BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pangan Menurut Balitbang (2008), Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan atas pangan yang cukup, bergizi dan aman menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia untuk mewujudkan sumberdaya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan pembangunan nasional Pangan pokok adalah pangan sumber karbohidrat yang dikonsumsi secara teratur sebagai makanan utama, selingan, ataupun penutup. Konsumsi pangan merupakan kebutuhan pokok bagi setiap individu, sehingga wajib bagi setiap individu untuk memenuhinya (Bappenas, 2011). Menurut Balitbang (2008), Bahan pangan untuk konsumsi sehari-hari dapat dikelompokkan menjadi 9 (sembilan) kelompok besar. Secara nasional bahan pangan dikelompokkan sebagai berikut : a. Padi-padian : beras, jagung, sorghum dan terigu. b. Umbi-umbian : ubi kayu, ubi jalar, kentang, talas, sagu dan umbi lainnya. c. Pangan hewani : ikan, daging, susu dan telur. d. Minyak dan lemak : minyak kelapa, minyak sawit (minyak goreng, minyak jagung, margarin). e. Buah/biji berminyak : kelapa, kemiri, jambu mete dan coklat. f. Kacang-kacangan : kacang kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah dan kacang lainnya.
8 Universitas Sumatera Utara
g. Gula : gula pasir, gula merah. h. Sayur dan buah : semua jenis sayuran dan buah-buahan yang biasa dikonsumsi. j. Lain-lain : teh, kopi, coklat, sirup, bumbu-bumbuan, makanan dan minuman jadi. 2.1.2 Pola Konsumsi Pangan Menurut Suhardjo (2008), pola konsumsi pangan adalah susunan bahan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi/dimakan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Lie Goan Hong (2004) dalam Yulia (2010), dijelaskan bahwa pola konsumsi pangan ialah berbagai informasi yang memberi gambaran mengenai macam dan jumlah bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh satu orang yang merupakan ciri khas suatu kelompok masyarakat. 2.1.3 Rumah Tangga Pengertian rumah tangga menurut Badan Pusat Statistik (2010) adalah keluarga inti (suami, istri, anak) ditambah kerabat lainnya yang tinggal di dalam satu rumah dan biasanya makan bersama dari satu dapur. Yang dimaksud dengan makan dari satu dapur adalah mengurus kebutuhan sehari-hari bersama menjadi satu. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi makanan mengidentifikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Semakin tinggi tingkat penghasilan rumah tangga, semakin kecil proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa seseorang semakin sejahtera bila persentase
Universitas Sumatera Utara
pengeluaran untuk makanan jauh lebih kecil dibandingkan persentase pengeluaran untuk non makanan 2.1.4 Pola Pangan Harapan (PPH) Pola konsumsi pangan adalah susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahn makanan rata-rata per orang per hari yang umum dikonsumsi/dimakan penduduk dalam jangka waktu tertentu. Hasil Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) VIII tahun 2004 menetapkan bahwa Angka Kecukupan Gizi/Energi (AKG/AKE) di tingkat konsumsi sebesar 2.000 kkal per kapita per hari ditingkat ketersediaan (BKP Bengkulu, 2011). Menurut Khomsan (2004), Pola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama (baik secara absolut maupun relatif) dari suatu pola ketersediaan dan atau konsumsi pangan. Tabel 4. Susunan dan Jumlah Pangan Ideal Per Kapita Per Hari No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Kelompok Pangan
% AKE
Padi-padian Umbi-umbian Pangan Hewani Minyak dan Lemak Buah/Biji Berminyak Kacang-kacangan Gula Sayur dan Buah Lain-lain Total Skor PPH
50 6 12 10 3 5 5 6 3 100 100
Energi (kkal/kap/hari) 1.000 120 240 200 60 100 100 120 60 2000
Berat (gram/kap/hari) 275 90 140 25 10 35 30 230 15 850
Sumber : Badan Ketahanan Pangan, 2015 Salah satu indikator dalam menilai kesejahteraan rumah tangga dapat dilihat dari pencapaian skor PPH yang ideal yaitu 100. Pola konsumsi pangan yang
Universitas Sumatera Utara
memenuhi standar ideal menunjukkan bahwa konsumsi pangan tiap bagiannya telah memenuhi mutu kualitas standar yang beragam dan berimbang. Sehingga apabila skor yang dihitung besarnya masih dibawah standar ideal maka pola pangan yang dikonsumsi masih belum mencapai standar yang diharapkan. 2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Pangan Secara teoritis secara umum pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, budaya, ketersediaan pangan dan produksi pangan. Salah satu ukuran keadaan ekonomi rumah tangga adalah pendapatan atau pengeluaran rumah tangga. Menurut Suhardjo (2008), pola konsumsi pangan rumah tangga dipengaruhi antara lain oleh pola makanan sebagian besar penduduk sekitarnya, ketersediaan bahan pangan, dan tingkat pendapatan keluarga. Dari penjabaran faktor di atas, maka faktor-faktor sosial-ekonomi yang mempengaruhi dibatasi di dalam penelitian ini, antara lain : 1. Pendapatan Rumah Tangga Menurut Rachman dan Ariani (2008), Pendapatan merupakan akses ekonomi yang sangat erat kaitannya dengan akses pangan yang dikonsumsi. Dengan pendapatan maka rumah tangga memiliki kemampuan untuk memperoleh pangan yang cukup untuk kebutuhan energi dan gizi. Selain itu, pendapatan juga berpengaruh pada daya beli seseorang. Semakin tinggi pendapatan, daya beli seseorang juga meningkat dalam memilih dan membeli beragam makanan. Rendahnya pendapatan akan menimbulkan daya beli pangan yang rendah pula sehingga berdampak pada rendahnya jumlah dan mutu gizi konsumsi pangan yang dikonsumsi oleh rumah tangga.
Universitas Sumatera Utara
2. Jumlah Anggota Rumah Tangga Jumlah anggota rumah tangga akan mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga. Semakin banyak jumlah anggota rumah tangga, maka kebutuhan pangan yang dikonsumsi akan semakin bervariasi karena masing-masing anggota rumah tangga mempunyai selera yang berbeda. Bagi rumah tangga dengan anggota rumah tangga yang banyak, maka faktor kuantitas lebih diutamakan daripada faktor kualitas, sehingga diharapkan seluruh anggota keluarga dapat terbagi secara merata (Suyastiri, 2008). 3. Umur Ibu Rumah Tangga Seorang ibu di dalam rumah tangga memegang peranan yang sangat penting dalam menentukan pola konsumsi pangan rumah tangga. Umur ibu diasumsikan mampu memberikan pengaruh yang positif dalam menentukan kualitas menu pangan yang dikonsumsi sehari-hari. Karena umur ibu berkaitan dengan pengalaman, tingkat pengetahuan dan sikap yang dimilikinya dalam memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Dalam memilih menu makanan yang mempunyai kandungan energi dan protein yang memadai serta pemilihan komposisi jenis makanan yang tepat, diperlukan tingkat pengetahuan yang relatif tinggi, terutama tingkat pengetahuan (umur) ibu rumah tangga yang berperan sangat penting dalam menentukan keputusan konsumsi rumah tangga (Djauhari & Friyanto 1993). 4. Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga Menurut Suyastiri (2008), menyampaikan bahwa pola konsumsi pangan bergantung oleh pendidikan rumah tangga. Semakin tinggi pendidikan formal
Universitas Sumatera Utara
masyarakat, maka pengetahuan dan wawasan tentang pentingnya kualitas pangan yang dikonsumsi masyarakat untuk meningkatkan kesehatan akan menyebabkan semakin bervariasinya pangan yang dikonsumsi. 2.2 Landasan Teori Teori Konsumsi Keynes Menurut Mankiw (2006), Keynes mengedepankan variabel utama dalam analisinya yaitu konsumsi dipengaruhi oleh tingkat pendapatan C=f(Y). Keynes mengajukan 3 asumsi pokok secara makro dalam teorinya yaitu : a. Kecenderungan mengkonsumsi marginal (marginal propensity to consume) ialah jumlah yang dikonsumsi dalam setiap tambahan pendapatan adalah antara nol dan satu. b. Keynes menyatakan bahwa kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average prospensity to consume), turun ketika pendapatan naik. c. Keynes berpendapat bahwa pendapatan merupakan determinan konsumsi yang penting dan tingkat bunga tidak memiliki peranan penting. Konsep konsumsi Keynes, didasarkan pada hipotesis bahwa terdapat hubungan empiris yang stabil antara konsumsi dengan pendapatan. Bila jumlah pendapatan meningkat, maka konsumsi secara relatif akan meningkat, tapi dengan proporsi yang lebih kecil daripada kenaikan pendapatan itu sendiri. Hal ini dikarenakan hasrat konsumsi yaitu kecenderungan konsumsi marginal atau konsumsi tambahan akan menurun, jika pendapatan meningkat. Keynes beranggapan bahwa tidak seorangpun yang akan mengkonsumsikan seluruh kenaikan pendapatannya, tapi ia juga menganggap bahwa semakin kaya
Universitas Sumatera Utara
seseorang tersebut maka akan semakin berkurang konsumsinya. Anggapan mengenai berkurangnya kecenderungan mengkonsumsi secara marginal ialah bagian penting dalam Teori Keynes. Teori Konsumsi Engel Hukum Engel berbunyi: ”Semakin besar pendapatan, semakin kecil bagian pendapatan yang digunakan untuk konsumsi, dan sebaliknya”.
Y3 Y2
X3 X2 X1
Y1
I1 I2 I3
I1 I2 I3 Gambar 1. Kurva Engel
Menurut Nicholson (1991), Kurva Engel menggambarkan hubungan antara pengeluaran total dengan jumlah suatu barang tertentu seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Barang dalam gambar (a) adalah suatu kebutuhan pokok/pangan dalam arti bahwa bagian dari pengeluaran yang disediakan oleh X menurun kalau pendapatan naik. Sebaliknya, barang Y pada gambar (b) merupakan barang mewah sehingga semakin meningkat pendapatan maka pengeluaran akan barang non pangan semakin meningkat. Kurva Engel adalah kurva yang menunjukkan hubungan antara pendapatan dan kuantitas yang diminta. Pada barang normal, kurva engel berlereng menanjak
Universitas Sumatera Utara
karena kenaikan pendapatan akan menambah kemampuan konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi lebih banyak barang dan jasa. Pendapatan merupakan salah satu faktor yang menentukan kualitas dan kuantitas pangan yang dibeli. Keluarga dengan tingkat pendapatan tinggi dapat membeli pangan dengan lebih beragam dan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan keluarga yang pendapatannya rendah. Menurut Hukum Engel, pada saat terjadi peningkatan pendapatan, konsumen akan membelanjakan /pendapatannya untuk pangan dengan persentase yang semakin kecil. Sebaliknya, bila pendapatan menurun, persentase yang dibelanjakan untuk pangan semakin meningkat (Soekirman, 2000). Menurut Mangkuprawira (1988) diacu dalam Ariani (1993), makin tinggi daya beli rumah tangga makin beranekaragam pangan yang dikonsumsi, makin banyak pangan yang dikonsumsi memiliki nilai gizi tinggi. Tingkat pendapatan yang tinggi memberikan peluang lebih besar bagi keluarga untuk memilih pangan yang baik berdasarkan jumlah maupun jenisnya. Rendahnya pendapatan menyebabkan orang tidak mampu membeli pangan dengan jumlah yang diperlukan. 2.3 Penelitian Terdahulu Berdasarkan penelitian Coky Setiawan (2013) dengan judul “Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga pada Petani Padi dan Nelayan serta Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya di Desa Pondok Kelapa, Kecamatan Pondok Kelapa, Kabupaten Bengkulu Tengah”. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pola konsumsi masyarakat nelayan tidak seimbang, digambarkan dari kekurangan pada konsumsi nasi, sayur, tempe, daging/ikan, buah, susu, dan kelebihan pada
Universitas Sumatera Utara
konsumsi minyak. Faktor faktor yang mempengaruhi pola konsumsi pangan rumah tangga nelayan adalah jumlah anggota rumah tangga harga beras dan harga daging/ikan. Sedangkan faktor-faktor lain seperti pendapatan, pendidikan formal kepala rumah tangga, pendidikan formal ibu rumah tangga, harga buah/sayur dan jarak rumah ke pasar terdekat tidak berpengaruh nyata terhadap pola konsumsi rumah tangga nelayan. Berdasarkan penelitian Otniel Pontoh (2011) dengan judul “Pengaruh Tingkat Pendapatan Terhadap Pola Konsumsi Nelayan di Kecamatan Tenga, Kabupaten Minahasa Selatan, Sulawesi Utara” dari hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya tingkat pendapatan yang diterima oleh nelayan berpengaruh secara nyata terhadap besarnya tingkat konsumsi nelayan di Kecamatan Tenga. Berdasarkan skripsi Dina Krishanti (2000) dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi Masyarakat, Studi Kasus: Pengemudi Becak di Kecamatan Medan Helvetia” dari analisis data dapat disimpulkan bahwa variabel tingkat pendapatan dan jumlah tanggungan berpengaruh nyata terhadap pola konsumsi masyarakat. Sedangkan variabel tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata terhadap pola konsumsi masyarakat. Monalisa Hasibuan (2014) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Pola Konsumsi Pangan Non Beras Sumber Karbohidrat di Kecamatan Medan Tuntungan”
menyimpulkan
bahwa
faktor-faktor
sosial
ekonomi
yang
mempengaruhi konsumsi pangan non beras sumber karbohidrat per kapita per hari adalah pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga yang berpengaruh nyata terhadap konsumsi pangan non beras sumber karbohidrat. Sedangkan variabel lain
Universitas Sumatera Utara
seperti umur dan tingkat pendidikan secara parsial tidak berpengaruh nyata terhadap konsumsi pangan non beras sumber karbohidrat. 2.4 Kerangka Pemikiran Dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan makanan untuk memenuhi kebutuhan energi yang dibutuhkan oleh manusia. Pangan juga merupakan salah satu kebutuhan primer yang wajib dipenuhi setiap rumah tangga. Kebutuhan pangan tersebut meliputi : padi-padian, umbi-umbian, pangan hewani, minyak dan lemak, buah/biji berminyak, kacang-kacangan, gula, sayur/buah dan lain sebagainya. Pola konsumsi pangan rumah tangga adalah susunan bahan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi oleh suatu rumah tangga dalam jangka waktu tertentu. Pola konsumsi pangan dapat berbeda-beda antar rumah tangga yang satu dengan yang lain. Perbedaan pola konsumsi ini dipengaruhi oleh faktor sosial dan faktor ekonomi rumah tangga tersebut. Faktor ekonomi meliputi: pendapatan rumah tangga, sedangkan faktor sosial meliputi: umur ibu rumah tangga, tingkat pendidikan ibu rumah tangga serta jumlah anggota keluarga. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui pola konsumsi pangan rumah tangga di suatu desa. Pola konsumsi pangan rumah tangga dapat diukur dari segi kualitas dengan menggunakan parameter/skoring Pola Pangan Harapan sehingga dapat dilihat hasil skor apakah rumah tangga tersebut sudah memenuhi kebutuhan gizi pangan yang beragam dan berimbang (ideal) yaitu pencapaian skor PPH sebesar 100. Untuk lebih jelasnya hal tersebut dapat dilihat pada skema dibawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Faktor-Faktor Sosial Ekonomi : 1. Pendapatan
Rumah Tangga
2. Jumlah Anggota Rumah Tangga Pola Konsumsi Pangan
3. Umur Ibu Rumah Tangga 4. Tingkat Pendidikan Ibu Rumah Tangga
Skor Pola Pangan Harapan
Belum ideal
Ideal
Keterangan : : Menyatakan Hubungan : Menyatakan Pengaruh Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran 2.5 Hipotesis Penelitian Berdasarkan skema kerangka pemikiran maka dapat dirumuskan bahwa hipotesis penelitian adalah sebagai berikut : 1. Pola konsumsi pangan rumah tangga sudah memenuhi standar ideal yang beragam dan berimbang. 2. Ada pengaruh nyata variabel pendapatan, jumlah anggota rumah tangga, umur dan tingkat pendidikan ibu rumah tangga terhadap pola konsumsi pangan rumah tangga baik secara agregat maupun parsial.
Universitas Sumatera Utara