4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sapi limousin Sapi Limousin memiliki pertumbuhan yang bagus dengan ciri-ciri umum sebagai berikut: ukuran tubuh besar dan panjang bulu berwarna cokelat, dimana pada bagian sekeliling mata dan kaki dari lutut ke bawah berwarna agak terang, tanduk pada jantan tumbuh ke luar dan agak melengkung. Hasil ternak sapi limosin memang punya beberapa keistimewaan tersendiri dibanding dengan sapi ternak jenis lainnya. Keistimewaan paling utama adalah proses pertumbuhannya lebih cepat. Kemudian badan serta ukuran beratnya yang juga lebih tinggi sehingga jumlah dagingnya pasti lebih banyak. Selain itu kwalitas sapi limousin juga dinilai lebih bagus dan lezat untuk dijadikan makanan. Maka tidak mengherankan bila nilai jual dari sapi jenis ini juga jauh lebih tinggi dan mahal. Sehingga keuntungan yang didapatkan oleh peternak atau pedagang tentu akan lebih banyak. Keunggulan lain memelihara ternak sapi limosin adalah waktu yang dibutuhkan untuk penggemukkan atau pertumbuhannya lebih pendek dan singkat. Dan yang membuat para peternak lebih nyaman adalah, sapi ini juga lebih tahan terhadap serangan berbagai macam penyakit, terutama antraks yang beberapa waktu lalu pernah merajalela dan membuat rugi banyak peternak (Pane, 1986). berat sapi jantan dewasa kira-kira 1.150 kg dan yang betina kira-kira 800 kg, Pertumbuhannya cepat, badanya panjang, datar dan padat (Pane Ismed 1986).
4
5
Gambar 2.1 Sapi limousin 2.2. Reproduksi sapi limousin Reproduksi merupakan proses penting bagi semua bentuk kehidupan. Tanpa melakukan reproduksi, tak satu spesies pun didunia ini yang mampu hidup lestari, begitu pula dengan hewan ternak baik betina maupun jantan (Toelihere,1979 dan marawali,2001). Reproduksi hewan jantan adalah suatu proses yang kompleks yang melibatkan seluruh tubuh hewan itu. Sistem reproduksi akan berfungsi bila makhluk hidup khususnya hewan ternak dalam hal ini sudah memasuki sexual maturity atau dewasa kelamin. Setelah mengalami dewasa kelamin, alat-alat reproduksinya akan mulai berkembang dan proses reproduksi dapat berlangsung baik ternak jantan maupun betina. Pada hewan ternak, alat kelamin jantan umumnya mempunyai bentuk yang hampir bersamaan, terdiri dari testis yang terletak di dalam skrotum, saluransaluran alat kelamin, penis, dan kelenjar aksesoris. Alat kelamin jantan dibagi menjadi alat kelamin primer berupa testis dan alat kelamin sekunder berbentuk saluran-saluran yang menghubungkan testis dengan dunia luar yaitu vas deferent, epididimis, vas deferent, dan penis yang di dalamnya terdapat uretra, dipakai untuk menyalurkan air mani dan cairan aksesoris keluar pada waktu ejakulasi .
6
Gambar 2.2 Reproduksi sapi limousin jantan
2. 3. Anatomi Organ reproduksi ternak jantan terdiri dari testes, scrotum, corda spermaticus, kelenjar tambahan (glandula accessories), penis, preputium, dan sistem saluran reproduksi jantan. Sistem saluran ini terdiri dari vasa, efferentia yang berlokasi di dalam testis, epididymis, vas deferens, dan urethra external yang bersambung ke penis. Pada masa embrio, testis berasal dari corda genitalia primer, sedangkan sistem saluran reproduksi berasal dari ductus wolffii (Toelihere,1979). Alat reproduksi ternak jantan di bagi menjadi tiga yaitu; alat kelamin primer berupa testis, alat kelamin sekunder yaitu vas deverent, epididimis, penis, dan uretra, sedangkan kelenjar aksesoris yaitu kelenjar vesikula seminalis, kelenjar prostata, dan kelenjar cowper. 2.3.1 Alat kelamin primer. Testis adalah organ reproduksi primer pada ternak jantan, karena berfungsi menghasilkan gamet jantan (spermatozoa) dan hormon kelamin jantan (androgens). Testis berlokasi di dekat ginjal turun melalui canalis inguinalis masuk ke dalam scrotum. Turunnya testis terjadi akibat memendeknya gubernaculum, sebuah ligamentum yang memanjang dari daerah inguinalis kemudian bertaut pada cauda epididymis. Pemendekan gubernaculum terjadi karena pertumbuhan gubernaculum tidak secepat pertumbuhan tubuh. Testis terletak dekat dengan daerah inguinalis dan tekanan intra-abdominal membantu
7
testis melalui canalis inguinalis masuk scrotum. Hormon yang terlibat dalam pengaturan turunnya testes adalah gonadotropins dan androgen. Testis pada sapi mempunyai panjang berkisar 10-13 cm, lebar berkisar 56,5 cm dan beratnya 300-400 gr. testis ditutupi oleh tunica vaginalis, sebuah jaringan serous yang merupakan perluasan dari peritoneum. Lapisan ini diperoleh ketika testis turun masuk ke dalam scrotum dari tempat asalnya dalam ruang abdominal yang melekat sepanjang garis epididymis. Lapisan luar dari testis adalah tunica albuginea testis, merupakan membran jaringan ikat elastis berwarna putih. Pembuluh darah dalam jumlah besar dijumpai tepat di bawah permukaan lapisan ini. Lapisan fungsional dari testis, yaitu parenchyma terletak di bawah lapisan tunica albuginea. Parenchyma ini berwarna kekuningan, terbagi-bagi oleh setiap yang tidak sempurna menjadi segmen-segmen. Parenchyma mempunyai pipa-pipa kecil didalamnya yang disebut tubulusseminiferous (tunggal), tubuli seminiferi (jamak). Tubuli seminiferi berasal dari primary sex cord yang berisi selsel benih (germ cells), spermatogonia, dan sel-sel pemberi makan, yaitu sel sertoli. Sel sertoli berukuran lebih besar dengan jumlah lebih sedikit dari pada spermatogonia. Hormone gonadotropin adalah kelenjar pituitary, follicle stimulating hormone (FSH) memacu sel-sel sertoli menghasilkan androgen binding protein (ABP) dan inhibin. Tubuli seminiferi bersambungan dengan sebuah tenunan tubulus, yaitu rete testes yang berhubungan dengan 12-15 saluran kecil, yaitu vasa efferentia yang menyatu pada caput epididymis. Hormone testosterone diperlukan untuk perkembangan tanda-tanda kelamin sekunder dan untuk tingkah laku perkawinan secara normal. Testosterone juga berfungsi untuk mengontrol aktivitas kelenjar-kelenjar tambahan (accessory glands), produksi spermatozoa, dan pemeliharaan system saluran reproduksi jantan. Sedangkan perannya dalam diri ternak sendiri adalah membantu mempertahankan kondisi optimum
pada
spermatogenesis,
transportasi
spermatozoa
dan
spermatozoa ke dalam saluran reproduksi betina (Anonymous.2009).
deposisi
8
2.3.2. Alat kelamin sekunder (1). Vas deverent Vas deferens. Merupakan sebuah saluran dengan satu ujung berawal dari bagian ujung distal dari cauda epididymis. Kemudian dengan melekat pada peritoneum, membentang sepanjang corda spermaticus, melalui daerah inguinalis masuk ruang pelvis, dimana vas deferens bergabung dengan urethra di suatu tempat dekat dengan lubang saluran kencing dari vesica urinaria. Bagian vas deferens yang membesar dekar dengan urethra, di sebut ampulla. Vas deferens mempunyai otot daging licin yang tebal pada dindingnya dan mempunyai fungsi tunggal yaitu sebagai sarana transportasi spermatozoa. Spermatozoa dikumpulkan dalam ampulla selama ejakulasi, sebelum dikeluarkan ke dalam urethra (Toelihere,1979 dan marawali,2001). (2). Urethra. Merupakan sebuah saluran tunggal yang membentang dari persambungan dengan ampulla sampai ke pangkal penis. Fungsi urethra adalah sebagai saluran kencing dan semen. Pada sapi dan domba selama ejakulasi terjadi percampuran yang kompleks antara spermatozoa yang padat asal vas deferens dan epididymis dengan cairan sekresi dari kelenjar-kelenjar tambahan dalam urethra yang berada di daerah pelvis menjadi semen (Toelihere,1979 dan marawali,2001). (3). Penis Merupakan organ kopulasi pada ternak jantan, membentang dari titik urethra keluar dari ruang pelvis di bagian dorsal sampai dengan pada orificium urethra eksternal pada ujung bebas dari penis. Pada sapi penis mempunyai bagian yang berbentuk seperti huruf “S” (sigmoid flexure) sehingga penis dapat ditarik dan berada total dalam tubuh. mempunyai musculus retractor penis, yaitu sepasang otot daging licin, jika releks memberikan kesempatan penis untuk memanjang dan jika kontraksi dapat menarik penis ke dalam tubuh kembali. Pada sapi terdapat Jaringan erectile adalah jaringan cavernous (sponge) terletak dalam dua daerah penis, yaitu pada corpus spongiosum penis yang merupakan jaringan cavernouse
yang
terletak
di
sekitar
urethra,
ditutupi
oleh
musculus
bulbospongiosum pada pangkal penis. Kemudian pada corpus cavernosum penis,
9
merupakan sebuah daerah jaringan cavernouse yang lebih besar, terletak di bagian dorsal dari corpus spongiosum penis. Pada mulanya kedua cavernouse tersebut berasal dari musculus ischlocavernouse. Kedua musculus bulbospongiosum dan musculus ischlocavernous adalah otot daging seran lintang yang merupakan musculus skeletal bukan otot daging licin sebagaimana halnya dengan otot-otot daging licin yang pada umumnya ada pada saluran reproduksi ternak jantan maupun betina. Pada saat ereksi penis dari type fibroelastic, diameternya tidak banyak berbeda dengan pada saat releks, tetapi pada penis type vascular, diameternya menjadi lebih besar dibandingkan ketika tidak ereksi (Housebandry 2009). Menurut tipenya penis dibagi menjadi dua macam yaitu: 1.Tipe muskulokavernosus yang terdapat pada golongan anjing, kuda, primata dan sebagainya. 2.Tipe fibroelastis terdapat pada sapi , domba, kambing, babi, rusa, dan kerbau. Penis mempunyai fungsi sebagai alat kopulasi dan jalan keluar air mani pada waktu ejakulasi dan mendeposisikan air mani pada alat kelamin betina. Permukaan penis terutama kepala penis (glans penis ) sangat kaya dengan syaraf. Oleh karena itu, bagian ini sangat peka terhadap segala rangsangan, seperti panas, dingin atau sakit. hal ini penting untuk diperhatikan terutama pada waktu pengambilan air mani seekor pejantan dengan memakai vagina buatan. Perlakuan yang kasar dan suhu yang panas atau dingin, demikian pula permukaan yang terlalu kasar dari vagina buatan dapat mengakibatkan terganggunya proses ejakulasi, sehingga air mani yang dihasilkan sangat berkurang. Oleh karena itu, suhu yang tepat dan permukaan vagina yang licin harus diperhatikan dari pengambilan air mani dengan memakai vagina buatan. penis mempunyai persediaan darah yang besar dan permukaan yang lunak karena itu penis mudah sekali terluka dan pendarahan bisa cepat terjadi. Preputium mempunyai arti sama dengan sarung adalah ivaginato dari kulit yang membungkus secara sempurna pada ujung bebas dari penis. Perkembangan embrionik dari organ ini sama dengan perkembangan dari organ labiaminira pada ternak betina. Prepuce dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian prepenile, lipatan luar dan bagian penile, lipatan
10
dalam. Sekitar lubang prepuse ditumbuhi oleh rambut panjang dan kasar. Pada saat penampungan semen dalam program inseminasi buatan, perlu diadakan pencukuran terhadap rambut ini, untuk menjaga agar semen tidak tercemar oleh kotoran yang kemungkinan besar menempel pada rambut tersebut (Housebandry 2009). (4). Epididimis Epididimis berbentuk bulat panjang dan melekat pada testis. Epididimis ini terbagi menjadi 3 bagian, yaitu caput ( kepala) corpus (badan) dan kauda (ekor). caputepididimis menelungkupi testis. Epididimis
berisi duktus mulai
caput
berkelok kelok rapat sekali. Panjang duktus epididimis bila direntangkan adalah 36 m pada sapi dewasa dan 54 m pada babi dewasa (Widayati et al,2008). Fungsi penting dari epididimis
adalah tempat penyimpanan spermatozoa secara
fisiologis. (5). Kelenjar aksesoris Kelenjar aksesoris terdiri dari a.Vesica seminalis Berfungsi
untuk
menyimpan
spermatozoa
dan
juga
sekretanya
ditumpahkan pada semen ketika terjadi ejakulasi, sekretnya mengandung protein, enzim, dan flavin. b.Prostata Hanya ada satu dan terdapat pada pangkal uretra. Kelenjar ini terdiri dari bagian corpusprostata dan pars diseminata. Kelenjar ini mempunyai banyak saluran (ductuli prostatici). Kelenjar ini berfungsi untuk memberi bau khas pada sperma. c. Kelenjar Bulbouretralis Disebut juga dengan kelenjar cowper, yang berjumlah sepasang dan terletak didekat apertura pelvis caudalis. Kelenjar ini berfungsi untuk membersihkan saluran uretrase sebelum spema melewatinya. (6). Tubulus seminiferus Didalam
testis
terdapat
saluran
halus
yang
merupakan
tempat
pembentukan sperma, di sebut tubulus seminiferus. dinding Tubulus seminiferus
11
tersusun dari jaringan epitelium dan jaringan ikat. Didalam jaringan epitelium terdapat sel induk
spermatozoa (spermatogen)
dan sel sertoli. Sel sertoli
berfungsi memberi nutrisi pada sperma. Di antara tubulus seminiferus terdapat sel –sel interstissial yang menghasilkan hormon testosteron dan hormon kelamin jantan lainya (Syahrum,1994) (7). Proses spermatogenesis pada sapi Spermatogenesis adalah proses dimana spermatogonia berkembang menjadi spermatosit, tahap masak dari spermatosit yang menghasilkan spermatid dengan jumlah kromosom berkurang (haploid), spermiogenesis merupakan proses transformasi dari spermatid menjadi spermatozoa (Dellmann dan Brown, 1992). Spermatogenesis dimulai dengan pertumbuhan spermatogonium menjadi sel- sel yang lebih besar yang kemudian disebut sebagai spermatosit primer. Selsel ini membelah (pertama secara mitosis) menjadi dua spermatosit sekunder yang sama besar, yang kemudian mengalami pembelahan meiosis menjadi empat spermatid
yang
sama
besar
pula.
Spermatid
ini yaitu sebuah sel bundar dengan sejumlah besar protoplasma, yang merupakan gamet dewasa dengan jumlah kromosom haploid (Dellmann dan Brown, 1992).
Gambar 2.3.1Proses spermatogenesis pada sapi
Beberapa tipe sel dalam tahap perubahan bentuk telah ditentukan menjadi sebuah daur perubahan sel. Sebanyak 14 tahap perubahan sel telah diketahui pada beberapa spesies, dimana hanya terdapat 6 tahap yang diketahui pada manusia. Pada sapi, sebanyak 12 tahap perubahan telah dijelaskan. Tahap spermiogenesis digunakan untuk mengklasifikasikan beberapa tahap daur. Waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah daur ephitelium seminiferous bergantung pasa
12
masing-masing spesies. Lamanya waktu yang diperlukan adalah 9 hari pada babi, 10 hari pada kambing, 12 hari pada kuda, dan 14 hari pada sapi (Hafez, 2000). Perjalanan spermatozoa melewati epididimis tergantung pada tempat kontraksi dinding saluran. Spermatozoa diangkut melalui epididimis dalam waktu kira-kira 7 hari pada sapi. Waktu transit sperma mungkin berkurang 10-20% seiring meningkatnya frekuensi ejakulasi. Bagian utama tempat penyimpanan sperma pada organ reproduksi jantan berada pada ekor epididimis, dimana ekor epididimis mengandung 70% dari jumlah total spermatozoa, sebaliknya vas deferens hanya mengandung 2% (Hafez dan Hafez, 2000). 2.4. Teknik-teknik evaluasi semen pada sapi (1). Menghitung jumlah sperma. Sekali ejakulasi, sapi jantan menghasilkan semen 2–12 ml dengan konsentrasi (jumlah) 1 satu miliar hingga 5,8 miliar sel sperma. Jumlah rata-rata sperma per ejakulat 4,8 miliar sel dengan sperma motil (agresif) berkisar 65%. (2). Morfologi sperma Sel kelamin atau gamet merupakan hasil proses gametogenesis yaitu pada jantan gametogenesis. Spermatozoid vertebrata terdiri atas bagian kepala, leher, bagian tengah dan ekor yang berupa flagel panjang. Sperma hewan-hewan yang berbeda, berbeda pula dalam ukuran, bentuk dan mobilitasnya. Bentuk spermatozoid adalah spesifik spesies, perbedaannya terutama pada bentuk kepalanya yaitu dari bulat pipih sampai panjang lancip (Muchtaromah, 2006). Walaupun ukuran dan bentuk sperma berbeda-beda pada berbagai jenis hewan namun struktur morfologinya adalah sama. Panjang dan lebar kepala kira-kira 8,0 sampai 10,0 mikron dan 4,0 sampai 4,5 mikron pada sperma sapi. Permukaan sperma dibungkus oleh suatu membran lipoprotein. Apabila sel tersebut mati, permeibilitas membran meninggi, terutama di daerah pangkal kepala, dan hal ini merupakan dasar dari pewarnaan semen yang membedakan sperma hidup dari yang mati (Mozes, 1979). Semen atau mani dalam ilmu reproduksi hewan adalah zat cair yang keluar dari tubuh melalui penis sewaktu kopulasi. Lebih lanjut telah di ketahui bahwa semen yang dimaksud dalam ilmu reproduksi itu terdiri dari
13
bagian yang berupa sel dan bagian yang tidak bersel. Sel-sel itu hidup dan bergerak disebut spermatozoa dan cairan di dalam mana sel-sel itu berenang disebut seminal plasma (Partodihardjo, 1992). (3). Motilitas sperma Volume semen sapi antara 2–12 ml, konsentrasi 1000–1800 x 106 sel/ml, motilitas sebesar 65% dan nilai rata-rata spermatozoa yang mati dalam beberapa pemeriksaan contoh semen berkisar 20 persen (Toelihere 1993). Sedangkan volume normal berkisar 5–8 ml dan konsentrasi semen dengan metode penampungan menggunakan vagina buatan adalah berkisar 800–2000 x 106/ml (Garner dan Hafez 1993). (4). Pewarnaan membedakan sperma hidup atau mati Kualitas sperma baik sekali apabila dengan pebesaran 10×10 telihat gelombang-gelombang besar, jelas dan begerak cepat (Partodihardjo 1992). Gelombang-gelombang ini dapat dikenal karena tampak lebih gelap. Penilaian aktivitas massa sel sperma dinyatakan dengan tanda tiga plus (+ + +) atau aktif sekali. Kualitas sperma baik, bila gelombang-gelombang dapat terlihat, meskipun tidak segelap golongan baik sekali; demikian pula gerak gelombangnya agak lamban. Penilaian aktivitas spermatozoa dinyatakan dengan (+ +) atau dua plus. Artinya cukup aktif. Kualitas sperma kurang baik, bila gelombang tidak jelas terlihat; kalaupun telihat memerlukan pengamatan sungguh-sungguh. Bayangbayang gelap dari gelombang tidak tampak, lebih-lebih pergerakannya. Penilaian dinyatakan dengan satu plus (+). Kualitas sperma jelek bila, gelombang massa spermatozoa sulit ditaksir adanya. Penilaian dinyatakan dengan tanda minus (-) atau nol (0) artinya kosong, tidak ada aktivitas. 1. Standar kualitas semen untuk Inseminasi Buatan (IB) Standar minimum bagi kualitas semen yang bisa diproses untuk IB minimal mengandung 500 juta sel per ml dan 50% sperma hidup dan motil. Setiap ml untuk pemakaian IB (dosis IB) harus mengandung sedikitnya lima juta sel sperma hidup dan motil. Sedangkan untuk semen beku (frozen semen), karena 50% sperma mati gara-gara proses pembekuan, maka dosis IB sapi paling sedikitnya harus mengandung 12 juta sel sperma.
14
2.5. Regulasi hormonal reproduksi sapi jantan (1). Hormon Reproduksi Reproduksi yang normal pada ternak sapi tergantung pada hormon. Hormon adalah suatu substansi kimia yang khas yang diproduksi oleh kelenjar khusus (kelenjar endokrin). Sekresi hormon oleh kelenjar endokrin dilakukan dengan cara dirembeskan ke dalam pembuluh darah, karena kelenjar ini dikatakan sebagai kelenjar yang tidak memiliki saluran. Hormon reproduksi berasal dari berbagai organ di dalam tubuh ternak sapi, seperti hipotalamus, pituitary, gonad ( testis dan ovarium ), uterus dan plasenta. Hormon berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu Hormaein yang mempunyai arti yang menimbulkan gairah. Definisi klasik hormon adalah suatu zat kimia organik yang diproduksi oleh sel-sel khusus yang sehat, dirembeskan melalui aliran darah, dalam jumlah sedikit dan dapat menghambat atau merangsang aktivitas fungsional dari target organ atau jaringan (Mc Donald, L.E.1980). Hormon adalah subtansi yang dihasilkan oleh sel atau kelompok sel yang bergerak dalam aliran darah yang mengantarnya ke organ target atau jaringan dalam tubuh yang memberikan suatu reaksi yang dapat menolong mengkoordinasi fungsi-fungsi dalam tubuh (Sorensen, 1979). Hormon-hormon reproduksi dibagi dalam tiga kategori menurut unsur pembentuknya, yakni golongan protein (peptida), golongan steroid, dan golongan asam lemak. a. Hormon protein atau polipeptida bermolekul besar dengan berat molekul 30070.000 dalton dengan sifat-sifat mudah dipisahkan oleh enzim sehingga tidak dapat diberikan melalui oral tetapi harus diberikan melalui suntikan (ex : Gn-RH). b. Hormon steroid mempunyai berat molekul 300-400 dalton. Hormon steroid alami tidak efektif apabila diberikan melalui oral, tetapi steroid sintesis dan yang berasal dari tumbuhan dapat diberikan melalui oral maupun suntikan (ex : estrogen, progesteron, dan androgen). c. Hormon asam lemak mempunyai berat molekul 400 dalton dan hanya dapat diberikan melalui suntikan (ex : prostaglandin).
15
(2). Kelenjar aseoris dan sekretnya Kelenjar Hipofisa, yang masing-masing bagian anterior meghasilkan tiga macam hormon reproduksi yaitu, Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH) yang pada hewan jantan disebut dengan Interstitial Cell Stimulating Hormone (ICSH) dan Luteotropic Hormone (LTH), serta bagian posterior yang menghasilkan dua macam hormon yakni oksitoksin dan vasopressin. (3). Birahi/Libido Kemampuan Mengawini (Tomaszewska et al.2005). menyatakan bahwa sistem manajemen setelah penyapihan dapat berpengaruh terhadap tingkah laku sosial dan seksual sapi jantan. Sapi jantan yang dilepas pada padang penggembalaan tampaknya malu-malu dan lambat mendekati sapi betina birahi dengan waktu reaksinya 40,0 ± 26, 3 menit. Libido yang dinyatakan pada waktu tertentu mungkin tidak menggambarkan potensi pejantan tersebut karena libido sangat tergantung pada faktor-faktor lingkungan disamping faktor-faktor genetika. Misalnya apabila seekor pejantan berulang-ulang berkopulasi dengan betina yang sama pada situasi yang tidak berubah, sikap acuh tak acuh secara seksual mungkin terjadi, suatu keadaan yang disebut satiasi atau kepuasan seksual (Toelihere 1994). Beberapa cara telah dipergunakan untuk menentukan libido: (a) interval antar kopulasi yang berturut-turut ; (b) jumlah kopulasi untuk mencapai kepuasan seksual apabila stimulus lingkungan tidak berubah; (c) waktu yang dibutuhkan untuk pulih kembali sesudah satiasi seksual terhadap stimulus yang sama; atau (d) derajat peninggian respons seksual terhadap hewan baru sebagai stimulus (Toelihere 1994). 2.6. Faktor- fakrtor yang mempengaruhi kualitas semen pada penyimpanan. (1). Suhu Proses penyimpanan pada suhu rendah dapat merugikan spermatozoa baik struktural maupun fungsional akibat terjadinya cold shock maupun dari
16
keberadaan reactive oxygen species (ROS). Cold shock menyebabkan terjadinya perubahan susunan lipid membran akibat perubahan fase lipid dan fluiditas membran pada sapi dan kambing maupun pada domba yang menyebabkan lepasnya beberapa komponen fosfolipid dan kolesterol dan hilangnya beberapa proteinase akrosin sehingga dapat menyebabkan hilangnya integritas. Keberadaan reactive oxygen species (ROS) selama penyimpanan juga dapat mempengaruhi kualitas spermatozoa, karena ROS menyebabkan oksidasi baik lipid maupun protein membran sehingga menyebabkan integritas membran akan terganggu (Hafez, 2008; Munoz et al., 2010). Perubahan integritas membran dapat menyebabkan perubahan fisiologi diantaranya peningkatan pemasukan sodium dan kalsium ke dalam sel, pemasukan oksigen menurun sehingga aktivitas metabolik dan motilitas akan menurun (Watson dan Morris, 1987; White, 1993). (2). Nutrisi Peningkatan kualitas semen yang berupa peningkatan motilitas sperma, persentasi sperma hidup dan penurunan jumlah sperma mati erat kaitannya dengan tambahan asupan suplemen yang diberikan. Nutrisi dan protein yang terkandung dalam madu, telur, temu kunci dan vitamin E mempengaruhi kualitas spermatozoa. Protein merupakan suatu komponen yang dapat berpengaruh terhadap motilitas sperma, penetrasi sperma dan pembuahan sel telur. Defisiensi protein pada sapi jantan muda akan menyebabkan penurunan libido dan jeleknya kualitas semen Vitamin E yang terdapat pada suplemen tradisional berpengaruh pada motilitas spermatozoa, karena peranannya dalam menangkal serangan radikal bebas pada spermatozoa. Radikal bebas dapat menyebabkan spermatozoa cacat, misalnya terjadi abnormalitas pada bagian ekor atau kepala sehingga mempengaruhi mobilitasnya (daya gerak) dalam mencapai dan membuahi sel telur (Anonimus, 2008). Energi yang terdapat pada suplemen tradisional berfungsi meningkatkan metabolisme energi sehingga menyebabkan pergerakan sperma lebih aktif dan motilitas tinggi (Anonimus, 2008). (3). Hormon
17
Hormon kelamin jantan bertanggungjawab untuk keinginan kelamin (libido) dan perkembangan sifat-sifat kelamin sekunder. Pada sapi jantan terlihat pada tanduk yang berat, bentuk badan depan, suara, dan sifat-sifat luar yang lain. Testosteron diperlukan untuk mempertahankan intergritas otot tunika dartos dan epididimis, serta aktivitas kelenjar-kelenjar kelamin pelengkap. Kastrasi pada hewan jantan adalah penyingkiran sumber spermatozoa dan androgen.Pengaruh fisik dan fisiologis dari kastrasi tergantung pada tingkatan perkembangan seksual pada saat kastrasi. Pada hewan jantan dewasa yang dikastrasi masih tetap subur untuk waktu yang singkat setelah kastrasi, yaitu sebelum androgen di-metabolizer sepenuhnya dan sebelum spermatozoa si dalam vasa deferentia diresorbsi. Libido akan menghilang, organ-organ kelamin pelengkap akan beregresi, dan sifat-sifat kelamin sekunder bertahan pada tingkatan perkembangan pada saat kastrasi dilakukan. Sapi-sapi jantan yang dikastrasi sebelum pubertas tidak pernah mengembangkan sifat-sifat kelamin sekunder, libido, dan sifat agresifnya tidak terlihat. (4). Umur Pejantan Faktor yang mempengaruhi kualitas semen salah satunya adalah umur pejantan, karena perkembangan testis dan sperma togenesis dipengaruhi oleh umur. Spermatogenesis adalah proses pembentukan Spermatozoa yang terjadi dalam buliseminiferi. Proses spermatogenesis pada sapi berlangsung selama 55 hari dan berlangsung pertamakali ketika sapi berumur 10-12 bulan. (Hafez2000) menyatakan bahwa produksi semen dapat meningkat sampai umur 7 tahun. Pada saat pubertas spermatozoa banyak yang abnomal, masih muda, dan banyak mengalami kegagalan pada waktu dikawinkan. Menurut (Mathevon, Buhrdan Dekkers1998) volume, konsentrasi, motilitas dan total spermatozoa sapi jantan dewasa lebih banyak dari pada sapi jantan muda. Volume, konsentrasi dan jumlah spermatzoa motil perejakulasi cenderung meningkat seiring dengan bertambahnya umur pejantan mencapai 5 tahun. Pejantan yang terlalu muda (umur kurang dari1 tahun) atau terlalu tua menghasilkan semen yang lebihsedikit. Pejantan yang berumur 2 sampai7 tahun dapat menghasilkan semen terbaik dengan angka kebuntingan yang tinggi pada betina yang dikawini dibandingkan dengan pejantan
18
umur diluar interval tersebut. Umur sangat berpengaruh pada sapi jantan muda saat penampungan, karena perubahan fisiologis yang terjadi seperti dewasa kelamin (Susilawati, dkk 1993). (5). Sifat Genetik Produksi spermatozoa berkorelasi positif dengan ukuran testis yang dapat diestimasi dengan panjang, berat dan lingkar skrotum (Coulter, et al. 1997). Genetik juga mempengaruhi ketahanan sel spermatozoa terhadap heatshock pada saat thawi (Chandolia, etal. 1999). (6). Pengaruh Cahaya Sinar matahari yang langsung mengenai spermatozoa akan menurunkan atau memperpendek umurnya. Cahaya menyebabkan rekasi photokhemis didalam sperma, yang menghasilkan hydrogenperoksida dalam jumlah yang toxis (Toelihere, 1977).
2.7. Parameter Kualitas Semen (1). Volume Volume merupakan salah satu standar minimum untuk evaluasi kualitas semen yang akan digunakan untuk inseminasi buatan. Volume semen sapi berkisaran antara 5-8ml/ejakulasi (GarnerdnHafez,2000). Volume semen akan bertambah sesuai umur, besar tubuh, tingkatan makanan, perubahan keadaan kesehatan reproduksi, frekuensi penampungan dan akan menurun sesudah mencapai puncak dewasa (Salisbury dan Van Demark, 1985;Toelihere,1993). Faktor genetik dapat mempengaruhi volume semen yang ditunjukkan pada nilai heritabilitas dan ripitabilitasnya (Mathevon, et al. 1998). (2) .Warna Warna semen normal adalah abu –abu keputihan hingga krem kepucatan, tetapi beberapa sapi menghasilkan semen berwarna kuning. Hal ini disebabkan adanyar iboflavin dan merupakan keadaan yang normal (Hafez, 2000). (3). pH
19
Kisaran pH menurut (GarnerdanHafez 2000) yaitu antara 6,4-7,8. pH dapat dilihat dengan cara mencocokkan warna dari kertas lakmus yang telah ditetesi semen dengan warna pada tabung kemasan kertas lakmus. (4). Konsistensi. Konsistensi adalah derajat kekentalan. Konsistensi semen dapat diperiksa dengan cara menggoyang tabung yang berisi semen. Semen yang baik, derajat kekentalannya hampir sama atau sedikit lebih kental dari susu, sedangkan semen yang jelek, baik warna maupun kekentalannya sama dengan air buah kelapa (Hafez, 2000). (5). Konsentrasi Konsentrasi juta/ml(Hafez,2000).
spermatozoa Konsentrasi
sapi
berkisaran
spermatozoa
dapat
antara
800-2000
digunakan
untuk
memprediksi fertilitas sapi jantan (Correa, Pacedan Zavos, 1997; Mottershead, 2000). Perbedaan konsentrasi spermatozoa antar pejantan diduga disebabkan karena kualitas genetik pada masing-masing pejantan (Situmorang, 2002). (6). Motilitas Spermatozoa Evaluasi motilitas spermatozoa postthawing adalah salahsatu parameter yang banyak digunakan untuk menentukan kualitas semen sapi yang akan digunakan unuk inseminasi buatan. Syarat minimal motilitas individu semen postthawing agar semen dapat dipergunakan dalam inseminasi buatan adalah40% (GrnerdanHafez1993). Proses fertilisasi membutuhkan spermatozoa motil sekitar sepuluh juta spermatozoa, maka syarat spermatozoa sebagai standar inseminasi adalah 2,5x107 spermatozoa per straw dengan motilitas 40% (Susilawati, Srianto, Hermanto dan Yuliani 2003). (7).Viabilitas Spermatozoa Pengamatan hidup mati spermatozoa atau viabilitas dapat dilakukan dengan metode pewarnaan diferensial menggunakan zat warna eosin saja atau dengan kombinasi eosin-rosin. Eosin adalah zat warna khusus untuk spermatozoa, sedangkan nigrosin hanya dipakai untuk pewarnaan dasar untuk memudahkan melihat perbedaan antara spermatozoa yang berwarna dan tidak berwarna. Prinsip metode pewarnaan eosin-nigrosin adalah terjadinya penyerapan 15 zat warna
20
eosin pada spermatozoa yang mati pada saat pewarnaan tersebut dilakukan. Hal ini terjadi karena membran pada spermatozoa yang mati tidak permeabel terhadap zat warna atau memilikia finitas yang rendah sehingga menyebabkan spermatozoa yang mati berwarna merah (Toelihere, 1993). (8).Abnormalitas Spermatozoa Semen dari berbagai pejantan mengandung beberapa bentuk spermatozoa yang abnormal. Hal ini tidak menunjukkan fertilitas yang rendah sampai jumlah spermatozoa abnormal lebih dari 20%. Demikian juga tipe-tipe abnormalitas tidak berhubungan dengan infertilitas. Jumlah spermatozoa abnormal dapat dideteksi dengan
sampel
saat
menghitung
persentase
viabilitas
spermatozoa
(Pena,etal,1998). Abnormalitas morfologi spermatozoa dibedakan menjadi tiga yaitu primer, sekunder dan tersier. Abnormalitas primer adalah abnormalitas karena kegagalan spermatogenesis dan abnormalitas sekunder terjadi selama spermatozoa melalui epididimis. Kerusakan spermatozoa setelah ejakulasi atau penanganan yang salah pada saat inseminasi buatan disebut abnormalitas tersier (Hafez, 2000). Pada kondisi tropis musim memberikan pengaruh yang signifikan pada karakteristik semen bangsa sapi eksots (Bostaurus) yang terlihat pada abnormalitas sel spermatozoa yang tinggi, persentasi kehidupan spermatozoa yang rendah dan konsentrasi spermatozoa yang rendah selama musim panas Frekuensi abnormalitas yang tinggi berhubungan dengan fertilitas pejantan. (Salah,El-NoutydanAl-Hajri,1992).