ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Rhodamin B Rhodamin B atau disebut juga tetra ethyl rhodamin dengan nama ilmiah 9[(2-carboxyphenyl)-6-dietilamino-3-xanthenylidene]-dietilamonium klorida (Tang dkk., 2012) yaitu pewarna organik dasar yang berisi 4 kelompok N-ethyl pada kedua sisi cincin xanthene (Abdel dkk., 2013). rhodamin B merupakan salah satu pewarna golongan xanthene yang banyak digunakan dalam industri tekstil, makanan, kosmetik dengan rumus molekul C28H31N2O3Cl dan berat molekul sebesar 479.000, struktur molekulnya dapat dilihat pada Gambar 2.1, memiliki stabilitas yang tinggi pada nilai pH yang berbeda (Cotta dkk., 2013). Sangat larut dalam air dan alkohol, sedikit larut dalam HCl dan NaOH, berbentuk serbuk kristal berwarna ungu kemerah-merahan dalam bentuk terlarut pada konsentrasi tinggi dan berwarna merah terang pada konsentrasi rendah serta berfluorensi kuat (Neil., 2006).
Gambar 2.1. Struktur molekul dari Rhodamin B (Aliabadi & Sagharigar., 2011)
6 tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7
Penggunaan rhodamin B dilarang di Eropa sejak 1984 karena termasuk karsinogen yang kuat, berbahaya jika tertelan oleh manusia dan hewan. rhodamin B dapat menyebabkan iritasi pada kulit, mata, saluran pernapasan dan saluran pencernaan (Tang dkk., 2012). Sedangkan dalam tubuh dapat mengakibatkan berbagai penyakit serius seperti kanker hati dan kerusakan ginjal. Hasil suatu penelitian menyebutkan bahwa dosis dan lama pemberian rhodamin B pada mencit akan berpengaruh nyata terhadap persentase kerusakan glomerulus. Hasil analisis histologis ginjal mencit memperlihatkan adanya tingkat kerusakan pada komponen penyusun ginjal yang meningkat seiring tingginya dosis dan lama pemberian. Kerusakan yang ditemukan berupa penyempitan ruang Bowman pada glomerulus, hipertropi, nekrosis dan serosis tubulus (Mayori dkk., 2013). 2.2. Proses Degradasi Rhodamin B Senyawa rhodamin B mengalami degradasi secara alami oleh sinar matahari yang berlangsung lambat, sehingga akumulasi di dalam perairan lebih cepat daripada proses degradasinya. Salah satu metode yang dapat meminimalkan polutan rhodamin B adalah fotodegradasi. Fotodegradasi akan membuat senyawa terurai menjadi molekul yang lebih sederhana dan lebih aman untuk lingkungan karena proses degradasi yang sempurna menghasilkan CO2 dan H2O. Proses fotodegradasi rhodamin B dapat dipercepat dengan mengunakan katalis TiO2, CuO, ZnO dan Fe2O3. Salah satu bahan semikonduktor yang banyak digunakan sebagai fotokatalis adalah TiO2 karena bersifat inert baik secara kimia maupun biologi, tidak beracun dan stabil terhadap korosi, dimana partikel TiO2 susah dipisahkan dari suspensi setelah proses fotodegradasi dan menjadi keruh sehingga mengganggu proses penyerapan cahaya oleh fotokatalis karena radiasi UV tidak mampu mengaktifkan seluruh partikel TiO2, akibatnya dapat menurunkan aktivitas fotokatalis. Partikel yang susah dipisahkan akan membutuhkan waktu yang lama untuk pemisahan filtrat dari padatan. Aktivitas fotokatalis TiO2 dapat ditingkatkan dengan menambahkan material penyangga seperti SiO2, ZrO2, Al2O3 dan lain-lain. SiO2 adalah salah satu material penyangga yang mempunyai luas permukaan besar, stabilitas suhu tinggi
tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8
dan kemampuan sedimentasi yang baik, sehingga partikel TiO2 mudah dipisahkan dari suspensi (Khasanah dkk., 2014). Metode fotodegradasi untuk rhodamin B telah dikembangkan oleh Khasanah dan Amaria (2014) yang menggunakan sintesis TiO2-SiO2 sebagai fotokatalis dalam mendegradasi zat warna rhodamin B dengan metode sol-gel yaitu TiO2 dan tetraetil ortosilikat (TEOS) sebagai prekursor SiO2. Larutan rhodamin B 10 ppm ditambahkan TiO2-SiO2 dan disinari lampu UV pada suhu kamar dengan lama penyinaran 15, 30, 45, 60, 75, 90 menit. Pengurangan konsentrasi larutan rhodamin B akibat fotodegradasi dianalisis dengan spektrofotometri UV-Vis, sehingga metode fotokatalis TiO2-SiO2 ini dapat mendegradasi rhodamin B sebesar 67,39 %, sedangkan dengan TiO2 sebesar 46,9067 %. Aktivitas fotokatalis dipengaruhi lama penyinaran yang menunjukkan bahwa semakin lama penyinaran maka aktivitas fotokatalis dalam mendegradasi rhodamin B semakin tinggi. Cotto dkk (2013) mengembangkan metode degradasi fotokatalitik rhodamin B dibawah irradiasi sinar UV-Vis menggunakan katalis nanostruktur yang berbeda untuk menentukan efisiensi katalis yang berbeda dalam mendegradasi senyawa organik dalam limbah cair. Dalam penelitian tersebut digunakan katalis yang disintesis. Pewarna rhodamin B (10-5 M) dilarutkan dalam air dan 0,6 gL-1 katalis yang ditambahkan ke dalam campuran reaksi dengan pemberian iradiasi. Hasil dari uji katalitik bahwa TiO2NWs adalah katalis sintesis yang paling efisien dalam mendegradasi rhodamin B hingga 96,44%. Sedangkan pada metode PLD (Pulsed Laser Deposition) dengan degradasi fotoelektrokatalitik dan elektroda Ti/TiO2 merupakan teknik yang banyak digunakan beberapa tahun terakhir ini karena memiliki keuntungan dari sistem pengaturan sederhana, mempunyai pilihan bahan banyak, tetapi perlunya gas atau peralatan vakum yang membuat proses menjadi sulit (Li dkk., 2006). Degradasi zat warna rhodamin B juga dikembangkan oleh Mukaromah dkk (2012) dalam proses oksidasi lanjutan dengan metode Feton berdasarkan variasi konsentrasi H2O2. Dalam penelitian ini melakukan degradasi zat warna secara buatan yaitu zat warna rhodamin B dalam kondisi optimum (waktu
tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9
pengolahan, dosis H2O2 dan Fe2+, pH 3) menghasilkan efisiensi yang paling baik atau maksimal dalam skala laboratorium dan menghitung presentase penurunan konsentrasi warna rhodamin B setelah diolah menggunakan proses Fenton. Dari hasil diperoleh panjang gelombang optimum sebesar 550 nm dan waktu reaksi optimum 15 menit. Kondisi optimum dalam mendegradasi zat warna rhodamin B 100 ppm tercapai pada [Fe2+] 100 ppm sebanyak 10 mL yaitu sebesar 23.54 % dengan pertimbangan lebih ekonomis. Pemakaian H2O2 dalam jumlah besar akan meningkatkan degradasi zat warna rhodamin B. Sehingga zat warna rhodamin B 100 ppm dengan 10 mL [Fe2+] 100 ppm dan H2O2 450 ppm terdegradasi 85.47 % selama 120 menit. Safni dkk (2008) juga mengembangkan metode degradasi zat warna rhodamin B secara sonolisis dan fotolisis dengan penambahan TiO2-anatase. Pada metode sonolisis dilakukan dengan gelombang ultrasonik pada frekuensi 47 kHz dalam air limbah memiliki efisiensi yang besar dalam mendegradasi senyawa yang sukar terurai menjadi CO2 dan H2O. Kondisi optimum pada degradasi 2 mg/L rhodamin B dengan penambahan 0,1 gram TiO2-anatase diperoleh pada pH 5, suhu 40 oC dengan presentase degradasi 46,41% selama 120 menit. Sedangkan pada metode fotolisis dilakukan dengan irradiasi sinar UV, dimana polutan organiknya dapat dioksidasi menjadi CO2 dan H2O dengan 2 mg/L rhodamin B dan penambahan 0,1 gram TiO2-anatase diperoleh presentase degradasi sebesar 93,49% pada pH optimum 5 selama 120 menit. Sehingga rhodamin B lebih cepat terdegradasi dengan metode fotolisis dibandingkan dengan metode sonolisis
2.3. Degradasi Seacara Elektrokimia Degradasi
secara
elektrokimia
merupakan
suatu
metode
untuk
menguraikan senyawa organik menjadi senyawa kecil penyusunnya atau menjadi senyawa lain yang salah satunya meliputi proses oksidasi langsung dan tidak langsung dengan energi potensial, sehingga metode ini efektif untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan karena dapat mendegradasi senyawa organik
tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10
berbahaya menjadi tidak berbahaya dan dapat digunakan untuk mendegradasi limbah zat warna dari industri tekstil (Lee., 2008). Selain dapat menguraikan senyawa organik, degradasi secara elektrokimia juga dapat mengolah limbah anorganik. Penguraian limbah dengan teknik ini lebih efisien dan hemat energi. Hasil akhir dari penguraian limbah organik adalah H2O dan gas CO2, sedangkan limbah anorganik seperti logam-logam akan terendapkan di katoda. Logam yang sudah terendapkan di katoda dapat dipisahkan dengan melarutkan logam tersebut dalam asam kuat, kemudian dipisahkan menjadi logam murni melalui pengendapan. Proses yang terjadi pada degradasi elektrokimia adalah reaksi kimia tidak terjadi secara langsung tetapi memerlukan arus listrik agar reaksi kimia dapat berlangsung sehingga memerlukan energi dari luar melalui sumber arus DC. Beberapa peneliti mengatakan bahwa degradasi secara elektrokimia sangat sesuai dalam pengolahan limbah tekstil untuk mengurangi polutan organik, anorganik, zat warna dan logam berat sebelum dibuang ke badan air karena degradasi di anoda mudah terjadi. Cara ini lebih hemat, tidak menghasilkan bahan-bahan pencemar baru, tidak memakai bahan-bahan kimia, katalis dan suhu tinggi karena elektroda yang digunakan dapat berfungsi sebagai katalis dan tempat oksidasi, tidak memerlukan proses pemisahan karena katalis bersifat heterogen dan mudah dalam penggunaannya, tetapi hanya memerlukan arus atau potensial dalam jumlah kecil karena terjadi perpindahan elektron di permukaan elektroda. Teknik ini ramah lingkungan yang dikenal sebagai teknologi hijau masa depan. Elektroda
merupakan
bagian
terpenting
dalam
proses
degradasi
elektrokimia. Secara umum, semua elektroda adalah katalis dan semua reaksi elektrokimia melibatkan katalis heterogen yang dipengaruhi oleh medan listrik. Elektroda adalah katalis yang berguna untuk memindahkan elektron sehingga disebut
katalis
elektrokimia
(electrocatalyst)
dan
peristiwanya
adalah
elektrokatalisis (electrocatalysis) (Riyanto., 2013). Elektroda yang baik harus mempunyai sifat-sifat seperti kestabilan, konduktivitas dan elektrokatalis yang baik. Elektroda alloy merupakan gabungan
tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11
antara Cr, Ni dan Mg (stainless steel) secara spesifik banyak digunakan dalam elektrolisis limbah tekstil (Polcaro dkk., 1999). Kereaktifan elektroda tergantung dari jenis bahan, morfologi permukaan dan desain elektroda. Logam padat seperti platinum, nikel dan tembaga mempunyai kemampuan yang baik sebagai elektroda. Elektroda dibuat dari unsur khusus yang mempunyai sifat katalis, meningkatkan selektifitas hasil, kestabilan dalam larutan dan elektrolit serta dapat menurunkan potensial sel. Elektroda diletakkan berdekatan agar potensial sel dapat diminimumkan tetapi tidak boleh bersentuhan. Sumber tegangan DC diberikan sebagai energi listrik dengan potensial sel rendah pada rentang antara 3-15 volt, dimana pada umumnya potensial optimum diperoleh pada 7,5 volt. Larutan elektrolit pendukung juga mempengaruhi degradasi elektrokimia, dimana larutan elektrolit merupakan larutan yang mengandung ion dan dapat menghantarkan arus listrik dengan mudah. Bahan dan hasil reaksi secara umum akan bercampur sehingga diperlukan pemisah berupa selaput (membran). Bahan yang dapat digunakan sebagai larutan elektrolit adalah tidak mudah mengalami oksidasi atau reduksi, memiliki sifat konduktor yang baik dan tidak mudah bereaksi. Larutan garam sebagai elektrolit diperlukan untuk mempertahankan konduktivitas yang cukup dalam larutan dan dapat mempercepat degradasi polutan (Riyanto., 2013). Beberapa larutan elektrolit yang dapat digunakan untuk degradasi elektrokimia adalah NaCl, CaCl2, KCl, Na2CO3, NaF, Na2SO4 (Ghalwa., 2012), tetapi menurut Kariyajjanavar (2011) bahwa larutan elektrolit pendukung yang sering digunakan dalam penelitian adalah larutan NaCl dan Na2SO4, karena kedua larutan elektrolit ini paling efektif dalam meningkatkan konduktivitas listrik dalam limbah zat warna dan dapat mengurangi waktu elektrolisis. Semakin tinggi konsentrasi larutan elektrolit, maka hasil degradasi semakin baik (Riyanto., 2013). Larutan elektrolit selain sebagai penghantar arus listrik juga akan terlibat dalam reaksi, hal ini dikarenakan penggunaan karbon (C) sebagai elektroda inert dan mengakibatkan ion-ion elektrolit dalam larutan akan mengalami reaksi oksidasi reduksi. Elektrolit NaCl lebih baik dari pada elektrolit lainnya seperti
tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12
Na2SO4, NaOH, H2SO4 ketika digunakan untuk pengolahan limbah pewarna. Selain itu keberadaan ion Cl- sangat penting sebagai sumber dari klor aktif. Proses yang dialami oleh elektrolit NaCl pada proses elektrolisis adalah sebagai berikut : 2Na+ + 2Cl-
2NaCl Katoda
: 2H2O + 2e-
OH- + H2
Eo = -0,828 V
Anoda
: 2Cl-
Cl2 + 2e−
Eo = -1,3583 V
Keseluruhan
: 2NaCl +H2O
2OH- + H2 + Cl2+ 2Na+
Reaksi samping : Cl2 + 2OH2NaCl + 2H2O
+
Cl - + OCl- + H2O Cl- + OCl- + H2O + H2 + 2Na+
Na2SO4 juga merupakan salah satu larutan elektrolit pendukung yang sering digunakan untuk degradasi secara elektrokimia. Choi (2010) menggunakan larutan elektrolit pendukung Na2SO4 untuk proses degradasi zat warna rhodamin B, dimana pada larutan elektrolit Na2SO4 juga memiliki efisiensi arus rata-rata sekitar 4 – 22%. Pengaruh pH dilakukan untuk mengukur derajat keasaman atau kebasaan dalam berbagai sampel. Keadaan steady state adalah keadaan dimana fenomena keseimbangan terjadi di antara permukaan elektroda dan larutan yang tergantung pada waktu. Selama proses, waktu diperlukan hingga terjadinya perubahan dari keadaan kesetimbangan menjadi keadaan steady state, dimana dalam keadaan tersebut potensial elektroda, arus dan konsentrasi analit di antara elektroda-larutan bergantung pada waktu. Kebergantungan potensial dan arus terhadap waktu merupakan dasar dari elektrokimia (Riyanto., 2013). Menurut Aliabadi dan Sagharigar (2011) menyatakan bahwa pada proses degradasi fotokatalitik dengan UV/TiO2 diperoleh degradasi maksimum rhodamin B mencapai 98,71% pada pH 7 dan 88,09% pada pH 9,0. Sehingga pH optimum degradasi fotokatalitik pada pH 7,0 selama 90 menit dengan konsentrasi Rhodamin B optimum sebesar 10 mg/L. Pada penelitian lain menyatakan bahwa tingkat degradasi rhodamin B dengan elektroda Ti/TiO2 paling efektif pada pH 10 dengan waktu optimum selama 2 jam (Li dkk., 2006). Sedangkan menurut Safni
tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13
(2008) menyatakan bahwa pada metode fotolisis dengan TiO2 anatase diperoleh kondisi optimum pada pH 5,0 dan presentase degradasi rhodamin B sebesar 93,49%, dimana presentase degradasi rhodamin B akan meningkat dengan bertambahnya waktu pada kondisi asam (pH ≤ 5) yang bersifat hidrofobik karena banyak OH yang terbentuk untuk mendegradasi rhodamin B.
2.4. Karbon nanopori Karbon nanopori adalah salah satu bahan yang dapat digunakan untuk membuat elektroda yang merupakan karbon aktif yang memiliki ukuran pori 100 nm yang terbuat dari bahan baku arang dari bahan lignosellulosa. Peningkatan jumlah dan ukuran pori dilakukan melalui proses aktivasi dengan beberapa cara yaitu fisika, kimia dan cetakan (template). Aktivator berfungsi untuk mengoksidasi
molekul-molekul
permukaan
sehingga
karbon
mengalami
perubahan sifat fisika dan kimia yaitu bertambahnya luas permukaan dan kemampuan penyerapan yang lebih baik. Karbon nanopori dapat diterapkan dalam berbagai bidang industri sebagai bahan penyerap, penyaring air, pemisahan gas, serat sintetik dan elektroda penyimpan energi. Karbon nanopori memiliki sifat dalam penyerapan yang kuat, stabil terhadap pemanasan tinggi (Yamada dkk., 2009), mempunyai luas permukaan spesifik tinggi dan porositas mudah diatur (Zhu dkk., 2007). Elektroda dengan bahan karbon nanopori ini digunakan dalam bentuk pasta yang permukaannya dapat diperbarui, berpori dan berukuran kecil (Rohmaniyah dkk., 2014). Sebuah elektroda karbon pasta terbuat dari campuran bubuk grafit dan cairan pasta seperti parafin. Elektroda ini banyak digunakan terutama untuk pengukuran voltametri tapi sensor berbasis karbon pasta juga dapat diterapkan dalam coulometri seperti amperometri dan potensiometri. Elektroda karbon pasta mudah diperoleh dan murah (Monica dkk., 2012).
tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14
2.5. Proses Degradasi Limbah Zat Warna Secara Elektrokimia Degradasi secara elektrokimia merupakan suatu proses degradasi kontinyu dengan menggunakan arus listrik searah melalui peristiwa elektrolisis. Metode degradasi elektrokimia limbah sudah dilakukan oleh beberapa negara maju dalam upaya pengolahan limbah, dimana kelebihan dari elektrodegradasi antara lain tidak memerlukan peralatan yang rumit dan mudah untuk dioperasikan yang dapat dilihat pada Gambar 2.2, tidak menghasilkan limbah lain berupa sludge dan lebih cepat mereduksi kandungan partikel yang paling kecil. Hal ini disebabkan pengunaan listrik ke dalam air akan mempercepat pergerakan partikel di dalam air sehingga akan memudahkan proses degradasi (Nugroho., 2013).
Sumber arus DC
Gambar 2.2. Peralatan Elektrolisis Degradasi limbah secara elektrokimia paling banyak menggunakan proses oksidasi. Oksidasi merupakan suatu molekul yang memperoleh oksigen atau kehilangan hidrogen, sehingga molekul tersebut tereduksi. Menurut Alinger (1976) bahwa reaksi oksidasi yaitu menghilangkan atom H atau terjadi pembentukan ikatan baru antara C dan H.
tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15
Gambar 2.3. Proses oksidasi reduksi pada degradasi secara elektrokimia
Gambar 2.4. Prinsip kerja degradasi secara elektrokimia Gambar 2.3 dan 2.4 menjelaskan bahwa prinsip kerja degradasi secara elektrokimia dalam menurunkan konsentrasi warna yaitu dengan memanfaatkan reaksi reduksi oksidasi (redoks) pada kedua elektroda yaitu sebagai akibat adanya arus listrik searah (DC). Pada reaksi ini terjadi pergerakan dari ion-ion positif (kation) yang bergerak pada katoda yang bermuatan negatif, sedangkan ion-ion negatif (anion) bergerak menuju anoda yang bermuatan positif. Mekanisme reaksi pembentukan yang terjadi pada anoda dan katoda dengan elektrolit NaCl dapat ditunjukan pada reaksi sebagai berikut.
tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16
Reaksi Katoda
: 2H2O + 2e-
2OH- + H2
Eo = -0,828 V
Reaksi Anoda
: 2Cl-
Cl2 + 2e-
Eo = -1,3583 V +
Reaksi sel
: 2Cl- + 2H2O Cl2 + 2OH-
2OH- + H2 + Cl2 Cl- + OCl- + H2O
Pada katoda terbentuk gas H2 dan OH- sebagai hasil dari reduksi H2O. Ion Na+ tidak mengalami reduksi karena E0 reduksi air lebih besar dibandingkan dengan E0 ion Na+, sehingga air lebih mudah mengalami reduksi membentuk gas hidrogen dan ion hidroksida. Reaksi utama terjadi pada anoda yaitu terbentuk Cl2, karena karbon (C) merupakan elektroda yang inert dan tidak ikut bereaksi, sehingga pada elektrolisis larutan mengandung ion Cl- yaitu yang lebih mudah dioksidasi dibandingkan dengan air dan akan teroksidasi membentuk Cl2. Dalam proses ini akan terjadi proses reaksi reduksi air menjadi gas hidrogen (H2) dan ion hidroksida (OH-) pada katoda, sedangkan pada anoda terjadi reaksi oksidasi ion Cl- menjadi gas Cl2 dengan kelarutan dalam air sebesar 20 g/mL pada 25 oC dan tekanan atmosfer. Klor (Cl2), asam hipoklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-) merupakan agen pengoksidasi yang kuat dan digolongkan ke dalam klor aktif yang memiliki kemampuan untuk mendegradasi zat warna di dalam limbah karena merupakan oksidator yang sangat kuat dengan kelarutan dal. Proses degradasi zat warna dalam limbah dimulai ketika terbentuk klor aktif dari hasil reaksi pada katoda dan anoda dalam larutan. Dalam reaksi degradasi elektrokimia, senyawa zat warna oleh klor aktif akan mengalami degradasi menjadi senyawa-senyawa penyusunnya melalui proses oksidasi, sehingga sudah tidak membahayakan saat dibuang ke lingkungan (Nugroho., 2013). Chatzisymeon dkk (2006) mengatakan bahwa dua mekanisme yang memungkinkan senyawa organik didegradasi secara elektrokimia adalah pertama oksidasi secara langsung, dimana senyawa organik akan diadsorpsi pada permukaan anoda. Anoda akan mengoksidasi air dan senyawa organik dengan reaksi sebagai berikut :
tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih
ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17
Anoda
: 2H2O O2 + 4H+ + 4e-
Eo = -1,229 V
Katoda
: 2H2O + 2e- H2 + 2OH-
Eo = -0,828 V
Kedua, oksidasi secara tidak langsung yang menggunakan perantara zat-zat pengoksidasi kuat seperti klorin, hipoklorat, ozon, atau hydrogen peroksida yang dihasilkan secara elektrokimia. Dengan penambahan larutan elektrolit NaCl yang terbentuk pada permukaan anoda yang akan mengoksidasi senyawa organik dengan reaksi sebagai berikut. Anoda
: 2Cl- Cl2(g) + 2e-
Eo = -1,3583 V
Katoda
: 2H2O + 2e- H2 + 2OH-
Eo = -0,828 V
Larutan ruah
: 2Cl- + 2H2O Cl2 + 2OH- + H2 Cl2 + 2OH- Cl- + OCl- + H2O Zat warna + OCl- CO2 + H2O + Cl- + P
tesis
Degradasi pewarna rhodamin .....
Christ Kartika Rahayuningsih