BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kangkung 2.1.1. Taksonomi Tumbuhan Menurut Depkes RI (2001), taksonomi tumbuhan kangkung adalah: Divisi
: Spermatophyta
Sub-divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Bangsa
: Solanales
Suku
: Convolvulaceae
Marga
: Ipomoea
Jenis
: Ipomoea aquatica Forsk
2.1.2. Jenis-Jenis Kangkung Dari suku kangkung-kangkungan (Convolvulaceae) ini masih terdapat beberapa jenis kangkung lainnya seperti kangkung hutan atau kangkung pagar (Ipomoea fistulosa Mart. ex. Choisy), rincik bumi (Ipomoea quamoqlit) dan Ipomoea triloba L. yang tumbuhnya liar di hutan-hutan (Rukmana, 1994). Kangkung yang banyak dimanfaatkan terdiri dari 2 jenis, yaitu: 1. Kangkung air Kangkung ini tumbuh baik pada tempat yang basah dan berair. Tangkai daunnya panjang, daunnya lebar dan warnanya hijau tua segar. Bunganya berwarna ungu. Kangkung air diperbanyak dengan stek batang dan sebaiknya ditanam pada musim kemarau. Pada saat itu lahan agak berkurang airnya
6 Universitas Sumatera Utara
sehingga memudahkan penanaman maupun pemanenan. Lahan berair yang hendak ditanami kangkung air tak perlu pengolahan yang intensif. Pemberian pupuk kandang juga tidak diperlukan. Cukup dibuangi tanaman air lain yang tumbuh dan jika air yang masuk terlalu banyak harus dikurangi. Kangkung air boleh dikatakan tidak terlalu menuntut perawatan dibandingkan dengan kangkung darat. Pemanenan kangkung air dilakukan seperti memangkas tanaman. Panen pertama kangkung air dilakukan saat tanaman berumur sekitar 2 bulan. Setelah itu dapat dilakukan panen rutin 1-2 minggu sekali. Kehebatan kangkung air ialah dapat dipanen terus-menerus sampai beberapa tahun kemudian. Mudahnya tanaman ini berbiak menjadi alasan utamanya. Bila batang utama tanaman sudah terlalu tua cukup diremajakan dengan membuang bagian yang tua dan menyemaikan batang yang masih segar sebagai tanaman baru (Nazaruddin, 1999). 2. Kangkung darat Berbeda dengan kangkung air, kangkung darat justru banyak tumbuh di lahan kering. Daun lebih langsing dengan ujung daun meruncing. Warnanya hijau pucat keputih-putihan. Warna bunga putih polos. Bunga ini dipelihara untuk menghasilkan biji sebagai benih yang baru. Kangkung darat terdiri atas varietas sutera dan varietas Bangkok (Nazaruddin, 1999). 2.1.3. Syarat Tumbuh Kangkung dapat tumbuh dan berkembang mulai dari dataran rendah sampai dataran tinggi sekitar 2000 m di atas permukaan laut, terutama pada lokasi/lahan yang terbuka atau yang mendapat sinar matahari yang cukup. Pada
7 Universitas Sumatera Utara
daerah yang kurang mendapat sinar matahari tumbuhan kangkung akan tumbuh memanjang (tinggi) namun kurus-kurus (Rukmana, 1994). 2.1.4. Manfaat Kangkung Kegunaan kangkung selain sebagai sumber vitamin A dan mineral serta unsur gizi lainnya yang berguna bagi kesehatan tubuh, juga dapat berfungsi untuk menenangkan syaraf atau berkhasiat sebagai obat tidur. Tanaman kangkung juga mujarab untuk dijadikan bahan obat tradisional, diantaranya berkhasiat sebagai penyembuh penyakit sembelit serta akar kangkung yang berguna untuk obat penyakit wasir (Rukmana, 1994). 2.1.5. Kandungan Gizi Kangkung Kandungan gizi dalam sayuran kangkung menurut Haryoto (2009) Tabel 2.1. Kandungan Gizi Kangkung dalam 100 gram Sayuran Segar
No. Kandungan Gizi
Jumlah
1
Energi (kal)
729
2
Protein (g)
3,0
3
Lemak (g)
0,3
4
Karbohidrat (g)
5,4
5
Kalsium (mg)
73
6
Fosfor (mg)
50
7
Zat Besi (mg)
2,5
8
Vitamin A (SI)
6.300
8 Universitas Sumatera Utara
9
Vitamin B1 (mg)
0,07
10
Vitamin C (mg)
32
11
Air (g)
89,7
Sumber: Haryoto (2009). 2.2. Mineral Mineral merupakan bagian dari tubuh dan memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh, baik pada tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Mineral juga berperan dalam berbagai tahap metabolisme,
terutama
sebagai
kofaktor
dalam
aktivitas
enzim-enzim.
Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan pekerjaan enzim-enzim, pemeliharaan keseimbangan asam-basa, membantu transfer ikatan-ikatan penting melalui membran sel dan pemeliharaan kepekaan otot dan saraf terhadap rangsangan. Mineral digolongkan ke dalam mineral makro dan mineral mikro. Mineral makro adalah mineral yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah lebih dari 100 mg sehari, sedangkan mineral mikro dibutuhkan kurang dari 100 mg sehari (Almatsier, 2001). Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral dibagi menjadi dua golongan, yaitu mineral esensial dan nonesensial. Mineral esensial diperlukan dalam proses fisiologis makhluk hidup, sehingga mineral golongan ini merupakan unsur nutrisi penting yang jika kekurangan dapat menyebabkan kelainan proses fisiologis atau disebut penyakit defisiensi mineral (Arifin, 2008). Mineral ini biasanya terikat dengan protein, termasuk enzim untuk proses metabolisme tubuh, yaitu kalsium (Ca), fosforus (P), kalium (K), natrium (Na),
9 Universitas Sumatera Utara
klorin (Cl), sulfur (S), magnesium (Mg), besi (Fe), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), kobalt (Co), iodin (I) dan selenium (Se) (Arifin, 2008). Mineral nonesensial adalah golongan mineral yang tidak berguna, atau belum diketahui kegunaannya dalam tubuh makhluk hidup, sehingga hadirnya unsur tersebut lebih dari normal dapat menyebabkan keracunan. Mineral tersebut bahkan sangat berbahaya bagi makhluk hidup, seperti timbal (Pb), merkuri (Hg), arsenik (As), cadmium (Cd) dan aluminium (Al) (Arifin, 2008). 2.2.1. Besi (Fe) Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3 sampai 5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Dalam keadaan tereduksi, besi kehilangan dua elektron. Oleh karena itu, besi mempunyai dua sisa muatan positif. Besi dalam bentuk dua ion bermuatan positif ini disebut bentuk fero (Fe2+). Dalam keadaan teroksidasi, besi kehilangan tiga elektron, sehingga mempunyai sisa tiga muatan positif yang dinamakan bentuk feri (Fe3+). Oleh karena besi dapat berada dalam dua bentuk ion ini, besi berperan dalam proses respirasi sel, yaitu sebagai kofaktor bagi enzimenzim yang terlibat di dalam reaksi reduksi-oksidasi. Besi mempunyai beberapa fungsi esensial di dalam tubuh sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke beberapa jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan, banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi, termasuk Indonesia. Kekurangan besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampakan kognitif dan sistem kekebalan (Almatsier, 2001).
10 Universitas Sumatera Utara
Sumber besi yang baik adalah makanan hewani, seperti daging, ayam, dan ikan. Sumber baik lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang-kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah (Almatsier, 2001).
2.2.2. Seng (Zn) Tubuh mengandung 2-2,5 gram seng yang tersebar di hampir semua sel. Sebaian besar seng berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan yang banyak mengandung seng adalah bagian-bagian mata, kelenjar prostat, spermatozoa, kulit, rambut dan kuku (Almatsier, 2001). Seng merupakan kofaktor lebih dari 70 macam enzim yang mempunyai fungsi khusus pada organ mata, hati, ginjal, otot, kulit, tulang dan organ reproduksi laki-laki. Seng juga penting dalam pertumbuhan gigi (Indrasari, 2006). Sumber seng yang paling baik adalah protein hewani, terutama daging, hati, kerang dan telur. Serealia tumbuk dan kacang-kacangan juga merupakan sumber yang baik, namun mempunyai ketersediaan biologik yang rendah (Almatsier, 2001). 2.2.3. Tembaga (Cu) Tembaga ada dalam tubuh sebanyak 50 sampai 120 mg. Sekitar 40% ada di dalam otot, 15% di dalam hati, 10% di dalam otak, 6% di dalam darah dan selebihnya di dalam tulang, ginjal, dan jaringan tubuh yang lain. Di dalam plasma, 60% dari tembaga terikat dari seruloplasmin, 30% pada transkuperin dan selebihnya pada albumin dan asam amino. Tembaga terdapat luas di dalam makanan. Sumber utama tembaga adalah tiram, kerang, hati, ginjal, kacangkacangan, unggas, biji-bijian, serealia dan coklat (Almatsier, 2001).
11 Universitas Sumatera Utara
Tembaga berperan bersama zat besi dalam beberapa fungsi metabolik penting yaitu dalam sistem oksidasi jaringan sel dalam produksi energi. Sebagai unsur penting dalam enzim oksidatif asam amino, mineral tersebut sangat penting bersama-sama dengan zat besi dalam membentuk hemoglobin dan merupakan unsur penting dalam proses katalis melalui perannya sebagai komponen dalam banyak sel enzim. Penting juga bagi fungsi saraf, pertumbuhan tulang dan metabolisme gula (Indrasari, 2006). 2.2.4. Mangan (Mn) Dalam tubuh manusia, Mn berperan sebagai katalisator dari beberapa reaksi metabolik yang penting pada pembentukan protein, karbohidrat, dan lemak. Pada metabolisme protein, Mn mengaktifkan interkonversi asam amino dengan enzim spesifik seperti arginase, prolinase, dipeptidase. Pada metabolisme karbohidrat, Mn berperan aktif dalam beberapa reaksi konversi pada oksidasi glukosa dan sintesis oligosakarida. Pada metabolisme lemak, Mn berperan sebagai kofaktor dalam sintesis asam lemak rantai panjang dan kolesterol (Indrasari, 2006). Defisiensi (kekurangan) mangan jarang terjadi, tetapi kekurangan mangan dapat mengganggu metabolisme lemak, menghambat pertumbuhan serta merusak sistem kerangka tubuh, reproduksi dan saraf. Mangan banyak terdapat dalam makanan nabati sedangkan kebutuhan tubuh terhadap mangan kecil (Almatsier, 2001). 2.3. Inductively Coupled Plasma (ICP) Inductively coupled plasma/optical emission spectrometry (ICP/OES) adalah adalah instrumen yang sangat baik untuk penentuan logam dalam berbagai
12 Universitas Sumatera Utara
matriks sampel yang berbeda. Dengan teknik ini, sampel cair diinjeksikan ke dalam Radio Frequency (RF)-induksi plasma argon menggunakan satu jenis nebulizer. Sampel cair dan gas dapat diinjeksikan secara langsung ke dalam instrumen, sedangkan sampel padat memerlukan ekstraksi atau pelarutan dengan asam sehingga analit berbentuk larutan. Larutan sampel diubah menjadi aerosol dan bergerak ke saluran pusat plasma. Pada bagian inti Inductively Coupled Plasma (ICP) temperatur mencapai 10.000 K, sehingga aerosol menguap dengan cepat. Unsur analit dibebaskan sebagai atom-atom bebas dalam keadaan gas. Tumbukan eksitasi lebih lanjut dalam plasma memberikan energi tambahan pada atom, yang menyebabkan atom-atom pada keadaan tereksitasi. Energi yang ada memungkinkan untuk mengubah atom menjadi ion-ion dan kemudian menjadikan ion-ion pada keadaan tereksitasi. Atom dan ion pada keadaan tereksitasi dengan lambat menuju keadaan dasar melalui emisi foton. Foton memiliki energi yang karakteristik yang ditentukan oleh struktur tingkat energi terkuantisasi untuk atom atau ion sehingga panjang gelombang dari foton dapat digunakan untuk mengidentifikasi unsur-unsur dari keadaan awal. Jumlah foton berbanding lurus dengan konsentrasi unsur yang ada pada sampel (Hou dan Jones, 2000). Instrumentasi yang terkait dengan sistem ICP/OES relatif sederhana. Sebagian dari foton yang diemisikan oleh ICP dikumpulkan dengan sebuah lensa atau cermin cekung. Panjang gelombang partikel melewati sebuah monokromator yang akan diubah menjadi sinyal listrik oleh fotodetektor. Sinyal diperkuat dan diproses oleh elektronik detektor, kemudian ditampilkan dan disimpan oleh komputer (Hou dan Jones, 2000).
13 Universitas Sumatera Utara
2.3.1
Instrumentasi ICP
Gambar 2.1. Komponen utama dan susunan dari peralatan Inductively Coupled Plasma - Optical Emission Spectrometry (Boss dan Freeden, 1997).
1. Pemasukan Sampel a. Pompa Pompa adalah perangkat yang digunakan untuk mengalirkan sampel larutan kedalam nebulizer. Dengan adanya pompa maka laju aliran konstan dan tidak tergantung pada parameter larutan seperti viskositas dan tegangan permukaan larutan (Boss dan Freeden, 1997). b. Nebulizer Nebulizer adalah perangkat yang digunakan untuk mengkonversi cairan menjadi aerosol yang kemudian dialirkan ke plasma. Karena hanya
14 Universitas Sumatera Utara
tetesan kecil dalam ICP yang dianalisa, kemampuan untuk menghasilkan tetesan kecil untuk berbagai sampel sangat menentukan kegunaan dari nebulizer pada ICP-OES. Banyak perangkat yang dapat digunakan untuk memecah cairan menjadi aerosol, namun hanya dua yang dapat digunakan pada ICP, yaitu pneumatik force dan ultrasonic mechanical force (Boss dan Freeden, 1997). c. Spray Chamber (Tempat Penyemprot) Setelah sampel aerosol terdapat pada nebulizer, harus segera dialirkan pada torch sehingga dapat diinjeksikan ke dalam plasma. Karena hanya tetesan kecil aerosol cocok untuk diinjeksikan ke dalam plasma, spray chamber ditempatkan antara nebulizer dan torch. Fungsi utama dari spray chamber adalah untuk menghilangkan tetesan besar dari aerosol (Boss dan Freeden, 1997). d. Drains Drains pada ICP berfungsi untuk membawa kelebihan sampel dari spray chamber menuju ke tempat pembuangan. Apabila sistem drains tidak membuang habis sampel dan memungkinkan masih adanya gelembung, maka injeksi sampel kedalam plasma dapat terganggu dan menyebabkan gangguan pada sinyal emisi (Boss dan Freeden, 1997). 2. Penghasil Emisi a. Torches (Tungku) Dari spray chamber aerosol diinjeksikan melalui torch ke dalam plasma yang akan terdesolvasi, menguap, teratomisasi, tereksitasi dan terionisasi oleh plasma. Torch terdiri dari tiga tabung konsentrik, untuk aliran
15 Universitas Sumatera Utara
argon dan injeksi aerosol. Tiga tabung itu terdiri dari plasma flow, auxiliary flow dan nebulizer flow (Boss dan Freeden, 1997). b. Radio Frequency Generator Radio frequency (RF) generator adalah peralatan yang menyediakan daya untuk pembangkit dan pemeliharaan debit plasma yang ditransfer ke gas plasma melalui kumparan yang terdapat pada sekitar bagian atas torch. Kumparan, yang bertindak sebagai antena untuk mentransfer daya RF ke plasma, biasanya terbuat dari pipa tembaga dan didinginkan oleh air atau gas selama operasi (Boss dan Freeden, 1997). 3. Pengumpulan dan Pendeteksian Emisi. a. Optik Radiasi biasanya dikumpulkan oleh fokus optik seperti lensa cembung atau cermin cekung. Optik ini bersifat mengumpulkan sinar, sehingga sinar difokuskan menuju celah pada monokromator atau polikromator (Boss dan Freeden, 1997). b. Monokromator Monokromator digunakan untuk memisahkan garis emisi sesuai dengan panjang gelombangnya. Monokromator digunakan dalam analisa multi unsur dengan cara memindai cepat dari satu garis emisi ke garis emisi lainnya. Kisi difraksi merupakan inti dari spektrometer, kisi memecah cahaya putih menjadi beberapa panjang gelombang yang berbeda. Untuk menganalisa multi unsur secara simultan dapat digunakan polikromator (Boss dan Freeden, 1997).
16 Universitas Sumatera Utara
c. Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas garis emisi setelah garis emisi dipisahkan oleh monokromator/polikromator. Jenis detektor yang paling banyak digunakan pada ICP-OES adalah tabung photomultiplier (PMT) (Boss dan Freeden, 1997). 4. Pemrosesan Sinyal dan Instrumen Kontrol a. Pemrosesan Sinyal Setelah emisi dideteksi oleh detektor (PMT), maka arus anoda PMT dapat dikonversi, yang mewakili intensitas emisi menjadi sinyal tegangan yang diubah menjadi informasi digital. Informasi digital inilah yang mewakili intensitas emisi relatif atau konsentrasi dari sampel (Boss dan Freeden, 1997). b. Komputer dan Processor Komputer
digunakan
sebagai
instrumen
untuk
mengontrol,
memanipulasi dan mengumpulkan data analisis. Pada komputer kita dapat memilih parameter operasi yang tepat untuk analisis seperti panjang gelombang, tegangan PMT, mengkoreksi background pengukuran dan konsentrasi larutan standar. Kemampuan untuk melihat data spektral pengukuran dengan waktu analisis yang sangat cepat merupakan tujuan utama penggunaan komputer dalam setiap instrumentasi (Boss dan Freeden, 1997). 2.4. Validasi Metode Analisis Menurut Harmita (2004), validasi metode analisis adalah suatu tindakan penilaian terhadap parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa
parameter
tersebut
memenuhi
persyaratan
untuk
17 Universitas Sumatera Utara
penggunaannya. Beberapa parameter analisis yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis adalah sebagai berikut (Harmita, 2004): a. Kecermatan Kecermatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Kecermatan ditentukan dengan dua cara yaitu (Harmita, 2004): -
Metode simulasi Metode simulasi (Spiked-placebo recovery) merupakan metode yang
dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit bahan murni ke dalam suatu bahan pembawa sediaan farmasi (placebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar yang sebenarnya) (Harmita, 2004). -
Metode penambahan baku Metode penambahan baku (standard addition method) merupakan metode
yang dilakukan dengan cara menambahkan sejumlah analit dengan konsentrasi tertentu pada sampel yang diperiksa, lalu dianalisis dengan metode tersebut. Persen perolehan kembali ditentukan dengan menentukan berapa persen analit yang ditambahkan tadi dapat ditemukan (Harmita, 2004). b. Keseksamaan (presisi) Keseksamaan atau presisi diukur sebagai simpangan baku relatif atau koefisien variasi. Keseksamaan atau presisi merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual ketika suatu metode dilakukan secara berulang untuk sampel yang homogen (Harmita, 2004).
18 Universitas Sumatera Utara
c. Selektivitas (spesifisitas) Selektivitas atau spesifisitas suatu metode adalah kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang ada di dalam sampel (Harmita, 2004). d. Linearitas dan rentang Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon baik secara langsung maupun dengan bantuan transformasi matematika, menghasilkan suatu hubungan yang proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang merupakan batas terendah dan batas tertinggi analit yang dapat ditetapkan secara cermat, seksama dan dalam linearitas yang dapat diterima (Harmita, 2004). e. Batas deteksi (Limit of detection) dan batas kuantitasi (Limit of quantitation) Batas deteksi merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan, sedangkan batas kuantitasi merupakan kuantitas terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama (Harmita, 2004).
19 Universitas Sumatera Utara