BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Timbal (Pb)
2.1.1. Gambaran umum Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami. Apabila timbal terhirup atau tertelan oleh manusia dan di dalam tubuh, ia akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan gigi (Winarno, 2008). Manusia menyerap timbal melalui udara, debu, air dan makanan. Salah satu penyebab kehadiran timbal adalah pencemaran udara. Yaitu akibat kegiatan transportasi darat yang menghasilkan bahan pencemar seperti gas CO3, NOx, hidrokarbon, SO2 yang merupakan bahan logam timah hitam (timbal) yang ditambahkan ke dalam bahan bakar berkualitas rendah untuk menurunkan nilai oktan (Winarno, 2008).
2.1.2. Sumber pencemaran timbal Timbal di udara terutama berasal dari penggunaan bahan bakar bertimbal yang dalam pembakarannya melepaskan timbal oksida berbentuk debu/partikulat yang dapat terhirup oleh manusia. Mobil berbahan bakar yang mengandung timbal melepaskan 95 % timbal yang mencemari udara di negara berkembang. Sedangkan dalam air minum, timbal dapat berasal dari kontaminasi pipa, solder dan kran air. (Winarno, 2008). Kandungan timbal dalam air sebesar 15mg/l dianggap sebagai konsentrasi yang aman untuk dikonsumsi. Dalam makanan, timbal berasal dari kontaminasi kaleng makanan dan minuman dan solder yang bertimbal. Kandungan timbal yang tinggi ditemukan dalam sayuran terutama sayuran hijau (Winarno, 2008).
2.1.3. Studi toksisitas
Universitas Sumatera Utara
Studi Toksisitas Timbal menunjukkan bahwa kandungan Timbal dalam darah sebanyak 100 mikrogram/l dianggap sebagai tingkat aktif berdampak pada gangguan perkembangan dan penyimpangan perilaku. Sedangkan kandungan Timbal 450 mikrogram/l membutuhkan perawatan segera dalam waktu 48 jam. Lalu, kandungan Timbal lebih dari 700 mikrogram/l menyebabkan kondisi gawat secara medis. Untuk kandungan timbal di atas 1.200 mikrogram/l bersifat sangat toksik dan dapat menimbulkan kematian pada anak. Kadar Timbal 68 mikrogram/l dapat menyebabkan anak makin agresif, kurang konsentrasi, bahkan menyebabkan kanker. (Winarno, 2008). Hal ini diduga meningkatkan kasus infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) anak-anak. Timbal yang terserap oleh anak, walaupun dalam jumlah kecil, dapat menyebabkan gangguan pada fase awal pertumbuhan fisik dan mental yang kemudian berakibat pada fungsi kecerdasan dan kemampuan akademik. Sistem syaraf dan pencernaan anak masih dalam tahap perkembangan, sehingga lebih rentan terhadap timbal yang terserap. Pada kadar rendah, keracunan timbal pada anak dapat menyebabkan penurunan IQ dan pemusatan perhatian, kesulitan membaca dan menulis, hiperaktif dan gangguan perilaku, gangguan pertumbuhan dan fungsi penglihatan dan pergerakan, serta gangguan pendengaran (Winarno, 2008). Pada kadar tinggi, keracunan timbal pada anak dapat menyebabkan: anemia, kerusakan otak, liver, ginjal, syaraf dan pencernaan, koma, kejang-kejang atau epilepsi, serta dapat menyebabkan kematian. Anak dapat menyerap hingga 50 persen timbal yang masuk ke dalam tubuh, sedangkan dewasa hanya menyerap 10-15 persen. Anak dapat menyerap tiga kali dosis lebih besar dibandingkan orang dewasa karena memiliki perbandingan permukaan penyerapan dan volume yang lebih besar (Winarno, 2008).
2.1.4. Efek timbal pada hati Plumbum dapat merangsang signal interselluler antara sel Kupffer dan sel hepatosit yang akan meningkat secara signifikan ditandai dengan rendahnya kadar lipopolisakarida dan aktivitas proteolitik yang meningkat (Milosevic dan Maaier, 2000). Secara umum, efek dari plumbum pada sistem hepatobilier adalah
Universitas Sumatera Utara
mengkatalisa peroksidasi dari asam lemak tak jenuh (Yin dan Lin, 1995), mereduksi nitrogenoksida (Krocova, dkk., 2000) dan meningkatkan radikal hidroksil (Ding, dkk., 2000). Penelitian yang dilakukan Hariono (2005) melaporkan pemberian Pb asetat 0,5gr/kgBB/oral/hari pada tikus dijumpai secara makroskopis, hati dan ginjal nampak pucat pada minggu ke-14 dan 16 dan gambaran histopatologik terlihat degenerasi hidrofik dari tingkat ringan sampai sedang pada minggu ke-12 sampai minggu ke-16. Epitel tubulus proksimal ginjal terlihat degenerasi, hiperplasi dan kariomegali pada minggu ke-8, pelebaran lumen tubulus dan simpai Bowman serta adanya benda-benda inklusi dalam inti sel. Penelitian Sipos, dkk., (2003) pemberian Pb asetat 400mg/kgBB selama 5 minggu pada ayam boiler menyebabkan infiltrasi limfosit pada hati dan reaksi inflamasi berat pada daerah periportal yang menyebabkan sirosis. Menurut Gajawat (2006) pemberian Pb asetat 20mg/kgBB intraperitoneal pada mencit menunjukkan perubahan histopatologi dan biokimia pada hati mencit yang menimbulkan gangguan keseimbangan oksidan dan antioksidan yang menyebabkan peningkatan oksidatif stres, peningkatan persentase hati yang abnormal, menginduksi lipid proksidase yang dapat merusak membran sel sehingga terjadi perubahan struktur dan fungsi sel.
2.2.Hepar 2.2.1. Anatomi hepar Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen. hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area.Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen (Anggraini, Dwi Rita, 2008). Secara anatomis, organ hepar tereletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks
Universitas Sumatera Utara
dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/ 5 tepat di bawah aerola mammae. Ligamen falciformis membagi hepar secara topografis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri. (Anggraini, Dwi Rita, 2008).
2.2.2. Fisiologi hepar Hati (hepar) adalah kelenjar besar berwarna merah gelap terletak di bagian atas abdomen sisi kanan. Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang berbentuk silindris. Hati manusia berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus. Lobulus sendiri dibentuk terurama dari banyak lempeng sel hepar. Masing-masing lempeng hepar tebalnya satu sampai dua sel, dan diantara sel yang berdekatan terdapat kanakuli biliaris kecil yang mengalir ke duktus biliaris di dalam septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan. (Dorland, 2006; Guyton, 1998). Fungsi dasar hati dapat dibagi menjadi (1) fungsi vaskular untuk menyimpan dan menyaring darah, (2) fungsi metabolisme yang berhubungan dengan sebagian besar sistem metabolisme tubuh, dan (3) fungsi sekresi yang berperan membentuk empedu yang mengalir melalui saluran empedu ke saluran pencernaan. Dalam fungsi vaskularnya hati adalah sebuah tempat mengalir darah yang besar. Hati juga dapat dijadikan tempat penimpanan sejumlah besar darah. Aliran limfe dari hati juga sangat tinggi karena pori dalam sinusoid hati sangat permeable. Selain itu di hati juga terdapat sel Kupffer (derivat sistem retikuloendotelial atau monosit-makrofag) yang berfungsi untuk menyaring darah. (Guyton, 1998). Fungsi metabolisme hati dibagi menjadi metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan lainnya. Dalam metablosime hepar fungsi hati : (1) menyimpan glikogen; (2) mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa; (3) glukoneogenesis; (4) membentuk senyawa kimia penting dari hasil perantara metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme lemak fungsi hati : (1) kecepatan oksidasi beta asam lemak yang sangat cepat untuk mensuplai energi bagi fungsi tubuh yang lain; (2) pembentukan sebagian besar lipoprotein; (3) pembentukan sejumlah besar kolesterol dan fosfolipid, dan (4) penguraian sejumlah besar karbohidrat dan protein menjadi lemak. Dalam metabolisme protein hati berfungsi : (1) deaminasi asam amino; (2) pembentukan ureum untuk mengeluarkan amonia dari dalam tubuh; (3) pembentukan protein plasma; (4) interkonversi diantara asam amino yang berbeda. (Guyton, 1998).
Universitas Sumatera Utara
Fungsi sekresi hati membentuk empedu juga sangat penting. Salah satu zat yang dieksresi ke empedu adalah pigmen bilirubin yang berwarna kuning-kehijauan. Bilirubin aadalah hasi akhir dari pemecahan hemoglobin. Bilirubin merupakan suatu alat mendiagnosis yang sangat bernilai bagi para dokter untuk mendiagnosis penyakit darah hemolitik dan berbagai tipe penyakit hati (Guyton, 1998).
2.2.3. Histologi hepar Hepar memiliki sangat sedikit jaringan ikat untuk organ yang demikian besar. Terdapat selapis jaringan ikat fibrosa yang menutupinya setebal 70-100μm yang disebut kapsula Glisson. Ia paling tebal pada porta hepatis dan dari situ jaringan ikat berlanjut kedalam ruang interlobularis sambil menunjang sistem vaskular, saluran empedu dan pembuluh limfe, membagi hati dalam lobus dan lobulus. Jaringan ikat interlobularis sulit dilihat (sedikit dan tipis), kecuali pada babi memang memiliki jaringan ikat interlobularis yang tebal dan jelas.Kelompok dari arteri, vena, pembuluhlimfe dan saraf, berikut dengan jaringan ikat penunjangnya, disebut triad portal (portal canal, portal area). (Delmann & Brown, 1992).
Gambar 2.1. Portal canal : Gambaran portal canal (triad portal) pada lobus hepar. Portal canal terdiri dari : 1) arteri hepatica, 2) vena portal hepatic, 3) pembuluh lymphe dan 4) saluran empedu (bile duct). Gartner and Hiatt, Color Textbook of Histology, 2nd edition, Chapter 18.
Komponen struktur utama dari hepar adalah sel hepar atau hepatosit. Hepatosit tersusun berupa lempeng-lempeng yang saling berhubungan dan bercabang membentuk anyaman tiga dimensi. Hepatosit berbentuk polihedral, intinya bulat terletak ditengah, nukleolus dapat satu atau lebih dengan kromatin yang menyebar. Sering adanya dua inti, sebagai hasil pembagian yang tidak sempurna dari sitoplasma setelah terjadi pembelahan inti. Sitoplasmanya agak berbutir, tetapi tergantung pada
Universitas Sumatera Utara
perubahan nutrisi serta fungsi seluler. Diantara hepatosit terdapat saluran sempit yaitu kanalikuli biliaris, yang mengalir ke tepi lobulus kedalam duktus biliaris (Junqueira, 1995). Hepatosit memiliki enam atau lebih permukaan, dan ada tiga bentuk yang berbeda : a).permukaan yang berhadapan dengan ruang perisinusoid, dimana pada permukaan bebasnya tumbuh mikrovili, b).permukaan yang berbatasan dengan kanalikuli biliaris dan c).permukaan yang saling berhadapan antar hepatosit yang bersebelahan dan memiliki gap junction (Delmann & Brown, 1992). Hepar mendapat aliran darah ganda. Vena porta membawa darah dari usus dan organ tertentu, sedangkan arteri hepatika (dari aorta) membawa darah bersih yang mengandung oksigen. Vena porta dan arteri hepatika bercabang-cabang menuju lobus, disebut arteri atau vena interlobaris, seterusnya bercabang-cabang membentuk arteri dan vena interlobularis yang terdapat di daerah portal atau segitiga Kiernan. Vena interlobularis memiliki cabang kecil, kadang-kadang disebut vena pembagi yang merupakan sumbu asinus hati. Venula pendek berasal dari vena pembagi dan berakhir langsung pada sinusoid (Delmann & Brown, 1992). Sebagian darah dari arteri interlobularis membentuk pleksus kapiler di daerah portal dan diserap oleh cabangcabang vena portal. Hanya sebagian kecil darah mencapai sinusoid secara langsung melalui arteriol yang merupakan cabang dari arteri interlobularis (Delmann & Brown, 1992). Sinusoid merupakan pembuluh darah kapiler yang mengisi lobulus, yang membawa darah dari arteri dan vena interlobularis, masuk sinusoid dan menuju vena sentralis. Arteri dan vena interlobularis didalam lobulus bertemu dalam sinusoid diantara lempeng hati. Susunan percabangan ini menjamin hepatosit memiliki permukaan yang berhadapan dengan sinusoid yang hanya dibatasi oleh ruang perisinusoid (Ruang Disse), merupakan ruang sempit diantara sinusoid dan sel-sel hepar. Ruang demikian tidak tampak dalam biopsi hepar manusia atau dalam hepar hewan percobaan. Meskipun begitu, keberadaanya kini dapat dipastikan dengan mikroskop elektron (Delmann & Brown, 1992; Junqueira, 1995).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Gambaran struktur hati (Junqueira, 1995) Dinding sinusoid memiliki banyak celah, karena dindingnya terdiri dari endotel dan sel-sel makrofag besar dan aktif yang disebut sel Kupffer yang berasal dari monosit. Sel ini terdapat diberbagai tempat sepanjang sinusoid, bahkan sering mengirim pseudopodia panjang menembus celah endotel atau sel-sel endotel (Delmann & Brown, 1992 ; Fawcett, 2002). Endotel pada sinusoid tidak memiliki lamina basalis sehingga menopang langsung pada ujung mikrovili hepatosit. Jadi rongga perisinusoid terbentuk antara sel-sel hepar dan endotel, sehingga mikrovili dapat terendam dalam plasma darah dan memungkinkan pertukaran langsung bahan-bahan antara darah dan sel-sel hepar. Disamping mikrovili hepatosit, ruang perisinusoid mengandung serabut retikuler disamping sel perisinusoid atau adiposit. Sel-sel tersebut menyimpan vitamin A dan terkait dalam fibrinogenesis dengan sintesis kolagen tipe II pada kerusakan hepar (Delmann & Browen, 1992). Darah meninggalkan lobulus melalui vena sentralis atau venula hepatika terminalis yang dilapisi oleh endotel dengan lamina basalis serta adventisia tipis, dan langsung berhubungan dengan sinusoid. Vena sentralis berhubungan dengan vena sublobularis atau vena interkalatus di tepi lobulus. Kedua vena tersebut terdapat disepanjang basis lobulus, dimana sebagian bergabung membentuk vena penampang (collecting vein) yang nantinya bergabung menjadi vena hepatika (Delmann & Brown, 1992).
2.3. Rosella
Universitas Sumatera Utara
2.3.1. Mengenal rosella Tanaman Rosella (Hibiscus Sabdariffa), adalah tanaman berbentuk perdu yang banyak tumbuh diberbagai belahan dunia seperti Sudan, Meksiko, Jamaika, Brazil, Panama hingga beberapa negara bagian Amerika dan Australia. Seorang ahli botani asal Belanda menemukan rosella di pulau jawa pada tahun 1576 (Devi, 2009). Rosella Merah mempunyai ciri-ciri bunga berwarna merah, rasanya lebih segar dan cukup asam, warna merah ketika diseduh cukup pekat. Rosella Ungu mempunyai ciri-ciri bunga berwarna merah keunguan, rasanya segar dan tidak asam (Plain),warna merah ketika diseduh pekat (Devi, 2009).
2.3.2.Kandungan rosella Kandungan vitamin dalam bunga rosella cukup lengkap, yaitu vitamin A, C, D, B1, dan B2. Kandungan vitamin C (asam askorbat) pada bunga rosella diketahui 9 kali lebih banyak dari jeruk sitrus. Vitamin C ini merupakan salah satu antioksidan penting. Hasil penelitian (Didah Nurfarida, 2006) mengungkapkan bahwa kandungan antioksidan pada teh rosella sebanyak 1,7 mmol/prolox. Dimana Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan kumis kucing yang antioksidannya teruji klinis meluruhkan batu ginjal Kelopak bunga rosella juga mengandung flavonoid, gossypetine, hibiscetine, dan sabdaretine, kalsium, magnesium, beta karoten, fosfor, zat besi, asam organik, asam amino esensial (lisin dan arginin), polisakarida, dan omega-3 (Widyanto dan Nelistya, 2009).
2.3.3 Manfaat rosella Yun Ching Chang, seorang peneliti dari Institute of Biochemistry and Biotechnology, Chung Shan Medical University di Taiwan. Yun Ching Chang menemukan bahwa pigmen alami dari kelopak kering Rosella terbukti efektif dalam menghambat dan sekaligus mematikan sel kanker HL-60 (kanker darah atau leukemia). Pigmen ini jugs berperan dalam proses apoptosis (bunuh diri) sel kanker. Maureen Williams, ND, seorang dokter naturopati dari Bastyr University di Seattle, Amerika Serikat, telah melakukan studi terhadap 70 orang dengan tingkat penyakit hipertensi ringan hingga sedang yang berada dalam kondisi sehat dan tidak melakukan pengobatan apa pun sejak sebulan sebelum penelitian diujikan. Secara acak, sebagian orang diminta untuk mengonsumsi teh Rosella sebanyak satu setengah
Universitas Sumatera Utara
liter sebelum sarapan setiap hari. Sebagian lagi mengonsumsi 25 mg obat antihipertensi. Setelah empat minggu, ternyata tekanan darah diastolik berkurang hingga sepuluh angka untuk 79% orang yang mengonsumsi teh Rosella dan 84% pada orang yang mengonsumsi obat antihipertensi. Khasiat kelopak zuring-sebutan rosela dalam bahasa Belanda-untuk hipertensi dibuktikan Abd Al-Aziz Sharaf dari Sudan Research Unit, Institute of African and Asian Studies. Seperti dikutip Planta Medical Journal pada 1962, kelopak rosela bersifat hipotensif-antihipertensi-dan antikejang pernapasan. Tiga puluh tujuh tahun kemudian, sifat antihipertensi itu diuji secara klinis oleh M. Haji Faraji dan A.H. Haji Tarkhani dari Shaheed Beheshti University of Medical Sciences and Health Services, Teheran, Iran. Sebanyak 54 pasien bertekanan darah tinggi di Tehran's Shariati Hospital dihitung tekanan diastolik dan sistoliknya 15 hari sebelum dan sesudah pengujian. Pasien diberi konsumsi secangkir teh seduhan 3 kuntum bunga rosela. Setelah 12 hari, nilai sistolik pasien rata-rata turun 11,2%, tekanan diastolik turun 10.7%. Namun, saat konsumsi rosela dihentikan 3 hari, tekanan sistolik meningkat 7,9%; diastolik 5,6%. Itu membuktikan rosela memang berkhasiat menurunkan tekanan darah tinggi. Khasiat antikolesterol diteliti oleh Vilasinee Hirunpanicha, dari Department of Pharmacology, Faculty of Pharmacy, Mahidol University, Thailand. Periset itu menguji tikus berkolesterol tinggi. Selama 6 minggu, tikus yang dibagi menjadi 3 kelompok itu masing-masing diberi 1.000 mg dan 500 mg rosela per kilogram bobot tubuh, dan air mineral. Hasilnya, serum kolesterol menurun 22% untuk ekstrak rosela 500 mg/kg dan 26% untuk 1.000 mg/kg bobot. Penurunan juga terjadi pada serum trigliserida sebanyak 33% dan 28% serta serum low density lipoprotein (LDL) level sebanyak 22% dan 32%. Khasiat oseille rouge-rosela dalam bahasa Perancis-menghambat pertumbuhan sel kanker telah dibuktikan oleh De-Xing Hou di Jepang. Peneliti Faculty of Agriculture, Kagoshima University, itu menemukan delphinidin 3-sambubioside dan cyanidin 3-sambubioside, antosianin rosela yang ampuh mengatasi kanker darah alias leukeimia. Cara kerjanya dengan menghambat terjadinya kehilangan membran mitokondrial dan pelepasan sitokro mitokondria ke sitosol. Antioksidan rosela meredam aksi radikal bebas yang menyerang molekul tubuh yang mengandung elektron,' kata Didah. Jika molekul mengandung elektron seperti guanin DNA terserang, kesalahan replikasi DNA mudah terjadi. Kerusakan
Universitas Sumatera Utara
DNA memicu oksidasi LDL, kolesterol, dan lipid yang berujung pada penyakit ganas seperti kanker dan jantung koroner. Chau-Jong Wang, dari College of Medicine, Chung Shan Medical University, Taichung, Taiwan menemukan khasiat lain rosela. Hasil penelitiannya ekstrak rosela kering yang dibuat sirup, melindungi liver tikus setelah diinduksi karbon tetraklorida (CCl4), perusak hati. Setelah diberikan 1-5% rosela selama 9 minggu, kerusakan hati seperti steasis dan fi brosis turun secara signifikan.
Universitas Sumatera Utara