BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Perilaku
Universitas Sumatera Utara
Semua ahli kesehatan masyarakat dalam membicarakan status kesehatan mengacu kepada teori Blum (1956), bahwa lingkungan mempunyai andil yang paling besar terhadap kesehatan. Kemudian berturut-turut disusul oleh perilaku, pelayanan kesehatan dan keturunan yang mempunyai andil yang paling kecil terhadap status kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Perilaku atau tingkah laku dianggap lebih dapat menjelaskan tentang manusia karena lebih dapat di lihat. Sehingga adanya tingkah laku ini dapat menjelaskan tentang siapa orang tersebut (Hidayat, 2009). Perilaku dapat juga diartikan sebagai suatu kegiatan atau aktivitas organisme yang bersangkutan, baik yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari manusia itu sendiri, yang mempunyai bentangan sangat luas mencakup : berjalan, berbicara, bereaksi, berpakaian, berpikir, persepsi dan emosi. Perilaku dan gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut dipengaruhi oleh faktor keturunan (genetik) dan lingkungan ini merupakan penentu dari perilaku makhluk hidup termasuk perilaku manusia. Hereditas atau faktor keturunan merupakan konsepsi dasar atau modal untuk perkembangan perilaku makhluk hidup itu untuk selanjutnya. Sedangkan lingkungan merupakan kondisi atau lahan untuk perkembangan perilaku tersebut (Notoatmodjo, 2007). Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu : 1. Perubahan Alamiah (Natural Change), adalah perubahan yang dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi, dimana dia hidup dan beraktivitas. 2. Perubahan Rencana (Planned Change), adalah perubahan ini terjadi karena memang direncanakan sendari oleh subjek.
Universitas Sumatera Utara
3. Kesediaan untuk Berubah (Readiness to Change), adalah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan untuk berubah yang berbeda-beda. Tim ahli WHO (1984), manganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada 4 (empat) alasan pokok, yaitu : 1. Pemikiran dan perasaan Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan lain-lain. 2. Orang penting sebagai referensi Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan cendrung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi, seperti guru, kepala suku dan lain-lain.
3. Sumber-sumber daya Yang termasuk sumber-sumber daya adalah fasilitas-fasilitas, misalnya : waktu, uang, tenaga kerja, keterampilan, pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif. 4. Kebudayaan Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh yang dalam terhadap perilaku.
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian tersebut di atas dapat dilihat bahwa alasan seseorang untuk berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama di antara beberapa orang dapat berbeda-beda penyebab atau latar belakangnya. Perilaku yang optimal akan memberi dampak pada status kesehatan yang optimal juga. Perilaku yang optimal adalah seluruh pola kekuatan, kebiasaan pribadi atau masyarakat baik secara sadar atau tidak yang mengarah kepada upaya pribadi atau masyarakat untuk menolong dirinya sendiri dari masalah kesehatan. Pola kelakuan/kebiasaan yang berhubungan dengan tindakan promotif dan preventif harus ada pada setiap pribadi atau masyarakat. 2.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Menurut
Lawrence W. Green (1980) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007),
perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni : 1. Faktor-faktor Predisposisi (predisposing factors) Yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang. Faktor-faktor ini mencakup : pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan dan juga variasi demografi seperti tingkat sosial ekonomi, umur, jenis kelamin dan susunan keluarga. Faktor ini lebih bersifat dari dalam diri individu tersebut. 2. Faktor-faktor Pemungkin (enabling factors) Yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut juga faktor-faktor pendukung. Misalnya
Universitas Sumatera Utara
: Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah dan sebagainya. 3. Faktor-faktor Penguat (reinforcing factors) Adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadangkadang meskipun orang mengetahui untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Faktor-faktor ini meliputi : faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga disini, undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.
2.3. Rumah Sakit Umum Menurut SK Menteri Kesehatan RI No. 983/Menkes/SK/XI/1992, menyebutkan bahwa, rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan yang bersifat dasar, spesialistik dan subspesialistik (Aditama, 2003). 2.3.1. Fungsi Rumah Sakit Berdasarkan keterangan pasal 1, Kepmenkes No. 983/1992, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Menyelenggarakan pelayanan medis 2. Menyelenggarakan pelayanan penunjang medis dan non medis 3. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan 4. Menyelenggarakan pelayanan rujukan 5. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan 6. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Klasifikasi Rumah Sakit Umum 1. Rumah Sakit Umum kelas A adalah rumah sakit umum yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang spesialistik dan subspesialistik yang luas. 2. Rumah Sakit Umum kelas B adalah rumah sakit umum yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik yang luas. 3. Rumah Sakit Umum kelas C adalah rumah sakit umum yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik paling sedikit empat spesialis dasar yaitu : Penyakit Dalam, Penyakit Bedah, Penyakit Kebidanan/Kandungan dan Kesehatan Anak. 2.3.3.
Standar Pelayanan Rumah Sakit Kelas C Untuk meningkatkan mutu, telah ditetapkan standar pelayanan rumah sakit.
Penyelenggaraan rumah sakit harus memperhatikan standar yang disesuaikan dengan kelas/type rumah sakit, yaitu : 1. Standar manajemen Rumah sakit merupakan bagian dari jejaring pelayanan kesehatan untuk mencapai indikator kinerja kesehatan yang ditetapkan daerah. Oleh karena itu, rumah sakit harus mempunyai hubungan koordinatif, kooperatif dan fungsional dengan dinas kesehatan dan sasaran pelayanan kesehatan lainnya. 2. Standar pelayanan a. Pelayanan medik spesialistik dan sub spesialistik -
Pelayanan medik spesialistik 4 dasar : penyakit dalam, bedah, kebidanan dan kandungan, kesehatan anak.
-
Pelayanan medik spesialistik lainnya : mata, telinga, hidung dan tenggorokan (THT), kulit dan kelamin, kesehatan jiwa, syaraf, gigi dan mulut, jantung, paru, bedah syaraf, orthopedi.
Universitas Sumatera Utara
-
Pelayanan medik sub spesialistik
b. Pelayanan medik umum yang tidak tertampung oleh pelayanan medik spelialistik yang ada c. Pelayanan penunjang medik : radiologi, laboratorium, anasthesi, gizi, farmasi, rehabilitasi medik d. Pelayanan keperawatan e. Pelayanan administrasi dan umum 3. Standar ketenagaan a. Dokter umum penuh waktu b. Dokter gigi penuh waktu sesuai kebutuhan c. Dokter spesialis dasar minimal 4 dengan 3 spesialis yang penuh waktu d. Dokter jaga khusus di UGD selama 24 jam yang sudah mendapat PPGD e. Dokter spesialis dasar yang dapat segera dihubungi dan dapat datang setiap waktu bila dibutuhkan f. Dokter spesialis anasthesi atau dokter spesialis lainnya atau dokter umum terlatih yang bertanggung jawab untuk pelayanan medik intensif Standarisasi ketenagaan berdasarkan permenkes 262 tahun 1979. Untuk menentukan jumlah ketenagaan minimum bagi setiap katagori ketenagaan pada kelas Rumah Sakit Umum Kelas C yang diperlukan, dapat digunakan angka perbandingan antara jumlah tempat tidur yang ada dengan jumlah ketenagaan yang diperlukan, sbb : a. Tempat tidur : Tenaga medis = 9 : 1 b. Tempat tidur : Paramedis perawat = 1 : 1 c. Tempat tidur : Paramedis non perawatan = 5 : 1
Universitas Sumatera Utara
d. Tempat tidur : Non Medis = 4 : 3 4. Standar Bangunan a. Ruang tersendiri sesuai dengan kemampuan pelayanan b. Unit gawat darurat sebagai unit tersendiri c. Kamar tindakan untuk pelayanan darurat medik, bedah dan darurat obstetrik ginekologi d. Ruang perawatan sementara untuk observasi e. Ruang untuk resusitasi f. Sarana komunikasi internal dan eksternal g. ambulan untuk rujukan pasien 5. Standar peralatan a. Peralatan pelayanan medik spesialis 4 dasar b. Peralatan medik gawat darurat yang dapat melakukan tindakan-tindakan resusitasi kardiopulmoner dan untuk menyelamatkan hidup (Profil RSUD Aceh Singkil, 2009). 2.3.4. Standar Asuhan Keperawatan Di Rumah Sakit Berdasarkan SK Dirjen Yan Med No : YM.00.03.2.6.7637 yang dikutip oleh Nursalam (2009), bahwa perawat yang bertugas di pelayanan (rumah sakit) baik pemerintah maupun swasta, haruslah melaksanakan standar asuhan keperawatan yang ada di rumah sakit adalah sebagai berikut : Standar 1
: Falsafah Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Standar 2
: Tujuan Asuhan Keperawatan
Standar 3
: Pengkajian Keperawatan
Standar 4
: Diagnosis Keperawatan
Standar 5
: Perencanaan Keperawatan
Standar 6
: Intervensi Keperawatan
Standar 7
: Evaluasi Keperawatan
Standar 8
: Catatan Asuhan Keperawatan Standar intervensi keperawatan di rumah sakit mengacu pada teori kebutuhan dasar
manusia yang dikemukakan Henderson yang dikutip oleh Nursalam (2009), terdiri atas 14 kebutuhan dasar manusia yaitu : 1. Memenuhi kebutuhan oksigen 2. Memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit 3. Memenuhi kebutuhan eliminasi 4. Memenuhi kebutuhan keamanan 5. Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik 6. Memenuhi kebutuhan istirahan dan tidur 7. Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani 8. Memenuhi kebutuhan spiritual 9. Memenuhi kebutuhan emosional 10. Memenuhi kebutuhan komunikasi 11. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis
Universitas Sumatera Utara
12. Memenuhi kebutuhan pengobatan dan membentuk proses penyembuhan 13. Memenuhi kebutuhan pendidikan kesehatan/penyuluhan 14. Memenuhi kebutuhan rehabilitasi 2.4. Perawat 2.4.1.
Defenisi Perawat Berdasarkan Permenkes Republik Indonesia No. 1239/Menkes/SK/XI/2001 yang
dikutip oleh Gaffar (1999), menjelaskan bahwa perawat adalah orang yang telah lulus dari pendidikan perawat, baik di dalam maupun diluar negeri, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seorang perawat dikatakan profesional jika memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan keperawatan profesional serta memiliki sikap profesional sesuai kode etik profesi. Menurut Depkes RI (2001) yang dikutip oleh Joeharno (2008), tenaga perawat yang merupakan ”The Caring Profession” mempunyai kedudukan penting dalam menghasilkan kualitas pelayanan kesehatan di rumah sakit, karena pelayanan yang diberikannya berdasarkan pendekatan bio-psiko-sosial-spiritual
merupakan pelayanan
yang
unik
dilaksanakan selama 24 jam dan berkesinambungan merupakan kelebihan tersendiri dibanding pelayanan lainnya. 2.4.2.
Peran dan Fungsi Perawat
1. Peran Pelaksana Peran ini dikenal dengan istilah “care giver”. Peran perawat dalam memberikan asuhan keperawatan secara langsung atau tidak langsung kepada pasien (klien) sebagai individu, keluarga dan masyarakat. Metode yang digunakan adalah pendekatan pemecahan masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam melaksanakan peran pelaksana, perawat harus dapat bertindak sebagai :
Universitas Sumatera Utara
1. Comforter, disini perawat berusaha memberikan kenyamanan dan keamanan pada pasien (klien). 2. Protector dan advocat, peran perawat disini lebih terfokus pada kemampuan untuk melindungi dan menjamin agar hak dan kewajiban pasien (klien) terlaksana dengan seimbang dalam memperoleh pelayanan kesehatan. 3. Communicator, disini perawat bertindak sebagai mediator antara pasien (klien) dengan anggota tim kesehatan laiinya. 4. Rehabilitator, bertujuan untuk memberikan asuhan keperawatan kepada pasien (klien) dalam mengembalikan fungsi organ atau bagian tubuh agar sembuh dan dapat berfungsi normal kembali. 2. Peran Sebagai Pendidik Peran perawat sebagai pendidik (health educator) yaitu berupa penyuluhan kesehatan kepada pasien (individu, keluarga, kelompok atau masyarakat) maupun membentuk desiminasi ilmu kepada peserta didik keperawatan, antara sesama perawat atau tenaga medis lainnya. Penyuluhan atau pendidikan kesehatan kepada pasien (klien) akan terlaksana dengan baik, jika sesuai dengan kebutuhan. Untuk itu perawat perlu melakukan pengkajian atau penjajakan berupa pengumpulan dan analisis data sebelum melakukan kegiatan. Selain itu, perawat harus membuat perencanaan agar tujuan dapat tercapai. Perencanaan ini meliputi tujuan, sasaran penyuluhan, jumlah peserta, metode, alat bantu yang digunakan serta kriteria evaluasi sebagai instrumen penilaian tingkat keberhasilan kegiatan. 3. Peran Perawat Sebagai Pengelola
Universitas Sumatera Utara
Perawat mempunyai peran dan tanggung jawab dalam mengelola pelayanan maupun pendidikan keperawatan yang berada dibawah tanggung jawabnya sesuai dengan konsep manajemen keperawatan dalam kerangka paradigma keperawatan. Sebagai pengelola perawat berperan dalam memantau dan menjamin kualitas asuhan/pelayanan keperawatan serta mengorganisasi dan mengendalikan sistem pelayanan keperawatan. Pada institusi pelayanan keperawatan, peran perawat sebagai pengelola atau menejer dibedakan atas 3 (tiga) tingkatan yaitu : 1. Tingkat Atas (Top Manager), sebagai kepala bidang keperawatan 2. Tingkat Menengah (Middle Manager), sebagai kepala seksi keperawatan dan penyelia (supervisor) 3. Tingkat dasar/bawah (Superficial Manager), adalah perawat yang menjabat sebagai kepala ruangan 4. Peran Sebagai Peneliti Sebagai peneliti dibidang keperawatan, perawat diharapkan mampu mengidentifikasi maslah penelitian, menerapkan prinsip dan metode penelitian serta memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan mutu asuhan atau pelayanan dan pendidikan keperawatan. Penelitian di bidang keperawatan berperan dalam mengurangi disparitas atau kesenjangan penguasaan teknologi mutakhir dibidang kesehatan. Selain itu juga bermanfaat dalam menopang dan menciptakan pengembangan ruang lingkup praktek keperawatan, karena dengan hasil temuan penelitian tersebut maka efektifitas praktik keperawatan dapat dievaluasi. Sehingga dapat diidentifikasi cara pemecahan masalah dengan tepat. (Gaffar, 1999). 2.4.3. Profile Perawat Profesional
Universitas Sumatera Utara
Seorang perawat dikatakan profesional jika memiliki ilmu pengetahuan, ketrampilan keperawatan profesional serta memiliki sikap profesional sesuai kode etik profesi. Menurut Husein (1994) menegaskan bahwa yang dimaksud dengan ketrampilan profesional keperawatan bukan sekedar terampil dalam melakukan prosedur keperawatan, tetapi mencakup ketrampilan interpersonal, ketrampilan intelektual dan ketrampilan teknikal. Profil perawat profesional adalah gambaran dan penampilan menyeluruh perawat dalam melakukan aktifitas keperawatan sesuai kode etik keperawatan. Aktivitas keperawatan meliputi peran dan fungsi pemberian asuhan/pelayanan keperawatan, pengelolaan institusi keperawatan, pendidik pasien (individu, keluarga dan masyarakat) serta kegiatan penelitian di bidang keperawatan (Gaffar, 1999). Gambaran dan penampilan menyeluruh perawat dapat kita lihat secara objektif dari karakteristiknya. Adapun faktor predisposing perawat, yaitu mencakup : umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status kepegawaian, status perkawinan, masa kerja, pengetahuan dan sikap. 1. Umur Umur mempengaruhi produktivitas, alasannya adanya keyakinan yang meluas bahwa produktivitas merosot dengan meningkatnya umur seseorang. Sering diandaikan bahwa keterampilan individu, terutama kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi menurun sering dengan berjalannya waktu, dan bahwa kebosanan pekerjaan yang berlarut-larut dan kurangnya rangsangan intelektual semuanya menyembung pada berkurangnya produktivitas. Pada karyawan yang berumur tua juga dianggap kurang luwes dan menolak teknologi baru. Namun di lain pihak ada sejumlah kualitas positif yang ada pada karyawan yang lebih tua, meliputi : pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat dan komitmen terhadap mutu (Robbins, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Karyawan yang lebih muda cendrung mempunyai fisik yang kuat, sehingga diharapkan dapat bekerja keras dan pada umumnya mereka belum berkeluarga atau bila sudah berkeluarga anaknya masih relatif masih sedikit. Tetapi karyawan yang lebih muda umumnya kurang berdisiplin, kurang bertanggung jawab dan sering berpindah-pindah pekerjaan dibandingkan karyawan yang lebih tua (Nitisemito, 1992). Karyawan yang lebih tua, kecil kemungkinan akan berhenti karena masa kerja mereka yang lebih panjang cendrung memberikan kepada mereka tingkat upah yang lebih tinggi, liburan dengan upah yang lebih panjang dan tunjangan pensiun yang lebih menarik. Kebanyakan studi juga menunjukkan suatu hubungan yang positif antara kepuasan kerja dengan umur, sekurang-kurangnya sampai umur 60 tahun. Kepuasan kerja akan cendrung terus-menerus meningkat pada para karyawan yang profesional dengan bertambahnya umur mereka, sedangkan pada karyawan yang nonprofesional, kepuasan itu merosot selama umur setengah baya dan kemudian naik lagi dalam tahun-tahun berikutnya (Robbins, 2003). 2. Jenis Kelamin Sejak awal 1970-an, semakin banyak kaum wanita yang bergerak memasuki karier organisasi. Sebagai hasil dari perkembangan ini, timbul pertanyaan berikut : adakah perbedaan agresivitas, kecendrungan menempuh resiko, keikatan dan etika kerja antara pria dan wanita. Yang diperlukan adalah pengkajian ilmiah tentang pria, wanita dan lain-lain yang melakukan pekerjaan dan bukan manajerial dalam organisasi, untuk itu dibutuhkan data untuk mengkaji dan mengetahui perbedaan gaya dan karakteristik apabila perbedaan itu memang ada (Gibson, 1997). Tidak ada perbedaan yang konsisten antara pria dan wanita dalam kemampuan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dorongan kompetitif, motivasi, sosiabilitas atau
Universitas Sumatera Utara
kemampuan belajar. Namun studi-studi psikologi telah menemukan bahwa wanita lebih bersedia untuk memenuhi wewenang, dan pria lebih agresif dan lebih besar kemungkinannya dari pada wanita dalam memilki pengharapan untuk sukses. Bukti yang konsisten juga menyatakan bahwa wanita mempunyai tingkat kemangkiran yang lebih tinggi dari pada pria (Robbins, 2003). 3. Tingkat Pendidikan Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (2003), semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka akan mempengaruhi pola pikir yang nantinya berdampak pada tingkat kepuasan kerja. Pendapat lain juga yang dikemukakan oleh Kenneth N. Wexley dan Gery A Yuki (2003), bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, maka tuntutan-tuntutan terhadap aspek-aspek kepuasan kerja di tempat kerjanya akan semakin meningkat (Setiawan, 2007). 4. Status Kepegawaian Manusia merupakan unsur dasar semua organisasi dan hubungan-hubungan sosial yang menyatukannya. Oleh sebab itu, pengaturan dan pemberdayaan sumber daya manusia secara efektif dan efisien menjadi sangat penting untuk meningkatkan produktivitas organisasi. Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam keberhasilan suatu organisasi (Anonim, 2009). Berdasarkan UU Ombudsman RI Tahun 2008 pasal 13 ayat (5), mengenai manajemen sumber daya manusia yang berarti mengestimasi secara sistemik permintaan atau kebutuhan dan suplai tenaga kerja. Salah satu model penerapan perencanaan sumber daya manusia yang diterapkan di lembaga-lembaga negara di Indonesia adalah penerapan sistem kepegawaian yang dibedakan atas dua jenis status kepegawaian, yaitu status Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan status Non Pegawai Negeri Sipil (PNS) (Anonim, 2008).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan UU No.43 / 1999, Pegawai Negeri Sipil (PNS) terdiri dari : a) Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah non-Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya. b) Pegawai
Negeri
Sipil
Daerah
adalah
Pegawai
Negeri
Sipil
Daerah
Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan Bekerja pada Pemerintah daerah, atau dipekerjakan di luar instansi induknya (Anonim, 2007). Sedangkan Non Pegawai Negeri Sipil adalah Warga Negara Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang sebagai pegawai pada suatu lembaga negara dan digaji berdasarkan ketentuan yang berlaku pada masingmasing lembaga negara terkait (Anonim, 2008). Pegawai Negeri Sipil dan Non Pegawai Negeri Sipil memiliki perbedaan situasi dan kondisi yang mendorong individu memiliki sikap kerja yang berbeda. Didalam diri seseorang terdapat standar keunggulan individu yang dipengaruhi oleh keadaan jasmani, intelegensi, kepribadian, minat, pengalaman keberhasilan, tingkat pendidikan, lingkungan masyarakat serta komitmen terhadap organisasi. Sehingga, keadaan dari dalam individu yang berbeda itulah yang mendorong munculya motivasi berprestasi pada Pegawai Negeri Sipil dan Non Pegawai Negeri Sipil (Yustisia, 2009). 5. Status Perkawinan
Universitas Sumatera Utara
Status perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan YME (Lembaga Demografi FE UI, 2000). Berdasarkan pendapat Soekanto (1993), dalam bukunya kamus sosiologi menyatakan bahwa kata perkawinan adalah ikatan yang sah antara sorang pria dan wanita yang menimbulkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara mereka maupun keturunannnya. Salah satu riset menunjukkan bahwa karyawan yang menikah lebih sedikit absensinya, mengalami pergantian yang lebih rendah dan lebih puas dengan pekerjaan mereka dari pada rekan sekerjanya yang bujangan. Perkawinan menuntut peningkatan tanggung jawab yang dapat membuat suatu pekerjaan yang tetap menjadi lebih berharga dan penting (Robbins, 2003). 6. Masa Kerja Masa kerja seseorang akan menentukan prestasi individu yang merupakan dasar prestasi dan kinerja organisasi. Semakin lama seseorang bekerja di suatu organisasi, maka tingkat prestasi individu akan semakin meningkat yang dibuktikan dengan tingginya tingkat penjualan dan akan berdampak kepada kinerja dan keuntungan yang menjadi lebih baik, sehingga memungkinkan untuk mendapatkan promosi atau kenaikan jabatan (Gibson, 1997). 7. Pengetahuan (knowledge) Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni : indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman diri sendiri maupun orang lain, media massa maupun lingkungan.
Universitas Sumatera Utara
Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai 6 (enam) tingkatan, yaitu : 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rancangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, untuk mengukur bahwa seseorang tahu dapat diukur dari kemampuan orang tersebut menyebutkannya, menguraikan, mendefinisikan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menguraikan secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi, harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.
3. Aplikasi (application) Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (nyata atau sebenarnya). 4. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain. 5. Sintetis (syntetis)
Universitas Sumatera Utara
Sintetis menunjukkan kepada kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formula baru dari formulasi-formulasi yang ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Dari pengalaman dan penelitian, ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru) didalam diri seseorang tersebut terjadi
proses
yang berurutan, yaitu : a. Kesadaran, dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek). b. Merasa tertarik terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap subjek sudah mulai timbul. c. Menimbang-menimbang terhadap baik atau tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap informan sudah lebih baik. d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adopsi, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. Pengetahuan dapat diperoleh melalui proses belajar yang di dapat dari pendidikan (Notoatmodjo, 2007).
Universitas Sumatera Utara
8. Sikap (attitude) Dobb (1974) menyatakan bahwa sikap pada hakekatnya adalah tingkah laku yang tersembunyi yang terjadi secara disadari atau tidak disadari. Tingkah laku tersembunyi ditambahkan dengan faktor-faktor yang lain dari dalam diri individu seperti dorongan, kehendak, kebebasan, akan menimbulkan tingkah laku nyata (overt behaviour). Dengan demikian, maka setiap sikap akan selalu mendahului tingkah laku nyata tertentu dan selalu menunjuk ke tingkah laku nyata tersebut. Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Newcomb, sorang ahli psikologi sosial menyatakan bahwa sikap ini merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksana motif tertentu. Dalam psikologi umum, sikap merupakan ukuran besarnya pengaruh atas pengalaman subjektif. Anggapan yang mendasarinya adalah bahwa melalui pengalamanpengalaman yang spesifik terjadi harapan-harapan, atau dengan kata lain hal-hal yang pernah dialami akan mempunyai suatu arti dan nilai tertentu. Dalam arti inilah didefenisikan Rochracter bahwa sikap mempunyai pengaruh memilih dan mengemudikan kejadian-kejadian dengan sadar (Moediasih R. Wijoto, 1990). Allport (1954) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 (tiga) komponen pokok, yaitu : 1. Kepercayaan (keyakinan), ide atau konsep terhadap suatu objek 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek 3. Kecendrungan untuk bertindak (trend to behave) Ketiga komponen ini bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berfikir atau keyakinan dan emosi
Universitas Sumatera Utara
memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan sikap yaitu : 1. Menerima (receiving) artinya, bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan oleh objek. 2. Merespon (responding) yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing) mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tinggi. 4. Bertanggung jawab (responsible) yaitu yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. 2.5. Asuhan Keperawatan Keperawatan merupakan suatu bentuk layanan kesehatan profesional yang merupakan bagian integral dari layanan kesehatan yang berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Layanan ini berbentuk layanan bio-psiko-sosio-spiritual komprehensif yang ditujukan bagi individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, baik dalam keadaan sehat ataupun sakit yang mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Asmadi, 2008). Asuhan keperawatan adalah suatu proses atau kegiatan praktik keperawatan yang diberikan oleh perawat pada pasien di berbagai tatanan pelayanan kesehatan dengan menggunakan proses keperawatan, berpedoman pada standar keperawatan dalam lingkup wewenang serta tanggung jawab keperawatan (Hamid, 2001). Menurut Stevens (2000), pelaksanaan asuhan keperawatan memberi jaminan, bahwa pasien yang memperoleh perawatan sebagai haknya haruslah memenuhi kriteria. Untuk dapat memberikan asuhan keperawatan yang tinggi nilainya, maka diperlukan :
Universitas Sumatera Utara
1. Asuhan keperawatan/keperawatan, haruslah berdasarkan atas suatu analisa yang cermat dari situasi pasien. 2. Masalah keperawatan, haruslah dibuat jelas dan secara konkret. 3. Masalah keperawatan harus di tuangkan dalam penentuan-penentuan tujuan yang dapat dicapai. 4. Aktivitas keperawatan yang direncanakan untuk semua perawat harus tertuju pada tujuan-tujuan yang sama. Menurut Asmadi (2008), keperawatan mempunyai beberapa tujuan yaitu : 1. Memberi bantuan yang paripurna dan efektif kepada pasien. Adapun prinsip bantuan yang diberikan antara lain bantuan diberikan sesuai dengan tingkat kemandirian pasien dan jangan sampai bantuan yang diberikan itu menimbulkan ketergantungan yang dominan bagi pasien. 2. Memenuhi kebutuhan dasar manusia (KDM). Kebutuhan dasar manusia dapat didefenisikan sebagai sesuatu yang dibutuhkan manusia agar dapat memelihara homeostasis, baik fisiologis maupun psikologis. 3. Memberi kesempatan kepada semua perawat untuk mengembangkan tingkat kemampuan profesionalnya. Jadi maju mundurnya profesi keperawatan bergantung pada masing-masing pribadi perawat. Oleh karena itu, perlu ditanamkan rasa persatuan dan kebersamaan di antara perawat sejak dini, bahu-membahu memajukan dan mengembangkan profesi keperawatan. 4. Mengembangkan standar keperawatan yang ada. 5. Memelihara hubungan kerja yang efektif dengan semua anggota tim kesehatan. Penanganan kesehatan pasien tidak bisa hanya mengandalkan salah satu profesi saja, melainkan memerlukan kerja sama interdisipliner dari profesi kesehatan lain sebagai
Universitas Sumatera Utara
satu kesatuan tim kesehatan. Dalam pelayanan kesehatan, perawat merupakan tenaga kesehatan terdepan dan paling lama berinteraksi dengan pasien. Karenanya, perawat harus mampu memelihara kerja sama yang efektif dengan semua anggota tim kesehatan, begitupun sebaliknya. 6. Menciptakan iklim yang menunjang kegiatan pendidikan bagi perkembangan tenaga keperawatan. Pendidikan keperawatan harus berimbang antara teori dan praktik, sebab keperawatan adalah ilmu yang langsung berkaitan dengan “hidup dan matinya” manusia. Oleh karena itu, pendidikan keperawatan harus terus ditingkatkan dan disesuaikan dengan perkembangan zaman. 2.6. Standar Praktik Keperawatan Standar merupakan pernyataan yang absah, model yang disusun berdasarkan wewenang, kebiasaan atau kesepakatan mengenai apa yang memadai dan sesuai, dapat diterima, serta layak dalam praktik keperawatan. Standar praktik menguraikan apa yang harus dilakukan, mengidentifikasi tanggung jawab dan pelaksanaan tanggung jawab tersebut (Nursalam, 2009). Praktik keperawatan adalah tindakan mandiri perawat proesional melalui kerjasama berbentuk kolaborasi dengan pasien dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan lingkungan wewenang dan tanggung jawabnya. Menurut CHS (1983) yang dikutip oleh Nursalam (2009), praktik keperawatan sebagai tindakan keperawatan proesional haruslah menggunakan pengetahuan teoritis yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu dasar dan ilmu keperawatan dasar, klinik dan komunitas sebagai landasan untuk melakukan asuhan keperawatan. Standar praktik keperawatan adalah norma atau penegasan tentang mutu pekaryaan seorang perawat yang dianggap baik, tepat dan benar yang dirumuskan sebagai pedoman
Universitas Sumatera Utara
pemberian asuhan keperawatan serta merupakan tolak ukur dalam penilaian penampilan kerja seorang perawat (Nursalam, 2009). 2.6.1.
Tujuan Standar Keperawatan Menurut Gillies (1989) yang dikutip oleh Nursalam (2009), tujuan standar
keperawatan adalah sebagai berikut : 1. Meningkatkan kualitas asuhan keperawatan Perawat berusaha mencapai standar yang telah ditetapkan, dan termotivasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan. 2. Mengurangi biaya asuhan keperawatan Apabila perawat melakukan kegiatan yang telah ditetapkan dalam standar, maka beberapa kegiatan keperawatan yang tidak perlu dapat dihindarkan. 3. Melindungi perawat dari kelalaian dalam melaksanakan tugas dan melindungi pasien dari tindakan yang tidak terapeutik. Standar keperawatan harus dapat menguraikan prosedur yang wajib dilakukan dalam memberikan asuhan keperawatan, sehingga perawat akan dapat memahami setiap tindakan yang dilakukan. 2.6.2.
Standar Pelayanan Keperawatan Menurut Nursalam (2009), dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan di Rumah
Sakit, perawat berpedoman kepada standar asuhan/pelayanan keperawatan yang telah ditetapkan, adapun standar yang dimaksud adalah : Standar 1 Divisi keperawatan mempunyai falsafah dan struktur yang menjamin pemberian asuhan keperawatan yang bermutu tinggi dan merupakan sarana untuk menyelesaikan berbagai persoalan praktik keperawatan di seluruh institusi asuhan/pelayanan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
Standar 2 Divisi keperawatan dipimpin oleh seorang perawat eksekutif yang memenuhi persyaratan dan anggota direksi. Standar 3 Kebijaksanaan dan praktik divisi keperawatan menjamin pelayanan keperawatan merata dan berkesinambungan yang mengakui perbedaan agama, sosial budaya dan ekonomi di antara pasien di institusi pelayanan kesehatan. Standar 4 Divisi keperawatan menjamin bahwa proses keperawatan digunakan untuk merancang dan memberikan asuhan untuk memenuhi kebutuhan individu pasien dalam konteks keluarga. Standar 5 Divisi keperawatan menciptakan lingkungan yang menjamin efektivitas praktik keperawatan. Standar 6 Divisi keperawatan menjamin pengembangan berbagai program pendidikan untuk menunjang pelaksanaan asuhan keperawatan yang bermutu tinggi. Standar 7 Divisi keperawatan memprakarsai, memanfaatkan dan berperan serta dalam berbagai proyek penelitian untuk peningkatan asuhan/pelayanan pasien.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3.
Standar Praktik Keperawatan Menurut Nursalam (2009), dalam pelaksanaan pelayanan keperawatan di Rumah
Sakit, perawat berpedoman kepada standar praktik keperawatan yang telah ditetapkan, adapun standar yang dimaksud adalah : Standar 1 Pengumpulan data tentang status kesehatan pasien dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Data yang diperoleh dikomunikasikan dan dicatat. Standar 2 Diagnosis keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan.n dicatat. Standar 3 Rencana asuhan keperawatan meliputi tujuan yang dibuat berdasarkan diagnosis keperawatan. Standar 4 Rancana
asuhan keperawatan
meliputi prioritas
dan pendekatan tindakan
keperawatan yang ditetapkan untuk mencapai tujuan yang disusun berdasarkan diagnosis keperawatan. Standar 5 Tindakan keperawatan memberi kesempatan kepada pasien untuk berpartisipasi dalam peningkatan, pemeliharaan dan pemulihan kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
Standar 6 Tindakan keperawatan membantu pasien untuk mengoptimalkan kemampuannya untuk hidup sehat. Standar 7 Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan ditentukan oleh pasien dan perawat Standar 8 Ada tidaknya kemajuan dalam pencapaian tujuan memberi arah untuk melakukan pengkajian ulang, pengaturan kembali urutan prioritas, penetapan tujuan baru dan perbaikan rencana asuhan keperawatan. 2.7. Proses Keperawatan Menurut Suarli (2009), proses keperawatan adalah suatu metode sistematis dan ilmiah yang digunakan perawat untuk memenuhi kebutuhan pasien dalam mencapai atau mempertahankan keadaan biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang optimal melalui tahap pengkajian, identifikasi diagnosis keperawatan, penentuan rencana keperawatan, melaksanakan tindakan keperawatan serta evaluasi tindakan keperawatan. Berikut ini adalah beberapa contoh sederhana tentang keadaan pasien adalah sebagai berikut : 1. Keadaan biologis, misalnya kebiasaan makan, minum, tidur, buang air kecil (BAK), buang air besar (BAB) dan lain-lain.
Universitas Sumatera Utara
2. Keadaan psikologis, misalnya keadaan emosi (pemarah, cengeng, pendiam), konsep diri (menarik diri, rendah diri) dan keyakinan tentang kesehatan (percaya kekuatan gaib, berobat kedokter). 3. Keadaan sosial, misalnya hubungan antara anggota keluarga (harmonis, berkonflik) dan hubungan dengan orang lain (sering konflik). 4. Keadaan spiritual, misalnya kebiasaan atau ketaatan beribadah (taat beribadah, jarang beribadah). Menurut Effendi (1995), dalam melaksanakan proses keperawatan, seorang perawat harus memiliki beberapa kemampuan antara lain : 1. Kecakapan intelektual, yang memungkinkan perawat mampu dalam membuat keputusan berfikir secara kritis di dalam memecahkan masalah pasien. 2. Ketrampilan dalam berhubungan antar manusia, dimana berguna untuk memudahkan perawat dalam mengadakan hubungan baik dengan pasien (individu, keluarga dan masyarakat) maupun anggota tim kesehatan lainnya. Disini, perawat dituntut kemampuan berkomunikasi. 3. Kemampuan teknis keperawatan, yang merupakan kunci keberhasilan dalam memberikan asuhan keperawatan, mulai dari pengkajian masalah, menyusun rencana perawatan, melakukan tindakan dan prosedur keperawatan secara menyeluruh baik fisik, mental, sosial, spiritual dan mengevaluasi hasil tindakan keperawatan. 2.7.1.
Tujuan Proses Keperawatan Menurut Suarli (2009), tujuan menetapkan proses keperawatan adalah memberikan
asuhan keperawatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, sehingga tercapai mutu pelayanan keperawatan yang optimal. Berikut ini fungsi, sifat dan karakteristik proses keperawatan, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Fungsi Proses Keperawatan a. Membantu perawat dalam melaksanakan pemecahan masalah keperawatan secara sitematis. b. Adanya tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap pasien, sehingga keperawatan dapat meningkat 2. Sifat dan Karakteristik Proses Keperawatan a. Dinamis, artinya setiap proses keperawatan dapat diperbarui apabila situasi dan kondisi pasien berubah b. Siklus, artinya proses keperawatan berjalan secara siklus atau berulang c. Saling interdependen atau ketergantungan, artinya setiap tahapan proses keperawatan saling bergantung satu sama lain. Misalnya apabila data yang dikumpulkan kurang lengkap, maka diagnosis akan salah, demikian pula dalam perencanaan dan tindakan keperawatan. d. Fleksibel/luwes, artinya tidak kaku, pendekatan dapat berubah sesuai dengan situasi dan kondisi pasien. e. Bersifat individual untuk setiap kebutuhan pribadi pasien. f.
Terencana dan mengarah pada tujuan.
g. Memberikan kesempatan kepada perawat dan pasien untuk menerapkan fleksibilitas dan kreativitas yang maksimal dalam merancang cara memecahkan masalah kesehatan. h. Menekankan umpan balik, yaitu memberikan arah pada pengkajian ulang masalah atau memperbaiki rencana asuhan. i.
Menekankan validasi. Masalah harus divalidasi dengan data. Validasi akan membuktikan bahwa suatu keputusan itu benar.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Asmadi (2008), tujuan penerapan proses keperawatan bagi profesionalitas keperawatan, antara lain : 1. Mempraktikkan metode pemecahan masalah dalam praktik keperawatan 2. Menggunakan standar praktik keperawatan 3. Memperoleh metode yang baku, rasional dan sistematis 4. Memperoleh hasil asuhan keperawatan dengan efektivitas yang tinggi 2.7.2. Manfaat Proses Keperawatan Menurut Suarli (2009), manfaat penggunaan proses keperawatan dapat dilihat dari sisi pelayanan kesehatan, pelaksanaan keperawatan, dan bagi pasien sendiri. 1. Manfaat bagi pelayanan kesehatan a. Sebagai pedoman yang sistematis bagi terselenggaranya pelayanan kesehatan. b. Sebagai alat untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, khususnya pelayanan keperawatan. 2. Manfaat bagi pelaksana keperawatan a. Memupuk rasa percaya diri dalam memberikan asuhan keperawatan, karena tujuan yang ingin dicapai jelas. b. Menimbulkan kepuasan kerja. Menulis rencana asuhan yang baik akan memberikan rasa percaya diri pada perawat, bahwa intervensi keperawatan yang didasrkan pada identifikasi masalah pasien dilakukan dengan sungguh-sungguh, sehingga mencegah tindakan keperawatan yang tidak terkoordinasi, coba-coba dan akhirnya salah. Perencanaan juga dapat menimbulkan rasa bangga dan puas jika tujuan asuhan keperawatan tercapai.
Universitas Sumatera Utara
c. Menimbulkan profesionalisme. Dengan mengevaluasi efektivitas intervensi keperawatan, perawat belajar mengintervensi secara efektif dan memilih mana yang dapat diterapkan untuk memenuhi kebutuhan pasien lainnya. Proses ini akan meningkatkan ketrampilan dan keahlian perawat. Selain itu, bertukar pengetahuan dan pengalaman dengan teman ketika menyusun rencana asuhan keperawatan dapat meningkatkan pengetahuan perawat. d. Avoidance of legal action (Philpott, 1985). Apabila setiap tahap proses keperawatan digunakan dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat memberikan tindakan legalnya kepada pasien. Gagal dalam melakukan
pengkajian
keperawatan
yang
lengkap
atau
gagal
dalam
mendoku mentasikan data dengan tepat, dapat merugikan konsekuensi legal. e. Proses keperawatan mengandung tanggung gugat dan tanggung jawab perawat untuk mengkaji, menganalisis, merencanakan, melaksanakan dan menilai asuhan pasien. 3. Manfaat bagi Pasien a. Merangsang partisipasi pasien dalam perawatan dirinya b. Pengulangan instruksi dalam pemberian asuhan keperawatan dapat dihindari
2.7.3. Tahapan Proses Keperawatan Menurut Suarli (2009), berikut ini uraian tahapan proses keperawatan, adalah : 1. Pengkajian
Universitas Sumatera Utara
Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap pengkajian memerlukan kecermatan dan ketelitian untuk mengenal masalah. Keberhasilan proses keperawatan berikutnya sangat bergantung pada tahap ini. A. Pengumpulan data merupakan kegiatan menghimpun dan mencatat data untuk menentukan kebutuhan dan masalah kesehatan/keperawatan. Jenis data yang dikumpulkan adalah data yang tepat atau relevan, artinya data tersebut mempunyai pengaruh atau hubungan dengan situasi yang sedang ditinjau. Data tersebut dapat dibedakan menjadi dua jenis : Sumber data, dapat diperoleh dari : a) Pasien b) Keluarga/orang yang mengenal pasien c) Tenaga kesehatan (dokter, perawat, ahli radiologi dan lain-lain) d) Catatan yang dibuat oleh tenaga kesehatan e) Hasil pemeriksaan Cara pengumpulan data, yaitu : a) Wawancara, yaitu pembicaraan terarah yang umumnya dilakukan pada pertemuanpertemuan tatap muka. b) Observasi, yaitu mengamati perilaku dan keadaan untuk memperoleh data tentang tingkat kesehatan pasien, misalnya dengan cara meraba, menyentuh dan mendengar. c) Pemeriksaan fisik, yaitu pemeriksaan secara keseluruhan mulai dari kepala sampai ujung kaki. B. Pengelompokan data atau analisis data, adalah sebagai berikut : a) Data fisiologis/biologis (masalah kesehatan dan penyakit) b) Data psikologis (perilaku, pola emosi, konsep dir, dan lain-lain)
Universitas Sumatera Utara
c) Data sosial (status ekonomi, kegiatan rekreasi, pekerjaan dan lain-lain) d) Data spiritual (norma, kepercayaan, keyakinan dan moral) Adapun manfaat pengkajian keperawatan adalah : a. Membantu mengidentifikasi status kesehatan b. Pola pertahanan pasien (klien) c. Kekuatan dan kebutuhan pasien (klien) d. Merumuskan diagnosa keperawatan 2. Diagnosis Keperawatan Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang jelas, singkat dan pasti, tentang maslah pasien serta pengembangan yang dapat dipecahkan atau diubah melalui tindakan keperawatan. Tujuannya adalah mengidentifikasi adanya masalah aktual berdasarkan respon pasien (klien) terhadap masalah atau penyakit, faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya masalah dan kemampuan pasien (klien) mencegah atau menghilangkan masalah.
Adapun perbedaan antara diagnosis medis dan diagnosis keperawatan, yaitu : a. Diagnosis medis a) Berfokus pada faktor-faktor yang bersifat pengobatan dan penyembuhan. b) Berorientasi pada keadaan patologi. c) Cendrung tetap, mulai dari sakit sampai sembuh. d) Mengarah pada tindakan medis yang sebagian dapat dilaksanakan oleh perawat. e) Diagnosis medis melengkapi diagnosis keperawatan. b. Diagnosis keperawatan
Universitas Sumatera Utara
a) Berfokus pada respon pasien terhadap penyakit, tindakan medis dan faktor lain. b) Berorientasi pada kebutuhan individu. c) Berubah, sesuai dengan perubahan respon pasien. d) Mengarah pada fungsi mandiri perawat dalam melaksanakan tindakan perawatan dan evaluasi. e) Diagnosis keperawatan melengkapi diagnosis medis. 3. Perencanaan keperawatan Perencanaan keperawatan adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan, untuk menanggulangi masalah sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah ditentukan. Tujuan perencanan keperawatan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah masalah keperawatan
pasien (klien). Langkah-langkah penyusunan
keperawatan adalah sebagai berikut : a. Menentukan urutan prioritas masalah, yaitu untuk memilih masalah yang memerlukan perhatian/prioritas diantara masalah-masalah yang telah ditentukan, misalnya masalah yang mempengaruhi kehidupan atau keselamatan pasien. b. Merumuskan tujuan keperawatan yang akan dicapai, yaitu hasil yang ingin dicapai dari asuhan keperawatan untuk menanggulangi dan mengatasi masalah yang telah dirumuskan dalam keperawatan. c. Menentukan rencana tindakan keperawatan, adalah langkah penentuan dalam tindakan keperawatan yang akan dikerjakan oleh perawat dalam rangka menolong pasien, untuk mencapai suatu tujuan keperawatan. Rencana tindakan dibuat secara narasi, berupa kalimat instruksi, ringkas, tegas dan mudah dimengerti yang mengandung tujuan dan rencana tindakan keperawatan. 4. Tindakan keperawatan (implementasi keperawatan)
Universitas Sumatera Utara
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang telah ditentukan, dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal. Adapun langkah-langkah tindakan keperawatan adalah : a. Langkah persiapan asuhan keperawatan, pada langkah ini perawat sebaiknya : a) Memahami rencana keperawatan yang telah ditentukan b) Menyiapkan tenaga dan alat yang diperlukan c) Menyiapkan lingkungan terapeutik, sesuai dengan jenis tindakan yang akan dilakukan b. Langkah pelaksanaan asuhan keperawatan, pada langkah ini perawat harus mengutamakan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pasien. Oleh sebab itu, perawat harus : a) Menunjukkan sikap yang meyakinkan b) Peka terhadap respon pasien dan efek samping dari tindakan keperawatan yang dilakukan c) Melakukan sistematika kerja dengan tepat d) Mempertimbangkan hukum dan etika e) Bertanggung jawab dan tanggung gugat f) Mencatat semua tindakan keperawatan yang telah dilakukan 5. Evaluasi Evaluasi adalah proses penilaian pencapaian tujuan serta pengkajian ulang rencana keperawatan. Tujuan evaluasi keperawatan adalah menentukan kemampuan pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditentukan dan menilai aktivitas rencana keperawatan serta strategi asuhan keperawatan. Adapun langkah-langkah yang dilakukan pada evaluasi keperawatan adalah sebagai berikut : a. Mengumpulkan data perkembangan pasien b. Menafsirkan (menginterpretasikan) perkembangan pasien
Universitas Sumatera Utara
c. Membandingkan keadaan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan, dengan menggunakan kriteria pencapaian tujuan yang telah ditetapkan d. Mengukur dan membandingkan perkembangan pasien dengan standar normal yang berlaku Apabila kemajuan pada pasien tidak tercapai sesuai dengan tuhuan, maka perawat harus mengkaji ulang dan memperbaiki rencana keperawatan. Walaupun evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan, namun proses keperawatan tidak berhenti sampai disini. Karena evaluasi keperawatan hanya menunjukkan masalah mana yang telah dapat dipecahkan dan masalah mana yang perlu dikaji ulang, direncanakan, dilaksanakan dan dievaluasi kembali. Jadi, proses keperawatan merupakan siklus yang dinamis dan berkelanjutan. 2.8. Etika Keperawatan Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral (Ismani, 2001). Etika Keperawatan adalah filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang mendasari pelaksanaan praktik keperawatan. Dalam melaksanakan praktik keperawatan, seorang perawat harus mengambil suatu keputusan dalam upaya pelayanan keperawatan pasien (klien). Keputusan yang diambil berdasarkan pertimbangan dan kemampuan penalaran ilmiah dan penalaran etika, pelayanan keperawatan pasien (klien) dapat diukur dari sudut keyakinan sendiri, norma masyarakat dan standar profesional. Menurut American Ethics Commission Bureau on Teching, tujuan etika keperawatan adalah : 1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan
Universitas Sumatera Utara
2. Membentuk strategi/cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik keperawatan 3. Menghubungkan prinsip moral/pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat dan tuhan sesuai dengan kepercayaannya. Warga keperawatan di Indonesia menyadari bahwa, kebutuhan akan keperawatan bersifat universal bagi pasien (individu, keluarga, kelompok dan masyarakat). Oleh karena itu, pelayanan yang diberikan oleh perawat selalu berdasarkan kepada cita-cita yang luhur, niat yang murni untuk keselamatan dan kesejahteraan umat tanpa membeda-bedakan kebangsaan, kesukuan, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran kelompok, agama yang dianut dan kedudukan sosial. Dalam melaksanakan tugas pelayanan keperawatan kepada pasien, cakupan tanggung jawab perawat adalah meningkatkan derajat kesehatan, mencegah terjadinya penyakit, mengurangi dan menghilangkan penderitaan serta memulihkan kesehatan yang dilaksanakan atas dasar pelayanan yang paripurna. Tanggung jawab perawat meliputi : 1. Tanggung jawab perawat terhadap individu, keluarga dan masyarakat. a. Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa berpedoman pada tanggung jawab yang bersumber pada adanya kebutuhan terhadap perawatan untuk individu, keluarga dan masyarakat. b. Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa memelihara suasana lingkungan yang menghormati nilai budaya, adat istiadat dan kelangsungan hidup beragama dari individu, keluarga dan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
c. Perawat dalam melaksanakan kewajibannya bagi individu dan masyarakat senantiasa dilandasi dengan rasa tulus dan ikhlas sesuai dengan martabat dan tradisi luhur perawatan. d. Perawat senantiasa menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan individu dan masyarakat dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya kesehatan khususnya, serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari tugas kewajibannya bagi kepentingan masyarakat.
2. Tanggung jawab perawat terhadap tugas a. Perawat senantiasa memelihara mutu pelayanan perawatan yang tinggi, disertai kejujuran profesional dalam menerapkan pengetahuan serta ketrampilan perawatan sesuai dengan kebutuhan individu/pasien, keluarga dan masyarakat. b. Perawat wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui sehubungan dengan tugas yang dipercayakan kepadanya. c. Perawat tidak akan mempergunakan pengetahuan dan ketrampilan perawatan untuk tujuan yang bertentangan dengan norma kemanusian. d. Perawat dalam menunaikan tugas dan kewajibannya senantiasa berusaha dengan penuh kesadaran agar tidak terpengaruh oleh pertimbangan kebangsaan, kesukuan, agama, warna kulit, umur, jenis kelamin, aliran kelompok, agama yang dianut dan kedudukan sosial. e. Perawat senantiasa mengutamakan perlindungan dan keselamatan pasien dalam melaksanakan tugas perawatan serta matang dalam mempertimbangkan kemampuan jika menerima/mengalih tugaskan tanggung jawab yang ada hubungannya dengan keperawatan. 3. Tanggung jawab perawat terhadap sesama perawat dan profesi kesehatan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
a. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan dengan tenaga kesehatan lain, baik dalam memelihara keserasian suasana lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara keseluruhan. b. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, ketrampilan dan pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan kemampuan dalam bidang perawatan. 4. Tanggung jawab perawat terhadap profesi perawatan a. Perawat selalu berusaha meningkatkan kemampuan profesional secara sendiri atau bersama-sama dengan jalan menambah ilmu pengetahuan, ketrampilan dan pengalaman yang bermanfaat bagi perkembangan perawatan. b. Perawat selalu menjunjung tinggi nama baik profesi perawatan dengan menunjukkan tingkah laku dan kepribadian yang luhur. c. Perawat senantiasa berperan dalam menentukan pembakuan pendidikan dan pelayanan perawatan serta menerapkannya dalam kegiatan pelayanan dan pendidikan perawatan. d. Perawatan secara bersama-sama membina dan memelihara mutu organisasi profesi perawatan sebagai sarana pengabdiannya. 5. Tanggung jawab perawat terhadap pemerintah, bangsa dan tanah air. a. Perawat senantiasa melaksanakan ketentuan sebagai kebijaksanaan yang digariskan oleh pemerintah dalam bidang kesehatan dan perawatan. b. Perawat senantiasa berperan aktif dalam menyumbangkan pikiran kepada pemerintah dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan dan perawatan kepada masyarakat (Mimin, 2004). 2.9. Profesionalisme Keperawatan
Universitas Sumatera Utara
Keperawatan di Indonesia merupakan pelayanan yang diberikan secara profesional. Defenisi ini juga mempertegas bahwa keperawatan merupakan profesi bukan sekedar pekerjaan atau vokusi. Untuk memenuhi syarat sebagai profesi, maka suatu bidang garap harus
membutuhkan pengetahuan,
ketrampilan
penyiapan khusus.
Profesionalisme
keperawatan untuk masa sekarang sudah semakin lebih baik. Ciri-ciri profesionalisme keperawatan seperti yang diungkapkan oleh Miller (1991) yang dikutip oleh Priharjo (1995), adalah sebagai berikut : 1. Peningkatan dasar pengetahuan yang diberikan pada tingkat universitas dan orientasi pengetahuan pada tingkat pascasarjana dan dokter (graduate level) serta keperawatan. 2. Menurut ANA (1980), perwujudan kompetensi yang berasal dari dasar teori penegakan diagnosa dan penanganan respon manusia terhadap masalah kesehatan baik aktual atau potensial 3. Menurut Miller (1985), spesialisasi ketrampilan dan kompetensi yang membatasi keahlian Secara umum, menurut Ellis dan Hartley (1980) yang dikutip oleh Priharjo (1995), tenaga profesional sering diidentifikasi sebagai seorang yang serius terhadap pekerjaannya, berpenampilan sangat baik dan mendemonstrasikan etika dan tanggung jawab terhadap pekerjaannya. Profesionalisme keperawatan merupakan proses dinamis dimana profesi keperawatan yang telah terbentuk tahun 1984, mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat. Proses profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai dan diterima secara spontan oleh masyarakat. Profesi keperawatan, profesi yang sudah mendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk berpartisipasi aktif dalam sistem
Universitas Sumatera Utara
pelayanan kesehatan di Indonesia agar keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat. Untuk mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan langkah-langkah profesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial di Indonesia (Nursalam, 2006). Menurut Priharjo (1995), perawat profesional dalam bekerja tidak terlepas dari 4 (empat) esensi profesionalisme, yaitu : 1.
Kompetensi Berdasarkan SK Mendiknas No. 045/U/2002, kompetensi adalah seperangkat
tindakan cerdas, penuh tanggung jawab yang dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu oleh masyarakat dalam melaksanakan tugas-tugas dibidang pekerjaan tertentu. Menurut Spencer dan Spencer Miranti et.al, yang dikutip oleh Usmara (2002), ada 5 (lima) karakteristik kompetensi yaitu : a. Motivasi adalah sesuatu dimana seseorang secara konsisten berpikir sehingga ia melakukan tindakan. b. Traits adalah watak/sifat yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespons sesuatu dengan cara tertentu. Misalnya : percaya diri (selfconfidence), kontrol diri (self-control), ketabahan (stress resistance) dan daya tahan (hardiness). c. Self-Concept adalah sikap dan nilai yang dimiliki seseorang, sikap dan nilai diukur melalui test kepada responden untuk mengetahui bagaimana nilai (value) yang dimiliki seseorang, apa yang menarik bagi seseorang melakukan sesuatu. d. Knowledge adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu. Pengetahuan (Knowledge) merupakan kompetensi yang kompleks. Test pengetahuan peserta dengan
Universitas Sumatera Utara
cara memilih jawaban yang paling benar, tetapi tidak bisa melihat apakah seseorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya. e. Skill adalah kemampuan untuk melaksanakan sesuatu tugas tertentu, baik secara fisik maupun mental. Kompetensi
pengetahuan
(knowledge
competencies)
dan
keahlian
(skill
competencies) cendrung lebih nyata (visible) dan relatif berada dipermukaan sebagai salah satu karakteristik yang dimiliki manusia. Sedangkan motivasi, self concept (konsep diri), trait (watak/sifat) lebih tersembunyi dan berada pada titik central kepribadian seseorang. 2. Standar etika yang baik & 3 Welas asih (kasih sayang) Etika adalah mengenai pengawasan bagi orang lain, kepedulian terhadap perasaan yang pribadi dan subjektif. Etika berfokus pada cara dasar kekuasaan dan pembagian kekuasaan. Kaitan antara etika dengan hubungan kekuasaan dinyatakan untuk menentang pandangan populer etika profesional yang dapat ditampilkan sebagai hubungan saling percaya (Anonim, 2008) Untuk praktik sebagai perawat profesional, diperlukan nilai-nilai yang sesuai dengan kode etik profesi, antara lain dengan : a. Menghargai martabat individu tanpa prasangka b. Melindungi seseorang dalam hal privasi c. Bertanggung jawab untuk segala tindakannya. Tindakan tersebut dimanifestasikan dalam perilaku tertentu sebagai kegiatan yang dilaksanakan dengan hati-hati dan melaporkannya bila terjadi kesalahan. Seorang perawat yang menghargai hak privasi pasien, akan menerapkan kepada pasien, sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
a. Menutup area untuk mandi dan pengobatan b. Menutup pasien untuk setiap prosedur tertentu c. Menyediakan tempat konsultasi bagi pasien dengan pemuka agama atau anggota keluarga yang sedang bersedih. Nilai-nilai yang sangat diperlukan oleh perawat adalah kejujuran, lemah lembut, ketepatan setiap tindakan dan menghargai orang lain. Menghargai privasi adalah dasar etis untuk keperawatan (Ismani, 2001). 4. Pengetahuan yang memadai Pengetahuan dasar perawat berasal dari jenjang pendidikan yang ditempuh oleh siperawat. Saat ini, sebagian besar pendidikan perawat adalah vokasional (D3 Keperawatan), sebagian kecil yang ners dan spesialis. Dalam penerapan ilmu keperawatan, profesi keperawatan tidak hanya memiliki tanggung jawab profesional, tetapi juga tanggung jawab sosial-politik yang disertai sikap moral yang luhur. Pengembangan ilmu keperawatan dalam bidang pengetahuan diwujudkan melalui pendidikan berkelanjutan serta pendidikan dan pelatihan khusus di bidang keperawatan. Pengembangan ilmu keperawatan dalam bidang praktik keperawatan dilakukan melalui upaya peningkatan kualitas layanan keperawatan yang dilandasi oleh keilmuan, serta sikap profesional yang dilandasi oleh etika profesi dan standar praktik keperawatan yang (Asmadi, 2008)
Menurut Sain iwan (2009), profesionalisme perawat juga mempunyai ciri-ciri berikut : 1. Terbuka dengan ide baru 2. Memiliki rasa humor
Universitas Sumatera Utara
3. Dapat berinteraksi dengan orang lain secara harmonis 4. Berpenampilan baik 5. Periang 6. Dalam bekerja tidak semata-mata berorientasi pada uang.
2.10. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Bebas
Faktor Predisposing : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Umur Jenis Kelamin Tingkat Pendidikan Status Kepegawaian Status Perkawinan Masa Kerja Pengetahuan k
Variabel Terikat
Profesionalisme Perawat 1. Keterampilan/s kill 2. Motivasi 3. Etika Keperawatan
Gambar. 2.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan gambar 2.1 diatas, Kerangka konsep penelitian menggunakan teori Lawrence Green (1980) yang menggambarkan bahwa, faktor predisposing meliputi : umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status kepegawaian, status perkawinan, masa kerja, pengetahuan dan sikap dapat mempengaruhi profesionalisme perawat di RSUD Kabupaten Aceh Singkil. 2.11. Hipotesis Penelitian Peneliti memiliki dugaan bahwa ada hubungan bermakna antara faktor predisposing dengan profesionalisme perawat di RSUD Kabupaten Aceh Singkil.
Universitas Sumatera Utara
Hipotesis dalam penelitian adalah : 1.
Ada hubungan antara umur dengan profesionalisme perawat
2.
Ada hubungan antara jenis kelamin dengan profesionalisme perawat
3.
Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan profesionalisme perawat
4.
Ada hubungan antara status kepegawaian dengan profesionalisme perawat
5.
Ada hubungan antara status perkawinan dengan profesionalisme perawat
6.
Ada hubungan antara masa kerja dengan profesionalisme perawat
7.
Ada hubungan antara pengetahuan dengan profesionalisme perawat
8.
Ada hubungan antara sikap dengan profesionalisme perawat
Universitas Sumatera Utara