BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Analisis Beban Gempa Statik Ekivalen
Metode statik ekivalen merupakan suatu cara analisis statik secara tiga
dimensi linier. Sehubungan dengan sifat struktur bangunan gedung beraturan yang berperilaku sebagai struktur dua dimensi, sehingga respons dinamiknya
ditentukan oleh respons ragam yang pertama dan dapat ditampilkan sebagai akibat
dari beban gempa statik ekivalen. Rumus beban gempa lateral secara statik
ekivalen dapat dilihat pada persamaan (2.1).
Fi
Wi z i n
V
(2.1)
Wz
j j
j1
Keterangan: Fi
= Beban gempa lateral lantai ke-i
Wi
= Berat lantai tingkat ke-i
Zi
= Ketinggian lantai tingkat ke-i
V
= Beban geser dasar nominal
Nilai beban geser dasar nominal (V) pada persamaan di atas didapatkan dari perbandingan antara faktor keutamaan gedung, faktor respon gempa dan berat struktur total bangunan dengan faktor reduksi gempa. Adapun Langkah perhitungan beban gempa statik ekivalen, yaitu sebagai berikut : 1.
Klasifikasi Beban Gempa a.
Beban gempa nominal Nilai beban gempa nominal ditentukan oleh tiga hal, yaitu besarnya gempa rencana, tingkat daktilitas yang dimiliki struktur yang terkait dan tahanan lebih yang terkandung di dalam struktur tersebut.
V
C1 I Wt R
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
(2.2)
II - 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Keterangan:
b.
V
= Beban gempa nominal
C1
= Nilai faktor respon gempa
I
= Faktor Keutamaan
Wt
= Berat total struktur
R
= Faktor reduksi gempa
Beban gempa rencana Beban gempa rencana adalah nilai beban gempa yang peluang dilampauinya dalam rentang masa layan gedung 50 tahun adalah 10%.
2.
3.
Berat struktur total bangunan (Wt) a.
Berat struktur setiap lantai (Wi)
b.
Berat struktur seluruh lantai (Wt)
Waktu getar (T) a.
Pembatasan waktu getar alami fundamental Untuk mencegah penggunaan struktur bangunan gedung yang terlalu fleksibel, nilai waktu getar alami fundamental T1 dari struktur bangunan gedung harus dibatasi sesuai dengai persamaan (2.3) di mana koefisien ζ ditetapkan menurut Tabel 2.1.
T1 ξ.n
(2.3)
Keterangan: T1 = Waktu getar alami fundamental n
= Jumlah tingkat gedung
ξ
= Faktor pengali dari simpangan struktur bangunan gedung
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1 Koefisien ξ yang membatasi waktu getar alami struktur bangunan gedung
Wilayah Gempa 1 2 3 4 5 6
ξ 0,2 0,19 0,18 0,17 0,16 0,15
[ Sumber : SNI 03-1726-2002 hal 26 ]
4.
Faktor keutamaan gedung (I) Berbagai kategori gedung bergantung pada tingkat kepentingan gedung paska gempa, pengaruh gempa rencana terhadapnya harus dikalikan dengan Faktor Keutamaan (I) pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Faktor Keutamaan I untuk berbagai kategori gedung atau bangunan Faktor Keutamaan Kategori gedung
I1
I2
I
Gedung umum seperti untuk penghunian, perniagaan dan perkantoran Monumen dan bangunan monumental
1,0
1,0
1,0
1,0
1,6
1,6
Gedung penting pasca gempa seperti rumah sakit, instalasi air bersih, pembangkit tenaga listrik, pusat penyelamatan dalam keadaan darurat, fasilitas radio dan televisi. Gedung untuk menyimpan bahan berbahaya seperti gas, produk minyak bumi, asam, bahan beracun. Cerobong, tangki di atas menara.
1,4
1,0
1,4
1,6
1,0
1,6
1,5
1,0
1,5
[ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal. 12 ]
5.
Daktilitas struktur bangunan gedung (R) Nilai-nilai faktor daktilitas maksimum μm yang dapat dikerahkan oleh sejumlah jenis sistem atau subsistem struktur bangunan gedung dari hasil berbagai penelitian, berikut nilai Rm yang bersangkutan. Untuk setiap sistem
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
atau subsistem yang tercantum dalam Tabel 2.3 tentu dapat dipilih nilai μ
yang lebih rendah dari nilai μm-nya.
Semakin rendah nilai μ yang dipilih semakin tinggi beban gempa yang
akan diserap oleh struktur bangunan gedung tersebut, tetapi semakin
sederhana (ringan) pendetailan yang diperlukan dalam hubungan-hubungan
antar-unsur dari struktur tersebut. Untuk perancangan suatu struktur
bangunan gedung nilai μ dapat dipilih sendiri oleh perencana atau pemilik
gedung, asal memenuhi persamaan berikut :
1,4 μ
δm μm δy
(2.4)
Keterangan: μ
= Faktor daktilitas struktur gedung.
μ m = Nilai faktor daktilitas maksimum yang dapat dikerahkan δm
δy
oleh suatu sistem atau subsistem struktur gedung. = Simpangan maksimum struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat mencapai kondisi di ambang keruntuhan. = Simpangan struktur gedung akibat pengaruh Gempa Rencana pada saat terjadinya pelelehan pertama.
Tabel 2.3 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor tahanan lebih total bangunan gedung Sistem dan subsistem struktur bangunan gedung 1. Sistem dinding penumpu (Sistem struktur yang tidak memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Dinding penumpu atau sistem bresing memikul hampir semua beban gravitasi. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing). 2. Sistem rangka gedung (Sistem struktur yang pada dasarnya memiliki rangka ruang pemikul beban gravitasi secara lengkap. Beban lateral dipikul dinding geser atau rangka bresing).
Uraian sistem pemikul beban gempa
1. Dinding geser beton bertulang 2. Dinding penumpu dengan rangka baja ringan dan beban gravitasi 3. Rangka bresing di mana bresingnya memikul beban gravitasi a. Baja b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6)
2,7 1,8
Rm pers . (5) 4,5 2,8
2,8 1,8
4,4 2,8
2,2 2,2
1. Rangka bresing eksentris baja (RBE) 2. Dinding geser beton bertulang 3. Rangka bresing biasa a. Baja b. Beton bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 4. Rangka bresing konsentris khusus a. Baja
4,3 3,3
7,0 5,5
2,8 2,8
3,6 3,6
5,6 5,6
2,2 2,2
4,1
6,4
2,2
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
μm
F
2,8 2,2
II - 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.3 Faktor daktilitas maksimum, faktor reduksi gempa maksimum dan faktor tahanan lebih total bangunan gedung (lanjutan)
Sistem dan subsistem struktur bangunan gedung
Uraian sistem pemikul beban gempa
5. Dinding geser beton bertulang berangkai daktail 6. Dinding geser beton bertulang kantilever daktail penuh 7. Dinding geser beton bertulanng kantilever daktail parsial 3. Sistem rangka pemikul momen 1. Rangka pemikul momen khusus (SRPMK) ( sistem struktur yang pada a. Baja dasarnya memiliki rangka b. Beton bertulang ruang pemikul beban gravitasi 2. Rangka pemikul momen menengah beton secara lengkap. Beban lateral (SRPMM) (tidak untuk wilayah 5 & 6) dipikul rangka pemikul momen 3. Rangka pemikul momen biasa (SRPMB) terutama melalui mekanisme a. Baja lentur). b. Beton bertulang 4.Rangka batang baja pemikul momen khusus (SRPBMK) Sistem ganda (Terdiri dari: 1) 1.Dinding geser rangka ruang yang memikul a.Beton bertulang dengan SRPMK beton seluruh beban gravitasi; 2) bertulang pemikul beban lateral berupa b. Beton bertulang dengan SRPMB baja dinding geser atau rangka bresing c. Beton bertulang dengan SRPMM beton dengan rangka pemikul momen. bertulang Rangka pemikul momen harus 2.RBE baja direncanakan secara terpisah a.Dengan SRPMK baja mampu memikkul sekurangb.Dengan SRPMB baja kurangnya 25% dari seluruh 4. Rangka bresing biasa beban lateral; 3) kedua sistem a. Baja dengan SRPMK baja harus direncanakan untuk b. Baja dengan SRPMB baja memikul secara bersama-sama c. Beton bertulang dengan SRPMK beton seluruh beban lateral dengan bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) memperhatikan interaksi / sistem d. Beton bertulang dengan SRPMM beton ganda) bertulang (tidak untuk wilayah 5 & 6) 1. Sistem struktur bangunan 5. Rangka bresing konsentris khusus gedung kolom kantilever: a. Baja dengan SRPMK baja (Sistem struktur yang b. Baja dengan SRPMB baja memanfaatkan kolom Sistem struktur kolom kantilever kantilever untuk beban lateral) Beton bertulang menengah ( tidak untuk 2. Sistem interaksi dinding geser wilayah 5 & 6) dengan rangka 3. Subsistem tunggal (Subsistem 1. Rangka terbuka baja struktur bidang yang 2. Rangka terbuka beton bertulang membentuk struktur bangunan 3. Rangka terbuka beton bertulang dengan gedung secara keselururuhan) balok beton pratekan (bergantung pada indeks baja total) 4. Dinding geser beton bertulang barangkai daktail penuh 5. Dinding geser beton bertulang barangkai daktail parsial.
4,0
Rm pers . (5) 6,5
2,8
3,6
6,0
2,8
3,3
5,5
2,8
5,2 5,2 3,3
8,5 8,5 5,5
2,8 2,8 2,8
2,7 2,1 4,0
4,5 3,5 6,5
2,8 2,8 2,8
5,2
8,5
2,8
2,6 4,0
4,2 6,5
2,8 2,8
5,2 2,6
8,5 4.2
2,8 2,8
4,0 2,6 4,0
6,5 4,2 6,5
2,8 2,8 2,8
2,6
4,2
2,8
4,6 2,6 1,4 3,4
7,5 4,2 2,2 5,5
2,8 2,8 2 2,8
5,2 5,2 3,3
8,5 8,5 5,5
2,8 2,8 2,8
4,0
6,5
2,8
3,3
5,5
2,8
μm
F
[ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal. 16 ]
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.4 Faktor daktilitas struktur gedung
Taraf Kinerja Struktur Gedung Elastik Penuh
Daktail Parsial
Daktail Penuh
μ
R
1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5 4,0 4,5 5,0 5,3
1,6 2,4 3,2 4,0 4,8 5,6 6,4 7,2 8,0 8,5
[ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal 15 ]
6.
Jenis tanah dan perambatan gelombang gempa Jenis tanah ditetapkan sebagai tanah keras, tanah sedang dan tanah lunak, apabila untuk lapisan setebal maksimum 30 meter paling atas dipenuhi syarat-syarat yang tercantum dalam Tabel 2.5. Tabel 2.5 Jenis-jenis Tanah dan Klasifikasinya Jenis tanah
Tanah Keras Tanah Sedang Tanah Lunak
Tanah Khusus
Kecepatan Nilai hasil Test Kuat geser rambat Penetrasi niralir gelombang geser Standar rerata rerata ͞S u (kPa) rerata, vs (m/det) ͞N vs ≥ 350 ͞N ≥ 50 ͞Su ≥ 100 175 ≤ vs < 350 ͞N 15 ≤ N ͞ < 50 50 ≤ ͞Su < 100 vs < 75 ͞N < 15 ͞Su < 50 atau, semua jenis tanah lempung lunak dengan tebal total lebih dari 3 meter dengan PI > 20, wn ≥ 40% dan Su < 25 kPa Diperlukan evaluasi khusus di setiap setiap lokasi
[ Sumber: SNI 03-1726-2002, hal. 18 ]
7.
Wilayah gempa dan respon spektrum Indonesia ditetapkan terbagi dalam 6 Wilayah Gempa seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.1, di mana Wilayah Gempa 1 adalah wilayah
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dengan kegempaan paling rendah dan Wilayah Gempa 6 dengan kegempaan
paling tinggi.
Gambar 2.1 Peta zona wilayah gempa Indonesia [ Sumber : SNI 03-1726-2002]
Untuk masing-masing wilayah gempa ditetapkan spektrum respons Gempa Rencana C-T seperti ditunjukkan dalam Gambar 2.2. Nilai faktor respon gempa (C) dapat diketahui berdasarkan wilayah gempa pada lokasi gedung yang akan dibangun, jenis tanah pada lokasi yang akan dibangun berdasarkan hasil uji SPT dan waktu getar empiris yang telah diperhitungkan sebelumnya.
Gambar 2.2 Respon spektrum gempa rencana untuk 6 wilayah gempa di Indonesia [ Sumber : SNI 03-1726-2002 ]
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 2.2 Respon spektrum gempa rencana untuk 6 wilayah gempa di Indonesia (lanjutan) [ Sumber : SNI 03-1726-2002 ]
8.
Waktu getar alami fundamental Waktu getar alami fundamental struktur bangunan gedung beraturan dalam arah masing-masing sumbu utama dapat ditentukan dengan rumus Rayleigh sebagai berikut: n
Wd
2
i
T1 6 ,3
i 1 n
g Fi d i
(2.5)
i 1
Keterangan: Wi
= Berat lantai tingkat ke-i
Fi
= Beban gempa rencana lantai tingkat ke-i
di
= Simpangan horizontal lantai tingkat ke-i
g
= Percepatan gravitasi
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2
Sambungan Baut Setiap struktur baja merupakan gabungan dari beberapa komponen batang
yang disatukan dengan alat pengencang. Salah satu alat pengencang yang biasa digunakan yaitu las, paku keling dan baut terutama baut mutu tinggi. Baut mutu
tinggi menggeser penggunaan paku keling sebagai alat pengencang karena beberapa kelebihan yang dimilikinya, seperti jumlah tenaga kerja yang lebih sedikit, kemampuan menerima gaya yang lebih besar dan secara keseluruhan
dapat menghemat biaya konstruksi. Selain mutu tinggi ada pula baut mutu normal terbuat dari baja karbon rendah. Berikut Tabel 2.6 merupakan tipe-tipe baut A307
dengan diameter, proof load dan kuat tarik minimumnya. Tabel 2.6 Tipe Baut Kuat Tarik min
Tipe Baut
Diameter (mm)
Proof Stress (MPa)
A307
6,35 – 104
-
60
A325
12,7 – 25,4
585
825
A490
12,7 – 38,1
825
1035
(MPa)
[ sumber : perencanaan struktur baja dengan metode LRFD ]
Tahanan Nominal Baut Suatu baut yang memikul beban terfaktor (Ru), sesuai persyaratan LRFD harus memenuhi : Ru ≤ ϕ. Rn
(2.6)
Dengan Rn adalah tahanan nominal baut sedangkan ϕ adalah factor reduksi yang diambil sebesar 0,75. Besarnya Rn berbeda-beda untuk masing-masing tipe sambungan.
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Tahanan Geser Baut Tahanan nominal satu buah baut yang memikul gaya geser memenuhi
persamaan : Rn = m. r1. fub. Ab
Dengan :
(2.7)
r1 = 0,50 untuk baut tanpa ulir pada bidang geser r1 = 0,40 untuk baut dengan ulir pada bidang geser
fub adalah kuat tarik baut (MPa)
Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
m adalah jumlah bidang geser
Tahanan Tarik Baut Baut yang memikul gaya tarik tahanan nominalnya dihitung menurut : Rn = 0,75 . fub. Ab
(2.8)
fub adalah kuat tarik baut (MPa)
Dengan :
Ab adalah luas bruto penampang baut pada daerah tak berulir
Tahanan Tumpu Baut Tahanan nominal satu buah baut yang memikul gaya geser memenuhi persamaan : Rn = 2,4. fu. db.. tp Dengan :
(2.9)
fu adalah kuat tarik putus terendah dati baut atau pelat db adalah diameter baut pada daerah tak berulir tp adalah tebal pelat
2.3
Analisis Kapasitas Struktur Balok 2.2.1 Analisis Balok Tulangan Ganda Penampang bertulang rangkap mempunyai tulangan tarik dan tulangan tekan.
Dalam analisis dan desain elemen struktur balok yang mempunyai
tulangan tekan As’,penampangnya secara teoritis dibagi menjadi dua bagian sebagaimana yang diperlihatkan pada Gambar 2.3. LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(i)regangan
(ii)tegangan
Gambar 2.3 Diagram regangan tegangan pada balok tulangan ganda
h = tinggi balok [ mm ] b = lebar balok [ mm ] c = garis netral [ mm ] εc = regangan beton [ 0,003 ] ε s= regangan baja tulangan tarik εs ’ = regangan baja tulangan tekan C c = gaya tekan beton [ N ] Cs ’ = gaya tekan baja tulangan tekan [ N ] T s = gaya tarik baja tulangan [ N ] d = tinggi effektif balok,ditentukan dari serat tekan terluar sampai dengan titik berat tulangan tarik [ mm ] d’ = jarak serat tekan terluar sampai dengan titik berat tulangan tekan [mm] As = luas tulangan tarik [ mm2 ] As’= luas tulangan tekan [ mm2 ] a
= tinggi blok tegangan persegi ekivalen [ mm ] = β1.c
Mn = momen nominal penampang [ Nmm ]
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dengan mengasumsikan tulangan tarik dan tekan sudah leleh, maka :
fs = fy
ɛ >ɛ
fs ’ = fy
ɛ ′≥ɛ
Dari keseimbangan gaya horizontal pada diagram (iii) tegangan
H=0
Cc + Cs’ = Ts
(2.10)
0,85.fc’.a.b + As’.fs ’ = As.fs
(2.11)
0,85.fc’.a.b + As’.fs ’ = As.fy
(2.12)
′
a=
(2.13)
. ′.
,
c=
(2.14)
kontrol terhadap asumsi di atas bahwa fs = fy
ɛ =ɛ
fs ’ = fy
ɛ ′=ɛ
Dari diagram regangan ɛ
ɛ ′
=
ɛ ′=
′)
(
ɛ
= 0,003
(
′)
ɛ
=
sudah leleh
−
= =
(2.15)
(
)
.
(2.16)
Bila kedua asumsi di atas benar, maka besarnya momen nominal (Mn) Mn = Cc .
−
+ Cs’ (d-d’)
(2.17)
dan Mu < ⱷ Mn Bila tulangan tekan belum leleh, sedangkan tulangan tarik sudah leleh, maka harus ada koreksi terhadap garis netral atau nilai a, karena tegangan tulangan tekan tidak sama denggan tegangan leleh, sehingga besarnya nilai : LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 12
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
fs ≠ f, atau
ɛ ′≠ɛ
Dari keseimbangan gaya horizontal pada diagram (iii) tegangan
H=0
Cc + Cs’ = Ts
(2.18)
0,85.fc’.a.b + As’.fs ’ = As . fy
(2.19)
fs ’ = ɛ ′. E , dengan nilai Es = 200000 Mpa
(2.20)
ɛ
ɛ ′
=
ɛ ′=
(
′)
. ɛ , dengan nilai c = ′
.ɛ
=
=
(2.22)
′.
= 1− =
(2.21)
.ɛ
′.
′.
(2.23)
.ɛ
(2.24)
. 0,003
(2.25)
fs = ɛ ′. E = = 600
(2.26) ′.
.0,003.200000 ′.
a
(2.27)
a
Dengan mensubtitusikan persamaan di atas (fs’) ke dalam persamaan ∑ = 0, maka Keseimbangan gaya horizontal ∑
=0
Cc + Cs’ = Ts
(2.28)
0,85.fc’.a.b + As’. fs ’ = As . fy
(2.29)
0,85.fc’.a.b + As . 600
′.
a
= As . fy , mengalikan pers. Dengan
nilai a 0,85. fc’.b.a2 + As’.600.a – As’.600. 1.d = As.fy.a
(2.30)
0,85. fc’.b.a2 + (As’.600 – As.fy) a – As’.600. 1.d = 0 (2.31) a1 dan a2 akan didapatkan hasilnya LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Besarnya momen nominal yang terjadi (Mn) adalah :
=
− ′
= 0,85
′( − ′ )
+
+
−
Kekuatan momen rencana ∅
momen luar rencana
(2.32) ′
′
( −
′
)
(2.33)
harus lebih besar atau sama dengan
, jadi:
≤∅
(2.34)
Kontrol daktilitas (rasio penulangan)
Rasio penulangan minimum ( ′
min =
atau
=
min
,
min)
,
(2.35)
diambil nilai terbesar dari kedua nilai tersebut
Rasio penulangan minimum (
max)
Untuk komponen struktur beton dengan tulangan tekan,bagian ρb untuk tulangan tekan tidak perlu direduksi dengan faktor 0,75 = 0,75
,
′
+ ′
′
Untuk menentukan rasio penulangan seimbang ( =
,
′
+
′
(2.36) )
′
(2.37)
Dengan catatan, bila : fs’< fy, maka digunakan nilai fs’ fs’ ≥ fy, maka digunakan nilai fy
2.2.2 Gaya Geser Pada Balok Perilaku balok beton bertulang pada keadaan runtuh karena geser lentur sangat berbeda dengan keruntuhan yang disebabkan olen lentur (momen). Balok dengan keruntuhan geser, pada umumnya tidak adanya peringatan terlebih dahulu. Untuk perilaku kegagalan getas ini, perlu direncanakan penampang yang cukup kuat untuk memikul gaya geser yang terjadi. LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Gaya geser yang terjadi akan dipikul secara bersama-sama antar beton
dan tulangan geser. Tulangan geser yang diperlukan untuk memikul gaya
geser terdapat dua jenis yaitu :
a.
Sengkang vertikal
b.
Sengkang miring.
Perencanaann penampang akibat geser lentur harus harus didasarkan
pada :
≥
(2.38)
Keterangan :
φ =Faktor reduksi kekuatan Vn= Kuat geser nominal penampang Vu= Kuat geser terfaktor penampang yang ditinjau
Perhitungan Nilai Gaya Geser Untuk perhitungan nilai gaya geser dapat dihitung dari persamaan berikut : Mn l Mn r Vug L L Mn l Mn r Vug R L
Vu L
(2.39)
Vu R
(2.40)
Untuk nilai geser di tumpuan diambil gaya geser yang maksimum diantara nilai Vu di atas kemudian dibandingkan lagi dengan nilai Vu akibat gempa yang sudah dikali dua beban rencana sesuai dengan SNI 03-2847-2002 Pasal 23.10 (3(2)) dan diambil nilai yang paling besar. Besarnya kuat geser nominal penampang dapat dihitung dari persamaan sebagai berikut: =
+
(2.41)
Keterangan : Vn = Kuat geser nominal penampang Vc = Kuat geser nominal yang didapat dari beton Vs = Kuat geser nominal yang didapat dari tulangan sengkang
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 15
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kuat Geser yang Ditahan Beton
Sesuai dengan peraturan bahwa kuat geser yang ditahan oleh beton
sebesar :
a.
Untuk komponen struktur yang dibebani oleh geser dan lentur.
=
√ ′
(2.42)
Tetapi tidak boleh lebih besar dari pada 0,3
′
dan
tidak
boleh diambil melebihi 1,0. Dimana Mu merupakan momen terfaktor yang terjadi.
b.
Untuk komponen yang dibebani gaya tekan aksial = 1+
√ ′
(2.43)
,
Kuat Geser yang Ditahan Sengkang Besarnya kuat geser yang ditahan oleh tulangan sengkang sebagai berikut : Tulangan sengkang tegak lurus terhadap sumbu aksial komponen struktur : =
(2.44)
Keterangan : Vs = Kuat geser akibat tulangan sengkang (N) Av = Luas tulangan geser untuk dua kaki fy = Tegangan leleh baja tulangan (Mpa) d = Tinggi efektif balok (mm) S = Jarak antar tulangan sengkang (mm) Namun nilai Vs harus tidak boleh lebih besar dari
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
′
.
II - 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4
Analisis Kapasitas Struktur Kolom 2.3.1 Analisis kapasitas Lentur dan Aksial kolom
Diagram interaksi merupakan suatu diagram yang menunjukkan
hubungan antara gaya aksial nominal
dengan momen nominal
atau
eksentrisitas e kolom, sehingga dapat diketahui batas wilayah aman kolom
terhadap kombinasi beban aksial dan momen.
Diagram interaksi yang biasa dikenal adalah diagram interaksi yang
menggambarkan hubungan antara:
dan
dan e 1/
dan e
Hubungan antara gaya aksial nominal dengan momen atau eksentrisitas dapat ditentukan dalam beberapa kondisi berikut: a. Beban tekan aksial konsentris Dengan memperhitungkan luas tulangan dengan luas total berada pada penampang kolom
yang
, maka gaya total atau kuat tekan
nominal pada penampang kolom adalah sebagai berikut: =
+
= 0,85
(2.45) ′
−
+
(2.46)
Dalam kasus ini, momen atau eksentrisitas pada penampang = 0 b. Beban tarik aksial konsentris Pada kondisi ini, seluruh penampang kolom menerima tegangan tarik sehingga kontribusi beton dalam menahan beban tarik dapat diabaikan, gaya dalam hanya disumbangkan oleh tulangan, sehingga gaya total atau kuat tarik nominal pada penampang adalah: =
(2.47)
Dalam kasus ini, momen atau eksentrisitas pada penampang = 0
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 17
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
c. Kondisi regangan berimbang (balanced)
0,85
′
′
′
P
1
g.n
ℎ
Pusat berat plastis
(i)regangan
(ii)tegangan
Gambar 2.4 Diagram regangan tegangan penampang kolom pada kondisi berimbang
Pada kondisi berimbang, letak garis netral diukur dari sisi tekan beton terluar, dihitung menggunakan persamaan berikut: =
=
0,003 0,003 +
(2.48)
dan regangan pada baja terluar adalah: =
−
0,003
(2.49)
Tegangan pada baja tulangan : untuk, |
|<
→
=
untuk, |
|≥
→
=
.
Gaya internal pada baja tulangan =
(2.50) (2.51) :
.
(2.52)
Resultan gaya internal baja tulangan
:
=
(2.53)
Momen akibat gaya internal baja tulangan M =F
:
b −d 2
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
(2.54)
II - 18
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Momen akibat gaya internal baja tulangan:
M =
M
(2.55)
Gaya internal pada beton tekan C : C = 0,85 f ′ . h. β . c
(2.56)
Momen akibat gaya internal tekan beton terluar M :
(d − β . c) 2 Gaya aksial pada kondisi berimbang:
M =C
(2.57)
P =C +C
(2.58)
Momen nominal pada kondisi berimbang: M =M +M
(2.59)
Perhitungan eksentrisitas yang terjadi: e=
M P
(2.60)
d. Pada kondisi tekan dominan Pada kondisi tekan dominan perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan nilai
= ∞ dengan ketentuan nilai c pada kondisi tekan
dominan lebih besar dari nilai c pada kondisi berimbang > (Gambar2.5). Perhitungan pada kondisi tekan dominan dengan nilai = ∞. Tahapan perhitungan seperti analisis pada kondisi berimbang. 0,85 ′
′
′ 1
P Pusat berat plastis
ℎ
g.n
(i)regangan
(ii)tegangan
Gambar 2.5 Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi tekan dominan LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 19
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
e. Pada kondisi tarik dominan
0,85
′
′
′
P
1
g.n
Pusat berat plastis
ℎ
(i)regangan
(ii)tegangan
Gambar 2.6 Diagram tegangan regangan penampang kolom pada kondisi tarik dominan
Seperti halnya perhitungan pada kondisi tekan dominan, pada kondisi tarik dominanpun perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan nilai
= ∞ dengan ketentuan nilai c pada kondisi tarik dominan lebih
kecil dari nilai c pada kondisi berimbang ( < berimbang). Perhitungan pada kondisi tarik dominan dengan nilai
= ∞. Tahapan perhitungan
seperti analisis pada kondisi berimbang.
2.3.2 Hubungan-hubungan gaya pada diagram interaksi
Hubungan gaya aksial
dan momen nominal
Gambar 2.7 Grafik daerah aman pada diagram interaksi
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
−
II - 20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Daerah aman dinyatakan dalam daerah I, II, III, dan IV. Daerah I dan
II menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tekan dominan , sedangkan
daerah III dan IV menyatakan kombinasi beban dengan kondisi tarik
dominan. Daerah IV menyatakan kombinasi beban dengan beban aksial
tarik. Daerah I adalah daerah yang menyatakan beban kolom dengan
eksentrisitas kecil. Kondisi aman pada daerah I dibatasi dengan nilai beban
aksial sebesar:
.
= 0,85
, untuk kolom dengan pengikat spiral
(2.61)
.
= 0,80
, untuk kolom dengan pengikat sengkang
(2.62)
Pembatasan tersebut dimaksudkan sebagai upaya pengamanan, dengan mengingat bahwa pada keadaan yang sesungguhnya sangat sulit untuk mengkondisikan suatu beban aksial betul-betul bekerja secara konsentris. Perhitungan
kapasitas
penampang
elemen
struktur
kolom
menggunakan bantuan perangkat lunak SP Column. Data yang diperlukan untuk dapat melakukan proses running meliputi jumlah Serta diameter tulangan
yang
digunakan,
mutu
beton,
dan
mutu
baja.
Proses
penggunaannya tergolong sederhana, cukup dengan memasukkan data tersebut dalam waktu yang singkat dapat dihasilkan sebuah diagram interaksi yang menunjukan
aman tidaknya kolom yang direncanakan.
Untuk langkah analisis kapasitas penampang kolom menggunakan SP Column dapat dilihat pada Lampiran 3.
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 21
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.3.3 Analisis geser kolom
a.
Perhitungan gaya geser rencana kolom akibat Mn kolom
Pu Mn1
Vu.t
ln
.
=
.
+
=
Vu.t Mn2 Pu
Gambar 2.8 Perencanaan geser kolom berdasarkan momen plastis kolom
Perhitungan gaya geser rencana kolom yang diakibatkan oleh momen plastis Mn kolom dengan melihat Gambar 2.8, sehingga dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : .
b.
=
.
=
+
(2.63)
Perhitungan gaya geser rencana
3
Mn.t2
Mn1.2b
. 2
.2
Lt.b b .2
Mn1.2a
.
2
Mn1.1b
Lt.a
.1
.
a Mn.b2 . 2
Mn1.1a
.1
1
Gambar 2.9 Perencanaan geser kolom berdasarkan momen plastis balok LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 22
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Namun, harga
kolom tidak perlu lebih besar dari akumulasi
balok-balok yang merangka pada kolom tersebut. Sehingga digunakan
dari akumulasi
balok yang didistribusikan pada kolom, dengan
perhitungan menggunakan persamaan berikut :
.
=
.
=
(
.
+
.
)
(2.64)
(
.
+
.
)
(2.65)
+
+
dan nilai gaya geser renca
akibat
balok, dihitung menggunakan
persamaan berikut : .
c.
=
.
.
=
+
.
(2.66)
.
Kontrol gaya geser rencana Nilai gaya geser rencana
geser ultimite yang terjadi
tidak boleh lebih kecil dari nilai gaya
.
> d.
(2.67)
Kapasitas geser yang diberikan oleh beton Sesuai SNI-03-2847-2002 bahwa nilai = 0, bila :
menganggap ′
< e.
pada sepanjang bentang
/20
(2.68)
Perhitungan kapasitas geser yang diberikan beton Apabila ketentuan mengenai kontrol nilai
nilai
tidak terpenuhi, maka
dihitung menggunakan persamaan berikut :
Apabila pada kolom terjadi gaya aksial tekan terfaktor = 1+
14
6
.
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
dihitung dengan : (2.69)
II - 23
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Apabila pada kolom terjadi gaya aksial tarik terfaktor
= 1+
f.
0,3 6
dihitung dengan :
.
(2.70)
Perhitungan kapasitas geser akibat sengkang terpasang Perhitungan kapasitas geser yang diberikan oleh sengkang adalah
sebagai berikut :
=
(2.71)
Apabila pengaruh puntir dapat diabaikan, tulangan geser yang dihitung
menggunakan persamaan diatas minimum harus memiliki luas sebesar:
= g.
75 200
≥
1 3
(2.72)
Perhitungan kuat geser kolom eksisting Perhitungan kuat geser kolom eksisting dihitung menggunakan
persamaan berikut: = (
2.5
+
)≥
(2.73)
Analisis Perkuatan Elemen Struktur Balok menggunakan Fiber Reinforced Polymer (FRP) 2.5.1 Perkuatan Menggunakan Fiber Reinforced Polymer (FRP) Prinsip dari perkuatan menggunakan Fiber Reinforced Polymer (FRP) pada dasarnya sama seperti penambahan pelat baja pada struktur, sehingga penambahan dilakukan pada bagian tarik dari struktur. FRP dapat digunakan untuk perkuatan lentur, maupun untuk perkuatan geser pada balok. Aplikasi pemasangan FRP pada balok dilakukan dengan cara merekatkan bahan FRP pada serat tarik balok beton tersebut dengan menggunakan epoxy resin.
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.5.2 Faktor Reduksi Kekuatan
Faktor reduksi kekuatan diberikan dalam persamaan (2.74) hingga
(2.103) sesuai dalam ACI Commitee 440,2002 adalah sebagai berikut :
= 0,9 untuk
= 0,7 +
≥ 0,005
0,20 ( − 0,005 −
= 0,7 untuk
)
(2.74) untuk
<
< 0,005
(2.75)
≤
(2.76)
2.5.3 Perkuatan Lentur Balok Menggunakan FRP
Kapasitas lentur balok didasarkan pada kekuatan batas ultimit, yang
ditentukan oleh batasan kuat tekan beton dan tegangan leleh baja tulangan serta tegangan efektif Fiber Reinforced Polymer (FRP). 0,85Fc’
Ɛcu = 0,003 d’ c
gn h
Ɛs ‘
Fs’
½a
C1
a
Cc
d
½a As
Af = ntfc f
h-c
b (a) penampang
d-c Ɛs Ɛfe
fs Ffe = Ef
Ts Ɛfe
Tfe = Af E f
Ɛfe
Ɛbi
(b) Distribusi regangan
(c) Distribusi teg. ekivalen
(d) Kopel gaya
Gambar 2.10 Diagram regangan tegangan perkuatan lentur balok
a.
Perhitungan properti FRP Perhitungan properti FRP meliputi perhitungan luas penampang FRP
yang digunakan, perhitungan mengacu pada ACI Committee 440. Perhitungan luas penampang FRP yang digunakan dihitung menggunakan persamaan berikut : =
(2.77)
Dimana, n adalah jumlah lapis FRP yang digunakan
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 25
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
b.
Perhitungan tegangan FRP Tegangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan berikut :
=
∗
.
(2.78)
c.
Perhitungan regangan disain FRP Regangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan berikut :
=
d.
∗
.
(2.79)
Perhitungan rasio FRP terhadap penampang balok
Perhitungan rasio FRP dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : (2.80)
=
e.
Perhitungan tingkat regangan beton pada ikatan FRP Perhitungan tingkat regangan beton pada ikatan FRP dihitung dengan
persamaan berikut: (ℎ −
=
)
(2.81)
dimana , =
=
+
3
+
+2
+
ℎ
–
+
(2.109)
( − )
(2.82)
adalah asumsi momen yang terjadi pada saat dilakukan perkuatan menggunakan FRP dan c sebagai asumsi awal digunakan 0,2d .
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 26
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
f.
Perhitungan koefisien ikatan FRP dengan beton Perhitungan koefisien ikatan FRP dihitung menggunakan persamaan
berikut:
=
≤ 180000 digunakan persamaan sebagai berikut:
Untuk 1 60
=
360000
≤ 0,9
(2.83)
> 180000 digunakan persamaan sebagai berikut:
Untuk
1−
1 60
Dimana
90000
≤ 0,9
(2.84)
adalah jumlah lapis FRP yang digunakan dikali tebal FRP
dikalikan modulus elastisitas FRP yang digunakan.
g.
Perhitungan regangan efektif FRP Perhitungan regangan efektif FRP dihitung menggunakan persamaan
sebagai berikut: = 0,003
ℎ−
−
≤
(2.85)
Dimana terdapat batasan bahwa regangan efektif FRP harus kurang dari atau sama dengan koefisien ikatan FRP dikalikan dengan regangan desain FRP.
h.
Perhitungan regangan tulangan tarik Perhitungan regangan tulangan tarik baja setelah dilakukan perkuatan
menggunakan FRP, sehingga perhitungan regangan tulangan tarik dihitung berdasarkan persamaan berikut: =
+
.
− ℎ−
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
(2.86)
II - 27
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
i.
Kontrol asumsi nilai c Asumsi nilai c diperiksa menggunakan persamaan berikut:
.
=
+ .
.
− .
.
.
(2.87)
Persamaan di atas digunakan karena balok eksisting menggunakan tulangan
ganda. Apabila nilai c asumsi ≠ c hasil kontrol, maka perhitungan dapat
diulang kembali hingga asumsi nilai c ≅ nilai c hasil kontrol. j.
Perhitungan momen kapasitas balok yang diperkuat menggunakan FRP Perhitungan momen kapasitas balok yang diperkuat menggunakan
FRP dihitung menggunakan persamaan (2.88). Kontribusi dari FRP masih perlu dikalikan dengan faktor reduksi sebesar =
−
2
( −
+
= 0,85.
)+
ℎ−
2 (2.88)
2.5.4 Perkuatan Geser Balok Kuat geser nominal tulangan geser
merupakan gabungan kontribusi beton
dan pemasangan FRP
,
. Sehingga perhitungan kapasitas
geser balok dihitung menggunakan persamaan (2.89) sesuai ACI Committee 440. =
+
+
(2.89)
adalah kuat geser yang diberikan FRP dan telah direduksi sebesar Sedangkan nilai
(a)
.
diperoleh dari persamaan (2.90):
(b)
(c)
Gambar 2.11 Variasi pemasangan FRP untuk perkuatan geser LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
(a)
(c)
Gambar 2.12 Ilustrasi variabel dimensi pada perkuatan geser
(b)
dimana : =
(sin
adalah luas FRP, geser dan
+ cos )
(2.90)
adalah tinggi FRP yang dipasang untuk perkuatan
adalah jarak antar FRP yang dipasang untuk perkuatan geser.
=2
(2.91)
=
(2.92)
Dimana regangan efektir FRP
yang dipasang pada keempat sisi
untuk perencanaan geser, dihitung menggunakan persamaan berikut : ≤ 0,75
(2.93)
Keterangan: = 0,75 = 0,95 untuk komponen yang ditutup lembaran FRP pada keliling penampang tersebut atau keempat sisinya (Gambar 2.11). = 0,85 untuk pemasangan U-wrap atau tiga sisi (Gambar 2.11).
2.6
Analisis Perkuatan Elemen Struktur Kolom menggunakan Fiber Reinforced Polymer (FRP) 2.6.1 Perkuatan Elemen Struktur Kolom Sistem perkuatan menggunakan FRP
dapat digunakan untuk
meningkatkan kapasitas tekan aksial dengan cara memberikan efek kekangan (confined) menggunakan FRP (ACI Commitee 440, 2002). LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Kekangan pada kolom dilakukan secara melintang terhadap sumbu
longitudinal kolom. Dalam kasus ini serat melingkar FRP mirip dengan
sengkang konvensional. Balutan FRP memberikan kekangan pasif pada
kolom. Sehingga rekatan antara FRP dengan beton sangatlah penting. Kuat
tekan beton terkekang dapat dihitung menggunakan persamaan (2.95).
Adapun persamaan yang digunakan untuk menghitung kapasitas tekan
aksial kolom yang terkekang oleh FRP dapat dihitung menggunakan
persamaan berikut sesuai (ACI Commitee 440,2002) :
Untuk kolom persegi dengan sengkang digunakan persamaan berikut :
=
0,8 0,85
−
+
(2.94)
ѱ adalah faktor reduksi tambahan dengan nilai Commitee 440,2002) dan kuat tekan beton terkekang
= 0,95 (ACI dihitung
menggunakan persamaan berikut : =
2,25 1 + 7,9
dimana
−2
− 1,25
(2.95)
adalah tekanan lateral akibat laminasi FRP yang dihitung
menggunakan persamaan berikut : =
2
=
(2.96)
2
Jika pemasangan FRP pada kolom ditujukan untuk mengalami kombinasi aksial dan geser, sehingga regangan FRP harus dibatasi berdasarkan kriteria pada persamaan berikut : = 0,004 ≤ 0,75 Untuk rasio perkuatan menggunakan FRP
(2.97) pada penampang persegi dan
persegi panjang, dihitung menggunakan persamaan berikut : =
2
( + ℎ) ℎ
(2.98)
dan faktor efisiensi untuk penampang persegi dan persegi panjang harus ditentukan berdasarkan geometri, aspek rasio dan konfigurasi baja tulangan.
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Persamaan (2.99) digunakan untuk menentukan faktor efisiensi (ACI
Commitee 440,2002), dimana r adalah jari-jari tepi kolom.
=1−
( − 2 ) + (ℎ − 2 ) 3 ℎ (1 − )
(2.99)
efek kekangan dari balutan FRP harus diabaikan untuk penampang persegi
panjang dengan aspek rasio /ℎ melebihi 1,5 atau dimensi tampak b atau h
melebihi 36 in (900 mm) , kecuali hasil pengujian dapat membuktikan
efektivitas tersebut (ACI Commitee 440, 2002).
Dimana
adalah rasio tulangan longitudinal kolom yang terkekang
dapat dihitung menggunakan persamaan berikut : =
(2.100)
2.6.2 Detail Perkuatan Menggunakan FRP Sesuai ACI Committee 440 bahwa detail pemasangan FRP untuk perkuatan struktur tergantung pada geometri struktur, kekuatan dan kualitas substrat, dan tingkat beban yang harus ditopang oleh lembaran FRP. Banyaknya kegagalan rekatan antara FRP dengan beton dapat dihindari dengan mengikuti panduan detail pemasangan FRP seperti berikut : 1.
Balutan FRP tidak boleh dihentikan pada sudut penampang (Gambar 2.13).
2.
Menyediakan radius pada sudut terluar minimum 13 mm pada FRP yang dipasang melingkar (dibalukan).
3.
Pemberhentian balutan FRP harus menyediakan tumpang-tindih (overlap) sejarak x (Gambar 2.13).
untuk balok menerus pemberhentian pemasangan FRP untuk perkuatan lentur harus diteruskan sejarak x minimum 6” atau 150 mm (Gambar 2.14a) dari inflection point. Jika pemasangan FRP lebih dari satu lapis maka panjang penyaluran untuk FRP pada lapis terluar diteruskan sejarak x minimum 6” atau 150 mm dari inflection point dan panjang penyaluran lapis LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
berikutnya sejarak x minimum 6” atau 150 mm dari ujung pemutusan FRP
pada lapis terluar begitu pun kumulatif hingga lapis terdalam (Gambar
2.14b).
x
Kolom
Lapisan FRP Perkuatan Geser balok
Lapisan FRP
x
(a)
(b)
Gambar 2.13 Detail panjang penyaluaran FRP yang dipasang dengan cara dililitkan (dibalutkan) Mu¯ Inflection Point
Mu⁺
(a)
x
FRP
(b)
x
FRP
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
(c)
Gambar 2.14 Panjang penyaluran FRP perkuatan lentur pada balok menerus (a) bidang momen balok (b) pemasangan FRP satu lapis (c) pemasangan FRP dua lapis
Sebagai contoh jika pemasangan FRP diperlukan sebanyak tiga lapis maka jarak pemberhentian FRP pada lapisan terdalam minimum 18” atau 460 mm dari inflection point. Untuk lapis kedua dipasang sejarak 12” atau 300 mm
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 32
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
dari inflection point dan lapis terluar sejarak 6” atau 150 mm dari inflection
point.
2.7 Rancangan Anggaran Biaya Rencana anggaran biaya (RAB) adalah banyaknya biaya yang dibutuhkan
baik upah maupun bahan dalam sebuah perkerjaan proyek konstruksi, baik rumah, gedung, jembatan, jalan, bandara, pelabuhan dan lain-lain. RAB sangat
dibutuhkan dalam sebuah proyek konstruksi agar proyek dapat berjalan dengan karena dana yang cukup. efisien
Ada 4 langkah dalam menghitung rencana anggaran biaya antara lain 1.
Menghitung volume pekerjaan Menghitung semua item pekerjaan. Mulai dari pekerjaan persiapan yang
meliputi pekerjaan pematangan lahan sampai pekerjaan finishing. Volume pekerjaan bisa dalam satuan meter kubik, meter persegi, dan juga meter panjang tergantung dengan item pekerjaan.
2.
Menghitung Analisis harga satuan Menghitung Analisis setiap item pekerjaan. Dalam menghitung Analisis
harga satuan ini, memacu pada aturan SNI yang berkaitan dengan perhitungan harga satuan pekerjaan beton untuk konstruksi bangunan gedung dan perumahan. Setelah itu mengalikan dengan harga upah.
3.
Menghitung RAB Menghitung RAB (Rencana Anggaran Biaya) dengan cara mengalikan
volume pekerjaan dengan Analisis harga satuan.
4.
Membuat rekapitulasi biaya Menjumlahkan semua item pekerjaan mulai dari pekerjaan persiapan,
pekerjaan tanah, pekerjaan pondasi, pekerjaan dinding hingga pekerjaan finishing. Sehingga didapatkan estimasi biaya dari proyek tersebut untuk menghitung setiap LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
bobot pekerjaan, maka diperlukan sebuah acuan/indeks yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Informasi Yang Dibutuhkan :
Untuk membuat rencana anggaran biaya konstruksi diperlukan input data
sebagai berikut :
Gambar rencana , gambar potongan , detail
Spesifikasi dan rencana kerja Harga satuan material, harga satuan peralatan, harga satuan upah Informasi yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi harga satuan material, harga satuan peralatan dan harga satuan upah
2.8
Work Breakdown Structure (WBS) Work breakdown structure adalah menjabarkan lingkup proyek konstruksi
yang umum disebut WBS. WBS merupakan suatu cara untuk membagi-bagi pekerjaan suatu proyek kosntruksi dan mempunyai sifat hirarkis dan logic, yaitu makin lama makin terinci dengan lingkup yang juga mengecil, menjadi divisidivisi dan sub divisi pckerjaan sampai pada bagian terkccil yang disebut dengan paket pekerjaan. Sedangkan kompleksibilitasnya makin berkurang sampai akhirnya dianggap cukup terinci tetapi masih dapat dikelola dengan baik.
Hirarkis mengandung pengertian bahwa pembagian pada WBS harus dimulai dari pekerjaan yang bersifat umum ke pekerjaan yang bcrsifat khusus, atau dengan kata lain dari pekerjaan yang cakupannya lebih luas ke pekerjaan yang cakupannya lebih kecil
Logis berarti pembagian pekerjaan tersebut harus mengikuti alur pelaksanaan pekerjaan yang umum sehingga memungkinkan pelaksanaan dapat bcrjalan dcngan lancar. Hal tersebut juga akan memudahkan penyusunan jadwal kegiatan. Pada tahap perencanaan WBS juga digunakan sebagai langkah awal untuk
perhitungan rencana anggaran biaya. rencana memulai dengan mencari informasi LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 34
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
yang dibutuhkan pada tahap-tahap awal proyek. makin lama kebutuhan informasi ini akan meningkat sesuai dengan berkembangnya suatu proyek. Suatu proyek
akan dipecah menjadi beberapa bagian dan seterusnya menjadi sub-bagian. Pada tiap tahap perancangan perencana harus memisahkan bagian-bagian dari rencana
proyek. Misalkan pada awal desain lingkup pekerjaan secara umum dapat dilihat. Selanjutnya detail lebih lanjut. Sehingga tiap bagian dapat dibagi menjadi komponen yang lebih rinci. Memecah lingkup proyek dan menyusun kembali
komponennya dengan mengikuti struktur hirarki tertentu. Struktur WBS menyerupai gambar piramida di mana sebagai level satu
yaitu posisi puncak mengidentilikasikan proyek sccara keseluruhan,
Selanjutnya
level 2 dibagi berdasarkan kriteria tertentu seperti bidang keahlian, lokasi pekerjaan, atau urutan pelaksanaan pekerjaan. Demikian level-level di bawahnya disebut level 3, level 4 dan seterusnya sampai pada level terkecil yang disebut paket pekerjaan yang disebut work package (WP). 1.
2.
Pembagian pekerjaan dalam WBS dapat dibedakan atas dasar kriteria :
Bidang keahlian pckcrjaan.
Lokasi pekerjaan.
Urut-urutan pekerjaan .
Dan lain-lain.
Paket kerja/ Work Package terkecil memenuhi sifat-sifat:
Masih dapat dikelola dengan baik
Dapat direncanakan jadwal pelaksanaan dan jadwal anggarannya
Mudah diukur kemajuan pelaksanaan serta pemakaian biayanya
Dapat dikaji kualitas kerja dan hasil akhirnya
Jika diintegrasikan dengan WBS lainnya akan menjadi lingkup proyek secara keseluruhan.
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 35
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi WBS : 1.
WBS digunakan sebagai kerangka pembagian kerja untuk pelaksanaan
proyek,
2. WBS juga dapat digunaan untuk sarana perencanaan, pemantauan dan pengendalian.
3.
Dengan membagi lingkup proyek menjadi sejumlah paket kerja berarti dengan WBS memungkinkan mengisolasi suatu resiko hanya pada satu item
WBS yang bersangkutan.
2.9
Time Schedulle Time schedule adalah rencana alokasi waktu untuk menyelesaikan masing-
masing item pekerjaan proyek yang secara keseluruhan adalah rentang waktu yang ditetapkan untuk melaksanakan sebuah proyek. Time schedule dapat dibuat dalam bentuk : 1.
Kurva S.
2.
Bar chart.
Tujuan dan manfaat pembuatan time schedule antara lain :
Pedoman waktu untuk pengadaan sumber daya manusia yang dibutuhkan.
Pedoman waktu untuk pendatangan material sesuai dengan item pekerjaan yang akan dilaksanakan.
Pedoman waktu untuk pengadaan alat-alat kerja.
Tolak ukur pencapaian target waktu pelaksanaan pekerjaan.
Acuan untuk memulai dan mengakhiri sebuah kontrak kerja proyek konstruksi.
Pedoman pencapaian progress pekerjaan setiap waktu tertentu.
Pedoman untuk mengukur suatu nilai investasi.
LAPORAN TUGAS AKHIR TEKNIK PERAWATAN DAN PERBAIKAN GEDUNG 2009
II - 36