BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Sistem Informasi Akuntansi
Sistem informasi akuntansi memegang peranan yang sangat penting dalam
sebuah organisasi. Sistem informasi akuntansi dapat diselenggarakan dengan cara
manual (tanpa alat bantu komputer), dapat sepenuhnya memanfaatkan teknologi berbasis komputer, atau dapat berupa kombinasi antara keduanya. Walaupun demikian, proses yang terdapat dalam sistem informasi akuntansi pada dasarnya sama, yaitu mengumpulkan, memasukkan, memproses, menyimpan, dan melaporkan data serta informasi yang berkaitan dengan akuntansi.
1.1.1 Pengertian Sistem Informasi Akuntansi Menurut Krismiaji (2005:4) sistem informasi akuntansi adalah sebuah sistem yang memproses data dan transaksi guna menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk merencanakan, mengendalikan, dan mengoperasikan bisnis. Gelinas dan Sutton (2004:15) mendefinisikan bahwa “Accounting information system is a specialized subsystem of the Information System that purpose to collect, process, and report information related to the financial aspects of business events”. Dari pengertian tersebut, dapat diketahui bahwa sistem informasi akuntansi merupakan bagian dari sistem informasi yang bertujuan untuk
17
18
mengumpulkan, memproses, dan melaporkan informasi yang berhubungan dengan aspek keuangan dari kegiatan bisnis.
Sistem informasi akuntansi merupakan jenis sistem yang relatif tertutup
karena sistem ini mengolah input menjadi output dengan memanfaatkan
pengendalian internal untuk membatasi dampak lingkungan. Input sebuah sistem informasi akuntansi adalah transaksi atau kejadian ekonomi. Transaksi-transaksi tersebut selanjutnya diproses dengan mencatatnya ke dalam jurnal, diposting ke
rekening-rekening buku besar, dan diikhtisarkan ke dalam berbagai macam laporan. Output dari sistem informasi akuntansi adalah laporan keuangan dan laporan manajemen (Krismiaji, 2005:5). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem informasi akuntansi adalah sebuah subsistem dari sistem informasi yang memiliki tujuan untuk mengumpulkan serta memproses data dan transaksi keuangan sehingga menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk merencanakan, mengendalikan, dan mengoperasikan kegiatan bisnis.
1.1.2 Tujuan Sistem Informasi Akuntansi Tujuan dari sistem informasi akuntansi (Krismiaji, 2005:4) adalah: 1. Mengumpulkan transaksi dan data lain dan memasukkannya ke dalam sistem. 2. Memproses data atau transaksi yang telah dikumpulkan. 3. Menyimpan data untuk keperluan di masa mendatang.
19
4. Menghasilkan informasi yang diperlukan dengan memproduksi laporan,
atau memungkinkan para pemakai untuk melihat sendiri data yang tersimpan di komputer.
5. Mengendalikan seluruh proses sedemikian rupa sehingga informasi yang dihasilkan akurat dan dapat dipercaya.
Adapun fungsi penting dar sistem informasi akuntansi dalam organisasi
menurut Romney dan Steinbart (2004:3) adalah sebagai berikut:
1. Mengumpulkan dan menyimpan data tentang aktivitas yang dilaksanakan oleh organisasi, sumber daya yang dipengaruhi oleh aktivitas-aktivitas tersebut, dan para pelaku yang terlibat dalam berbagai aktivitas tersebut agar pihak manajemen, para pegawai, dan pihak-pihak luar yang berkepentingan dapat meninjau ulang hal-hal yang terjadi. 2. Mengubah data menjadi informasi yang berguna bagi pihak manajemen untuk membuat keputusan dalam aktivitas perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan. 3. Menyediakan pengendalian yang memadai untuk menjaga aset-aset organisasi, termasuk data organisasi, untuk memastikan bahwa daa tersebut tersedia saat dibutuhkan, akurat, dan handal.
1.1.3 Komponen Sistem Informasi Akuntansi Menurut Romney dan Steinbart (2004:3) sistem informasi akuntansi terdiri dari lima komponen, yaitu:
20
1. Manusia
dan melaksanakan berbagai fungsi.
2. Prosedur Prosedur di dalam sebuah sistem dapat berupa prosedur manual maupun
Suatu sistem terdiri atas orang-orang yang mengoperasikan sistem tersebut
terotomatisasi, yang dilibatkan dalam mengumpulkan, memproses, dan
menyimpan data tentang aktivitas-aktivitas organisasi.
3. Data Data di dalam sistem berupa data tentang proses-proses bisnis organisasi. 4. Software Perangkat lunak (software) dipakai untuk memproses data organisasi. 5. Infrastruktur teknologi informasi Infrastruktur teknologi informasi dapat berupa komputer, peralatan pendukung (periheral device), dan peralatan untuk komunikasi jaringan.
1.2 Definisi Pembelian Pembelian merupakan suatu proses yang memegang peranan sangat penting dalam sebuah perusahaan. Pembelian merupakan usaha pengadaan barang atau jasa untuk menunjang aktivitas perusahaan. Dengan adanya pembelian, kelancaran aktivitas kegiatan operasional perusahaan menjadi terjamin. Oleh sebab itu, segala aktivitas yang berkaitan dengan proses pembelian harus ditangani dengan benar.
21
1.2.1 Pengertian Pembelian
Pembelian adalah usaha pengadaan barang-barang untuk kegiatan
operasional perusahaan. Menurut Longenecker, at all (2001:552), “kegitatan
pembelian digunakan untuk memperoleh bahan, barang dagangan, peralatan, dan
jasa untuk memenuhi sasaran produksi dan pasar”.
Menurut Assauri (2004:26) yang dikutip oleh Burhannudin menyatakan
pembelian merupakan kemampuan perusahaan dalam mengadakan bahanbahwa
bahan dan jasa-jasa dengan biaya rendah dan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai seperti kualitas, penyerahan dan layanan yang ingin dicapai. Terdapat berbagai macam istilah untuk menunjukkan barang yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini sangat bergantung pada jenis usaha dari perusahaan itu sendiri, ada perusahaan dagang dan ada pula perusahaan manufaktur. Perusahaan dagang yaitu perusahaan yang kegiatannya membeli barang-barang dan menjualnya kembali tanpa perubahan apapun, sedangkan perusahaan manufaktur yaitu perusahaan yang membeli barang mentah atau setengah jadi untuk diolah menjadi suatu produk yang dapt dijual dengan nilai yang lebih tinggi.
1.2.2 Jenis-jenis Pembelian Menurut Midjan dan Susanto (2001:126) terdapat beberapa jenis pembelian, diantaranya sebagai berikut: 1. Pembelian secara kontan, yaitu pembelian dilaksanakan secara cash and carry. 2. Pembelian secara kredit, yaitu pembelian yang mendapat fasilitas pembayaran lebih dari satu bulan. 3. Pembelian secara tender, yaitu pembelian yang dilaksanakan apabila menyangkut nilai cukup besar.
22
4. Pembelian dengan cara impor, yaitu pembelian yang menggunakan prosedur impor dengan memanfaatkan letter of credit (L/C). 5. Pembelian di pasar berjangka atau future trading, yaitu pembelian yang atas barang-barang yang telah memiliki standar kualitas yang ditawarkan di pasar berjangka, selain kualitas telahterjamin juga dapat menutup kemungkinan kerugian karena adanya kenaikan harga (hedging). 6. Pembelian secara komisi, yaitu pembelian barang yang bersifat titipan. 7. Pembelian secara cicilan pada sewa guna usaha (leasing), yaitu pembelian dengan harga atas barang dibayar secara mencicil setelah diperhitungkan bunga bank. 8. Pembelian kontrak, yaitu pembelian dengan menggunakan prosedur kontrak yang memuat hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak. 9. Pembelian melalui perantara, yaitu pembelian dengan menggunakan jasa makelar atau komisioner sebagai perantara dalam pembelian. Untuk jasa yang telah mereka berikan, mereka menerima komisi atau provisi. 10. Pembelian secara reimburs, pembayaran pembelian dilakukan kepada yang mengangkut barang.
1.3 Sistem Informasi Akuntansi Pembelian Sistem informasi akuntansi pembelian merupakan bagian dari sistem informasi akuntansi yang ada di perusahaan. Sistem informasi akuntansi pembelian berperan dalam menghasilkan informasi-informasi yang berkualitas untuk membantu manajemen dalam mengambil keputusan sehubungan dengan proses pembelian.
1.3.1 Konsep Dasar Sistem Akuntansi Pembelian Pengadaan barang atau jasa yang cukup untuk kegiatan operasional perusahaan tentu saja harus ditempuh dengan melakukan pembelian barang atau jasa. Pembelian barang dan jasa memegang peranan yang sangat vital bagi kelancaran operasional perusahaan. Agar kegiatan pembelian barang dan jasa dapat berjalan dengan efektif dan efisien, maka diperlukan suatu sistem dengan
23
mekanisme yang teratur dan terarah dan dapat mengolah berbagai informasi yang menunjang kegiatan pembelian barang dan jasa.
Sistem informasi akuntansi pembelian barang dan jasa merupakan sebuah
kerangka kerja terpadu yang terdiri atas urutan prosedur yang berkaitan, mulai
dari permintaan barang atau jasa sampai dengan barang atau jasa tersebut diterima kemudian dilakukan pembayaran atas transaksi tersebut oleh perusahaan. untuk Selain itu, sistem ini dirancang untuk mengelola data-data yang ada menjadi
berbagai informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan pembelian barang dan jasa, baik berupa dokumen, catatan-catatan, maupun laporan-laporan. Dengan adanya sistem informasi akuntansi pembelian barang dan jasa, diharapkan dapat membantu menangani masalah-masalah yanng berkaitan dengan transaksi pembelian barang dan jasa, baik secara kredit maupun tunai.
1.3.2 Fungsi yang Terkait dalam Sistem Informasi Pembelian Kredit Sistem informasi akuntansi pembelian kredit melibatkan fungsi-fungsi yang
saling terkait
dalam proses pembelian kredit.
Meskipun dalam
pelaksanaannya, fungsi-fungsi ini memiliki tanggung jawab yang berbeda-beda, tetapi mereka tetap memiliki satu tujuan yang sama yaitu untuk menjaga efektivitas pengadaan barang dan jasa yang dibutuhkan perusahaan untuk kegiatan operasional perusahaan sehari-hari. Menurut Mulyadi (2001:300), fungsi-fungsi yang terkait dalam sistem akuntansi pembelian adalah:
24
1. Fungsi Gudang
Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi gudang bertanggung jawab untuk mengajukan permintaan pembelian sesuai dengan posisi persediaan
yang ada di gudang dan untuk menyimpan barang yang telah diterima oleh
fungi penerimaan. 2. Fungsi Pembelian
Fungsi pembelian bertanggung jawab untuk memperoleh informasi mengenai harga bahan baku, menentukan pemasok yang dipilih dalam pengadaan barang dan jasa, serta mengeluarkan order pembelian kepada pemasok yang dipilih.
3. Fungsi Penerimaan Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi ini bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenis, mutu, dan kuantitas barang yang diterima dari pemasok guna menentukan dapat atau tidaknya barang tersebut diterima oleh perusahaan. 4. Fungsi Akuntansi Fungsi ini bertanggung jawab untuk mencatat hutang dan mencatat persediaan. Dalam sistem akuntansi pembelian, fungsi pencatat hutang bertanggung jawab untuk mencatat transaksi pembelian ke register bukti kas keluar dan untuk menyelenggarakan arsip dokumen sumber (bukti kas keluar) yang berfungsi sebagai catatan hutang atau menyelenggarakan kartu hutang sebagai buku pembantu hutang. Dalam sistem akuntansi
25
pembelian, fungsi pencatat persediaan bertanggung jawab untuk mencatat
harga pokok persediaan bahan baku yang dibeli dalam kartu persediaan.
1.3.3 Prosedur yang Membentuk Sistem Informasi Akuntansi Pembelian Kredit
Sebelumnya telah dijelaskan bahwa sistem informasi akuntansi pembelian
barang dan jasa merupakan suatu kerangka kerja terpadu yang terdiri atas urutan
prosedur yang saling berkaitan. Menurut Mulyadi (2001:301-303) terdapat susunan prosedur yang membentuk sistem akuntansi pembelian, yaitu: 1. Prosedur Permintaan Pembelian Dalam prosedur ini, fungsi gudang mengajukan permintaan pembelian dalam formulir surat permintaan pembelian kepada fungsi pembelian. 2. Prosedur Permintaan Penawaran Harga dan Pemilihan Pemasok Dalam prosedur ini, fungsi pembelian mengirim surat permintaan penawaran harga kepada pemasok untuk memperoleh informasi mengenai harga barang maupun jasa dan berbagai syarat pembelian lain, untuk memungkinkan memilih pemasok yang akan ditunjuk sebagai pemasok barang atau jasa yang dibutuhkan oleh perusahaan. 3. Prosedur Order Pembelian Dalam prosedur ini, fungsi pembelian mengirim surat order pembelian kepada pemasok yang dipilih dan memberitahukan kepada unit-unit organisasi perusahaan (misalnya fungsi penerimaan, fungsi yang meminta
26
barang, dan fungsi pencatatan hutang) mengenai order pembelian yang
sudah dikeluarkan oleh perusahaan.
4. Prosedur Penerimaan Barang
Dalam prosedur ini, fungsi penerimaan barang melakukan pemeriksaan
mengenai jenis, kuantitas, dan mutu barang atau pekerjaan jasa yang
diterima dari pemasok, kemudian membuat laporan penerimaan barang
untuk menyatakan bahwa barang sudah diterima dari pemasok.
5. Prosedur Pencatatan Hutang Dalam prossedur ini fungsi akuntansi memeriksa dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pembelian (surat
order
pembelian,
laporan
penerimaan barang, dan faktur dari pemasok) dan menyelenggarakan pencatatan hutang atau mengarsipkan dokumen sumber sebagai catatan hutang. 6. Prosedur Distribusi Pembelian Prosedur ini meliputi distribusi rekening yang didebit dari transaksi pembelian untuk kepentingan pembuatan laporan manajemen.
1.3.4 Dokumen yang Digunakan dalam Sistem Informasi Akuntansi Pembelian Kredit Menurut Mulyadi (2001:303-308), dalam sistem akuntansi pembelian digunakan dokumen-dokumen sebagai berikut:
27
1. Surat Permintaan Pembelian
Dokumen ini merupakan formulir yang diisi oleh fungsi gudang atau fungsi pemakai barang atau jasa untuk meminta fungsi pembelian
melakukan pembelian barang atau jasa dengan jenis, jumlah, dan mutu
seperti yang tersebut dalam surat tersebut. 2. Surat Permintaan Penawaran Harga
Dokumen ini digunakan untuk meminta penawaran harga bagi barang atau jasa yang pengadaannya tidak bersifat berulangkali terjadi (tidak repetitif), yang menyangkut jumlah rupiah pembelian yang besar.
3. Surat Order Pembelian Dokumen ini dibuat untutk digunakan sebagai alat untuk memesan barang atau pekerjaan jasa kepada pemasok yang telah dipilih. 4. Laporan Penerimaan Barang Dokumen ini dibuat oleh fungsi penerimaan untuk menunjukkan bahwa barang yang diterima dari pemasok sudah memenuhi jenis, spesifikasi, mutu, dan kuantitas seperti yang tercantum dalam surat order pembelian. 5. Surat Perubahan Order Pembelian Terkadang terjadi perubahan terhadap isi dari surat order pembelian yang sebelumnya telah diterbitkan. Perubahan tersebut dapat berupa perubahan kuantitas, jadwal penyerahan barang, spesifikasi, subtitusi (penggantian), atau hal lain yang bersangkutan dengan perubahan desain dan bisnis.
28
6. Bukti Kas Keluar
Dokumen ini dibuat oleh fungsi akuntansi untuk dasar pencatatan transaksi pembelian. Dokumen ini juga berfungsi sebagai perintah pengeluaran kas
untuk pembayaran hutang kepada pemasok dan yang sekaligus berfungsi
sebagai
surat
pemberitahuan
kepada
kreditur
mengenai
maksud
pembayaran.
1.3.5 Catatan yang Digunakan dalam Sistem Informasi Akuntansi Pembelian Kredit Menurut Mulyadi (2001:308-310), catatan akuntansi yang digunakan untuk mencatat transaksi pembelian adalah: 1. Register Bukti Kas Keluar Jika dalam pencatatan hutang perusahaan menggunakan voucher payable procedure, jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi pembelian adalah register bukti kas keluar. 2. Jurnal Pembelian Jika dalam pencatatan hutang perusahaan menggunakan account payable procedure, jurnal yang digunakan untuk mencatat transaksi pembelian adalah jurnal pembelian. 3. Kartu Hutang Jika dalam pencatatan hutang perusahaan menggunakan account payable procedure, buku pembantu yang digunakan untuk mencatat hutang kepada pemasok adalah kartu hutang. Jika dalam pencatatan hutang perusahaan
29
menggunakan voucher payable procedure, yang berfungsi sebagai catatan
hutang adalah arsip bukti kas keluar yang belum dibayar.
4. Kartu Persediaan
Dalam sistem akuntansi pembelian, kartu persediaan ini digunakan untuk
mencatat harga pokok persediaan yang dibeli. Laporan yang Dihasilkan dalam Sistem Informasi Akuntansi 1.3.6
Pembelian Kredit Laporan adalah hasil akhir dari proses akuntansi yang dapat berupa neraca, laporan laba rugi, laporan perubahan modal, laporan arus kas, laporan pembelian, daftar hutang yang akan dibayar, dan lain sebagainya. Laporan dapat berbentuk hasil cetakan komputer dan tayangan pada layar monitor komputer (Mulyadi, 2001:5). Laporan akan diserahkan kepada pimpinan atau pihak manajemen sebagai bentuk pertanggungjawaban atas tugas-tugas yang telah diberikan. Melalui laporan, pimpinan akan melakukan evaluasi dan pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan operasional perusahaan. Berdasarkan laporan-laporan yang dihasilkan dari kegiatan pembelian, diharapkan pimpinan perusahaan dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu dalam rangka meningkatkan efektivitas pembelian.
1.4 Pengendalian Internal Pengendalian internal merupakan salah satu alat bagi manajemen untuk memastikan bahwa kegiatan operasional perusahaan berjalan sesuai dengan
30
kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan. Penerapan pengendalian internal oleh seluruh entitas di dalam perusahaan akan membawa dampak positif untuk
membantu pencapaian tujuan perusahaan.
1.4.1 Pengertian Pengendalian Internal
Definisi pengendalian internal menurut COSO (Committee of Sponsoring
Organizations) yang dikutip oleh Gelinas dan Sutton (2004:235) adalah sebagai
berikut: “Internal control is a process, effected by an entity’s board of directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories: (1) effectiveness and efficiency of operations; (2) reliability of financial reporting; (3) compliance with applicable laws and regulations.” Pengertian di atas menjelaskan bahwa pengendalian internal adalah suatu proses yang diterapkan oleh dewan direksi, pihak manajemen, dan karyawan lainnya, yang dirancang untuk memberikan jaminan yang wajar bahwa tujuantujuan perusahaan berikut ini dapat dicapai, yaitu: 1. Efektivitas dan efisiensi operasi. 2. Keandalan laporan keuangan. 3. Ketaatan kepada hukum dan peraturan yang berlaku. Adapun
pendapat
Romney
dan
Steinbart
(2004:229)
mengenai
pengendalian internal adalah sebagai berikut: “Pengendalian internal (internal control) adalah rencana organisasi dan metode bisnis yang dipergunakan untuk menjaga aset, memberikan informasi yang akurat, handal, mendorong dan memperbaiki efisiensi
31
jalannya organisasi, serta mendorong kesesuaian dengan kebijakan yang
telah ditetapkan”. Arrens , Elder, dan Beasley dalam Auditing dan Jasa Assurance
(2008:370) menyatakan bahwa sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan
dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya. Sedangkan menurut
Hall (2001:150), sistem pengendalian internal merangkum kebijakan, praktik, dan
prosedur yang digunakan oleh organisasi untuk mencapai empat tujuan utama, yaitu: 1. Untuk menjaga aktiva perusahaan. 2. Untuk memastikan akurasi dan dapat diandalkannya catatan dan informasi akuntansi. 3. Untuk mempromosikan efisiensi operasi perusahaan. 4. Untuk mengatur kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen. Dari semua definisi yang telah dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal adalah suatu sistem, yang terdiri atas kebijakan dan prosedur, yang telah ditetapkan oleh organisasi untuk memberikan kepastian berkenaan dengan pencapaian tujuan dan sasaran organisasi.
1.4.2 Tujuan Pengendalian Internal Berdasarkan pengertian pengendalian internal yang dikemukakan oleh COSO, tujuan pengendalian internal adalah untuk memberikan keyakinan yang
32
memadai bahwa tujuan-tujuan berupa efektivitas dan efisiensi operasi, keandalan pelaporan keuangan, serta ketaatan kepada peraturan dan hukum yang berlaku,
dapat tercapai oleh perusahaan. Berikut adalah tujuan pengendalian internal
menurut Arens, Elder, dan Beasley (2008:370) dalam Auditing dan Jasa
Assurance: 1. Efektivitas dan Efisiensi Operasi
Pengendalian dalam perusahaan akan mendorong pemakaian sumber daya secara efektif dan efisien untuk mengoptimalkan sasaran-sasaran perusahaan.
Tujuan yang penting dari pengendalian ini adalah
memperoleh informasi keuangan dan non keuangan yang akurat tentang operasi perusahaan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan. 2. Reliabilitas dan Keandalan Laporan Keuangan Tanggung jawab dari seorang manajer adalah untuk menyiapkan laporan bagi para investor, kreditor, dan stakeholder lainnya. Manajemen memikul tanggung jawab hukum maupun profesional untuk memastikan bahwa informasi telah disajikan secara wajar sesuai dengan persyaratan pelaporan. Tujuan pengendalian internal yang efektif atas laporan keuangan adalah untuk memenuhi tanggung jawab pelaporan keuangan tersebut. 3. Ketaatan kepada Hukum dan Peraturan yang Berlaku Pengendalian internal yang efektif dimaksudkan untuk memastikan bahwa segenap entitas di dalam perusahaan memenuhi setiap peraturan yang telah
33
ditetapkan manajemen maupun hukum dan undang-undang yang
ditetapkan oleh pemerintah. Adapun tujuan pengendalian internal yang dikemukakan oleh Mulyadi
(2001:163) adalah menjaga kekayaan perusahaan, mengecek ketelitian dan
keandalan data akuntansi, mendorong efisensi, dan mendorong dipatuhi kebijakan manajemen.
1.4.3 Komponen Pengendalian Internal COSO Internal
Control-Integrated
Framework
yang
dikeluarkan
COSO
merupakan kerangka acuan pengendalian internal yang paling dikenal di dunia internasional. Framework COSO menguraikan lima komponen pengendalian internal yang dirancang dan diimplementasikan oleh manajemen untuk memberikan
kepastian yang layak bahwa tujuan
perusahaan dapat tercapai. Dikutip dari buku Auditing dan Jasa Assurnace (Arens, et al, 2008:376) komponen-komponen tersebut meliputi hal-hal berikut ini: 1. Lingkungan Pengendalian (Control Environment) Lingkungan Pengendalian (Control Environment) terdiri atas tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen puncak, para direktur, dan pemilik entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal serta apa pentingnya bagi entitas tersebut. Lingkungan pengendalian merupakan pondasi dari keempat komponen pengendalian yang lain. Lingkungan pengendalian menetapkan suasana
34
organisasi dan mempengaruhi kesadaran pengendalian dari para
pengendalian adalah: a. Integritas dan Nilai-Nilai Etis
Integritas dan nilai-nilai etis adalah produk dari standar etika dan
manajemen dan pegawainya. Elemen-elemen penting dari lingkungan
perilaku entitas, serta bagaimana standar itu dikomunikasikan dan
diberlakukan dalam praktik. Subkomponen ini meliputi tindakan manajemen untuk menghilangkan atau mengurangi dorongan dan godaan yang mungkin membuat karyawan melakukan tindakan tidak jujur, ilegal, atau tidak etis. Ini juga meliputi pengkomunikasian nilainilai entitas dan standar perilaku para karyawan melalui pernyataan kebijakan, kode perilaku, dan teladan. b. Komitmen pada Kompetensi Kompetensi
merupakan
pengetahuan
dan
keterampilan
yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada individu. Komitmen kepada kompetensi meliputi pertimbangan manajemen atas tingkat kompetensi untuk pekerjaan tertentu, dan bagaimana tingkatan tersebut diterjemahkan menjadi keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan. c. Partisipasi Dewan Komisaris atau Komite Audit Dewan komisaris dan komite audit memiliki pengaruh besar terhadap kesadaran pengendalian entitas. Atribut yang berkaitan dengan dewan komisaris atau komite audit ini meliputi independensi dewan komisaris
35
atau komite audit dari manajemen, pengalaman dan tingginya
pengetahuan
anggotanya,
luasnya
keterlibatan
dan
kegiatan
pengawasan, memadainya tindakan, tingkat sulitnya pertanyaan-
pertanyaan yang diajukan oleh dewan atau komite tersebut kepada
manajemen, dan interaksi dewan atau komite tersebut dengan auditor
internal dan eksternal (IAI, 2004:319.24).
d. Filosofi dan Gaya Operasi Manajemen Falsafah
dan
gaya
operasi
manajemen
menjangkau
rentang
karakteristik yang luas. Karakteristik ini dapat meliputi antara lain pendekatan manajemen dalam mengambil dan memantau risiko usaha, sikap dan tindakan manajemen terhadap pelaporan keuangan dan upaya manajemen untuk mencapai anggaran, laba, serta tujuan bidang keuangan dan sasaran operasi lainnya. Karakteristik ini berpengaruh sangat besar terhadap lingkungan pengendalian terutama bila manajemen didominasi oleh satu atau beberapa orang individu, tanpa mempertimbangkan faktor-faktor lingkungan pengendalian lainnya (IAI, 2004:319.25). e. Struktur Organisasi Struktur organisasional suatu entitas memberikan kerangka kerja menyeluruh bagi perencanaan, pengarahan, dan pengendalian operasi. Suatu struktur organisasi meliputi pertimbangan bentuk dan sifat unitunit organisasi entitas, termasuk organisasi pengolahan data serta hubungan fungsi manajemen yang berkaitan dengan pelaporan. Selain
36
itu, struktur organisasi harus menetapkan wewenang dan tanggung
jawab dalam entitas dengan cara yang semestinya (IAI, 2004:319.25). f. Pemberian Wewenang dan Tanggung Jawab
Metode ini mempengaruhi pemahaman terhadap hubungan pelaporan
dan tanggung jawab yang ditetapkan dalam entitas. Metode penetapan
wewenang dan tanggung jawab meliputi pertimbangan atas (IAI,
2004:319.25):
Kebijakan entitas mengenai masalah seperti praktik usaha yang dapat diterima, konflik kepentingan dan aturan perilaku.
Penetapan tanggung jawab dan delegasi wewenang untuk menangani masalah seperti maksud dan tujuan organisasi, fungsi operasi dan persyaratan instansi yang berwenang.
Uraian tugas pegawai yang menegaskan tugas-tugas spesifik, hubungan pelaporan dan kendala.
Dokumentasi sistem komputer yang menunjukkan prosedur untuk persetujuan transaksi dan pengesahan perubahan sistem.
g. Kebijakan dan Praktik Sumber Daya Manusia Aspek paling penting dari pengendalian internal adalah personel (karyawan). Jika para karyawan kompeten dan bisa dipercaya, pengendalian lainnya dapat diabaikan, dan laporan keuangan yang andal masih akan dihasilkan. Orang-orang yang tidak kompeten atau tidak jujur bisa merusak sistem, meskipun ada banyak pengendalian yang diterapkan. Orang-orang yang jujur dan efisien mampu mencapai
37
kinerja yang tinggi meskipun hanya ada segelintir pengendalian yang
lain untuk mendukung mereka. Namun, orang-orang yang kompeten dan terpercaya sekalipun bisa saja memiliki kekurangan. Sebagai
contoh, mereka dapat menjadi bosan atau tidak puas, masalah pribadi
dapat menggangu kinerja mereka, atau sasarannya mungkin berubah.
Karena pentingnya sumber daya manusia yang kompeten dan
terpercaya dalam mengadakan pengendalian yang efektif, metode untuk mengangkat, mengevaluasi, melatih, mempromosikan, dan memberikan kompensasi kepada karyawan merupakan bagian yang penting dari pengendalian internal.
2. Penilaian Risiko (Risk Assesment) Penilaian risiko atas pelaporan keuangan adalah tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko-risiko yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Setelah mengidentifikasi risiko, manajemen mengestimasi signifikansi risiko tersebut, menilai kemungkinan terjadinya risiko itu, dan mengembangkan tindakan khusus yang diperlukan untuk mengurangi risiko itu ke tingkat yang dapat diterima. Auditor akan memperoleh pengetahuan tentang proses penilaian risiko oleh manajemen dengan memanfaatkan kuesioner dan diskusi dengan
manajemen
untuk
menentukan
bagaimana
manajemen
mengidentifikasi risiko-risiko yang relevan dengan pelaporan keuangan, mengevaluasi signifikansi dan kemungkinan terjadinya risiko itu, serta
38
memutuskan apa yang diperlukan untuk menangani risiko itu. Risiko yang
umumnya
terjadi
dalam
proses
pengadaan
barang
(pembelian)
diantaranya:
Manipulasi isi kontrak pengadaan barang dengan pemasok.
Penggandaan kuantitas barang oleh bagian pembelian sehingga kelebihan kuantitas barang dapat diuangkan.
Harga barang yang ditawarkan oleh pemasok tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Denda atas keterlambatan pelunasan utang kepada pemasok karena tidak ada estimasi jangka waktu pelunasan utang.
Keterlambatan pengiriman barang oleh pemasok karena kesalahan dalam hal memilih pemasok yang ideal bagi perusahaan.
3. Aktivitas Pengendalian (Control Activities) Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur, selain yang sudah termasuk dalam empat komponen lainnya, yang membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil untuk menangani risiko guna mencapai tujuan entitas. Sebenarnya ada banyak aktivitas pengendalian semacam ini dalam entitas manapun, termasuk pengendalian manual dan terotomatisasi. Aktivitas pengendalian umumnya dibagi menjadi lima jenis berikut ini: a. Pemisahan Tugas yang Memadai Ada empat pedoman umum terkait pamisahan tugas yang memadai untuk mencegah kecurangan maupun kekeliruan.
39
Pemisahan Penyimpanan Aktiva dari Akuntansi
Untuk melindungi perusahaan dari penyelewengan, seseorang yang
ditugaskan menyimpan aktiva secara permanen ataupun temporer
tidak boleh mencatat aktiva itu. Jika satu orang dibiarkan
melaksanakan kedua fungsi tersebut, risiko bahwa orang itu
mengeluarkan aktiva demi keuntungan pribadi dan menyesuaikan
catatan untuk menutupi pencurian itu akan meningkat.
Pemisahan Otorisasi Transaksi dari Penyimpanan Aktiva Terkait Sebaiknya, orang yang mengotorisasi transaksi tidak boleh memegang kendali atas aktiva terkait,
untuk
mengurangi
kemungkinan terjadinya penyelewengan.
Pemisahan Tanggung Jawab Operasional dari Tanggung Jawab Pencatatan Untuk memastikan bahwa informasi tidak bias, pencatatan biasanya dimasukkan dalam departemen terpisah di bawah kontroler. Sebagai contoh, jika setiap departemen atau divisi menyiapkan catatan dan laporannya sendiri, departemen atau divisi itu bisa saja mengubah hasilnya untuk memperbaiki kinerja yang dilaporkan.
Pemisahan Tugas TI dari Departemen Pemakai Apabila tingkat kompleksitas sistem TI meningkat, pemisahan otorisasi, pencatatan, dan penyimpanan sering kali menjadi tidak jelas.
Untuk
mengimbangi
adanya tumpang
tindih tugas,
40
perusahaan harus memisahkan fungsi-fungsi utama yang terkait
dengan TI dari fungsi-fungsi kunci departemen pemakai. b. Otorisasi yang Sesuai atas Transaksi dan Aktivitas
Agar pengendalian berjalan dengan baik, setiap transaksi harus
diotorisasi dengan tepat. Jika setiap orang dalam suatu organisasi bisa
memperoleh atau menggunakan aktiva seenaknya, hal itu akan
menimbulkan kekacauan. Otorisasi dapat bersifat umum atau khusus. Dengan otorisasi umum, manajemen menetapkan kebijakan, dan para bawahan diinstruksikan untuk mengimplementasikan otorisasi umum tersebut dengan menyetujui semua transaksi dalam batas yang ditetapkan oleh kebijakan itu. Otoriasi khusus (specific authorization) berlaku
untuk transaksi
individual.
Untuk
transaksi
tertentu,
manajemen memilih mengotorisasi setiap transaksi. Perbedaaan antara otorisasi dan persetujuan juga merupakan hal yang penting. Otorisasi adalah keputusan kebijakan, baik untuk kelas transaksi umum maupun transaksi khusus, sedangkan persetujuan adalah implementasi dari keputusan otorisasi umum manajemen. c. Dokumen dan Catatan yang Memadai Dokumen dan catatan adalah objek fisik di mana transaksi akan dicantumkan serta diikhtisarkan. Dokumen dan catatan meliputi berbagai item seperti faktur pembelian, surat order pembelian, catatan pembantu, jurnal pembelian, dan kartu persediaan. Banyak dari dokumen dan catatan tersebut disimpan dalam file komputer sampai
41
waktu dicetak. Dokumen yang memadai sangat penting untuk
mencatat transaksi dan mengendalikan aktiva dengan benar. Prinsipprinsip tertentu akan mengatur perancangan dan penggunaan dokumen
serta catatan yang baik. Dokumen dan catatan harus:
Dipranomori secara berurutan untuk memudahkan pengendalian
atas dokumen yang hilang dan sebagai alat bantu untuk mencari
dokumen itu ketika diperlukan di kemudian hari. Dokumen yang
dipranomori penting bagi tujuan kelengkapan audit yang terkait dengan transaksi.
Disiapkan pada waktu transaksi berlangsung atau sesegera mungkin, untuk meminimalkan kesalahan penetapan waktu.
Dirancang untuk berbagai penggunaan, jika mungkin, guna meminimalkan jumlah formulir yang berbeda.
Dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan penyiapan yang benar, hal ini dapat dilakukan dengan mengecek secara internal formulir atau catatan itu.
d. Pengendalian Fisik atas Aktiva dan Catatan Untuk menyelenggarakan pengendalian internal yang memadai, aktiva dan catatan harus dilindungi. Jika dibiarkan tidak terlindungi, aktiva itu bisa dicuri. Jika tidak terlindungi secara memadai, catatan bisa dicuri, rusak, atau hilang, yang dapat menggangu proses akuntansi dan operasi bisnis. Jika suatu perusahaan sangat terkomputerisasi, peralatan komputer, program, dan file datanya harus sangat dilindungi.
42
File data adalah catatan perusahaan dan, jika rusak, rekonstruksinya
bisa memakan biaya yang sangat mahal atau bahkan mustahil direkonstruksi. Jenis ukuran protektif yang paling penting untuk
menjaga aktiva dan catatan adalah penggunaan tindakan pencegahan
fisik. Salah satu contohnya adalah penggunaan gudang persediaan
untuk melindungi dari pencurian. Bila gudang berada di bawah
pengawasan karyawan yang kompeten, dapat dipastikan bahwa pencurian akan dapat diminimalisir. Kotak dan ruang penyimpanan tahan api untuk melindungi aktiva, seperti mata uang dan sekuritas, merupakan jenis penjagaan fisik yang penting lainnya. e. Pemeriksaan Kinerja Secara Independen Kategori terakhir dari aktivitas pengendalian adalah review yang cermat dan berkelanjutan atas keempat hal lainnya, yang seringkali disebut pemeriksaan independen (independent checks) atau verifikasi internal. Kebutuhan akan pemeriksanaan independen timbul karena pengendalian internal cenderung berubah seiring dengan berjalannya waktu, kecuali review yang sering dilakukan. Personel mungkin telah melupakan atau sengaja tidak mengikuti prosedur, atau mereka mungkin ceroboh kecuali ada yang mengamati dan mengevaluasi kinerja mereka. Tanpa menghiraukan kualitas pengendalian, personel bisa berbuat keliru atau melakukan kecurangan. Personel yang bertanggung jawab dalam melakukan prosedur verifikasi internal harus independen dari individu yang semula bertanggung jawab menyiapkan
43
data. Sarana verifikasi internal yang paling murah adalah pemisahan
sedemikian rupa sehingga banyak prosedur verifikasi internal dapat diotomatisasi sebagai bagian dari sistem.
tugas. Sistem akuntansi yang terkomputerisasi bisa dirancang
4. Informasi dan Komunikasi
Tujuan sistem informasi dan komunikasi akuntansi dari entitas adalah
untuk memulai, mencatat, memproses, dan melaporkan transaksi yang dilakukan entitas itu serta mempertahankan akuntabilitas aktiva terkait. Sistem informasi dan komunikasi akuntansi mempunyai beberapa subkomponen, yang biasanya terdiri atas kelas-kelas transaksi seperti pembelian, retur pembelian, pengeluaran kas, dan lain sebagainya. Untuk setiap kelas transaksi, sistem akuntansi harus memenuhi keenam tujuan audit yang berhubungan dengan transaksi, yaitu: a. Transaksi yang dicatat memang ada (keterjadian). b. Transaksi yang ada sudah dicatat (kelengkapan). c. Transaksi yang tercatat dinyatakan pada jumlah yang benar (keakuratan). d. Transaksi yang dicatat dicantumkan dengan benar dalam file induk dan diikhtisarkan dengan benar (posting dan pengikhtisaran). e. Transaksi diklasifikasikan dengan benar (klasifikasi). f. Transaksi dicatat pada tanggal yang benar (penetapan waktu).
44
5. Pemantauan
Aktivitas pemantauan berhubungan dengan penilaian mutu pengendalian internal secara berkelanjutan atau periodik oleh manajemen untuk
menentukan bahwa pengendalian itu telah beroperasi seperti yang
diharapkan, dan telah dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi. Bagi
banyak perusahaan, terutama perusahaan berskala besar, departemen audit
internal sangat penting demi tercapainya pengawasan yang efektif. Agar efektif, fungsi audit internal itu harus dilakukan oleh staf yang independen dari departemen operasi maupun departemen akuntansi, dan mereka melapor langsung kepada tingkat otoritas yang lebih tinggi dalam organisasi, baik itu manajemen puncak atau komite audit dan dewan direksi.
1.4.4 Pentingnya Pengendalian Internal Menurut Boynton, Johnson, dan Kell dalam Modern Auditing (2002:371), pentingnya pengendalian internal bagi manajemen dan auditor independen telah diakui dalam literatur profesional selama beberapa tahun. Suatu terbitan tahun 1947 oleh AICPA (American Institute of Certified Public Accountants) yang berjudul Internal Control menyebutkan faktor-faktor berikut sebagai faktor-faktor yang berkontribusi terhadap meluasnyapengakuan atas pentingnya pengendalian internal:
45
1. Lingkup dan ukuran bisnis entitas telah menjadi sangat kompleks dan
tersebar luas sehingga manajemen harus bergantung pada sejumlah laporan dan analisis untuk mengendalikan operasi secara efektif.
2. Pengujian dan penelaahan yang melekat dalam sistem pengendalian
internal yang baik menyediakan perlindungan terhadap kelemahan
manusia dan mengurangi kemungkinan terjadinya kekeliruan.
3. Tidak praktis bagi auditor untuk melakukan audit atas kebanyakan
perusahaan dengan pembatasan biaya ekonomi tanpa menggantungkan pada sistem pengendalian internal klien. Romney dan Steinbart (2005:229) mengemukakan bahwa pengendalian internal melaksanakan tiga fungsi penting. Pengendalian untuk pencegahan (preventive control) mencegah timbulnya suatu masalah sebelum masalah tersebut muncul. Mempekerjakan personil akuntansi yang berkualifikasi tinggi, pemisahan tugas pegawai yang memadai, dan secara efektif mengendalikan akses fisik atas aset, fasilitas, dan informasi, merupakan pengendalian pencegahan yang efektif. Oleh karena tidak semua masalah mengenai pengendalian dapat dicegah. Pengendalian untuk pemeriksaan (detective control) dibutuhkan untuk mengungkap masalah begitu masalah tersebut muncul. Pengendalian korektif (corrective control) memecahkan masalah yang ditemukan oleh pengendalian untuk pemeriksaan. Pengendalian ini mencakup prosedur yang dilaksanakan untuk mengidentifikasi penyebab masalah, memperbaiki kesalahan atau kesulitan yang ditimbulkan, dan mengubah sistem agar masalah di masa mendatang dapat diminimalisasi atau dihilangkan.
46
Melihat betapa pentingnya pengendalian internal dalam kegiatan
operasional perusahaan, manajemen diharuskan untuk mengevaluasi desain
pengendalian internal maupun penerapannya sehingga tercipta pengendalian
internal yang kuat dan memberikan jaminan yang memadai berkenaan dengan
pencapaian tujuan perusahaan. Pengendalian internal yang lemah meningkatkan perusahaan akan kerugian keuangan atau kerusakan, serta peristiwarisiko peristiwa yang tidak diinginkan. Suatu kelemahan dalam pengendalian internal
dapat mengekspos perusahaan pada satu atau lebih dari jenis-jenis risiko berikut ini (Hall, 2001:151): 1.
Perusahaan aktiva (baik aktiva fisik maupun informasi).
2.
Pencurian aktiva.
3.
Korupsi informasi atau sistem informasi.
4.
Kekacauan sistem informasi.
1.4.5 Pihak yang Bertanggung Jawab atas Pengendalian Internal Setiap orang dalam organisasi bertanggung jawab terhadap pengendalian internal dan menjadi bagian dari pengendalian internal tersebut. Di samping itu, beberapa pihak luar seperti auditor independen dan badan pengatur (regulatory body) dapat membantu organisasi dengan cara memberikan informasi yang bermanfaat bagi manajemen dalam mengefektifkan pengendalian internal. Akan tetapi, pihak luar ini tidak bertanggung jawab atas efektivitas pengendalian internal organisasi.
Beberapa pihak
yang
bertanggung
jawab terhadap
47
pengendalian internal beserta perannya diuraikan oleh Mulyadi (2004:182) berikut ini:
1. Manajemen
Manajemen bertanggung jawab untuk mengembangkan dan menyelenggarakan
secara efektif pengendalian internal organisasinya. Direktur utama perusahaan bertanggung jawab untuk menciptakan atmosfer pengendalian di tingkat puncak agar kesadaran terhadap pentingnya pengendalian internal dapat
tumbuh di seluruh bagian organisasi. Di samping ini, direktur utama juga bertanggung jawab untuk menjamin bahwa semua komponen pengendalian internal terwujud di dalam organisasinya. Direktur keuangan dan akuntansi menjalankan peran penting dalam perancangan, implementasi, dan pemantauan sistem pelaporan keuangan organisasi, penyusunan rencana dan anggaran perusahaan, penilaian dan analisis kinerja, serta pencegahan dan pendeteksian pelaporan keuangan yang menyesatkan. 2. Dewan Komisaris dan Komite Audit Dewan komisaris bertanggung jawab untuk menentukan apakah manajemen memenuhi
tanggung
jawab
mereka
dalam
mengembangkan
dan
menyelenggarakan pengendalian internal. Komite audit (atau bila tidak ada, dewan komisaris sendiri), harus waspada dalam mengidentifikasi keberadaan penolakan manajemen atas pengendalian atau pelaporan keuangan yang curang dan segera mengambil tindakan yang diperlukan untuk membatasi tindakan yang tidak sesuai oleh manajemen (Boynton, et all, 2002:377).
48
3. Auditor Internal Auditor internal bertanggung jawab untuk memeriksa dan mengevaluasi
memadai atau tidaknya pengendalian internal entitasdan membuat rekomendasi
peningkatannya. Auditor internal bukan pihak utama yang bertanggung jawab
atas pengendalian internal entitas. Manajemen, dewan komisaris, dan komite audit merupakan pihak utama yang bertanggung jawab atas pengendalian internal entitas.
4. Personel Lain Entitas Peran dan tanggung jawab semua personel lain yang menyediakan informasi atau menggunakan informasi yang dihasilkan oleh pengendalian internal harus ditetapkan dan dikomunikasikan dengan baik. Sebagai contoh, semua personel harus
memahami
bahwa
mereka
bertanggung
jawab
untuk
mengkomunikasikan masalah yang timbul sebagai akibat dari ketidakpatuhan terhadap pengendalian internal, atau bertanggung jawab untuk menjadikan manajemen tingkat yang lebih tinggi sadar atas terjadinya tindakan pelanggaran hukum di dalam entitas. 5. Auditor Independen Sebagai bagian dari prosedur auditnya terhadap laporan keuangan, auditor eksternal dapat menemukan kelemahan pengendalian internal kliennya. Temuan audit tersebut akan dikomunikasikan kepada manajemen, komite audit, atau dewan komisaris, bersamaan dengan rekomendasi perbaikan. Dengan demikian, manajemen dapat melakukan peningkatan atas pengendalian internal entitas.
49
6. Pihak Luar Lain Pihak luar lain yang bertanggung jawab atas pengendalian internal entitas
adalah badan pengatur (regulatory body), seperti Bank Indonesia dan
Bapepam.
Badan
pengatur
ini
mengeluarkan
persyaratan
minimum
pengendalian internal yang harus dipatuhi oleh suatu entitas dan memantau kepatuhan entitas terhadap persyaratan tersebut.
1.4.6 Keterbatasan Pengendalian Internal Pengendalian internal setiap entitas memiliki keterbatasan bawaan atau keterbatasan yang melekat (inherrent limitations). Keterbatasan inilah yang menyebabkan mengapa pengendalian internal, sebaik apapun ia dirancang dan dioperasikan, hanya dapat memberikan keyakinan yang memadai (bukan mutlak) kepada manajemen dan dewan direksi berkenaan dengan pencapaian tujuan entitas. Berikut ini adalah berbagai keterbatasan bawaan yang melekat dalam setiap pengendalian internal yang dikutip dari Mulyadi dalam Auditing (2004:181) : 1. Kesalahan dalam Pertimbangan Seringkali,
manajemen
dan
personel
lain
dapat
salah
dalam
mempertimbangkan keputusan bisnis yang diambil atau dalam melaksanakan tugas rutin karena tidak memadainya informasi, keterbatasan waktu, atau tekanan lain.
50
2. Gangguan Gangguan dalam pengendalian yang telah ditetapkan dapat terjadi karena
personel secara keliru memahami perintah atau membuat kesalahan karena
kelalaian, tidak adanya perhatian, atau kelelahan. Perubahan yang bersifat
sementara maupun permanen dalam personel atau dalam sistem dan prosedur dapat pula mengakibatkan gangguan. 3. Kolusi
Tindakan bersama beberapa individu untuk tujuan kejahatan disebut dengan kolusi. Kolusi dapat mengakibatkan rusaknya pengendalian internal yang dibangun untuk melindungi kekayaan entitas dan tidak terungkapnya ketidakberesan atau tidak terdeteksinya kecurangan oleh pengendalian internal yang dirancang. 4. Pengabaian oleh Manajemen Manajemen dapat mengabaikan kebijakan atau prosedur yang telah ditetapkan untuk tujuan yang tidak sah seperti keuntungan pribadi manajer, penyajian kondisi keuangan yang berlebihan, atau kepatuhan semu. Contohnya adalah manajemen melaporkan laba yang lebih tinggi dari jumlah sebenarnya untuk mendapatkan bonus lebih tinggi bagi dirinya atau untuk menutupi ketidakpatuhannya terhadap peraturan perundangan yang berlaku. 5. Biaya Lawan Manfaat Biaya yang dibutuhkan untuk pengoperasian pengendalian internal tidak boleh melebihi manfaat yang diharapkan dari pengendalian internal tersebut. Karena pengukuran secara tepat, baik biaya maupun manfaat biasanya tidak mungkin
51
dilakukan, manajemen harus mempertimbangkan secara kuantitatif dan kualitatif dalam mengevaluasi biaya dan manfaat suatu pengendalian internal.
Sedangkan menurut Hall (2001:150), keterbatasan yang dimiliki oleh sistem
pengendalian internal meliputi:
1. Kemungkinan Adanya Kesalahan Tidak ada satupun sistem pengendalian internal yang sempurna. 2. Pengakalan
Personel mungkin mengakali sistem tersebut melalui kolusi atau cara-cara lainnya. 3. Manajemen Menolak Manajemen berada pada posisi menolak prosedur kontrol dengan cara personel mengubah transaksi atau dengan menyuruh bawahannya untuk melakukannya. 4. Perubahan Kondisi Kondisi dapat berubah sewaktu-waktu sehingga sistem kontrol yang ada menjadi tidak efektif.
1.5 Pengendalian Internal Sistem Informasi Akuntansi Pembelian Kredit Pembelian merupakan salah satu unsur penting dalam perusahaan karena merupakan salah satu kegiatan yang sangat besar pengaruhnya terhadap kelancaran aktivitas operasional organisasi. Pada perusahaan manufaktur, kegiatan pembelian biasanya dilakukan dalam jumlah besar dengan pembayaran secara kredit. Oleh karena volume pembelian yang sangat besar dan cara pembayaran
52
kredit, maka diperlukan sistem pengendalian internal yang memadai sehingga dapat menghasilkan informasi yang lengkap dan akurat mengenai proses
pembelian. Informasi yang lengkap dan akurat akan sangat membantu manajemen
dalam mengambil keputusan-keputusan penting dalam pengelolaan perusahaan.
Tujuan Pengendalian Internal Sistem Informasi Akuntansi Pembelian 1.5.1
Menurut Mulyadi (2001:311) tujuan dari pengendalian internal sistem
informasi akuntansi pembelian adalah menjaga kekayaan (persediaan) dan kewajiban perusahaan (utang usaha dan bukti kas keluar yang akan dibayar) serta menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi. Gelinas dan Sutton dalam Accounting Information Systems (2002:433-435) mengemukakan bahwa tujuan pengendalian yang dapat dicapai dari sistem pembelian yang terbagi dalam tujuan pengendalian untuk proses operasi dan sistem informasi adalah sebagai berikut: Those for operations process are as follows: Effectiveness of operations in respect to complying with the organization’s code of conduct concerningconflicts of interest, accepting illegalor improper payments, and like matters. Efficiency of the purchasing, receiving, payables, and cah disbursement processes. Resource security; note that the resources include the assets, cash, inventory, and the information resources represented by the purchase order and accounts payable master data. Those for the information systems are as follows: Input Validity (IV) of input events. Input Completeness (IC) and Input Accuracy (IA). Update Completeness (UC) and Update Accuracy (UA). Input validity for each input event type can be summarized as follows: Purchase requisition. Those that have been properly approved and that utilized existing (real) and approved vendors. Vendor packing slips. Those are supported by authorized purchase orders and that represent existing (real) receipts of goods and services.
53
Vendor invoices. Those that bill the company for goods that were actually ordered and actually received (i.e., the invoices are supported by proper purchase orders and receiving reports). Payment vouchers. Those that are documented by validated, unpaid, vendor invoices.
Adapun tujuan pengendalian internal yang dikemukakan oleh Committe of
Sponsoring Organization (COSO) adalah menjamin efektivitas dan efisiensi
operasi, keandalan laporan keuangan, serta kepatuhan terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku.
1.5.2 Penerapan Pengendalian Internal dalam Sistem Informasi Akuntansi Pembelian Kredit Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa sistem informasi akuntansi yang baik harus mengandung unsur pengendalian internal di dalamnya. Hal ini penting dilakukan untuk mencapai tujuan utama dari pengendalian internal akuntansi, yaitu menjaga kekayaan (persediaan) dan kewajiban perusahaan, serta menjamin ketelitian dan keandalan data akuntansi. Menurut Mulyadi (2001:311-312), terdapat unsur-unsur pengendalian internal yang seharusnya diterapkan dalam sistem informasi akuntansi pembelian sebagai berikut:
Organisasi 1.) Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi penerimaan. 2.) Fungsi pembelian harus terpisah dari fungsi akuntansi. 3.) Fungsi penerimaan harus terpisah dari fungsi penyimpanan barang.
54
4.) Transaksi pembelian harus dilaksanakan oleh fungsi gudang, fungsi
transaksi pembelian yang dilaksanakan hanya oleh satu fungsi secara lengkap.
penerimaan, fungsi pembelian, dan fungsi akuntansi. Tidak ada
Sistem Otorisasi dan Prosedur Pencatatan
1.) Surat permintaan pembelian diotorisasi oleh fungsi gudang untuk
barang yang disimpan dalam gudang, atau oleh fungsi pemakai barang,
untuk barang yang langsung dipakai. 2.) Surat order pembelian diotorisasi oleh fungsi pembelian atau pejabat yang lebih tinggi. 3.) Laporan penerimaan barang diotorisasi oleh fungsi penerimaan barang. 4.) Bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi akuntansi atau pejabat yang lebih tinggi. 5.) Pencatatan terjadinya hutang didasarkan pada bukti kas keluar didukung dengan surat order pembelian, laporan penerimaan barang, dan faktur dari pemasok. 6.) Pencatatan ke dalam kartu hutang dan register bukti kas keluar diotorisasi oleh fungsi akuntansi.
Praktik yang Sehat 1.) Surat
permintaan
pembelian
bernomoer
urut
tercetak
dan
pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi gudang. 2.) Surat order pembelian bernomor urut tercetak dan pemakaiannya dipertanggungjawabkan oleh fungsi pembelian.
55
3.) Laporan penerimaan barang bernomor urut tercetak dan pemakaiannya
4.) Pemasok dipilih berdasarkan jawaban penawaran harga bersaing dari berbagai pemasok.
5.) Barang hanya diperiksa dan dterima oleh fungsi penerimaan jika fungsi
dipertanggungjawabkan oleh fungsi penerimaan.
ini telah menerima tembusan surat order pembelian dari fungsi
pembelian. 6.) Fungsi penerimaan melakukan pemeriksaan barang yang diterima dari pemasok dengan cara menghitung dan menginspeksi barang tersebut dan mambandingkannya dengan tembusan surat order pembelian. 7.) Terdapat pengecekan harga, syarat pembelian, dan ketelitian perkalian dalam faktur dari pemasok sebelum faktur tersebut diproses untuk dibayar. 8.) Catatan yang berfungsi sebagai buku pembantu hutang secara periodik direkonsiliasi dengan rekening kontrol utang dalam buku besar. 9.) Pembayaran faktur dari pemasok dilakukan sesuai syarat pembelian
guna mencegah hilangnya kesempatan untuk memperoleh potongan tunai.