BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Manajemen Manajemen merupakan alat untuk pencapaian tujuan yang diinginkan.
Manajemen yang tepat akan memudahkan terwujudnya perusahaan, karyawan, masyarakat. Manajemen berasal dari kata to manage artinya mengatur. Pengaturan dilakukan melalui proses dan diaturnya berdasarkan urutan dari fungsi-fungsi manajemen itu (Perencanaan, Pengarahan, Pengendalian). Jadi, manajemen itu merupakan suatu proses untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan. Adapun unsur-unsur manajemen terdiri dari Men, Money, Method, Materials, Machine, dan Market (6M). Dalam suatu organisasi atau perusahaan, manajemen merupakan “alat” dan “wadah” (tempat) untuk mengatur (6M) dan semua aktifitas proses perusahaan dalam mencapai tujuannya. Walaupun manajemen hanya merupakan alat saja, tetapi harus diatur sebaik-baiknya, karena jika manajemen ini tepat maka tujuan optimal dapat diwujudkan, pemborosan terhindar, dan semua potensi yang dimiliki akan lebih bermanfaat. Untuk lebih jelasnya mengenai pengertian manajemen, penulis mengutip beberapa definisi yang terdapat pada salah satu buku sebagai berikut : Menurut G.R Terry (1996:2) : “Manajemen adalah suatu proses yang khas yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber daya lainnya”. Sedangkan pendapat Hasibuan (2007:1) :
10
11
“Manajemen
adalah
ilmu
dan
seni
yang
mengatur
proses
pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu”. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah ilmu dan seni mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai suatu tujuan tertentu. 2.2.
Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Perusahaan sebagai salah satu bentuk organisasi membutuhkan sumber
daya manusia dalam merealisasikan tujuannya, karena manusia merupakan faktor yang terpenting serta selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan maupun perilaku organisasi. Sumber daya manusia merupakan komponen dari perusahaan yang mempunyai arti yang sangat penting. Sumber daya manusia menjadi sumber penentu dari perencanaan tujuan suatu perusahaan karena fungsinya sebagai inti dari kegiatan perusahaan. Tanpa adanya sumber daya manusia maka kegiatan perusahaan tidak akan berjalan sebagaimana mestinya meskipun pada saat ini otomatisasi telah memasuki setiap perusahaan, tetapi apabila pelaku dan pelaksana tersebut yaitu manusia, tidak memberikan peranan yang diharapkan maka otomatisasi itu akan menjadi sia-sia. Untuk lebih memperjelas pengertian dari manajemen sumber daya manusia, berikut ini penulis mengutip beberapa definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli :
Menurut Stoner dan Freeman (1989:329) yaitu : “Human resources management is the management that deals with recruitmen, placement, training and development of organization members”. Yang dapat diartikan sebagai berikut :
12
“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah fungsi manajemen yang berhubungan dengan perekrutan, penempatan, pelatihan dan pengembangan, anggota organisasi”. Menurut Hasibuan (2001:2) : “Manajemen
personalia
pengorganisasian,
adalah
suatu
pengkoordinasian,
perencanaan,
pelaksanaan,
dan
pengawasan terhadap pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan perusahaan”. Dari penjelasan diatas serta pendapat-pendapat para ahli tentang definisi Manajemen Sumber Daya Manusia, penulis berusaha mencoba mengartikan definisi Manajemen Sumber Daya Manusia sebagai suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemutusan hubungan kerja yang dimaksud untuk mencapai tujuan organisasi perusahaan secara terpadu. 2.3
Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen sumber daya manusia merupakan bagian dari manajemen
umum yang memfokuskan diri pada sumber daya manusia. Adapun fungsi manajemen sumber daya manusia sama halnya seperti fungsi manajemen pada umumnya, seperti yang dikemukakan oleh Flippo. Fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia ada dua yaitu : a. Fungsi Manajerial b. Fungsi Operasional
2.3.1 Fungsi Manajerial Fungsi manajerial sumber daya manusia terdiri dari : a. Perencanaan (Planning)
13
Perencanaan mempunyai arti penentuan mengenai program tenaga kerja yang akan mendukung pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. b. Pengorganisasian (Organizing) Organisasi
dibentuk
dengan
merancang
struktur
hubungan
yang
mengaitkan antara pekerjaan, karyawan, dan faktor-faktor fisik sehingga dapat terjalin kerja sama satu dengan yang lainnya. c. Pengarahan (Directing) Pengarahan terdiri dari fungsi staffing dan leading. Fungsi staffing adalah menempatkan orang-orang dalam struktur organisasi, sedangkan fungsi leading dilakukan pengarahan sumber daya manusia agar karyawan bekerja sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. d. Pengendalian (Controlling) Adanya fungsi manajerial yang mengatur aktivitas-aktivitas agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan organisasi sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, bila terjadi penyimpangan dapat diketahui dan segera dilakukan perbaikan.
2.3.2 Fungsi Operasional Fungsi operasional manajemen sumber daya manusia terdiri dari : a. Pengadaan (Procurement) Usaha untuk memperoleh sejumlah tenaga kerja yang dibutuhkan perusahaan,
terutama yang berhubungan dengan penentuan kebutuhan
tenaga kerja, penarikan, seleksi, orientasi dan penempatan. b. Pengembangan (Development) Usaha
untuk
meningkatkan
keahlian
karyawan
melalui
program
pendidikan dan latihan yang tepat agar karyawan atau pegawai dapat melakukan tugasnya dengan baik. Aktivitas ini penting dan akan terus berkembang karena adanya perubahan teknologi, penyesuaian dan meningkatnya kesulitan tugas manajer. c. Kompensasi (Compensation)
14
Fungsi kompensasi diartikan sebagai usaha untuk memberikan balas jasa atau imbalan yang memadai kepada pegawai sesuai dengan kontribusi yang telah disumbangkan kepada perusahaan atau organisasi. d. Pengintegrasian (Intregation) Merupakan usaha untuk menyelaraskan kepentingan individu, organisasi perusahaan, maupun masyarakat. Oleh sebab itu harus dipahami sikap prinsip-prinsip pegawai. e. Pemeliharaan (Maintenance) Setelah keempat fungsi dijalankan dengan baik, maka diharapkan organisasi atau perusahaan mendapat pegawai yang baik. Maka fungsi pemeliharaan adalah dengan memelihara sikap-sikap pegawai yang menguntungkan perusahaan. f. Pemutusan Hubungan Kerja (Separation) Usaha terakhir dari fungsioperasional ini adalah tanggung jawab perusahaan untuk mengembalikan pegawainya ke lingkungan masyarakat dalam keadaan sebaik mungkin, bila organisasi atau perusahaan mengadakan pemutusan hubungan kerja. Dari uraian mengenai fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia di atas, dapat dijadikan suatu tahapan-tahapan yang saling berkaitan dan menunjang satu sama lain. 2.4.
Pengertian dan Ruang Lingkup Stres Kerja Stres merupakan kondisi psikofisik yang ada dalam diri setiap orang.
Artinya stres dialami oleh setiap orang, tidak mengenal jenis kelamin, usia, kedudukan, jabatan atau status social ekonomi. Stres dapat berpengaruh positif maupun negative. Pengaruh positif mendorong orang untuk membangkitkan kesadaran dan menghasilkan pengalaman baru. Sedangkan pengaruh negative, menimbulkan perasaan-perasaan tidak nyaman, tidak percaya diri, penolakan, marah, depresi dan memicu sakit kepala, sakit perut, insomnia, tekanan darah tinggi atau stroke. Ada beberapa pendapat yang memberikan pengertian dari stres kerja, meskipun pendapat-pendapat pengungkapannya berlainan tetapi pada
15
dasarnya mengandung arti yang sama. Dengan adanya beberapa pendapat mengenai pengertian stres kerja, maka akan menambah wawasan dan memperluas pandangan kita terhadap pengertian dari stres kerja. 2.4.1 Pengertian Stres Kerja Sebelum menjelaskan pengertian dari stres kerja, terlebih dahulu Penulis akan mengemukakan pengertian tentang stress yang penulis kutip dari beberapa sumber. Hartono (2007;5) menjelaskan bahwa stress adalah reaksi non spasifik mausia terhadap rangsangan atau takanan (stimulus stressor), yang merupakan reaksi adaptif, bersifat sangat individual sehingga suati stress bagi seseorang belum tentu sama tanggapannya bagi orang lain.Sedangkan menurut Maramis (1994;65) stress adalah segala masalah atau tuntutan penyesuaian diri dan mengganggu keseimbangan hidup, apabila tidak diatasi dengan baik, maka akan muncul gangguan badan atau jiwa. Menurut Gregson (2007;29) menyatakan bahwa stres diartikan sebagai status yang dialami oleh individu ketika muncul ketidakcocokan antara tuntutan-tuntutan yang dihadapi dengan kemampuan yang dimiliki. Mangkunegara (2008:179) mengemukakan stres kerja sebagai suatu ketegangan atau tekanan yang dialami ketika tuntutan yang dihadapkan melebihi kekuatan yang ada pada diri kita. Dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa stres adalah suatu kondisi ketegangan fisik maupun psikologis yang dirasakan individu sebagai akibat dari ketidaksesuaian antara tuntutantuntutan siuasional dengan sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang dimilikinya serta ditandai dengan adanya reaksi fisiologis maupun psikologis. 2.4.2 Kategori Stres Kerja Menurut Phillip L (dikutip Jacinta,2002) seseorang dapat dikategorikan mengalami stress kerja bila : 1. Urusan stres yang dialami melibatkan juga pihak organisasi atau perusahaan tempat
individu bekerja. Namun penyebabnya tidak hanya diperusahaan,
16
karena masalah rumah tangga yang terbawa ke pekerjaan dan masalah pekerjaan yang terbawa kerumah dapat juga menjadi menyebab stress kerja. 2. Mengakibatkan dampak negative bagi perusahaan dan juga individu. 3. Oleh karenanya diperlukan kerja sama antara kedua belah pihak untuk penyelesaikan persoalan stress tersebut. 2.4.3 Gejala-Gejala Stres Menurut (Robbins,2003;pp.800-802) Secara umum, seseorang yang mengalami stress akan menampilkan gejala-gejala yang meliputi 3 aspek, yaitu : Physiological, Psychological dan Behavior. Adapun penjelasan ketiga aspek tersebut adalah sebagai berikut: 1. Physiological memiliki indikator yaitu, terdapat perubahan pada metabolisme tubuh, meningkatnya kecepatan detak jantung, dan napas, meningkatnya tekanan darah, timbulnya sakit kepala, dan menyebabkan serangan jantung. 2. Psychological memiliki indikator yaitu terdapat ketidakpuasan hubungan kerja, tegang, gelisah, cemas, mudah marah, kebosanan dan sering menunda pekerjaan. 3. Behavior memiliki indikator yaitu terdapat perubahan pada produktivitas, ketidakhadiran
dalam
jadwal
kerja,
perubahan
pada
selera
makan,
meningkatnya konsumsi pada rokok dan alcohol, berbicara dengan intonasi cepat, mudah gelisah dan susah tidur. Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada individu, yaitu: 1. Gejala psikologis Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil penelitian mengenai stres pekerjaan : a. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung b. Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian) c. Sensitif dan hyperreactivity
17
d. Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi e. Komunikasi yang tidak efektif f. Perasaan terkucil dan terasing g. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja h. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi i. Kehilangan spontanitas dan kreativitas j. Menurunnya rasa percaya diri
2. Gejala fisiologis Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah: a. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami penyakit kardiovaskular b. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin) c. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung) d. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan e. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome) f. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada g. Gangguan pada kulit h. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot i. Gangguan tidur j. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena kanker
3. Gejala perilaku Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah: a. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan b. Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
18
c. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan d. Perilaku sabotase dalam pekerjaan e. Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan, mengarah ke obesitas f. Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi g. Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi h. Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas i. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman j. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri
Adapun gejala-gejala stres di tempat kerja yang sering terjadi, yaitu meliputi: 1. Kepuasan kerja rendah 2. Kinerja yang menurun 3. Semangat dan energi menjadi hilang 4. Komunikasi tidak lancar 5. Pengambilan keputusan jelek 6. Kreatifitas dan inovasi kurang 7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif. Semua yang disebutkan di atas perlu dilihat dalam hubungannya dengan kualitas kerja dan interaksi normal individu sebelumnya. 2.4.4 Strategi Manajemen Stres Kerja Secara umum strategi manajemen stres kerja dapat dikelompokkan menjadi strategi penanganan individual, organisasional dan dukungan sosial (Margiati, 1999: 77-78) : 1. Strategi Penanganan Individual
19
Yaitu strategi yang dikembangkan secara pribadi atau individual. Strategi individual ini bisa dilakukan dengan beberapa cara, antara lain : a. Melakukan perubahan reaksi perilaku atau perubahan reaksi kognitif. Artinya, jika seorang karyawan merasa dirinya ada kenaikan ketegangan, para karyawan tersebut seharusnya rehat sejenak (time out) terlebih dahulu. Cara time out ini bisa macam-macam, seperti istirahat sejenak namun masih dalam ruangan kerja, keluar ke ruang istirahat (jika menyediakan), pergi sebentar ke kamar kecil untuk membasuh muka air dingin atau berwudhu bagi orang Islam, dan sebagainya. b. Melakukan relaksasi dan meditasi. Kegiatan relaksasi dan meditasi ini bisa dilakukan di rumah pada malam hari atau hari-hari libur kerja. Dengan melakukan relaksasi, karyawan dapat membangkitkan perasaan rileks dan nyaman. diharapkan
Dengan dapat
demikian
karyawan
yang
mentransfer kemampuan
melakukan dalam
relaksasi
membangkitkan
perasaan rileks ke dalam perusahaan di mana mereka mengalami situasi stres. Beberapa cara meditasi yang biasa dilakukan adalah dengan menutup atau memejamkan mata, menghilangkan pikiran yang mengganggu, kemudian perlahan-lahan mengucapkan doa.Melakukan diet dan fitnes. Beberapa cara yang bisa ditempuh adalah mengurangi masukan atau konsumsi garam dan makanan mengandung lemak, memperbanyak konsumsi makanan yang bervitamin seperti buah-buahan dan sayursayuran, dan banyak melakukan olahraga, seperti lari secara rutin, tenis, bulu tangkis, dan sebagainya (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:78). 2. Strategi-Strategi Penanganan Organisasional Strategi ini didesain oleh manajemen untuk menghilangkan atau mengontrol penekan tingkat organisasional untuk mencegah atau mengurangi stres kerja untuk pekerja individual. Manajemen stres melalui organisasi dapat dilakukan dengan:
20
a. Menciptakan iklim organisasional yang mendukung. Banyak organisasi besar saat ini cenderung memformulasi struktur birokratik yang tinggi dengan menyertakan infleksibel, iklim impersonal. Ini dapat membawa pada stres kerja yang sungguh-sungguh. Sebuah strategi pengaturan mungkin membuat struktur tebih terdesentralisasi dan organik dengan pembuatan keputusan partisipatif dan aliran komunikasi ke atas. Perubahan struktur dan proses struktural mungkin menciptakan Iklim yang lebih mendukung bagi pekerja, memberikan mereka lebih banyak kontrol terhadap pekerjaan mereka, dan mungkin mencegah atau mengurangi stres kerja mereka. b. Memperkaya desain tugas-tugas dengan memperkaya kerja baik dengan meningkatkan faktor isi pekerjaaan (seperti tanggung jawab, pengakuan, dan kesempatan untuk pencapaian, peningkatan, dan pertumbuhan) atau dengan meningkatkan karakteristik pekerjaan pusat seperti variasi skill, identitas tugas, signifikansi tugas, otonomi, dan timbal balik mungkin membawa pada pernyataan motivasional atau pengalaman berani, tanggung jawab, pengetahuan hasil-hasil. c. Mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional. Konflik peran dan ketidakjelasan diidentifikasi lebih awal sebagai sebuah penekan individual utama. Ini mengacu pada manajemen untuk mengurangi konflik dan mengklarifikasi peran organisasional sehingga penyebab stres ini dapat dihilangkan atau dikurangi. Masing-masing pekerjaan mempunyai ekspektansi yang jelas dan penting atau sebuah pengertian yang ambigi dari apa yang dia kerjakan. Sebuah strategi klarifikasi peran yang spesifik memungkinkan seseorang mengambil sebuah peranan menemukan sebuah catatan ekspektansi dari masing-masing pengirim peran. Catatan ini kemudian akan dibandingkan dengan ekspektansi fokal seseorang, dan banyak perbedaan akan secara terbuka didiskusikan untuk mengklarifikasi ketidakjelasan dan negoisasikan untuk memecahkan konflik.
21
d. Rencana dan pengembangan jalur karir dan menyediakan konseling. Secara
tradisional,
organisasi
telah
hanya
menunjukkan
melalui
kepentingan dalam perencanaan karir dan pengembangan pekerja mereka. Individu dibiarkan untuk memutuskan gerakan dan strategi karir sendiri. 3.
Strategi Dukungan Sosial. Untuk mengurangi stres kerja, dibutuhkan dukungan sosial terutama orang
yang terdekat, seperti keluarga, teman sekerja, pemimpin atau orang lain. Agar diperoleh dukungan maksimal, dibutuhkan komunikasi yang baik pada semua pihak, sehingga dukungan sosial dapat diperoleh seperti dikatakan Landy (dalam Margiati, 1999:78) dan Goldberger & Breznitz (dalam Margiati, 1999:78). Ada empat pendekatan terhadap stres kerja menurut pendapat Keith Davis & John W. Newstrom, (dalam Mangkunegara, 2002:157-158) yaitu : 1. Pendekatan dukungan sosial. Pendekatan ini dilakukan melalui aktivitas yang bertujuan memberikan kepuasan sosial kepada karyawan. Misalnya: bermain game, dan bercanda. 2. Pendekatan melalui meditasi. Pendekatan ini perlu dilakukan karyawan dengan cara berkonsentrasi ke alam pikiran, mengendorkan kerja otot, dan menenangkan emosi meditasi ini dapat dilakukan selama dua periode waktu yang masing-masing 15-20 menit. Meditasi bias dilakukan di ruangan khusus. Karyawan yang beragama Islam biasanya melakukannya setelah shalat Dzuhur melalui doa dan zikir kepada Allah SWT. 3. Pendekatan melalui biofeedback. Pendekatan ini dilakukan melalui bimbingan medis. Melalui bimbingan dokter, psikiater, dan psikolog, sehingga diharapkan karyawan dapat menghilangkan stress yang dialaminya.
22
4. Pendekatan kesehatan pribadi. Pendekatan ini merupakan pendekatan preventif sebelum terjadinya stres. Dalam hal ini karyawan secara periode waktu yang kontinyu memeriksa kesehatan, melakukan relaksasi otot, pengaturan gizi, dan olahraga secara teratur. 2.5
Faktor-Faktor Penyebab Stres Kerja Noi & Smith (1994;28) menyatakan penyebab stres pada umumnya
mencangkup
berbagai
peristiwa
traumatik,
kecemasan
frustrasi
dan
ketidakmampuan mngendalikan situasi. Setiap penyebab stres bervariasi dalam tingkat stres yang ditimbulkannya dan jangka waktu beberapa lama stres tersebut berlangsung. Menurut Feidman (1999;509) ada tiga karakteristik utama penyebab stres, yaitu peristiwa kataklismik (cataclysmic events), stress personal (personal stressors) dan stressor latar belakang (background stressors). Dari ketiga stressor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Peristiwa kataklismik (cataclysmic events).
Kejadian atau peristiwa
kataklismik memiliki beberapa karakter dasar, yaitu biasanya terjadi secara tiba-tiba dengan sedikit tanda-tanda atau bahkan tidak ada tanda-tanda akan terjadi suatu peristiwa. Pengaruhnya sangat kuat sehingga muncul respons universal dan melibatkan sejumlah besar orang. Kekuatan kataklismik yang mendadak menimbulkan rasa bingung pada korban, biasanya membutuhkan usaha sangat besar untuk melakukan coping secara efektif. Contoh peristiwa kataklismik
adalah bencana alam, perang,
kebocoran nuklir, kebakaran hebat dan sebagainya. 2. Personal stressors (stress personal) meliputi kesakitan, kematian anggota keluarga yang disayangi, kesulitan ekonomi dan sebagainya yang biasanya dialami oleh seseorang dan membawa pengaruh yang buruk. 3. Background stressors (stressor latar belakang) atau daily hassles yang sering dinamakan juga stressor mikro, bersifat stabil dan intensitasnya rendah. Contohnya kehilangan barang, terlambat kerja dan hal-hal lain yang bersifat rutin.
23
Menurut Sarafino (dalam Smet, 1994;116&124) Stres kerja dapat disebabkan karena : 1. Lingkungan fisik yang terlalu menekan, seperti kebisingan, temperatur udara, kelembaban udara, penerangan kurang, 2. Kurangnya kontrol yang dirasakan, 3. Kurangnya hubungan interpersonal, 4. Kurangnya pengakuan terhadap kemajuan kerja, para pekerja akan merasa stres bila tidak mendapatkan promosi yang selayaknya mereka terima. Dalam model stres kerja yang dikembangkan oleh Ivansevich dan Matteson, “Organizational Stressor and Heart Disease”, (dalam Kreitner dan Kinicki,2005) penyebab stres antara lain meliputi: Level individual, level kelompok, level organisasional, dan level ekstra organisasional. Stressor level individual yaitu yang secara langsung dikaitkan dengan tugas pekerjaan seseorang (person-job interface). Contoh yang paling umum stressors level individual ini adalah : 1. Role overload merupakan kondisi dimana pegawai memiliki terlalu banyak pekerjaan yang harus dikerjakan atau dibawah tekanan jadwal waktu yang ketat, 2. Role conlict. Terjadi ketika berbagai macam pegawai memiliki tugas dan tanggung jawab yang saling bertentangan satu dengan yang lainnya. Konflik ini juga terjadi ketika pegawai diperintahkan melakukan tugas/pekerjaan yang berlawanan dengan hati nurani atau moral yang mereka anut, 3. Role ambiguity. Terjadi ketika pekerjaan itu sendiri tidak didefinisikan secara jelas. Oleh karena pegawai tidak mampu untuk menentukan secara tepat apa yang diminta organisasi dari mereka, maka mereka terus menerus merasa cemas apakah kinerja mereka telah cukup atau belum, 4. Responsibility for other people. Hal ini berkaitan dengan kemajuan karir pegawai. Kemajuan karir yang terlalu lambat, terlalu cepat, atau pada arah yang tidak diinginkan akan menyebabkan para pegawai mengalami tingkat
24
stress yang tinggi. Apalagi jika mereka harus bertanggung jawab terhadap karir seseorang yang lain akan menyebabkan level stres menjadi lebih tinggi. Menurut (Robbin, 2003, pp. 794-798) penyebab stres itu ada 3 faktor yaitu: 1. Faktor Lingkungan. Ada beberapa faktor yang mendukung faktor lingkungan. Yaitu: 1. Perubahan situasi bisnis yang menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila perekonomian itu menjadi menurun, orang menjadi semakin mencemaskan kesejahteraan mereka. 2. Ketidakpastian politik. Situasi politik yang tidak menentu seperti yang terjadi di Indonesia, banyak sekali demonstrasi dari berbagai kalangan yang tidak puas dengan keadaan mereka. Kejadian semacam ini dapat membuat orang merasa tidak nyaman. Seperti penutupan jalan karena ada yang berdemo atau mogoknya angkutan umum dan membuat para karyawan terlambat masuk kerja. 3. Kemajuan teknologi. Dengan kemajuan teknologi yang pesat, maka hotel pun menambah peralatan baru atau membuat sistem baru. Yang membuat karyawan harus mempelajari dari awal dan menyesuaikan diri dengan itu. 4. Terorisme adalah sumber stres yang disebabkan lingkungan yang semakin meningkat dalam abad ke 21, seperti dalam peristiwa penabrakan gedung WTC oleh para teroris, menyebabkan orang-orang Amerika merasa terancam keamanannya dan merasa stres. 2. Faktor Organisasi Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghindari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam kurun waktu terbatas, beban kerja berlebihan, bos yang menuntut dan tidak peka, serta
25
rekan kerja yang tidak menyenangkan. Dari beberapa contoh diatas, penulis mengkategorikannya menjadi beberapa faktor dimana contoh-contoh itu terkandung di dalamnya. Yaitu: 1. Tuntutan tugas merupakan faktor yang terkait dengan tuntutan atau tekanan untuk menunaikan tugasnya secara baik dan benar. 2. Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali sulit dirujukkan atau dipuaskan. Kelebihan peran terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambiguitas peran tercipta bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan. 3. Tuntutan antar pribadi adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar, khususnya di antara para karyawan yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi. 4. Struktur Organisasi menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan dan dimana keputusan itu diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada karyawan merupakan potensi sumber stres. 3. Faktor Individu Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama faktor-faktor persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan. 1. Faktor persoalan keluarga. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan
26
dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja. 2. Masalah Ekonomi. Diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja. 3. Karakteristik kepribadian bawaan.
Faktor individu
yang penting
mempengaruhi stres adalah kodrat kecenderungan dasar seseorang. Artinya gejala stres yang diungkapkan pada pekerjaan itu sebenarnya berasal dari dalam kepribadian orang itu.
Menurut Hurrel (dalam Munandar, 2001:381-401), faktor-faktor yang dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan kedalam lima kategori besar yaitu: 1. Faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan. Termasuk dalam kategori ini adalah tuntutan fisik dan tuntutan tugas. Tuntutan fisik misalnya faktor kebisingan. Sedangkan faktor-faktor tugas mencakup: kerja malam, beban kerja dan penghayatan dari resiko dan bahaya. a. Tuntutan fisik : kondisi fisik kerja mempunyai pengaruh fatal terhadap fisik dan psikologis diri seorang tenaga kerja. Kondisi fisik dapat merupakan pembangkit stres (stressor). Suara bising selain dapat menimbulkan gangguan sementara atau tetap pada alat pendengaran kita, juga dapat merupakan sumber stres yang menyebabkan peningkatan dari kesiagaan dan ketidakseimbangan psikologis kita. b. Tuntutan tugas : penelitian menunjukkan bahwa shift/kerja malam merupakan sumber utama dan stres bagi para pekerja pabrik(Monk & Tepas dalam Munandar, 2001:383-389). Para pekerja shift malam lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada para pekerja pagi atau siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan pada perut. Beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stress.
27
2. Peran individu dalam organisasi Setiap tenaga kerja bekerja sesuai dengan perannya dalam organisasi, artinya setiap tenaga kerja mempunyai kelompok tugasnya yang harus dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada dan sesuai dengan yang diharapkan oleh atasannya. Namun demikian tenaga kerja tidak selalu berhasil untuk memainkan perannya tanpa menimbulkan masalah. Kurang baik berfungsinya peran, yang merupakan pembangkit stres yaitu meliputi : konflik peran dan kataksaan peran (role ambiguity). a. Konflik Peran Konflik peran akan timbul jika seorang tenaga kerja mengalami pertentangan. Pertentangan antara tugas-tugas yang harus ia lakukan dan antara tanggung jawab yang ia miliki berupa :
Tugas-tugas yang harus ia lakukan yang menurut pandangannya bukan merupakan bagian dari pekerjaannya.
Tuntutan-tututan yang bertentangan dari atasan, rekan, bawahannya, atau orang lain yang dinilai penting bagi dirinya.
Pertentangan dengan nilai-nilai dan keyakinan pribadinya sewaktu melakukan tugas pekerjaannya.
b.
Ketaksaan peran Seorang pekerja yang tidak memiliki cukup informasi untuk dapat
melaksanakan tugasnya, atau tidak mengerti atau merealisasi harapan-harapan yang berkaitan dengan peran tertentu. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan ketaksaan berupa: Kesamaran tentang tanggung jawab. Ketidakjelasan tentang prosedur kerja. Kesamaran tentang apa yang diharapkan oleh orang lain. Kurang adanya balikan, atau ketidakpastian tentang produktifitas kerja. Menurut Gibson (1987), ada empat faktor penyebab terjadinya stres. Stres terjadi akibat dari adanya tekanan (stressor) ditempat kerja, stressor tersebut yaitu :
28
1. Stressor lingkungan fisik berupa sinar, kebisingan, temperatur dan udara yang kotor. 2. Stressor individu berupa konflik peranan, ketaksaan peranan, beban kerja, tanggung jawab terhadap orang lain, ketiadaan kemajuan karier. 3. Stressor kelompok berupa hubungan yang buruk dengan rekan sejawat, bawahan dan atasan. 4. Stressor keorganisasian berupa ketiadaan partisipasi, struktur organisasi, tingkat jabatan, dan ketiadaan kebijaksanaan yang jelas Stressor di tempat kerja
Stressor Lingkungan Fisik Sinar, kebisingan, temperatur, udara yang kotor
Konsekuensi atau dampak
Kependudukan atau keperilakuan
SUBJEKTIF
Umur, jenis kelamin, pendidikan, kesejahteraan fisik
Kecemasan
KEPERILAKUAN Stressor Individu
Mudah mendapat kecelakaan
Konflik peranan,ketaksaan peranana,beban layak, tanggungjawab terhadap orang, ketiadaan kemajuan karier, dan rancangan pelkerjaan
Pengalaman psikologis dan fisik, atau persepsi dan tuntutan yang berlebihan terhadap orang
KOGNITIF Ketidakmampuan membuat keputusan yang jelas
Stressor Individu FISIOLOGIS
Hubungan yang buruk dengan rekan sejawat, bawahan dan atasan
Meningkatkan tekanan darah
KESEHATAN FISIK & MENTAL Penyakit jantung koroner Stressor Keorganisasian Ketiadaan partisipasi, Struktur organisasi, tingkat jabatan, dan ketiadaan kebijaksanaan yang jelas
Kognitif/afektif perilaku tipe A,perubahan kehidupan, dukungan sosial
Gambar 2.1 Stres dan Pekerjaan : Sebuah Model Kerja
KEORGANISASIAN Produktifitas rendah
29
2.6
Pengertian dan Ruang Lingkup Kinerja Karyawan Kinerja seorang karyawan merupakan hal yang bersifat individual, karena
setiap karyawan mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda dalam mengerjakan tugasnya. Pihak manajemen dapat mengukur karyawan atas unjuk kerjanya berdasarkan kinerja dari masing-masing karyawan. Untuk memahami tentang kinerja karyawan maka penulis akan mengemukakan mengenai kinerja karyawan yang dikutip dari berbagai sumber. 2.6.1 Pengertian Kinerja Kinerja merupakan aspek penting dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan. Dengan kinerja yang baik, maka perusahaan tersebut akan mencapai tujuan yang diinginkannya. Tujuan dari peningkatan kerja ini adalah untuk memastikan bahwa perusahaan dapat mencapai tujuannya. Peningkatan kinerja karyawan dikatakan penting karena manusialah yang mengelola seluruh sistem dalam perusahaan sehingga perusahaan dapat memperoleh keuntungan darinya. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2009:67) mengemukakan bahwa ”Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya”. Sedangkan menurut Sedarmayanti (2011:260) mengungkapkan bahwa “Kinerja merupakan terjemahan dari performance yang berarti hasil kerja seorang pekerja, sebuah proses manajemen atau organisasi secara keseluruhan, dimana hasil kerja harus dapat ditunjukkan buktinya secara konkrit dan dapat diukur (dibandingkan dengan standar yang telah ditentukan)”. Menurut Wibowo (2010:7) mengemukakan bahwa “Kinerja adalah tentang bagaimana melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut”. Berdasarkan beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kinerja merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya selama periode tertentu sesuai dengan peran dan
30
tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut Mangkunegara (2001:68) bahwa karakterikstik orang yang mempunyai kinerja tinggi adalah sebagai berikut:
1. Memiliki tanggung jawab pribadi yang tinggi. 2. Berani mengambil dan menanggung resiko yang dihadapi. 3. Memiliki tujuan yang realistis. 4. Memiliki rencana kerja yang menyeluruh dan berjuang untuk merealisasi tujuannya. 5. Memanfaatkan umpan balik (feed back) yang konkrit dalam seluruh kegiatan kerja yang dilakukannya. 6. Mencari
kesempatan
untuk
merealisasikan
rencana
yang
telah
diprogramkan.
2.6.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja
Faktor – faktor penentu pencapaian prestasi kerja atau kinerja individu dalam organisasi sebagaimana yang dijelaskan oleh Keith Davis yang dikutip oleh Mangkunegara (2005:13) yang merumuskan bahwa:
Human Performance
=
Ability x Motivation
Motivation
=
Attitude x Situation
=
Knowledge x Skill
Ability
1.
Faktor Kemampuan (Ability) Secara psikologis, kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi
(IQ) dan kemampuan reality (knowledge + Skill). Artinya, pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.
31
2. Faktor Motivasi (Motivation)
Motivasi diartikan sebagai suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersifat positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
Selanjutnya, menurut Hasibuan (2011) adalah sebagai berikut: 1. Faktor individu Secara psikologis, individu yang normal adalah individu yang memiliki integritas tinggi antara fungsi psikis (rohani) dan fisiknya (jasmani). Dengan adanya integritas yang tinggi, maka individu tersebut memiliki konsentrasi diri yang baik. Konsentrasi yang baik ini merupakan modal utama individu manusia untuk mampu mengelola dan mendayagunakan potensi dirinya secara optimal dalam melaksanakan kegiatan atau aktivitas kerja sehari – hari dalam mencapai tujuan organisasi.
2. Faktor lingkungan organisasi Faktor lingkungan kerja organisasi sangta menunjang bagi individu dalam mencapai prestasi kerja. Faktor lingkungan organisasi yang dimaksud antara lain uraian jabatan yang jelas, autoritas yang memadai, target kerja yang menantang, pola komunikasi kerja yang efektif, hubungan kerja yang harmonis, iklim kerja respek dan dinamis, peluang berkarir dan fasilitas kerja yang relatif memadai.
Menurut Simamora (2004) berpendapat bahwa kinerja dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya: 1. Faktor individual yang terdiri dari: kemampuan dan keahlian, latar belakang dan demografi.
32
2. Faktor
psikologis
yang
terdiri
dari:
persepsi,
attitude,
personality,
pembelajaran, dan motivasi. 3. Faktor organisasi yang terdiri dari: sumber daya, kepemimpinan, penghargaan, struktur, job design.
Sedangkan, menurut Mahmudi (2005) menyatakan faktor – faktor yang mempengaruhi kinerja adalah sebagai berikut: 1. Faktor yang dipersonal/individual meliputi: pengetahuan, keterampilan, kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh setiap individu. 2. Faktor kepemimpinan meliputi: kualitas dalam memberikan dorongan, semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader. 3. Faktor tim meliputi: kualitas dukungan dan semangat yang diberikan oleh rekan dalam suatu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim, kekompakan dan keeratan tim. 4. Faktor sistem meliputi: sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi dan kultur kinerja dalam organisasi. 5. Faktor kontekstual (situasional) meliputi: tekanan dan perubahan lingkungan eksternal dan internal.
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa faktor individu, organisasi maupun lingkungan di sekitar organisasi merupakan faktor – faktor yang dapat mempengaruhi kinerja karyawan.
2.6.3 Penilaian Kinerja Dalam suatu perusahaan, penilaian kinerja digunakan sebagai alat dasar untuk menentukan penghargaan terhadap karyawan. Menurut Gorda (2006) penilaian kinerja adalah:
33
1. Penilaian
kinerja
menyediakan
berbagai
informasi
untuk
keperluan
pengambilan keputusan tentang promosi, mutasi, demosi, pelatihan, dan pentepan kebijaksanaan kompensasi. 2. Penilaian kinerja merupakan media antara pimpinan dan bawahan untuk bersama – sama mengevaluasi bawahan yang berkaitan dengan pekerjaan. Dengan mengetahui kelemahan, kelebihan, hambatan dan dorongan atau berbagai faktor sukses bagi kinerja seseorang atau institusi, maka terbukalah jalan menuju profesionalisme, yaitu memperbaiki kesalahan – kesalahan yang dilakukan pada waktu itu.
2.6.4 Tujuan Penilaian Kinerja Menurut Robbins (2006) mengungkapkan bahwa penilaian kinerja memiliki sejumlah tujuan dalam berorganisasi, diantaranya: 1.
Penilaian dipergunakan untuk pengambilan keputusan personalia yang penting seperti dalam hal promosi, transfer, atau pemberhentian.
2.
Penilaian memberikan penjelasan tentang pelatihan dan pengembangan yang dibutuhkan.
3.
Penilaian kinerja dapat digunakan sebagai kriteria untuk program seleksi dan pengembangan.
4.
Penilaian kinerja untuk memenuhi tujuan umpan balik yang ada terhadap karyawan tentang bagaimana organisasi/ perusahaan memandang kinerja mereka. Penilaian kinerja adalah untuk mengukur seberapa jauh efektivitas
pemanfaatan sumber daya manusia dalam organisasi. Penilaian kinerja harus dilakukan secara objektif dan sistematis agar penilaian dapat dikatakan adil dan tidak memihak siapapun. Penilaian yang efektif harus mengidentifikasikan kinerja yang sesuai dengan standar, mengukur kriteria – kriteria yang harus diukur dan selanjutnya memberi feedback kepada karyawan.
34
2.6.5 Faktor – Faktor Penilaian Kinerja Penilaian kinerja (performance appraisal) menurut Simamora (2004) adalah proses yang dipakai oleh organisasi untuk mengevaluasi pelaksanaan kerja individu karyawan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi penilaian kinerja karyawan, yaitu: a. Karakteristik situasi b. Deskripsi pekerjaan, spesifikasi pekerjaan, dan standar kinerja pekerjaan c. Tujuan – tujuan penilaian kinerja d. Sikap para karyawan dan manajer terhadap evaluasi.
Menilai prestasi kerja karyawan secara adil dan objektif dalam periode tertentu hasilnya akan bermanfaat bagi organisasi atau perusahaan. Begitupun sebaliknya, karyawan pun dapat mengevaluasi diri sehingga akan mudah untuk mengembangkan karirnya dimasa yang akan datang.
2.7
Penelitian Terdahulu Sebagai bahan pembanding dan bahan kajian, penulis mempelajari
penelitian terdahulu untuk dapat memahami mengenai penelitian yang penulis lakukan. Adapun penelitian terdahulu yang penulis pelajari adalah sebagai berikut : Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu No Peneliti
1
Tommy
Jenis
Judul
Penelitian
Penelitian
Skripsi
Variabel
Metode
Hasil Penelitian
Penelitian Penelitian
Pengaruh Stres X1 = Stres Deskriptif
Faktor Stres Kerja
Meilitza
Kerja
dan Motivasi Kerja
(2009)
Motivasi Kerja X2
dan Kerja =
Berpengaruh
Terhadap
Motivasi
terhadap Karyawan
Kinerja
Kerja
ATC MATSC
Karyawan
Y Kinerja
=
35
Karyawan
2
Hermita (2011)
2.8
Skripsi
Pengaruh Stres X1 = Stres Deskriptif
Faktor
Kerja Terhadap Individu
Individu
Kinerja
X2 = Stres
Stressor Kelompok
Karyawan PT. Kelompok
memiliki pengaruh
Semen Tonasa X3 = Stres
yang
(Persero)
Organisasi
terhadap
Pangkep
Y
Karyawan
=
Stressor dan
signifikan
PT.
Kinerja
Semen
Karyawan
(Persero) Pangkep
Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Pengembangan sumber daya manusia adalah tujuan untuk dapat memenuhi
kebutuhan bagi setian karyawan maupun bagi perusahaan. Perusahaan perlu mengelola berbagai masalah atau tekanan yang dialami oleh karyawan yang dapat menyebabkan terjadinya stres kerja. Perusahaan harus memperhatikan apa yang menjadi faktor-faktor penyebab stres yang berasal dari dalam lingkungan kerja yang dapat menurunkan kinerja karyawan. Untuk dapat meminimalisir tingkat stres kerja yang mempunyai dampak terhadap perusahaan, ada baiknya untuk mengetahui pengertian dari stres ini sendiri. Menurut Siagian (2005:300) mengemukakan bahwa : “Stres merupakan kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran dan kondisi fisik seseorang”.
Kinerja
Tonasa
36
Pengaruh stres kerja ada yang menguntungkan maupun merugikan bagi perusahaan. Namun pada taraf tertentu, pengaruh yang menguntungkan perusahaan diharapkan akan memacu karyawan untuk dapat menyelesaikan pekerjaan dengan sebaik-baiknya, karena dalam suatu perusahaan , setiap karyawan membawa tingkat pengendali stres dan juga beragam stres berbeda-beda ke dalam situasi pekerjaan mereka, maka hal tersebut dapat mempengaruhi perilaku dalam aktifitas kerja mereka masing-masing . Karena biasanya stres akan menunjukkan perubahan perilaku, dimana perubahan perilaku terjadi dalam diri manusia sebagai usaha mengatasi stres. Kerangka konseptual ini (Gambar 1.1) dibentuk atas dasar sintesis dari teori David dan Newstrom (dalam Margiati, 1999,73-75) yang mengemukakan bahwa : “Adanya perubahan karakteristik pekerjaan dan lingkungan kerja yang mengandung situasi stres antara lain adalah tugas/beban kerja yang terlalu banyak, supervisor yang kurang pandai, terbatasnya waktu dalam mengerjakan pekerjaan, kurang mendapat tanggung jawab yang memadai, ambiguitas peran, perbedaan nilai dengan perusahaan, frustasi, perubahan tipe pekerjaan dan konflik peran. Semua faktor tersebut dapat menimbulkan stres kerja”. Menurut Ivanchevich & Matteson (2005:27), bahwa penyebab stres dibagi 3 (tiga) kategori utama, yaitu : 1. Stressor Individu. Yang termasuk kedalam stressor individual antara lain : konflik peran, beban berlebih, ambiguitas peran, tanggung jawab, dan langkah perubahan. 2. Stressor Kelompok. Yang termasuk ke dalam stressor kelompok antara lain : partisipasi, perilaku manajerial, kekurangan kepaduan, konflik dalam group dan ketidaklayakan status.
37
3. Stressor Organisasi. Yang termasuk stressor organisasi antara lain : Lingkungan organisasi, teknologi, politik, budaya, dan struktur organisasi. Dalam perusahaan apabila stressor tersebut dapat membentuk stres kerja maka dampak negatifnya akan menyebabkan kinerja yang tidak baik. Menurut beberapa ahli dapat dikemukakan pengertian dari kinerja. Menurut Wibowo (2007:4), Kinerja adalah implementasi dari rencana yang telah disusun. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang memiliki kemampuan, kompetensi, motivasi, dan kepentingan. Bagaimana organisasi menghargai dan memperlakukan sumber daya manusianya akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam menjalankan kinerja. Kinerja
organisasi
juga
ditunjukkan
oleh
bagaimana
proses
berlangsungnya suatu kegiatan untuk mencapai tujuan tersebut. Di dalam proses pelaksanaan aktivitas harus selalu dilakukan monitoring, penilaian, dan review atau peninjauan ulang terhadap kinerja sumber daya manusia. Melalui monitoring dilakukan pengukuran dan penilaian kinerja secara periodik untuk mengetahui pencapaian kemajuan kinerja dilakukan prediksi apakah terjadi deviasi pelaksanaan terhadap rencana yang dapat mengganggu pencapaian tujuan. Keempat stressor yang membentuk stres kerja yang telah dikemukakan diatas merupakan suatu dimensi variabel yang dapat menghasilkan dampak terhadap kinerja karyawan secara keseluruhan. Berdasarkan teori-teori tersebut, maka dapat dibuat secara skematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini yang dapat ditunjukan sebagai berikut :
38
Stressor lingkungan fisik (X1) Stressor individu Stres Kerja (X)
(
(X2)
KINERJA
Stressor kelompok
(Y)
(X3) Stressor keorganisasian (X4)
Gambar 2.2 Skematis kerangka pemikiran Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mencoba mengambil hipotesis yang akan diteliti dan diuji kebenarannya yaitu : a. H1 : Terdapat pengaruh stressor lingkungan fisik terhadap kinerja karyawan. b. H2 : Terdapat pengaruh stressor individu terhadap kinerja karyawan. c. H3 : Terdapat pengaruh stressor kelompok terhadap kinerja karyawan. d. H4 : Terdapat pengaruh stressor keorganisasian terhadap kinerja karyawan. e. H5 : Terdapat pengaruh stressor lingkungan fisik, individu, kelompok, dan keorganisasian terhadap kinerja karyawan.