariw.com/2014/12/14/eco-green-parkwisata-edukasi-dan-alam-di-malang/, 2015
2.5.4. Gardens By the Bay Singapore Konsep
dasar
Gardens
by the
bay adalah
prinsip-prinsip
keberlanjutan lingkungan. Banyak usaha telah dibuat untuk merencanakan dan mendesain siklus keberlanjutan enerji dan air sepanjang Bay South Garden.
Gambar 2.12. Skema keberlanjutan pada Gardens By the Bay Sumber : www.gardensbythebay.com.sg, 2015
Ardi Winoto I0211010
II - 32
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
1. Meminimalisasi pemanasan matahari Dua
konservatori
dipasangi
dengan
kaca
khusus
yang
mengoptimalkan pencahayaan untuk tanaman, tetapi mengurangi panas yang masuk. Atapnya dipasangi dengan selubung yang bergerak menutup secara otomatis untuk menjaga suhu dingin di dalam kubah jika suhu di luar semakin panas.
Gambar 2.13. Konservatori dengan kaca khusus dan pelindung panas Sumber : www.gardensbythebay.com.sg/en/thegardens/attractions/flower-dome.html, 2015
2. Hanya mendinginkan area tertentu. Konservatori menerapkan strategi pendinginan pada level bawah, sehingga mengurangi volume udara yang harus didinginkan. Pendinginan dasar oleh pipa air dingin di bawah lantai akan memungkinkan ruangan dibawahnya menjadi dingin sementara udara panas naik. 3. Pelembaban udara sebelum didinginkan. Untuk mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan dalam proses pendinginan, udara di Flower Dome dilembabkan dengan pengering cair (drying agent) sebelum didinginkan. Pengering ini didaur ulang dengan menggunakan limbah panas dari pembakaran biomassa. 4. Memanfaatkan limbah panas dari konservatori Untuk mendinginkan konservatori digunakan tenaga listrik. Pada saat yang sama, limbah panas yang dihasilkan dari pendinginan konservatori tersebut digunakan untuk mendaur ulang pengering cair. Daur ulang energi dicapai dengan penggunaan Gabungan Panas Daya
Ardi Winoto I0211010
II - 33
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
(CHP) turbin uap yang bahan bakarnya berasal dari limbah hortikultura dari Garden by the bay dan taman-taman lain di sekitar Singapura. Hal ini mengurangi ketergantungan pada jaringan listrik. 5. Fungsi Berkelanjutan dari Supertrees Sebelas Supertrees dibangun dengan fungsi yang berkelanjutan. Beberapa memiliki sel photovoltaic di atap sebagai penangkap energi surya untuk menerangi Supertrees, sementara sisanya terintegrasi dengan konservatori dan berfungsi sebagai cerobong pembuangan udara panas.
Gambar 2.14. Skema Fungsi berkelanjutan Supertrees Sumber : www.gardensbythebay.com.sg, 2015
6. Danau Capung dan Kingfisher Sistem danau tersebut menggabungkan proses dan fungsi ekologis sebagai sistem hidup yang berperan sebagai sistem penyaring alami
untuk
air
dan
menyediakan
habitat
perairan
untuk
keanekaragaman hayati seperti ikan dan capung. Danau tersebut didesain sebagai sambungan Waduk Marina. Air buangan Gardens By the Bay ditampung oleh danau dan dibersihkan oleh tanaman air sebelum dialirkan ke Waduk Marina. Sistem danau menggambarkan betapa pentingnya peran tanaman dalam menyehatkan ekosistem. Fungsi Danau dapat dijabarkan sebagai berikut :
Ardi Winoto I0211010
II - 34
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
a. Memfilter air buangan Tanaman air diletakkan di pintu masuk dan keluar danau untuk memfilter air buangan dari Gardens by the Bay. b. Mengurangi kandungan toksin dalam air Tanaman air yang berada di danau juga berfungsi menyerap senyawa kimia seperti nitrogen dan fosfor di dalam air. Pengurangan
kadar
nitrogen
berfungsi
untuk
menekan
pertumbuhan alga dan memastikan kualitas air lebih baik. c. Merawat ekosistem air Habitat ikan dan capung dibuat didalam danau dengan merawat keanekaragaman tumbuhan air, sirkulasi air, dan udara. Hal ini untuk memudahkan pengendalian hama potensial seperti perkembangan nyamuk.
Gambar 2.15. Danau Capung Sumber : www.gardensbythebay.com.sg, 2015
2.5.5. Hutan Kirstenbosch Hutan Kirstenbosch adalah taman yang paling indah di Afrika dan salah satu kebun raya terbesar di dunia. Kirstenbosch didirikan pada tahun 1913 untuk mempromosikan, melindungi, dan menampilkan flora yang luar biasa kaya dan beragam di Afrika Selatan, dan merupakan taman botani pertama di dunia yang akan dikhususkan untuk tumbuh-tumbuhan asli suatu negara. Kirstenbosch terletak di daerah jantung Cape Floristic, juga dikenal sebagai Cape Floral Kingdom. Pada tahun 2004 Cape Floristic Region, termasuk Kirstenbosch, dinyatakan sebagai Situs
Ardi Winoto I0211010
II - 35
Pengembangan Wisata Bukit Taruwongso menjadi Taman Satwa Taruwongso
Warisan Dunia UNESCO - Ini adalah taman botani pertama di dunia yang dimasukkan dalam Situs Warisan Dunia alami.
Gambar 2.16. Jembatan gantung Taman Kirtenbosch Sumber : www.athba.net/2015/03/menyusuri-jembatan-di-ataphutan-cape.html?m=1, 2015
Taman seluas 36 hektar merupakan bagian dari cagar alam seluas 528 hektar. Untuk memperingati taman tersebut, jembatan gantung dibangun pada tahun 2013 sampai 2014, dan dibuka untuk umum 17 Mei 2014. Jembatan gantung ini adalah jembatan kombinasi baja dan kayu melengkung membuat jalan berkelok laksana ular yang berjalan di atas pohon-pohon.
Gambar 2.17. Struktur Jembatan gantung Taman Kirtenbosch Sumber : www.athba.net/2015/03/menyusuri-jembatan-di-ataphutan-cape.html?m=1, 2015
Jembatan ini memiliki panjang 130 m, mendarat di dasar hutan di dua tempat, dan pengunjung naik ke 12 m di atas tanah.Struktur utama jembatan ini adalah pipa baja dengan rusuk dilas dan struktur logam ringan. Lantai jembatan terbuat dari papan pohon pinus.
Ardi Winoto I0211010
II - 36