BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab II ini dapat dipaparkan teori penunjang yang menjadi dasar acuan dalam pembuatan aplikasi Aplikasi rancang bangun Museum Bali Gedung Timur dan Gedung Singaraja berbasis Augmented Reality ini. Teori penunjang tersebut yang disertakan antara lain teori tentang sejarah Museum Bali, Android, Augmented Reality, Marker, Unity3D, vuforia SDK.
2.1
State of the art review Pertama kali ide Augmented Reality diterapkan pada pada buku dengan
nama Magic Book yang diteliti oleh Bilinghurst et. al (Bilinghurst et. Al, 2001). Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Grasset et.al dengan menambahkan fitur multimedia untuk ditampilkan pada augemented reality sebagai pelengkap objek 3 dimensi dengan menggunakan library ARToolkit(Grasset et al, 2008). Pengembangan Augmented Reality pada buku selanjutnya berhasil diterapkan pada smartphone oleh Bauset et al. dengan teknik fiduciary marker berbentuk gambar persegi hitam seperti QR code atau barcode, menggunakan library ARToolkitplus yang memunculkan objek 3 dimensi dari buku pelajaran yang juga menguji kecepatan dalam mengenali marker oleh perangkat Android dan iOS (Bauset et al, 2011). Penerapan Augmented Reality pada buku kemudian dikembangkan di Indonesia oleh Kusuma et.al yang menghasilkan aplikasi desktop buku pengenalan permainan tradisional jawa barat dengan library ARTollkit (Kusuma et. al, 2012). Menggunakan teknik yang sama yaitu fiduciary marker. Penerapan Augmented Reality dalam bentuk buku semakin berkembang mulai dari perangkat desktop hingga smartphone, khususnya dalam dunia pendidikan yang diterapkan pada media buku. Pengembangan dari penelitian sebelumnya yang menggunakan fiduciary marker masih terdapat kesenjangan yaitu mempengaruhi tampilan desain buku dimana harus dipasang marker dengan bentuk yang khusus seperti barcode.
Perkembangan teknologi augemented reality selanjutnya mulai diterapkan pada bidang pariwisata. Pengembangan oleh Busson dengan menggunakan teknik markerless yang diimplementasikan pada media buku dalam area pariwisata untuk mempromosikan negara Perancis, namun hanya dapat diterapkan pada komputer desktop saja (Busson, 2013). Kota Basel juga menerapkan teknologi Augmented Reality bagi para wisatawan. Aplikasi tersebut bernama “Augmented Reality for Basel”, pengguna bisa memperoleh informasi pariwisata seperti lokasi museum, restoran, tempat berbelanja dan lainnya (Perey, 2012). Aplikasi Augmented Reality dengan tema budaya Bali pernah dibuat juga dengan media buku dan smartphone Android, yaitu Augmented Reality book rumah tradisional Bali, fitur yang ada hanya menampilkan rumah tradisional Bali dengan bentuk 3 dimensi (I Made Endra, 2013). Jurnal yang berjudul “Augmented Reality Mobile Aplication of Balinese Hindu Temple: DewataAR” yang dibuat oleh Adi Ferliyanto Waruwu, I Putu Agung Bayupati, dan I Ketut Gede Darma Putra pada tahun 2014 yang membahas tentang penggunaan teknologi AR sebagai media penyedia informasi tentang Pura yang ada di Bali. DewataAR menggunakan Android sebagai platform dan didesain menggunakan Vuforia SDK karena Vuforia mampu membantu dalam penggunaan teknik markerless yang diterapkan pada aplikasi. Pembuatan aplikasi AR Museum Bali menggunakan software Unity3D yang terintegrasi dengan Vuforia SDK. Proses pengembangan aplikasi AR Museum Bali menggunakan bahasa pemrograman C++. Terdapat tiga kode program utama yang digunakan pada Vuforia dalam pembuatan AR, yaitu GUI Button Script, Trackable Event Handler, dan Video Playback Controller. Aplikasi Augmented Reality Museum Bali ini merupakan pengembangan dari aplikasi yang telah ada sebelumnya dimana pada aplikasi terdapat perbedaan sebagai kontribusi yang membedakan dengan penelitian atau aplikasi yang sudah ada sebelumnya. Beberapa ide baru serta konsep baru yang diadopsi dari penelitian sebelumnya seperti dalam melakukan tracking akan menggunakan kamera smartphone dan menampilkan objek Augmented Reality 3 dimensi dan
informasi sejarah menggunakan layar smartphone. Media untuk menampilkan Augmented Reality adalah buku dengan teknik markerless.
2.2
Museum Bali Jatuhnya kerajaan Klungkung ketangan belanda pada tanggal 1908
menandakan bali secara keseluruhan berada dibawah kekuasaan pemerintah kolonial Belanda. Keadaan ini tentu menimbulkan perubahan tata pemerintahan antara lain Bali yang pada awalnya tertutup bagi bangsa luar menjadi terbukan terutama untuk bangsa eropa khususnya belanda. Keterbukaan ini semakin memberi peluang bagi bangsa asing lainnya untuk datang ke bali. Bangsa asing yang terdiri dari berbagai macam lapisan masyarakat seperti pedagang, pegawai pemerintahan, wisatawan dan sebagainya tentu memiliki kepentingan yang berbeda sesuai dengan profesinya. Para ilmuan, budayawan, maupun seniman belanda mencoba untuk mencegahnya, keadaan seperti ini yang mengakibatkan pemiskinan warisan budaya bali. Pada tahun 1910 W.F.J Kroon seorang asisten residen untuk bali selatan member sumbangan pemikiran mengenai pelestarian budaya, dan mencetuskan suatu gagasan ntuk mendirikan sebuah museum etnografi guna melindungi bendabenda budaya dari kepunahan. Gagasan tersebut mendapat sambutan dari kalangan ilmuan, budayawan, seniman, dan dukungan juga diberikn oleh raja-raja seluruh bali. W.F.J Kroon memerintahkan Kurt Grundler seorang arsitek berkebangsaan Jerman yang pada saat itu berada di bali sebagai wisatawan peneliti. Kurt Grundler membuat perencanaan bersama para undagi (ahli bangunan tradisional bali) antara lain I Gusti Ketut Raid an I Gusti Ketut Kandel dari Denpasar. Mereka merencanakan untuk mendirikan bangunan museum yang berupa arsitektur kombinasi antara pura dan puri (istana raja). Didirikan diatas tanah seluas 2.600m meliputi tiga halaman yaitu halaman luar (jaba), halaman tengah (jaba tengah), halaman dalam (jeroan), masing-masing halaman dibatasi dengan tembok dan gapura (candi bentar dan candi kurung) sebagai pintu masuk, serta sebuah bale kulkul (menara kentungan) di sebelah selatan jaba tengah. Disudut barat laut berdiri sebuah bale bengong yang pada
zaman kerajaan digunakan sebagai tempat peristirahatan keluarga raja ketika ingin mengamati situasi luar istana. Eksterior dinding, halaman, dan gerbang dirancang dengan gaya khas puri atau kerajaan di Denpasar. Museum Bali memiliki empat paviliun di kompleks museum. Paviliun di tempat ini mewakili berbagai kabupaten di Bali. Pada bagian Utara terdapat paviliun Tabanan. Koleksi-koleksi yang ditampilkan adalah peralatan tari seperti kostum tari, semua jenis topeng untuk tarian topeng, wayang kulit, keris (pedang tradisional Bali) untuk tari Calonarang, dan juga beberapa patung kuno. Ditengah kompleks tersebut berdiri paviliun Buleleng. Bangunan ini memiiki gaya khas Pura di Bali utara. Anjungan ini memiliki koleksi pakaian Bali termasuk kipas dan koin tradisional Bali. Koleksi Museum Bali sebagian besar terdiri dari benda ethnografi berupa perlengkapan upacara Agama, tari wali, dan bangunan suci yang memiliki kesamaan yang masih berfungsi sakral di masyarakat saat ini. Koleksi ditata menurut kensep Trimandala (Utama Mandala, Mandya Mandala, Nista Mandala) dalam rangka penerapan kensep Trimandala tersebut, benda benda yang tergolong sakral di Masyarakat di tata pada gedung Tabanan dan gedung Karangasem. Kainkain tradisional Bali, dipamerkan di Gedung Buleleng yang dianggap bagian tengah Museum yang tidak bersifat sakral atau biasa seperti koleksi senirupa (lukisan, Patung, kerajinan). Koleksi yang berhubungan dengan peninggalan prasejarah (sarcopagus/peti mayat dari batu, bekal kubur ) dipamerkan pada Gedung Timur. Museum dibuka dengan resmi pada tanggal 8 desember 1932 dengan nama Bali Museum, dan dikelola oleh yayasan Bali Museum. Tanggal 17 agustus 1945 bali museum diambil alih oleh pemerintah daerah propinsi bali, kemudian pada tahun 1969 pemerintah pusat memberikah perhatian lebih serius kepada museum-museum negri propinsi termasuk Museum Bali dan memperoleh perluasan area. Pada tahun 2000 otonomi daerah mulai diberlakukan museum negri propinsi bali diserahkan kembali ke pemerintah propinsi bali dengan nama UPTD Museum Bali, dan sejak tahun 2008 UPTD Museum Bali berubah nama menjadi UPT Museum Bali.
. Gambar 2.1 Museum Bali
Gambar 2.2 Denah Museum Bali
Gambar 2.2 menjelaskan denah gedung yang ada di Museum Bali, dari sebelah kiri terdapat Gedung Tabanan, kemudian diikuti Gedung Karangasem lalu Gedung Singaraja dan yang terakhir Gedung Timur.
2.3
Gedung Timur Gedung Timur merupakan kelanjutan dari proyek pelita yang berhasil
diselesaikan pada tahun 1974. Konsep penamaan gedung ini disesuaikan dengan konsep penamaan bangunan Bali yang berdasarkan atas tata letaknya yaitu bale dangin. Bale dangin adalah bangunan yang letaknya di timur (Gedung Timur). Pada awalnya gedung timur ini merupakan gedung KOGA (Korban Bencana Gunung Agung) yang sebelumnya dipergunakan sebagai ruang kegiatan administrasi museum bersama-sama dengan kantor kebudayaan kabupaten badung dan sekolah seni rupa Indonesia sampai akirnya gedung ini ditetapkan sebagai ruang pameran tetap Museum Bali. Gedung Timur memiliki dua buah lantai, lantai satu berisikan benda-benda pada zaman prasejarah, masa sebelum dikenalnya tulisan. Gambar 2.3 merupakan contoh salah satu benda prasejarah yang terdapat pada lantai satu.
Gambar 2.3 Sarkofagus
Sarkofagus dibuat pada zaman megalitikum dimana masyarakat mulai membangun bangunan atau monumen yang terbuat dari batu. Istilah sarkofagus adalah suatu tempat untuk menyimpan jenazah, sarkofagus umumnya terbuat dari batu bentuknya menyerupai lesung dari batu utuh yang diberi tutup. Selain
terdapat mayat didalamnya juga terdapat bekal kubur berupa kapak segitiga, priuk serta benda-benda terbuat dari besi dan perunggu. Lantai dua pada gedung ini berisikan benda koleksi yang berkaitan dengan puncak-puncak kebudayaan bali dalam berbagai aspek kehidupan. Gambar 2.4 merupakan salah satu contoh benda yang ada pada lantai dua
Gambar 2.4 Bajra atau Genta
Bajra berasal dari bahasa sangsekerta yang berarti vajra yang bemakna halilintar dan intan. Sebagai benda ritual, vajra atau bajra adalah tongkat logam dengan sula ditengahnya dikelilingi banyak sula-sula lain yang melengkung ke dalam dan ujungnya menyambung bersatu dengan sula utama di tengahnya. Pemakaian genta atau bajra di Bali sedikit banyak dipengaruhi oleh praktekpraktek ritual dalam Agama Bhuda Tantrayana yang sempat berkembang cukup pesat di Nusantara sejak abad ke tujuh Masehi dengan masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Di Jawa Sendiri sinkritisme Shiva-Bhuda bukan merupakan hal yang asing Prabu Kertanegara di Kerajaan Singosari di abad ke 12 menyatakan dirinya sebagai pemeluk Agama sinkritisme Shiva-Bhuda. karna itu pemakaian genta atau bajra mulai meluas cukup pesat di Bali.
Gambar 2.5 Gedung Timur Di Museum Bali
2.4
Gedung Singaraja Gedung Singaraja ini diambil dari nama daerah kabupaten buleleng yang
telah mendirikan gedung ini dan disumbangkan kepada Museum Bali pada tahun 1932. Gedung ini memiliki bentuk menyerupai sebuah meru (pagoda) yang lazim terdapat di pura dengan gaya arsitektur Bali Utara dan telah disesuaikan dengan kebutuhan museum. Isi dari Gedung singaraja lebih mengutamakan alat tukar pada zaman dahulu dan beberapa sejarah uang kepeng. uang kepeng sendiri memiliki beberapa jenis yaitu digunakan sebagai alat tukar dan digunakan sebagai sarana upacara atau magis. Gambar 2.6 merupakan contoh uang kepeng yang digunakan sebagai alat tukar.
Gambar 2.6 uang kepeng yang digunakan sebagai alat tukar
Uang kepeng sebagai alat pembayaran ditandai setelah zaman bali kuno berakhir yang ditandai dengan ditaklukannya sri arta suryaratna dari kerajaan majapahit membawa pengaruh pada perubahan mata uang yang digunakan di bali. Sebelum dikenalnya uang kepeng masyarakat bali kuno menggunakan kerang laut dan besi-besian sebagai alat tukar. Uang kepeng dalam bentuk magis dapat dilihat dari gambar 2.7.
Gambar 2.7 uang kepeng panca pandawa
Bagi sebagian masyarakat Hindu Bali uang kepeng jenis tertentu diyakini memiliki kekuatan magis. Uang kepeng yang berisi magis pada umumnya memiliki kekuatan sesuai dengan gambar yang terdapat pada salah satu sisi dari uang kepeng tersebut.
Gambar 2.8 Gedung Singaraja
2.5
Pengertian Augmented Reality Realitas tertambah atau dikenal dengan bahasa Inggris Augmented Reality
(AR) adalah teknologi yang menggabungkan benda maya dua dimensi dan ataupun tiga dimensi ke dalam sebuah lingkungan nyata tiga dimensi lalu memproyeksikan benda-benda maya tersebut dalam waktu nyata. Berbeda halnya dengan realitas maya yang sepenuhnya menggantikan kenyataan, realitas tertambah sekedar menambahkan atau melengkapi kenyataan.
Gambar 2.9 Augmented Reality dan Virtual Reality Sumber (http://www.sby.dnet.net.id/dnews/juli-2012/article-augmented-reality-masa-depaninteraktivitas-162.html, diakses pada 2 Desember 2014)
Virtual reality mengacu pada penggabungan dari objek dunia nyata ke dunia digital atau maya. Augmented Reality merupakan kebalikan dari virtual reality yang berarti integrasi elemen-elemen digital yang ditambahkan ke dalam dunia nyata secara realtime dan mengikuti keadaan lingkungan yang ada di dunia nyata. Benda benda maya menampilkan informasi yang tidak dapat diterima oleh pengguna dengan inderanya sendiri. Hal ini membuat Augmented Reality sesuai sebagai alat untuk membantu persepsi dan interaksi penggunanya dengan dunia nyata. Informasi yang ditampilkan oleh benda maya membantu pengguna melaksanakan kegiatan-kegiatan dalam dunia nyata. Realitas tertambah atau Augmented Reality dapat diaplikasikan untuk semua indra, termasuk pendengaran, sentuhan, dan penciuman. Penggunaan Augmented Reality tidak hanya digunakan dalam bidang-bidang seperti kesehatan, militer, industri manufaktur, realitas tertambah juga telah diaplikasikan dalam perangkatperangkat yang digunakan orang banyak, seperti pada telepon genggam dan yang terbaru pada kacamata yang dikembangkan oleh Google yaitu Google Glass. Augmented Reality interface, salah satu aspek paling penting dari AR adalah untuk menciptakan yang sesuai teknik untuk interaksi intuitif antara pengguna dan
konten virtual aplikasi AR. Terdapat empat cara utama interaksi dalam aplikasi AR, yaitu Tangible AR Interface, Kolaboratif AR Interface, Hibrida AR Interface, dan Multimodal Interface (Mario Fernando. 2013). 1.
Tangible Interface Berwujud interface yang mendukung interaksi secara langsung dengan
dunia nyata dengan memanfaatkan objek nyata, salah satu contoh dari tangible interface ini adalah pada aplikasai virtual fitting room dan game Augmented Reality pringleys dimana tabung dari kemasan pringleys menjadi marker dan control dari game tersebut. 2.
Kolaborasi AR Interface Kolaborasi AR Interface menampilkan beberapa tampilan untuk mendukung
suatu kegiatan dalam berbagi Interface 3D untuk meningkatkan interaksi kolaboatif dengan banyak perangkat dan banyak user. Interface ini dapat diintegrasikan dengan aplikasi medis untuk melakukan diagnosa operasi. 3.
Interface Hybrid Menggabungkan berbagai macam device berbeda, tetapi saling melengkapi
interface serta memungkinan untuk berinteraksi melalui berbagai perangkat interaksi.
2.5.1
Prinsip Kerja Sistem Augmented Reality Sistem Augmented Reality bekerja berdasarkan deteksi citra berupa
marker. Prinsip kerjanya Kamera atau webcam akan mendeteksi marker yang diberikan, kemudian setelah mengenali dan menandai pola marker, kamera atau webcam akan melakukan perhitungan apakah marker sesuai dengan database yang dimiliki oleh sistem. Informasi marker tidak akan diolah bila marker tidak sesuai dengan database sistem, tetapi bila sesuai maka informasi marker akan digunakan untuk me-render dan menampilkan teks, video, objek 3 dimensi atau animasi yang telah dibuat sebelumnya. Aplikasi Augmented Reality berjalan dengan memindai penanda atau yang lebih sering disebut sebagai marker. (Mario Fernando. 2013).
Gambar 2.10 Prinsip Kerja Augmented Reality Sumber (www.marxentlabs.com diakses pada 2 Desember 2014)
2.5.2
Sejarah Augmented Reality Tahun 1957, seorang laki-laki dikenal dengan nama Morton Helig
membangun sebuah mesin bernama Sensorama, mesin ini memberikan pengalaman sinematis pada seluruh indra pengguna, mesin ini berbentuk seperti mesin arkade tahun 80an, mesin ini dapat menyemburkan angin pada pengguna, menggetarkan kursi yang diduduki, memainkan suara dan memproyeksikan lingkungan di depan dan sisi kepala pengguna dalam sebuah bentuk stereoscopic 3D. Mesin ini sangat mengesankan dengan demo film perjalanan disekitar Brooklyn tetapi mesin ini tidak di jual secara komersial dan sangat mahal membuat film tersebut untuk kalangan luas karena mengharuskan juru kamera membawa tiga kamera sekaligus, walaupun mesin ini lebih terlihat sebagai Virtual Reality tetapi sangat jelas terlihat ada elemen Augmented Reality (AR) yang terlibat, dengan dua perangkat yang berada diantara pengguna dan lingkungan dan fakta bahwa lingkungan itu adalah lingkungan itu sendiri, dunia nyata yang dilihat dalam situasi realtime bahkan jika direkam. Tahun 1966 Professor Ivan Sutherland dari Teknik Elektro Harvard menemukan salah satu perangkat paling penting yang digunakan baik dalam AR atau VR. Perangkat ini bernama Head Mounted Display atau disingkat HMD. Perangkat ini sangat berat jika digantungkan dikepala seseorang sehingga perangkat harus ini digantungkan pada langit-lagit laboratorium, karena itu alat ini
mendapat julukan The Sword of Damocles karena lahir pada awal jaman teknologi komputer, kemampuan grafis perangkat ini cukup terbatas dan hanya menampilkan wireframe sederhana dari model lingkungan yang dihasilkan, meskipun demikian alat ini merupakan langkah pertama dalam pembuatan AR. Ungkapan Augmented Reality seharusnya sudah tercipata oleh Professor Tom Caudell ketika ia bekerja di Boeing’s Computer Service’s Adaptive Neural Systems Research and Development Project di Seattle. Kegunaannya untuk membantu
memudahkan
proses
manufaktur
dan
rekayasa,
perusahaan
penerbangan itu ia mulai mengaplikasikan teknologi virtual reality yang akhirnya melahirkan beberapa software complex yang dapat menentukan posisi setiap kabel pada saat proses manufaktur. Mekanik jadi lebih dimudahkan dan tidak harus bertanya atau mencoba mengartikan apa yang ia temukan di diagram manual. Tahun 1992, dua tim yang lain membuat langkah besar menuju dunia yang baru ini. LB. Rosenberg menciptakan apa yang dikenal sebagai sistem Augmented Reality pertama yang dapat berfungsi untuk Angkatan Udara Amerika Serikat yang dikenal sebagai Virtual Fixtures, mesin ini berguna untuk memberi isyarat pada penggunanya sehingga memudahkan pekerjaannya. Tim kedua yang terdiri dari Steven Feiner, Blair Maclntyre dan Doree Seligman yang semuanya sekarang memimpin dibidang AR, menyerahkan hasil penelitian mereka tentang sistem yang
mereka
sebut
KARMA (Knowledge-based
Augmented
Reality
for
Maintenance Assistance) tim dari Kolombia membuat HMD dengan tracker buatan Logitech. Project ini adalah untuk mengembangkan grafis 3D dari gambar untuk menunjukan bagaimana memuat dan memperbaiki sebuah mesin tanpa harus mengacu pada pentujuk. Upaya untuk membuktikan AR bukan hanya untuk pekerjaan saja, AR memasuki dunia seni pada tahun 1994, Julie Martin menjadi orang yang pertama membawa konsep ini ke dunia publik. Dia menciptakan sebuah pameran yang didanai oleh pemerintah di Australia. Acara ini berjudul “Dancing in Cyberspace” di mana penari dan akrobator berinterkasi dengan objek virtual yang di proyeksikan pada ruang yang sama. Sampai pada tahun 1999 AR tetap menjadi mainan para peneliti. Alat yang berat mahal dan software yang rumit
menyebabkan consumer tidak pernah bahkan tidak tahu dimana tempat teknologi ini tumbuh. Sejauh ini yang dikhawtirkan adalah explorasi kedalam dunia virtual akan mati. Semua itu berubah ketika Hirokazu Kato yang berasal dari Nara Institute of Science and Technology merilis ARToolKit ke komunitas Open Source untuk pertama kalinya, alat ini memungkinkan untuk Video Capture Tracking dari dunia nyata untuk berkombinasi dengan interaksi pada objek virtual dan memberikan grafis 3D yang dapat digunakan di berbagai platform sistem operasi. Ponsel pintar pada saat itu belum ditemukan tetapi alat ini yang memungkinkan sebuah perangkat handheld sederhana yang memiliki kamera dan koneksi internet untuk menghasilkan AR. Hampir semua AR yang berbasis flash yang dilihat melalui web browser dapat menjadi mungkin dengan ARToolkit Tahun 2000 Bruce Thomas dan timnya Wearable Computer Lab di University of South Australia mendemonstrasikan outdoor mobile Augmented Reality dengan nama ARQuake, ARQuake adalah game Quake yang menggunakan lingkungan dunia nyata sebagai tempatnya dan objek virtual sebagai musuhnya, alat ini terdiri dari komputer gendong, gyroscope, GPS sensor dan Head Mounted Display alat ini masih dikembangkan dan masih belum akan dikomersialkan. Tahun 2008 AR dapat digunakan pada smartphone walau belum mendekati dengan apa yang seharusnya. Mobilizy adalah salah satu pionir dengan aplikasinya yang bernama Wikitude pada ponsel yang berbasis Android pengguna dapat melihat melalui kamera ponsel mereka augmentasi dari daerah dimana kamera itu di arahkan.Wikitude kemudian mensupport platform iPhone dan Symbian dan juga meluncurkan aplikasi navigasi yang menggunakan AR aplikasi ini bernama Wikitude Drive. Setelah ARToolkit diporting ke Adobe Flash, AR akhirnya dapat pakai melalui desktop browser atau bahkan webcam. (Wirga, E.W., et al. 2012)
2.6
Marker Marker adalah real environment berbentuk objek nyata yang akan
menghasilkan Virtual Reality, marker ini digunakan sebagai tempat Augmented Reality muncul, perangkat keras lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah marker. Marker berupa sebuah persegi hitam dan ditengah ada persegi putih. warna hitam dibuat denggan lebar 25% untuk setiap sisinya, sehingga terdapat ruang kosong ditengah marker sebesar 50% marker putih yang di tengah bisa berbentuk gambar apa saja, pada penggambarannya di komputer dengan ukuran 631 x 634 pixel yang merupakan ukuran standar untuk sebuah marker. Komputer akan mengenali posisi dan orientasi marker dan menciptakan dunia virtual 3D yaitu titik (0,0,0) dan 3 sumbu yaitu X,Y,dan Z. Marker Based Tracking ini sudah lama dikembangkan sejak 1980-an dan pada awal 1990-an mulai dikembangkan untuk penggunaan Augmented Reality.
Gambar 2.11 Marker pada Augmented Reality Sumber (http://www.sby.dnet.net.id/dnews/juli-2012/article-augmented-reality-masa-depaninteraktivitas-162.html, diakses pada 2 Desember 2014)
Marker ini pada umumnya berbentuk persegi dengan pinggir garis hitam tebal pada bagian tengah marker dapat diisi gambar atau huruf dua dimensi atau vektor. (I Made Endra Wiartika Putra. 2013)
2.6.1
Markerless Augmented Reality Metode augmented reality yang saat ini sedang berkembang adalah metode
"Markerless Augmented Reality", dengan metode ini pengguna tidak perlu lagi menggunakan sebuah marker untuk menampilkan elemen-elemen digital. Sekalipun dinamakan dengan markerless namun aplikasi tetap berjalan dengan melakukan pemindaian terhadap objek atau marker, namun ruang lingkup yang
dipindai lebih luas dibanding dengan marker augmented reality konvensional. Saat ini dikembangkan oleh perusahaan augmented reality terbesar di dunia Total Immersion, mereka telah membuat berbagai macam teknik Markerless Tracking sebagai teknologi andalan mereka, seperti face tracking, 3D object tracking, dan motion tracking. 1.
Face Tracking Menggunakan alogaritma yang mereka kembangkan, komputer dapat
mengenali wajah manusia secara umum dengan cara mengenali posisi mata, hidung, dan mulut manusia, kemudian akan mengabaikan objek-objek lain di sekitarnya seperti pohon, rumah, dan benda-benda lainnya.
Gambar 2.12 Face Tracking Sumber (http://www.sby.dnet.net.id/dnews/juli-2012/article-augmented-reality-masadepan-interaktivitas-162.html, diakses pada 2 Desember 2014)
2.
3D Object Tracking Berbeda dengan face tracking yang hanya mengenali wajah manusia
secara umum, teknik 3D Object Tracking dapat mengenali semua bentuk benda yang ada disekitar, seperti mobil, meja, televisi, dan lain-lain. 3.
Motion Tracking Motion tracking secara umum adalah komputer dapat menangkap gerakan,
Motion Tracking telah mulai digunakan secara ekstensif untuk memproduksi filmfilm yang mencoba mensimulasikan gerakan. Contohnya pada film Avatar, di mana James Cameron menggunakan teknik ini untuk membuat film tersebut dan menggunakannya secara realtime. (M. Billinghurst. 2011).
2.7
ARToolKit ARToolKit adalah software library untuk membangun AR. Aplikasi ini
adalah aplikasi yang melibatkan overlay pencitraan dunia virtual ke dunia nyata. ARToolKit menggunakan pelacakan video untuk menghitung posisi kamera yang nyata dan mengorientasikan pola pada marker secara realtime. Setelah posisi kamera yang asli telah diketahui, maka virtual camera dapat diposisikan pada titik yang sama, dan obyek 3D akan ditampilkan di atas marker. ARToolKit memecahkan masalah pada AR dengan cara sudut pandang pelacakan obyek dan interaksi obyek virtual. Tahap pertama dalam membangun Augmented Reality adalah dengan mengenal marker. Marker merupakan sebuah gambar berpola khusus yang sudah dikenali oleh templates memory ARToolKit, nantinya marker ini berfungsi untuk dibaca dan dikenali oleh kamera lalu dicocokkan dengan template ARToolKit, setelah itu kamera akan merender obyek 3D di atas marker. Obyek koleksi museum yang ditampilkan dibuat menggunakan program blender 3D yang tidak jauh berbeda dengan aplikasi-aplikasi pembuat model 3D yang lain. Aplikasi ini dapat diunduh secara gratis, Blender 3D dapat digunakan untuk membuat model 3D, animasi 3D, bahkan game. Penelitian ini menggunakan blender 2.49b karena terdapat fitur untuk mengeksport obyek 3D menjadi format WRML yang lebih mudah untuk selajutnya digunakan program AR. ARToolKit tidak mempunyai file installer sendiri, sehingga diperlukan sebuah software untuk membuat file installer tersebut agar aplikasi AR menjadi portable sehingga memudahkan untuk promosi AR dan juga menjadikan aplikasi lebih tahan terhadap virus. Software yang digunakan dalam penelitian bernama Inno Setup Compile. (M. Billinghurst. 2011).
2.8
Android Android adalah sistem operasi untuk telepon seluler yang berbasis Linux.
Android menyediakan platform terbuka bagi para pengembang buat menciptakan aplikasi mereka sendiri untuk digunakan oleh bermacam peranti bergerak. Awalnya Google Inc membeli Android Inc pendatang baru yang membuat peranti lunak untuk ponsel. Sejak awal Android memiliki konsep sebagai software
berbasis kode komputer yang didistribusikan secara terbuka (open source) dan gratis. Open source inilah sebenarnya kata kunci mengapa Android begitu terkenal di masyarakat maupun para pengembang aplikasi. Cara untuk mengembangkan Android, dibentuklah Open Handset Alliance, konsorsium dari 34 perusahaan peranti keras, peranti lunak, dan telekomunikasi, termasuk Google, HTC, Intel, Motorola, Qualcomm, T-Mobile, dan Nvidia. Beberapa keunggulan yang dimiliki OS Android dibandingkan dengan OS lain, yaitu: 1.
Multitasking: Ponsel Android bisa menjalankan berbagai macam aplikasi, itu artinya pengguna bisa browsing, membaca artikel sambil mendengarkan lagu.
2.
Kemudahan dalam notifikasi : Setiap ada SMS, Email, atau bahkan artikel terbaru dari RSS Reader, akan selalu ada notifikasi di Homescreen ponsel Android, tidak ketinggalan pula lampu LED Indikator yang berkedip-kedip, sehingga pengguna tidak akan terlewatkan satu SMS, Email atau Misscall sekalipun.
3.
Akses mudah terhadap ribuan aplikasi Google Play : Ada ribuan aplikasi dan games gratis dan berbayar yang bisa di-download di ponsel Android.
4.
Pilihan Ponsel yang beranekaragam: Ponsel Android, akan terasa berbeda dibandingkan denagn iOS. Jika iOS hanya terbatas pada iPhone dari Apple, tetapi ponsel Android tersedia dari berbagai produsen, seperti Sony, Motorola, HTC, bahkan sampai Samsung. Setiap pabrikan ponsel pun menghadirkan ponsel Android dengan gaya masing-masing. (Wirga, E.W., et al. 2012.)
2.9
Unity3D Unity3D adalah sebuah game developing software. Menggunakan software
ini, kita bisa membuat animasi 3D. Unity banyak digunakan karena animasi developer ini sangat mudah menggunakannya, dengan GUI yang memudahkan untuk membuat mengedit dan membuat script untuk menciptakan sebuah animasi 3D.
Gambar 2.13 Logo Unity Sumber (https://unity3d.com/ , diakses pada 2 Desember 2014)
Unity dapat digunakan untuk membuat sebuah game yang bisa digunakan pada perangkat komputer, Android, iPhone, PS3, dan X-Box. Unity adalah sebuah tools yang terintegrasi untuk membuat game, arsitektur bangunan dan simulasi. Unity bisa untuk games PC dan games online. Untuk games online diperlukan sebuah plugin, yaitu Unity Web Player sama halnya dengan Flash Player pada browser. Unity tidak dirancang untuk proses desain atau modelling, dikarenakan unity bukan tool untuk mendesain. Jika ingin mendesain, pergunakan 3D editor lain seperti 3dsmax atau Blender. Banyak hal yang bisa dilakukan dengan Unity, ada fitur audio reverb zone, particle effect, dan Sky Box untuk menambahkan langit. Fitur scripting yang disediakan, mendukung 3 bahasa pemrograman, JavaScript, C#, dan Boo. Unity 3D merupakan sebuah tools yang terintegrasi untuk membuat bentuk obyek 3 dimensi pada video games atau untuk konteks interaktif lain seperti Visualisasi Arsitektur atau animasi 3D real-time. Lingkungan dari pengembangan Unity 3D berjalan pada Microsoft Windows dan Mac Os X, serta aplikasi yang dibuat oleh Unity 3D dapat berjalan pada Windows, Mac, Xbox 360, Playstation 3, Wii, iPad, iPhone dan tidak ketinggalan pada platform Android. Unity juga dapat membuat game berbasis browser yang menggunakan Unity web player plugin, yang dapat bekerja pada Mac dan Windows, tapi tidak pada Linux. Web player yang dihasilkan juga digunakan untuk pengembangan pada widgets Mac. (M. Billinghurst. 2011).
2.10
3Ds Max 3D Studio Max (3DS Max) adalah sebuah perangkat lunak grafik vektor
3-dimensi dan animasi, ditulis oleh Autodesk Media & Entertainment (dulunya dikenal sebagai Discreet and Kinetix). Perangkat lunak ini dikembangkan dari pendahulunya 3D Studio fo DOS, tetapi untuk platform Win32. Kinetix kemudian bergabung dengan akuisisi terakhir Autodesk Discreet Logic.
Gambar 2.14 Logo 3ds Max Sumber (http://www.autodesk.com/, diakses pada 2 Desember 2014)
2.11
Vuforia SDK Vuforia adalah SDK yang disediakan oleh Qualcomm untuk membantu
para developer membuat aplikasi-aplikasi Augmented Reality (AR) di mobile phones (iOS, Android). SDK Vuforia sudah sukses dipakai di beberapa aplikasiaplikasi mobile untuk kedua platform tersebut. Salah satunya adalah James May’s Science Stories.
Gambar 2.15 Logo Vuforia Sumber (https://developer.vuforia.com/, diakses pada 2 Desember 2014)
Vuforia sangat membantu developer aplikasi augmented reality dalam membangun aplikasi karena kode dasar dari augmented reality sudah disediakan oleh library Vuforia support untuk iOS, Android dan Unity3D, library Vuforia mendukung para pengembang untuk membuat aplikasi yang dapat digunakan di hampir seluruh jenis smartphone dan tablet. Vuforia memiliki fitur markerless, dengan fitur ini pengguna atau pengembang aplikasi tidak perlu menggunakan marker konvensional berbentuk kotak hitam putih. Vuforia bisa menggunakan marker berwarna atau bergambar tanpa perlu bingkai hitam pada marker. Target atau marker pada Vuforia merupakan objek pada dunia nyata yang dapat dideteksi oleh kamera, untuk menampilkan objek virtual. (Azuma, R.T. et al. 2011) Beberapa jenis target pada vuforia adalah: 1.
Image targets, contoh: foto, papan permainan, halaman majalah, sampul buku, kemasan produk, poster, kartu ucapan. Jenis target ini menampilkan gambar sederhana dari augmented reality.
2.
Frame markers, tipe frame gambar 2D dengan pattern khusus yang dapat digunakan sebagai potongan permainan di permainan pada papan.
3.
Multi-target, contohnya kemasan produk yang berbentuk kotak atau persegi. Jenis ini dapat menampilkan gambar sederhana augmented 3D.
4.
Virtual buttons, yang dapat membuat tombol sebagai daerah kotak sebagai sasaran gambar.
2.11.1 Arsitektur Vuforia SDK Vuforia SDK memerlukan beberapa komponen penting agar dapat bekerja dengan baik. Komponen-komponen tersebut antara lain: 1. Kamera Kamera dibutuhkan untuk memastikan bahwa setiap frame ditangkap dan diteruskan secara efisien ke tracker. Para developer hanya tinggal memberi tahu kamera kapan mereka mulai menangkap dan berhenti.
2. Image Converter Mengkonversi format kamera (misalnya YUV12) kedalam format yang dapat dideteksi oleh OpenGL (misalnya RGB565) dan untuk tracking (misalnya luminance). 3. Tracker Mengandung algoritma computer vision yang dapat mendeteksi dan melacak objek dunia nyata yang ada pada video kamera. Berdasarkan gambar dari kamera, algoritma yang berbeda bertugas untuk mendeteksi trackable baru, dan mengevaluasi virtual button. Hasilnya akan disimpan dalam state object yang akan digunakan oleh video background renderer dan dapat diakses dari application code. 4. Video Background Renderer Me-render gambar dari kamera yang tersimpan di dalam state object. Performa dari video background renderer sangat bergantung pada device yang digunakan. 5. Application Code Mennginisialisasi semua komponen di atas dan melakukan tiga tahapan penting dalam application code seperti: a.
Query state object pada target baru yang terdeteksi atau marker.
b.
Update logika aplikasi setiap input baru dimasukkan.
c.
Render grafis yang ditambahkan (Augmented).
6. Target Resources Dibuat menggunakan on-line Target Management System. Assets yang diunduh berisi sebuah konfigurasi xml- config.xml– yang memungkinkan developer untuk mengkonfigurasi beberapa fitur dalam trackable dan binary file yang berisi database trackable.
2.11.2 Target Manager Target Manager merupakan aplikasi web dari Vuforia Qualcomm yang berfungsi untuk mengubah gambar atau foto menjadi image target atau yang biasa juga disebut marker (penanda) yang nantinya akan diintegrasikan dan digunakan pada aplikasi Augmented Reality Vuforia SDK.
Image target atau marker (penanda) harus memiliki kualitas yang baik agar library Vuforia bisa berhasil untuk mengenali marker. Image target yang baik harus memiliki syarat syarat seperti berikut: 1. Banyak memiliki detail, seperti: Foto pemandangan, Foto aktifitas orang. 2. Kontras yang baik antara gambar yang terang dan gelap. 3. Tanpa pola yang berulang, seperti: Foto bebatuan dan rerumputan. 4. Foto atau gambar harus dengan format 8- atau 24-bit PNG dan JPG, ukuran kurang dari 2 MB, mode RGB atau greyscale (bukan CMYK). Target Manager ini mengijinkan pengembang aplikasi untuk mengunggah gambar kemudian seteleh diproses oleh sistem, gambar tersebut dapat diunduh dan menghasilkan database dengan format *.unitypackage yang digunakan sebagai marker. Setiap image target memiliki keunikan dan peringkat deteksi yang berbeda beda hal ini disebut natural features dan augmentable rating. (Azuma, R.T. et al. 2011).
2.11.3 Natural Features dan Augmentable Rating Library Vuforia menggunakan teknik atau metode deteksi Natural Features. Features mendefinisikan seberapa besar peringkat atau rating dari sebuah gambar marker (image target), semakin banyak features yang terdapat pada gambar marker maka semakin banyak pula augmentable rating dari sebuah gambar marker (image target). Augmentable rating mendefinisikan seberapa baik peringkat gambar dapat dideteksi dan dilacak menggunakan library Vuforia. Peringkat ini ditampilkan dalam Target Manager untuk setiap gambar yang diupload.
Gambar 2.16 Illustrasi features Sumber (https://developer.vuforia.com/library/articles/Solution/Natural-Features-andRatings, diakses pada 2 Desember 2014)
Gambar 2.16 menggambarkan illustrasi yang terlihat tanda “+” berwarna kuning merepresentasikan features yang dapat dideteksi sistem library Vuforia. Shape 1: Gambar lingkaran tidak memperoleh features karena tidak terdapat sudut. Shape 2: Gambar disamping memperoleh dua features karena terdapat dua sudut. Shape 3: Gambar persegi memperoleh 4 features disetiap sudut Augmentable rating dapat berkisar dari 0 sampai 5 untuk setiap gambar. Semakin tinggi augmentable rating dari image target, semakin kuat dan baik kemampuan deteksi dan pelacakan yang dikandungnya. Sebuah rating dari nol menunjukkan bahwa target tidak dapat dilacak sama sekali oleh sistem augmented reality, sedangkan rating bintang 5 menunjukkan bahwa sebuah gambar dengan mudah dilacak oleh sistem augmented reality.
Gambar 2.17 Feature dan augmentable rating Sumber (https://developer.vuforia.com/library/articles/Solution/Natural-Features-andRatings, diakses pada 2 Desember 2014)
Gambar 2.17 menggambarkan perbedaan antara dua marker atau image target, gambar dengan banyak lengkungan atau lingkaran memperoleh sedikit features dan menghasilkan rating yang sedikit. Gambar dengan tekstur atau pola bersudut tajam menghasilkan banyak features.( Adi Ferliyanto Waruwu. 2014)
2.12
Autodesk Maya AutoDesk Maya adalah sebuah perangkat lunak grafik komputer 3 dimensi
dibuat oleh Alias Systems Corporation . Maya digunakan dalam industri film dan TV, juga untuk permainan video komputer. Kelebihan dari program ini adalah proses pembuatan Animasi yang relatif lebih mudah dibandingkan perangkat 3 dimensi lainnya. Autodesk Maya adalah software 3 dimensi yang populer dan terbaik pada masa kini, baik untuk modeling maupun animasi khususnya character modeling dan character animation. Sedemikian komersilnya software Maya, hingga kalangan desainer 3 dimensi bahkan Holywood menggunakannya dalam membuat karya mereka, baik untuk pembuatan video clip, film animasi. Maya sudah pasti memiliki keunggulan dibandingkan dengan softwaresoftware sejenis lainnya. Salah satu hal yang paling menonjol dari Maya Modeling adalah kemampuannya untuk merealisaikan bentuk objek yang rumit dari suatu karakter. .( Adi Ferliyanto Waruwu. 2014)
Gambar 2.18 Autodesk Maya Sumber (http://area.autodesk.com/, diakses pada 2 Desember 2014)