Bab II Tinjauan Pustaka
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Umum Tinjauan pustaka merupakan dasar - dasar atau landasan teori yang akan dijadikan acuan pedoman dalam menganalisis data pendukung dan merencanakan suatu penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan kajian - kajian dari berbagai sumber yang dijadikan sebagai referensi seperti: buku - buku hidrologi, jurnal-jurnal penelitian dan lain sebagainyayang mendukung dalam pelaksanaan penelitian. Revitalisasi adalah proses, cara, perbuatan menghidupkan atau menggiatkan kembali (kbbi.web.id). Jadi revitalisasi kapasitas tampung sungai adalah proses atau perbuatan menghidupkan kembali kapasitas tampung sungai. Terjadinya serangkaian banjir dalam waktu relatif pendek dan terulang tiap tahun, menuntut upaya lebih besar mengantisipasinya, sehingga kerugian dapat diminimalkan. Banjir bukan hanya menyebabkan sawah tergenang sehingga tidak dapat panen dan meluluhlantakan perumahan serta permukiman, tetapi juga merusak fasilitas pelayanan sosial ekonomi masyarakat dan prasarana publik, bahkan menelan korban jiwa. Kerugian semakin besar jika kegiatan ekonomi dan pemerintahan terganggu, bahkan terhenti. Meskipun partisipasi masyarakat dalam rangka penanggulangan banjir sangat nyata. Terutama pada aktivitas tanggap darurat, namun banjir menyebabkan tambahan beban keuangan negara, terutama untuk merehabilitasi dan memulihkan prasarana publik yang rusak. Salah satu penyebab banjir yang terjadi di suatu daerah adalah kondisi fisik DAS. Karakteristik DAS Ciliwung berdasarkan bentuk dan kemiringan lereng yaitu daerah hulu sampai tengah dengan kelerengan yang terjal sedangkan daerah tengah sampai hilir sangat datar dan luas. Berdasarkan karakteristik demikian, begitu hujan jatuh maka air hujan dari daerah hulu langsung mengalir ke bawah dengan waktu konsentrasi yang singkat. Jika drainase daerah hilir kurang memadai maka aliran permukaan tersebut akan kemana-mana menggenangi II-1
Bab II Tinjauan Pustaka
daerah pemukiman dan jalan. DAS Ciliwung termasuk bentuk memanjang sehingga respon hujan di hulu lebih lambat diterima oleh hilir pada kondisi normal. Namun menurut Nana Danapriatna (2009) bahwa kondisi DAS Ciliwung saat ini sangat memprihatinkan dan kemampuan menangkap serta menyimpan airnya sudah menurun dan pada akhirnya memicu terjadinya banjir di daerah hilir.
(sumber : BPDAS Ciliwung – Citarum tahun 2007)
Gambar 2.1 Peta DAS Ciliwung Dalam kajian evaluasi kapasitas tampung Sungai Ciliwung ini diambil wilayah studi di kelurahan Manggarai dan Kelurahan Kampung Melayu yang mana dua kelurahan tersebut menjadi langganan tetap yang terkena dampak banjir tiap tahunnya. Muhtar,dkk (2012) dalam bukunya mengatakan bahwa dari sisi lingkungan tempat tinggal, permasalahan utama yang dihadapi warga DAS Ciliwung di Kelurahan Manggarai dan Kelurahan Kampung Melayu adalah banjir. Penyebabnya antara lain :
II-2
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Pada Daerah DAS Ciliwung mengalami perubahan peruntukan lahan yang semula banyak daerah resapan saat ini berubah menjadi permukiman dan daerah urban. b. Pada beberapa lokasi di alur sungai (khususnya daerah hilir) terjadi pendangkalan
dan
penyempitan
sehingga
menyebabkan
kapasitas
tampungan Sungai Ciliwung berkurang. c. Pada beberapa lokasi di Sungai Ciliwung (pada daerah hulu Pintu Air Manggarai) terdapat beberapa belokan sungai (meandering) yang menyebabkan kurang lancarnya aliran air banjir pada Sungai Ciliwung. d. Adanya alih fungsi bantaran sungai (dimanfaatkan untuk permukiman, industri, dan usaha perkantoran) sehingga memperkecil penampang basah kali dan menghambat aliran air. e. Kondisi saluran - saluran drainase kota yang kurang maksimal karena dipenuhi sampah, sehingga pada saat hujan besar datang, genangan air cepat terbentuk. f. Digunakannya bantaran di dalam garis sempadan Sungai Ciliwung sebagai permukiman yang menyebabkan terhambatnya aliran sungai pada saat banjir. (sumber:http://puslit.kemsos.go.id) Berikut dokumentasi kondisi terkini Kali Ciliwung di Kelurahan Manggarai dan Kampung Melayu
Data primer
Data primer
II-3
Bab II Tinjauan Pustaka
Data primer
Data primer
Gambar 2.2 Kondisi Eksisting Kali Ciliwung kondisi alur sungai sebelah kanan - kiri sungai didaerah Kampung Melayu. Dimana pada bantaran sungai dimanfaatkan sebagai permukiman padat sehingga menghambat aliran sungai. Dimungkinkan dengan adanya penyempitan alur sungai daerah tersebut menjadi langganan banjir tiap tahun. Hal ini diperkuat lagi dengan penelitian yang dilakukan oleh Fajar Yulianto (2009) tentang model simulasi luapan banjir banjir Ciliwung di wilayah Kampung Melayu –Bukit Duri.
Gambar 2.3 Model Simulasi Banjir II-4
Bab II Tinjauan Pustaka
Melihat hasil simulasi yang dilakukan Fajar Yulianto,dkk dari gambar diatas bahwa Kelurahan Kampung Melayu dan sekitarnya mengalami genangan yang meluas akibat luapan Ciliwung baik dengan skenario 0.5 m maupun 2.0 m. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk di jadikan lokasi studi dalam kajian ini. 2.2 Analisa Hidrologi Menurut CD.Soemarto (1987 ; 15) Hidrologi adalah suatu ilmu yang menjelaskan tentang kehadiran dan gerakan air di alam. Ini meliputi berbagai bentuk air, yang menyangkut perubahan-perubahannya antara keadaaan cair, padat dan gas dalam atmosfer, diatas dan dibawah permukaan tanah. Dengan demikian ada empat macam proses dalam daur hidrologi yang digunakan secara umum dan berhubungan dengan analisa hidrologi bagi perencanaan bangunan air, yaitu:
Presipitasi
Evaporasi
Infiltrasi
Limpasan permukaan (surface runoff) dan limpasan air tanah (subsurface runoff)
Drainase adalah sistem penyaluran air hujan atau pengaliran air hujan melalui saluran, guna mematuskan daerah dan lahan terhadap kelebihan air dipermukaan, akibat genangan air sehingga dapat mencegah akan bahaya banjir. Fungsi drainase terhadap aliran sungai antara lain mengendalikan banjir dengan memperhatikan debit patusannya dan mengendalikan gangguan dan kerusakan terhadap fasilitas kota. Menurut Suripin (2004;7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/atau membuang kelebihan airdari suatu kawasan atau lahan, sehingga dapat difungsikan secara optimal.
II-5
Bab II Tinjauan Pustaka
a. Siklus Hidrologi Secara keseluruhan jumlah air di planet bumi ini relatif tetap dari masa ke masa. Air bumi mengalami suatu siklus melalui serangkaian peristiwa yang berlangsung terus menerus, dimana kita tidak tahu kapan dan dari mana berawalnya dan kapan pula akan berakhir (Suripin, 2004 : 20). Serangkaian peristiwa tersebut dinamakan siklus hidrologi.
(Sumber:Suripin,2004)
Gambar 2.4 Siklus Hidrologi Air di bumi ini mengulangi terus menerus sirkulasi. Air menguap ke udara dari permukaan tanah dan laut, berubah menjadi awan sesudah melalui beberapa proses dan kemudian jatuh sebagai hujan atau salju ke permukaan laut atau daratan. Sebelum tiba ke permukaan bumi sebagian langsung menguap ke udara dan sebagian tiba ke permukaan bumi. b. Presipitasi Presipitasi adalah nama umum dari uap yang mengkondensasi dan jatuh ke tanah dalam rangkaian proses siklus hidrologi seperti yang dikemukakan sebelumnya. II-6
Bab II Tinjauan Pustaka
Jumlah presipitasi selalu dinyatakan dengan dalamnya presipitasi (mm) (Suyono Sosrodarsono, 1987 : 7 ). Kejadian hujan dapat dipisahkan menjadi dua grup, yaitu hujan aktual dan hujan rencana. Kejadian hujan aktual adalah rangkaian data pengukuran di stasiun hujan selama periode tertentu. Hujan rencana bukan kejadian hujan yang diukur secara aktual dan kenyataannya, hujan yang identik dengan hujan rencana tidak pernah dan tidak akan pernah terjadi. Namun demikian, hujan rencana mempunyai karakteristik secara umum sama dengan karakteristik hujan yang terjadi pada masa lalu. Adapun karakteristik hujan yang perlu ditinjau dalam analisis dan perencanaan hidrologi menurut Suripin (2004:23) meliputi :
Intensitas, adalah laju hujan = tinggi air per satuan waktu, misalmm/menit, mm/jam atau mm/hari.
Lama waktu (duration) t, adalah lamanya curah hujan (durasi) dalam menit atau jam.
Tinggi hujan (d), adalah jumlah atau banyaknya hujan yang dinyatakan dalam ketebalan air di atas permukaan datar, dalam mm.
Frekwensi, adalah frekwensi kejadian, dinyatakan dengan waktu ulang (return period) T, misalnya sekali dalam T tahun.
Luas, adalah luas geografis daerah sebaran hujan.
Derajat curah hujan biasanya dinyatakan oleh jumlah curah hujan dalam suatu satuan waktu dan disebut intensitas curah hujan. Biasanya satuan yang digunakan adalah mm/jam. Jadi intensitas curah hujan berarti jumlah presipitasi/curah hujan dalam waktu relatif singkat (biasanya dalam waktu 2 jam). Intensitas curah hujan ini dapat diperoleh/dibaca dari kemiringan kurva (tangen kurva) yang dicatat oleh alat ukur curah hujan otomatis. Intensitas curah hujan dapat dilihat dalam tabel 1 dan sifat curah hujan dalam tabel 2.
II-7
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.1 Derajat curah hujan dan intensitas curah hujan Derajat hujan
Intensitas curah hujan (mm/min)
Kondisi
Hujan sangat lemah
<0,02
Hujan lemah
0,02 – 0,05
Hujan normal
0,05 – 0,25
Hujan deras
0,25 – 1
Hujan sangat deras
>1
Tanah agak basah atau dibasahi sedikit Tanah menjadi basah semuanya, tetapi sulit membuat puddel Dapat dibuat puddel dan bunyi curah hujan kedengaran Air tergenang di seluruh permukaan tanah dan bunyi keras hujan kedengaran dari genangan Hujan sepertiditumpahkan, saluran dan drainasi meluap
(sumber:Suyono Sosrodarsono,1987) Tabel 2.2 Keadaan curah hujan dan intensitas curah hujan Keadaan curah hujan
Intensitas curah hujan (mm) 1 jam
24 jam
Hujan sangat ringan
<1
<5
Hujan ringan
1-5
5-20
Hujan normal
5-20
20-50
Hujan lebat
10-20
50-100
>20
>100
Hujan sangat lebat
(sumber:Suyono Sosrodarsono,1987)
c. Pengukuran hujan Dalam analisis diperlukan data hujan yang akurat, bukan hanya hujan kumulatif harian, namun juga diperlukan data hujan jam-jaman. Seperti yang dikemukakan oleh Suyono Sosrodarsono (1987 : 25) bahwa curah hujan jangka waktu yang pendek sebagai dasar rancangan pengendalian banjir dan drainasi. Curah hujan yang diperlukan untuk pembuatan rancangan dan rencana (perhitungan potongan melintang dan lain-lain) yang berdasarkan volume debit (yang disebabkan oleh curah hujan) dari daerah pengaliran yang kecil seperti perhitungan debit banjir, rencana peluap suatu bendungan, gorong-gorong II-8
Bab II Tinjauan Pustaka
melintasi jalan dan saluran, selokan-selokan samping adalah curah hujan jangka waktu yang pendek dan bukan curah hujan jangka waktu yang panjang seperti curah hujan tahunan atau bulanan. Hal ini dikarenakan hujan sangat bervariasi terhadap waktu dan tempat, dan setiap perubahannya berpengaruh terhadap aliran sungai. Hujan di suatu daerah dapat diukur di beberapa titik yang ditetapkan dengan menggunakan alat pencatat hujan, baik berupa alat pencatat hujan manual maupun alat pencatat hujan otomatis. d. Kualitas Data Hidrologi Informasi Hidrologi adalah hasil olahan dan analisis data hidrologi, sedangkan data hidrologi diperoleh dari hasil pemantauan dan pengukuran parameter hidrologi yang terdapat pada pos hidrologi yang berada disetiap sumber air permukaan didalam wilayah sungai. Kualitas data sangat menentukan hasil analisis yang dilakukan. Panjangnya data yang tersedia juga mempunyai peranan yang cukup besar. Kelengkapan data yang akurat akan sangat membantu pada pengolahan data penelitian. Kualitas data hujan sangat beragam tergantung pada alat, pengelola dan sistem arsip :
Kelengkapan data Dalam proses pencatatan data hujan terkadang ada data hujan yang hilang. Berdasarkan pengujian yang dilakukan di sejumlah DAS di Pulau Jawa, mengenai data hujan yang hilang jika dilakukan pengisian maka akan mengacaukan perhitungan lain. Hal ini disebabkan karena variabilitas hujan yang tinggi. Oleh sebab itu, disarankan untuk tidak melakukan pengisian data yang hilang.(Sri Harto,1993 dalam Ribur, 2012 : 11).
Kepanggahan Data yang diperoleh dari alat pencatat bisa jadi tidak panggah karena alat pernah rusak dan alat pernah pindah lokasi.
Khusus untuk analisa frekuensi data hujan, pengambilan data hendaknya dilakukan dengan prosedur yang tepat. Data hujan yang dimaksud dalam II-9
Bab II Tinjauan Pustaka
analisisadalah hujan rata-rata DAS, sedangkan data yang diketahui adalah data hujan dari beberapa statiun hujan di wilayah DAS. e. Tata guna lahan Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan dinyatakan dalam koefisien aliran permukaan (C), yaitu bilangan yang menunjukan perbandingan antara besarnya aliran permukaan dan besarnya curah hujan. Angka koefisien aliran permukaan ini merupakan salah satu indikator untuk menentukan kondisi fisik suatu DAS. Nilai C berkisar dari 0 - 1. Nilai C = 0 menunjukan bahwa semua air terinfiltrasi ke dalam tanahyang berarti bahwa kondisi DAS tersebut baik, dan sebaliknya nilai C = 1 semua air hujan mengalir sebagai aliran permukaan maka kondisi DAS tersebut buruk. 2.3 Analisis Hujan Titik menjadi Hujan Wilayah Data hujan yang diperoleh dari alat penakar hujan merupakan hujan yangterjadi hanya pada satu tempat atau titik saja (point rainfall). Mengingat hujan sangat bervariasi terhadap tempat, maka untuk kawasan yang luas, satu alat penakar hujan belum dapat menggambarkan hujan wilayah tersebut (Suripin, 2004 : 26). Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan air dan rancangan pengendalian banjir adalah curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan, bukan curah hujan pada suatu titik tertentu. Curah hujan ini disebut curah hujan wilayah/daerah dan dinyatakan dalam mm. Curah hujan ini harus diperkirakan dari beberapa titik pengamatan curah hujan. Ada tiga cara umum yang dipakai dalam menghitung hujan rata –rata kawasan : a. Rata – rata aljabar Cara yang paling sederhana adalah dengan melakukan perhitungan rata-rata arimatik (aljabar) dari rerata presipitasi yang diperoleh dari seluruh alat penakar hujan yang digunakan. Cara ini dianggap cukup memadai sepanjang digunakan di daerah yang relative landai dengan variasi curah hujan yang tidak terlalu besar
II-10
Bab II Tinjauan Pustaka
serta penyebaran alat penakar hujan diusahakan seragam. Keadaan seperti ini sering tidak dapat dijumpai sehingga perlu cara lain yang lebih memadai. ...........................................
.................(2.1)
Keterangan : R = Curah hujan rerata tahunan ( mm ) n = Jumlah titik-titik (pos-pos) pengamatan yang digunakan R1 + R2 + R3 +Rn
= Curah hujan rerata tahunan di tiap titik pengamatan (mm).
Hasil yang diperoleh dari cara ini tidak berbeda jauh dari hasil yang didapat dengan cara lain. Keuntungan cara ini ialah bahwa cara adalah obyektif yang berbeda dengan umpama cara isohiet, dimana faktor subyektif turut menentukan. b. Metode Polygon Thieseen Cara
ini
berdasar
rata-rata
timbang
(weighted
average).
Metode
ini
seringdigunakan pada analisis hidrologi karena lebih teliti dan obyektif dibanding metode lainnya,dan dapat digunakan pada daerah yang memiliki titik pengamatan yang tidak merata. Cara iniadalah dengan memasukkan faktor pengaruh daerah yang mewakili oleh stasiun hujan yangdisebut faktor pembobotan atau koefisien Thiessen. Untuk pemilihan stasiun hujan yangdipilih harus meliputi daerah aliran sungai yang akan dibangun. Besarnya koefisien Thiessentergantung dari luas daerah pengaruh stasiun hujan yang dibatasi oleh poligon-poligon yangmemotong tegak lurus pada tengah-tengah garis penghubung stasiun. Setelah luas pengaruhtiap-tiap stasiun didapat, maka koefisien Thiessen dapat dihitung dengan persamaan dibawah ini dan diilustrasikan pada Gambar 2.5 (Soemarto, 1987).
Metode ini digunakan secara luas karena dapat memberikan data presipitasi yang lebih akurat, karena setiap bagian wilayah tangkapan hujan diwakili secara proposional oleh suatu alat penakar hujan. Dengan cara ini, pembuatan gambar polygon dilakukan sekali saja, sementara perubahan data hujan per titik dapat II-11
Bab II Tinjauan Pustaka
diproses secara cepat tanpa menghitung lagi luas per bagian poligon. Jika titiktitik pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan rata-rata itu dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan.
(sumber :Sumarto,1987)
Gambar 2.5 Polygon Thieseen
...........................(2.2) Keterangan : R
= Curah hujan rerata tahunan (mm)
R1,R2,R3 = Curah hujan rerata tahunan di tiap titik pengamatan (mm) n
= Jumlah titik pengamatan
A1,A2 = Bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan / luas wilayah yang dibatasi polygon A
= Luas daerah penelitian
II-12
Bab II Tinjauan Pustaka
..................................(2.3) Cara membuat Polygon Thiessen Mengambil peta lokasi stasiun hujan di suatu DAS
Menghubungkan garis antar stasiun 1 dan lainnya hingga membentuk segi tiga
Mencari garis berat kedua garis, yaitu garis yang membagi dua sama persis dan tegak lurus garis
Menghubungkan ketiga garis berat dari segi tiga sehingga membuat titik berat yang akan membentuk polygon.
Cara Thieseen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari pada cara aljabar rata – rata. Akan tetapi, penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Kerugian yang lain ialah umpamanya untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan. Cara ini cocok untuk daerah datar dengan luas 500km2 – 5000km2 dan jumlah pos penakar hujan terbatas dibandingkan luasnya. Metode inilah yang akan dilakukan dalam pengerjaan tugas akhir ini. c. Metode Isohyet Dengan cara ini, kita dapat menggambar dulu kontur tinggi hujan yang sama(isohyet). Kemudian luas bagian diantara isohyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan nilairata-rata dihitung sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontur, kemudian dikalikan denganmasing-masing luasnya. Hasilnya dijumlahkan dan dibagi dengan luas total daerah, makaakan didapat curah hujan areal yang dicari, seperti ditulis pada persamaan yang berada dibawah ini ( Soemarto, 1987).
...................(2.4) Keterangan : R
= Curah hujan rerata tahunan II-13
Bab II Tinjauan Pustaka
A1, A2
= Luas bagian antar dua garis isohyets
R1, R2, Rn
= Curah hujan rata - rata tahunan pada bagian A1, A2, …. , An
Sumber : Soemarto,1987
Gambar 2.6Metode Isohyet Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata, tetapimemerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang memungkinkan untukmembuat isohyet. Pada saat menggambar garis-garis isohyet, sebaiknya juga memperhatikanpengaruh bukit atau gunung terhadap distribusi hujan (hujan orografik). Metode Isohyet cocok untuk daerah berbukit dan tidak teratur dengan luas lebih dari 5000 km2.
2.4
Cara Memilih Metode
Terlepas dari kelebihan dan kekurangan metode-metode analisis hujan diatas, pemilihan metode mana yang cocok dipakai pada suatu DAS berdasarkan pertimbangan 3 faktor berikut:
Jaring – jaring pos penakar hujan dalam DAS
Jumlah pos penakar hujan cukup
Metode Isohyet, Thiessen atau rataII-14
Bab II Tinjauan Pustaka
rata aljabar dapat dipakai Jumlah pos penakar hujan terbatas Pos penakar hujan tunggal
Metode
rata-rata
alajabar
Thiessen Metode hujan titik
Luas DAS
DAS besar (>5000 km2)
Metode Isohyet
DAS sedang (500 - 5000 km2)
Metode Thiessen
DAS kecil (<500 km2)
Metode rata-rata aljabar
atau
Topografi DAS
Pegunungan
Metode rata-rata aljabar
Dataran
Metode Thiessen
Berbukit dan tidak beraturan
Metode Isohyet
Sumber : Suripin 2004.
2.5 Analisis Frekuensi dan Probabilitas Perhitungan analisis frekuensi merupakan pengulangan suatu kejadian untuk meramalkan atau menentukan periode ulang berikut nilai probabilitasnya. Adapun distribusi yang dipakai dapat ditentukan setelah mengetahui karakteristik data yang ada, yaitu data curah hujan rata-rata maksimum. Ada empat jenis distribusi frekuensi yang paling lazim digunakan dalam analisis hidrologi, yaitu: a. Distribusi Normal Distribusi normal disebut pula distribusi Gauss. Persamaan distribusi normal:
X T X K r S d ............................................................................................(2.5) Dengan: XT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan X = nilai rata-rata data,
Sd = deviasi standar, KT = faktor frekuensi. II-15
Bab II Tinjauan Pustaka
b. Distribusi Log-Normal Jika variabel acak Y = log X terdistribusi secara normal, maka X dikatakan mengikuti distribusi log normal. Persamaan distribusi log normal adalah:
YT Y K r S d .....................................................................................................(2.6) Y log X
Dengan; YT = perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T-tahunan Y = nilai rata-rata hitung data
Sd = deviasi standar, KT = faktor frekuensi.
c. Distribusi Log-Person tipe III Jika X adalah data curah hujan maka berikut adalah langkah-langkah penggunaan distribusi Log-Person Tipe III :
Ubah data ke dalam bentuk logaritmis, X = log X,
Hitung nilai rata-rata, n
X
Xi i 1
...................................................................................................(2.7) n Hitung harga simpangan baku,
Xi X n
Sd
2
i 1
........................................................................(2.8) n 1 Hitung koefisien kemencengan (Coefficient of Skewness),
n Xi X n
CS
i 1
n 1n 2Sd 3
...............(2.9)
Hitung logaritma hujan atau banjir dengan periode ulang T dengan rumus :
log X T log X S d K
..............(2.10) II-16
Bab II Tinjauan Pustaka
Dengan K adalah variabel standar (standarizied variable) untuk X yang besarnya tergantung koefisien kemencengan CS. Nilai K seperti dalam tabel nilai koefisien K untuk Log-Pearson (tabel terlampir). Apabila nilai CS = 0, maka distribusi logpearson tipe III identik dengan distribusi log normal, sehingga distribusi kumulatif merupakan garis lurus pada grafik. d. Distribusi Gumbel Persamaan distribusi Gumbel adalah sebagai berikut:
X T X Kr Sd K
YTr Yn Sn
..............(2.11) .............(2.12)
Dengan: X = harga rata-rata sampel,
K = faktor probabilitas, Sd = deviasi standar, Yn = reduced mean yang tergantung jumlah sampel n tersedia dalam bentuk tabel, Sn = reduced standart deviation yang tergantung jumlah sampel n tersedia dalam bentuk tabel
YTr = reduced variate, telah ditabelkan Dengan menggunakan salah satu metode di atas kita dapat menghitung tinggi hujan rencana yang akan digunakan sebagai dasar untuk menentukan dimensi suatu bangunan air.
Analisis frekuensi dengan cara statistik berdasarkan data dari pencatatan berkala pada stasiun hujan. Analisis frekuensi didasarkan pada sifat-sifat statistik data yang tersedia untuk memperoleh kemungkinan besaran hujan pada periode ulang tertentu. Sifat-sifat data yang tersedia sangat menentukan jenis analisis yang akan digunakan. Parameter statistik yang perlu diperhatikan antara lain: -
Nilai rata-rata (Mean) II-17
Bab II Tinjauan Pustaka
n
R
-
Ri i 1
........(2.13)
n
Nilai Devisiasi Standar (Standart Deviation)
Ri R n
Sd
-
i 1
Koefisien Variasi (Coefficient of Variation) Sd R
.............(2.15)
Koefisien Kemencengan (Coefficient of Skewness)
n Ri R n
CS -
..........(2.14)
n 1
CS
-
2
3
i 1
n 1n 2Sd 3
..............(2.16)
Koefisien Ketajaman (Coefficient of Kurtosis)
n 2 Ri R n
CK
i 1
n 1n 2Sd 3
..............(2.17)
Dengan: R = Curah hujan rata-rata daerah (mm),
n
= Jumlah data pengamatan,
Ri = Curah hujan di stasiun I (mm), Sd = Standar deviasi (mm), CV = Koefisien Variasi (Coefficient of Variation), CS = Koefisien Kemencengan (Coefficient of Skewness), Ck= Koefisien Ketajaman (Coefficient of Kurtosis).
Untuk menentukan distribusi yang akan digunakan didasarkan pada hasil uji kesesuaiannya terhadap ciri-ciri statistik masing-masing. Kesalahan dalam memilih jenis distribusi akan menyebabkan terjadinya kesalahan perkiraan, baik over estimate ataupun under estimate dimana keduanya sangat tidak diharapkan dalam suatu perhitungan. Karakteristik distribusi frekuensi dapat dilihat sebagai berikut: II-18
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.3 Karakteristik Distribusi Frekuensi Jenis Distribusi Frekuensi 1.
Distribusi normal
2.
Distribusi Log- Normal
3.
Distribusi Gumbel
4.
Distribusi Log-Pearson Tipe III
Syarat Distribusi CS = 0 dan Ck = 3 CS>0 dan Ck>3 CS = 1,139 dan Ck = 5,402 CS antara 0 s.d 0,9
sumber : Soewarno, 1995
Langkah-langkah analisis frekuensi adalah sebagai berikut: a. Hitung besaran statistik data hidrologi yang dianalisis (Mean, Standart Deviation, Coefficient of Variation, Coefficient of Skewness, Coefficient of
Kurtosi), Perkiraan jenis distribusi frekuensi yang sesuai dengan data berdasarkan besaran statistik tersebut. Urutkan data dari kecil ke besar atau sebaliknya. Melakukan distribusi frekuensi xmenurut karakteristik data yang ada. Melakukan uji distribusi (dengan uji Chi Square atau Smirnov-Kolmogorov).
b. c. d. e.
2.6 Uji Kecocokan Dilakukan untuk menguji kecocokan (the goodnesss of fittest test) distribusi frekuensi sampel data terhadap fungsi distrkibusi peluang yang diperkirakan dapat menggambarkan atau mewakili distribusi tersebut. Uji kecocokan dapat menggunakan metode antara lain:
a. Uji Chi-Kuadrat Uji chi-kuadrat dimaksudkan untuk menentukan apakah persamaan distribusi yang telah dipilih dapat mewakili distribusi statistik sampel data yang dianalisis. Pengambilan keputusan mengguunakan parameter χ2, yang dapat dihitung dengan rumus: Oi Ei = Ei i 1 2 h
G
2
.......................(2.18)
Dengan:
h2 = parameter chi-kuadrat terhitung, II-19
Bab II Tinjauan Pustaka
G
= Jumlah sub kelompok,
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelompok I, Ei = jumlah nilai teritis pada sub kelompok i. Parameter merupakan h2 variable acak. Peluang untuk mencapai nilai h2 sama atau lebih besar dasri nilai chi-kuadrat sebenarnya (χ2)Parameter uji chi-kuadrat adalah sebagai berikut:
Urutkan data pengamatan (dari besar ke kecil atau sebaliknya).
Kelompokkan data menjadi G sub-grup dengan interval peluang (p).
Jumlahkan data pengamatan sebesar Oi tiap-tiap sub-grup.
Jumlahkan data dari persamaan distribusi yang digunakan sebesar Ei.
Pada tiap sub-grup hitung nilai. (Oi Ei ) 2 dan
Oi Ei Ei
2
Oi Ei Jumlah seluruh G sub-grup nilai untuk menentukan nilai chi Ei 2
kuadrat terhitung.
Tentukan derajad kebebasan dk = G-R-1 (nilai R=2 untuk distribusi normal dan binomial).
Interprestasi hasil uji adalah: -
Apabila peluang lebih dari 5% maka persamaan yang digunakan dapat diterima.
-
Apabila peluang kurang dari 1% maka persamaan distribusi yang digunakan tidak dapat diterima.
-
Apabila peluang berada antara 1%-5%, maka tidak mungkin mengambil keputusan, misal perlu data tambahan.
b. Uji Smirnov-Kolmogorov Uji kecocokan Smirnov-Kolmogorov pengujiannya tidak menggunakan distribusi tertentu. Prosedur pengujiannya adalah : II-20
Bab II Tinjauan Pustaka
Mengurutkan data (dari besar ke kecil atau sebaliknya) kemudian menentukan besarnya peluang dari masing-masing data tersebut: X1
= P (X1)
X2
= P (X2)
X3
= P (X3)
Dan seterusnya. Dengan : - X1, X2, X2, dan seterusnya = data pengamatan - P (X1), P (X2), P (X3), dan seterusnya = peluang masing-masing data Menentukan nilai masing-masing peluang teoritis dari hasil penggambaran data (persamaan distribusinya) X1
= P’ (X1)
X2
= P’ (X2)
X3
= P’ (X3)
Dan seterusnya. Menentukan selisih terbesar anta kedua nilai peluang. D = maksimum (P(Xn)-P’(Xn)) Berdasarkan tabel nilai kritis Smirnov-Kolmogorov test, tentukan harga Do. Tabel 2.4 Nilai Uji Kritis Smirnov-Kolmogorov Derajad Kepercayaan, α
N (banyak data)
0,2
0,1
0,05
0,01
5
0,45
0,51
0,56
0,67
10
0,32
0,37
0,41
0,49
15
0,27
0,30
0,34
0,40
20
0,23
0,26
0,29
0,36
25
0,21
0,24
027
0,32
30
0,19
0,22
0,24
0,29
35
0,18
0,20
0,23
0,27
40
0,17
0,19
0,21
0,25
45
0,16
0,18
0,20
0,24
II-21
Bab II Tinjauan Pustaka
50
0,15
N>50
1,07/N0,5
0,17
0,19
0,23
1,22/N0,5 1,36/N0,5 1,63/N0,5
sumber : Suripin, 2004.
2.7 Laju Aliran Puncak Di dalam suatu analisis hidrologi hasil akhir yang didapatkan salah satunya berupa perkiraan laju aliran puncak (debit banjir rencana). Perkiraan debit dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa motode dan ditentukan berdasarkan pertimbangan teknis (engineering judgement). Metode yang umum dipakai adalah metode Rasional dan metode hidrograf banjir: 2.7.1 Metode Rasional Metode yang umum dipakai untuk memperkiraan laju aliran permukaan adalah metode Rasional USSCS (1973). Persamaan matematik metode Rasional dinyatakan dalam bentuk: Qp = 0,002778 CIA
................(2.19)
Dengan : Qp = laju permukaan (debit) puncak dalam m3/ detik, C = koefisien aliran permukaan (0 ≤ C ≤ 1), I
= intensitas hujan dalam mm/jam,
A = luas DAS dalam hektar. Metode Rasional sangat dipengaruhioleh besarnya koefisien pengaliran, intensitas hujan dan luasan daerah aliran sungai. Karena sangat pentingnya tiga faktor diatas maka berikut adalah penjelasan mengenai masing-masing faktor yang terkait dengan metode Rasional. a. Koefisien Pengaliran Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah antara puncak aliran permukaan terhadap intensitas hujan, faktor ini sangat menentukan hasil perhitungan debit banjir, faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju infiltrasi tanah atau persentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman penutup tanah, dan II-22
Bab II Tinjauan Pustaka
intensitas hujan. Koefisien pengaliran juga bergantung pada sifat dan kondisi tanah, air tanah, derajad kepadatan tanah, porositas tanah, dan simpangan depresi. Beberapa faktor lain yang juga berpengaruh menurut Hassing (1995) dalam Suripin (2004) adalah topografi, permeabilitas tanah, penutup lahan, dan tata guna lahan. Tabel 2.5 Koefisien Aliran untuk Metode Rasional. Koefisien aliran C = Ct + Cs + Cv Topografi, Ct
Tanah, Cs
Vegetasi, Cv
Datar (<1%)
0,03
Pasir dan Gravel
0,04
Hutan
Bergelombang
0,08
Lempung berpasir
0,08
Pertanian
Perbukitan
0,16
Lempung dan lanau 0,16
Padang rumput 0,21
Pegunungan
0,26
Lapian batu
Tanpa tanaman 0,28
0,26
0,04 0,11
sumber : Hassing dalam Sistem Drainase Yang Berkelanjutan, Suripin, 2004
Tabel 2.6 Koefisien Limpasan untuk Metode Rasional Diskripsi lahan / karakter permukaan Business Perkotaan Pinggiran Perumahan Rumah tunggal Multiunit, terpisah Multiunit, tergabung Perkampungan Apartemen Industri Ringan Berat Perkerasan Aspaldanbeton Batu bata, paving Atap Halaman, tanah berpasir Datar, 2% Rata-rata, 2-7% Curam, 7% Halaman, tanah berat Datar, 2% Rata-rata, 2-7%
Koefisien aliran (C) 0,70 – 0,95 0,50 – 0,70 0,30 – 0,50 0,40 – 0,60 0,60 – 0,75 0,25 – 0,40 0,50 – 0,70 0,50 – 0,80 0,60 – 0,90 0,70 – 0,95 0,50 – 0,70 0,75 – 0,95 0,05 – 0,10 0,10 – 0,15 0,15 – 0,20 0,13 – 0,17 0,18 – 0,22 II-23
Bab II Tinjauan Pustaka
Curam, 7% Halaman kereta api Taman tempat bermain Taman, perkuburan Hutan Datar, 0-5% Bergelombang, 5-10% Berbukit, 10-30%
0,25 – 0,35 0,10 – 0,35 0,20 – 0,35 0,10 – 0,25 0,10 – 0,40 0,25 – 0,50 0,30 – 0,60
sumber: McGuen dalam Sistem Darainase Yang Berkelanjutan, Suripin, 2004
Untuk menggunakan lahan yang berbeda nilai C dapat kita hitung dengan menggunakan persamaan: n
C DAS
C A i 1 n
i
i
A i 1
.............(2.20)
i
Dengan : Ai = luas lahan dengan jenis penutup tanah I, Ci = koefisien aliran permukaan jenis perutup tanah I, n
= jumlah jenis penutup.
I Made Kamiyana (2011) menurut Goldman (1986) dalam Suripin (2004), metode rasional dapat digunakan untuk daerah pengaliran < 300 ha. Menurut Ponce (1989) dalam Bambang triadmojo (2008), metode rasional dapat digunakan untuk daerah pengaliran < 2,5 km2 . Dalam Departemen PU, SK SNI M-18-1989-F (1989), dijelaskan bahwa metode rasional dapat digunakan untuk ukuran daerah pengaliran < 5000 ha. b. Waktu konsentrasi Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh ke tempat keluaran DAS (titik kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi. Perlu diperhatikan juga beberapa faktor yang dapat mempengaruhi besarnya waktu yang diperlukan dari titik masuk sampai titik keluar (to), antara lain :
Intensitas hujan II-24
Bab II Tinjauan Pustaka
Jarak aliran
Kemiringan medan
Kapasitas infiltrasi
Kekasaran medan
Waktu konsentrasi dapat dihitung dengan persamaan Kirpich:
0,87 L2 t c 1000 S
0 , 385
....................(2.21)
Dengan : S = kemiringan medan, L = panjang lintasan aliran di permukaan lahan (km), L = panjang lintasan aliran di dalam saluran/sungai (km). c. Intensitas Hujan (I) Intensitas hujan disebut juga laju hujan sama dengan tinggi air hujan yang jatuh persatuan waktu dengan satuan mm/menit, mm/jam, mm/hari. Intensitas hujan untuk tc tertentu dapat dihitung dengan rumus Mononobe yaitu: 2
R 24 3 I 24 24 t
...................(2.22)
Dengan: I
= intensita hujan (mm/jam)
t
= lamanya hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum harian dalam 24 jam (mm) 2.7.2 Metode Hidrograf Satuan Sintetis Nakayasu Hidrograf adalah penyajian secara grafis hubungan salah satu unsur aliran misalnya debit (Q) terhadap waktu (t) atau hubungan antara debit dan waktu. Hidrograf terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu: lengkung konsentrasi/lengkung naik, bagian puncak dan lengkung resesi. II-25
Bab II Tinjauan Pustaka
Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung (limpasan permukaan) yang dihasilkan oleh hujan satuan. Hujan satuan adalah hujan efektif yang terjadi merata di seluruh Daerah Aliran Sungai (DAS) dan dengan intensitas tetap selama satu satuan waktu yang ditetapkan. Satuan waktu yang ditetapkan untuk hujan satuan adalah yang lamanya sama atau lebih pendek dari periode lengkung naik hidrograf. Penggunakan metode hidrograf untuk perhitungan debit rencana harus memperhatikan luas DAS atau sub-DAS. Linsley (1989) dalam I Made Kamiana (2011) bahwapenggunaan hidrograf satuan tidak boleh lebih dari 5000 km2 . Dalam
Chow
(1988)
dijelaskan
bahwa
penggunaan
hidrograf
satuan
2
diperbolehkan untuk luas DAS 30 s/d 30.000 km . Hidrograf satuan sintesis Nakayasu dipakai jika tidak cukup data hujan dan debit. Penggunaan metode ini memerlukan beberapa karakteristik parameter daerah alirannya sebagai berikut: a.
Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak hidrograf (time of peak)
b.
Tenggang waktu dari titik berat hujan sampai titik berat hidrograf (time lag)
c.
Tenggang waktu hidrograf (time base of hydrograph)
d.
Luas daerah tangkapan air
e.
Panjang alur sungai utama terpanjang (length of the longest channel)
f.
Koefisien pengaliran.
Rumus dari hidrograf satuan Nakayasu adalah :
Qp
C A Ro 3,6 ( 0,3 Tp T0,3 )
....................(2.23)
keterangan : Qp
=
Debit puncak banjir (m3/det),
Ro
=
Hujan satuan (mm),
Tp
=
Tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam), II-26
Bab II Tinjauan Pustaka
T0,3 =
Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai 30% dari debit puncak,
A
=
Luas daerah tangkapan sampai outlet,
C
=
Koefisien pengaliran.
Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai berikut : Tp = tg + 0,8 tr T0,3 = tg tr
= 0,5 tg sampai tg
tg adalah time lag yaitu waktu antara hujan sampai debit puncak banjir (jam). tg dihitung dengan ketentuan sebagai berikut :
Sungai dengan panjang alur L 15 km : tg = 0,4 + 0,058 L
Sungai dengan panjang alur L 15 km : tg =0,21 L0,7
keterangan : tr
=
Satuan waktu hujan (jam),
=
Parameter hidrograf, untuk,
=2
=> Pada daerah pengaliran biasa ,
=1,5
=> Pada bagian naik hydrograf lambat, dan turun cepat,
=3
=> Pada bagian naik hydrograf cepat, turun lambat.
II-27
Bab II Tinjauan Pustaka
tr
i
t 0.8 tr
O
tg
lengkung naik
lengkung turun
Qp 2
0.3 Qp 0.3 Q Tp
To.3
1.5 To.3
(Sumber : Soemarto, 1995)
Gambar 2-7. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Bentuk kurva digambarkan mengikuti persamaan sebagai berikut:
Padawaktunaik :
0 < t
( )
.
................... (2.24)
Keterangan:
Q(t)
= Limpasansebelummencaridebitpuncak (m3)
t
= Waktu (jam)
Padakurvaturun (decreasinglimb) a.
Selangnilai : 0 t (Tp+T0,3)
Q(t ) Qp . 0,3 b.
( t Tp) T 0 ,3
.
....... ........... (2.25)
Selangnilai: (Tp+T0,3) t (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3) ( t T p 0,5 T 0 ,3 ) 1,5T0 ,3
Q(t ) Qp 0,3
c.
Selangnilai : t >
..
..... ........... (2.26)
(Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
( t T p 1,5T0 ,3 )
Q(t ) Qp 0,3
2,0T0 ,3
........... (2.27)
II-28
Bab II Tinjauan Pustaka
Rumus tersebut diatas merupakan rumus empiris, maka penerapannya terhadap suatu daerah aliran harus didahului dengan suatu pemilihan parameter-parameter yang sesuai yaitu Tp dan , dan pola distribusi hujan agar didapatkan suatu pola hidrograf yang sesuai dengan hidrograf banjir yang diamati. Hidrograf banjir dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
Qk
n
U
i 1
i
. Pn (i 1)
.
................... (2.28)
keterangan : Qk = Debit Banjir pada jam ke - k Ui = Ordinat hidrograf satuan (I = 1, 2, 3 .. .n) Pn = Hujan netto dalam waktu yang berurutan (n = 1,2,..n)
2.8
SaluranDrainase
Perencanaan dimensi saluran drainase tergantung pada besarnya kapasitas aliran, yaitu jumlah air yang perlu dibuang (Q), karakteristik saluran, dan keadaan topografi daerah . perhitungan dimensi saluran menggunakan metode Manning.
Hubungan dasar untuk aliran seragam dinyatakan dengan persamaan : 2
1
1 V R3 I 2 n R
.............(2.29)
A P
.............(2.30)
1 1 A b h b1 h b2 h 2 2
.............(2.31)
P b h 2 b1 h 2 b2
.............(2.32)
2
2
Dengan : V
= kecepatan rata-rata saluran (m/detik),
n
= kofisienkekasaranManning,
R
= jari-jarihidrolis (m),
P
= kelilingbasah (m), II-29
Bab II Tinjauan Pustaka
A
= luaspenampangsaluran (m2),
i
= kemiringansaluran (m),
b
= lebardasar (m),
b1,b2
= lebar kanan/kiri saluran (m),
h
= tinggi muka air (m).
Q = V . A.....................(2.33) Dengan : Q V A
= debit aliranpadasaluran (m3/detik), = kecepatan aliran (m/detik), = luaspenampangbasahsaluran (m2).
a. Koefisien kekasaran Manning Menurut Chow (1985), kesulitan terbesar dalam pemakaian rumus manning adalah penentuan koefisien kekasaran Manning (n). Tidak ada cara yang tertentu untuk pemilihan harga n. Pada tingkat pengetahuan saat ini, memilih suatu nilai n sebenarnya berarti memperkirakan hambatan aliran pada saluran tertentu, yang benar – benar tidak dapat diperhitungkan. b. Faktor – faktor yang mempengaruhi koefisien kekasaran Manning Nilai n sangat bervariasi dan tergantung berbagai faktor. Berikut faktor – faktor yang yang memiliki pengaruh besar terhadap koefisien kekasaran baik bagi saluran buatan maupun alam. Kekasaran permukaan Kekasaran permukaan ditandai dengan ukuran dan betuk butiran bahan yang membentuk luas basah dan menimbulkan efek hambatan terhadap aliran. Secara umum dikatakan bahwa butiran halus mengakibatkan nilai n yang relatif rendah dan butiran kasar memiliki nilai n yang tinggi. Tetumbuhan
II-30
Bab II Tinjauan Pustaka
Tetumbuhan dapat digolongkan dalam jenis kekasaran permukaan, tetapi hal ini juga memperkecil kapasitas saluran dan menghambat aliran. Efeknya tergantung pada tinggi, kerapatan, distribusi dan jenis tetumbuhan. Keidakteraturan Saluran Mencakup ketidak teraturan keliling basah dan variasi penampang, ukuran dan bentuk di sepanjang saluran. Pada saluran alam, ketidak teraturan ini seperti ini biasanya diperlihatkan dengan adanya gelombang pasir, cekungan dan gundukan, lubang - lubang dan tonjolan di dasar saluran. Secara umum, perubahan lambat laun dan teratur dari penampang ukuran dan bentuk tidak terlalu mempengaruhi nilai n, tetapi perubahan tiba-tiba atau perlaihan dari penampangh kecil ke besar memerlukan nilai n yang besar. dalam hali ini peningkatan n sebesar 0,005 atau lebih. Trase Saluran Kelengkungan yang landai dan garis tengah yang besar akan mengakibatkan nilai n yang relatif rendah, sedangkan kelengkungan yang tajam dengan belokan – belokan yang patah akan memperbesar nilai n. Dari beberapa faktor utama yang mempengaruhi koefisien kekasaran Cowan dalam Chow (1985) memperkirakan nilai ndengan persamaan berikut: n = ( n0 + n1 + n2 + n3 + n4 ) m5
.....................(2.34)
keterangan: n0 = untuk saluran menurut bahan alamiah yang dikandungnya. n1= nilai yang ditambahkan untuk koreksi efek ketidak teraturan permukaan. n2= nilai untuk variasi bentuk dan ukuran penampang saluran n3= nilai untuk hambatan n4= nilai untuk kondisi tetumbuhan dan aliran m5=faktor koreksi bagi belokan –belokan saluran nilai - nilai n0sampai n4 dan m5yang sesuai dapat dipilih dari tabel dibawah ini: II-31
Bab II Tinjauan Pustaka
Tabel 2.7 Nilai Koefisien kekasaran keadaan saluran tanah batu pecah bahan pembentuk kerikil halus kerikil kasar sangat kecil sedikit derajat ketidak teraturan sedang besar bertahap variasi penampang kadang-kadang melintang saluran sering berganti dapat diabaikan kecil efek relatif dari hambatan cukup besar rendah sedang tetumbuhan tinggi sangat tinggi kecil kadar kelokan cukup besar
n0
n1
n2
n3
n4
m5
nilai - nilai 0,020 0,025 0,024 0,028 0,000 0,005 0,010 0,020 0,000 0,005 0,010-0,015 0,000 0,010-0,015 0,020-0,030 0,040-0,060 0,005-0,010 0,010-0,025 0,025-0,050 0,050-0,100 1,0 1,15 1,30
(sumber : chow, 1985)
II-32