BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pendahuluan Definisi lingkungan menurut Undang-Undang No. 23 Tahun1997 adalah
kesatuan ruang dengan semua benda dan perilakunya, yang memengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Dalam definisi tersebut terdapat unsur makhluk hidup, yaitu manusia, di mana peran aktif manusia dapat menjadikan lingkungan hidup seperti apa yang diinginkan. Bumi yang dihuni manusia menyediakan berbagai jenis makanan dan sumber kebutuhan untuk hidup berbagai spesies. Namun, sisi dasar manusia tidak cukup hanya memenuhi kebutuhannya saja, tetapi juga ingin meningkatkan kenyamanan hidupnya. Sumber daya alam yang tersedia merupakan salah satu modal pembangunan. Oleh sebab itu pemanfaatannya harus memperhatikan keberkelanjutan dan tidak dengan cara merusak. Cara-cara yang dipergunakan harus dipilih secara tepat agar tetap memelihara sumber daya alam tersebut sehingga makin besar manfaatnya untuk pembangunan di masa datang (Ervianto, 2012). Pembangunan
yang
bertujuan
untuk
memenuhi
kebutuhan
dan
meningkatkan kesejahteraan manusia tidak terlepas dari penggunaan berbagai jenis sumber daya alam. Eksploitasi sumber daya alam yang tidak memerhatikan kemampuan dan daya dukung lingkungan dapat mengakibatkan merosotnya kualitas lingkungan. Sektor konstruksi merupakan penyumbang pertumbuhan ekonomi suatu negara, tetapi dampak yang ditimbulkan akibat kegiatan konstruksi terhadap lingkungan sangat besar. Bangunan gedung dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik
5
untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Bangunan gedung sebagai tempat manusia melakukan kegiatan yang mempunyai peranan dalam pembentukaan watak, perwujudan produktivitas, dan jati diri manusia. Tabel 2.1 Data jumlah gedung dari tahun 2002 sampai 2007 Tahun
Jumlah Gedung
2002
73
2003
94
2004
70
2005
146
2006
130
2007
112
Sumber:Badan Pusat Statistik Kota Denpasar 2.2
Sick Building Syndrome Sick building syndrome (SBS) atau Building related illness (BRI) adalah
situasi dimana penghuni gedung mengeluhkan permasalahan kesehatan, keselamatan dan kenyamanan yang akut dalam suatu gedung selama mereka berada di dalam gedung tersebut dan secara berangsur menghilang setelah mereka meninggalkan gedung. Fenomena ini sering terjadi, tetapi kurang disadari oleh kebanyakan orang. SBS terdiri dari sekumpulan gejala iritasi kulit dan gejala lainnya terkait dengan gedung sebagai tempat kerja, penyebabnya adalah gedung yang tidak terawat dengan baik (Hedge, 2003). Istilah Sick Building Syndrome pertama kali dikenalkan oleh para ahli di negara Skandinavia di awal tahun 1980-an, karena sindrom ini umumnya dijumpai dalam ruangan gedung-gedung pencakar langit (O. Bruce Dickerson, 1988). Namun dari penelitian tahun 1978-1988 oleh NIOSH ditemukan pada gedung-gedung biasa dengan karakteristik kualitas udara yang buruk (NIOSH, 1998).
6
Berbagai keluhan dan gejala yang timbul pada saat seseorang berada di dalam gedung dan kondisi membaik setelah tidak berada di dalam gedung, besar kemungkinan karena menderita “sick building syndrome” atau “sindrom gedung sakit”. Kasus-kasus SBS memang tidak menunjukkan gejala-gejala yang khas dan secara obyektif tidak dapat diukur. Keluhan dan tanda berupa sakit kepala, lesu, iritasi mata maupun kulit serta berbagai problema pernafasan, seringkali sulit diperoleh penyebab yang nyata dan kadang-kadang dihubungkan dengan SBS apabila terdapat riwayat tinggal di gedung dengan kualitas ruangan yang buruk Istilah SBS sudah digunakan lebih dari 20 tahun tanpa definisi yang jelas. Umumnya gejala dan keluhan SBS tidak cukup spesifik bahkan biasanya tidak dianggap serius. Penyakit akibat lingkungan semakin hari semakin menimbulkan problem kesehatan masyarakat, terutama pada kondisi lingkungan yang di bawah standar (Anies, 2004). Kualitas udara, ventilasi, pencahayaan serta penggunaan berbagai bahan kimia di dalam gedung, merupakan penyebab yang sangat potensial bagi timbulnya SBS (Hedge, 2003). Kondisi semakin buruk jika gedung yang bersangkutan menggunakan air-conditioned (AC) yang tidak terawat dengan baik (Slamet, 2002). Namun, selain karena penyebab yang bersumber pada lingkungan, ternyata keluhan-keluhan pada SBS juga dipengaruhi oleh faktorfaktor di luar lingkungan, seperti problem pribadi, pekerjaan dan psikologis yang dianggap mempengaruhi kepekaan seseorang terhadap SBS (Hedge, 2003). Pada hakikatnya, SBS merupakan problem kesehatan yang unik dan khusus serta dipandang cukup penting. Upaya untuk mengatasi SBS harus selalu dilakukan oleh para pengelola gedung, hotel, perkantoran maupun perumahan. Upaya ini mestinya dilakukan sejak tahap perencanaan, konstruksi maupun operasional. SBS menurut Slamet (2002) adalah gejala-gejala gangguan kesehatan, umumnya berkaitan dengan saluran pernafasan. Sekumpulan gejala ini dihadapi oleh orang yang bekerja di gedung atau di rumah yang ventilasinya tidak direncanakan dengan baik.
7
Gambar 2.1 Gejala Sick Building Syndrome (SBS) Sumber: http://nymaspramana.blogspot.com/2012/12/sick-buildingsyndrome.html Banyak kasus SBS menunjukkan gejala-gejala yang tidak jelas secara klinis, sehingga tidak dapat diukur. Sebagian besar penderita adalah para pekerja rutin di gedung-gedung (WHO, 1983). Meskipun keluhan dan tanda yang dikemukakan oleh para penderita bersifat kronis dan mencapai 80% dari pekerja dilaporkan menderita SBS, tetapi seringkali tidak ditemukan polusi yang jelas. Para penghuni gedung yang tidak sehat ini umumnya mengalami gejala-gejala SBS yang bervariasi. Gejala-gejala tersebut meliputi sakit kepala, pusing, mual, iritasi pada mata, hidung maupun tenggorokan yang disertai dengan batuk kering. Gejala khas pada kulit, berupa kulit kering dan gatal-gatal. Keluhan SBS yang sering dikemukakan antara lain kelelahan, peka terhadap bau yang tidak sedap serta sulit berkonsentrasi (Hedge, 2003). Lingkungan bekerja perkantoran biasanya berbeda dari lingkungan kerja di pabrik. Perkantoran menangani kegiatan administrasi atau merangkap kegiatan pelayanan jasa kepada masyarakat umum, sedangkan pada pabrik menangani produksi barang atau komoditi. Umumnya lingkungan kerja administrasi lebih baik daripada pekerjaan produksi. Hal ini karena adanya anggapan bahwa pekerjaan administrasi dan jasa lebih menggunakan pikiran dinilai lebih berat daripada pekerjaan produksi yang menggunakan kekuatan fisik. Dengan demikian
8
para eksekutif yang menangani administrasi dan jasa memerlukan tempat yang nyaman untuk meningkatkan produktivitas kerja.
2.3
Penyebab Sick Building Syndrome Berdasarkan penelitian NIOSH pada kurun waktu tahun 1978 sampai
dengan 1988, diperoleh hasil adanya karakteristik kualitas udara yang buruk pada gedung-gedung. Selanjutnya EPA mendefinisikan sindrom gedung sakit merupakan istilah untuk menguraikan situasi dimana penghuni gedung atau bangunan mengalami gangguan kesehatan akut dan efek timbul saat berada dalam suatu bangunan, tetapi tidak ada penyebab yang spesifik. Istilah SBS menurut Aditama (2002), mempunyai maksud yaitu: 1. Kumpulan gejala (sindrom) yang dikeluhkan seseorang atau kelompok orang meliputi perasaan-perasaan tidak spesifik yang mengganggu kesehatan berkaitan dengan kondisi gedung tertentu. 2. Kondisi gedung tertentu berkaitan dengan keluhan atau gangguan kesehatan tidak spesifik yang dialami penghuninya, sehingga dikatakan gedung yang sakit. Beberapa keluhan atau gejala SBS menurut Aditama (2002), terbagi dalam tujuh kategori antara lain: 1. Iritasi selaput lendir, seperti iritasi mata, pedih, merah dan berair. 2. Iritasi hidung, seperti iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, bersin, batuk kering. 3. Gangguan neurotoksik (gangguan saraf/gangguan kesehatan secara umum), seperti sakit kepala, lemah, capek, mudah tersinggung, sulit berkonsentrasi. 4. Gangguan paru dan pernafasan, seperti batuk, nafas bunyi, sesak nafas, rasa berat di dada. 5. Gangguan kulit, seperti kulit kering, kulit gatal. 6. Gangguan saluran cerna, seperti diare. 7. Gangguan lain seperti gangguan perilaku, gangguan saluran kencing, dll.
9
Sedangkan penyebab SBS meurut EPA (1968), sebagai berikut: 1. Ventilasi tidak cukup Standar ventilasi pada sebuah gedung yaitu kira-kira 15 kaki berbentuk kubus sehingga udara keluar dapat masuk dan menyegarkan penghuni di dalamnya tidak semata-mata untuk melemahkan dan memindahkan bau. Dengan ventilasi yang tidak cukup, maka proses pengaturan suhu tidak secara efektif mendistribusikan udara pada penghuni ruangan sehingga menjadi faktor pemicu timbulnya SBS. 2. Zat pencemar kimia bersumber dari dalam ruangan Polusi udara dalam ruangan bersumber dari dalam ruangan itu sendiri, seperti bahan pembersih karpet, mesin foto copy, tembakau, dan termasuk formaldehid dan triplek. 3. Zat pencemar kimia bersumber dari luar gedung Udara luar yang masuk pada suatu bangunan bisa merupakan suatu sumber polusi udara dalam gedung, seperti pengotor dari kendaraan bermotor, dan semua bentuk partikel baik padat maupun cair yang dapat masuk melalui lubang angin atau jendela dekat sumber polutan. Bahan-bahan polutan yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa gas karbon monoksida, nitrogen dioksida, dan berbagai bahan organik lainnya bersumber dari luar gedung. Karbon monoksida dapat timbul pada berbagai proses pembakaran, seperti pemanas ruangan. Gas CO juga dapat masuk ke dalam ruangan melalui asap mobil dan kendaraan lain yang lalu lalang di luar suatu gedung. Kadar CO yang tinggi akan berakibat buruk pada jantung dan otak. Nitrogen oksida juga dapat keluar pada proses memasak dengan kompor gas. Gas ini dapat menimbulkan kerusakan di saluran nafas di dalam paru. 4. Zat pencemar biologi Bakteri, virus dan jamur adalah jenis pencemar biologi yang berkumpul di dalam pipa saluran udara dan alat pelembab udara, serta dari alat pembersih karpet. Mikroorganisme yang berasal dari dalam ruangan contohnya adalah bakteri dan jamur.
10
Menurut Hedge (2003), SBS merupakan kategori penyakit umum yang berkaitan dengan beberapa aspek fisik sebuah gedung dan selalu berhubungan dengan sistem ventilasi. Sementara menurut Soemirat (2002), SBS merupakan gejala-gejala
gangguan
kesehatan,
umumnya
berkaitan
dengan
saluran
pernapasan. Sekumpulan gejala ini dihadapi oleh orang yang bekerja di gedung atau di rumah yang ventilasinya tidak direncanakan dengan baik. 2.4
Faktor yang Mempengaruhi Sick Building Syndrome Faktor yang dapat menimbulkan SBS sangat bervariasi. Paling dominan
adalah gedung atau bangunan itu sendiri, di samping polutan-polutan lingkungan yang spesifik. Namun faktor-faktor yang bersifat individual seperti jenis kelamin wanita, riwayat alergi, stress emosional yang terkait dengan pekerjaan, memberikan andil bagi timbulnya SBS (Anies, 2004). Fenomena SBS berkaitan dengan faktor bangunan atau kondisi gedung itu sendiri, terutama rendahnya kualitas udara ruangan. Menurut Aditama (2002), berbagai bahan pencemar (kontaminan) dapat mengganggu lingkungan udara dalam gedung (indoor air environment) melalui empat mekanisme utama, yaitu: 1. Gangguan sistem kekebalan tubuh (imunologik). 2. Terjadinya infeksi. 3. Bahan pencemar yang bersifat racun (toksik). 4. Bahan pencemar yang mengiritasi dan menimbulkan gangguan kesehatan. Gangguan sistem kekebalan tubuh dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi. Konsumsi zat gizi yang baik akan memperbaiki status gizi, sehingga meningkatkan ketahanan fisik dan meningkatkan produktivitas kerja, di samping membantu mengurangi infeksi (Depkes RI, 1990). Sedangkan bahan kimia yang bersifat racun (toksik) lebih banyak diserap oleh usia tua (Frank C. Lu, 1995). Biasanya sulit untuk menemukan suatu penyebab tunggal dari SBS. Sebagai berikut faktor-faktor individu yang mempengaruhi timbulnya SBS antara lain sebagai berikut: a. Umur Karakteristik pekerja yang berhubungan dengan SBS salah satunya adalah umur. Pemaparan pada suatu zat yang bersifat toksik akan menimbulkan
11
dampak yang lebih serius pada mereka yang berusia tua daripada yang berusia lebih muda dengan kata lain udara yang buruk lebih mudah mempengaruhi kekebalan orang usia tua (Frank C.Lu, 1995). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh NIOSH tahun 1980 menyatakan bahwa umur diatas 40 tahun berhubungan dengan peningkatan kejadian SBS karena umur berkaitan dengan daya tahan tubuh. Semakin tua umur seseorang maka semakin menurun pula daya tahan tubuhnya (Apte, 2005). b. Jenis kelamin Wanita memiliki risiko mengalami gejala SBS lebih besar yaitu sebanyak 35% dibandingkan dengan laki-laki. Biasanya wanita lebih mudah lelah dan lebih berisiko dibanding pria. Hal tersebut dikarenakan ukuran tubuh dan kekuatan otot tenaga kerja wanita relatif kurang dibanding pria, secara biologis wanita mengalami siklus haid, kehamilan dan menopause, dan secara sosial, kultural, yaitu akibat kedudukan sebagai ibu dalam rumah tangga dan tradisi sebagai pencerminan kebudayaan (Suma’mur PK, 1996) c. Masa kerja Pekerja yang masa kerjanya lebih lama berisiko mengalami SBS lebih banyak sebesar 30% dibandingkan yang masa kerjanya baru sebanyak 17% (Hartoyo, 2009). Semakin lama seseorang bekerja semakin berisiko daripada yang lebih sedikit masa kerjanya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ilmu kesehatan, hanya ditemukan satu komponen penyebab terjadinya SBS yaitu dari komponen kesehatan saja, di mana komponen tersebut selalu berkaitan dengan sistem sirkulasi udara dan pernapasan. Padahal jika dilihat dari sudut pandang ilmu teknik, kita bisa mendapatkan tiga komponen dasar dalam SBS, yaitu kenyamanan, kesehatan, dan keselamatan yang saling berkaitan satu sama lain. berikut ini ditampilkan bagan komponen dalam SBS pada Gambar 2.1.
12
keselamatan
kenyamanan
kesehatan
Gambar 2.2 Komponen dasar dalam SBS Sesungguhnya, pertimbangan segi kesehatan pada perencanaan bangunan gedung sudah ada Undang-Undangnya, yaitu UU No. 28 Tahun 2002. UndangUndang ini mengharuskan adanya perpaduan atau pengintegrasian segi kesehatan dan lingkungan kedalam segi rancang bangun (engineering), supaya resiko kesehatan penghuni bangunan dapat dihilangkan atau paling tidak diminimalkan. Kesalahan pemilihan material atau bahan bangunan adalah faktor yang vital karena dapat meracuni penghuni bangunan. Selain faktor di atas, masalah lingkunganpun mempengaruhi dan menyebabkan sindrom ini. Udara tidak bersih yang disebabkan oleh polusi asap kendaraan bermotor, pabrik, dan dapur, pencahayaan yang tidak baik, semua itu berkaitan erat dengan sistem tata ruang. Saat desain belum terbangun, memang belum terasa akibat dari kesalahan desain tersebut. Namun, setelah bangunan ditempati, maka akan mulai terasa ketidaknyamanan saat berada dalam bangunan tersebut. Faktor berikutnya adalah kualitas pelaksanaan kosntruksi, yang dinilai dari spesifikasi pelaksanaan terhadap gambar, penggunaan mutu material yang kurang dari standar yang telah ditentukan.
13
2.5
Kenyamanan
2.5.1. Pengertian Kenyamanan Konsep tentang kenyamanan (comfort) sangat sulit untuk didefinisikan karena lebih merupakan penilaian responsif individu. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, nyaman adalah segar; sehat sedangkan kenyamanan adalah keadaan nyaman; kesegaran; kesejukan. Kenyamanan adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yang bersifat individual dan holistik. Dengan terpenuhinya kenyamanan dapat menyebabkan perasaan sejahtera pada individu tersebut. Kenyamanan dan perasaan nyaman adalah penilaian komprehensif seseorang terhadap lingkungannya. Manusia menilai lingkungannya berdasarkan rangsangan yang masuk ke dalam dirinya melalui keenam indra dan rangsangan syaraf yang dicerna otak. Dalam hal ini yang terlibat tidak hanya masalah fisik biologis, namun juga perasaan, suara, cahaya, bau, suhu, dan lain-lain. Rangsangan ditangkap oleh otak kemudian diolah lalu otak memberikan penilaian apakah keadaan tersebut nyaman atau tidak (Satwiko, 2009). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kenyamanan adalah suatu kontinum perasaan dari paling nyaman sampai paling tidak nyaman yang dinilai berdasarkan persepsi masing-masing individu pada suatu hal yang dimana nyaman pada individu tertentu mungkin berbeda pada individu lain. 2.5.2
Kriteria Pokok Dalam Kenyamanan
1. Kenyaman spasial Kata spasial berasal dari kata space, dalam arsitektur secara sederhana diartikan sebagai ruang. Maka kenyamanan spasial adalah kenyamanan ruang yang dapat diartikan pula dengan kemudahan pergerakan individu. 2. Kenyamanan udara dalam ruang (thermal) keseimbangan antara suhu tubuh manusia dengan suhu tubuh sekitarnya. 3. Kenyamanan visual Berkaitan dengan standar pencahayaan dan standar silau yang diijinkan.
14
4. Kenyamanan akustik Kenyamanan yang berkaitan dengan bunyi. 2.5.3
Aspek dalam Kenyamanan Menurut Kolcaba (2010) ada 4 aspek dalam kenyamanan, yaitu:
1. Kenyamanan fisik berkenaan dengan sensasi tubuh yang dirasakan oleh individu sendiri. 2. Kenyamanan psikospiritual berkenaan dengan kesadaran internal diri, yang meliputi konsep diri, harga diri, makna kehidupan. 3. Kenyamanan lingkungan berkenaan dengan lingkungan, kondisi dan pengaruh dari luar kepada manusia seperti temperatur, warna suhu, pencahayaan, suara, dan lain-lain. 4. Kenyamanan sosial skultural berkenaan dengan hubungan interpersonal, keluarga dan sosial atau masyarakat (keuangan, perawatan kesehatan individu, kegiatan religius, serta tradisi keluarga). 2.5.4 Persyaratan Kenyamanan Bangunan Gedung Menurut Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 ada beberapa persyaratan kenyamanan dalam bangunan gedung, yaitu: 1. Kenyamanan bangunan gedung meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antarruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran dan tingkat kebisingan. 2. Kenyamanan ruang gerak merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari dimensi ruang dan tata letak ruang yang memberikan kenyamanan bergerak dalam ruangan. 3. Kenyamanan hubungan antarruang merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari tata letak ruang dan sirkulasi antar ruang dalam bangunan gedung. 4. Kenyamanan kondisi udara merupakan tingkat kenyamanan yang diperoleh dari temperatur dan kelembaban di dalam ruang untuk terselenggaranya fungsi bangunan gedung.
15
5. Kenyamanan pandangan merupakan kondisi dimana hak pribadi orang dalam melaksanakan kegiatan di dalam bangunan gedungnya tidak terganggu dari bangunan gedung lainnya. 6. Kenyamanan kenyamanan
tingkat yang
getaran ditentukan
dan oleh
kebisingan suatu
merupakan
keadaan
yang
tingkat tidak
mengakibatkan pengguna dan fungsi bangunan gedung terganggu oleh getaran dan/atau kebisingan yang timbul baik dari dalam bangunan gedung maupun lingkungannya. 2.5.5
Faktor-faktor yang mempengaruhi Kenyamanan Menurut Hakim (2006) dan GBCI (2010) ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kenyamanan antara lain: 1. Sirkulasi Kenyamanan dapat berkurang karena sirkulasi yang kurang baik, seperti tidak adanya pembagian ruang yang jelas untuk sirkulasi manusia dan kendaraan bermotor, atau tidak ada pembagian sirkulasi antar ruang satu dengan yang lainnya. 2. Daya alam atau iklim Segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi. a) Radiasi matahari Dapat mengurangi kenyamanan pada siang hari sehingga diperlukan peneduh. b) Angin Perlu memperhatikan arah angin dalam menata ruang sehingga tercipta pergerakan angin mikro yang sejuk dan memberikan kenyamanan. c) Curah hujan Faktor curah hujan sering menimbulkan gangguan pada aktivitas manusia di ruang luar sehingga perlu disediakan tempat berteduh apabila terjadi hujan.
16
d) Temperatur Jika temperatur ruang sangat rendah maka temperatur permukaan kulit akan menurun dan sebaliknya jika temperatur dalam ruang tinggi akan mengalami kenaikan pula. Pengaruhnya temperatur yang terlalu dingin akan mempengaruhi gairah kerja dan temperatur yang terlampau panas dapat membuat kelelahan dalam bekerja dan cenderung banyak membuat kesalahan. 3. Kebisingan Pada daerah yang padat seperti perkantoran atau industri, kebisingan adalah satu masalah pokok yang mengganggu kenyamanan para pekerja yang berada di sekitarnya. 4. Aroma atau bau-bauan Jika ruang kerja dekat dengan tempat pembuangan sampah maka bau yang tidak sedap akan tercium oleh orang yang melaluinya. Hal tersebut dapat diatasi dengan memindahkan sumber bau tersebut ke tempat yang tertutup pandangan visual serta terhalangi oleh tanaman pepohonan ataupun semak. 5. Bentuk bangunan Bentuk dari sebuah bangunan harus disesuaikan dengan ukuran standar manusia agar dapat menimbulkan rasa nyaman. 6. Keamanan Keamanan merupakan hal terpenting, karena ini dapat mengganggu dan menghambat aktivitas yang dilakukan. Keamanan bukan saja berarti dari segi kejahatan (kriminal), tapi juga termasuk kekuatan/keandalan konstruksi, bentuk ruang, dan kejelasan fungsi. 7. Kebersihan Sesuatu yang bersih selain menambah daya tarik lokasi, juga menambah rasa nyaman karena bebas dari kotoran sampah atupun bau-bauan yang tidak sedap. 8. Keindahan Keindahan merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam kenyamanan karena mencakup masalah kepuasan batin dan panca indra. Untuk menilai
17
keindahan cukup sulit karena setiap orang memiliki persepsi yang berbeda untuk menyatakan sesuatu itu adalah indah. 9. Penerangan Untuk memperoleh penerangan yang baik dalam ruangan perlu memperhatikan beberapa hal yaitu cahaya alami, kuat penerangan, kualitas cahaya, daya penerangan, pemilihan dan perletakan lampu. 2.5.6
Keandalan Konstruksi Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi setiap bangunan gedung
adalah persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan teknis bangunan gedung meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung. Yang di dalamnya berisi persyaratan keandalan bangunan gedung yang meliputi: 1. Persyaratan keselamatan Persyaratan
keselamatan
bangunan
gedung
meliputi
persyaratan
kemampuan bangunan gedung untuk mendukung beban muatan. Kemampuan bangunan gedung untuk menahan muatannya merupakan kemampuan struktur bangunan yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan. 2. Persyaratan kesehatan Persyaratan sistem tata udara, pencahayaan, sanitasi, dan penggunaan bahan bangunan gedung. 3. Persyaratan kenyamanan Meliputi kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar ruang, kondisi udara dalam ruang, pandangan, serta tingkat getaran. 4. Persyaratan kemudahan Persyaratan kemudahan meliputi kemudahan hubungan ke, dari, dan di dalam bangunan gedung serta kelengkapan prasarana dan sarana dalam pemanfaatan bangunan gedung.
18
2.5.7
Bangunan Ramah Lingkungan Bangunan dapat dikategorikan sebagai bangunan ramah lingkungan
apabila memenuhi kriteria antara lain (Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun 2010): 1. Menggunakan material bangunan yang ramah lingkungan yang antara lain meliputi: (a) material bangunan yang bersifat eco-label; (b) material bangunan lokal 2. Terdapat fasilitas sarana dan prasarana untuk konservasi sumber daya air dalam bangunan gedung, antara lain: (a) mempunyai sistem pemanfaatan air yang dapat dikuantifikasi; (b) menggunakan sumber air yag memperhatikan konservasi sumber daya air; (c) mempunyai sistem pemanfaatan air hujan. 3. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana konservasi dan diversifikasi energi antara lain: (a) menggunakan sumber energi alternatif terbarukan yang rendah emisi gas rumah kaca; (b) menggunakan sistem pencahayaan dan pengkondisian udara buatan yang hemat energi. 4. Menggunakan bahan yang bukan perusak ozon dalam bangunan gedung, antara lain; (a) refrigran untuk pendingin udara yang bukan bahan perusak ozon; (b) melengkapi bangunan gedung dengan peralatan pemadam kebakaran yang tidak menggunakan bahan perusak ozon. 5. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana pengelolaan air limbah domestik pada bangunan gedung. 6. Terdapat fasilitas pemilahan sampah. 7. Memperhatikan aspek kesehatan bagi penghuni bangunan, antara lain: (a) melakukan pengelolaan sistem sirkulasi udara bersih; (b) memaksimalkan penggunaan sinar matahari. 8. Terdapat fasilitas, sarana, dan prasarana untuk mengantisipasi bencana.
2.5.8
Ruang Terbuka Hijau Ada beberapa definisi yang menjelaskan tentang apa yang dimaksud
dengan ruang terbuka hijau ini, yang dikemukakan oleh para pakar. Menurut Roger Trancik, seorang pakar dibidang Urban Design, ruang terbuka hijau adalah
19
ruang yang didominasi oleh lingkungan alami di luar maupun di dalam kota, dalam bentuk taman, halaman, areal rekreasi kota dan jalur hijau. Sementara menurut Rooden Van FC dalam Grove dan Gresswell (1983), ruang terbuka hijau adalah fasilitas yang memberikan kontribusi penting dalam meningkatkan kualitas lingkungan permukiman, dan merupakan suatu unsur yang sangat penting dalam kegiatan rekreasi. Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan definisi tentang ruang terbuka hijau ini dengan istilah ruang terbuka hijau kawasan perkotaan atau RTHKP. Jika mengacu pada Peraturan Mendagri No.1 tahun 2007 tentang penataan ruang terbuka hijau kawasan perkotaan ini, maka pengertian ruang terbuka hijau adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. Ruang terbuka hijau itu sendiri terbagi atas dua jenis, yaitu RTHKP Publik dan RTHKP Privat. RTHKP Publik adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab Pemerintah Kabupaten/Kota. Sementara RTHKP Privat adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi.
2.5.9
Tata Letak Bangunan Tata letak bangunan memang suatu hal yang seharusnya diperhatikan
betul, karena menyangkut produktivitas masyarakat yang berada di permukiman tersebut. Kurang tegasnya peraturan dan ditambah lagi masyarakat yang tidak perduli memang berakibat ketidakteraturanya suatu bangunan, ruang lingkup yang semakin lama akan semakin sempit akan membentuk suatu daerah atau kawasan menjadi kumuh jika tidak ada penataan yang tepat dan sesuai dengan kawasan tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, rencana tata bangunan dan lingkungan digunakan untuk pengendalian pemanfaatan ruang suatu lingkungan/kawasan. Rencana tata bangunan dan lingkungan memuat persyaratan tata bangunan yang terdiri atas ketentuan program bangunan gedung dan
20
lingkungan, rencana umum, dan panduan rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman pengendalian pelaksanaan.
2.6 Tata Ruang Dalam 2.6.1
Pengertian Tata Ruang dan Kantor Menurut Sayuti (2013), kantor merupakan tempat karyawan melakukan
aktivitas kerjanya, tempat proses penanganan informasi mulai dari menerima, mengumpulkan, mengolah, menyimpan sampai menyalurkan informasi dalam rangka mendukung tercapainya tujuan organisasi. Untuk melakukan kegiatan ini maka diperlukan tata ruang dan kondisi fisik kantor yang standar, agar karyawan dapat melakukan pekerjaan dengan tenang, nyaman, dan lancar. Hal ini dikarenakan penataan tata ruang kantor ditujukan untuk meningkatkan produktivitas suatu organisasi baik secara langsung maupun tidak langsung. Kantor adalah tempat diselenggarakanya kegiatan tata usaha di mana terdapat ketergantungan sistem antara orang, teknologi, dan prosedur untuk menangani data dan informasi mulai dari menerima, mengumpulkan, mengolah, menyimpan, sampai menyalurkan. Sedangkan pengertian Tata Ruang Kantor menurut beberapa ahli: 1. Ida Nuraida, SE dalam bukunya Manajemen Administrasi Perkantoran adalah pengaturan ruangan kantor serta penyusunan alat-alat dan perabotan kantor pada luas lantai dan ruangan kantor yang tersedia untuk memberikan sarana bagi pekerja. 2. The Liang Gie dalam bukunya yang berjudul “Administrasi Perkantoran Modern” menyebutkan bahwa tata ruang perkantoran adalah penyusunan alat-alat kantor pada letak yang tepat serta pengaturan tempat kerja yang menimbulkan kepuasan bekerja bagi para pegawai. 2.6.2
Asas Tata Ruang Kantor Agar pekerjaan dalam kantor dapat dilakukan dengan baik maka ruang
kerja itu perlu di tata sedemikian rupa atau karyawan bekerja menggunakan tata ruang kantor yang baik. Penataan ruangan kantor mulai dari penempatan meja,
21
kursi, dan alat-alat perkantoran harus mempertimbangkan luas ruangan dan jumlah para pegawai yang ada di dalam ruangan tersebut (Sayuti, 2013). Menurut Komaruddin (1998), agar penataan ruang kantor dapat dilakukan dengan baik, maka perlu berdasarkan asas-asas tertentu, adapun asas tata ruang kantor adalah: a. Asas jarak pendek Memungkinkan proses penyelesaian suatu pekerjaan menempuh jarak yang sependek-pendeknya, begitu pula dengan peralatan dan semua kebutuhan yang mereka gunakan saat bekerja juga perlu pada posisi terdekat. b. Asas rangkaian Penempatan posisi karyawan dengan karyawan lain yang ada hubungan kerja yang berkesinambungan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan harus ditempatkan secara berdekatan dan berurutan dari mulai hingga selesainya pekerjaan. c. Asas penggunaan segenap Mempergunakan sepenuhnya semua ruangan yang ada. Sedapat mungkin tidak ada ruangan yang tidak terpakai. d. Asas perubahan setempat Suatu tata ruang yang terbaik adalah yang dapat diubah ataupun disusun kembali dengan tidak terlampaui sukar atau tidak memakan biaya yang besar. Ada pula prinsip-prinsip yang penting untuk dipedomi pada saat menata ruang kantor. Menurut MC Maryati (2008), prinsip-prinsip tata ruang kantor adalah sebagai berikut: 1. Pekerjaan harus mengalir secara terus-menerus. 2. Fungsi yang sama atau berhubungan diletakan berdekatan. 3. Pengaturan perkakas membuat pengawasan lebih mudah. 4. Tidak permanen, agar fleksibel jika terjadi perubahan. 5. Ada ruang yang cukup untuk bergerak atau berjalan.
22
6. Pekerjaan yang menimbulkan suara gaduh, misalnya bagian produksi dijauhkan dari yang lainnya.
2.6.3
Lingkungan Perkantoran Selain soal layout atau desain sebuah kantor, faktor lain yang dapat
mempengaruhi kinerja pegawai kantor adalahlingkungan kantor. Pegawai dapat bekerja dengan maksimal jika lingkungan kerjanya sehat. Saat ini terdapat ilmu untuk melihat tentang kenyamanan dalam bekerja, yaitu ergonomic. Ergonomic adalah ilmu terapan yang digunakan untuk mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan tingkat kenyamanan, efisiensi, dan keamanan dalam mendesain tempat kerja demi memuaskan kebutuhan fisik dan psikologis pegawai di kantor. Konsep kantor masa depan adalah kantor pintar atau smart office. Smart office
mengintergrasi
beberapa
komponen
lingkungan
kantor,
seperti
pencahayaan, AC, konservasi energi melalui komputerisasi kantor. Beberapa fitur smart office, yaitu: 1. Small-zone areas: kantor hanya akan menyalahkan sistem yang terbatas pada area yang digunakan ketika mereka lembur. 2. Smart wired telecommunication sistem: pemasangan sistem komunikasi yang terintergrasi (telephone, faximile, LAN, Hotspot dan lain-lain) mengurangi biaya. Lokasi fisik atau tata ruang tempat orang bekerja mempunyai pengaruh terhadap sikap, produktivitas dan interaksi dengan sekitarnya. Ruang kantor yang di dalamnya termasuk lemari dan meja kantor modern saat ini dirancang dan dibangun sesuai dengan pemikiran tersebut dan perkembangan interior ruang serta teknologi alat-alat kantor. Rancangan ruang kantor saat ini mengarah ke sistem kantor terbuka yang mempermudah komunikasi dan terjalinnya kerja yang harmonis. Sistem ruang kantor terbuka merupakan suatu sistem tata ruang yang memberikan keterbukaan untuk mempermudah berkomunikasi dan interaksi, namun sekaligus menjamin kebebasan pribadi. Kebebasan pribadi diciptakan dengan pemasangan sekat-sekat yang dapat dipindahkan atau digeser. Sekat-sekat tersebut juga menghindarkan para manajer dari isolasi dinding yang tertutup serta
23
suatu perasaan tidak nyaman yang menghinggapi sesorang bila dalam ruangan sama sekali tertutup. Keuntungan yang diperoleh dari sistem ruang kantor terbuka adalah: 1. Ruang kantor terbuka memungkinkah perubahan terus-menerus dengan biaya minimum setelah pola dasarnya ditetapkan. 2. Adanya kenyamanan karena sirkulasi udara berputar dengan lancar, pnerangan merata, kursi dan meja yang enak dipakai memperbaiki semangat kerjadan cenderung menghilangkan sebagian dari perselisihan yang timbul akibat tempat kerja yang terlalu berdekatan. 3. Arus pekerjaan lebih lancar dan hal-hal yang saling berkaitan dapat ditempatkan sedemikian rupa sehingga pekerjaan dapat dengan mudah beralih dari seksi satu ke seksi lain, karena ada ketersambungan antar meja kantor di dalamnya.
2.6.4
Green Office Management Dewasa
ini
semakin
banyak
perusahaan
yang
tertarik
untuk
mengimplementasikan green office management untuk mengelola kantornya. Perkantoran hijau (green office) adalah sistem manajemen lingkungan (environmental management system/EMS) yang praktis dan sederhana dan dikembangkan khusus untuk kondisi perkantoran. Upaya ini dilakukan untuk membantu dan mendukung para manajer perkantoran untuk mendorong ke gaya hidup operasional kantor yang lebih ramah lingkungan. Target pelaksanaan kantor hijau meliputi, mengurangi konsumsi sumber daya alam melalui perbaikan sistem manajemen
lingkungan
kantor,
mempromosikan
praktik
lestari
melalui
peningkatan kesadartahuan karyawan, dan mempromosikan cara-cara mitigasi perubahan iklim lewat penghematan energi dan pemakaian energi terbarukan.
2.6.5
Sistem Pencahayaan yang Baik di Lingkungan Perkantoran McShane (1997) dalam Badru Munir (2007) mendeskripsikan bahwa
80% - 85% informasi yang diterima pegawai di kantor menggunakan indera pengelihatan (mata), seperti membaca surat atau memeriksa tagihan pembayaran. Hal inilah yang menjadikan kenyamanan visual bagi pegawai di kantor sangat
24
penting karena akan mempengaruhi produktivitas mereka. Apabila tingkat cahaya di tempat kerja tidak sesuai maka akan mengakibatkan pegawai mengalami ketegangan pada mata, sehingga berdampak terhadap penurunan motivasi pegawai dan kinerja pegawai menurun. Oleh karena itu, sistem pencahayaan yang efektif harus memperhitungkan kualitas dan kuantitas cahaya yang sesuai dengan tugas, ruangan, serta pegawai itu sendiri. Pencahayaan di lingkungan kerja baru disebut efektif apabila pegawai merasa nyaman secara visual akibat pencahayaan yang seimbang. Rahmawati (2014) menjelaskan, bahwa ada 4 jenis pencahayaan yang di gunakan di kantor, antara lain: 1. Ambient lighting: pencahayaan pada seluruh ruangan dan biasanya dipasang pada langit-langit ruang kantor. 2. Task lighting: menerangi area kerja seorang pegawai, misalnya meja kerja. 3. Accent lighting: memberikan cahaya pada area yang dituju. Dirancang pada sebuah lorong kantor. 4. Natural lighting: berasal dari jendela, pintu kaca, serta cahaya langit/sinar matahari. Terdapat 4 jenis cahaya yang dapat digunakan dalam kantor, yaitu: 1. Cahaya alami: sinar matahari. 2. Cahaya fluorescent: cahaya dengan tingkat terang yang mirip dengan cahaya alami. Kelebihan: memproduksi lebih sedikit panas dan silau, daya tahan lebih lama, hemat listrik, terangnya lebih tersebar, lebih efisien. 3. Cahaya Incandescent: menggunakan tabung filamen, banyak digunakan di rumah. 4. High Intensity Discharge Lamps: biasanya dipakai di jalan raya atau stadion olah raga. Kelebihan: sistem pencahayaan sangat efisien. Kelemahan: menyulitkan untuk membedakan warna. Pemilihan pencahayaan bagi kantor harus tepat agar tidak terjadi gangguan dalam proses kerja pegawai. Pemilihan juga harus berdasarkan parameter efektivitas pencahayaan di kantor, yaitu:
25
1. Visibility: pegawai harus bisa melihat dengan nyaman dan jelas. 2. Fokus: pencahayaan harus dapat membuat pegawai memusatkan perhatiannya dalam melaksanakan tugas dengan membuat terang tempat kerja utama pegawai. 3. Image: modifikasi pencahayaan akan membuat kesan yang berbeda bagi pegawai. Karakteristik yang harus dipenuhi oleh sistem penerangan kantor adalah: 1) Equivalent Spherical Illumination (ESI): mengukur tingkat efisiensi sistem penerangan, yaitu tingkat silau dan pemantulan. 2) Visual Comfort Probability (VCP): rasio tingkat terang langsung dan lebih dari 0.70, nilai VCP 0.80 berarti 80% pegawai yang duduk pada area yang tidak diinginkan tidak merasa terganggu atau silau dengan sistem pencahayaan. 3) Task Illumination (TI): ukuran foot candle, mengukur jumlah cahaya pada area kerja. Nilai TI 100-159 foot candle.
2.6.6
Sistem Penerangan
1. Direct: mengarahkan cahaya 90-100% secara langsung ke area kerja. Mengakibatkan munculnya silau dan bayangan karena sedikit cahaya yang tersebar. 2. Semidirect: pencahayaan 60-90%, cahaya diarahkan ke bawah dan sisanya diarahkan ke atas lalu dipantulkan kembali ke bawah. 3. Indirect: direkomendasikan untuk kebanyakan ruang kantor karena cahaya yang disebarkan mengurangi bayangan dan silau yang ditimbulkan. Sistem ini 90-100% cahaya pertama diarahkan ke atas dan kemudian menyebar dan memantul ke bawah ke area kerja. 4. Semiindirect: mengarahkan 60-90%
cahaya ke atas dan kemudian
dipantulkan ke bawah dan sisanya juga diarahkan ke area kerja. Bayangan dan silau masih menjadi kendala. 5. General Diffuse: mengarahkan 40-60% cahaya ke atas area kerja dan sisanya diarahkan ke bawah. Sistem ini menghasilkan lebih banyak cahaya
26
pada tingkat watt yang sama dengan indirect, bayangan dan silau juga lebih banyak daripada menggunakan semiindirect.
2.6.7
Perawatan Sistem Pencahayaan Semakin lama, lampu yang digunakan untuk memberikan cahaya mulai
berkurang. Penurunan cahaya lampu mulai terjadi pada kira-kira 100 jam penggunaan dan pada beberapa situasi, kadang kala lebih efektif mengganti dengan lampu yang baru, meskipun belum mati. Saat ini semakin banyak perusahaan menjalankan program penggantian lampu secara berkala pada area yang ditentukan. Program pembersihan atap dan bagian permanen lain pada perkantoran secara berkala juga menjadi aspek penting dalam perawatan cahaya. Saat bagian tersebut semakin kotor, permukaan memantulkan cahaya tidak lagi efektif yang tentunya akan mengurangi keefektifan sistem penerangan. Kotoran atau debu ditambah usia pemakaian lampu yang sudah tua akan mengurangi cahaya hingga 50%.
2.6.8
Pencahayaan dan Layar Monitor Untuk mendesain sistem penerangan yang efektif, keberadaan layar
monitor akan menambah tingkat kompleksitansi. Kurangnya perhatian pada pencahayaan yang sesuai terhadap layar monitor berada, dapat mengakibatkan gangguan yang signifikan pada pengelihatan karyawan. Mendesain sistem penerangan pada sekitar layar monitor, antara lain: 1. Mengurangi silau dengan mengurangi jumlah cahaya lampu atau cahaya alami mengenai layar monitor. 2. Menggunakan layar monitor yang dapat diubah posisinya, sehingga bila cahaya yang mengenai layar monitor dianggap terlalu berlebihan dan mengakibatkan silau, pegawai akan menyesuaikan dengan menggeser layar monitor. 3. Menyesuaikan tingkat kontras dan terang pada layar monitor untuk meminimalkan silau. 4. Menggunakan layar untuk mengurangi jumlah cahaya pada layar monitor.
27
5. Meminimalkan jumlah cahaya langsung mengarah ke bawah dan memaksimalkan jumlah cahaya yang tidak langsung pada area komputer. 6. Menggunakan layar datar dari pada layar cembung.
Dari pembahasan di atas, berikut akan dibahas perbedaan penataan cahaya pada dua ruangan utama di sebuah kantor: a. Ruang rapat, ruang rapat menggunakan lampu fluorescent yang linear, sedangkan yang terakhir menggunakan chandelier dengan cahaya yang terfusi. Dengan cahaya yang tidak langsung dua ruangan terakhir akan menghasilkan cahaya yang lembut. Penataan cahaya yang baik telah fokus pada meja rapat namun pencahayaan dari luar melalui jendela terlalu membuat fokus cahaya menjadi pudar. Penataan cahaya yang terbaik adalah dengan pencahayaan yang berimbang, tampak lebih elegan. Kondisi ini ditambah adanya kemungkinan menggunakan dua hingga tiga jenis lampu yang dapat dimatikan atau dihidupkan sesuai dengan tingkat pencahayaan yang dibutuhkan peserta rapat. b. Ruang lobby. Pada ruang lobby, kafetaria maupun ruang publik lain dibutuhkan pencahayaan
yang secara visual
melegakan. Cahaya
difokuskan pada resepsionis yang siap menyambut pengunjung atau tamu dengan ruangan lebih lembut dan nyaman. Pencahayaan yang terbaik adalah penggunaan cahaya matahari membuat kesan kantor lebih alami dan penggunaan lampu bercahaya tidak langsung akan dapat memfokuskan perhatian pengunjung pada resepsionis dan papan nama perusahaan.
2.6.9
Warna Menurut Rahmawati (2014), pemilihan warna sangat berpengaruh
terhadap psikologis seseorang. Memang hal tersebut bukan patokan atau harga mati. Tetapi pengaruh warna pada kondisi psikologis tidak dapat dipungkiri kebenarannya. Pengaruh psikologis warna terhadap perasaan dari segi jarak, suhu dan kejiwaan seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
28
Tabel 2.2 Pengaruh Warna Warna
Efek jarak
Efek suhu
Efek jiwa
Biru
Jauh
Dingin
Menenangkan
Hijau
Jauh
Netral, dingin
Sangat menenangkan
Orange
Sangat dekat
Sangat panas
Semangat
Coklat
Sangat dekat
Netral
Tenang, semangat
Abu-abu
Sangat dekat
Dingin
Melesukan
Kuning
Dekat
Sangat panas
Semangat
Merah
Dekat
Panas
Sangat mengusik
Sumber : Maryati (2007) Jika ruangan sempit agar terkesan luas, maka harus memilih warna-warna yang mempunyai efek jauh. Misalnya dinding di cat warna hijau muda atau biru langit. Jika menginginkan ruangan terkesan sejuk maka harus memilih warna yang mempunyai efek dingin. Jenis-jenis warna antara lain: 1) Warna menyala Warna merah atau kuning. Warna menyala dihindari penggunaan untuk ruang bidang yang luas. Warna tersebut digunakan untuk benda kecil yang ditonjolkan atau sebagai aksen warna yang dipadukan dengan warna yang lainnya. 2) Warna kontras Contohnya adalah paduan warna kuning dan hitam, oranye dan hijau. Warna kontras bisa digunakan dalam satu ruangan, tetapi jangan terlalu banyak, maksimal 3 warna karena akan menimbulkan kesan ramai. 3) Warna tua Warna tua menimbulkan rasa tertekan atau terkesan cenderung kotor. Warna ini dihindari untuk penataan ruang kantor. 4) Warna pastel Warna ini bersifat cerah, ceria dan menimbulkan kesan bersih.
Demikian juga halnya dengan pemilihan warna pada tembok kantor. Beberapa faktor pemilihan warna adalah: (Sukoco, 2007).
29
a. Kombinasi warna: kombinasi dari warna-warna primer-kuning, merah dan biru menghasilkan warna sekunder. b. Efek cahaya pada warna: karena berbagai jenis cahaya buatan mempunyai spektrum yang berbeda, sistem pencahayaan yang digunakan pada kantor juga memiliki efek yang signifikan terhadap pilihan warna. Sumber cahaya hanya akan meningkatkan warna yang sesuai dengan spektrumnya. c. Dampak dari warna: warna sering kali mempengaruhi perasaan. Warna sejuk-biru, hijau dan violet menghasilkan perasaan yang tenang melelahkan. d. Nilai pemantulan pada warna: warna yang lebih terang memantulkan presentase cahaya yang lebih besar daripada warna yang gelap. Beberapa area perkantoran membutuhkan nilai pemantulan warna yang lebih terang dibanding yang lain.
2.6.10 Prinsip Dalam Pemilihan Warna Beberapa faktor yang perlu diperhatikan sebelum memulai proses perencanaan memilih warna ruang kantor, yaitu: a. Penutup lantai. Warna pada dinding dan atap hanya satu di antara beberapa aspek yang berpengaruh dalam pemilihan warna pada ruang kantor. Warna yang digunakan untuk menutup lantai juga sangat penting, dan menutup lantai dengan karpet merupakan pilihan yang bagus. Beberapa manfaat dari penggunaan karpet sebagai penutup lantai adalah: 1. Karpet dapat digunakan sebagai pengontrol suara (peredam suara) 2. Karpet lebih murah dalam perawatan dibandingkan penutup lantai lainnya 3. Karpet jika dibandingkan dengan jenis penutup lantai lain, lebih nyaman dan tidak terlalu melelahkan bagi pegawai yang berdiri lama atau dalam melakukan pekerjaannya yang membutuhkan frekuensi beraktivitas yang relatif tinggi di dalam kantor.
30
b. Penutup dinding. Karpet juga menjadi pilihan favorit untuk menutup dinding karena nilai estetikanya serta kemampuannya untuk menyerap suara. Karpet yang digunakan pada dinding harus memiliki tingkat ketahanan api yang tinggi. Karpet dengan bahan busa di belakangnya tidak direkomendasikan karena dapat menimbulkan asap yang besar ketika terbakar. c. Warna furniture. Pemilihan warna furniture yang akan digunakan dalam ruang kantor juga harus disesuaikan dengan kedua hal tersebut di atas. Pemilihan warna furniture harus mempertimbangkan jangka waktu pemakaiannya. Ketika memilih, nilai kekontrasan dan nilai pemantulan pada permukaan kerja harus dipertimbangkan. Jika tidak, dikhawatirkan ketegangan mata pegawai dan pelanggan yang mengunjungi kantor akan terjadi. Permukaan furniture yang memantulkan cahaya harus dihindari jika sistem pencahayaan yang akan digunakan menghasilkan pencahayaan yang cukup besar. 2.7
Suara dan Udara Tingkat kebisingan pada kantor merupakan faktor lingkungan yang harus
dipertimbangkan untuk mengelola tingkat produktifitas pegawai yang diinginkan. Apabila tingkat kebisingan melampaui batas yang tidak diinginkan, beberapa gangguan fisik dan psikologis terhadap mereka akan terjadi. Misalnya, tingkat kebisingan yang terus menerus berlangsung dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran sementara atau permanen bagi pegawai, disamping mengakibatkan kelelahan fisik dan mentalk sehingga mengurangi produktivitas mereka, serta dapat pula menimbulkan keresahan, gangguan, dan ketegangan dengan meningkatkan tekanan darah serta metabolisme tubuh, dan dalam waktu lama dapat mengakibatkan masalah kesehatan yang serius (Rahmawati, 2014).
2.7.1
Kontrol Suara pada Ruang Kantor Beberapa teknik dapat digunakan dalam mengontrol kebisingan pada
ruang kantor antara lain:
31
1. Kontruksi yang sesuai jumlah kebisingan pada perkantoran dapat dikontrol dengan menggunakan teknik kontruksi bangunan yang efektif. Terdapat dua suara yang akan merambat di udara, yaitu suara yang merambat melalui udara (disebut suara udara) atau melalui struktur bangunan. Berikut
adalah
teknik
konstruksi
yang
direkomendasikan
untuk
mengurangi kebisingan yang tidak diinginkan. a. Memasang jaringan yang terhubung dengan jaringan utama dari sistem HVAC. Hal ini diharapkan akan mengurangi tingkat kebisingan yang dihasilkan oleh sistem tersebut. b. Penggunaan jendela dan pintu yang rapat dan memilki seal yang terbuat dari karet, sehingga suara lebih dapat diredam dan tidak mudah keluar dari ruangan. c. Membangun
udara
diam
pada
beberapa
struktur
bangunan,
yaitudengan menempatkan ruang berongga sehingga suara dapat teredam ke dalamnya. Hal ini akan mengurangi jumlah suara yang merambat dari suatu ruangan ke ruangan lain. d. Penggunaan material kontruksi yang dapat mengurangi kemungkinan terjadinya getaran suara, seperti penggunaan kayu atau alumunium pada jendela yang lebih empuk dibandingkan baja dan sebagainya. 2. Penggunaan material peredam suara: Peredaman suara diukur dengan menggunakan NRC, yang kebanyakan materialnya mempunyai ukuran 50 sampai 95. Nilai 50 berarti 50 persen suara diredam oleh material tersebut. Untuk tujuan meredam suara, material dengan nilai di bawah 75 kurang efektif. Ada 3 kriteria yang dapat digunakan dalam memilih material yang mampu menghasilkan peredaman suara yang optimal, antara lain: a. Peredam yaitu tingkat suara yang dapat diredam oleh material. Tingkat peredaman diukur oleh NRC. b. Pemantulan tingkat pemantulan yang dimiliki material, yaitu suara yang diserap dan dipantulkan kembali ke udara. c. Isolasi tingkat material yang dapat menghalangi suara melewati material tersebut. Isolasi suara dipengaruhi oleh beberapa hal, seperti kepadatan dan berat suara, serta ketebalan material yang akan
32
digunakan untuk meredam suara. Keseimbangan yang sesuai antara pemantulan dan penyerapan suara dibutuhkan pada ruang kantor tertentu untuk membantu mengurangi keberadaan silent voice pada area kerja. Apabila tingkat kebisingan diprediksikan akan meningkat, peredaman harus ditingkatkan dan pemantulan dikurangi. Material dengan struktur keras besi, gelas, maupun plastik akan memantulkan sebagian besar sura jika dibandingkan dengan penggunaan material yang berkarakteristik lebih lembut, misalnya kayu dan spon. 3. Alat peredam suara: beberapa alat peredam suara sering digunakan untuk mengontrol suara perkantoran. Alat peredam suara itu dapat diletakkan pada beberapa mesin di perkantoran. Contohnya mesin tik manual atau printer. 4. Masking: Metode ini melibatkan pencampuran suara kantor dengan suara rendah yang tidak mengganggu. Juga dikenal dengan white noise, masking hamping sama suara yang terdengar ketika suara melewati lorong atau saluran. 2.7.2
Udara Faktor lingkungan kantor lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi fisik
dan psikologis pegawai adalah kondisi udara di dalam kantor. Jika diasumsikan pegawai akan menghabiskan 90 persen jam kerjanya di dalam ruangan (kurang lebih 2.500 jam per tahun), kualitas udara patut menjadi perhatian utama manajer administrasi. Sebagian besar bangunan perkantoran saat ini memiliki udara yang mengandung zat kimia dan biologi dari pada di luar ruangan. Hal ini disebabkan oleh off-gas (bahan kimia yang dihasilkan oleh penuaan gedung maupun beberapa alat perkantoran, misalnya furniture serta penutup lantai yang jarang dibersihkan). Kondisi inilah yang akan menimbulkan sick building syndrome (sindrom gedung sakit) dan menyebabkan pegawai mengalami kepusingan permanen jika mereka menghirupnya dalam waktu yang relatif lama (Damato dan Richter,2003). Beberapa faktor kualitas udara yang perlu diperhatikan adalah temperatur, kelembaban, ventilasi, serta kebersihan udara antara lain:
33
1. Temperatur udara Apabila di luar kantor sedang panas dengan temperatur 30o C, sebaiknya temperatur diatur 26o C, dan apabila temperatur di luar sebesar 14o C, sebaiknya temperatur di dalam kantor diatur pada tingkat 18o C. Di masa depan, energi matahari, tidak diragukan lagi akan menjadi sumber pemanas utama dalam bangunan perkantoran di beberapa bagian dunia. Tergantung pada lokasi geografi bangunan, energi matahari mungkin dapat memberikan semua pemanasan yang dibutuhkan. 2. Tingkat kelembaban udara Tingkat kelembaban udara dipengaruhi temperatur udara. Jika tingkat kelembaban udara sesuai dengan skala yang direkomendasikan, maka temperatur pada perkantoran dapat diturunkan pada musim dingin dan dinaikkan pada musim panas tanpa mengurangi kenyamanannya. 3. Sirkulasi udara Pada
beberapa
menghasilkan
tempat
panas,
kerja,
harus
terutama
yang
peralatannya
disirkulasikan
untuk
menghasilkan
kenyamanan. Tanpa sirkulasi udara, temperatur udara sekitar akan meningkat dan keberadaan off-gas, seperti yang dibahas sebelumnya, akan semakin menetap di tempat yang sama dan mengakibatkan gangguan pernafasan serta gangguan fisik lainnya pada pegawai. 4. Kebersihan udara Alat yang didesain untuk membersihkan udara dipasang pada beberapa bangunan perkantoran guna membersihkan udara dari kuman, debu, dan kotoran. Sebagian besar AC yang dipasarkan pada saat ini telah dilengkapi dengan alat tersebut. Cahaya ultraviolet digunakan untuk membunuh kuman, serta filter mekanik digunakan untuk membuang debu serta kotoran lain.
2.7.3
Musik Musik dapat membantu meningkatkan kepuasan kerja dan produktivitas
pegawai dengan menghilangkan rasa bosan dan monoton dalam melakukan pekerjaan kantor. Musik memberikan efek menenangkan dari kelelahan mental
34
dan fisik serta mengurangi ketegangan. Tipe musik yang dimainkan akan mempengaruhi produktivitas karyawan (Rahmawati, 2014).
2.8
Membangun Perkantoran Ramah Lingkungan Membangun dan menciptakan perkantoran hijau yang ramah lingkungan
kini sudah menjadi suatu tuntutan. Perkantoran hijau (green office) adalah sistem manajemen lingkungan (enviromental management system/EMS) yang praktis dan sederhana dan dikembangkan khusus untuk kondisi perkantoran. Program kantor hijau merupakan sarana pendidikan untuk menginspirasi karyawan dalam menerapkan kebiasaan ramah lingkungan yang pada ujungnya akan membantu menekan biaya perusahaan secara keseluruhan (Joga, 2014).
2.9
Konservasi Energi Menurut UU No. 30/2007 tentang energy dan PP No. 70/2009 tentang
Konservasi energi, definisi konservasi energi adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumber daya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya. Keberhasilan penggunaan energi secara efisien sangat dipengaruhi oleh perilaku, kebiasaan, kedisiplinan dan kesadaran akan hemat energi. Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah yang terencana dan terorganisasi di seluruh organisasi untuk melaksanakan program penghematan energi. Program ini perlu mendapatkan komitmen dan dukungan dari struktur manajemen paling atas perusahaan. Program ini menurut Quible (2001) dalam (Sukoco, 2007), terdiri dari beberapa komponen, yaitu: 1. Komite Konservasi Energi Pembetukan komite konservasi energi, yang biasa dikenal sebagai “komite kantor hijau“, sering kali dibentuk oleh manajemen perusahaan sebagai bentuk adanya komitmen dan dukungan manajemen terhadap program tersebut. Aktivitas komite ini di antaranya melakukan penelitian tentang penggunaan energi di kantor secara efisien dan merumuskan tujuan yang ingin dicapai oleh program yang dimaksud. Agar berjalan dengan efektif,
35
komite ini harus memiliki wewenang untuk memastikan berjalannya rekomendasi yang mereka berikan. 2. Penelitian Efisiensi Energi Sebelum rencana konservasi dijalankan, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui area mana yang penggunaan energinya berlebih, dan area mana yang perlu melaksanakan penghematan energi beserta teknik yang direkomendasikan. Hasil penelitian ini akan memberikan dasar bagi pengembangan tujuan konservasi, yaitu komponen vital dari program konservasi energi. 3. Pengembangan Tujuan Konservasi Energi Setelah penelitian dilakukan, tujuan konservasi dapat dikembangkan. Setelah disetujui oleh komite, segala sesuatu harus dilakukan untuk memastikan pencapaian tujuan yang ingin dicapai. Pengawasan periodik harus dilakukan untuk menentukan perkembangannya dalam mencapai tujuan. Apabila terdapat departemen yang kurang berhasil dalam mencapai tujuan penghemata energi yang telah diharapkan dapat tercapai.
2.10
Kesehatan Bangunan Gedung Pengertian sehat menurut WHO adalah keadaan yg meliputi kesehatan
fisik, mental, dan sosial yang tidak hanya berarti suatu keadaan yang bebas dari penyakit dan kecacatan. Sedangkan menurut UU No 23 / 1992 Tentang kesehatan keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pengertian Lingkungan Menurut Riyadi (1976) adalah tempat pemukiman dengan segala sesuatunya dimana organismenya hidup beserta segala keadaan dan kondisi yang secara langsung maupun tidak dapat diduga ikut mempengaruhi tingkat kehidupan maupun kesehatan dari organisme itu. Terdapat beberapa pendapat tentang pengertian Kesehatan Lingkungan sebagai berikut: 1. Pengertian Kesehatan Lingkungan Menurut World Health Organisation (WHO) pengertian Kesehatan Lingkungan: “Suatu keseimbangan ekologi
36
yang harus ada antara manusia dan lingkungan agar dapat menjamin keadaan sehat dari manusia.” 2. Menurut HAKLI (Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia) “Suatu kondisi lingkungan yang mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat dan bahagia.” 3. Jika disimpulkan Pengertian Kesehatan Lingkungan adalah “ Upaya perlindungan, pengelolaan, dan modifikasi lingkungan yang diarahkan menuju keseimbangan ekologi pada tingkat kesejahteraan manusia yang semakin meningkat.” 2.10.1 Ruang Lingkup Kesehatan Lingkungan Kontribusi lingkungan dalam mewujudkan derajat kesehatan merupakan hal yang essensial di samping masalah perilaku masyarakat, pelayanan kesehatan dan faktor keturunan. Lingkungan memberikan kontribusi terbesar terhadap timbulnya masalah kesehatan masyarakat. Ruang lingkup kesehatan lingkungan adalah:
a. Menurut WHO Menurut
WHO
ruang
lingkupkesehatan
lingkungan
antara
lain:
penyediaan air minum, pengelolaan air buangan dan pengendalian pencemaran,
pembuangan
sampah
padat,
pengendalian
vektor,
pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia, higiene makanan termasuk higiene susu, pengendalian pencemaran udara, pengendalian
radiasi,
kesehatan
kerja,
pengendalian
kebisingan,
perumahan dan pemukiman, aspek kesling dan transportasi udara, perencanaan daerah dan perkotaan, pencegahan kecelakaan, rekreasi umum dan pariwisata, tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk, tindakan pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan. b. Menurut UU No 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan (Pasal 22 ayat 3), ruang lingkup kesehatan lingkungan sebagai berikut:
37
Penyehatan air dan udara, pengamanan limbah padat/sampah, pengamanan limbah cair, pengamanan limbah gas, pengamanan radiasi, pengamanan kebisingan, pengamanan vektor penyakit, penyehatan dan pengamanan lainnya: Misalnya pasca bencana.
Menurut Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 Tentang Kesehatan, Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Lingkungan sehat tersebut antara lain mencakup lingkungan permukiman, tempat kerja, tempat rekreasi, serta tempat dan fasilitas umum.
2.10.2 Persyaratan Kesehatan Bangunan Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002, persyaratan kesehatan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasl 16 ayat (1) meliputi: 1. Sistem penghawaan merupakan kebutuhan sirkulasi dan pertukaran udara yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui bukaan dan/atau ventilasi alami dan/atau ventilasi buatan. 2. Sistem pencahayaan merupakan kebutuhan pencahayaan yang harus disediakan pada bangunan gedung melalui pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan, termasuk pencahayaan darurat. 3. Sistem sanitasi merupakan kebutuhan sanitasi yang harus disediakan di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan sampah, serta penyaluran air hujan.
2.11
Keselamatan Kata “Keselamatan” berasal dari bahasa Yunani yaitu “sozo”
yang
artinya: menyelamatkan, membebaskan, melestarikan, menyembuhkan. Dan dalam kaitannya dengan manusia berarti “menyembuhkan dari kematian atau mempertahankan hidup”. Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang bangunan gedung dijelaskan bahwa: 38
1. Persyaratan bangunan gedung meliputi persyaratan kemampuan gedung untuk mendukung beban muatan, serta kemampuan bangunan gedung dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan bahaya petir. 2. Persyaratan
kemampuan
gedung
dalam
menahan
beban
muatan
merupakan kemampuan struktur bangunan gedung yang stabil dan kukuh dalam mendukung beban muatan. Gedung harus mampu menahan pembebanan maksimum, yaitu beban muatan hidup dan beban muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk mendukung beban muatan yang timbul akibat perilaku alam. 3. Kemampuan bangunan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya kebakaran melalui sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif. Proteksi aktif yang dimaksud adalah kemampuan stabilitas struktur dan elemennya, konstruksi tahan api, kompartemenisasi dan pemisahan, serta proteksi pada bukaan yang ada untuk menahan dan membatasi kecepatan menjalarnya api dan asap kebakaran. Proteksi aktif adalah kemampuan peralatan dalam mendeteksi dan memadamkan kebakaran, pengendalian asap, dan sarana penyelamatan kebakaran. 4. Kemampuan gedung untuk melakukan pengamanan terhadap bahaya petir melalui sistem penangkal petir. Kemampuan gedung untuk melindungi semua bagian bangunan gedung, termasuk manusia di dalamnya terhadap bahaya sambaran petir. Sistem penangkal petir merupakan instalasi penangkal petir yang harus dipasang pada setiap bangunan gedung yang karena letak, sifat geografis, bentuk, dan penggunaanya mempunyai resiko terkena sambaran petir. 2.11.1 Pemadam Kebakaran Untuk mengatasi kebakaran pada bangunan, perlu dilihat fungsi dan jenis tipologi gedungnya, karena gedung bertingkat satu berbeda dengan bertingkat banyak, terlebih bertingkat tinggi atau pencakar langit. Juga bangunan untuk kepentingan umum (publik) berbeda dengan bangunan hunian (privat). Daerah yang peka terhadap air, tentu berbeda dengan tidak dalam penanganannya. Untuk itu, perlu pembedaan alat pendeteksi titik api (smoke detector), pemancar air
39
(sprinklers), dan dengan hallon gas untuk daerah yang riskan kena air (Laksito, 2014). 2.11.2 Penangkal Petir Seperti seringkali terjadi pada daerah tertentu, petir menyambar bangunan dan menimbulkan kerusakan pada komputer dan alat-alat elektronik lain seperti kulkas, radio, TV, dan sebagainya. Untuk itu, pada bangunan tinggi yang ada di daerah hunian penghasil petir, perlu disediakan penangkal petir. Ada banyak jenis penangkal petir dari produk pabrikan yang dapat ditemui di pasar dan dapat dipergunakan, seperti dari tembaga dan dari bahan radio aktif yang mempunyai jangkauan luas. Penangkal petir dipasang pada mahkota bangunan dan sisi samping pada bangunan (Laksito, 2014). 2.12.3 Keselamatan Kerja Penerapan konsep ini tidak boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya (cost) perusahaan, melainkan harus dianggap sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang. Menurut Sumakmur (1988) kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggitingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan –gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakitpenyakit umum. Keselamatan kerja sama dengan Hygiene Perusahaan. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : a. Sasarannya adalah manusia b. Bersifat medis. Pengertian sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya.
40
Paradigma baru dalam aspek kesehatan mengupayakan agar yang sehat tetap sehat dan bukan sekedar mengobati, merawat atau menyembuhkan gangguan kesehatan atau penyakit. Oleh karenanya, perhatian utama dibidang kesehatan lebih ditujukan ke arah pencegahan terhadap kemungkinan timbulnya penyakit serta pemeliharaan kesehatan seoptimal mungkin. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang bertalian dengan mesin, pesawat, alat kerja, bahan, dan proses pengolahannya, landasan tempat kerja dan lingkungannya serta cara-cara melakukan pekerjaan (Sumakmur, 1993). Keselamatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : a. Sasarannya adalah lingkungan kerja b. Bersifat teknik. Pengistilahan Keselamatan dan Kesehatan kerja bermacam-macam ada yang menyebutnya higiene perusahaan dan kesehatan kerja (Hyperkes) dan ada yang hanya disingkat K3, dan dalam istilah asing dikenal occupational safety and health. Keselamatan kerja atau occupational safety, dalam istilah sehari hari sering disebut dengan safety saja, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil budaya dan karyanya. Dari segi keilmuan diartikan sebagai suatu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 2.12
Upaya Pencegahan Sick Building Syndrome Berbagai upaya perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya SBS.
Beberapa upaya penting yang dapat dilakukan antara lain (Arifin, 2014). Pencegahan SBS harus dimulai sejak perencanaan sebuah gedung untuk pekerjaan atau kegiatan tertentu, penggunaan bahan bangunan mulai pondasi bangunan, dinding, lantai, penyekat ruangan, bahan perekat (lem) dan cat dinding yang dipergunakan, tata letak peralatan yang mengisi ruangan sampai operasional peralatan tersebut. Perlu kewaspadaan dalam penggunaan dalam bahan bangunan terutama yang berasal dari hasil tambang, termasuk asbes. Bahan-bahan polutan sebaiknya diletakkan di dalam ruangan-ruangan khusus yang berventilasi dan di luar area
41
kerja. Peningkatan sirkulasi udara seringkali menjadi upaya yang sangat efektif untuk mengurangi polusi di dalam ruangan. Dalam kondisi tertentu, yaitu konsentrasi polutan sangat tinggi, dapat diupayakan dengan ventilasi pompa keluar. Karpet, yang dipergunakan untuk pelapis dinding maupun lantai, secara rutin perlu dibersihkan dengan penyedot debu dan apabila dianggap perlu dalam jangka waktu tertentu dilakukan pencucian. Demikian pula pembersihan AC secara rutin harus selalu dilakukan. Tata letak peralatan elektronik memegang peranan penting. Tata letak yang terkait dengan jarak pajanan peralatan penghasil radiasi elektromagnetik ini tidak hanya dipandang dari segi ergonomic, tetapi juga kemungkinan perannya memberikan andil dalam menimbulkan SBS. Pendidikan dan komunikasi merupakan bagian penting dari program pengelolaan kualitas udara, dalam hal ini terutama kualitas udara di dalam ruangan. Para penghuni maupun pemelihara gedung harus benar-benar mengerti masalah yang ada dan saling berkomunikasi, sehingga dapat saling bekerja sama secara efektif untuk mencegah SBS. Kebutuhan penghuni ruangan untuk merokok tidak dapat dihindari. Perlu disediakan ruangan khusus yang berventilasi cukup, jika tidak memungkinkan untuk meninggalkan gedung. Hal ini untuk mencegah kumulasi asap rokok yang mempunyai andil dalam menimbulkan SBS.
42