13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori 1.
Tinjauan tentang Proses Persidangan Anak Undang-undang sistem peradilan pidana anak menjelaskan bahwa upaya hakim dalam menangani perkara anak nakal di luar pengadilan ditekankan pada satu cara yang menganut pendekatan keadilan restoratif yaitu upaya diversi. Keadilan Restoratif sendiri menurut Pasal 1 angka 6 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak keadilan restoratif merupakan penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan. Pengertian diversi sendiri menurut Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana. Pada dasarnya, diversi ini dilakukan pada tingkat penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara anak di sidang pengadilan dan dilaksanakan dalam hal tindak pidana yang dilakukan dengan diancam pidana penjara di bawah 7 (tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana (recidive). Selain itu, hakikat pokok dilakukan diversi bertujuan untuk mencapai perdamaian antara korban dan anak, menyelesaikan perkara anak di luar proses peradilan, menghindari anak dari perampasan kemerdekaan, mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dan menanamkan rasa tanggung jawab kepada anak. Upaya ini mengharuskan Hakim bertindak sebagai mediator untuk menengahi permasalahan anak yang bermasalah dengan hukum, dan diharapkan dapat mencapai suatu kesepakatan yang adil dan tidak berat sebelah. Pada dasarnya ketentuan beracara Hukum Acara Pidana berlaku juga dalam acara
14
peradilan pidana anak, namun terdapat perlakuan-perlakuan khusus yang diberikan oleh pengadilan terhadap terdakwa yang masih tergolong anak yang telah disusun dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Perlakuan khusus tersebut diantaranya adalah: a.
Dalam Proses Penyidikan Proses penyidikan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak diatur dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 29. Penyidik terhadap perkara anak ditetapkan berdasarkan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia. Penyidik harus berpengalaman, mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak, dan telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak. Apabila belum terdapat Penyidik yang memenuhi syarat-syarat tersebut, penyidikan dilaksanakan oleh Penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Penyidik wajib meminta pertimbangan atau saran dari Pembimbing Kemasyarakatan setelah tindak pidana dilaporkan dalam melakukan penyidikan. Apabila perlu, meminta pertimbangan atau saran dari ahli pendidikan, psikolog, psikiater, tokoh agama, Pekerja Sosial Profesional atau Tenaga Kesejahteraan Sosial, dan tenaga ahli lainnya. Diversi harus diupayakan oleh Penyidik paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai dan proses Diversi paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya
Diversi. Apabila
Diversi telah mencapai
kesepakatan, Penyidik menyampaikan berita acara Diversi beserta Kesepakatan Diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Namun apabila Diversi gagal mencapai kesepakatan, Penyidik melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan
melampirkan
kemasyarakatan.
berita
acara
Diversi
dan
laporan
penelitian
15
b. Dalam Proses Penangkapan dan Penahanan Proses penangkapan dan penahanan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak diatur dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 40. Penangkapan dilakukan guna kepentingan penyidikan paling lama 24 (dua puluh empat) jam. Anak yang ditangkap ditempatkan dalam ruang pelayanan khusus anak untuk melindungi kepentingan dan hak asasi manusia, namun jika belum ada di wilayah yang bersangkutan dapat dititipkan di LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial). Penangkapan harus dilakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya. Biaya bagi setiap anak yang ditempatkan di LPKS dibebankan pada anggaran kementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang sosial. Dalam hal melaksanakan penyidikan, Penyidik berkoordinasi dengan Penuntut Umum. Koordinasi tersebut dilakukan dalam waktu paling lama 1 x 24 jam sejak dimulainya penyidikan. Penahanan tidak boleh dilakukan apabila orang tua/wali dan/atau lembaga telah menjamin anak tidak akan melarikan diri, tidak akan menghilangkan atau merusak barang bukti, dan/atau tidak akan mengulangi tindak pidana. Syarat-syarat penahanan terhadap anak adalah bahwa anak telah berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih. Syarat-syarat tersebut dinyatakan secara tegas dalam surat perintah penahanan. Selama penahanan, kebutuhan jasmani, rohani dan sosial anak harus tetap terpenuhi. Penahanan yang dilakukan guna kepentingan penyidikan dilakukan paling lama 7 (tujuh) hari dan atas permintaan Penyidik dapat diperpanjang oleh Penuntut Umum paling lama 8 (delapan) hari. Apabila jangka waktu telah berakhir, anak wajib dikeluarkan demi hukum. Dalam hal penahanan dilakukan untuk kepentingan penuntutan, Penuntut Umum dapat melakukan penahanan paling lama 5 (lima) hari dan atas permintaan Penuntut Umum
16
dapat diperpanjang oleh Hakim pengadilan negeri paling lama 5 (lima) hari. Apabila jangka waktu telah berakhir, anak wajib dikeluarkan demi hukum. Penahanan yang dilakukan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang pengadilan, Hakim dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari dan atas permintaan Hakim dapat diperpanjang oleh Ketua pengadilan negeri paling lama 15 (lima belas) hari. Apabila jangka waktu berakhir dan Hakim belum memberikan putusan, anak wajib dikeluarkan demi hukum. Demi kepentingan pemeriksaan di tingkat banding, Hakim Banding dapat melakukan penahanan paling lama 10 (sepuluh) hari dan atas permintaan Hakim Banding dapat diperpanjang oleh Ketua pengadilan tinggi paling lama 15 (lima belas) hari. Apabila jangka waktu berakhir dan Hakim Banding belum memberikan putusan, anak wajib dikeluarkan demi hukum. Demi kepentingan pemeriksaan di tingkat kasasi, Hakim Kasasi dapat melakukan penahanan paling lama 15 (lima belas) hari dan atas permintaan Hakim Kasasi dapat diperpanjang oleh Ketua Mahkamah Agung paling lama 20 (dua puluh) hari. Apabila jangka waktu berakhir dan Hakim Kasasi belum memberikan putusan, anak wajib dikeluarkan demi hukum. Pejabat yang melakukan penangkapan atau penahanan wajib memberitahukan kepada Anak dan orang tua/wali mengenai
hak
memperoleh bantuan hukum. Jika tidak dilakukan oleh pejabat penangkapan atau penahanan maka akan batal demi hukum. Tabel Masa Penahanan No.
Penahanan Oleh
Masa Penahanan
1
Penyidik
7 hari
2
Perpanjangan oleh Penuntut Umum
8 hari
3
Penuntut Umum
5 hari
4
Perpanjangan oleh Hakim Pengadilan Negeri
5 hari
5
Pemeriksaan di sidang pengadilan
10 hari
17
6
Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Negeri
15 hari
7
Pemeriksaan tingkat banding
10 hari
8
Perpanjangan oleh Ketua Pengadilan Tinggi
15 hari
9
Pemeriksaan tingkat kasasi
15 hari
10
Perpanjangan oleh Ketua Mahkamah Agung
20 hari 100 hari
Jumlah Tabel 1. Masa Penahanan c.
Dalam Proses Penuntutan Proses penuntutan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 42. Penuntut Umum ditetapkan berdasarkan Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung. Penuntut Umum harus berpengalaman, mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak, dan telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak. Apabila belum terdapat Penuntut Umum yang memenuhi syarat-syarat tersebut, penuntutan dilaksanakan oleh Penuntut Umum tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Penuntut Umum harus mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara dari Penyidik dan proses Diversi paling lama 30 (tiga puluh) hari. Apabila diversi telah mencapai kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Namun apabila diversi gagal mencapai kesepakatan, Penuntut Umum menyampaikan berita acara diversi dan laporan penelitian kemasyarakatan.
d. Hakim Pengadilan Anak Hakim Pengadilan Anak dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 51. 1) Hakim Tingkat Pertama
18
Hakim ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua pengadilan negeri yang bersangkutan melalui Ketua pengadilan tinggi. Hakim harus berpengalaman dalam lingkungan peradilan umum, mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak, dan telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak. Apabila belum terdapat Hakim yang memenuhi syarat-syarat tersebut, tugas pemeriksaan di sidang anak dilaksanakan oleh Hakim yang melakukan tugas pemeriksaan tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama dengan hakim tunggal. Ketua pengadilan negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak dengan Hakim Majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya. Dalam menjalankan tugas, Hakim dibantu oleh seorang panitera atau panitera pengganti. 2) Hakim Banding Hakim Banding ditetapkan berdasarkan Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua pengadilan tinggi yang bersangkutan. Hakim Banding harus berpengalaman dalam lingkungan peradilan umum, mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak, dan telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak. Hakim Banding memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat banding dengan Hakim tunggal. Ketua pengadilan tinggi dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak dengan Hakim Majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya. Dalam menjalankan tugas, Hakim Banding dibantu oleh seorang panitera atau panitera pengganti. 3) Hakim Kasasi
19
Hakim
Kasasi
ditetapkan
berdasarkan
Keputusan
Ketua
Mahkamah Agung. Hakim Kasasi harus berpengalaman dalam lingkungan peradilan umum, mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak, dan telah mengikuti pelatihan teknis tentang peradilan anak. Hakim Kasasi memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat kasasi dengan hakim tunggal. Ketua Mahkamah Agung dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak dengan Hakim Majelis dalam hal tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya. Dalam menjalankan tugas, Hakim Kasasi dibantu oleh seorang panitera atau panitera pengganti. 4) Peninjauan Kembali Terhadap putusan pengadilan mengenai perkara anak yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dapat dimohonkan peninjauan kembali oleh anak, orang tua/wali, dan/atau advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya kepada Ketua Mahkamah Agung sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan e.
Pemeriksaan di Sidang Pengadilan Pemeriksaan di sidang pengadilan dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak diatur dalam Pasal 52 sampai dengan Pasal 62. Hakim atau Majelis Hakim ditetapkan oleh Ketua pengadilan paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas perkara dari Penuntut Umum. Setelah ditetapkan, hakim harus mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari dan diversi dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari. Diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi pengadilan negeri. Apabila diversi berhasil mencapai kesepakatan, Hakim menyampaikan berita acara diversi beserta kesepakatan diversi kepada Ketua pengadilan negeri untuk dibuat penetapan. Namun jika tidak dicapai kesepakatan, perkara dilanjutkan ke tahap pengadilan.
20
Persidangan anak diadakan dalam ruang sidang khusus anak. Ruang tunggu sidang anak dipisahkan dari ruang tunggu sidang orang dewasa. Waktu sidang anak didahulukan dari waktu sidang orang dewasa. Dan persidangan anak tertutup untuk umum kecuali dalam acara pembacaan putusan. Walaupun dalam hal tertentu dianggap perlu, Hakim dapat menetapkan
pemeriksaan
perkara
dilakukan
secara
terbuka
tanpa
mengurangi hak anak. Hal-hal yang dianggap perlu tersebut antara lain karena sifat dan keadaan perkara harus dilakukan secara terbuka. Suatu sifat perkara akan diperiksa secara terbuka, misalnya perkara pelanggaran lalu lintas, dan dilihat dari keadaan perkara, misalnya pemeriksaan di tempat kejadian perkara. Anak harus didampingi oleh orang tua/wali atau pendamping, advokat
atau
pemberi
bantuan
hukum
lainnya,
dan
Pembimbing
Kemasyarakatan dalam persidangan. Meskipun pada prinsipnya tindak pidana merupakan tanggung jawab anak sendiri, tetapi karena dalam hal ini terdakwanya adalah anak, anak tidak dapat dipisahkan dari kehadiran orang tua/wali. Jika anak tidak ada yang mendampingi, persidangan batal demi hukum. Setelah Hakim membuka persidangan dan menyatakan sidang tertutup untuk umum, anak dipanggil masuk beserta yang mendampingi. Penuntut Umum membacakan surat dakwaan. Pembimbing Kemasyarakatan membacakan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan tanpa kehadiran anak, kecuali Hakim berpendapat lain. Terdakwa anak diperintahkan untuk dibawa keluar ruang sidang pada saat anak korban dan/atau anak saksi diperiksa oleh Hakim atau dengan kata lain terdakwa anak tidak boleh mengetahui anak korban dan/atau anak saksi memberikan keterangan, namun yang mendampingi terdakwa anak harus tetap berada di dalam ruang persidangan. Anak diberitahukan mengenai
21
keterangan yang telah diberikan oleh anak korban dan/atau anak saksi pada saat berada di luar ruang sidang pengadilan. Sebelum menjatuhkan putusan, orang tua/wali dan/atau pendamping diberikan kesempatan oleh Hakim untuk mengemukakan hal yang bermanfaat bagi anak. Anak korban juga diberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat tentang perkara yang bersangkutan. Hakim berkewajiban untuk mempertimbangkan laporan penelitian kemasyarakatan sebelum menjatuhkan putusan perkara, jika tidak dipertimbangkan maka putusan batal demi hukum. Putusan pengadilan dibacakan dalam sidang terbuka dan anak dapat tidak menghadiri pembacaan putusan tersebut. Dalam putusan, identitas anak, anak korban dan/atau anak saksi tetap harus dirahasiakan oleh media massa. Pengadilan wajib memberikan petikan putusan dalam acara pembacaan putusan kepada anak atau advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Penuntut Umum. Paling lama 5 (lima) hari sejak putusan diucapkan, pengadilan wajib memberikan salinan putusan kepada anak atau advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya, Pembimbing Kemasyarakatan, dan Penuntut Umum.
2.
Tinjauan tentang Pertimbangan Hakim Terdapat 2 (dua) kategori pertimbangan Hakim dalam memutus suatu perkara yang khususnya putusan yang mengandung pemidanaan, yaitu pertimbangan Hakim yang bersifat yuridis dan pertimbangan Hakim yang bersifat non yuridis a.
Pertimbangan Yuridis Pertimbangan yang bersifat yuridis adalah pertimbangan Hakim yang didasarkan pada faktor-faktor yang terungkap di dalam persidangan dan oleh Undang-Undang telah ditetapkan sebagai hal yang harus dimuat di dalam putusan. Pertimbangan yang bersifat yuridis ini diantaranya yaitu
22
(repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/4748/1/09E01948.pdf,
diakses
tanggal 5 Mei 2015 pukul 18.50) : 1) Dakwaan Penuntut Umum Dakwaan adalah surat atau akte yang memuat rumusan tindak pidana yang didakwakan kepada Terdakwa yang disimpulkan dan ditarik dari hasil pemeriksaan penyidikan, dan merupakan dasar serta landasan bagi Hakim dalam pemeriksaan di muka pengadilan. Dalam menyusun sebuah surat dakwaan, hal-hal yang harus diperhatikan adalah syarat-syarat formil dan materiilnya. Dakwaan berisi identitas Terdakwa juga memuat uraian tindak pidana serta waktu dilakukannya tindak pidana dan memuat Pasal yang dilanggar (Pasal 143 ayat (2) KUHAP) 2) Tuntutan Pidana Tuntutan pidana biasanya menyebutkan jenis-jenis dan beratnya pidana atau jenis-jenis tindakan yang dituntut oleh Penuntut Umum untuk
dijatuhkan
oleh
pengadilan
kepada
Terdakwa,
dengan
menjelaskan karena telah terbukti melakukan tindak pidana yang mana, Penuntut Umum telah mengajukan tuntutan pidana tersebut di atas. Penyusunan surat tuntutan oleh Penuntut Umum disesuaikan dengan dakwaan Penuntut Umum dengan melihat proses pembuktian dalam persidangan, yang disesuaikan pula dengan bentuk dakwaan yang digunakan oleh Penuntut Umum sebelum sampai pada tuntutannya di dalam requisitoir itu biasanya Penuntut Umum menjelaskan satu demi satu tentang unsur-unsur tindak pidana yang ia dakwakan kepada Terdakwa, dengan memberikan alasan tentang anggapannya tersebut. 3) Keterangan Saksi Menurut Pasal 1 butir 27 KUHAP keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang merupakan keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri
dan
ia
alami
sendiri
dengan
menyebut
alasan
dari
23
pengetahuannya itu. Keterangan saksi merupakan alat bukti seperti yang diatur dalam Pasal 184 ayat (1) huruf a KUHAP. Keterangan saksi merupakan keterangan mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar, ia lihat sendiri, dan alami sendiri, yang harus disampaikan dalam sidang pegadilan dengan mengangkat sumpah. Keterangan saksi yang disampaikan di muka sidang pengadilan yang merupakan hasil pemikiran saja atau hasil rekaan yang diperoleh dari kesaksian orang lain tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah. Kesaksian semacam ini dalam hukum acara pidana disebut dengan isitlah testimonium de auditu. Kesaksian de auditu dimungkinkan dapat terjadi di persidangan 4) Keterangan Terdakwa Pasal 184 ayat (1) huruf e KUHAP memuat bahwa keterangan Terdakwa digolongkan sebagai alat bukti. Keterangan Terdakwa adalah apa yang dinyatakan Terdakwa di sidang tentang perbuatan yang ia lakukan atau yang ia ketahui sendiri atau yang ia alami sendiri, ini diatur dalam Pasal 189 KUHAP. Keterangan Terdakwa dapat meliputi keterangan yang berupa penolakan dan keterangan yang berupa pengakuan atas semua yang didakwakan kepadanya. 5) Barang-barang Bukti Barang bukti adalah barang yang dipergunakan oleh Terdakwa untuk melakukan suatu tindak pidana atau barang sebagai hasil dari suatu tindak pidana. Barang yang digunakan sebagai bukti yang diajukan dalam sidang pengadilan bertujuan untuk menguatkan keterangan saksi, keterangan ahli, dan keterangan Terdakwa untuk membuktikan kesalahan Terdakwa. Adanya barang bukti yang diperlihatkan pada persidangan akan menambah keyakinan Hakim dalam menilai benar tidaknya perbuatan yang didakwakan kepada Terdakwa dan sudah barang tentu Hakim akan lebih yakin apabila barang bukti itu dikenal dan diakui oleh Terdakwa maupun para saksi.
24
b. Pertimbangan Non Yuridis Hakim dalam menjatuhkan putusan membuat pertimbangan yang bersifat non yuridis, disamping pertimbangan yang bersifat yuridis. Pertimbangan yuridis saja tidaklah cukup untuk menentukan nilai keadilan, tanpa ditopang dengan pertimbangan non yuridis yang bersifat sosiologis, psikologis dan kriminologis Aspek sosiologis berguna untuk mengkaji latar belakang sosial mengapa seseorang melakukan suatu tindak pidana, aspek psikologis berguna untuk mengkaji kondisi psikologis pelaku saat melakukan suatu tindak pidana dan setelah menjalani pidana, sedangkan aspek kriminologi diperlukan untuk mengkaji sebab-sebab seseorang melakukan tindak pidana dan bagaimana sikap serta perilaku seseorang yang melakukan tidak pidana, dengan demikian Hakim diharapkan dapat memerikan putusan yang adil sesuai dengan kebutuhan pelaku. Pertimbangan non yuridis meliputi pertimbangan pada hal-hal yang memberatkan ataupun yang meringankan hukuman bagi Terdakwa. Seorang Hakim dalam menjatuhkan putusan harus mempertimbangkan apakah Terdakwa benar-benar melakukan perbuatan yang dituduhkan kepadanya. Hakim juga harus mempertimbangakan hal-hal yang
memberatkan dan
meringankan Terdakwa. Hakim dipengaruhi oleh banyak hal yang dapat dipakai
sebagai
pertimbangan
untuk
menjatuhkan
berat
ringannya
pemidanaan dalam hal penjatuhan pidana, baik yang terdapat di dalam maupun di luar Undang-Undang, jangan sampai penentuan pidana oleh Hakim itu akan berdampak buruk dalam kehidupan masyarakat pada umumnya dan hukum itu sendiri pada khususnya. Seperti yang telah dikemukakan di atas, dalam hal Hakim diberi kebebasan dalam menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan, tentunya Hakim juga terikat oleh alat bukti yang sah. Hal ini sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan secara tegas bahwa Hakim tidak boleh
25
manjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurangkurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tidak pidana benar-benar terjadi dan bahwa Terdakwalah yang bersalah melakukannya. Selain alat bukti yang sah, untuk menentukan berat ringannya pidana yang akan dijatuhkan kepada Terdakwa, ada faktor lain yang harus diperhatikan oleh Hakim, yaitu hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan. 1) Pertimbangan yang Memberatkan a) Hal-hal yang Memberatkan Pidana dalam KUHP KUHP hanya mengatur hal-hal yang dijadikan alasan memberatkan pidana, yaitu pertama, sedang memangku suatu jabatan (Pasal 52 KUHP) dimana pemberatan karena jabatan ditentukan dalam Pasal 52 KUHP yang rumusannya sebagai berikut: “bilamana seseorang pejabat karena melakukan tindakan pidana, melanggar suatu kewajiban khusus dari jabatannya atau pada waktu melakukan tindak pidana memakai kekuasaan, kesempatan, atau sarana yang diberikan kepadanya karena jabatannya, pidanyanya dapat ditambah sepertiganya” Yang kedua yaitu recidive atau pengulangan dimana dalam KUHP menganut sistem Recidive Khusus artinya pemberatan pidana hanya dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tindak pidana (kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu, dan yang terakhir yaitu gabungan atau semenloop (adalah orang yang melakukan beberapa peristiwa pidana) b) Hal-hal yang Memberatkan pada Putusan Pengadilan Meresahkan masyarakat adalah hal yang dijadikan dasar alasan memberatkan pidana tersebut.
26
2) Hal-hal yang Meringankan KUHP memuat alasan-alasan yang dapat meringankan pidana, yaitu sebagai berikut: a) Percobaan (Pasal 53 ayat(2) dan (3)); b) Membantu atau medeplichgqheid (Pasal 57 ayat (1) dan (2)); c) Belum dewasa atau minderjarigheid (Pasal 47). Hal-hal yang dapat meringankan dalam persidangan adalah sebagai berikut: a) Sikap correct dan hormat Terdakwa terhadap pengadilan, dan pengakuan
terus
terang
sehingga
memperlancar
jalannya
persidangan; b) Pada kejahatannya tersebut tidak ada motif yang berhubungan dengan latar belakang publik; c) Dalam persidangan, Terdakwa telah menyatakan penyesalan atas perbuatannya.
3.
Tinjauan tentang Anak a.
Pengertian Anak Anak adalah anugerah Tuhan Yang Maha Esa, anak merupakan suatu titipan kepada orang yang telah menikah dan berkeluarga, sehingga anak harus dijaga dan dilindungi oleh orang tuanya hingga anak dapat melindungi dirinya sendiri dari bahaya yang ada dan juga dapat berpikir secara sehat untuk menentukan pilihan hidupnya kelak. Menurut Shanty Dellyana yang dimaksud dengan anak adalah mereka yang belum dewasa dan menjadi dewasa karena peraturan tertentu (mental fisik belum dewasa) (Shanty Dellyana, 1990:50). Berdasarkan pendapat Lilik Mulyadi apabila ditinjau dari aspek yuridis, maka pengertian anak di mata hukum positif Indonesia lazim diartikan sebagai orang yang belum dewasa (minderjarige/person ender
27
age). Orang yang di bawah umur atau keadaan di bawah umur (minderjangheid/inferiority) atau kerap juga disebut anak di bawah pengawasan wali (minderjarige ondervoodij), maka dengan berititk tolak kepada aspek tersebut di atas ternyata hukum positif Indonesia tidak mengatur adanya unifikasi hukum yang baku dan berlaku universal untuk menentukan batasan umur bagi seorang anak (Lilik Mulyadi, 2005:4). Setiap peraturan perundang-undangan mengatur secara tersendiri mengenai definisi anak. Dalam perspektif masyarakat Indonesia, anak sering disebut sebagai seorang yang belum dewasa atau sebagai orang yang berada di bawah perwalian. Beberapa pengertian anak dari beberapa peraturan yang berlaku di Indonesia, diantaranya adalah: 1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak Dalam undang-undang ini definisi anak yang berkonflik dengan hukum yang selanjutnya disebut sebagai anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. 2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak Pasal 1 butir 1 Undang-Undang ini pengertian anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sehingga anak yang belum dilahirkan dan masih di dalam kandungan ibu menurut Undang-Undang ini telah mendapatkan suatu perlindungan hukum. 3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Dalam undang-undang ini tidak memberikan definisi anak, namun dalam Pasal 47 ayat (1) dan Pasal 50 yat (1) mempunyai pengertian pembatasan usia anak dibawah kekuasaan orang tua atau dibawah perwalian sebelum mencapai 18 (delapan belas) tahun. Hal ini
28
dapat diartikan bahwa pengertian anak adalah seseorang yang belum mencapai usia 18 (delapan belas) tahun. Pada masa ini pula anak mulai mencari teman sebaya dan mulai berhubungan dengan orang-orang dalam lingkungannya, lalu mulai terbentuk pemikiran mengenai dirinya sendiri. Selanjutnya pada masa ini pula perkembangan anak dapat berkembang dengan cepat dalam segala bidang baik itu perubahan tubuh, perasaan, kecerdasan, sikap sosial dan kepribadian (Sholeh Soeaidy dan Zulkhair, 2001:2-3) 4) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia Pasal 1 butir 5, anak adalah setiap manusia yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun dan belum menikah, termasuk anak yang masih dalam kandungan apabila hal tersebut demi kepentingannya. 5) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Anak didefiniskan sebagai seseorang yang belum mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah kawin. 6) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana tidak secara eksplisit menyebutkan tentang kategori anak, akan tetapi dalam Pasal 45 dan 72 memakai batasan umur 16 tahun dan Pasal 283 yang memberi batasan 17 tahun. b. Hak-Hak Anak Hak-hak anak ini diatur dalam berbagai peraturan yang membahas mengenai anak. Peraturan tersebut antara lain: 1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tetntang Kesejahteraan Anak, menyebutkan hak-hak anak antara lain adalah: a) Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang, baik dalam keluarga maupun dalam asuhan khusus untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar.
29
b) Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan
kehidupan
sosialnya,
sesuai
dengan
kebudayaan
dan
kepribadian bangsa, untuk menjadi warga yang baik dan berguna. c) Anak berhak atas pemeliharaan dan perlindungan baik semasa dalam kandungan maupun sesudah dilahirkan. d) Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat
membahayakan
atau
menghambat
pertumbuhan
dan
perkembangan dengan wajar. e) Dalam keadaan yang membahayakan anaklah yang pertama-tama berhak mendapat pertolongan, bantuan dan perlindungan. (Gatot Supramono, 2000: 7). 2) Undang-UndangNomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyebutkan hak-hak anak antara lain sebagai berikut: a) Setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. b) Setiap anak berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan. c) Setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatuhan. d) Setiap anak dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain manapun bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan diskriminasi, eksploitasi (baik ekonomi maupun
seksual),
penelantaran,
kekejaman,
penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.
kekerasan,
30
e) Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. f)
Penangkapan, penahanan atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dilakukan sebagai upaya terakhir.
g) Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak: mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa, memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya, dan membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum. h) Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. i)
Setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya.
4.
Tinjauan tentang Sanksi Pidana terhadap Anak Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2012 mengatur bahwa anak hanya dapat dijatuhi pidana atau dikenai tindakan berdasarkan ketentuan dalam undang-undang ini. Ringannya perbuatan, keadaan pribadi anak atau keadaan waktu dilakukan perbuatan atau yang terjadi kemudian dapat dijadikan dasar pertimbangan hakim untuk dapat menjatuhkan pidana atau mengenakan tindakan dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan. Jenis-jenis pidana dan tindakan terdapat pada Pasal 69 sampai dengan Pasal 83, antara lain (Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, 2015: 88-92) : a.
Pidana Pokok 1) Pidana Peringatan Pidana
peringatan
adalah
pidana
ringan
yang
tidak
mengakibatkan pembatasan kebebasan anak. Dalam hal ini apabila anak
31
melakukan tindak pidana ringan hanya akan diberi peringatan kepadanya atau kepada orang tua/wali, namun tidak sampai ke meja pengadilan. 2) Pidana Bersyarat Pidana dengan syarat dapat dijatuhkan oleh Hakim dalam hal pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun. Dalam hal ini ditentukan syarat umum dan syarat khusus. Syarat umumnya adalah bahwa anak tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana dengan syarat. Dan syarat khususnya adalah untuk ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap mempehatikan kebebasan anak. Dalam pidana bersyarat, masa pidana dengan syarat khusus lebih lama dari masa pidana dengan syarat umum. Jangka waktu masa pidana dengan syarat paling lama 3 (tiga) tahun. Selama anak menjalani pidana bersyarat, Penuntut Umum melakukan pengawasan dan Pembimbing Kemasyarakatan melakukan pembimbingan agar anak menempati persyaratan yang telah ditetapkan. Anak juga harus mengikuti wajib belajar 9 (Sembilan) tahun agar pendidilan terpenuhi. a) Pembinaan di Luar Lembaga Dalam hal Hakim memutuskan bahwa anak dibina di luar lembaga, lembaga tempat pendidikan dan pembinaan ditentukan dalam putusannya. Pembinaan di luar lembaga dapat berupa keharusan untuk: (1) Mengikuti program pembimbingan dan penyuluhan yang dilakukan oleh pejabat Pembina; (2) Mengikuti terapi di rumah sakit jiwa; atau (3) Mengikuti terapi akibat penyalahgunaan alcohol, nakotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.
32
Apabila selama pembinaan anak melanggar syarat-syarat tersebut, pejabat Pembina dapat mengusulkan kepada hakim pengawas untuk memperpanjang masa pembinaan yang lamanya tidak melampaui maksimum 2 (dua) kali masa pembinaan yang belum dilaksanakan. b) Pelayanan Masyarakat Pidana dimaksudkan
pelayanan untuk
masyarakat
mendidik
anak
adalah
pidana
yang
dengan
meningkatkan
kepeduliannya pada kegiatan kemasyarakatan yang positif. Pidana ini dijatuhkan untuk anak paling singkat 7 (tujuh) jam dan paling lama 120 (seratus dua puluh) jam. c) Pengawasan Yang dimaksud dengan pidana pengawasan adalah pidana yang dilakukan oleh penuntut umum terhadap perlaku anak dalam kehidupan sehari-hari dan pemberian bimbingan yang dilakukan Pembimbing Kemasyarakatan. Pidana ini dapat dijatuhkan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun. 3) Pelatihan Kerja Pelatihan
kerja
anak
dilaksanakan
di
lembaga
yang
melaksanakan pelatiha kerja yang sesuai dengan usia anak. Lembaga yang melaksanakan pelatihan kerja antara lain balai latihan kerja, lembaga pendidikan
vokasi
yang dilaksanakan, misalnya oleh
kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang ketenagakerjaan, pendidikan atau sosial. Pidana ini dikenakan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 1 (satu) tahun.
4) Pembinaan di dalam lembaga Pidana pembinaan di dalam lembaga dilakukan di tempat pelatihan kerja atau lembaha pembinaan yang diselenggarakan, baik
33
oleh pemerintah maupun swasta. Pidana pembinaan di dalam lembaga dijatuhkan
apabila
keadaan
anak
dan
perbuatan
anak
tidak
membahayakan masyarakat. Pidana ini dilakukan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan. Apabila anak telah menjalani ½ (satu per dua) dari lamanya pidana pembinaan di dalam lembaga dan tidak kurang dari 3 (tiga) bulan berkelakuan baik, anak berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. 5) Penjara Pidana pembatasan kebebasan diberlakukan dalam hal anak melakukan tinak pidana berat atau tindak pidana yang disertai kekerasan. Dijatuhkan terhadap anak paling lama setengah dari maksimum pidana penjara yang diancamkan terhadap orang dewasa. Tidak ada minimum khusus pidana penjara yang diberlakukan terhadap anak. Dalam ketentuan KUHP berlaku juga terhadap anak sepanjang tidak tidak bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pidana penjara di LPKA akan dijatuhkan kepada anak apabila keadaan dan perbuatan anak akan membahayakan masyarakat, paling lama setengah dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Pidana penjara dilakukan sampai anak berusia 18 (delapan belas) tahun. Jika anak telah menjalani setengah dari lamanya pembinaan di LPKA dan berkelakuan baik berhak mendapatkan pembebasan bersyarat. Pidana penjara hanya digunakan sebagai upaya terakhir. Jika anak melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paing lama 10 (sepuluh) tahun. b. Pidana Tambahan 1) Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana.
34
Hal ini diartikan bahwa pidana tambahan yang dijatuhkan oleh Hakim adalah berupa mencabut dari orang yang memegang keuntungan dari tindak pidana yang diperoleh demi kepentingan negara 2) Pemenuhan kewajiban adat. Yang dimaksud dengan kewajiban adat adalah denda atau tindakan yang harus dipenuhi berdasarkan norma adat setempat yang tetap menghormati harkat dan martabat anak serta tidak membahayakan fisik dan mental anak. c.
Tindakan Selain menjatuhkan pidana pokok atau pidana tambahan, anak dapat dikenakan tindakan oleh hakim. Tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak berupa: 1) Pengembalian kepada orang tua/wali; 2) Penyerahan kepada seseorang; 3) Perawatan di rumah sakit jiwa; 4) Perawatan di LPKS; 5) Kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; 6) Pencabutan surat izin mengemudi; 7) Perbaikan akibat tindak pidana
5.
Tinjauan tentang Pencurian dengan Pemberatan a.
Pengertian terhadap “Pemberatan” Pencurian dengan pemberatan dapat diartikan sebagai pencurian khusus, yaitu sebagai suatu pencurian dengan cara-cara tertentu sehingga bersifat lebih berat, maka dari itu diancam dengan hukuman yang maksimalnya lebih tinggi misalnya lima tahun atau lebih dari yang diancamkan dalam Pasal 362 KUHP. Hal ini diatus dalam Pasal 363 dan Pasal 365 KUHP.
35
1) Pasal 363 KUHP (1) Dihukum dengan hukuman panjara selama-lamanya tujuh tahun: 1. Pencurian ternak; 2. Pencurian pada waktu kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, gunung meletus, kapal karam, kapal terdampar, kecelakaan kereta api, huru hara, pemberantakan atau bahaya perang; 3. Pencurian di waktu malam dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya, yang dilakukan oleh orang yang ada di situ tidak diketahui atau tidak dikehendaki oleh yang berhak; 4. Pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu; 5. Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakai jabatan palsu. (2) Jika pencurian yang diterangkan dalam butir 3 disertai dengan salah satu hal dalam 4 dan 5, maka diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun. 2) Pasal 365 KUHP (1) Dengan hukuman penjara selama-lamanya Sembilan tahun dihukum pencurian yang didahului, disertai, atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan terhadap orang lain, dengan maksud untuk mempersiapkan atau memudahkan pencurian itu, atau si pencuri jika tertangkap basah, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicuri tetap tinggal di tangannya. (2) Hukuman penjara selama-selamanya dua belas tahun dijatuhkan:
36
1. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah kediaman atau pekarangan tertutup dimana ada rumah kediaman, atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan; 2. Jika perbuatan itu dilakukan oleh dua orang atau lebih bersamasama; 3. Jika yang bersalah telah masuk ke dalam tempat melakukan kejahatan itu dengan jalan membongkar atau memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakaian jabatan palsu; 4. Jika perbuatan itu berakibat luka berat. (3) Dijatuhkan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun jika perbuatan itu berakibat matinya orang; (4) Hukuman mati atau hukuma penjara seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat atau mati, dan lagi perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih, dan lagi pula disertai salah satu dari hal-hal yang disebutkan dalam nomor 1 dan nomor 2. b. Unsur-unsur dalam “Pemberatan” Selanjutnya di bawah ini akan dijelaskan mengenai unsur-unsur dalam Pasal 363 dan Pasal 365 KUHP. 1) Unsur-unsur dalam Pasal 363 KUHP No. Aturan
Unsur-unsur yang Memberatkan
1.
a. Unsur “ternak” berdasarkan Pasal 101
Ayat (1) angka 1
KUHP diartikan sebagai “binatang yang berkuku satu, binatang memamah biak, dan babi”. Hewan berkuku satu misalnya
37
kuda, keledai dan sebagainya. Sedangkan hewan memamah biak misalnya kerbau, sapi, kambing dan sebagainya. b. Unsur “ternak” menjadi unsur pemberat dalam suatu tindak pidana pencurian karena pada masyarakat hewan ternak merupakan harta kekayan yang penting. 2.
Ayat (1) angka 2
a. Pencurian pada waktu ada kebakaran, letusan, banjir, gempa bumi, gunung meletus, kapal karam, kapal terdmpar, kecelakaan
kereta
api,
huru
hara,
pemberontakan atau bahaya perang. b. Unsur
ini
pencurian saling
dapat dengan
memberatkan terjadinya
berhubungan.
Artinya
jika
bencana pencuri
menggunakan kesempatan ketika terjadi bencana untuk melakukan pencurian. 3.
Ayat (1) angka 3
a. Unsur-unsur yang memberatkan adalah karena tindak pencurian dilakukan pada waktu malam hari, yakni; di dalam suatu tempat
kediaman,
di
atas
sebuah
pekarangan tertutup di atasnya terdapat sebuah tempat kediaman, atau dilakukan oleh seseorang yang berada di sana tanpa sepengetahuan atau bertentangan dengan keinginan orang yang berhak. b. Dalam Pasal 98 KUHP, malam hari adalah waktu antara matahari terbenam dengan
38
matahari terbit. 4.
Ayat (1) angka 4
a. Unsur yang memberatkan adalah karena tindak pidana pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. b. Hal ini diartikan pada dua orang atau lebih yang bekerja sama dalam melakukan tindak pidana pencurian, misalnya mereka bersama-sama mengambil barang-barang dengan kehendak bersama.
5.
Ayat (1) angka 5 a.
Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambil, dilakukan dengan
merusak,
memotong
atau
memanjat, atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu, atau pakai jabatan palsu b. Menurut Pasal 99 KUHP yang disebut memanjat termasuk juga masuk melalui lubang yang memang sudah ada, tetapi bukan untuk masuk atau masuk melalui lubang di dalam tanah yang dengan sengaja digali, begitu juga menyeberani selokan atau parit yang digunakan sebagai batas penutup. c. Menurut Pasal 100 KUHP yang disebut anak kunci palsu termasuk juga segala perkakas yang tidak dimaksud untuk membuka kunci.
39
Tabel 2. Unsur-Unsur Pasal 363 KUHP 2) Unsur-unsur dalam Pasal 365 KUHP a) Ayat (1) (1) Pencurian; (2) Didahului atau disertai atau diikuti; (3) Kekerasan atau ancaman kekerasan; (4) Terhadap orang; (5) Dilakukan dengan maksud: (a) Mempersiapkan atau; (b) Memudahkan atau; (c) Dalam hal tertangkap tangan; (d) Untuk memungkinkan melarikan diri bagi dirinya atau peserta lain; (e) Untuk menjamin tetap dikuasainya barang yang dicuri. b) Ayat (2) ke-1 (1) Waktu malam; (2) Dalam sebuah rumah atau pekarangan tertutup yang ada rumahnya; (3) Di jalan umum; (4) Dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan. c) Ayat (2) ke-2 (1) Dua orang atau lebih; (2) Bersama-sama. d) Ayat (2) ke-3 (1) Didahului, disertai, atau diikuti; (2) Kekerasan atau ancaman kekerasan; (3) Dengan maksud mempersiapkan; (4) Dengan cara membongkar, merusak, memanjat, atau; (5) Menggunakan anak kunci palsu, perintah palsu, seragam palsu.
40
e) Ayat (2) ke-4 (1) Mengakibatkan luka berat Unsur ini dijelaskan pengertiannya dalam Pasal 90 KUHP, yaitu: (a) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi akan sembuh sama sekali, atau menimbulkan bahaya maut. (b) Tidak mampu secara terus menerus untuk menjalankan tugas, jabatan atau pekerjaan pencahariannya. (c) Kehilangan salah satu panca indera. (d) Mendapat cacat berat. (e) Menderita sakit lumpuh. (f) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih. (g) Gugurnya atau matinya kandungan seorang perempuan. f)
Ayat (3) (1) Didahului, disertai atau diikuti; (2) Kekerasan atau ancaman kekerasan; (3) Mengakibatkan kematian.
g) Ayat (4) (1) Mengakibatkan luka berat atau; (2) Kematian; (3) Dilakukan oleh dua orang atau lebih; (4) Dengan bersekutu; (5) Disertai salah satu hal dari unsur ayat (2) ke-1 dan ke-3
41
B. Kerangka Pemikiran Pasal 363 KUHP tentang Tindak Pidana Pencurian dengan Pemberatan
ANAK
Proses Persidangan Anak sebagai Pelaku Tindak Pidana dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak
Pertimbangan Hakim
Yuridis
Non Yuridis
Pidana Pembinaan di dalam Lembaga
Putusan Pengadilan Negeri Purwokerto Nomor: 01/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Pwt
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
42
Keterangan: Kerangka pemikiran di atas menjelaskan alur pemikiran penulis dalam mengangkat, mengambarkan, menelah dan menjabarkan serta menemukan jawaban atas permasalahan hukum yaitu mengenai adanya Pasal 363 KUHP yang menjelaskan tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan. Dalam hal ini pencurian dengan pemberatan dilakukan oleh anak yang berusia 16 tahun. Mengingat Terdakwa belum dewasa, maka proses persidangan tidak dilakukan menurut KUHAP melainkan dilaksanakan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang merupakan undang-undang pengganti dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak. Berdasarkan pertimbangan hakim dari segi yuridis dan non yuridis, Hakim menjatuhkan sanksi berupa pidana pembinaan kepada Terdakwa sehingga dijatuhkan putusan nomor: 01/Pid.Sus.Anak/2014/PN.Pwt