BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori
2.1.1 Teori Keagenan Perspektif mengenai permasalahan teori keagenan merupakan dasar dalam praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Jensen dan Meckling (1976)mengembangkan suatu teori yang disebut teori agensi. Teori ini berpendapat bahwa siapapun yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yang timbul pasti merupakan tanggungan pemegang saham. Selanjutnya teori ini menyatakan bahwa perusahaan yang memisahkan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan akan rentan terhadap konflik keagenan. Pemicu konflik tersebut antara lain adalah dalam hal pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pencarian dana dan bagaimana dana tersebut diinvestasikan (Van Horne et al, 2014:206). Konsep agency theorymerupakan hubungan atau kontrak antara prinsipal dengan agen. Yang dimaksud prinsipal adalah pemegang saham dan yang dimaksud agen adalah manajemen yang mengelola perusahaan. Prinsipal memperkerjakan agen untuk melakukan tugas dari kepentingan prinsipal, termasuk pendelegasian otoritas pengambilan keputusan dari prinsipal kepada agen, sebagaimana yang dikatakan oleh Jensen dan Meckling (1976) : “we define an agency relationship as a contract under which one or more persons (the principal engage another person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some decision making authority to the agent”. Scott (2006:239) menyatakan bahwa perusahaan mempunyai banyak kontrak, misalnya kontrak kerja antara perusahaan dengan para manajernya dan kontrak pinjaman antara perusahaan dengan krediturnya. Kedua jenis kontrak tersebut seringkali dibuat berdasarkan angka laba, sehingga dikatakan bahwa agency theory mempunyai implikasi terhadap akuntansi. Kontrak kerja yang
8
9
dimaksud dalam penelitian ini adalah kontrak kerja antara manajemen dengan pemegang saham. Manajemen (agent) dan pemegang saham (principal) ingin memaksimumkan kemakmurannya masing-masing dengan informasi yang dimiliki. pada satu sisi, agen memiliki informasi yang lebih banyak dibanding prinsipal di sisi lain karena manajemen yang mengelola perusahaan secara langsung, hal ini menimbulkan adanya ketidakseimbangan informasi (information asymmetry). Agar pihak manajemen bertindak sejalan dengan kepentingan pemilik perusahaan, dapat dilakukan upaya sebagaimana yang dikemukakan oleh Jensen dan Meckling bahwa pemilik dapat menjamin pihak manajemen akan membuat keputusan yang optimal hanya jika diberikan insentif yang cukup memadai. Insentif bisa berupa opsi saham, bonus, mobil yang besarnya sangat tergantung pada seberapa dekat keputusan yang diambil pihak manajemen dan pemilik. Disamping itu dapat juga dilakukan monitoring, dengan mengaudit laporan keuangan perusahaan secara periodik, penunjukan komisaris independen dan sebagainya. Implikasi dari berbagai upaya untuk mengurangi konflik keagenan tersebut adalah timbulnya biaya keagenan (Sudana, 2011:11).
2.1.2 Biaya Agensi Berbagai konflik kepentingan dalam perusahaan baik antara manajer dengan pemegang saham, manajer dengan kreditur atau antar pemegang saham, kreditur dan manajer disebabkan adanya hubungan keagenan atau agency relationship. Pihak prinsipal dapat membatasi perbedaan kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak kepada agen dan harus bersedia mengeluarkan
biaya
pengawasan
atau
monitoring
costuntuk
mencegah
penyimpangan (hazard) dari agen. Hal tersebut dinamakan dengan biaya keagenan atau agency cost (Hendriksen, 2011:221). Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan ini terjadi antara manajemen dan pemegang saham atau stockholders. Konflik kepentingan tersebut dapat timbul dari adanya kelebihan aliran kas atau excess cash flow. Kelebihan arus kas cenderung akan diinvestasikan melebihi tingkat yang optimum dan sering
10
digunakan untuk konsumsi secara berlebihan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan atau excessive perquisities. Konflik tersebut juga dapat disebabkan perbedaan antara pemegang saham yang lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi dengan harapan memperoleh return yang tinggi, sementara manajemen lebih memilih investasi risiko lebih rendah untuk melindungi posisinya (Keown et al, 2005:609). Menurut Pradessya (2006) dalam Efni (2011), bahwa ada beberapa alternative untuk mengurangi konflik kepentingan dan biaya keagenan atau agency cost, yaitu antara lain: 1.
Meningkatkan kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen. Kepemilikan ini akan menyejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham.
2.
Meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih atau dividend payout ratio, dengan demikian akan memperkecil jumlah aliran kas bebas atau free cash flowsehingga manajemen harus mencari sumber dana eksternal untuk pembiayaan investasi.
3.
Meningkatkan pendanaan dengan hutang. Peningkatan hutang akan menurunkan
skala
konflik
antara
pemegang
saham
dengan
manajemen. Apabila perusahaan memerlukan kredit, maka harus siap untuk dievaluasi dan dimonitor oleh pihak eksternal dan akan mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham. Selain itu, hutang juga dapat mengurangi kelebihan aliran kas atau excess cash flow yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.
2.2
Insider Ownership Joher et al (2006) mengemukakan bahwa managerial ownership consists
of directors, managers, and others management team’s member, who hold the company’s shares directly. Artinya bahwa kepemilikan manajerial terdiri dari direktur, manajer, dan manajemen tim anggota lain, yang memegang saham perusahaan secara langsung. Menurut Jensen (1976) dalam Indahningrum (2009)
11
mekanisme untuk mengatasi konflik keagenan antara lain meningkatkan kepemilikan insider sehingga dapat mensejajarkan kepentingan manajer dan pemilik. Insider Ownership adalahsebuah sebuah ukuran persentase saham yang dimiliki oleh direksi, manajemen, dan komisaris ataupun setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam pembuatan keputusan perusahaan (Jensen and Meckling, 1976) dalam Agus Sartono (2001:112). Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Harjito (2006) Peningkatan insider ownership bermanfaat untuk meningkatkan keselarasan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Insider ownership terjadi apabila pemegang saham suatu perusahaan sekaligus bertindak sebagai manajer perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar tingkat insider ownership suatu perusahaan, maka semakin tinggi tingkat keselarasan (alignment) dan kemampuan kontrol terhadap kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Insider Ownership =
2.3
Jumlah saham komisaris dan manajemen Jumlah saham perusahaan
Profitabilitas
2.3.1 Pengertian Profitabilitas Nilai pasar suatu saham tergantung kepada perkiraan dari expected return dari risiko arus kas di masa mendatang. Penilaian dari arus kas ini merupakan proses dasar karena laporan keuangan tidak cukup menunjukkan jumlah aktivitas perusahaan di masa mendatang. Namun demikian, beberapa macam analisis profitabilitas yang didasarkan pada laporan keuangan merupakan informasi yang berguna bagi manajer (Muslich, 2000:51). Laporan keuangan mencerminkan keadaaan yang telah terjadi di masa lalu, tetapi laporan tersebut juga mencerminkan tentang hal-hal yang sebenarnya memiliki arti penting apa yang mungkin terjadi di masa depan. Rasio profitabilitas mencerminkan hasil akhir dari seluruh kebijakan keuangan dan keputusan operasional (Brigham, 2011:146). ROE menunjukkan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba setelah pajak dengan menggunakan modal sendiri yang dimiliki perusahaan. Rasio
12
ini penting bagi pihak pemegang saham untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi pengelolaan modal sendiri yang dilakukan pihak manajemen. Semakin tinggi rasio ini berarti semakin efisien penggunaan modal sendiri yang dilakukan oleh pihak manajemen perusahaan (Sudana, 2011:22).
2.3.2 Jenis Rasio Profitabilitas Menurut Lukman Syamsuddin (2002:59) rasio profitabilitas terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukkan laba dalam hubungannya dengan investasi. Kedua rasio secara bersama-sama menunjukkan efektifitas. Rasio profitabilitas dalam hubungannya antara penjualan dan laba dapat dibedakan sebagai berikut : 1.
Gross Profit Margin Rasio ini merupakan perbandingan penjualan bersih dikurangi harga pokok penjualan bersih. Berikut proksi yang biasa digunakan dalam perhitungan gross profit margin. Gross Profit Margin = Penjualan Bersih – HPP
2.
Operating Profit Margin Rasio ini merupakan perbandingan antara laba operasi dengan penjualan. Rasio ini menggambarkan apa yang biasa disebut “pure profit” yang diterima atas penjualan yang telah dilakukan. Berikut proksi yang biasa digunakan dalam perhitungan operating profit margin. 𝐿𝑎𝑏𝑎𝑂𝑝𝑒𝑟𝑎𝑠𝑖 Operating Profit Margin = 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
3.
Net Profit Margin Net profit margin atau marjin laba bersih merupakan keuntungan penjualan setelah menghitung seluruh biaya dan pajak penghasilan. Margin ini menunjukkan perbandingan antara laba bersih setelah
13
pajak dengan penjualan. Berikut proksi yagn biasa digunakan dalam perhitungan net profit margin. Net Profit Margin =
𝐿𝑎𝑏𝑎𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖 ℎ𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑃𝑒𝑛𝑗𝑢𝑎𝑙𝑎𝑛
Rasio profitabilitas dalam hubungannya antara laba dengan investasi adalah sebagai berikut : 1.
Return on Investment (ROI) Rasio ini merupakan perbandingan antara laba setelah pajak dengan aktiva total. Berikut proksi yang biasa digunakan dalam perhitungan return on investment. ROI =
2.
𝐿𝑎𝑏𝑎𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
Return on Equity (ROE) Return on equity sering disebut sebagai dengan rentabilitas modal sendiri yang merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan modal sendiri. Rasio ini dimaksudkan untuk mengukur seberapa banyak keuntungan yang menjadi pemilik modal sendiri berikut proksi yang biasa digunakan dalam perhitungan return on equity ROE =
3.
𝐿𝑎𝑏𝑎𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖 ℎ𝑠𝑒𝑡𝑒𝑙𝑎 ℎ𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
Economic Rentability Rasio ini disebut juga Earnings Power yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan perusahaan memperoleh laba usaha dengan aktiva yang dimiliki perusahaan. Rasio ini dapat diperoleh dengan membandingkan antara laba usaha dengan total aktiva. Berikut proksi yang biasa digunakan dalam perhitungan economic rentability. Economic Rentability =
𝐿𝑎𝑏𝑎𝑈𝑠𝑎 ℎ𝑎 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎
14
2.4
Leverage
2.4.1 Pengertian Rasio Leverage Menurut Lukman Syamsuddin (2002:112) leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai biaya tetap (fixed cost) untuk memperbesar returnbagi pemilik perusahaan. Menurut Kasmir (2009:113) Rasio leverage adalah rasio yang digunakan untuk mengukur sampai sejauh mana aset perusahaan dibiayai oleh utang. Lukman Syamsuddin (2002:112) menyatakan bahwa dengan memperbesar tingkat leverage maka hal ini akan berarti bahwa tingkat ketidakpastian dari return yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula, tetapi pada saat yang bersamaan hal tersebut juga akan memperbesar jumlah return yang akan diperoleh.
2.4.2 Jenis Rasio Leverage Menurut Kasmir (2009:156-163) jenis-jenis rasio leverage antara lain: 1.
Debt to Equity Ratio (DER) Merupakan rasio antara total hutang dengan ekuitas (modal sendiri). Rasio ini menunjukkan beberapa bagian dari setiap modal sendiri yang akan dijadikan jaminan hutang. Bagi perusahaan makin besar rasio ini akan semakin menguntungkan, tetapi bagi pihak kreditur makin besar rasio ini berarti semakin besar resiko yang ditanggung atas kegagalan perusahaan yang mungkin terjadi.Berikut proksi yang digunakan dalam perhitungan DER. DER =
2.
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑘𝑢𝑖𝑡𝑎𝑠
Long-term Debt to Equity Ratio Merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. tujuannyaadalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan untuk hutang jangka
15
panjangdengan cara membandingkan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan. Berikut proksi yang digunakan dalam perhitungan LTDtER. LTDtER =
3.
𝐿𝑜𝑛𝑔 𝑇𝑒𝑟𝑚 𝐷𝑒𝑏𝑡 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑆𝑡𝑜𝑐𝑘 ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒 𝑟 ′ 𝑠 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
Tangible Assets Debt Coverage Rasio ini digunakan untuk mengukur besar aktiva tetap tangible yang digunakan untuk menjamin hutang jangka panjang setiap rupiahnya. Berikut proksi yang digunakan dalam perhitungan TAD Coverage. TAD Coverage = (Jml Aktiva + Tangible+ Hutang Lancar) / Hutang Jangka Panjang
4.
Times Interest Earned Ratio (TIER) Rasio ini berguna untuk mengetahui kemampuan laba dalam membayar biaya bunga untuk periode sekarang. Investor dan kreditor lebih menyukai rasio yang tinggi karena rasio yang tinggi menunjukkan margin keamanan dari investasi yang dilakukan. Berikut proksi yang digunakan dalam perhitungan TIER. 𝐿𝑎𝑏𝑎 𝑠𝑒𝑏𝑒𝑙𝑢𝑚 𝑃𝑎𝑗𝑎𝑘 𝑑𝑎𝑛 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 TIER = 𝐵𝑢𝑛𝑔𝑎 𝐻𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝐽𝑎𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔
2.5
Investment Opportunity Set
2.5.1 Pengertian Investment Opportunity Set Menurut Hartono (2003:58), Kesempatan Investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan. Kemudian menurut Sunariyah (2006:56) Set Kesempatan Investasi adalah kombinasi antara aktiva yang dimiliki perusahaan (assets in place) dan pemilihan investasi pada masa yang akan datang dengan net present value (NPV) yang positif. Sedangkan menurut Sriwardani (2006) IOS merupakan keputusan Investasi dalam bentuk aktiva yang dimiliki (assets in
16
place) dan opsi investasi di masa yang akan datang, dimana IOS tersebut akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Dengan demikian investment opportunity set merupakan kesempatan berinvestasi atau peluang investasi yang dimiliki oleh perusahaan dan memiliki pengaruh terhadap cara pandang manajer, pemilik, kreditur, dan investor terhadap kemampuan profitabilitas serta prospek pertumbuhan perusahaan. Selain itu, investment opportunity set bersifat tidak dapat diobservasi, sehingga perlu dipilih suatu proksi yang dapat dihubungkan dengan variabel lain dalam perusahaan.
2.5.2 Proksi Investment Opportunity Set Menurut Kallapur dan Trombley dalam Erlina(2007:43) menyatakan bahwa proksi-proksi tersebut dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu : 1.
Proksi IOS berbasis pada harga (Price-Based Proxies) Proksi ini menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan sebagian dinyatakan dalam harga pasar saham proksi ini didasari pada anggapan yang menyatakan bahwa prospek pertumbuhan perusahaan secara parsial dinyatakan dalam harga-harga saham dan perusahaan yang tumbuh akan memiliki nilai pasar yang lebih tinggi secara relatif untuk aktiva-aktiva yang dimiliki dibandingkan dengan perusahaan yang tidak tumbuh. Rasio-rasio yang telah digunakan dalam beberapa penelitian yang berkaitan dengan proksi pasar adalah sebagai berikut : a. Market to Book Value of Assets (MVA/BVA) Rasio ini menjelaskan gabungan antara asset in place dengan kesempatan investasi. Oleh karena itu, semakin tinggi rasio MVA/BVA maka akan semakin tinggi kesempatan investasi yang dimiliki perusahaan tersebut yang berkaitan dengan asset in place. b. Market to Book Value Equity (MVE/BVE) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran MVE/BVE mencerminkan bahwa pasar menilai return atas investasi
17
perusahaan pada masa depan akan lebih besar dari return yang diharapkan ekuitasnya. c. Property, Plant, and Equipment to Book Value of Asset (PPE/BVA) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa PPE/BVA memiliki prospek pertumbuhan perusahaan tergambar dengan besarnya asset tetap yang dimiliki oleh perusahaan. 2.
Proksi IOS berbasis pada investasi (Investment-Based Proxies) Proksi yang percaya pada gagasan bahwa suatu level kegiatan investasi yang tinggi berkaitan secara positif dengan nilai IOS suatu perusahaan. Research and development merupakan investasi dan selanjutnya diharapkan menghasilkan return terhadap perusahaan. Rasio-rasio yang biasa digunakan dalam penelitian antara lain : a. Capital Expenditure to Market Value of Assets (CEP/MVA) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa semakin besar investasi yang dilakukan oleh perusahaan pada asset tetap sesuai harga pasar maka akan semakin tinggi tingkat investasi yang dilakukan perusahaan. b. Capital Expenditure to Book Value of Assets (CEP/BVA) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa semakin besar investasi yang dilakukan oleh perusahaan pada asset tetap sesuai harga pasar maka akan semakin tinggi tingkat investasi yang dilakukan perusahaan. c. Capital Addition to Market Value of Assets (CAP/MVA) Rasio ini digunakan dengan dasar pemikiran bahwa semakin besar pertambahan modal yang dilakukan oleh perusahaan maka akan
semakin
tinggi
tingkat
investasi
yang
dilakukan
perusahaan. 3.
Proksi IOS berbasis pada varians (Variance-Measures Proxies) Proksi yang mengungkapkan bahwa suatu psi akan menjadi lebih bernilai jika menggunakan variabilitas ukuran untuk memperkirakan
18
besarnya opsi yang tumbuh seperti variabilitas return yang mendasari peningkatan aktiva. Ukuran yang biasa digunakan dalam penelitian antara lain : a. Variance of Total Return (VARRET) Variance
of
Total
Returnmerupakan variasi
returnyang
diperoleh investor. Semakin besar varians return maka semakin besar penyebaran nilai return dan semakin besar pula ketidakpastian atau risiko dari suatu investasi. b. Beta Asset (BETA) Beta asset digunakan untuk membuat proksi risiko IOS perusahaan.
2.6
Kebijakan Dividen
2.6.1 Pengertian Dividen Pengertian dividen menurut Ross, et al (2006:921) adalah sebagai berikut: “dividend is a form of payment made by a firm to its owners, either in cash or in stock. It is also called “the income component” of the return on an investment in stock” Menurut Brigham and Houston (2011:172), dividen adalah distribusi laba kepada pemegang investasi ekuitas sesuai dengan proporsi mereka dan jenis modal tertentu.Sedangkan menurut Arief Suadi (2007:434), dividen adalah proporsi laba atau keuntungan yang dibagikan kepada para pemegang saham dalam jumlah yang sebanding dengan jumlah lembar saham yang dimilikinya. Dari beberapa pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa dividen adalah distribusi laba yang dihasilkan perusahaan kepada pemegang saham yang telah mendanai perusahaan tersebut dengan cara membeli saham perusahaan tersebut. Kebijakan pembagian dividen adalah suatu keputusan untuk menentukan berapa besar bagian laba akan dibagikan kepada para pemegang saham dan akan ditahan dalam perusahaan selanjutnya diinvestasikan kembali. Kebijakan pembagian dividen tergantung pada keputusan rapat umum pemegang saham (RUPS).
19
2.6.2 Jenis Pembayaran Dividen Dividen yang didistribusikan kepada pemegang saham dapat diberikan dalam beberapa jenis. Jenis-jenis dividen yang dibagikan kepada para pemegang saham ini biasanya tergantung pada kebijakan perusahaan. Menurut Darmadji dan Fakhrudin (2006) jenis-jenis pembayaran dividen terdiri dari : 1.
Dividen Tunai (Cash Dividend) Cash Dividend merupakan dividen yang diberikan kepada para pemegang saham dalam bentuk kas tunai sesuai dengan persentase kepemilikan saham dalam perusahaan.
2.
Dividen Saham (Stock Dividend) Stock Dividend merupakan dividen yang dibagikan oleh perusahaan dalam bentuk saham biasa dari perusahaan tersebut. Biasanya dilakukan oleh perusahaan yang menginginkan untuk menggunakan laba bersih yang dihasilkan perusahaan digunakan untuk kegiatan investasi tanpa meninggalkan kewajibannya terhadap para pemegang saham untuk membayarkan dividen.
3.
Dividen Properti (Property Dividend) Property
Dividend
merupakan
dividen
yang dibagikan
oleh
perusahaan dalam bentuk aktiva tetap berupa tanah, bangunan, serta bentuk lainnya seperti surat-surat berharga. Pembagian dividen dicatat oleh perusahaan sebesar nilai pasar dari properti yang diberikan kepada pemegang saham, bukan sekedar sebesar nilai perolehan dari properti tersebut. 4.
Dividen Likuidasi (Liquidating Dividend) Liquidating Dividend merupakan dividen yang diberikan oleh perusahaan kepada pemegang saham sebagai akibat adanya likuidasi perusahaan. Dividen dalam bentuk ini adalah sebagai distribusi kepada para pemegang saham berdasarkan modal disetor dan buka didasarkan atas laba ditahan.
20
Sedangkan menurut Van Horne dan Wachowicz Jr. (2014:219-220) dividen suatu perusahaan dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu : 1.
Dividen Regular dan Dividen Ekstra Dividen regular merupakan dividen yang diharapkan oleh perusahaan. Sedangkan dividen ekstra merupakan dividen yang tidak rutin yang dibayarkan kepada pemegang saham di samping dividen regular. Dividen ekstra biasanya dibayarkan secara kuartal ataupun setengah tahun dalam situasi khusus serta secara tidak langsung memberikan informasi kepada publik mengenai stabilitas dividen perusahaan.
2.
Dividen Saham Dividen saham ada pembayaran dalam bentuk penambahan saham kepada pemegang saham. Dividen saham ini dibagi menjadi 2 bagian. Yaitu dividen saham kecil yang mewakili kenaikan kurang dari 25% dari jumlah saham beredar sebelum pembagian dan dividen saham besar yang mewakili kenaikan sebesar 25% atau lebih sari saham biasa sebelum pembagian.
Berdasarkan kedua pemahaman mengenai jenis-jenis pembagian dividen tersebut dapat disimpulkan bahwa dividen yang diberikan kepada para pemegang saham tidak selalu diberikan dalam bentuk dividen kas. Terdapat beberapa bentuk pembayaran dividen lainnya dan kebijakan sistem waktu pembayaran dividen yang berbeda yang dapat dibagikan perusahaan untuk pemegang saham perusahaan tersebut. Sesuai dengan pertimbangan mengenai kebijakan-kebijakan perusahaan tersebut dalam memberikan dividen kepada para pemegang saham. Selain bentuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan yang tidak selalu berupa dividen kas, besar kecilnya pembagian dividen juga menjadi perhatian dari kebijakan pembayaran dividen. Pada umumnya, apabila perusahaan dalam tahap pertumbuhan ataupun tahap menurun, dividen dibayarkan akan lebih sedikit daripada pembayaran dividen yang dilakukan oleh perusahaan yang dalam tahap matang atau dewasa.
21
2.6.3 Kebijakan Dividen Menurut Martono dan Agus Harjito (2007:253) kebijakan dividen merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaanpendanaan perusahaan. Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Menurut Dermawan Sjahrial (2009) perusahaan akan tumbuh dan berkembang, dan kemudian pada waktunya akan memperoleh keuntungan atau laba. Laba ini terdiri dari laba yang akan ditahan dan laba yang dibagikan. Pada tahap selanjutnya laba ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk pembiayaan pertumbuhan perusahaan. Makin besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari laba yang ditahan ditambah biaya penyusutan aktiva tetap, maka akan semakin kuat posisi finansial perusahaan tersebut. Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen. Mengenai penentuan besarnya dividen yang akan dibandingkan itulah yang merupakan kebijakan dividen dari pimpinan perusahaan. Pengertian lain mengenai kebijakan dividen yang dijelaskan oleh Van Horne dan Wachowicz (2014:206) adalah evaluasi pengaruh rasio pembayaran dividen terhadap kekayaan pemegang saham dapat dilakukan dengan melihat kebijakan dividen perusahaan sebagai keputusan pendanaan yang melibatkan laba ditahan. Setiap periode perusahaan harus memutuskan apakah laba yang diperoleh akan ditahan atau didistribusikan sebagian atau seluruhnya pada pemegang saham sebagai dividen. Sepanjang perusahaan memiliki proyek investasi dengan pengembalian melebihi yang diminta, perusahaan akan menggunakan laba untuk mendanai proyek tersebut. Jika terdapat kelebihan laba setelah digunakan untuk mendanai seluruh kesempatan investasi yang diterima, kelebihan itu akan didistribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen kas. Jika tidak ada kelebihan, maka dividen tidak akan dibagikan. Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kebijakan dividen merupakan keputusan yang ditetapkan oleh pihak perusahaan
22
dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang terdapat pada perusahaan tanpa melupakan kewajiban kepada pemegang saham atas investasi yang dilakukan. Pertimbangan-pertimbangan yang menjadi concern pada pihak perusahaan dalam pembayaran dividen dijelaskan oleh D. Agus Harjito (2007) sebagai berikut : 1.
Kebutuhan dana bagi perusahaan Semakin besar kebutuhan dana perusahaan berarti semakin kecil kemampuan untuk membayar dividen. Penghasilan perusahaan akan digunakan terlebih dahulu untuk memenuhi dananya baru sisanya untuk pembayaran dividen.
2.
Likuiditas perusahaan Likuiditas perusahaan merupakan salah satu pertimbangan utama dalam kebijakan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar. Maka semakin besar jumlah kas yang tersedia dan likuiditas perusahaan, maka semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. Apabila manajemen ingin memelihara likuiditas dalam mengantisipasi adanya ketidakpastian dan agar mempunyai fleksibilitas keuangan, kemungkinan perusahaan tidak akan membayar dividen dalam jumlah yang besar.
3.
Kemampuan untuk meminjam Posisi likuiditas bukanlah satu-satunya cara untuk menunjukkan fleksibilitas dan perlindungan terhadap ketidakpastian. Apabila perusahaan mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mendapatkan pinjaman, hal ini merupakan fleksibilitas keuangan yang tinggi sehingga kemampuan untuk membayar dividen juga tinggi. Jika perusahaan memerlukan pendanaan melalui hutang, manajemen tidak perlu mengkhawatirkan pengaruh dividen kas terhadap likuiditas perusahaan.
4.
Pembatasan-pembatasan dalam perjanjian hutang Ketentuan perlindungan dalam suatu perjanjian hutang sering mencantumkan
pembatasan
terhadap
pembayaran
Pembatasan ini digunakan oleh para kreditur
dividen.
untuk menjaga
23
kemampuan perusahaan tersebut membayar hutangnya. Biasanya pembatasan ini dilakukan, maka manajemen perusahaan dapat menyambut baik pembatasan dividen yang dikenakan para kreditur, karena
dengan
demikian
manajemen
tidak
harus
mempertanggungjawabkan penahanan laba kepada para pemegang saham. 5.
Pengendalian perusahaan Apabila suatu perusahaan membayar dividen yang sangat besar, maka perusahaan mungkin menaikkan modal di waktu yang akan datang melalui penjualan sahamnya untuk membiayai kesempatan investasi yang menguntungkan.
2.6.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen Faktor-faktor yang mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibayarkan oleh perusahaan kepada pemegang saham menurut Van Horne dan Wachowicz (2014:213-215) antara lain adalah: 1.
Peraturan-peraturan hukum Pembahasan peraturan hukum penting dilakukan untuk menetapkan batasan-batasan hukum di mana kebijakan dividen perusahaan dapat digunakan. Peraturan-peraturan hukum ini berhubungan dengan penurunan modal, ketidaksolvabilitasan dan laba ditahan yang tidak semestinya.
2.
Kebutuhan pendanaan perusahaan Pada saat batasan-batasan hukum bagi kebijakan dividen perusahaan telah ditetapkan, langkah selanjutnya adalah penafsiran kebutuhan pendanaan perusahaan. Untuk itu perlu dipersiapkan anggaran kas, proyeksi laporan sumber dan penggunaan dana dan proyeksi laporan arus kas. Tujuan utamanya adalah menentukan arus kas dan posisi kas perusahaan yang mungkin terjadi tanpa adanya perubahan kebijakan dividen. Kemampuan perusahaan untuk menyediakan dividen harus di analisis relatif terhadap distribusi probabilitas arus kas dan saldo kas
24
yang mungkin di masa depan. Berdasarkan analisis ini perusahaan dapat menentukan besarnya dana yang mungkin tersisa. 3.
Likuiditas Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama
dalam
keputusan dividen. Karena dividen merupakan arus kas keluar, semakin besar posisi kas dan likuiditas perusahaan, semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen. 4.
Kemampuan untuk meminjam Posisi likuid bukan merupakan satu-satunya cara untuk memberikan perlindungan dan fleksibilitas keuangan terhadap ketidakpastian. Jika memiliki kemampuan untuk memperoleh pinjaman dalam waktu singkat, perusahaan dapat dikatakan memiliki fleksibilitas keuangan yang relatif baik. Kemampuan meminjam ini dapat berupa batas kredit atau perjanjian kredit beruntun dari bank, atau kemammpuan tidak resmi kelembagaan keuangan untuk memperluas kredit. Selain itu, fleksibilitas keuangan berasal dari kemampuan perusahaan untuk menembus pasar modal dengan menerbitkan obligasi. Semakin besar dan semakin kuat perusahaan, semakin baik jalan masuk ke pasar modal. Semakin besar kemampuan meminjam perusahaan, semakin besar fleksibilitas keuangan dan semakin besar kemampuannya untuk membayar dividen kas. Jika perusahaan dapat melakukan pendanaan melalui hutang, manajemen tidak perlu terlalu mengkhawatirkan pengaruh dividen kas terhadap likuiditas perusahaan.
5.
Batasan-batasan dalam perjanjian hutang Perjanjian perlindungan dalam perjanjian obligasi atau pinjaman seringkali berisikan batasan-batasan pembayaran dividen. Batasan ini digunakan oleh pemberi pinjaman untuk menjaga kemampuan perusahaan untuk membayar hutang. Jika batasan ini diterapkan, maka akan mempengaruhi kebijakan dividen perusahaan. Manajemen perusahaan dapat menjadikan batasan tersebut sebagai alasan tidak membayar dividen.
25
6.
Pengendalian Jika perusahaan membayar dividen dalam jumlah besar, perusahaan kemudian perlu mencari modal melalui penjualan saham untuk mendanai peluang investasi yang memungkinkan. Dalam situasi tersebut kepentingan pengendalian perusahaan mungkin menipis jika pemegang saham yang memiliki kendali tidak mau atau tidak dapat memesan tambahan saham. Para pemegang saham ini lebih memilih pembayaran dividen yang rendah dan pendanaan kebutuhan investasi melalui laba ditahan. Kebijakan dividen ini mungkin tidak memaksimalkan kekayaan keseluruhan pemegang saham, namun kebijakan dividen tersebut dilakukan demi kepentingan terbaik pihak yang memiliki kendali.
Beberapa faktor pertimbangan kebijakan diatas mengungkapkan bahwa perusahaan dalam memenuhi kewajiban kepada para pemegang sahamnya perusahaan harus mampu untuk mendefiniskan faktor-faktor tertentu yang akan mempengaruhi kondisi perusahaan termasuk faktor kondisi keuangan perusahaan tersebut. Perusahaan
tidak
dapat
terlalu
mendorong
dirinya
untuk
tetap
membayarkan dividen dengan jumlah per lembar sahamnya yang cukup tinggi apabila kondisi perusahaan tersebut sedang menurun atau pada saat perusahaan lain ingin melakukan kegiatan investasi hanya untuk mempertahankan nilai eksistensi perusahaan pada bursa saham. Hal ini berlaku juga pada perusahaan pada dalam kondisi prima dan cenderung dalam tingkat kedewasaan. Perusahaan juga tidak dapat mendorong dirinya untuk membayarkan dividen dengan jumlah yang cukup tinggi per lembar sahamnya karena tidak selamanya perusahaan akan dalam fase kedewasaan dan dalam kondisi prima di tengah kondisi ekonomi global yang fluktuatif dan masih mengalami beberapa krisis keuangan global yang dapat mempengaruhi kondisi keuangan perusahaan.
26
2.6.5 Teori-Teori Kebijakan Dividen Terdapat beberapa teori dasar mengenai kebijakan dividen seperti yang dikemukakan oleh Brigham dan Houston (2011:211), teori yang mendasari tersebut antara lain adalah sebagai berikut : 1.
Teori Ketidakrelevanan Dividen Teori ini menjelaskan bahwa nilai suatu perusahaan tergantung semata-mata pada pendapatan yang dihasilkan oleh aktivanya, bukan kepada bagaimana pendapatan tersebut dibagi diantara dividen dan laba ditahan.
2.
Teori Bird in Hand Tingkat pengembalian yang diisyaratkan atas ekuitas akan turun apabila rasio pembayaran dividen dinaikkan karena para investor kurang yakin terhadap penerimaan keuntungan (capital gain) yang akan dihasilkan dari laba yang ditahan dibandingkan dengan seandainya menerima dividen.
3.
Teori Preferensi Pajak Investor lebih menyukai pembagian dividen yang rendah daripada yang tinggi. Artinya para investor mungkin lebih suka perusahaan menahan sebagian besar laba perusahaan karena adanya keuntungan pajak.
2.6.6 Pengertian Dividend Payout Ratio Menurut Gitman (2006:602) dividend payout ratio merupakan indikasi atas persentase jumlah pendapatan yang diperoleh dan yang didistribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk kas. Dividend payout ratioini ditentukan perusahaan untuk membayar dividen kepada pemegang saham setiap tahun. Penentuan dividend payout ratio berdasarkan besar kecilnya laba setelah pajak. Teori mengenai dividend payout ratio juga dijelaskan oleh Stice et al (2005:521) sebagai berikut : “a measure of the percentage of earnings paid out in dividends; computed by dividing cash dividends by net income”
27
Menurut
Gitman
(2006:602),
dividend
payout
ratio
merupakan
perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan earnings per share (EPS). Perusahaan hanya dapat membagikan dividen semakin besar jika perusahaan mampu menghasilkan laba yang semakin besar. Jika laba yang dihasilkan besarnya tetap, perusahaan tidak bisa membagikan dividen yang lebih besar karena hal ini berarti perusahaan akan membagikan modalnya sendiri. Dividend payout ratio menyajikan kepada para investor mengenai jumlah porsi pendapatan yang dibayarkan perusahaan mengenai kewajibannya membayar dividen selama periode pembukuan perusahaan. Jika rasio yang ditunjukkan dalam dividend payout ratio cukuo tinggi, terdapat indikasi bahwa perusahaan membayarkan dividen dalam jumlah besar. Namun jika hanya membayarkan sedikit bagian dari laba perusahaan untuk pembayaran dividen tunai, menandakan sisa pembayaran tersebut digunakan untuk kegiatan operasional perusahaan yang kemudian akan membantu perusahaan dalam, menaikkan harga saham biasa perusahaan setelah tanggal pembagian dividen.
2.7
Pengaruh Variabel Independen Terhadap Variabel Dependen
2.7.1 Pengaruh Insider Ownership terhadap Dividend Payout Ratio Insider Ownership adalahsebuah sebuah ukuran persentase saham yang dimiliki oleh direksi, manajemen, dan komisaris ataupun setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam pembuatan keputusan perusahaan (Jensen and Meckling, 1976) dalam Agus Sartono (2001:112). Menurut Demsey & Laber (1992) seperti dikutip Susilawati (2000), masalah keagenan banyak dipengaruhi oleh insider ownership. Semakin besar insider ownership maka perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan pengelola perusahaan semakin kecil, mereka akan bertindak dengan lebih hatihati, karena mereka akan ikut menanggung konsekuensi yang mungkin timbul dari keputusan yang mereka buat. Adanya kepemillikan saham oleh manajer akan memotivasi mereka untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan dapat menurunkan biaya keagenan.
28
Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Harjito (2006) Peningkatan insider ownership bermanfaat untuk meningkatkan keselarasan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Insider ownership terjadi apabila pemegang saham suatu perusahaan sekaligus bertindak sebagai manajer perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar tingkat insider ownership suatu perusahaan, maka semakin tinggi tingkat keselarasan (alignment) dan kemampuan kontrol terhadap kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Menurut Eko Wahyudi (2008) insider ownership akan mensejajarkan kepentingan antara pihak insider dengan pemegang saham luar (outsider). Insideryang besar akan menurunkan biaya keagenan karena ada rasa kepemilikan pada diri insider sehingga mereka bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham, yang mengakibatkan perusahaan membayar dividen lebih tinggi kepada pemegang
saham
sedangkan
semakin
rendah
insider
ownership
akan
meningkatkan biaya keagenan sehingga sebagai konsekuensinya perusahaan membayar dividen lebih rendah kepada pemegang saham. Dapat disimpulkan bahwa insider ownershipberpengaruh positif terhadap dividend payout ratio.
2.7.2 Pengaruh Profitabilitas terhadap Dividend Payout Ratio Perusahaan yang memiliki kemampuan membayar dividen diasumsikan masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba merupakan indikator dari kemampuan perusahaan untuk membayar dividen, sehingga profitabilitas dapat dianalisis sebagai faktor penentu terpenting
terhadap
dividen.
Profitability
(profitabilitas)
adalah
tingkat
keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Brigham dan Houston, 2011:156). Jika perusahaan mengumumkan peningkatan dividen maka investor
29
akan menganggap kondisi perusahaan saat ini dan akan datang relatif baik dan sebaliknya. Pada sisi lain penambahan dividen memperkuat posisi perusahaan untuk mencari tambahan dana dari pasar modal sehingga kinerja perusahaan dimonitor oleh tim pengawas pasar modal. Pengawasan ini menyebabkan manajer berusaha mempertahankan kinerja dan tindakan ini menurunkan konflik keagenan. Profitabilitas dalam penelitian ini diproksikan oleh return on equity (ROE). Rasio ini menunjukkan berapa persen diperoleh laba bersih bila diukur dari modal pemilik (Harahap, 2007:305). Meningkatnya profitabilias dapat tercermin pada meningkatnya return on equity akan meningkatkan kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.
2.7.3 Pengaruh Leverage terhadap Dividend Payout Ratio Rasio leverage menunjukkan seberapa besar kebutuhan dana perusahaan dibelanjai atau didanai dengan pinjaman. Apabila perusahaan tidak menggunakan leverage dalam struktur modalnya, maka perusahaan dalam beroperasi sepenuhnya menggunakannya modal sendiri, sehingga risiko perusahaan kecil. Semakin besar tingkat leverage perusahaan, akan semakin besar jumlah pinjaman yang digunakan, sehingga risiko keuangan yang dihadapi perusahaan semakin besar (Irawati, 2006:42). Menurut Brealey et al (2007:10) ketika sebuah perusahaan meminjam uang, perusahaan berjanji melakukan sederet pembayaran bunga dan kemudian mengembalikan jumlah uang yang dipinjamnya. Jika laba naik, pemegang utang terus menerus menerima pembayaran bunga tetap saja, jadi semua keuntungan menjadi milik pemegang saham. Karena utang meningkat pengembalian bagi pemegang saham dalam masa-masa baik dan menguranginya pada masa-masa buruk, utang tersebut dikatakan menciptakan leverage keuangan. Rasio leverage mengukur seberapa besar leverage keuangan yang ditanggung perusahaan. Menurut Brigham dan Houston (2011:107) semakin besar leverage perusahaan maka cenderung untuk membayar dividennya lebih rendah dengan tujuan untuk mengurangi ketergantungan pada pendanaan secara eksternal.
30
Sehingga semakin besar proporsi hutang yang digunakan untuk struktur modal suatu perusahaan, maka akan semakin besar pula jumlah kewajibannya yang akan mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan dibagikan. Menurut Irawati (2006:44) ukuran rasio leverage dihitung dengan menggunakan rumus salah satunya Total Debt To Total Equity Ratio (DER) adalah rasio yang digunakan untuk mengukur pertimbangan antara kewajiban yang dimiliki perusahaan dengan modal sendiri. Semakin tinggi rasio ini berarti modal sendiri yang digunakan semakin sedikit dibandingkan dengan hutangnya atau kewajibannya.
2.7.4 Pengaruh Investment Opportunity Set terhadap Dividend Payout Ratio Munculnya istilah Investment Opportunity Set (IOS) dikemukakan oleh Myers (1976) dalam Ahmad Riahi Belkaoui (2002) yang menguraikan pengertian perusahaan, yaitu sebagai satu kombinasi antara aktiva riil (asset in place)dan opsi investasi di masa yang akan datang. Menurut Hartono (2003:58), Kesempatan Investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan. Peluang investasi dimasa yang akan datang menjadi sebuah kesempatan yang juga diperhitungkan oleh perusahaan. Suharli (2007) menyatakan bahwa pada saat kondisi perusahaan sangat baik maka pihak manajemen akan cenderung memilih investasi baru daripada membayar dividen. Hal tersebut mengakibatkan dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada para pemegang saham akan digunakan untuk melakukan pembelian investasi. Dalam kaitannya dengan kebijakan dividen, Fitri Ismayanti dan M.Hanafi (2003) menyatakan bahwa pengaruh IOS terhadap kebijakan dividen adalah negatif. Berdasarkan pemikiran tersebut, dapat dikatakan bahwa Investment Opportunity Set(IOS) mempunyai pengaruh negatif terhadap dividend payout ratio perusahaan.
31
2.7.5 Pengaruh Insider Ownership, Profitabilitas, Leverage dan Investment Opportunity Set terhadap Dividend Payout Ratio Insider Ownership adalahsebuah sebuah ukuran persentase saham yang dimiliki oleh direksi, manajemen, dan komisaris ataupun setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam pembuatan keputusan perusahaan (Jensen and Meckling, 1976) dalam Agus Sartono (2001:112). Menurut Jensen dan Meckling (1976) dalam Harjito (2006) Peningkatan insider ownership bermanfaat untuk meningkatkan keselarasan kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Insider ownership terjadi apabila pemegang saham suatu perusahaan sekaligus bertindak sebagai manajer perusahaan. Oleh karena itu, semakin besar tingkat insider ownership suatu perusahaan, maka semakin tinggi tingkat keselarasan (alignment) dan kemampuan kontrol terhadap kepentingan antara manajer dengan pemegang saham. Profitabilitas adalah tingkat keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah peusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Brigham dan Houston, 2006:156). Disamping tingkat keuntungan, para pemegang saham dan calon pemegang saham juga berkepentingan dengan tingkat leverage sebagai faktor laon dalam penilaian kelanjutan hidup perusahaan serta proyeksi terhadap distribusi income pada masa-masa yang akan datang dan dalam hal pembagian dividen kepada pemegang saham (Syamsuddin, 2007:135). Menurut Hartono (2003:58), Kesempatan Investasi atau Investment Opportunity Set (IOS) menggambarkan tentang luasnya kesempatan atau peluang investasi bagi suatu perusahaan. Peluang investasi dimasa yang akan datang menjadi sebuah kesempatan yang juga diperhitungkan oleh perusahaan. Suharli (2007) menyatakan bahwa pada saat kondisi perusahaan sangat baik maka pihak manajemen akan cenderung memilih investasi baru daripada membayar dividen.
32
Hal tersebut mengakibatkan dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada para pemegang saham akan digunakan untuk melakukan pembelian investasi.
2.8
Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang kebijakan dividen telah banyak dilakukan
sebelumnya antara lain Michell Suharli (2007), Mariah, Meythi, dan Riki Martusa (2012), Rizma Aulia (2012), Suci Marina (2013), Sumiadji (2011), Suharli dan Oktorina (2005), Sisca (2008), dan Sartono Agus (2001). Namun penelitian terdahulu tersebut menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Penelitian Michell Suharli (2007) yang menguji pengaruh profitability dan investment opportunity set terhadap kebijakan dividen tunai dengan likuiditas sebagai variabel penguat. Hasil penelitiannya memperoleh hasil bahwa secara parsial profitabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap kebijakan dividen. Sementara variabel investment opportunity setberpengaruh signifikan negatif terhadap kebijakan dividen. Namun hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan Mariah, Meythi, dan Riki Martusa (2012) yang menguji pengaruh profitabilitas dan kesempatan investasi terhadap kebijakan dividen tunai dengan likuiditas sebagai variabel moderating. Penelitiannya memperoleh hasil bahwa secara parsial profitabilitas dan kesempatan investasi tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Penelitian yang dilakukan Rizma Aulia (2012) dengan judul pengaruh profitabilitas, investment opportunity set dan kepemilikan manajerial terhadap kebijakan
dividen
dengan
likuiditas
sebagai
variabel
moderasi.
Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwaprofitabilitasberpengaruh signifikan positif terhadap kebijakan dividen. Sementara investment opportunity set berpengaruh signifikan negatif terhadap kebijakan dividen. Dan kepemilikan manajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Suci Marina (2013) menguji pengaruh profitabilitas dan arus kas bebas terhadap kebijakan dividen dengan kesempatan investasi sebagai variabel intervening. Hasil penelitiannya memperoleh hasil bahwa secara parsial
33
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen. Sedangkan variabel arus kas bebas dan kesempatan investasi berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Selain itu Sumiadji (2011) menganalisis variabel keuangan yang mempengaruhi kebijakan dividen. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa variabel return on assets dan debt to equity ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Sementara variabel cash ratio, earning per share dan total assets turnover berpengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Penelitian Suharli dan Oktorina (2005) dengan judul memprediksi tingkat pengembalian investasi pada equity securities melalui rasio profitabilitas, likuiditas dan hutang pada perusahaan publik di jakarta. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa secara parsial variabel profitabilitas dan likuiditas berpengaruh positif terhadap dividend payout ratio. Sementara leverage berpengaruh negatif terhadap dividend payout ratio. Sisca (2008) melakukan penelitian mengenai pengaruh kepemilikan managerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutang, profitabilitas, dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitiannya menemukan bahwa variabel kepemilikan managerial, kepemilikan institusional, kebijakan hutang
dan
profitabilitas
berpengaruh
negatif
terhadap
kebijakan
dividen.Sementara variabel ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen. Hal ini terjadi karena semakin banyak saham yang dimiliki oleh pihak insider, maka pihak manajemen cenderung untuk menahan pembayaran dividen. Sedangkan penelitian Sartono Agus (2001) yang berjudul kepemilikan dalam (insider ownership), utang, dan kebijakan dividen : pengujian empirik teori keagenan (agency theory). Hasil penelitiannya menemukan bahwa variabel insider ownership dan utang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebijakan dividen.Ringkasan penelitian-penelitian terdahulu sebagaimana telah diuraikan sebelumnya dapat dilihat dalam Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu
No. 1.
Peneliti dan Tahun Penelitian Michell Suharli (2007)
JudulPenelitian
VariabelPenelitian
Hasil Penelitian
Persamaan
Pengaruh Profitability dan InvestmentOppo rtunity SetTerhadap Kebijakan Dividen Tunai dengan Likuiditas Sebagai Variabel Penguat
Profitability, InvestmentOpportuni ty Set, Likuiditas dan KebijakanDividen Tunai
- Secara parsial, Profitability berpengaruh signifikan positif terhadap Kebijakan Dividen Tunai dan diperkuat oleh likuiditas perusahaan - Secara parsial, InvestmentOpport unity Set berpengaruh signifikan negatif terhadap Kebijakan Dividen Tunai
Menggunakan variabel Profitability dan InvestmentOpportunit y Set sebagai variabel independen dan Kebijakan Dividen sebagai variabel dependen
Perbedaan - Penulis tidak menggunakan variabel Likuiditassebagai variabel penguat - Penulis menggunakan tambahan variabel independen yaitu insider ownership dan leverage
2.
Mariah, Meythi, dan Riki Martusa (2012)
Pengaruh Profitabilitas dan Kesempatan Investasi Terhadap Kebijakan Dividen Tunai dengan Likuiditas sebagai Variabel Moderating
Profitabilitas, Kesempatan Investasi, Likuiditas, dan KebijakanDividen Tunai
- Secara parsial, Profitabilitas dan Kesempatan Investasi tidak berpengaruh signifikan terhadap Kebijakan Dividen Tunai dan Likuiditas tidak dapat digunakan sebagai variabel moderasi dalam memperkuat hubungan antara Profitabilitas dan Kesempatan Investasi terhadap Kebijakan Dividen Tunai
Menggunakan variabel Profitabilitas dan Kesempatan Investasi sebagai variabel independen dan Kebijakan Dividen sebagai variabel dependen
- Penulis tidak menggunakan variabel Likuiditassebagai variabel moderating - Penulis menggunakan tambahan variabel independen yaitu insider ownership dan leverage
3.
Rizma Aulia (2012)
PengaruhProfita bilitas, InvestmentOppo rtunity Set danKepemilikan ManajerialTerha dapKebijakanDi videndenganLik uiditassebagaiV ariabelModerasi
Profitabilitas, InvestmentOpportuni ty Set, KepemilikanManajer ial, Likuiditasdan KebijakanDividen
- Secara parsial, Profitabilitas berpengaruh signifikan positif terhadap Kebijakan Dividen - Secara parsial, InvestmentOpport unity Set berpengaruh signifikan negatif terhadap Kebijakan Dividen - Secara parsial,Kepemilik anManajerial tidak berpengaruh signifikan terhadap Kebijakan Dividen - Secara simultan, Profitabilitas, InvestmentOpport unity Set danKepemilikan Manajerialberpen garuh signifikan secara statistic terhadap Kebijakan Dividen
Menggunakan variabel Profitabilitas, InvestmentOpportunit y Set, KepemilikanManajeri alsebagai variabel independen dan Kebijakan Dividen sebagai variabel dependen
Penulis tidak menggunakan likuiditas sebagai variabel moderasi dan penulis menggunakan tambahan variabel independen yaitu leverage
4.
Suci Marina (2013)
PengaruhProfita bilitas DanArusKas BebasTerhadap KebijakanDivid endenganKesem patanInvestasise bagaiVariabelInt ervening
Profitabilitas, Arus Kas Bebas, Kesempatan Investasi, dan KebijakanDividen
- Secara parsial,Profitabili tas berpengaruh negatif terhadap Kebijakan Dividen - Secara parsial, Arus Kas Bebas dan Kesempatan Investasi berpengaruh positif terhadap Kebijakan Dividen - Secara simultan, Profitabilitas dan Arus Kas Bebas melalui Kesempatan Investasi sebagai variabel intervening berpengaruh terhadap Kebijakan Dividen
Menggunakan variabel Profitabilitas sebagai variabel independen dan Kebijakan Dividen sebagai variabel dependen
- Penulis tidak menggunakan variabel Kesempatan Investasi sebagai variabel intervening dan Arus Kas Bebas sebagai variabel independen - Penulis menggunakan tambahan variabel independen yaitu leverage, insider ownership dan investment opportunity set
5.
Sumiadji( 2011)
Analisis Variabel Keuangan yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen
Return On Assets, Cash Ratio, Debt To Equity Ratio, Earning Per Share, Total Assets Turnover, dan Dividend Payout Ratio
- Secara parsial,ROAtidak berpengaruh signifikan terhadapDPR - Secara parsial, CR berpengaruhsigni fikan terhadap DPR - Secara parsial, DER tidak berpengaruh signifikan terhadap DPR - Secara parsial, EPS berpengaruh signifikan terhadap DPR - Secara parsial, TATO berpengaruh signifikan terhadap DPR - Secara simultan, ROA, CR, DER, EPS, dan TATO berpengaruh terhadap DPR
Menggunakan variabel Debt To Equity Ratio(DER) sebagai variabel independen dan Dividend Payout Ratiosebagai variabel dependen
- Penulis tidak menggunakan variabel Return On Assets, Cash Ratio, Earning Per Share dan Total Assets Turnoversebagai variabel independen
- Penulis menggunakan tambahan variabel independen yaitu Profitabilitas (ROE), insider ownership dan investment opportunity set
6.
Suharli dan Oktorina (2005)
Memprediksi Tingkat Pengembalian Investasi Pada Equity Securities Melalui Rasio Profitabilitas, Likuiditas, dan Hutang Pada Perusahaan Publik di Jakarta
Profitabilitas (ROI), Likuiditas (CR), Hutang (DER) dan Return Investasi (DPR)
- Secara parsial,Profitabili tas berpengaruh positif terhadap Dividend Payout Ratio - Secara parsial, Likuiditasberpen garuh positif terhadap Dividend Payout Ratio - Secara parsial,Leverageb erpengaruh negatif terhadap Dividend Payout Ratio
Menggunakan variabel LeveragedanProfitabil itas sebagai variabel independen dan Dividend Payout Ratiosebagai variabel dependen
- Penulis tidak menggunakan variabel Likuiditassebagai variabel independen
- Penulis menggunakan tambahan variabel independen yaitu Return On Equity (ROE) untuk Profitabilitas, insider ownership dan investment opportunity set
7.
Sisca Christiany Dewi (2008)
Pengaruh KepemilikanMa nagerial, Kepemilikan Institusional, Kebijakan Hutang, Profitabilitas, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen
KepemilikanManage rial, Kepemilikan Institusional, KebijakanHutang, Profitabilitas,Ukuran Perusahaan dan KebijakanDividen
- Secara parsial, KepemilikanMan agerial berpengaruh negatif terhadap Kebijakan Dividen - Secara parsial, Kepemilikan Institusional berpengaruh negatif terhadap Kebijakan Dividen - Secara parsial, KebijakanHutang berpengaruh negatif terhadap Kebijakan Dividen - Secara parsial, Profitabilitas berpengaruh negatif terhadap Kebijakan Dividen - Secara parsial, Ukuran Perusahaan berpengaruh positif terhadap Kebijakan Dividen
Menggunakan variabel KepemilikanManageri al dan Profitabilitas sebagai variabel independen dan Kebijakan Dividen sebagai variabel dependen
- Penulis tidak menggunakan variabelKepemilika n Institusional, KebijakanHutang,d anUkuran Perusahaansebagai variabel independen
- Penulis menggunakan tambahan variabel independen yaitu leverage dan investment opportunity set
8.
Sartono Agus (2001)
Kepemilikan Insider Ownership, Dalam (Insider Utang dan Ownership), KebijakanDividen Utang, dan Kebijakan Dividen : Pengujian Empirik Teori Keagenan (Agency Theory)
- Insider Ownership dan Utang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap Kebijakan Dividen
Menggunakan variabel Insider Ownership sebagai variabel independen dan Kebijakan Dividen sebagai variabel dependen
- Penulis tidak menggunakan variabel Utangsebagai variabel independen
- Penulis menggunakan tambahan variabel independen yaitu profitabilitas, leverage dan investment opportunity set
42
2.9
Kerangka Pemikiran Kebijakan
dividen
adalah
kebijakan
yang
berhubungan
dengan
pembayaran dividen oleh pihak perusahaan, berupa penentuan pembayaran dividen dan besarnya laba ditahan untuk kepentingan perusahaan. Perusahaan dalam menetapkan kebijakan dividen harus memperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh pada kebijakan dividen. Penetapan kebijakan dividen sangat penting karena berkaitan dengan kesejahteraan pemegang saham. Dalam menentukan kebijakan dividen tidaklah mudah karena dapat mempengaruhi kinerja perusahaan, nilai perusahaan, dan harga saham perusahaan (Sisca, 2008). Sementara itu prosentase laba yang dibayarkan dalam bentuk dividen kepada pemegang saham disebut dividend payout ratio (DPR). Pembagian dividen yang lebih besar cenderung akan meningkatkan harga saham yang berarti meningkatnya nilai perusahaan (Utami, 2008). Kebijakan dividen menyangkut tentang penggunaan laba yang menjadi hak para pemegang saham. Pada dasarnya laba tersebut dibagi sebagai dividen atau ditahan untuk diinvestasikan kembali. Jensen et all (1992), menjelaskan bahwa perusahaan akan menetapkan tingkat dividen yang membuat manajer dapat membiayai investasi perusahaan dengan dana internal. Bila kebijakan dividen sesuai dengan perkiraan manajemen dari kesempatan investasi di masa yang akan datang, maka perusahaan dapat mempertahankan dividen yang stabil dan memperoleh pendanaan ekuitas yang dibutuhkan melaui sumber internal. Pada umumnya pihak manajemen cenderung menahan kas untuk melunasi kewajiban dan melakukan investasi. Apabila kondisinya seperti ini, jumlah dividen yang akan dibayarkan menjadi relatif kecil. Sementara itu di pihak pemegang saham tentu saja menginginkan jumlah dividen kas yang tinggi sebagai hasil dari modal yang mereka investasikan. Kondisi seperti inilah yang dipandang agency theory sebagai konflik antara manajer dan investor ketika kedua kelompok saling berbeda (Keown et al, 2005:617). Jensen dan Meckling (1976) dalam Sudaryanti (2010) menyatakan konflik kepentingan antara manajemen (agen) dan pemegang saham (prinsipal) dapat diminimalkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat menyejajarkan
43
kepentingan-kepentingan tersebut. Dampak dari adanya mekanisme pengawasan akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost. Menurut Demsey & Laber (1992) seperti dikutip Susilawati (2000), masalah keagenan banyak dipengaruhi oleh insider ownership. Semakin besar insider ownership maka perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan pengelola perusahaan semakin kecil, mereka akan bertindak dengan lebih hatihati, karena mereka akan ikut menanggung konsekuensi yang mungkin timbul dari keputusan yang mereka buat. Adanya kepemillikan saham oleh manajer akan memotivasi mereka untuk menciptakan kinerja perusahaan secara optimal dan dapat menurunkan biaya keagenan. Perusahaan yang memiliki kemampuan membayar dividen diasumsikan masyarakat sebagai perusahaan yang menguntungkan. Kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba merupakan indikator dari kemampuan perusahaan untuk membayar dividen, sehingga profitabilitas dapat dianalisis sebagai faktor penentu terpenting
terhadap
dividen.
Profitability
(profitabilitas)
adalah
tingkat
keuntungan bersih yang berhasil diperoleh perusahaan dalam menjalankan operasionalnya. Keuntungan yang layak dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan memenuhi seluruh kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dan pajak. Perusahaan yang memperoleh keuntungan cenderung akan membayar porsi keuntungan yang lebih besar sebagai dividen. Semakin besar keuntungan yang diperoleh, maka akan semakin besar pula kemampuan perusahaan dalam membayar dividen (Brigham dan Houston, 2006:156). Para pemegang saham dan calon pemegang saham menaruh perhatian utama pada tingkat keuntungan, baik yang sekarang maupun kemungkinan tingkat keuntungan pada masa yang akan datang. Hal ini sangat penting bagi para pemegang saham dan calon pemegang saham karena keuntungan ini akan mempengaruhi harga saham-saham yang mereka miliki. Disamping tingkat keuntungan, para pemegang saham dan calon pemegang saham juga berkepentingan dengan tingkat leverage sebagai faktor lain dalam penilaian kelanjutan hidup perusahaan serta proyeksi terhadap distribusi income pada masa-
44
masa yang akan datang (Syamsuddin, 2007:89). Menurut Sartono (2001:257) di dalam manajemen keuangan, leverage adalah penggunaan aset dan sumber dana (sources of found) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetaep (beban tetap) dengan maksud agar meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Perusahaan menggunakan operatingdan financial leverage dengan tujuan agar keuntungan yang diperoleh lebih besar daripada biaya aset dan sumber dananya, dengan demikian akan meningkatkan variabilitas (risiko) keuntungan, karena jika perusahaan ternyata mendapatkan keuntungan yang lebih rendah dari biaya tetapnya maka penggunaan leverage akan menurunkan keuntungan pemegang saham. Dengan demikian konsep leverage tersebut sangat penting terutama untuk menunjukan kepada analis keuangan dalam melihat trade-off antara risiko dan tingkat keuntungan dari berbagai tipe keputusan finansial. Munculnya istilah Investment Opportunity Set (IOS) dikemukakan oleh Myers (1976) dalam Ahmad Riahi Belkaoui (2002) yang menguraikan pengertian perusahaan, yaitu sebagai satu kombinasi antara aktiva riil (asset in place)dan opsi investasi di masa yang akan datang. Sedangkan menurut Sriwardani (2006) IOS merupakan keputusan Investasi dalam bentuk aktiva yang dimiliki (assets in place) dan opsi investasi di masa yang akan datang, dimana IOS tersebut akan mempengaruhi nilai suatu perusahaan. Peluang investasi dimasa yang akan datang menjadi sebuah kesempatan yang juga diperhitungkan oleh perusahaan. Suharli (2007) menyatakan bahwa pada saat kondisi perusahaan sangat baik maka pihak manajemen akan cenderung memilih investasi baru daripada membayar dividen. Hal tersebut mengakibatkan dana yang seharusnya dapat dibayarkan sebagai dividen tunai kepada para pemegang saham akan digunakan untuk melakukan pembelian investasi.
45
Gambar 2.1 Gambar Kerangka Pemikiran Insider Ownership (X1) Insider Ownership adalahsebuah sebuah ukuran persentase saham yang dimiliki oleh direksi, manajemen, dan komisaris ataupun setiap pihak yang terlibat secara langsung dalam pembuatan keputusan perusahaan (Jensen and Meckling, 1976) dalam Agus Sartono (2001:112). Profitabilitas (X2) Profitabilitas menggambarkan kemampuan perusahaan mendapatkan laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada untuk melihat kemampuan perusahaan beroperasi secara efisien (Harahap, 2008:304). Leverage (X3) Rasio ini menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutu piutang-utang kepada pihak luar. Semakin kecil rasio ini akan semakin baik (Harahap, 2009:303)
Investment Opportunity Set (X4) Investment Opportunity Set (IOS) merupakan bentuk investasi yang dilakukan perusahaan sehingga menghasilkan nilai bagi perusahaan di masa mendatang. Rasio MVE/BVE ini digunakan dengan dasar pemikiran MVE/BVE mencerminkan bahwa pasar menilai return atas investasi perusahaan pada masa depan akan lebih besar dari return yang diharapkan ekuitasnya (Kallapur dan Trombley dalam Erlina, 2007:43)
Keterangan : = Pengaruh Secara Simultan = Pengaruh Secara Parsial
Dividend Payout Ratio (Y)
46
2.10
Hipotesis Penelitian Menurut Sugiyono (2008:96) hipotesis adalah jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan dan belum didasarkan pada fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Berdasarkan konsep, konstruk, penelitian terdahulu dan kerangka pemikiran di atas dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1 : Insider Ownership berpengaruh positif terhadap Dividend Payout Ratio H2 : Profitabilitas berpengaruh positif terhadap Dividend Payout Ratio H3 : Leverage berpengaruh negatif terhadap Dividend Payout Ratio H4 : Investment Opportunity Set berpengaruh negatif terhadap Dividend Payout Ratio H5 : Insider Ownership, Profitabilitas, Leverage dan Investment Opportunity Set berpengaruh secara simultan terhadap Dividend Payout Ratio