BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Biaya
2.1.1 Pengertian Biaya
Ada beberapa pengertian biaya yang dikemukakan oleh para ahli,
diantaranya: Daljono (2011: 13) mendefinisikan “Biaya adalah suatu pengorbanan sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan akan memberikan keuntungan/manfaat pada saat ini atau masa yang akan datang.” Horngren, Datar & Foster (2011: 31) yang diterjemahkan oleh P.A. Lestari mendefinisikan “Biaya sebagai sumber daya yang dikorbankan (sacrified) atau dilepaskan (forgone) untuk mencapai tujuan tertentu. Suatu biaya biasanya diukur dalam jumlah uang yang harus dibayarkan dalam rangka mendapatkan barang atau jasa.” Mulyadi (2009: 8) mendefinisikan “Biaya adalah merupakan objek yang dicatat, digolongkan, diringkas dan disajikan oleh akuntansi biaya. Dalam arti luas biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi, yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau yang kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu.” Prawironegoro & Purwanti (2009: 19) mendefinisikan “Biaya adalah kas dan setara kas yang dikorbankan untuk memproduksi atau memperoleh barang
16
17
atau jasa yang diharapkan akan memperoleh manfaat atau keuntungan di masa mendatang.”
Dari beberapa pengertian biaya tersebut dapat disimpulkan bahwa biaya
adalah pengorbanan sumber daya ekonomi untuk mencapai tujuan tertentu yang
dapat memberikan manfaat bagi perusahaan pada saat ini maupun masa datang. 2.1.2 Klasifikasi Biaya
Menurut Carter yang diterjemahkan oleh Krista (2009: 40), klasifikasi
biaya sangat penting untuk membuat ikhtisar yang berarti atas dasar biaya. Klasifikasi yang paling umum digunakan, didasarkan pada hubungan antara biaya dengan: (1) produk, (2) volume peroduksi, (3) departemen, (4) periode akuntansi dan (5) suatu keputusan. Menurut Carter yang diterjemahkan oleh Krista (2009: 40, 42-43), dalam lingkungan manufaktur, total biaya operasi terdiri atas dua elemen, yaitu biaya manufaktur dan beban komersial. a.
Biaya Manufaktur Biaya manufaktur, juga disebut biaya produksi atau biaya pabrik, biasanya didefinisikan sebagai jumlah dari tiga elemen biaya, yaitu: 1)
Bahan baku langsung adalah semua bahan baku yang membentuk bagian integral dari produk jadi dan dimasukkan secara eksplisit dalam perhitungan biaya produk. Contohnya adalah kayu yang digunakan untuk membuat furnitur.
18
2)
konversi bahan baku langsung menjadi produk jadi dan dapat
dibebankan secara layak kepada produk tertentu.
3)
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang melakukan
Overhead pabrik, juga disebut overhead manufaktur, beban manufaktur atau beban pabrik, terdiri atas semua biaya manufaktur
yang tidak ditelusuri secara langsung ke output tertentu. Overhead
pabrik biasanya memasukkan semua biaya manufaktur kecuali
bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung. b.
Beban Komersial Beban komersial terdiri atas dua klasifikasi umum, yaitu: 1)
Beban pemasaran adalah beban yang dimulai dari titik di mana biaya manufaktur berakhir. Yaitu, ketika proses manufaktur selesai dan produk ada dalam kondisi siap dijual. Beban pemasaran mencakup beban promosi, penjualan dan pengiriman.
2)
Beban
administratif
termasuk
beban
yang
terjadi
dalam
mengarahkan dan mengendalikan organisasi. Pembagian total biaya operasi dalam lingkungan manufaktur terdapat pada Gambar 2.1 Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam perusahaan manufaktur, biaya dapat digolongkan menurut fungsinya, yaitu fungsi produksi (biaya manufaktur) dan nonproduksi (beban komersial).
19
Gambar 2.2
Pembagian Total Biaya Operasi dalam Lingkungan Manufaktur
Bahan Baku Langsung
Bahan baku tidak langsung
+
Termasuk:
Tenaga kerja tidak langsung
+
Tenaga kerja tidak langsung
+
Biaya tidak langsung lainnya
Termasuk:
Termasuk:
Perlengkapan pabrik
Supervisi
Sewa
Pelumas
Pengawas
Asura
Inspeksi
Pajak
Gaji pegawai pabrik
Beban
Pekerjaan detektif
Pemel
Pekerjaan eksperimental
Listrik
Overh
Beban pemasaran Termasuk:
Sumber: Carter (2009: 41)
+
Beban administratif Termasuk:
Gaji tenaga penjualan
Gaji bagian administratif dan kanto
Komisi tenaga penjualan
Pajak penghasilan pemberi kerja
Pajak penghasilan pemberi kerja
Sewa
Periklanan
Beban penyusutan
Beban representasi
Beban audit
Beban perjalanan dinas
Beban bagian hukum
Sewa
Beban piutang tak tertagih
Beban penyusutan
Alat Tulis dan cetakan
Beban pemasaran lain-lain
Biaya administrasi lain-lain
20
2.2
Biaya Overhead Pabrik
2.2.1 Penggolongan Biaya Overhead Pabrik
Menurut Mulyadi (2009: 193), biaya overhead pabrik dapat digolongkan
dengan tiga cara penggolongan, yaitu: (1) penggolongan biaya overhead pabrik
menurut sifatnya, (2) penggolongan biaya overhead pabrik menurut perilakunya hubungan dengan volume produksi dan (3) penggolongan biaya overhead dalam menurut hubungannya dengan departemen. pabrik
Berikut ini penggolongan biaya overhead pabrik menurut sifatnya dan perilakunya dalam hubungan dengan proses produksi (Mulyadi, 2009: 194-195): a.
Penggolongan Biaya Overhead Pabrik menurut Sifatnya Dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, biaya overhead pabrik adalah biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung. Biaya-biaya produksi yang termasuk dalam biaya overhead pabrik dikelompokkan menjadi beberapa golongan berikut ini: 1)
Biaya Bahan Penolong Bahan penolong adalah bahan yang tidak menjadi bagian produk jadi atau bahan yang meskipun menjadi bagian produk jadi tetapi nilainya relatif kecil bila dibandingkan dengan harga pokok produksi tersebut. Contohnya adalah bahan perekat, tinta koreksi dan pita mesin ketik yang digunakan dalam perusahaan percetakan.
2)
Biaya Reparasi dan Pemeliharaan Biaya reparasi dan pemeliharaan berupa biaya suku cadang (spareparts), biaya bahan habis pakai (factory supplies) dan harga
21
perolehan jasa dari pihak luar perusahaan untuk keperluan
perbaikan dan pemeliharaan aktiva tetap yang digunakan untuk
keperluan pabrik.
3)
Biaya Tenaga Kerja Tidak Langsung Tenaga kerja tidak langsung adalah tenaga kerja pabrik yang
upahnya tidak dapat diperhitungkan secara langsung kepada
produk atau pesanan tertentu. Biaya tenaga kerja tidak langsung
terdiri dari upah, tunjangan dan biaya kesejahteraan yang dikeluarkan untuk tenaga kerja tidak langsung tersebut. Contoh tenaga kerja tidak langsung adalah karyawan tertentu yang bekerja dalam departemen produksi, seperti karyawan administrasi pabrik. 4)
Biaya yang Timbul sebagai Akibat Penilaian terhadap Aktiva Tetap Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya depresiasi mesin, peralatan dan aktiva tetap lain yang digunakan di pabrik.
5)
Biaya yang Timbul sebagai Akibat Berlalunya Waktu Biaya-biaya yang termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah biaya asuransi kecelakaan karyawan.
22
6)
Biaya Overhead Pabrik Lain yang Secara Langsung Memerlukan Pengeluaran Uang
Biaya overhead pabrik yang termasuk dalam kelompok ini antara
lain adalah biaya reparasi yang diserahkan kepada pihak luar
perusahaan dan biaya listrik PLN. b.
Penggolongan Biaya Overhead Pabrik menurut Perilakunya dalam Hubungan dengan Perubahan Volume Produksi Ditinjau dari perilaku unsur-unsur biaya overhead pabrik dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya overhead pabrik dapat dibagi menjadi tiga golongan: 1)
Biaya Overhead Pabrik Variabel Biaya overhead pabrik variabel adalah biaya overhead pabrik yang berubah sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
2)
Biaya Overhead Pabrik Tetap Biaya overhead pabrik tetap adalah biaya overhead pabrik yang tidak berubah dalam kisar perubahan volume kegiatan tertentu.
3)
Biaya Overhead Pabrik Semivariabel Biaya overhead pabrik semivariabel adalah biaya overhead pabrik yang berubah tidak sebanding dengan perubahan volume kegiatan.
2.2.2 Dasar Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Menurut Mulyadi (2009: 199), faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih dasar pembebanan overhead pabrik adalah: (1) jenis biaya overhead pabrik yang dominan jumlahnya dalam departemen produksi dan (2)
23
sifat-sifat biaya overhead pabrik yang dominan tersebut dan eratnya hubungan sifat-sifat tersebut dengan dasar pembebanan yang akan dipakai.
Menurut Carter yang diterjemahkan oleh Krista (2009: 441-446), ada
enam dasar yang dapat digunakan untuk membebankan biaya overhead pabrik
kepada produk, yaitu: a.
Output Fisik Output fisik atau unit produksi adalah dasar yang paling sederhana untuk membebankan overhead pabrik. Penggunaannya diilustrasikan sebagai berikut:
Estimasi overhead pabrik Estimasi unit produksi
b.
= Overhead pabrik per unit
Dasar Biaya Bahan Baku Langsung Tarif yang didasarkan pada biaya bahan baku dapat dihitung dengan cara membagi estimasi total overhead dengan estimasi total biaya bahan baku langsung sebagai berikut: Estimasi overhead pabrik x 100 Estimasi biaya bahan baku
꞊
Overheadpabrik sebagai persentase dari biaya bahan baku langsung
24
c.
Dasar Biaya Tenaga Kerja Langsung
Menggunakan dasar biaya tenaga kerja langsung untuk membebankan overhead pabrik ke pesanan atau produk mengharuskan estimasi overhead
dibagi dengan estimasi biaya tenaga kerja langsung untuk menghitung
suatu persentase: Estimasi overhead pabrik
x 100
Estimasi biaya tenaga kerja langsung
d.
꞊
Overhead pabrik sebagai persentase dari biaya tenaga kerja langsung
Dasar Jam Tenaga Kerja Langsung Tarif overhead pabrik yang didasarkan pada jam tenaga kerja langsung dihitung sebagai berikut: Estimasi overhead pabrik ꞊ Estimasi jam tenaga kerja langsung
e.
Overhead pabrik per jam tenaga kerja langsung
Dasar Jam Mesin Tarif overhead pabrik yang didasarkan pada jam mesin dihitung sebagai berikut: Estimasi overhead pabrik Estimasi jam mesin
꞊
Overhead pabrik per jam mesin
25
f.
Dasar Transaksi
Pendekatan berdasarkan transaksi terhadap alokasi overhead lebih dikenal sebagai perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing-
ABC). ABC mengakui bahwa biaya overhead yang signifikan bisa saja
tidak disebabkan oleh volume atau output. Melainkan, di pabrik modern
yang menghasilkan lebih dari satu produk, biaya overhead pabrik lebih
disebabkan oleh kompleksitas lini produk dan oleh penanganan yang diperlukan oleh item khusus yang bervolume rendah dibandingkan oleh total volume produksi. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa kriteria utama dalam
pemilihan dasar overhead pabrik adalah kewajaran hubungan antara dasar pembebanan dengan biaya overhead dan akurasi perhitungan biaya.
2.3
Harga Pokok Produksi
2.3.1 Pengertian Harga Pokok Produksi Ada beberapa pengertian harga pokok produksi yang dikemukakan oleh para ahli, diantaranya: Daljono (2011: 33) mendefinisikan, “Biaya produksi (harga pokok produk) merupakan biaya yang diperlukan untuk memproses produk. Dengan demikian, menentukan berapa harga pokok suatu produk sama halnya dengan menentukan (menghitung) berapa biaya yang telah diserap (dikonsumsi) oleh produk tersebut.”
26
Hansen & Mowen (2011: 60) yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary
mendefinisikan “Harga pokok produksi (cost
of
goods manufactured)
mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan.
Biaya yang dibebankan pada barang yang diselesaikan adalah biaya manufaktur
dari bahan langsung, tenaga kerja langsung dan overhead.”
Horngren, Datar & Foster yang diterjemahkan oleh P.A. Lestari (2011:
45) mendefinisikan “Harga pokok produksi (cost of goods manufactured) adalah
biaya barang yang dibeli untuk diproses sampai selesai, baik sebelum maupun selama periode akuntansi berjalan.” Dari beberapa pengertian harga pokok produksi tersebut
dapat
disimpulkan bahwa harga pokok produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk jadi. 2.3.2 Manfaat Harga Pokok Produksi Menurut Daljono (2011: 35), dalam perusahaan yang produksinya berdasarkan pesanan, informasi harga pokok produksi per pesanan bermanfaat bagi manajemen untuk: a.
Menentukan Harga Jual yang akan Dibebankan kepada Pesanan Apabila harga pokok tiap jenis produk diketahui, maka kekeliruan dalam penentuan harga jual untuk produk tersebut dapat dihindarkan.
b.
Mempertimbangkan Penerimaan atau Penolakan Pesanan Apabila ada pelanggan yang ingin memesan produk dengan harga yang ia inginkan, perusahaan dapat segera memutuskan untuk menerima atau
27
menolaknya, karena perusahaan telah mengetahui harga pokok untuk
c.
produk sejenis. Memantau Realisasi Biaya Produksi
Informasi harga pokok memungkinkan manajer untuk memantau biaya
produksi untuk setiap jenis produk yang diproduksi. Dengan demikian
d.
akan dapat diketahui apakah proses produksi untuk produk tertentu telah
dikerjakan secara efisien atau tidak. Menghitung Laba atau Rugi Bruto Tiap Pesanan Untuk mengetahui apakah pesanan tertentu mampu menghasilkan laba atau rugi bruto, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi pesanan tertentu. Informasi laba atau rugi bruto tiap pesanan diperlukan untuk mengetahui kontribusi tiap pesanan dalam menutup biaya nonproduksi dan menghasilkan laba atau rugi.
e.
Menentukan Harga Pokok Persediaan Produk Jadi dan Produk dalam Proses yang Disajikan dalam Neraca. Di dalam neraca, manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi dan harga pokok produk yang pada tanggal neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu menyelenggarakan catatan biaya produksi tiap pesanan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa harga pokok produksi
memiliki manfaat bagi manajemen dalam menyediakan informasi untuk
28
pengambilan keputusan, penentuan profitabilitas dan pembuatan laporan keuangan.
2.3.3 Unsur-Unsur Harga Pokok Produksi
Menurut Hansen & Mowen yang diterjemahkan oleh Deny Arnos Kwary
(2011: 56-57), dalam perhitungan harga pokok produk, aturan yang berlaku secara eksternal menyatakan biaya dapat diklasifikasikan menurut tujuan khusus atau yang hendak dicapai. Biaya dikelompokkan dalam dua kategori fungsional fungsi
utama: produksi dan nonproduksi. Untuk barang berwujud, biaya produksi sering disebut sebagai biaya manufaktur yang diklasifikasikan lebih lanjut sebagai bahan langsung, tenaga kerja langsung dan overhead. a.
Bahan langsung adalah bahan yang dapat ditelusuri secara langsung pada barang atau jasa yang sedang diproduksi. Sebagai contoh adalah besi pada mobil.
b.
Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang dapat ditelusuri secara langsung pada barang atau jasa yang sedang diproduksi. Sebagai contoh adalah perawat bedah yang terlibat pada operasi bedah jantung.
c.
Overhead adalah semua biaya produksi, selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung. Sebagai contoh adalah penyusutan bangunan dan peralatan. Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur yang
membentuk harga pokok produk adalah bahan langsung, tenaga kerja langsung dan overhead. Ketiga unsur biaya tersebut berkaitan langsung dengan proses pembuatan produk.
29
2.4
Costing System
Untuk menghitung biaya atas produk, perusahaan harus menggunakan
sistem perhitungan biaya atau costing system yang tepat. Horngren, Datar &
Foster yang diterjemahkan oleh P.A. Lestari (2011) mendefinisikan “Sistem
kalkulasi biaya (costing system) mencatat biaya sumber daya yang diperoleh seperti bahan, tenaga kerja dan peralatan, serta menelusuri bagaimana sumber
daya tersebut digunakan untuk menghasilkan dan menjual produk atau jasa.”
Kegiatan dalam sistem biaya dimaksudkan untuk menentukan biaya produksi dan harga pokok produk dalam suatu proses produksi. Mursyidi (2010: 25) menjelaskan “Kegiatan dalam sistem biaya mencakup: (1) pengumpulan biaya produksi (2) penentuan biaya produksi (3) pelaporan biaya produksi dan (4) analisis biaya produksi.” Dalam menghitung biaya atas sebuah obyek biaya, menurut Horngren, Datar & Foster yang diterjemahkan oleh P.A. Lestari (2011: 31), pada umumnya ada dua tahap yang harus dilalui, yaitu akumulasi (accumulation) dan pembebanan (assignment). Akumulasi biaya (cost accumulation) adalah kumpulan data biaya yang diorganisir dalam beberapa cara dengan menggunakan sarana berupa sistem akuntansi sedangkan pembebanan biaya (cost assignment) adalah istilah umum yang meliputi (1) menelusuri akumulasi biaya yang mempunyai hubungan langsung dengan objek biaya dan (2) mengalokasikan akumulasi biaya yang mempunyai hubungan tidak langsung dengan objek biaya. Terkait pembebanan biaya ke objek biaya, menurut Prawironegoro & Purwanti (2009: 20), biaya dikategorikan menjadi dua: (1) biaya langsung, yaitu
30
biaya dengan mudah dan akurat dibebankan kepada objek biaya, misalnya biaya bahan baku dan biaya buruh; biaya ini mudah dilacak yang dicerminkan dalam
hubungan sebab akibat dan (2) biaya tidak langsung, yaitu biaya yang tidak
mudah dan tidak akurat dibebankan kepada objek biaya, misalnya biaya overhead
pabrik; biaya ini sulit dilacak. 2.4.1 Actual Costing, Standard Costing dan Normal Costing
Menurut Mursyidi (2010: 26), dalam menghitung biaya produksi,
pembebanan atas biaya langsung dan alokasi atas biaya tidak langsung kepada cost object dapat menggunakan sistem biaya aktual, standar maupun normal. a.
Actual Costing Dalam sistem biaya sesungguhnya (actual costing), biaya dikumpulkan dan diperhitungkan terhadap harga pokok produk berdasarkan biaya yang telah terjadi, atau biaya yang telah dikeluarkan/dimasukkan dalam suatu proses produksi.
b.
Standard Costing Dalam sistem biaya standar (standard costing), harga pokok produksi serta operasi produksi dihitung berdasarkan biaya yang telah ditentukan di muka (predetermined cost) baik dari segi kualitas maupun nilai uangnya.
c.
Normal Costing Dalam sistem biaya normal (normal costing), harga pokok produk diperhitungkan dengan biaya sesungguhnya untuk biaya utama (prime cost) dan dengan biaya yang telah ditentukan dimuka untuk biaya overhead pabrik.
31
Perbedaan antara actual costing, normal costing dengan standard costing
terdapat pada Tabel 2.1
Tabel 2.1 Perbedaan Actual Costing, Normal Costing dan Standard Costing Jenis Biaya
Direct cost: 1. Biaya bahan 2. Biaya tenaga nnkerja langsung Indirect cost: Biaya overhead
Actual Costing
Standard Costing
Normal Costing
Aktual
Standar
Aktual
Aktual
Standar
Aktual
Standar
Aktual Tarif standar x kapasitas aktual
Sumber: Mursyidi (2010: 26)
2.4.2 Job Order Costing dan Process Costing Menurut Mursyidi (2010: 28), dalam suatu proses produksi terdapat elemen biaya, yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. Biaya-biaya ini perlu dikumpulkan menjadi satu sebagai biaya produksi. Pengumpulan biaya (cost accumulation) produksi tersebut bergantung pada cara perusahaan berproduksi. Namun pada dasarnya, ada dua metode yang paling banyak digunakan dalam cost accumulation, yaitu job order costing dan process costing. a.
Job Order Costing Perusahaan yang memproduksi suatu produk berdasarkan pesanan akan melaksanakan kegiatannya setelah pesanan diterima. Perusahaan ini akan mengumpulkan
biaya
produksinya
sesuai
dengan
pesanan
yang
diterimanya, dengan kata lain mengumpulkan biaya produksi untuk setiap jenis pesanan. Cara ini disebut dengan pengumpulan biaya produksi berdasarkan pesanan (job order costing).
32
b.
Process Costing
Perusahaan yang memproduksi produknya berdasarkan produksi massa, melakukan pengolahan produknya secara kontinyu/terus menerus dalam
rangka memenuhi permintaan pasar atau persediaan di gudang. Dalam
perusahaan ini biaya produksi dikumpulkan secara periodik (harian,
mingguan atau bulanan) untuk setiap departemen produksi. Cara seperti ini
disebut pengumpulan biaya produksi berdasarkan proses/masa/periodik (process costing). Perbedaan antara job order costing dengan process costing terdapat pada
Tabel 2.2 Tabel 2.2 Perbedaan Job Order Costing dan Process Costing Job Order Costing 1. Produk sangat bervariasi. 2. Biaya diakumulasi berdasarkan nnpesanan kerja. 3. Biaya per unit dihitung melalui nnpembagian jumlah biaya pekerjaan nndengan unit yang diproduksi untuk nnpekerjaan tersebut. Sumber: Hansen & Mowen (2011: 291)
Process Costing 1. Produk bersifat heterogen. 2. Biaya diakumulasi berdasarkan nnproses atau departemen. 3. Biaya per unit dihitung melalui nnpembagian biaya proses atau periode nndengan unit yang diproduksi selama nnperiode tersebut.
2.4.3 Full Costing dan Variable Costing Menurut Mulyadi (2009: 121-126), perbedaan pokok antara metode full costing dengan variable costing terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi yang berperilaku tetap. Adanya perbedaan perlakuan terhadap biaya produksi tetap ini akan mempunyai akibat pada: (1) perhitungan harga pokok produksi dan (2) penyajian laporan rugi laba.
33
a.
Perbedaan Full Costing dan Variable Costing Ditinjau dari Sudut
Penentuan Harga Pokok Produk 1)
Full costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang
membebankan seluruh biaya produksi, baik yang berperilaku tetap
maupun variabel, kepada produk.
Dalam metode full costing, biaya overhead pabrik, baik yang
berperilaku tetap maupun variabel, dibebankan kepada produk
yang diproduksi atas tarif yang ditentukan di muka pada kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead sesungguhnya. Oleh karena itu, biaya overhead pabrik tetap akan melekat pada harga pokok persediaan produk dalam proses dan persediaan produk jadi yang belum laku dijual, dan baru dianggap sebagai biaya (unsur harga pokok penjualan) apabila produk jadi tersebut telah terjual. 2)
Variable Costing adalah metode penentuan harga pokok produksi yang hanya membebankan biaya-biaya produksi variabel saja ke dalam harga pokok produk. Dalam metode variable costing, biaya overhead pabrik tetap diperlakukan sebagai period costs dan bukan sebagai unsur harga pokok produk, sehingga biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai biaya dalam periode terjadinya. Dengan demikian biaya overhead pabrik tetap di dalam metode variable costing tidak melekat pada persediaan produk yang belum laku dijual, tetapi langsung dianggap sebagai biaya dalam periode terjadinya.
34
Perbedaan antara full costing dengan variable costing ditinjau dari sudut
penentuan harga pokok produk terdapat pada Tabel 2.3
Tabel 2.3 Perbedaan Full Costing dan Variable Costing Ditinjau dari Sudut
Penentuan Harga Pokok Produk
Full Costing Biaya Bahan Baku
Rp. xx
Biaya Bahan Baku
Rp. xx
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Rp. xx
Biaya Tenaga Kerja Langsung
Rp. xx
Overhead Pabrik Tetap Biaya
Rp. xx
Biaya Overhead Pabrik Variabel
Rp. xx
Biaya Overhead Pabrik Variabel
Rp. xx
Harga Pokok Produk
Rp. xx
Harga Pokok Produk
Rp. xx
Variable Costing
Sumber: Mulyadi (2009: 122)
b.
Perbedaan Full Costing dan Variable Costing Ditinjau dari Sudut Penyajian Laporan Rugi Laba 1)
Laporan rugi laba yang disusun dengan metode full costing menitikberatkan pada penyajian unsur-unsur biaya menurut hubungan biaya dengan fungsi-fungsi pokok yang ada dalam perusahaan manufaktur, yaitu fungsi produksi, pemasaran dan administrasi & umum.
2)
Laporan rugi laba yang disusun dengan metode variable costing menitikberatkan pada penyajian biaya sesuai dengan perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan. Dalam laporan rugi laba tersebut, biaya tetap disajikan dalam satu kelompok tersendiri yang harus ditutup dari laba kontribusi yang diperoleh perusahaan, sebelum timbul laba bersih.
35
Perbedaan antara full costing dengan variable costing ditinjau dari sudut
penyajian laporan rugi laba terdapat pada Tabel 2.4
Tabel 2.4 Perbedaan Full Costing dan Variable Costing Ditinjau dari Sudut
Penyajian Laporan Rugi Laba Laporan Rugi Laba Full Costing Hasil penjualan
Rp. xx
Harga pokok penjualan
(Rp. xx)
Laba bruto
Rp. xx
Biaya administrasi & umum
Rp. xx
Biaya pemasaran
Rp. xx
Laporan Rugi Laba Variable Costing Hasil Penjualan
Rp. xx
Dikurangi biaya-biaya variabel: Biaya produksi
Rp. xx
Biaya pemasaran
Rp. xx
Biaya administrasi & umum
Rp. xx
(Rp. xx) Laba bersih usaha
Rp. xx
(Rp. xx) Laba Kontribusi
Rp. xx
Dikurangi biaya-biaya tetap: Biaya produksi
Rp. xx
Biaya pemasaran
Rp. xx
Biaya administrasi & umum
Rp. xx (Rp. xx)
Sumber: Mulyadi (2009: 125)
2.5
Laba bersih usaha
Rp. xx
Penerapan Job Order Costing Salah satu sistem kalkulasi biaya yang digunakan untuk membebankan
biaya produk atau jasa adalah sistem kalkulasi biaya pekerjaan (job costing system). Menurut Hongren, Datar & Foster yang diterjemahkan oleh P.A. Lestari (2011: 113-114), pada sistem kalkulasi biaya pekerjaan, objek biaya adalah unit atau multi unit dari produk atau jasa yang khas yang disebut pekerjaan (job). Setiap job menggunakan sumber daya yang berbeda. Produk atau jasa ini biasanya merupakan sebuah unit tunggal. Karena produk dan jasa dihasilkan berbeda, sistem job costing mengakumulasi biaya secara terpisah untuk produk dan jasa.
36
Menurut Horngren, Datar & Foster yang diterjemahkan oleh P.A. Lestari
(2011: 115-119), terdapat tujuh langkah untuk membebankan biaya ke sebuah job,
baik pada sektor manufaktur, perdagangan atau jasa.
a.
Mengidentifikasi Pekerjaan yang Dipilih sebagai Objek Biaya Langkah pertama adalah menentukan pekerjaan yang akan dihitung biaya
b.
produksinya (cost object). Umumnya, tiap pekerjaan diberi nomor tertentu
untuk mempermudah identifikasi. Mengidentifikasi Biaya Langsung Job Langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi biaya langsung job yang terdiri dari bahan langsung dan upah langsung. 1)
Bahan Langsung Bahan langsung dihitung dengan mengalikan kuantitas tiap material yang akan digunakan untuk cost object dengan direct cost rate. Selanjutnya, semua biaya material tersebut dijumlahkan, sehingga diperoleh total biaya bahan langsung.
2)
Upah Langsung Upah langsung dihitung dengan mengalikan jam kerja tiap karyawan dalam pengerjaan job yang dijadikan cost object dengan rate upah tiap karyawan tersebut. Selanjutnya, semua perhitungan upah tersebut dijumlahkan, sehingga diperoleh total biaya upah langsung.
37
c.
Memilih Dasar Alokasi Biaya yang Digunakan untuk Mengalokasikan
Biaya Tidak Langsung ke Job Biaya manufaktur tidak langsung adalah biaya-biaya yang digunakan
perusahaan dalam proses produksinya, tetapi tidak dapat dengan mudah
ditelusuri kepada tiap job. Oleh karena itu, perusahaan harus
mengalokasikannya kepada cost object dengan menggunakan dasar
pengalokasian yang tepat, sehingga biaya tersebut dapat dialokasikan secara sistematis kepada cost object. Dasar pengalokasian biaya tidak langsung yang baik, memiliki hubungan sebab akibat yang kuat dengan biaya tidak langsung tersebut. Dasar pengalokasian biaya tidak langsung dapat berupa jam mesin, jam tenaga kerja langsung dan sebagainya.
d.
Mengidentifikasi Biaya Tidak Langsung yang Terkait dengan Dasar Alokasi Biaya Langkah selanjutnya adalah menentukan biaya tidak langsung yang terkait dengan dasar pengalokasian biaya tidak langsung. Biaya-biaya tidak langsung yang dikelompokkan ke dalam sebuah dasar alokasi biaya tertentu akan membentuk sebuah cost pool.
e.
Menghitung Tarif per Unit dari Dasar Alokasi Biaya yang Digunakan untuk Mengalokasikan Biaya Tidak Langsung ke Job Untuk cost pool yang telah ditentukan, dihitung tarif per unit dasar alokasi biaya atas biaya tidak langsungnya. Sistem biaya yang digunakan adalah actual costing, maka tarif per unit alokasi biaya tidak langsung tersebut dihitung dengan angka aktual.
38
Tarif overhead
Biaya overhead manufaktur aktual
manufaktur aktual
=
Total kuantitas aktual dari dasar alokasi biaya
f.
Menghitung Biaya Tidak Langsung yang Dialokasikan ke Job
Biaya tidak langsung sebuah job diketahui dengan mengalikan tarif
overhead manufaktur aktual dengan kuantitas aktual dari dasar pengalokasian biaya yang digunakan oleh job tersebut.
Total alokasi biaya overhead
g.
꞊
Kuantitas aktual dari dasar alokasi biaya
x
Tarif overhead manufaktur aktual
Menghitung Biaya Total Job dengan Menambahkan Semua Biaya Langsung dan Tidak Langsung yang Dibebankan ke Job Setelah mengetahui biaya langsung yang digunakan suatu job dan alokasi biaya tidak langsung terhadap job tersebut, maka langkah selanjutnya adalah menjumlahkan seluruh biaya tersebut untuk mengetahui total biaya produksi job.
Biaya manufaktur langsung Bahan langsung Tenaga kerja manufaktur langsung Biaya overhead manufaktur Biaya manufaktur total job
Rp. xxx Rp. xxx
Rp. xxx Rp. xxx Rp. xxx