BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Landasan Teori
2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory) Teori yang dapat digunakan untuk memahami hubungan antaramanajemen dan
pemilik
perusahaan
yaitu
teori
keagenan.Teori
keagenanberusaha
menjelaskan hubungan antara agen (manajemen perusahaan) danprinsipal (pemilik perusahaan). Dalam hubungan keagenan terdapat suatukontrak yang mana satu orang atau lebih (perusahaan) memerintah orang lain(agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal dan memberikanwewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi principal. Teori keagenan dikembangkan oleh Jensen dan Meckling (1976) teori ini mencoba menjelaskan adanya konflik kepentingan antara manajemen selaku agen dan pemilik serta entitas lain dalam kontrak (misal akuntan publik) selaku prinsipal. Prinsipal ingin mengetahui segala informasi termasuk aktivitas manajemen, yang terkait dengan investasi atau dananya dalam perusahaan. Hal ini dilakukan dengan meminta laporan
pertanggung jawababan dari
agen
(manajemen). Berdasarkan laporan tersebut, prinsipal dapat menilai kinerja manajemen. Namun yang seringkali terjadi adalah kecenderungan manajemen untuk melakukan tindakan yang membuat laporannya terlihat baik, sehingga kinerjanya dianggap baik. Untuk mengurangi atau meminimalkan kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dan membuat laporan keuangan yang dibuat
8
9
manajemen lebih dapat dipercaya, maka diperlukan pengujian dan dalam hal itu pengujian tersebut hanya dapat dilakukan oleh pihak ketiga yaitu akuntan public atau auditor independen. 1.2.
Pengertian Audit Pengertian audit menurut Arens (2011) adalah sebagai berikut:
“Auditing is accumulation and evaluation of evidence about information to determine and report on the degree of correspondence between the information and established criteria. Auditing should be done by a competent, independent person” audit adalah akumulasi dan evaluasi bukti bukti informasi untuk menentukan dan melaporkan derajat kesesuaian antara informasi dan kriteria yang telah ditentukan. Menurut Mulyadi (2010) Auditing adalah: “Suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan, sertapenyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yangberkepentingan. Menurut Agoes (2013) mendefinisikan auditing sebagai berikut: “Suatu pemeriksaan yang dilakukan dengan secara kritis dan sistematis oleh pihak yang independen terhadap laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen beserta catatan-catatan pembukuan dan bukti-bukti pendukungnya
10
dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan.” Berdasarkan pengevaluasian
definisi
bukti
tersebut
mengenai
terlihat
kejadian
bahwa ekonomi
audit yang
merupakan bertujuan
untukmemberikan opini atas kewajaran laporan keuangan yang telah disusun oleh manajemen yang terdiri dari laporan posisi keuangan, laporan laba rugi komperhensif, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas dan catatan atas laporan keuangan yang dilakukan oleh auditor, dan harus bertanggung jawab atas opini kewajaran laporan keuangan tersebut. Audit dilakukan oleh orang yang independen dan ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian ini dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya melalui pengalaman dan praktik audit. Audit
harus
dilakukan
oleh
orang
yang
independen
dan
berpengalaman.Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan setidaknya harus berpengalaman untuk dapat mengevaluasi bukti serta menyampaikan hasilnya dengan baik. Auditor juga harus memiliki sikap mental independen yang berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain(Mulyadi, 2010). Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan berpengalaman untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti itu. Auditor juga harus memiliki sikap mental independen. Independen adalah
11
auditor tidak terpengaruh dari faktor faktor eksternal yang dapat mempengaruhi sikapindependensi auditor itu sendiri. Pengalaman auditor adalah pengalaman dalam melakukan audit atas laporan keuangan dilihat dari lamanya waktu ia bekerja, banyaknya penugasan yang dilakukan atau jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani. 1.2.1. Jenis-jenis Auditor Menurut Sunarto (2003), terdapat empat jenis auditor yang paling umum dikenal yaitu akuntan publik, auditor pemerintah, auditor pajak dan auditor intern. a. Akuntan Publik Terdaftar Kantor
akuntan
publik
(KAP)
sebagai
auditor
independen
bertanggungjawab atas audit laporan keuangan historis dari seluruh perusahaan publik dan perusahaan besar lainnya. b. Auditor Pemerintah Di
Indonesia
terdapat
bertanggungjawab
secara
beberapa fungsional
lembaga atas
atau
badan
pengawasan
yang
terhadap
kekayaan atau keuangan Negara.Pada tingkatan tertinggi terdapat Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kemudian terdapat Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dan Inspektorat Jenderal (Itjen) pada
departemen-departemen
pemerintah.Sebagian
tugas
Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) tidak berbeda dengan tugas Kantor Akuntan Publik (KAP).Sebagian besar informasi keuangan yang dibuat oleh berbagai badan pemerintah telah diaudit oleh Badan
12
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Disamping audit atas laporan keuangan, pada masa sekarang Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) seringkali melakukan evaluasi efisiensi dan efektivitas operasi berbagai program pemerintah dan BUMN (Badan Usaha Milik Negara), misalkan evaluasi atas pelaksanaan komputerisasi suatu badan pemerintah. c. Auditor Pajak Auditor pajak bertugas melakukan audit terhadap wajib pajak tertentu untuk menilai apakah telah memenuhi ketentuan perundangan perpajakan. d. Auditor Intern Auditor intern yaitu auditor yang bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen perusahaan. Auditor intern wajib memberikan informasi yang berharga bagi manajemen untuk
pengambilan
keputusan
yang
berkaitan
dengan
operasi
perusahaan. 1.2.2. Jenis Opini Auditor Dalam penyajian laporan keuangan, salah satu hal penting yang memperngaruhi kualitas laporan keuangan itu sendiri adalah pernyataan atau pendapat auditor mengenai kesimpulan akhir dari laporan keuangan tersebut. Pendapat disini menggambarkan keadaan dan hasil yang diperoleh selama audit berlangsung. Pernyataan atau pendapat auditor atas pelaksanaan dan hasil audit
13
tertuang pada paragraf ketiga dalam laporan audit yang diterbitkan auditor yang bersangkutan. Opini auditor merupakan pendapat yang diberikan oleh auditor tentang kewajaran penyajian laporan keuangan lembaga/perusahaan tempat auditor melakukan audit. (Agoes, 2013) Menurut Agoes (2013), ada lima jenis pendapat auditor yaitu: a.
Unqualified Opinion (pendapat wajar tanpa pengecualian) Pendapat ini menyatakan bahwa laporan keuangan menyajikan secara wajar, dalam semua hal material, posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas suatu entitas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Pendapat ini diberlakukan bila dalam kondisi-kondisi berikut: 1. Seluruh laporan keuangan telah lengkap 2. Semua aspek dalam ketiga standar umum SPAP telah dipatuhi dalam penugasan aspek tersebut. 3. Bukti audit yang cukup memadai telah terkumoul dan auditor telah melaksanakan penugasan audit ini dengan sedemikian rupa sehingga membuatnya mampu menyimpulkan bahwa ketiga standar pekerjaan lapangan telah dipenuhi. 4. Laporan keuangan telah disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku.
14
5. Tidak terdapat situasi yang membuat auditor merasa perlu untuk menambahkan sebuah paragraf penjelasan atau memodifikasi kalimat dalam laporan audit. b.
Unqualified with Explanatory Paragraph or Modified Wording (pendapat
wajar tanpa pengecualian
dengan
bahasa
yang
ditambahkan dalam laporan audit bentuk baku) Pendapat ini diberikan jika terdapat keadaan tertentu yang mengharuskan auditor menambahkan paragraf penjelasan (atau bahasa penjelasan lain) dalam laporan audit, meskipun tidak mempengaruhi pendapat wajar tanpa pengecualian yang dinyatakan oleh auditor. Keadaan tersebut meliputi : a.
Pendapat wajar sebagian didasarkan atas laporan auditor independen lain.
b. Untuk mencegah agar laporan keuangan tidak menyesatkan karena keadaan-keadaan yang luar biasa, laporan keuangan disajikan menyimpang dari suatu prinsip akuntansi yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. c.
Jika terdapat kondisi dan peristiwa yang semula menyebabkan auditor yakin tentang adanya kesangsian mengenai kelangsungan hidup entitas namun setelah mempertimbangkan rencana manajemen auditor berkesimpulan bahwa rencana manajemen tersebut dapat secara efektif dilaksanakan dan pengungkapan mengenai hal itu telah memadai.
15
d. Di antara dua periode akuntansi terdapat suatu perubahan material dalam
penggunaan
prinsip
akuntansi
atau
dalam
metode
penerapannya. e.
Keadaan tertentu yang berhubungan dengan laporan audit atas laporan keuangan komparatif.
f.
Data keuangan kuartalan tertentu yang diharuskan oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) namun tidak disajikan atau tidak direview.
g. Informasi tambahan yang diharuskan oleh Ikatan Akuntan Indonesia Dewan Standar Akuntansi Keuangan telah dihilangkan, yang penyajiannya menyimpang jauh dari pedoman yang keluarkan oleh Dewan tersebut, dan auditor tidak dapat melengkapi prosedur audit yang berkaitan dengan informasi tersebut, atau auditor tidak dapat menghilangkan keraguan yang besar apakah informasi tambahan tersebut sesui dengan panduan yang dikeluarkan oleh Dewan tersebut. h. Informasi lain dalam suatu dokumen yang berisi laporan keuangan yang diaudit secara material tidak konsisten dengan informasi yang sajikan dalam laporan keuangan. c.
Qualified Opinion (pendapat wajar dengan pengecualian) Pendapat
ini
menyatakan
bahwa
laporan
keuangan
tidak
menyajikan secara wajar posisi keuangan, hasil usaha, perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku di Indonesia.
16
d.
Disclaimer of Opinion (pernyataan tidak memberikan pendapat) Kewajiban untuk menolak atau memberikan pendapat timbul jika terdapat pembatasan lingkup audit atau terdapat hubungan yang tidak independen menurut Kode Etik Profesional antara auditor dengan kliennya.
1.2.3. Standar Audit Standar auditing yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia mengharuskan auditor menyatakan apakah, menurut pendapatnya, laporan keuangan disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia dan jika ada, penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan seharusnya konsisten dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. Arens (2011) menyatakan bahwa standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor memenuhi tanggung jawab profesionalnya dalam audit atas laporan keuangan historis. Standar ini mencakup pertimbangan mengenai kualitas professional seperti pengalaman kerja dan independensi, persyaratan pelaporan, dan bukti. Standar auditing yang telah ditetapkan dan disahkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia adalah sebagai berikut (Ikatan Akuntan Indonesia dalam (SPAP, 2001) : 1. Standar Umum a. Audit harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.
17
b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor. c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporannya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.
2. Standar Pekerjaan Lapangan a. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh unutk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan. c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keungan yang diaudit.
3. Standar Pelaporan a. Laporan auditor harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan standar akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya. c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.
18
d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor. (IAPI, 2011:150.1 & 150.2)
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Per/05/M.Pan/03/2008 Tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, kualitas dari laporan hasil audit mengharuskan laporan auditnya tepat waktu, lengkap, akurat, obyektif, meyakinkan, jelas, dan seringkas mungkin untuk menghasilkan kualitas audit yang baik. 1. Tepat Waktu Agar suatu informasi bermanfaat secara maksimal, maka laporan hasil audit harus tepat waktu.Laporan yang dibuat dengan hati-hati tetapi terlambat disampaikan, nilainya menjadi kurang bagi pengguna laporan hasil audit.Oleh karena itu, auditor harus merencanakan penerbitan laporan tersebut secara semestinya dan melakukan audit dengan dasar pemikiran tersebut. Selama audit berlangsung, auditor harus mempertimbangkan adanya laporan hasil audit sementara untuk hal yang material kepada auditi dan/atau kepada pihak lain yang terkait.
19
Laporan hasil audit sementara tersebut bukan merupakan pengganti laporan hasil audit akhir, tetapi mengingatkan kepada pejabat terkait terhadap hal yang membutuhkan perhatian segera dan memungkinkan pejabat tersebut untuk memperbaikinya sebelum laporan hasil audit akhir diselesaikan. 2. Lengkap Agar menjadi lengkap, laporan hasil audit harus memuat semua informasi dari bukti yang dibutuhkan untuk memenuhi sasaran audit, memberikan pemahaman yang benar dan memadai atas hal yang dilaporkan, dan memenuhi persyaratan isi laporan hasil audit. Hal ini juga berarti bahwa laporan hasil audit harus memasukkan informasi mengenai latar belakang permasalahan secara memadai. Laporan harus memberikan perspektif yang wajar mengenai aspek kedalaman dan signifikansi temuan audit, seperti frekuensi terjadinya penyimpangan dibandingkan dengan jumlah kasus atau transaksi yang diuji, serta hubungan antara temuan audit dengan kegiatan entitas yang diaudit. Hal ini diperlukan agar pembaca memperoleh pemahaman yang benar dan memadai.Umumnya, satu kasus kekurangan/kelemahan saja tidak cukup untuk mendukung suatu simpulan yang luas atau rekomendasi yang berhubungan dengan simpulan tersebut.
20
3. Akurat Akurat berarti bukti yang disajikan benar dan temuan itu disajikan dengan tepat. Perlunya keakuratan didasarkan atas kebutuhan untuk memberikan keyakinan kepada pengguna laporan hasil audit bahwa apa yang dilaporkan memiliki kredibilitas dan dapat diandalkan. Satu ketidakakuratan dalam laporan hasil audit dapat menimbulkan keraguan atas keandalan seluruh laporan tersebut dan dapat mengalihkan perhatian pengguna laporan hasil audit dari substansi laporan tersebut. Demikian pula, laporan hasil audit yang tidak akurat dapat merusak kredibilitas APIP yang menerbitkan laporan hasil audit dan mengurangi efektifitas laporan hasil audit. Laporan hasil audit harus memuat informasi, yang didukung oleh bukti yang kompeten dan relevan dalam kertas kerja audit. Apabila terdapat data yang material terhadap temuan audit tetapi auditor tidak melakukan pengujian terhadap data tersebut, maka auditor harus secara jelas menunjukkan dalam laporan hasil auditnya bahwa data tersebut tidak diperiksa dan tidak membuat temuan atau rekomendasi berdasarkan data tersebut. Bukti yang dicantumkan dalam laporan hasil audit harus masuk akal dan mencerminkan kebenaran mengenai masalah yang dilaporkan. Penggambaran yang benar berarti penjelasan secara akurat tentang lingkup dan metodologi audit, serta penyajian temuan yang konsisten dengan lingkup audit. Salah satu cara untuk meyakinkan bahwa laporan hasil audit
21
telah memenuhi standar pelaporan adalah dengan menggunakan proses pengendalian mutu, seperti proses referensi. Proses referensi adalah proses dimana seorang auditor yang tidak terlibat dalam proses audit tersebut menguji bahwa suatu fakta, angka, atau tanggal telah dilaporkan dengan benar, bahwa temuan telah didukung dengan dokumentasi audit, dan bahwa simpulan dan rekomendasi secara logis didasarkan pada data pendukung. 4. Obyektif Obyektifitas berarti penyajian seluruh laporan harus seimbang dalam isi dan redaksi.Kredibilitas suatu laporan ditentukan oleh penyajian bukti yang tidak memihak, sehingga pengguna laporan hasil audit dapat diyakinkan oleh fakta yang disajikan. Laporan hasil audit harus adil dan tidak menyesatkan. Ini berarti auditor harus menyajikan hasil audit secara netral dan menghindari kecenderungan
melebih-lebihkan
kekurangan
yang
ada.
Dalam
menjelaskan kekurangan suatu kinerja, auditor harus menyajikan penjelasan pejabat yang bertanggung jawab, termasuk pertimbangan atas kesulitan yang dihadapi entitas yang diperiksa. Redaksi laporan harus mendorong pengambil keputusan untuk bertindak atas dasar temuan dan rekomendasi auditor.Meskipun temuan auditor harus disajikan dengan jelas dan terbuka, auditor harus ingat bahwa salah satu tujuannya adalah untuk meyakinkan.Cara terbaik untuk
22
itu adalah dengan menghindari bahasa laporan yang menimbulkan adanya sikap membela diri dan menentang dari entitas yang diaudit.Meskipun kritik kinerja yang telah lalu seringkali dibutuhkan,laporan hasil audit harus menekankan perbaikan yang diperlukan. 5. Meyakinkan Agar meyakinkan, maka laporan harus dapat menjawab sasaran audit, harus menyajikan temuan, kesimpulan dan rekomendasi yang logis.Informasi yang disajikan harus cukup meyakinkan pengguna laporan untuk mengakui validitas temuan tersebut dan manfaat penerapan rekomendasi. Laporan yang disusun dengan cara ini dapat membantu pejabat yang bertanggungjawab untuk memusatkan perhatiannya atas hal yang memerlukan perhatian itu, dan dapat membantu untuk melakukan perbaikan sesuai rekomendasi dalam laporan hasil audit. 6. Jelas Laporan harus mudah dibaca dan dipahami, laporan harus ditulis dengan bahasa yang jelas dan sesedarhana mungkin.Penggunaan bahasa yang lugas dan tidak teknis sangat penting untuk menyederhanakan penyajian.Jika digunakan istilah teknis, singkatan dan akronim yang tidak begitu dikenal, maka hal itu harus didefinisikan dengan jelas.Akronim agar digunakan sejarang mungkin. Apabila diperlukan, auditor dapat membuat ringkasan laporan untuk menyampaikan informasi yang penting sehingga diperhatikan oleh pengguna laporan hasil audit.Ringkasan tersebut memuat jawaban
23
terhadap sasaran audit, temuan-temuan yang paling material, dan rekomendasi. Pengorganisasian laporan secara logis, keakuratan dan ketepatan dalam menyajikan fakta, merupakan hal yang penting untuk memberi kejelasan dan pemahaman bagi pengguna laporan hasil audit. Penggunaan judul, sub judul, dan kalimat topik (utama) akan membuat laporan lebih mudah dibaca dan dipahami. Alat bantu visual (seperti gambar, bagan, grafik, dan peta) dapat digunakan untuk menjelaskan dan memberikan resume terhadap suatu masalah yang rumit. 7. Ringkas Laporan yang ringkas adalah laporan yang tidak lebih panjang daripada yang diperlukan untuk menyampaikan dan mendukung pesan.Laporan yang terlalu rinci dapat menurunkan kualitas laporan, bahkan dapat menyembunyikan pesan yang sesungguhnya dan dapat membingungkan atau mengurangi minat pembaca.Pengulangan yang tidak perlu
juga
harus
dihindari.
Meskipun
banyak
peluang
untuk
mempertimbangkan isi laporan, laporan yang lengkap tetapi ringkas, akan mencapai hasil yang lebih baik. 1.3.
Pengalaman Auditor Audit menuntut keahlian dan profesionalismenya yang tinggi. Keahlian
tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh pendidikan formal tetapi banyak faktor lain yang mempengaruhi antara lain adalah pengalaman (Sunarto, 2003). Menurut Wikipedia bahasa Indonesia (2012) menyatakan bahwa:
24
“Pengalaman adalah hasil persentuhan alam dengan pancra indera manusia.Berasal dari kata peng-alam-an.” Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) “Pengalaman adalah segala sesuatu yang pernah dialami, dijalani, dirasai, ditanggung, dan sebagainya. Dari pengertian di atas pengalaman adalah sesuatu yang dialami, dijalani, dirasai, ditanggung melalui interaksi pancra indera manusia secara berulang. Menurut Tubbs (1992) yang dikutip oleh Mayangsari (2003) menyatakan bahwa seorang karyawan yang memiliki pengalaman kerja yang tinggi akan memiliki keunggulan dalam beberapa hal diantaranya: 1. Mendeteksi kesalahan 2. Memahami kesalahan 3. Mencari penyebab munculnya kesalahan Standar umum pertamaPSA no 4, Standar Profesional Akuntan Publik (2001) Dalam melaksanakan audit, auditor harus bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan auditing. Pencapaian keahlian dimulai dengan pendidikan formal, yang selanjutnya melalui pengalaman dan praktik audit. Pengalaman Kerja menurut SPAP (2001), dalam standar umum pertama PSA no 4, yaitu dalam melaksanakan audit untuk sampai pada suatu pernyataan pendapat, auditor harus senantiasa bertindak sebagai seorang ahli dalam bidang akuntansi dan bidang auditing. Pencapaian keahlian tersebut dimulai dengan pendidikan
formalnya,
yang
diperluas
melalui
pengalaman-pengalaman
selanjutnya dalam praktik audit. Pengalaman Kerja auditor adalah pengalaman
25
yang dimiliki auditor dalam melakukan audit yang dilihat dari segi lamanya bekerja sebagai auditor dan banyaknya tugas pemeriksaan yang telah dilakukan. 2.3.1. Pengertian Pengalaman Auditor Seseorang yang berpengalaman diartikan sebagai seseorang yang mempunyai pengalaman dalam melakukan audit atas laporan keuangan yang dilihat dari lama waktu ia bekerja, banyaknya penugasan yang dilakukan auditor atau jenis-jenis perusahaan yang pernah ditangani.Mulyadi (2010)mendefinisikan pengalaman auditor, yaitu: “Seorang auditor harus mempunyai pengalaman dalam kegiatan auditnya, pendidikan formal dan pengalaman kerja dalam profesi akuntan merupakan dua hal penting dan saling melengkapi. Pemerintah mensyaratkan Pengalaman Kerja sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang ingin memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan publik”. Berdasarkan uraian di atas dapat diartikan bahwa Auditor yang berpengalaman adalah orang yang mempunyai keahlian di bidang audit yang senantiasa melakukan pembelajaran dari kejadian-kejadian di masa yang lalu. Maka, audit yang dilaksanakan dengan pengalaman yang akan menghasilkan kualitas audit yang lebih baik.
26
2.3.2. Indikator Pengalaman Auditor Menurut Mulyadi (2010)ada tiga faktor dalam pengalaman auditor, diantaranya adalah: 1. Pelatihan Profesi 2. Pendidikan 3. Lama kerja 1.
Pelatihan Profesi Pelatihan profesi dapat berupa kegiatan-kegiatan seperti seminar,
simposium,lokakarya, dan kegiatan penunjang keterampilan yang lain. Selain kegiatan-kegiatan tersebut, pengarahan yang diberikan oleh auditor senior kepada auditor junior juga bisa dianggap sebagai salah satu bentuk pelatihan karena kegiatan ini dapat meningkatkan kerja auditor, melalui program pelatihan dan praktik-praktik audit yang dilakukan para auditor juga mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ia temui, struktur pengetahuan auditor yang berhubungan dengan pendeteksian
kekeliruan mungkin akan berkembang dengan adanya program pelatihan auditor ataupun dengan bertambahnya pengalaman Auditor. Akuntan harus mengikuti perkembangan yang terjadi dalam dunia usaha dan profesinya, agar akuntan yang baru selesai menempuh pendidikan formalnya dapat segera menjalani pelatihan teknis dalam profesinya, pemerintah mensyaratkan pengalaman kerja sekurangkurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit bagi
27
akuntan yang ingin memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan publik (SK Menteri Keuangan No.43/KMK.017/1997)”. 2.
Pendidikan Pendidikan adalah keahlian dalam akuntansi dan auditing dimulai dengan
pendidikan formal yang diperluas dengan pengalaman praktik audit. Pendidikan dalam arti luas adalah pendidikan formal, pelatihan, atau pendidikan lanjut. Pendidikan formal, pelatihan atau pedidikan lanjut yang dibutuhkan untuk menjadi akuntan publik adalah: a.
Sudah menempuh pendidikan di bidang akuntansi (S1 Akuntansi + Ppak),
b. On the job training selama 1.000 jam sebagai ketua tim audit / supervisor c. Lulus ujian sertifikasi akuntan publik d. Mengurus izin akuntan publik kepada Depatemen Keuangan untuk dapat melakukan kegiatan usahanya secara independen (membuka KAP) 3.
Lama Kerja “Lama kerja adalah pengalaman seseorang dan berapa lama seseorang
bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan”. Lama kerja auditor ditentukan oleh seberapa lama waktu yang digunakan oleh auditor dalam mengaudit industri klien tertentu dan seberapa lama auditor mengikuti jenis penugasan audit tertentu. Pengalaman dapat dilihat melalui berbagai sudut pandang. Namun dalam penelitian ini akan digunakan pengalaman dari sudut auditor individual, hal ini dikarenakan auditor adalah subyek yang melakukan audit secara
28
langsung dan berhubungan langsung dalam proses audit sehingga diperlukan pengalaman yang baik untuk menghasilkan audit yang berkualitas. Penelitian yang dilakukan oleh Triana (2011) ditemukan bahwa: “Pengalaman yang dibutuhkan auditor dalam tugas auditnya antara lain : pengalaman umum (general experience), pengalaman tentang industri (industry experience), dan pengalaman tentang tugas audit tertentu (task-spesific experience).” Penjelasan ketiga pengalaman tersebut : 1. Pengalaman umum (general experience) Pengalaman umum ini diperoleh dari lamanya auditor bekerja di bidang audit. 2. Pengalaman tentang industry (industry experience) Pengalaman tentang industri ini diperoleh dari lamanya auditor mengaudit industri klien tertentu. 3. Pengalaman tentang tugas audit tertentu (task-spesific experience) Pengalaman tentang tugas audit diperoleh dari lamanya auditor mengikuti jenis penugasan audit tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Kusharyanti (2003) menghasilkan temuan bahwa auditor yang berpengalaman mempunyai pemahaman yang lebih baik. Mereka juga lebih mampu memberi penjelasan yang masuk akal atas kesalahan-kesalahan dalam laporan keuangan dan dapat mengelompokkan kesalahan berdasarkan pada tujuan audit dan struktur dari sistem akuntansi yang mendasarinya. Sehingga dari penjelasan dari hasil penelitian terdahulu
29
dapat disimpulkan bahwa semakin berpengalaman auditor maka akan semakin peka auditor itu dengan kesalahan penyajian laporan keuangan dan semakin memahami hal-hal yang terkait dengan kesalahan yang ditemukan tersebut, sehingga akan semakin baik kualitas audit yang dihasilkan.’ Sedangkan Harhinto (2004) menghasilkan temuan bahwa pengalaman auditor berhubungan positif dengan kualitas audit dan Elfarini (2007) memperkuat
penelitian
tersebut
dengan
sampel
yang
berbeda
yang
menghasilkan temuan bahwa semakin berpengalamannya auditor maka semakin tinggi tingkat kesuksesan dalam melaksanakan audit. Pernyataan standar auditing pada standar umum pertama (IAPI:2011) menyatakan bahwa: “Auditor harus dilaksanakan oleh seorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan teknis yang cukup sebagai auditor.” Dengan pernyataan tersebut berarti bahwa orang yang melaksanakan tugas audit adalah orang yang benar-benar memiliki keahlian dan pelatihan teknis tersebut diperoleh auditor dari pengalamannya yaitu dilihat dari lamanya ia bekerja sebagai auditor dan frekuensi melakukan tugas audit. a. Lamanya bekerja sebagai auditor Pengalaman kerja telah dipandang sebagai faktor penting dalam memprediksi kinerja auditor, sehingga pengalaman dimasukkan kedalam satu persyaratan dalam memperoleh ijin menjadi akuntan publik (SK Menkeu No.423/KMK.06/2002) yaitu:
30
“Seorang akuntan publik untuk memperoleh ijin khusus harus memiliki pengalaman kerja di bidang audit umum atau laporan keuangan sekurang-kurangnya 1.000 (seribu) jam dalam 5 tahun terakhir dan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) jam diantaranya memimpin dan mensupervisi perikatan audit umum yang disahkan oleh pemimpin KAP tempat bekerja atau pejabat setingkat eselon 1 instansi pemerintah yang berwenang dibidang audit umum.” Berdasarkan
ketentuan
diatas,
maka
menjadi
seorang
auditor
yang
berpengalaman harus memiliki minimal 1.000 jam dalam 5 tahun terakhir dan 500 jam dengan reputasi baik dibidang audit. b. Frekuensi melakukan tugas audit Brouwer (1984) yang dikutip dari Komalasari (2003) mengemukakan bahwa: “Hal yang baru, yang mengherankan akan menjadi biasa dan hilang dalam kontinuitas dengan adanya pengalaman, sebagai contoh: waktu kita belajar bersepeda tidak disadari kalau kita sudah pandai. Hal asing disadari akan menjadi biasa dengan pengalaman.” Dengan semakin seringnya auditor melaksanakan tugasnya, maka pengalaman dan pengetahuannya akan semakin bertambah sehingga menambah kepercayaan diri auditor itu sendiri. Artinya dengan adanya pengalaman, akan tersimpan memori yang dapat menghasilkan informasi. Dengan semakin
31
bertambahnya informasi, maka auditor dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan lebih percaya diri. 2.4.
Independensi Auditor mempunyai kewajiban untuk bersikap jujur tidak saja kepada
pihak manajemen, tetapi juga terhadap pihak ketiga sebagai pemilik laporan keuangan, seperti kreditur, pemilik maupun calon pemilik (Mulyadi, 2010).Dalam melaksanakan pemeriksaan akuntan, akuntan publik memperoleh kepercayaan dari klien dan para pemakai laporan keuangan untuk membuktikan kewajaran laporan keuangan yang disusun dan disajikan oleh klien. Oleh karena itu, dalam memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan yang diperiksa harus bersikap independen terhadap kepentingan klien, para pemakai laporan keuangan, maupun terhadap kepentingan akuntan publik itu sendiri.
1.4.1. Pengertian Independensi Menurut standar auditing seksi 220.1 (SPAP : 2011) menyatakan bahwa: “Independen bagi seorang akuntan publik artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.” Menurut Arens (2011) independensi dalam auditing: “A member in public practice shall be independence in the performance a professional service as require by standards promulgated by bodies designated by a council”.
32
Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya, maka audit yang dihasilkan akan sesuai dengan fakta tanpa ada pengaruh dari luar. Independensi menurut (Mulyadi, 2010): ”Independensi berarti keadaan bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam diri auditor dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.” Dalam Kode Etik Akuntan Publik disebutkan bahwa independensi adalah sikap yang diharapkan dari seorang akuntan publik untuk tidak mempunyai kepentingan pribadi dalam melaksanakan tugasnya, yang bertentangan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Dalam kenyataannya auditor seringkali menemui kesulitan dalam mempertahankan sikap mental independen. Lavin (1976) dalam Kasidi (2007) meneliti 3 faktor yang mempengaruhi independensi akuntan publik, yaitu : (1) Ikatan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, (2) Pemberian jasa lain selain jasa audit kepada klien, dan (3) Lamanya hubungan antara akuntan publik dengan klien. 1.4.2. Klasifikasi dan Indikator Independensi
33
Pengertian independen bagi akuntan publik dan internal auditor diklasifikasikan menjadi 3 jenis independensi, yaitu: 1.
Independence in fact. Artinya audior harus mempunyai kejujuran yang
tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas. Independensi dalam fakta akan ada apabila kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak memihak sepanjang pelaksanaan auditnya. 2.
Independence in appearance. Dalam hal ini, independensi auditor dilihat
dari penampilandi dalam struktur organisasi perusahaan. Akuntan publik adalah seorang yang independen karena merupakan pihak di luar perusahaan sedangkan internal auditor adalah pihak yang tidak independen karena merupakan pegawai di dalam suatu perusahaan. 3.
Independence in mind. Artinya auditor harus memiliki pemikiran untuk
tetap mempertahankan independensinya walaupun dalam kenyataannya ada peluang bagi auditor untuk menggunakan audit findingsnya yang ditemukannya untuk memeras klien. Walaupun baru ada di pikiran auditor saja dan belum dilaksanakan, in-mind auditor sudah kehilangan independensinya(SPAP : 2011). Shockley (1981) dalam Kasidi (2007) meneliti 4 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu (1) Persaingan antar akuntan publik, (2) Pemberian jasa konsultasi manajemen kepada klien, (3) Ukuran KAP, dan (4) Lamanya hubungan audit. Sedangkan menurut Supriyono (2006) ada 6 faktor yang mempengaruhi independensi, yaitu: (1) Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, (2) Jasa-jasa lainnya selain jasa audit, (3) Lamanya hubungan
34
audit antara akuntan publik dengan klien, (4) Persaingan antar KAP, (5) Ukuran KAP, dan (6) Audit fee. Elfarini (2007) mengukur independensi diukur melalui lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien dan pemberian jasa non audit. Peneliti sendiri akan mengukur independensi auditor dengan cara menanyakan lama hubungan dengan klien, tekanan dari klien, telaah dari rekan auditor dan pemberian jasa non audit di perusahaaan yang sama.
Lama hubungan dengan klien Di Indonesia, masalah audit tenure atau masa kerja auditor
dengan klien sudah diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan No.423/KMK.06/2002 tentang jasa akuntan publik. Keputusan menteri tersebut membatasi masa kerja auditor paling lama 3 tahun untuk klien yang sama, sementara untuk Kantor Akuntan Publik (KAP) boleh sampai 5 tahun. Pembatasan ini dimaksudkan agar auditor tidak terlalu dekat dengan klien sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntansi. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang bertentangan mengenai lamanya hubungan dengan klien. Penelitian yang dilakukan oleh Elfarini (2007) menghasilkan temuan bahwa kualitas audit meningkat dengan semakin lamanya audit tenure. Terkait
dengan
lama
waktu
masa
kerja,
Elfarini
(2007)menemukan bahwa semakin lama audit tenure, kualitas audit
35
akan semakin menurun. Hubungan yang lama antara auditor dengan klien mempunyai potensi untuk menjadikan auditor puas pada apa yang telah dilakukan, melakukan prosedur audit yang kurang tegas dan selalu tergantung pada pernyataan manajemen.
Tekanan dari klien Dalam menjalankan fungsinya, auditor sering mengalami konflik
kepentingan dengan manajemen perusahaan. Manajemen mungkin ingin operasi perusahaan atau kinerjanya tampak berhasil yakni tergambar melalui laba yang lebih tinggi dengan maksud untuk menciptakan penghargaan dari pemilik perusahaan ataupun pemegang saham perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut tidak jarang manajemen perusahaan melakukan tekanan kepada auditor sehingga laporan keuangan auditan yang dihasilkan itu sesuai dengan keinginan klien. Pada situasi ini, auditor mengalami dilema. Pada satu sisi, jika auditor mengikuti keinginan klien maka ia melanggar standar profesi. Tetapi jika auditor tidak mengikuti keinginan kliennya, ditakutkan oleh auditor klien dapat menghentikan penugasan atau mengganti KAP auditornya. Goldman dan Barlev (1974) dalam Harhinto (2004) menemukan bahwa usaha untuk mempengaruhi auditor melakukan tindakan yang melanggar standar profesi kemungkinan berhasil karena pada kondisi konflik ada kekuatan yang tidak seimbang antara auditor dengan kliennya. Klien dapat dengan mudah mengganti auditor KAP jika
36
auditor tersebut tidak bersedia memenuhi keinginannya. Sementara auditor membutuhkan fee untuk memenuhi kebutuhannya. Sehingga akan lebih mudah dan murah bagi klien untuk mengganti auditornya dibandingkan bagi auditor untuk mendapatkan sumber fee tambahan atau alternatif sumber fee lain.
Pemberian jasa non-audit pada perusahaan yang sama Jasa yang diberikan oleh KAP bukan hanya jasa atestasi
melainkan juga jasa non atestasi yang berupa jasa konsultasi manajemen dan perpajakan serta jasa akuntansi seperti jasa penyusunan laporan keuangan (Kusharyanti, 2003). Adanya dua jenis jasa yang diberikan oleh suatu KAP menjadikan independensi auditor terhadap kliennya dipertanyakan yang nantinya akan mempengaruhi kualitas audit. Pemberian jasa selain jasa audit berarti auditor telah terlibat dalam aktivitas manajemen klien. Jika pada saat dilakukan pengujian laporan keungan klien ditemukan kesalahan yang terkait dengan jasa yang diberikan auditor tersebut. Kemudian auditor tidak mau reputasinya buruk karena dianggap memberikan alternatif yang tidak baik bagi kliennya. Maka hal ini dapat mempengaruhi kualitas audit dari auditor tersebut (Elfarini, 2007). 1.5.
Kualitas Audit Berdasarkan teori agensi yang mengasumsikan bahwa manusia itu selalu
self-interest maka kehadiran pihak ketiga yang independen sebagai mediator pada
37
hubungan antara principal dan agen sangat diperlukan, dalam hal ini adalah auditor independen.Investor akan lebih cenderung memilih data akuntansi yang dihasilkan dari kualitas audit yang tinggi.
1.5.1. Pengertian Kualitas Audit Dalam Financial Reporting Council (2006), menyatakan definisi kualitas audit sebagai: “Memberikan pendapat yang professional yang didukung oleh bukti audit dan keputusan yang dihasilkan bersifat objektif. Sehingga pada akhirnya auditor dapat memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pemegang saham jika para akuntan publik menyediakan laporan audit yang independen, dapat diandalkan dan didukung oleh bukti audit yang memadai.” Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan bahwa audit yang dilakukan auditor dikatakan berkualitas, jika memenuhi standar auditing dan standar pengendalian mutu. Menurut De Angelo (1981) dalam Kusharyanti (2003) mendefinisikan kualitas audit sebagai kemungkinan (probability) dimana auditor akan menemukan dan melaporkan pelanggaran yang ada dalam sistem akuntansi klien. Adapun kemampuan untuk menemukan salah saji yang material dalam laporan keuangan perusahaan tergantung dari kompetensi auditor sedangkan kemauan untuk melaporkan temuan salah saji tersebut tergantung pada independensinya.
38
Akuntan publik atau auditor independen dalam menjalankan tugasnya harus memegang prinsip-prinsip profesi. Menurut Simamora (2002) ada 8 prinsip yang harus dipatuhi akuntan publik untuk menghasilkan hasil audit yang berkualitas yaitu: 1. Tanggung
jawab
profesi,
setiap
anggota
harus
menggunakan
pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. 2. Kepentingan publik, setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. 3. Integritas,
setiap
anggota
harus
memenuhi
tanggung
jawab
profesionalnya dengan intregitas setinggi mungkin. 4. Objektivitas, setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 5. Kompetensi dan kehati-hatian profesional, setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan hati-hati, kompetensi dan ketekunan
serta
mempunyai
kewajiban
untuk
mempertahankan
pengetahuan dan keterampilan profesional. 6. Kerahasiaan, setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan.
39
7. Perilaku profesional, setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 8. Standar teknis, setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. 1.5.2. Konsep dan Indikator Kualitas Audit Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Deis dan Giroux (1992) dalam Indra (2013) yang melakukan investigasi tentang determinan dari kualitas audit oleh Independen CPA firm di Texas pada Audits of Independen School District. Study ini menganalisa temuan-temuan Quality Control Review (QCR) yang diperoleh melalui pengukuran langsung secara relatif atas kualitas audit, empat hal yang dianggap mempunyai hubungan dengan kualitas audit yaitu audit tenure, jumlah klien, kesehatan keuangan klien, dan review oleh pihak ketiga. Sedangkan Indikator yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada teori Wooten (2003) yang mengukur tingkat kualitas audit dengan : a) Deteksi salah saji, b) Kesesuaian dengan SPAP, c) Kepatuhan terhadap SOP, d) Resiko audit, e) Prinsip kehati-hatian, dan f) Proses pengendalian atas pekerjaan oleh supervisor.
40
1.6.
Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu tentang kualitas audit adalah sebagai berikut :
1)
Elfrani, Eunike Christina (2007). Penelitian yang dilakukan adalah meneliti Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit. Dalam penelitian ini objek yang diteliti adalah Kantor Akuntan Publik di Jawa Tengah. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh simultan antara Kompetensi dan Independensi terhadap kualitas audit yang dilaksanakan oleh aparat inspektorat.
2)
Nur Samsi (2013), pada penelitian ini peneliti meneliti Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, dan Kompetensi Terhadap Kualitas Audit: Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa Pengalaman Kerja, Independensi, dan Kompetensi Terhadap Kualitas Audit baik secara simultan maupun parsial.
3)
Nur Irawati (2011), penelitian ini dilakukan untuk menelitipengaruh independensidan kompetensi terhadap kualitas audit. Secara garis besar ditarik kesimpulan bahwa terdapat pengaruh simultan dan parsial antara independensi, dan kompetensi terhadap kualitas audit.
4)
Komalasari (2013) penelitian ini meneliti apakah ada pengaruh pengalaman dan profesionalisme auditor terhadap kompetensi bukti audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengalaman dan profesionalisme berpengaruh secara parsial terhadap kompetensi bukti audit.
5)
Indra Agustia Saputra (2013) penelitian ini meneliti mengenai Pengaruh Pengalaman dan Etika Profesi Auditor Terhadap Kualitas Audit. Secara
41
garis besar berdasarkan penelitian yang dilakukan ditarik kesimpulan bahwa adanya pengaruh positif secara simultan antara pengalaman dan etika profesi auditorterhadap kualitas audit. 6) Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu Penelitian
Judul
oleh
Penelitian
Hasil penelitian
Persamaan
Elfrani,
Pengaruh
Kompetensi
Eunike
Kompetensi
independensi
Christina
dan
secara
(2007)
Independensi
berpengaruh
Auditor
terhadap kualitas uhi Kualitas di Jawa Tengah
Terhadap
audit
Kualitas Audit
dan Mengukur
Perbedaan
Objek
Faktor Apa penelitiannya
simultan Saja
Yang adalah
Mempengar
Audit
Kantor
Akuntan Publik
Dan
Di
Penelitian Yang Akan Dilakukan objeknya adalah Kantor Akuntan Publik di Jawa Barat
42
Nur
Samsi Pengaruh
(2013)
Pengalaman
Mengukur
Ada Variabel X
Pengalaman
Kerja,
Faktor Apa Kompetensi Di
Kerja,
Independensi, dan Saja
Independensi,
Kompetensi
Mempengar
dan
berpengaruh
uhi Kualitas Ada
Kompetensi
terhadap kualitas Audit
Pemoderasi. Di
Terhadap
Audit baik secara
penelitian yang
Yang Penelitian Terdahulu
dan
Variabel
Kualitas Audit: simultan maupun
akan
dilakuka
Etika Auditor parsial.
tidak
ada
Sebagai
variable
Variabel
pemoderasi.
Pemoderasi Nur Irawati, Pengaruh
Terdapat
Mengukur
(2011)
pengaruh
Faktor Apa Kompetensi
independensid
an kompetensi simultan
dan Saja
Ada
Variabel
Yang Pada Penelitian
terhadap
parsial
antara Mempengar
kualitas audit.
independensi dan uhi Kualitas Penelitian Yang kompetensi
Audit
Terdahulu, Pada
Akan Dilakukan
terhadap kualitas
Ada
audit.
Pengalaman Auditor
Komalasari
pengaruh
Pengalaman
dan Mengukur
(2013)
pengalaman
profesionalisme
Ada
Variabel
Faktor Apa profesionalisme
43
dan
berpengaruh
profesionalism
secara
e
Saja
Yang di
simultan Mempengar
auditor terhadap
penelitian
terdahulu,
Di
uhi Kualitas Penelitian Yang
terhadap
kompetensi bukti Audit
Akan Dilakukan
kompetensi
audit.
ada
bukti audit.
variabelindepen densi
Indra Agustia Pengaruh
Pengalaman
Saputra
Pengalaman
Etika
(2013)
dan
dan Mengukur
Ada
Variabel
Profesi Faktor Apa etika
Etika Auditor Terhadap Saja
Profesi
Kualitas
Auditor
secara
Terhadap
berpengaruh
Yang profesiauditor di
Audit Mempengar
Penelitian
simultan uhi Kualitas Terdahulu.
Kualitas Audit. positif
Audit dan
signifikan terhadap kualitas audit.
2.7
Kerangka Pemikiran Kualitas audit yang baik pada prinsipnya dapat dicapai jika auditor
menerapkan standar-standar dan prinsip-prinsip audit, bersikap bebas tanpa memihak (Independen), patuh kepada hukum serta mentaati kode etik profesi.
44
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) adalah pedoman yang mengatur Standar umum pemeriksaan akuntan publik. Kualitas audit sangat dipengaruhi oleh pengalaman auditor. Auditor harus memiliki kualifikasi untuk memahami kriteria yang digunakan dan harus kompeten untuk mengetahui jenis serta jumlah bukti yang akan dikumpulkan guna mencapai kesimpulan yang tepat setelah memeriksa bukti itu (Arens, 2011). Independensi berarti sikap mental yang bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri auditor dalam mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya. Maka, audit yang dihasilkan akan sesuai dengan fakta tanpa ada pengaruh dari luar dan kualitas audit yang dihasilkannya juga baik. Pengalaman auditor berarti seorang auditor harus mempunyai pengalaman dalam kegiatan auditnya.Pendidikan formal dan pengalaman kerja dalam profesi akuntan merupakan dua hal penting dan saling melengkapi. Pemerintah mensyaratkan Pengalaman Kerja sekurang-kurangnya tiga tahun sebagai akuntan dengan reputasi baik di bidang audit bagi akuntan yang ingin memperoleh izin praktik dalam profesi akuntan publik” (Mulyadi, 2010). Dengan mempertanyakan dan selalu melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti audit, hasil audit yang dihasilkan pun akan lebih bisa di pertanggung jawabkan karena semua keputusan yang diambil dipertimbangkan
45
berdasarkan data dan bukti audit yan ditemukan sehingga auditor dapat menghasilkan laporan audit yang berkualitas tinggi. Untuk mengukur kualitas audit maka diperlukan suatu kriteria. Standar Auditing merupakan salah satu ukuran kualitas audit. Standar ini dapat diterapkan tanpa memandang besar kecilnya usaha klien, bentuk organisasi bisnis, jenis industri maupun sifat organisasi bisnis. Dalam
melaksanakan
proses
audit,
auditor
membutuhkan
sikap
independensi karena dengan sikap tersebut auditor dapat terbebas dari pengaruh eksternal saat kegiatan audit berlangsung. Kemudian dengan pengalaman auditor akan lebih mampu mendeteksi kesalahan maupun kecurangan yang terjadi. Sehingga berdasarkan logika di atas maka pengalaman auditor, independensi auditor memiliki pengaruh terhadap kualitas audit dan dirumuskan kerangka pemikiran sebagai berikut :
46
PENGALAMAN AUDITOR(X1) (Mulyadi, 2010)
KUALITAS AUDIT (Y) (Financial Reporting Council, 2006)
INDEPENDENSI (X2) (Arens, 2011)
Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Ket: : Hubungan Parsial : Hubungan Simultan Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, maka penulis merumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut: H1 :
Pengalaman Auditor, Independensi Auditor berpengaruh secara simultan terhadap kualitas audit
H2:
Pengalaman Auditor, Independensi Auditor berpengaruh secara parsial terhadap Kualitas audit