1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank 2.1.1. Pengertian Bank
Menurut Kuncoro dalam bukunya Manajemen Perbankan, Teori dan
Aplikasi (2002: 68), definisi dari bank adalah lembaga keuangan yang usaha
pokoknya adalah menghimpun dana dan menyalurkan kembali dana tersebut ke
masyarakat dalam bentuk kredit serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran dan peredaran uang. Oleh karena itu, dalam melakukan kegiatan usahanya sehari-hari bank harus mempunyai dana agar dapat memberikan kredit kepada masyarakat. Sedangkan menurut Undang‐Undang No. 10 Tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Berikut ada beberapa pengertian bank : 1. Pengertian Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa lalu lintas pembayaran. 2. Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran. 2.1.2. Fungsi Bank 1.
Penciptaan uang
Uang yang diciptakan bank umum adalah uang giral, yaitu alat pembayaran lewat mekanisme pemindahbukuan (kliring). Kemampuan bank umum menciptakan
2
uang giral menyebabkan possisi dan fungsinya dalam pelaksanaan kebijakan moneter.
Bank sentral dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar
dengan cara mempengaruhi kemampuan bank umum menciptakan uang giral. 2.
Mendukung Kelancaran Mekanisme Pembayaran
Fungsi lain dari bank umum yang juga sangat penting adalah mendukung kelancaran mekanisme pembayaran. Hal ini dimungkinkan karena salah satu jasa
yang ditawarkan bank umum adalah jasa-jasa yang berkaitan dengan mekanisme pembayaran. Beberapa jasa yang amat dikenal adalah kliring, transfer uang, penerimaan setoran-setoran, pemberian fasilitas pembayaran dengan tunai, kredit, fasilitas-fasilitas pembayaran yang mudah dan nyaman, seperti kartu plastik dan sistem pembayaran elektronik.
3.
Penghimpunan Dana Simpanan Masyarakat
Dana yang paling banyak dihimpun oleh bank umum adalah dana simpanan. Di Indonesia dana simpanan terdiri atas giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan dan atau bentuk lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu. Kemampuan bank umum menghimpun dana jauh lebih besar dibandingkan dengan lembaga-lembaga keuangan lainnya. Dana-dana simpanan yang berhasil dihimpun akan disalurkan kepada pihakpihak yang membutuhkan, utamanya melalui penyaluran kredit. 4.
Mendukung Kelancaran Transaksi Internasional
Bank umum juga sangat dibutuhkan untuk memudahkan dan atau memperlancar transaksi internasional, baik transaksi barang/jasa maupun transaksi modal. Kesulitan-kesulitan transaksi antara dua pihak yang berbeda negara selalu muncul karena perbedaan geografis, jarak, budaya dan sistem moneter masing-masing
3
negara. Kehadiran memudahkan penyelesaian transaksi-transaksi tersebut. Dengan adanya bank umum yang beroperasi dalam skala internasional akan bank umum,
kepentingan pihak-pihak yang melakukan transaksi internasional dapat ditangani dengan lebih mudah, cepat, dan murah.
Menurut Howard D.Crosse dan George H.Hempel (1990) dalam bukunya yang berjudul management policies for commercial banks, menyebutkan 7 fungsi bank umum, yaitu : pokok
1. penciptaan kredit
2. fungsi giral 3. penanaman dan penagihan 4. akumulasi tabungan dan investasi 5. jasa-jasa trust 6. jasa-jasa lain-lain 7. perolehan laba untuk imbalan para pemegang saham Oliver G.Wood, Jr (1978) dalam bukunya berjudul commercial banking, mengatakan bahwa bank umum memiliki 5 fungsi utama dalam perekonomian, yaitu : 1. memegang dana nasabah 2. menyajikan mekanisme pembayaran 3. menciptakan uang dan kredit 4. menyajikan pelayanan trust 5. menyajikan jasa lain-lain Herbert spero dan Lewis E.davids (1973) dalam buku berjudul money and banking, menyebutkan 5 fungsi bank, yaitu : 1. menerima dan menyimpan dana setoran 2. membayar tagihan
4
3. memberikan kredit kepada perusahaan-perusahaan untuk modal kerja atau membeli aktiva tetap
4. memberikan kredit kepada pemerintah memberikan pinjaman perorangan dalam bentuk kredit konsumsi atau 5.
kredit bangunan
American bankers association dalam principles of bank operations menyebutkan fungsi ekonomi utama bank, yaitu : empat
1. fungsi penyimpanan dana
2. fungsi pembayaran 3. fungsi pemberian kredit 4. fungsi uang kegiatan-kegiatan pokok bank adalah : 1. menerima simpanan 2. memberikan kredit jangka pendek 3. memberikan kredit jangka menengah dan kredit jangka panjang dan / atau turut serta dalam perusahaan 4. memindahkan uang 5. menerima dan membayarkan kembali uang dalam rekening koran 6. mendiskonto 7. membeli dan meminjam surat-surat pinjaman 8. membeli dan menjual cek, surat wesel, kertas dagang yang lain dan pembayaran dengan surat dan telegram 9. memberikan jaminan bank dengan tanggungan yang cukup 10. menyewakan tempat menyimpan barang-barang berharga 2.1.3. Penghimpunan Dana Bank Jumlah dana yang dapat dihimpun oleh bank umum memang tidak terbatas namun, dalam penghimpunan dananya bank harus mengidentifikasi dana tersebut
5
kedalam produk-produk yang ditawarkan oleh bank, dalam menghimpun dana bank juga harus memperhatikan beberapa aspek yaitu:
Biaya administrasi
Biaya bunga
Strategi/Metode
Diversifikasi
Jangka waktu dan Liquiditas
Portofolio dan penggunaan dana tersebut
Pada dasarnya suatu bank mempunyai empat alternatif untuk menghimpun dana untuk kepentingan usahanya, yaitu :
Dana sendiri
Dana dari deposan
Dana pinjaman
Sumber dana lain
a. Dana Sediri Begitu pentingnya proporsi dana sendiri ini dibuktikan dengan adanya ketentuan dari bank sentral yang mengatur tentang proporsi minimal modal sendiri dibandingkan dengan total nilai Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Proporsi ini lebih dikenal dengan istilah rasio keukupan modal (capital adequacy ratio-CAR). Apabila CAR suatu bank terlalu rendah maka kemampuan bank tersebut untuk bertahan pada saat mengalami kerugian juga rendah. Modal sendiri akan lebih cepat habis untuk menutup kerugian, dan ketika kerugian telah melebihi modal sendiri maka kemampuan bank tersebut untuk memenuhi kewajiban kepada masyarakat sangat diragukan. Penurunan kemampuan ini sangat mungkin untuk menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat pada bank tersebut, dan penurunan tingkat kepercayaan terhadap suatu bank ini selanjutnya sangat membahayakan kelangsungan usaha bank itu. Seperti halnya badan usaha lain penghimpunan dana sendiri ini atara lain dapat berupa modal disetor, dana
6
dari penjualan saham di bursa efek, akumulasi laba ditahan, cadangan-cadangan, dan agio saham.
b. Dana dari Deposan
Pada dasarnya sumber dana dari masyarakat dapat berupa giro (demand
deposit), tabungan (saving deposit). Dan deposito berjangka (time deposit) yang berasal dari nasabah perorangan atau badan. 1) Giro
Giro yaitu simpanan yang penarikannya setiap saat dengan cek, bilyet, giro, atau tunai. Cek merupakan perintah tak bersyarat kepada bank untuk membayar sejumlah uang tertentu pada saat penyerahannya atas beban rekening penarik cek. Cek dapat ditarik atau diterbitkan oleh pemegang rekening giro (giran) atas unjuk atau atas nama dan tidak dapat dibatalkan oleh penarik kecuali cek tersebut dinyatakan hilang atau dicuri dengan bukti dari kepolisian. Jangka waktu pengunjukan agar mendapatkan pembayaran dari bank atas cek tersebut adalah selama 70 hari sejak tanggal penarikannya. Bilyet
Giro pada
dasarnya
merupakan
perintah
kepada
bank
untuk
memindahbukukan sejumlah uang atas beban rekening penarik pada tanggal tertentu kepada pihak tercantum dalam bilyet giro tersebut dan bilyet giro dapat dibatalkan secara sepihak oleh penarik disertai dengan alasan pembatalan. Jasa Giro merupakan suatu imbalan yang diberikan oleh bank kepada giran atas sejumlah saldo gironya yang mengendap di bank. Jasa giro ini relative lebih kecil apabila dibandingkan dengan simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka, karena memang tujuan nasabah yang memegang rekening giro bukan untuk memperoleh imbalan semacam bunga simpanan tersebut, melainkan untuk memperoleh berbagai fasilitas yang dimiliki oleh rekening giro. Fasilitas ini adalah
7
adanya alat pembayaran yang efisien berupa cek dan bilyet giro serta penarikan yang dapat dilakukan sewaktu waktu. Oleh karena itu, giran umumnya adalah
pengusaha atau pihak yang memiliki kegiatan yang membutuhkan alat pembayaran dalam bentuk cek dan bilyet giro. Apabila ditinjau dari sudut pandang
bank, dana yang berasal dari giro ini merupakan dana murah, dalam pengertian bank harus memberikan jasa giro yang relative lebih rendah dibandingkan bunga simpanan dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka.
2) Deposito Berjangka
Deposito berjangka adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu sesuai tanggal yang diperjanjikan antara deposan dan bank. Mengingat simpanan ini hanya dapat dicairkan pada saat jatuh tempo oleh pihak yang namanya tercantum dalam bilyet deposito sesuai tanggal jatuh temponya, maka deposito berjangka ini merupakan simpanan atas nama dan bukan atas unjuk. Apabila deposan menghendaki agar deposito berjangkanya diperpanjang secara otomatis, maka pihak bank dapat memberikan fasilitas perpanjangan otomatis (automatic roll-over-ARO) atas deposito berjangka tersebut. 3)
Tabungan
Tabungan adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati, dan tidak dengan cek atau bilyet giro atau alat lain yang dapat dipersamakan dengan itu. Cara penarikan rekening tabungan yang paling banyak digunakan saat ini adalah dengan buku tabungan, cash card atau kartu ATM, dan kartu debet. Ditinjau dari segi keluwesan penarikan dana, simpanan dalam bentuk tabungan ini berada di tengah-tengah antara giro dan deposito berjangka. Tabungan dapat ditarik dengan cara-cara dan dalam waktu yang relative lebih fleksibel deibanding dengan deposito berjangka, namun masih kalah fleksibel apabila dibandingkan dengan rekening giro.. 4)
Cara lain penghimpun dana dari deposan
8
Persaingan yang ketat dalam penghimpunan dana antarbank telah memunculkan produk produk baru dalam penghimpunan dana. Produk produk baru antara lain:
Sertifikat deposito adalah deposito berjangka yang bukti simpannya dapat diperjualbelikan. Agar simpanan ini dapat diperjualbelikan dengan mudah
maka penarikan pada saat jatuh tempo dapat dilakukan atas unjuk,
sehingga siapa
yang memegang bukti simpanan tersebut dapat
menguangkannya pada saat jatuh tempo. Hal lain yang menjadi ciri dari
sertifikat deposito dalam hal pembayaran bunganya. Apabila deposito berjangka bunga dibayarkan setelah dana mengendap, maka bunga dari
sertifikat deposito ini dibayarkan di muka yaitu pada saat nasabah menempatkan dananya dalam bentuk deposito.
Deposit on call adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan lebih dahulu dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan antara pihak bank dengan nasabah. Semakin besar dana yang akan ditarik biasanya semakin lama pula jangka waktu pemberitahuan sebelumnya yang diinginkan oleh pihak bank. Tingkat bunga biasanya ditetapkan lebih rendah daripada tingkat bunga deposito berjangka dan lebih tinggi daripada jasa giro. Deposit on call biasanya digunakan oleh nasabah yang tidak setiap saat perlu menarik dananya dan keperluan penarikan dana itu dapat diprediksi oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu.
Rekening giro terkait tabungan. Ditinjau dari tingkat bunganya, nasabah lebih menyukai tabungan, namun ditinjau dari cara penarikannya nasabah cenderung lebih menyukai rekening giro. Nasabah cenderung untuk mempertahankan saldo rekening giro serendah mungkin sepanjang dapat memenuhi kebutuhan transaksinya. Setiap kali saldo rekening giro ini
9
menjadi terlalu kecil maka nasabah akan memindahkan sebagian dana
tabungannya ke rekening giro dan sebaliknya bila saldo rekening giro ini
dipandang lebih besar daripada kebutuhan transaksinya, maka nasabah
akan memindahkan sebagian saldo rekening giro ke rekening tabungannya.
c. Dana Pinjaman
Dana pinjaman yang diperoleh bank dalam rangka menghimpun dana lain dapat berupa: antara
1)
Call money
Call money merupakan sumber dana yang dapat diperoleh bank berupa pinjaman jangka pendek dari bank lain melalui interbank call money market . Sumber dana ini sering digunakan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek, seperti bila terjadi kalah kliring atau adanya penarikan dana besar-besaran oleh para deposan (rush). 2)
Pinjaman antarbank Kebutuhan pendanaan kegiatan usaha suatu bank dapat juga diperoleh dari
pinjaman jangka pendek dan menengah dari bank lain. Berbeda dengan call money seperti telah diuraikan pada bagian sebelumnya, pinjaman ini dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak dalam jangka pendek, melainkan untuk memenuhi suatu kebutuhan dana yang lebih terencana dalam rangka pengembangan usaha atau meningkatkan penerimaan bank. 3)
Kredit Likuiditas Bank Indonesia Sesuai namanya, Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) adalah kredit
yang diberikan oleh Bank Indonesia terutama kepada bank yang sedang mengalami kesulitan likuiditas. Masalah kesulitan likuiditas ini bisa terjadi karena kalah kliring atau adanya penarikan dana besar-besaran oleh para deposan (rush). Untuk kepentingan mempertahankan kepercayaan masyarakat terhadap
10
sector perbankan secara umum , maka BI akan berusaha memberikan batuan likuiditas kepada bank tersebut sepanjang masih memungkinkan untuk ditolong.
Pada masa sebelum deregulasi perbankan, dana ini banyak digunakan BI untuk membiayai proyek atau program pemerintah tertentu dan bukan untuk mengatasi
kesulitan likuiditas suatu bank. Setelah adanya deregulasi, penggunaan dana KLBI untuk keperluan nonkesulitan likuiditas secara bertahap mulai dikurangi. d. Sumber Dana Lain
Selain dapat berasal dari dana sendiri, dana dari deposan, dan peminjam,
sumber penghimpunan dana juga dapat berasal dari sumber-sumber lain yang tidak dapat digolongkan dalam jenis dana di atas. Sumber dana yang lain ini selalu berkembang sesuai dengan perkembangan usaha perbankan dan perekonomian secara umum. Sumber-sumber tersebut antara lain: 1)
Setoran Jaminan Setoran jaminan atau sering disingkat storjam merupakan sejumlah dana
yang wajib diserahkan oleh nasabah yang menerima jasa-jasa tertentu dari bank. Jasa-jasa yang biasanya memerlukan storjam antaralain adalah Letter of Credit (LC) dan Bank Garansi (BG). 2)
Dana Transfer Salah satu jasa yang diberikan bank adalah pemindahan dana . Pemindahan
dana bisa berupa pemindah bukuan antar rekening, dari uang tunai ke suatu rekening, atau dari suatu rekening untuk kemudian ditarik tunai. Sebelum dana transfer ini ditarik oleh penerima transfer atau selama masih mengendap di bank, dana ini dapat digunakan oleh bank untuk mendanai kegiatan usahanya. 3)
Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) Salah satu akibat adanya serangkaian paket deregulasi perbankan sejak
tahun 1980-an adalah diperkenalkannya Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
11
sebagai salah satu instrument yang dipergunakan pihak bank untuk menghimpun dana. SBPU merupakan surat-surat berharga jangka pendek yang dapat
diperjualbelikan dengan cara didiskonto oleh Bank Indonesia. Pada saat suatu bank mempunyai kelebihan likuiditas, bank tersebut dapat membeli berbagai
semacam SPBU, dan menjualnya kembali pada saat mengalami kekurangan likuiditas. 4) Diskonto Bank Indonesia
Fasilitas diskonto adalah penyediaan dana jangka pendek oleh BI dengan
cara pembeliaan promes yang diterbitkan oleh bank-bank atas dasar diskonto. Fasilitas diskonto ini merupakan upaya terakhir bank dan merupakan bantuan bank sentral sebagai lender of last resort, Fasilitas diskonto ini dapat dibagi dua yaitu fasilitas diskonto yang diberikan dalam rangka memperlancar pengaturan dana bank sehari-hari dan fasilitas diskonto yang diberikan untuk memudahkan bank dalam menanggulangi kesulitan pendanaan karena rencana pengerahan dana tidak sesuai dengan penarikan kredit jangka menengah atau jangka panjang oleh nasabah (mismatch). 2.1.4. Penyaluran Dana Bank Pengalokasian dana adalah menyalurkan kembali dana yang telah dihimpun kepada masyarakat yang membutuhkan dalam bentuk pinjaman kredit (prinsip konvensional), pembiayaan (prinsip Syariah). Dana yang berhasil dihimpun oleh bank justru akan menjadi beban apabila dibiarkan begitu saja tanpa ada usaha alokasi untuk tujuan-tujuan yang produktif. Dana yang telah dihimpun bukanlah dana yang semuanya murah tapi sebagian besar adlah dana dari deposan yang menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayar imbal jasa berupa bunga. Berdasarkan kebutuhan itu dan juga untuk memperoleh penerimaan bank dalam rangka menutup biaya-biaya lain serta mendapatkan keuntungan, maka bank berusaha mengalokasikan dananya dalam berbagai bentuk aktiva dengan berbagai macam pertimbangan seperti :
12
1. Pertimbangan penggunaan dana Sebelum bank memutuskan untuk memilih suatu bentuk aktiva tertentu
dalam pengalokasian dana yang telah berhasil dihimpun, banyak hal yang
harus dipertimbangkan. Dalam pertimbangan tersebut terdapat tiga hal utama yang selalu menjadi perhatian bank yaitu risiko,hasil,dan jangka
waktu.
a. . Risiko dan hasil
Pada dasarnya bank menginginkan bentuk aktiva yang berisiko serendah
mungkin namun dapat menghasilkan penerimaan atau rate of return setinggi mungkin. b. Jangka waktu dan likuiditas Dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank menyangkut berbagai macam jangka waktu pengembaliannya. Di samping itu, bank juga memerlukan barbagai bentuk aktiva disesuaikan dengan keperluan kegiatan usahanya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, bank memilih berbagai macam bentuk aktiva dengan memprtimbangkan jangka waktu aktiva tersebut dapat dijadikan alat likuid.
2. Alternatif penggunaan dana Secara lebih rinci, alokasi dari dana yang telah berhasil dihimpun oleh bank dapat dalam bentuk-bentuk berikut ini : a. Cadangan likuiditas sesuai dengan namanya, aktiva ini terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek. Sebagai konsekuensinya, risiko dari aktiva ini tergolong rendah dan bank tidak dapat terlalu banyak mengharapkan adanya penerimaan dalam jumlah yang tinggi dari aktiva ini, bahkan kadang-kadang aktiva ini disebut aktiva yang tidak produktif (idle fund). Cadangan likuiditas ini terdiri atas dua kategori,yaitu:
Cadangan primer (primary reserves)
Cadangan sekunder
13
b. Penyaluran kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan
pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi
kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. c. Investasi alokasi dana pada aktiva dengan rate of return yang cukup
tinggi selain dapat berupa penyaluran kredit, dapat juga berupa
investasi. Investasi dapat berupa penanaman dana dalam surat-surat
berharga jangka menengah dan panjang, atau berupa penyertaan
langsung pada badan usaha lain. Seperti halnya penyaluran kredit, karena rate of return dari aktiva ini relatif tinggi atau dengan kata lain
investasi ini tergolong aktiva produktif, maka aktiva ini juga mengandung risiko yang relatif lebih tinggi juga dibandingkan cadangan primer dan sekunder d. Aktiva tetap dan inventoris aktiva tetap dan inventoris tergolong sebagai aktiva yang tidak produktif dalam menghasilkan penerimaan dan oleh bank Indonesia dipandang sebagai aktiva yang resikonya cukup tinggi. Risiko ini dikaitkan dengan kemungkinan rusak, terbakar, atau hilangnya dari aktiva tetap dan inventaris. 2.1.5. Jenis Alokasi Dana Bank 1.
Pool of funds Pool of fund approach adalah penempatan dana bank dengan tidak memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan sumber-sumber dana seperti sifat dana, jangka waktu dan tingkat harga perolehan sumber dana tersebut
2. Assets allocation approach Asset allocation approach adalah penempatan dana ke berbagai aktiva dengan mencocokkan masing-masing sumber dana terhadap jenis alokasi dana yang sesuai dengan sifat dana, jangka waktu dan tingkat harga perolehan sumber dana tersebut
14
2.2. Definisi efisiensi
Perusahaan melakukan aktivitasnya dengan mengkombinasikan sumber
daya (input) yang dimiliki untuk menghasilkan barang arau jasa (output) yang akan dijual kepada konsumen. Karakteristik dan jumlah sumber daya yang digunakan dalam suatu proses produksi sangat berpengaruh terhadap barang
atau jasa yang dihasilkan. Efisiensi merupakan salah satu parameter kinerja
yang secara teoritis mendasari seluruh kinerja suatu organisasi. Efisiensi
didefinisikan sebagai kesuksesan dalam memproduksi output semaksimal mungkin dari sejumlah input yang diberikan. Efisiensi sebuah perusahaan terdiri dari dua komponen, yaitu efisiensi teknis (technical efficiency) dan efisiensi alokatif (allocative efficiency). Efisiensi teknis menunjukkan kemampuan perusahaan untuk mencapai output semaksimal mungkin dari sejumlah input, dengan demikian semua sumber daya dalam proses produksi digunakan secara maksimal sehingga tidak ada sumber daya yang terbuang. Sedangkan efisiensi alokatif menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan input dengan proporsi seoptimal mungkin pada tingkat harga input tertentu, artinya proses produksi tersebut menggunakan sumber daya dengan biaya yang paling murah untuk setiap output yang dihasilkan. Konsep dari pengukuran efisiensi itu sendiri dapat dilihat dari fokus input atau output (Farrel, MJ., 1957). 2.3. Pendekatan Utama Kinerja Bank Dua pendekatan yang merupakan aktivitas inti perbankan adalah (Sumitro, 2005): 1.
Intermediation approach Pendekatan ini memandang bank sebagai perantara antara penabung dan
pengguna (investor). Melalui sudut pandang ini, deposit yang ada di bank dianggap akan diubah menjadi pinjaman (loans). Input bank menurut
15
pendekatan ini adalah labour, capital, deposit, sedang outputnya adalah loans
dan investment. 2.
Production approach Pendekatan ini memandang bank sebagai proses produksi dari
pelayanan pengguna dan penabung. Melalui sudut pandang ini, bank
dipandang sebagai sebuah perusahaan yang menggunakan tenaga kerja dan
capital untuk menghasilkan berbagai macam jenis deposits dan loans. Input
bank menurut pendekatan ini adalah modal, tenaga kerja, dan asset, sedangkan
outputnya adalah jumlah deposits atau loans atau jumlah transaksi yang terjadi
bagi tiap-tiap produk pada periode tertentu.
2.4.
Data Envelopment Analysis Salah satu metode yang dikembangkan dalam upaya pengukuran efisiensi
perusahaan atau unit kerja tertentu adalah Data Envelopment Analysis (DEA). Metode ini dikembangkan pertama kali oleh Charner, Cooper, dan Rhodes (CCR) pada tahun 1978 yang digunakan untuk mengevaluasi efisiensi berbagai unit kerja pada berbagai bidang kerja seperti perbankan, rumah sakit, sektor industri, dan perguruan tinggi. DEA merupakan metodologi non-parametrik pada linier programming yang menghitung rasio bobot dari output terhadap input dari masing-masing unit produksi (Decision Making Unit, DMU) yang hasilnya dinamakan relative efficiency score. Nilai efisiensi yang didapatkan nanti berkisar antara 0 sampai 1. Efisiensi relatif dari sebuah DMU didefinisikan sebagai rasio dari jumlah bobot output terhadap jumlah bobot input yang diformulasikan sebagai berikut (Wu, Tai-Hsi., dkk., 2009).
Z=
s r =1 u r y ro m v x i=1 i i0
..(2.1)
16
Dengan Z adalah efisiensi relative ur adalah bobot dari output r, vi adalah bobot dari input I, yro dan xi0 adalah nilai dari output dan input dari masing-masing
unit produksi ke-0.
Berdasarkan konsep linear programming, metode ini juga terdiri dari
fungsi tujuan dan fungsi pembatas sebagai berikut: 1. Fungsi tujuan
Fungsi
tujuan merupakan fungsi
dari variabel
keputusan,
yaitu
memaksimalkan output dari unit yang akan diukur produktivitas relatifnya.
2. Fungsi pembatas Fungsi pembatas merupakan kendala yang dihadapi, yaitu output dan input dari semua unit yang ada serta jumlah input dari unit yang akan diukur produktivitas relatifnya. DEA mengukur efisiensi relatif menggunakan asumsi yang minimal mengenai hubungan input output. Beberapa keunggulan DEA diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Input oriented measure (pengukuran berorientasi input) Pengidentifikasian ketidakefisienanmelalui adanya kemungkinan untuk mengurangi jumlah input tanpa menambah output. 2. Output oriented measure (pengukuran berorientasi output) Pengidentifikasian ketidakefisienan melalui adanya kemungkinan untuk menambahkan output tanpa merubah input. 3. Constant return to scale Asumsi ini menyatakan bahwa penambahan satu unit input akan menghasilkan penambahan satu unit output. Terdapat hubungan yang linier antara input dan output, setiap pertambahan sebuah input akan menghasilkan pertambahan output yang proporsional dan konstan, yang berarti dalam skala apapun untuk unit yang beroperasi efisiensinya tidak berubah. Dengan demikian nilai efisiensi relatif yang dihasilkan dalam
17
input-oriented atau output-oriented akan menghasilkan nilai yang sama.
Nilai efisiensi yang dihasilkan oleh CRS menggambarkan global
technical efficiency, yang mengukur efisiensi dari kombinasi input-
output dan juga size of operation. 4. Variable return to scale
Asumsi ini menyatakan bahwa ada kemungkinan scale of
productivity mempengaruhi efisiensi. Artinya asumsi ini memungkinkan
bahwa penambahan untuk satu unit input tidak menyebabkan perubahan
yang proporsional terhadap output, bisa jadi menghasilkan tambahan unit output yang lebih besar atau lebih kecil. Nilai efisiensi yang dihasilkan oleh VRS menggambarkan pure technical efficiency.
2.4.1. Model DEA –CCR Model DEA-CCR merupakan bentuk original dari metode Data Envelopment Analysis yang dikembangkan pertama kali oleh Charner, Cooper, Rhodes (1978). Pada model DEA-CCR ini juga dikenal sebagai model CRS (Constant Return to Scale), yaitu suatu model yang berasumsi bahwa tiap DMU telah beroperasi secara optimal. DEA mereduksi multi input dan multi output masing-masing DMU menjadi sebuah virtual input (input baru) dan sebuah virtual output (output baru). Misalkan terdapat j DMU yang akan dianalisis, masingmasing DMU menggunakan sejumlah m input dan sejumlah s output. Secara spesifik, DMU ke-j menggunakan input sebesar xij dari input ke-i dan menghasilkan semua DMU memiliki paling tidak satu jenis output dan satu jenis input yang bernilai positif. Jika DMU yang akan dianalisis adalah DMU0 maka efisiensi relative DMU ke-0 diperoleh dengan mengoptimasi model berikut:
Z0=
s r =1 u r y ro m v x i=1 i i0
18
i = 1,2, …,m j=1,2, …., n
r=1,2,…,s
≤1
u r, v i ≥ 0
s r =1 u r y rj m v x i=1 i ij
Dengan kendala
o: objek yang diteliti n: banyaknya DMU …. (2.2) Ur dan vr adalah bobot output ke-r dan input ke-I yang akan dicari nilai optimalnya dari model tersebut. Dengan kata lain ur dan vr adalah variabel pada model ini. Bentuk persamaan (2.2)
diatas adalah fractional programing dari DEA,
yang memiliki jumlah solusi yang tidak terbatas, sehingga formulasi diatas dapat ditransformasi menjadi model program linier umum sehingga mudah untuk diselesaikan. Bentuk program linier dari model (2.2) adalah Maks
z0 =
s r=1 ur yro
Dengan kendala
m i=1 vi
xi0 =1
m s r=1 ur yrj - i=1 vi
xij ≤ 0
u r, v i ≥ 0 i = 1,2, …,m j=1,2, …., n r=1,2,…,s o: objek yang diteliti n: banyaknya DMU …(2.3) Model (2.2) mengkaitkan DEA dengan pengukuran rasio efisiensi satu output yang biasa digunakan dalam ilmu teknik dan ilmu murni. Hal ini terlihat dengan dibentuknya sebuah single virtual input sebagai penyebut dan single virtual output sebagai pembilang pada fungsi obyektif serta batasan yang memastikan, pemilihan bobot tidak
19
melanggar prinsip teknis efisiensi yaitu tidak ada unit yang dapat memiliki efisiensi
lebih dari satu. Sedangkan bentuk model (2.3) lebih mudah dipahami dari sudut pandang ekonomi. Fungsi obyektif pada model (2.3) adalah memaksimalkan virtual output untuk semua DMU. Bentuk dual dari model (2.3) DEA-CCR adalah
Min Z0 = ∅ Dengan kendala
s j=1 μr xij
s j=1 μr xrj
𝜇𝑗 ≥ 0
-∅xi0 ≤ 0 ≥ yr0
i=1, 2, …,m j=1, 2, …,n r=1, 2, ...,s o: objek yang diteliti n: banyaknya DMU …(2.4) Nilai optimal ∅ (∅*) pada model (2.4) adalah efisiensi relatif DMUo. Sesuai dengan teorema dual dalam program linier, besarnya ∅* akan sama dengan nilai optimal Z0 (Z0*) pada model (2.3). ∅ akan bernilai 0< ∅ ≤1. μ pada model (2.4) merupakan bentuk transformasi dari u r dan vi pada
model (2.3). μ adalah suatu variabel yang menunjukan seberapa besar input dapat
diturunkan dan output dapat dinaikan untuk membuat suatu DMU yang sedang di evaluasi menjadi efisien. DMUo dikatakan efisien jika ∅o*=1, μo*=1 dan semua μj* yang lain bernilai = 0. Untuk mendapatkan efisiensi relative semua DMU, maka model (2.4) diselesaikan berulang kali sesuai dengan jumlah DMU dengan menyesuaikan x ij dan yrj pada persamaan kendala sesuai DMU yang akan dianalisis. Model (2.4) masih
memiliki kelemahan yaitu tidak dapat mendeteksi DMU
yang weakly efficient (DMU yang nilai efisiensinya satu tetapi memiliki nilai non-zero slack). Hal tersebut karena slack yang dimiliki oleh DMU-DMU dianggap nol (zero slack). Oleh karena itu, berdasarkan nilai optimal ∅ (∅*)yang telah diperoleh pada model (2.4) maka digunakan model program linier untuk mendeteksi kemungkinan non-zero slack dengan memaksimalkan slack-slack yang ada sehingga diperoleh non-zero slack terutama pada DMU-DMU yang
20
berada pada kondisi weakly efficient. Model tersebut adalah
𝑚 𝑖=1 𝑠𝑖
Maks
+ 𝑚 𝑖=1 𝑠𝑖
+
Dengan kendala
m i=1 xr μij
+ si-= ∅∗ xi0
m i=1 yr μij
+ sr+= yr0
μj , si-, sr+ ≥ 0
i=1, 2, …,m j=1, 2, …,n r=1, 2, ...,s o: objek yang diteliti n: banyaknya DMU …(2.5) Model (2.4) dan model (2.5) dapat diformulasikan dalam sebuah model seperti berikut. Min zo= ∅ − 𝜀 (
𝑚 𝑖=1 𝑠𝑖
+
+ 𝑚 𝑖=1 𝑠𝑟 )
Dengan kendala n j=1 xij μj
- ∅o xio+si- =
n j=1 yrj μj
- si+ = yro
μj , si-, sr+ ≥ 0 i=1, 2, …,m j=1, 2, …,n r=1, 2, ...,s o: objek yang diteliti n: banyaknya DMU ...(2.6) Pada dua model diatas, s i- adalah variabel slack untukinput ke-i dan sr+
21
adalah varibel slack untuk output ke-r. 𝜀 adalah bilangan real dengan nilai positif yang sangant kecil (lebih kecil dari semua bilangan real positif), yang disebut
sebagai elemen non-archimedean. Kehadiran 𝜀 dalam fungsi objektif tersebut, secara efektif mengijinkan untuk mengoptimasi ∅ terlebih dahulu sebelum
variabel-variabel slacknya. Dengan demikian optimasi variabel-variabel slack
tidak mempengaruhi hasil optimasi ∅∗ (Zhu, J., 2009). DMU dikatakan efisien pada model (2.6) jika dan hanya jika ∅𝑜 *=1, dan semua slack nya nol.
Secara konsep, penyertaan nilai slack dalam fungsi objektif menimbulkan
suatu permasalahan agregasi karena terdapat perbedaan nilai ∅ pada model (2.4).
Oleh karena itu, sesuai kesepakatan umum kehadiran nilai slack positif dalam solusi optimal tidak memproyeksikan efisiensi paretonya, sehingga nilai optimal dari fungsi objektif pada model (2.6) tidak digunakan untuk memperoleh pengukuran skalar dari efisiensi teknis (Ray, Subhash C., 2004). Hal yang sama terjadi juga pada model DEA output-oriented. Model DEA-CCR berorientasi output diformulasikan sebagai berikut. Maks zo= 𝜃𝑜 − 𝜀 (
𝑚 𝑖=1 𝑠𝑖
+
+ 𝑚 𝑖=1 𝑠𝑟 )
Dengan kendala n j=1 yrj λj n j=1 xij λj
- ∅o yro-sr+ = 0
+ si- = xio
λj , si-, sr+ ≥ 0 i=1, 2, …,m j=1, 2, …,n r=1, 2, ...,s o: objek yang diteliti n: banyaknya DMU …(2.7) Model (2.7) tersebut juga dihitung dengan dua tahapan. Pertama mengoptimisasi θ dengan mengabaikan slacknya, dan kemudian mengoptimisasi nilai slacknya dengan memasukan nilai θ*
yang telah diperoleh pada tahapan yang pertama.Menurut Cooper (2007)
22
solusi optimal dari model ouput-oriented DEA berelasi terhadap model inputoriented DEA
ϕ∗ =
μ∗ ∗ , λ = θ∗ ϕ∗ 1
…(2.8)
Dari persamaan (2.8), nilai efisiensi pada model output oriented DEA dapat diperoleh
dengan 1/ϕ*. Nilai θ*
menggambarkan tingkat penambahan output, sementara 𝜙*
mengekspresikan tingkat penurunan input. Sehingga nilai θ* akan selalu lebih
besar sama dengan satu, sedangkan nilai 𝜙*≤ 1. Dari hubungan relasi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa model input-oriented CCR akan efisien untuk setiap DMU jika dan hanya jika model output-oriented CCR juga efisien ketika digunakan untuk mengevaluasi kinerja dari suatu DMU (Cooper, Wiliam W,dkk., 2007). Model DEA CCR mengambil asumsi return to scale berada pada kondisi konstan. Model CCR mengasumsikan semua DMU efisien secara skala. Efisiensi yang dihasilkan oleh model CCR adalah efisiensi teknis yang di dalamnya mengandung efisiensi teknis murni dan skala. Oleh karena itu model CCR tidak dapat mengetahui penyebab ketidakefisienan suatu DMU murni karena teknis atau skala. Model CCR hanya dapat mengetahui jenis return to scale suatu DMU. Bila scale. Jika
n j=1 λj
n j=1 λj
< 1 pada model (2.7) maka DMU berada pada kondisi increasing return to
=1, maka DMU berada pada kondisi constant return to scale. Jika
maka DMU berada pada kondisi
n j=1 λj
> 1,
decreasing return to scale (Zhu, J., 2009).
2.4.2 Model DEA-BCC Model DEA-BCC merupakan pengembangan dari model DEA-CCR yang dikembangkan oleh Banker, Charnes dan Cooper (1984). Model ini berasumsi pada variable return to scale (VRS) dimana ukuran input atau output dapat menyebabkan naik turunnya nilai efisiensi. Hal ini dikarenakan bahwa pada kenyataannya tidak semua DMU dapat diasumsikan telah beroperasi secara
23
optimal. Model BCC hanya menambahkan sebuah fungsi kendala pada model (2.6), yaitu
n j=1 μj =1
Sehingga bentuk model DEA-BCC dari bentuk model (2.6)
adalah
Min zo= ∅ − 𝜀 (
Dengan kendala
𝑚 𝑖=1 𝑠𝑖
+
n j=1 xij μj
- ∅o xio+si- =
n j=1 yrj μj
- si+ = yro
+ 𝑚 𝑖=1 𝑠𝑟 )
n j=1 μj =1
μj , si-, sr+ ≥ 0 i=1, 2, …,m j=1, 2, …,n r=1, 2, ...,s o: objek yang diteliti n: banyaknya DMU …(2.9) Sementara bentuk model DEA-BCC yang berorientasi output adalah Maks zo= ∅ + 𝜀 (
𝑚 𝑖=1 𝑠𝑖
+
Dengan kendala n j=1 yrj λj n j=1 xij λj n j=1 λj
- ∅o yro-sr+ = 0
+ si- = xio
=1
λj , si-, sr+ ≥ 0 i=1, 2, …,m j=1, 2, …,n r=1, 2, …,s o: objek yang diteliti n: banyaknya DMU
+ 𝑚 𝑖=1 𝑠𝑟 )
24
…(2.10) Nilai optimal dari model DEA-BCC tidak lebih kecil dari nilai optimal pada model DEA-CCR. Hal ini dikarenakan model DEA-BCC manambahkan satu kendala pada fungsi kendalanya, sehingga daerah penyelesaiannya merupakan subset dari daerah
penyelesaian untuk model DEA-CCR. Solusi optimal pada model DEA-BCC +* -* * * direpresentasikan dengan (𝜃o , 𝜆 , si , sr ) untuk model yang berorientasi output, -* * dimana dikatakan BCC-efficient jika 𝜃 o =1 dan tidak mempunyai slack (si =0,
sr+*=0).
Dari nilai optimal model DEA-BCC ini diperolah nilai efisiensi teknis
VRS atau yang biasa disebut pure technical efficiency. Dari sini juga dapat diketahui nilai efisiensi secara skala (scale efficiency). 2.5. Skala Efisiensi Skala efisiensi merupakan perbedaan dari nilai technical efficiency CRS terhadap technical efficiency VRS. Skala efisiensi ini menunjukkan apakah DMU sudah beroperasi secara optimal atau belum. 𝑇𝐸 𝐶𝑅𝑆 SE= 𝑇𝐸 𝑉𝑅𝑆
…(2.11) Jika 𝑇𝐸𝐶𝑅𝑆 =𝑇𝐸𝑉𝑅𝑆 maka SE = 1. Jika 𝑇𝐸𝐶𝑅𝑆 > SE, maka perubahan nilai efisiensi naik atau turun dipengaruhi oleh 𝑇𝐸𝑉𝑅𝑆 nya. Tetapi jika 𝑇𝐸𝑉𝑅𝑆 <SE, maka perubahan efisiensi naik atau turun dipengaruhi oleh perkembangan SEnya (Laily, A.S., 2010). 2.6. Penetapan Target Perbaikan Penetapan target merupakan hal yang penting bagi manajemen dalam memonitor organisasi untuk perencanaan produktivitas selanjutnya. Target yang dimaksud diharapkan dapat mencapai suatu perbaikan terhadap proses produksi selanjutnya. Dalam DEA penentuan target perbaikan yang
25
dilakukan bergantung dari jenis orientasi DEA apa yang digunakan, bisa berorientasi ke input atau juga bisa berorientasi ke output. Penentuan target ini
ditentukan melalui nilai slack yang diperoleh dari perhitungan DEA yang digunakan.
Persamaan penetapan target dalam DEA dapat dibagi menjadi dua, diantaranya (Laily, A.S., 2010): 1. Penetapan target berdasarkan input oriented + Output = yro+ sr Input = 𝜃 *xio – si-
…(2.12)
2. Penetapan target berdasarkan output oriented Output= 𝜃 *yro + sr+
Input = xio - si…(2.13) Pada persamaan (2.12), penetapan target tersebut menunjukkan suatu himpunan tingkat input output yang mengembalikan DMU menjadi efisien dengan mereduksi input sampai pada tingkat terendah dengan tidak membiarkan input lain meningkat atau outputnya menurun. Pada persamaan (2.13), DMU ingin memaksimalkan tingkat output dalam penetapan target. Dalam proporsi 𝜃*, tingkat output diberikan prioritas untuk dimaksimalkan. Model tersebut digunakan untuk mengukur faktor output yang dapat ditingkatkan untuk mengembalikan DMU menjadi efisien tanpa meningkatkan tingkat input atau menurunkan tingkat output lain.
2.7. Linear Programing Linear programming merupakan suatu teknis
perencanaan yang bersifat
analitis yang analisis – analisisnya memakai model matematika, dengan tujuan menemukan beberapa kombinasi alternatif pemecahan masalah, kemudian dipilih mana yang terbaik diantaranya dalam rangka menyusun strategi dan langkah -langkah
26
kebijakan lebih lanjut tentang alokasi sumber daya dan dana yang terbatas guna
mencapai tujuan atau sasaran yang diinginkan secara optimal. Penekanannya disini adalah pada alokasi optimal atau kombinasi optimum,
artinya suatu langkah kebijakan yang pertimbangannya telah dipertimbangkan
dari segala segi untung dan rugi secara baik, seimbang, dan serasi. Artinya yang berdayaguna (efisien) dan berhasil-guna (efektif). Alokasi optimal tersebut tidak lain adalah memaksimumkan atau meminimumkan fungsi tujuan yang memenuhi persyaratan – persyaratan yang dikehendaki oleh syarat-ikatan (kendala) dalam bentuk ketidaksamaan linear.
Model linear programming dapat dirumuskan sebagai berikut: Optimumkan (maksimalkan atau minimalkan) Z=
n j=1 cj xj , untuk j = 1, 2, …n
Dengan syarat n j=1 aij xj
≤ atau ≥ bi, untuk i= 1,2,…m dan xj
…(2.14) Dengan, Cj
: Parameter yang dijadikan kriteria optimisasi, atau koefisien peubah pengambilan keputusan dalam fungsi tujuan.
Xj
:
Peubah pengambilan keputusan atau kegiatan (yang ingin dicari / yang tidak
diketahui)
aij
: Koefisien teknologi peubah pengambilan keputusan (kegiatan yang bersangkutan) dalam kendala ke-i
bij
: Sumber daya yang terbatas, yang membatasi kegiatan atau usaha yang bersangkutan; disebut pula konstanta atau “nilai sebelah kanan” dari kendala kei
z : Nilai skalar kriteria pengambilan keputusan; suatu fungsi tujuan. 2.8. Penelitian Sebelumnya Masalah yang berhubungan dengan pengukuran efisiensi kinerja bank telah banyak diteliti dengan metode Data Envelopment Analysis. Diantaranya adalah
27
Sumitro (2005) menggunakan metode Data Envelopment Analysis dengan asumsi constan return to scale dalam intermediation approach untuk mengukur efisiensi
kinerja Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Bank Asing yang memiliki aset terbesar. Hasil penelitian menyatakan bahwa secara relatif Bank Asing lebih
efisien dibandingkan dengan Bank Umum Swasta Nasional Devisa. Laily, A.S (2010) menggunakan metode Data Envelopment Analysis dengan asumsi constan return to scale dan variable return to scale untuk mengukur dan menganalisis
efisiensi Bank Pembangunan Daerah (BPD) yang memiliki jumlah aset terbesar, yaitu dengan total aset lebih dari Rp10 triliun. Selain itu ada beberapa penelitian
terdahulu mengenai efisiensi adalah sebagai berikut: 1.
Avkirran (1999)
Penelitian ini mengukur efisiensi relatif kantor cabang salah satu bank yang ada di Australia. Variabel input yang digunakan ada 2 jenis, pertama input yang tidak dapat dikendalikan yaitu, rata-rata pendapatan keluarga, jumlah usaha kecil yang berdiri, kompetitor. Kedua, input yang dapat dikendalikan yaitu, jumlah teller, jumlah staff. Variabel output dalam penelitian ini yaitu, jumlah tabungan, jumlah kredit, jumlah investasi. Hasil penelitian ini mengungkapkan ada 18 cabang yang efisien dan 47 cabang yang inefisien. 2.
Erwinta Siswadi dan Wilson Arafat (2004)
Penelitian ini mengukur Efisiensi Relatif Kantor Cabang Bank dengan Menggunakan
Metode
Data
Envelopment
Analysis
(DEA)
yang
menggunakan variabel input yaitu, jumlah pegawai level manajer, jumlah pegawai staf, jumlah ATM, jumlah outlet, biaya umum dan administrasi. Sedangkan variabel output yaitu, jumlah nasabah, dana pihak ketiga, jumlah debitur, posisi kredit, total pendapatan. Periode pengamatan tahun 2002 studi pada bank BTN. Hasil penelitian menyebutkan ada 19 kantor cabang yang inefisien, 8 kantor cabang dalam kondisi DRS dan 11 cabang IRS. 3.
Ari Wibowo (2004)
28
Penelitian ini meneliti tentang “Pengukuran Efisiensi Relatif Dengan Data
Envelopment Analysis (DEA), dan Analisis Efisiensi Pada Kantor-Kantor
Cabang BNI Unit Syariah: Studi Longotudinal Data” yang menggunakan
simpanan dan beban operasional sebagai input dan menggunakan
pembiayaan, aktiva, dan pendapatan lain sebagai output. Periode
pengamatan pada tahun 2001-2003. Hasil penelitian menyebutkan kantor
cabang yang efisien pada tahun 2002 adalah kantor cabang Yogyakarta,
Pekalongan, Semarang, Jakarta Timur, Jakarta Selatan, Bandung, dan
Padang.
4.
Harjum Muharram dan Purvitasari (2007)
Penelitian ini mengukur tentang “Analisis Perbandingan Efisiensi Perbankan Syariah Di Indonesia Dengan Menggunakan Metode Data Envelopment
Analysis”
yang
menggunakan
simpanan
dan
beban
operasional sebagai input dan menggunakan pembiayaan, aktiva, dan pendapatan lain sebagai output. Periode pengamatan pada tahun 2005 dengan 12 bank yang diteliti. Hasil penelitian menyebutkan BTN syariah, Bank Niaga Syariah, dan Bank Permata Syariah mencapai efisiensi 100 persen. Sedangkan sembilan bank lain mengalami fluktuasi dalam pencapaiaan efisiensi
29
5.
Aryanto Yudho (2007)
Penelitian ini mengukur tentang “Efisiensi Perbankan Syariah di Indonesia pada tahun 2005. Variabel input yang digunakan yaitu, jumlah simpanan dan biaya operasional.
Sedangkan variabel output yang digunakan adalah pembiayaan, aktiva lancar, dan pendapatan operasional lain. Hasil penelitian ini menemukan bahwa Bank Muamalat
Indonesia, BRI syariah, Bank Niaga Syariah, dan Bank Permata Syariah mengalami efisien pada tahun 2005. Sedangkan Bank Syariah lain mengalami fluktuasi dalam efisiensi selama empat kuartal pada tahun 2005.