BAB II TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Tinjauan Umum II.1.1. Tanah Segumpal tanah dapat terdiri dari dua atau tiga bagian. Tanah kering terdiri dari dua bagian, yaitu butiran padat tanah dan rongga yang diisi oleh udara. Tanah asli terdiri terdiri tiga bagian, yaitu butiran padat tanah, air, dan rongga yang diisi oleh udara. Bagian-bagian tanah dapat digambarkan dalam bentuk diagram fase, seperti yang ditunjukkan Gambar 2.1 .
Gambar 2.1 (a) elemen tanah dalam keadaan asli ; (b) tiga fase elemen tanah sumber : Das, Braja M, 1998, Mekanika Tanah Jilid 1, hal 30
Dari gambar di atas, volume tanah yang diselidiki dapat dinyatakan dengan : (2.1) Dimana
:
Vs = volume butiran padat Vv = volume pori Vw = volume air di dalam pori Va = volume udara di dalam pori Bila diasumsikan udara tidak memiliki berat, maka diperoleh : (2.2) Dimana : = berat butiran padat = berat air
II.1.2. Sifat-sifat Fisik Tanah II.1.2.1. Kadar Air (Water Content) Kadar air tanah (ω) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air () dengan berat butiran padat () dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan persen. Kadar air tanah (ω) dapat dinyatakan dalam persamaan : (2.3)
II.1.2.2. Porositas (Porocity) Porositas () dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori () dengan volume total () dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan persen maupun dalam bentuk desimal. Porositas tanah () dapat dinyatakan dalam persamaan : (2.4)
II.1.2.3. Angka Pori (Void Ratio) Angka Pori () dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume pori () dengan volume butiran padat () dalam tanah tersebut yang dinyatakan dalam satuan desimal. Angka Pori tanah () dapat dinyatakan dalam persamaan : (2.5)
II.1.2.4. Berat Volume Basah (Moist Unit Weight) Berat Volume Basah (γ) dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran tanah termasuk air dan udara () dengan volume total tanah (). Berat Volume Tanah (γ) dapat dinyatakan dalam persamaan : γ
(2.6)
II.1.2.5. Berat Volume Kering (Dry Unit Weight) Berat Volume Kering () dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara berat butiran padat () dengan volume total tanah (). Berat Volume Kering () dapat dinyatakan dalam persamaan : (2.7)
II.1.2.6. Berat Volume Butiran Padat (Soil Volume Weight) Berat Volume Butiran Padat atau dapat dinotasikan menjadi
dapat didefinisikan
sebagai perbandingan antara berat butiran tanah () dengan volume butiran tanah padat (). Berat Volume Butiran Padat () dapat dinyatakan dalam persamaan : (2.8)
II.1.2.7. Berat Jenis (Specific Gravity) Berat Jenis Tanah () dapat diartikan sebagai perbandingan antara berat volume butiran tanah () dengan berat volume air () dengan isi yang sama pada temperatur tertentu. Nilai suatu Berat jenis tanah tidak memiliki satuan (tidak berdimensi). Berat jenis tanah () dapat dinyatakan dalam persamaan : (2.9) Batas besaran Berat Jenis Tanah dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Berat Jenis Tanah Macam Tanah
Berat Jenis
Kerikil
2,65 - 2,68
Pasir
2,65 - 2,68
Lanau tak organik
2,62 - 2,68
Lempung organik
2,58 - 2,65
Lempung tak organik
2,68 - 2,75
Humus
1,37
Gambut
1,25 - 1,80
sumber : Hardiyatmo, H.C., 2002, Mekanika Tanah 1, hal 5
II.1.2.8. Derajat Kejenuhan (S) Derajat Kejenuhan () dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara volume air () dengan volume total rongga pori tanah (). Bila tanah dalam keadaan jenuh, maka Derajat kejenuhan suatu tanah () dapat dinyatakan dengan persamaan : (2.10) Batas-batas nilai dari Derajat Kejenuhan tanah dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Derajat Kejenuhan dan Kondisi Tanah Keadaan Tanah Tanah kering
Derajat Kejenuhan 0
Tanah agak lembab
> 0 - 0,25
Tanah lembab
0,26 - 0,50
Tanah sangat lembab
0,51 - 0,75
Tanah basah
0,76 - 0,99
Tanah jenuh
1
sumber : Hardiyatmo, H.C., 2002, Mekanika Tanah 1, hal 5
= 1.
II.1.2.9. Batas-batas Atterberg (Atterberg Limit) Batas-batas Atterberg digunakan untuk mengklasifikasikan jenis tanah untuk mengetahui engineering properties dan engineering behavior tanah berbutir halus.Pada tanah berbutir halus hal yang paling penting adalah sifat plastisitasnya. Plastisitas disebabkan oleh adanya partikel mineral lempung dalam tanah yang dapat didefinisikan sebagai kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan bentuk pada volume yang konstan tanpa adanya retak ataupun remuk. Plastisitas suatu tanah bergantung pada kadar air sehingga tanah memungkinkan menjadi berbentuk cair, plastis, semi padat atau padat. Konsistensi suatu tanah bergantung pada gaya tarik antara partikel mineral lempungnya. Atterberg (1911) memberikan cara untuk menggambarkan batas-batas konsistensi dari tanah berbutir halus dengan mempertimbangkan kandungan kadar airnya. Batas-batas tersebut adalah batas cair, batas plastis dan batas susut. Batas- batas Atterberg dapat digambarkan seperti dalam Gambar 2.2 . Batas susut
padat
Batas plastis
semi padat
Batas cair
plastis
cair penambahan kadar air
Gambar 2.2. Batas-batas Atterberg
II.1.2.9.1. Batas Cair (Liquid Limit) Batas cair (Liquid Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan plastis yakni batas atas dari daerah plastis. Batas cair ditentukan dengan cara pengujian Casagrande (1948), yakni dengan menggunakan cawan yang telah dibentuk sedemikian rupa yang telah berisi sampel tanah yang telah dibelah oleh grooving tool dan dilakukan dengan pemukulan sampel dengan jumlah dua sampel dengan pukulan diatas 25 pukulan dan dua sampel dengan pukulan dibawah 25 pukulan sampai tanah yang telah dibelah tersebut menyatu. Hal ini dimaksudkan agar mendapatkan persamaan sehingga didapatkan nilai kadar air pada 25 kali pukulan.
Gambar 2.3 Cawan Casagrande dan Grooving tool
sumber : Das, Braja M, 1998, Mekanika Tanah Jilid 1, hal 44
II.1.2.9.2. Batas Plastis (Plastic Limit) Batas plastis (Plastic Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada kedudukan antara daerah plastis dan semi padat, yaitu persentase kadar air di mana tanah dengan diameter silinder 3,2 mm mulai mengalami retak-retak ketika digulung. II.1.2.9.3. Batas Susut (Shrinkage Limit) Batas susut (Shrinkage Limit) dapat didefinisikan sebagai kadar air tanah pada kedudukan antara daerah semi padat dan padat, yaitu persentase kadar air ketika mengalami pengurangan kadar air selanjutnya mengakibatkan perubahan volume tanahnya. Percobaan batas susut dilaksanakan dalam laboratorium dengan cawan porselin diameter 44,4 mm dengan tinggi 12,7 mm. Bagian dalam cawan dilapisi oleh pelumas dan diisi dengan tanah jenuh yang kemudian dikeringkan dalam oven. Volume ditentukan dengan mencelupkannya dalam air raksa. Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan (2.11) dengan = berat tanah basah dalam cawan percobaan (gr) = berat tanah kering oven (gr) = volume tanah basah dalam cawan () = volume tanah kering oven () = berat jenis air
II.1.2.9.4. Indeks Plastisitas (Plasticity Index) Indeks Plastisitas (PI) adalah selisih batas cair dengan batas plastis. Adapun rumusan dalam menghitung besaran nilai indeks plastisitas adalah seperti yang ditunjukkan pada rumusan di bawah. (2.12) Dimana : LL = batas cair PL = batas plastis Indeks plastisitas merupakan interval kadar air di mana tanah masih bersifat plastis. Karena itu, indeks plastisitas menunjukkan sifat keplastisitasan tanah tersebut. Jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis yang kecil, maka keadaan ini disebut dengan tanah kurus, kebalikannya jika tanah mempunyai interval kadar air daerah plastis yang besar disebut tanah gemuk. Indeks Plastisitasnya dapat dilihat pada Tabel 2.3. Tabel 2.3 Indeks Plastisitas Tanah PI
Sifat
Macam tanah
Kohesi
0
Non – Plastis
Pasir
Non - Kohesif
<7
Plastisitas Rendah
Lanau
Kohesif Sebagian
7 – 17
Plastisitas Sedang
Lempung berlanau
Kohesif
> 17
Plastisitas Tinggi
Lempung
Kohesif
sumber : Hardiyatmo, H.C., 2002, Mekanika Tanah 1, hal 34
II.1.2.10. Klasifikasi Tanah Klasisfikasi tanah sangat membantu perencana dalam memberikan pengarahan melalui cara empiris yang tersedia dari hasil pengalaman yang lalu. Tetapi perencana harus berhati-hati dalam penerapannya karena penyelesaian masalah stabilitas, penurunan dan aliran air yang didasarkan pada klasifikasi tanah sering menimbulkan kesalahan yang berarti. Umumnya klasifikasi tanah didasarkan atas ukuran partikel yang diperoleh dari analisa saringan dan plastisitasnya. Terdapat dua sistem klasifikasi yang dapat digunakan yaitu Unified Soil Classification System (USCS) dan AASHTO.
II.1.2.10.1. Sistem Klasifikasi Unified Soil Classification System (USCS) Pada sistem Unified Soil Classification System
(USCS), suatu tanah
diklasifikasikan ke dalam tanah berbutir kasar (kerikil dan pasir) jika lebih dari 50 % dari berat total tertahan pada saringan nomor 200 dan sebagai tanah berbutir halus (lanau dan lempung) jika lebih dari 50 % dari berat total lewat saringan nomor 200. Simbol-simbol yang digunakan dalam sistem klasifikasi ini diantaranya : G = kerikil (gravel) S = pasir (sand) C = lempung (clay) M = lanau (silt)
W = bergradasi baik (well-graded) P = bergradasi buruk (poor-graded) H = plastisitas tinggi(high-plasticity) L = plastisitas rendah (low-plasticity)
O = lanau/empung organik (organic silt or clay) Pt = gambut (peat)
Gambar 2.4. Klasifikasi Tanah Sistem Unified Soil Classification System (USCS) II.1.2.10.2. Sistem Klasifikasi AASHTO Sistem AASHTO (American Association of State Highway Transportation Official) berguna untuk menentukan kualitas tanah dalam perencanaan timbunan jalan, subbase dan subgrade. Sistem AASHTO membagi tanah ke dalam 7 kelompok, A-1 sampai dengan A-7. Tanah dalam tiap kelompok dievaluasi terhadap indeks kelompoknya yang dihitung dalam rumus empiris. Pengujian yang digunakan hanya berupa analisa saringan dan nilai batas-batas Atterberg.
Gambar 2.5. Klasifikasi Tanah Sistem AASHTO
II.1.3. Sifat-sifat Mekanis Tanah II.1.3.1. Pemadatan Tanah (Compaction) Pemadatanadalah densifikasitanah yangjenuhdengan penurunanvolumeronggadiisi dengan udara, sedangkanvolumebutiran tanah padatdankadar airtetappada dasarnya sama. Pemadatan tanah dimaksudkan untuk mempertinggi kuat geser tanah, mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas), mengurangi permeabilitas serta dapat mengurangi perubahan volume sebagai akibat perubahan kadar air dan lainnya. Pada tanah granuler dipandang paling mudah penanganannya untuk pekerjaan di lapangan. Material ini mampu memberikan kuat geser yang tinggi dengan sedikit perubahan volume sesudah dipadatkan. Pada tanah lanau yang dipadatkan umumnya akan stabil dan mampu memberikan kuat geser yang cukup dan sedikit kecenderungan mengalami perubahan volume, tetapi sangat sulit didapatkan bila tanah lanau dalam keadaan basah karena permeabilitasnya yang rendah. Tanah lempung yang dipadatkan dengan cara yang benar akan memberikan kuat geser yang tinggi. Stabilitas terhadap sifat kembang-susut tergantung dari jenis kandungan mineralnya. Proctor (1933) mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air dan berat volume kering supaya tanah padat. Terdapat satu nilai kadar air optimum tertentu untuk mencapai nilai berat volume kering maksimumnya. Derajat kepadatan tanah diukur dari berat volume keringnya. Hubungan berat volume kering () dengan berat volume basah () dan kadar air (%) dinyatakan dalam persamaan : (2.13)
Dalam pengujian di laboratorium alat pemadatan berupa silinder mould yang mempunyai volume 9,44 x . Tanah dipadatkan di dalam mould dengan menggunakan penumbuk dengan berat 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm. Tanah dipadatkan dalam 3 lapisan (standart proctor) dan 5 lapisan (modified proctor) dengan pukulan sebanyak 25 kali pukulan. Dari pengujian di laboratorium akan didapat hasil berupa kurva yang menunjukkan hubungan antara kadar air dan berat volume kering tanah yang ditunjukkan oleh Gambar.
Gambar 2.6. Hubungan antara kadar air dan berat isi kering tanah
2.1.3.1 Pengujian Unconfined Compression Test Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test) merupakan salah satu cara percobaan laboratorium untuk menghitung kuat geser tanah, dimana uji kuat tekan ini mengukur kemampuan tanah untuk menerima kuat tekan yang diberikan sampai tanah terpisah dari butir-butirannya, pengujian ini juga mengukur regangan tanah akibat tekanan tersebut. Pada gambar 2.7 menunjukkan skema pengujian Unconfined Compression Test
Gambar 2.7 Skema uji tekan bebas
Tegangan aksial yang diterapkan di atas benda uji berangsur-angsur ditambah sampai benda uji mengalami keruntuhan. Pada saat keruntuhannya, karena σ3 = 0, maka: (2.14) Dimana: = Kuat geser = Tegangan utama = kuat tekan bebas tanah = kohesi
Pada Gambar 2.8 menunjukkan lingkaran Mohr untuk pengujian Unconfined Compression Test (UCT).
Gambar 2. 8 Keruntuhan geser kondisi air termampatkan qu di atas sebagai kekuatan tanah kondisi tak tersekap (Das, 2008)
Hubungan konsistensi dengan kuat tekan bebas tanah lempung diperlihatkan dalam Tabel 2.4. Tabel 2.4 Hubungan kuat tekan bebas tanah lempung dengan konsistensinya (Hardiyatmo,
2002) Konsistensi
(kN/m2)
Lempung keras
>400
Lempung sangat kaku
200 – 400
Lempung kaku
100 – 200
Lempung sedang
50 – 100
Lempung lunak
25 – 50
Lempung sangat lunak
< 25
* Faktor konversi : 1 lb/in2 = 6,894.8 N/m2 2.1.3.2 Teori Keruntuhan Mohr-Coulomb Teori keruntuhan berfungsi untuk menguji hubungan antara tegangan normal dengan tegangan geser tanah, dimana keruntuhan (failure) adalah ketidakmampuan elemen tanah untuk menahan beban akibat pembebanan. Keruntuhan juga dapat didefenisikan sebagai keadaan dimana tanah tidak dapat menahan regangan yang besar dan atau penurunan keadaan regangan yang sangat cepat. Pada sekitar tahun 1776, Coulomb memperkenalkan hubungan linear yang terjadi antara tegangan normal dan tegangan geser. (2.16) dimana : c = kohesi Ø = sudut geser internal
Gambar 2.9 Grafik hubungan tegangan normal dan tegangan geser.
2.1.3.3 Sensitifitas Tanah Lempung Uji tekan bebas ini dilakukan pada contoh tanah asli (undisturbed) dan contoh tanah tidak asli (remoulded). Pada uji tekan bebas ini yang diukur adalah kemampuan
masing-masing contoh terhadap kuat tekan bebas, sehingga didapat nilai kuat tekan maksimum. Dari nilai kuat tekan maksimum yang didapat akan didapat nilai sensitivitas tanah. Nilai sensitivitas adalah ukuran bagaimana perilaku tanah apabila ada gangguan yang diberikan dari luar.
Gambar 2.10 Grafik sensitifitas tanah asli dan tanah remoulded Kekuatan tekanan tak tersekap berkurang banyak pada tanah-tanah lempung yang terdeposisi (terendapkan) secara alamiah, dan jika tanah tersebut diuji ulang kembali setelah tanah tersebut mengalami kerusakan struktural (remoulded) tanpa adanya perubahan dari kadar air, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.11.
Gambar 2.11 Kuat tekan tanah asli dan tanah remoulded
Sifat berkurangnya kekuatan tanah akibat adanya kerusakan struktural tanah disebut sensitifitas (sensitifity). Tingkat sensitifitas adalah rasio (perbandingan) antara kekuatan tanah yang masih asli dengan kekuatan tanah yang sama setelah terkena kerusakan (remoulded), bila kekuatan tanah tersebut diuji dengan cara tekanan tak tersekap. Jadi, sensitifitas diperoleh (acquired sensitivity) dinyatakan dalam persamaan: (2.17) dimana, St = kesensitifan Umumnya, nilai rasio sensitifitas tanah lempung berkisar antara 1 sampai 8, akan tetapi pada beberapa tanah-tanah lempung maritim yang mempunyai tingkat flokulasi yang sangat tinggi, nilai sensitifitas berkisar antara 10 sampai 80. Karena beberapa jenis lempung mempunyai sifat sensitif terhadap gangguan yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu adanya pengelompokan yang berhubungan dengan nilai sensitifitas. Klasifikasi secara umum dapat dilihat pada Tabel 2.5. Tabel 2.5 Sensitifitas lempung (Das, 2008)
Syarat-syarat yang perlu diperhatikan pada pengujian kuat tekan: 1. Penekanan Sr = Kecepatan regangan berkisar antara 0,5 –2% permenit
2. Kriteria keruntuhan suatu tanah : a. Bacaan proving ring turun tiga kali berturut-turut. b. Bacaan proving ring tiga kali berturut-turut hasilnya sama. c. Ambil pada ε= 20% dari contoh tanah, Sr = 1% permenit, berarti waktu maksimum runtuh = 20 menit. Untuk menghitung regangan axial dihitung dengan rumus : (2.18) Dimana : ε
= Regangan axial (%)
∆L = Perubahan panjang (cm) Lo = Panjang mula-mula (cm)
Besarnya luas penampang rata-rata pada setiap saat : (2.19) Dimana : A = Luas rata-rata pada setiap saat (cm2) Ao = Luas mula-mula (cm2) Besarnya tegangan normal : (2.20) Dimana : σ = Tegangan (kg/cm2) P = Beban (kg) k = Faktor kalibrasi proving ring
N = Pembacaan proving ring (div) Sensitifitas tanah dihitung dengan rumus : (2.21) Dimana : St = Nilai sensitivitas tanah σ = Kuat tekan maks. tanah asli (kg/cm2) σ‘ = Kuat tekan maks. tanah tidak asli (kg/cm2)
2.1 Bahan-bahan Penelitian 2.1 Tanah Lempung Beberapa sumber dari penulis buku mendefinisi tanah lempung antara lain: 1. Das (2008), mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah tanah berukuran mikrokronis hingga sub-mikrokronis yang berasal dari pelapukan unsur-unsur kimiawi penyusun batuan. Tanah lempung sangat keras dalam keadaan kering dan bersifat plastis pada kadar air sedang. Pada keadaan air lebih tinggi lempung bersifat lengket (kohesif) dan sangat lunak. 2. Bowles (1984), mendefinisikan bahwa tanah lempung adalah deposit yang mempunyai partikel yang berukuran kecil kurang dari 2µm. Mineral lempung
merupakan senyawa silikat yang kompleks yang terdiri dari
aluminium, magnesium dan besi. Dua unit dasar dari mineral lempung adalah silika tetrahedra dan aluminium oktahedra. Setiap unit tetrahedra terdiri dari empat atom oksigen yang mengelilingi satu atom silikon dan unit oktahedra terdiri dari enam gugus ion hidroksil (OH) yang mengelilingi atom aluminium (Das, 2008).
Unit-unit silika tetrahedra berkombinasi membentuk lembaran silika (silica sheet) dan, unit-unit oktahedra berkombinasi membentuk lembaran oktahedra (gibbsite sheet). Bila lembaran silika itu ditumpuk di atas lembaran oktahedra, atom-atom oksigen tersebut akan menggantikan posisi ion hidroksil pada oktahedra untuk memenuhi keseimbangan muatan mereka.
(a)
(b)
(c)
(d)
(e) Gambar 2.12 Struktur Atom Mineral Lempung ( a ) silica tetrahedra ; ( b ) silica sheet ; ( c ) aluminium oktahedra ; ( d ) lembaran oktahedra (gibbsite) ; ( e ) lembaran silika – gibbsite (Das, 2008).
Lempung terdiri dari berbagai mineral penyusun, antara lain mineral lempung (kaolinite, montmorillonite dan illite group) dan mineral-mineral lain dengan ukuran yang sesuai dengan batasan yang ada (mika group, serpentinite group). a. Kaolinite adalah hasil pelapukan sulfat atau air yang mengandung karbonat pada temperatur sedang. Dimana kaolinite murni umumnya berwarna putih, putih kelabu, kekuning-kuningan atau kecoklat-coklatan. Mineral kaolinite berwujud seperti lempengan-lempengan tipisdengan diameter 1000 Å sampai 20000 Å dan ketebalan dari 100 Å sampai 1000 Å dengan luasan spesifik per unit massa ± 15 m2/gr.Silica tetrahedralmerupakan bagian dasar dari struktur kaolinite yang digabung dengan satu lembaran alumina oktahedran (gibbsite)dan membentuk satu unit dasar dengan tebal sekitar 7,2 Å (1 Å=10-10 m) seperti yang terlihat pada Gambar 2.13. Hubungan antar unit dasar ditentukan oleh ikatan hidrogen dan gaya bervalensi sekunder.
Gambar 2.13 Struktur Kaolinite (Das, 2008). b. Montmorillonite mempunyai susunan kristal yangterbentuk dari susunan dua lempeng silika tetrahedralyang mengapit satu lempeng alumina oktahedral
ditengahnya. Struktur kisinya tersusun atas satu lempeng Al2O3 diantara dua lempeng SiO2. Inilah yang menyebabkan montmorillonite dapat mengembang dan mengkerut menurut sumbu C dan mempunyai daya absorbsi air dan kation lebih tinggi. Tebal satuan unit adalah 9,6 Å (0,96 μm), seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.14. Gaya Van Der Walls mengikat satuan unitsangat lemahdiantara ujung-ujung atas dari lembaran silika, oleh karena itu lapisan air (n.H2O) dengan kation dapat dengan mudah menyusup dan memperlemah ikatan antar satuan susunan kristal. Sehingga menyebabkan antar lapisan terpisah. Ukuran unit massa montmorillonite sangat besar dan dapat menyerap air dengan sangat kuat sehingga mudah mengalami proses pengembangan.
Gambar 2.14 Struktur Montmorillonite (Das, 2008). c. Illite. Mineral illite bisa disebut pula dengan hidrat-mika karena illitemempunyai hubungan dengan mika biasa, sehingga dinamakan. Illite memiliki formasi struktur satuan kristal, tebal dan komposisi yang hampir sama dengan montmorillonite. Perbedaannya ada pada :
Kalium (K) berfungsi sebagai pengikat antar unit kristal sekaligus sebagai pengikat. Pada lempeng tetrahedral terdapat ± 20% pergantian silikon (Si) oleh aluminium (Al). Struktur mineral illite tidak mengembang sebagaimana montmorillonite. Gambar satuan unit illite ditunjukkan pada Gambar 2.15 berikut ini.
Gambar 2.15 Struktur Illite (Das, 2008) Mineral lempung dapat berbentuk berbeda, hal ini dikarenakan oeh substitusi dari kation-kation yang berbeda pada lembaran oktahedral. Apabila ion-ion yang disubstitusikan memiliki ukuran yang sama disebut ishomorphous. Dan jika anion dari lembaran oktahedral adalah hydroxil dan dua per tiga posisi kation diisi oleh aluminium maka mineral tersebut disebut gibbsite dan bila magnesium disubstitusikan kedalam lembaran aluminium dan mengisi seluruh posisi kation, maka mineral tersebut disebut brucite. 2.2.1.1 Sifat UmumTanahLempung Bowles(1984) mengatakan sifat-sifat tanah lempung adalah: 1. Hidrasi.
Partikelmineralselalu
mengalami
hidrasi,
hal
ini
dikarenakan
biasanyabermuatannegatif, yaitu partikel dikelilingi oleh molekul
airyangdisebut
sebagai
lempung
lapisan- lapisan
airteradsorbsi.
Lapisan
iniumumnyamemilikitebalduamolekul. Oleh karenaitu disebutsebagailapisan difusigandaataulapisanganda.
2.
Aktivitas. Aktivitastanah
lempungadalahperbandinganantaraIndeks
Plastisitas(IP)denganprosentase
butiranlempung,dan
dapat
disederhanakandalampersamaan:
Dimana untuknilaiA>1,25 tanah digolongkanaktifdan bersifatekspansif. Pada nilai1,25
tanah
digolongkannormalsedangkan
tanah
nilaiA<0,75digolongkantidakaktif.NilainilaikhasdariaktivitasdapatdilihatpadaTabel2.6. Tabel2.6Aktivitastanahlempung(Bowles,1984) MinerologiTanahLempung
NilaiAktivitas
Kaolinite
0,4–0,5
Illite
0,5–1,0
Montmorillonite
1,0–7,
dengan
3 . Flokulasi dan disperse Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+), sedangkan penambahan bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat asam
. 4 . PengaruhZatcair Air berfungsi sebagai penentu plastisitas tanah lempung. Molekulair berperilakusepertibatang-batangkecilyang positifdisatusisidanmuatan air
mempunyai
muatan
negatif disisilainnya hal ini dikarenakan molekul
merupakan molekul dipolar. Sifat dipolarairterlihatpadaGambar2.14berikut.
Gambar2.14Sifatdipolarmolekulair(Das,2008)
Karena molekulair bersifatdipolar, permukaan partikel lempung menarik
molekul air secaraelektrikdalam3kasus,hal ini disebut dengan hydrogen bonding, yaitu: 1.
Tarikanantarpermukaannegatifdanpartikellempungdenganujungpositif dipolar.
2.
Tarikanantarakation-kationdalamlapisangandadenganmuatannegatifdari ujung dipolar. Kation-kation ini
tertarik oleh permukaan partikel
lempung yangbermuatannegatif. 3.
Andilatom-atom hidrogen dalammolekul air,yaituikatanhidrogen antara atomoksigendalammolekul-molekulair.
Gambar2.15Molekulairdipolardalamlapisanganda(Hardiyatmo,2002)
Mineral lempung yang berbeda memiliki defisiensi dan tendensi yang berbeda untuk menarik exchangeable kation. Exchangeable cation adalah keadaan dimana kation dapat dengan mudah berpindah dengan ion yang bervalensi sama dengan kation asli. Montmorillonite memiliki defisiensi dan daya tarik exchangeable cation yang lebih besar daripada kaolinite.Kalsium dan magnesium merupakan Exchangeable cationyang paling dominanpada tanah, sedangkan potassium dan sodium merupakan
yang paling tidak dominan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi exchangeable cation, yaitu valensi kation, besarnya ion dan besarnya ion hidrasi. Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi mendesak sesuai urutan berikut: Al+3>Ca+2>Mg+2>NH+4>K+>H+>Na+>Li+ Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Das, 2008) Contohnya pada kapur (CaOH), dimana sodium tanah lempung diganti oleh kalsium, dimana kalsium memiliki daya berganti (replacing power) yang lebih besar.
2.2.1.2 Pertukaran Ion Tanah Lempung Holtz dan Kovacs (1981) mengutip dari Mitchell (1976) mengatakan tarikan permukaan tanah lempung terhadap air sangat kuat didekat permukaan dan akan berkurang seiiring dengan bertambahnya jarak dari permukaan partikel. Pengujian menunjukkan bahwa sifat termodinamis dan elektrik air pada permukaan lempung berbeda dari free water. Perbandingan hydrogen bonds, gaya Van der walls dan sifat-sifat kimia dengan jarak molekul dengan partikel lempung dapat dilihat pada Gambar.2.16.
Gambar 2.16 Grafik perbandingan unsur kimia dan jarak dari permukaan partikel lempung (Holtz dan Kovacs, 1981) 2.2 Semen 2.2.2.1 Umum Semen merupakan perekat hidrolis dimana senyawa-senyawa yang terkandung di dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat sebagai perekat terhadap batuan. Semen mimiliki susunan yang berbeda-beda, dan semen dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu:
1
Semen non-hidrolik Semen hidrolik adalah semen yang memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air. Contoh semen hidrolik antara lain semen portland, semen pozzolan,semen alumina, semen terak, semen alam dan lain-lain.
2
Semen hidrolik.
Semen non hidrolik adalah semen yang tidak memiliki kemampuan untuk mengikat dan mengeras didalam air, akan tetapi dapat mengeras di udara. Contoh utama dari semen non hidrolik adalah kapur.
2.2.2.2 Semen Portland Semen Portland adalah perekat hidrolis yang dihasilkan dari penggilingan klinker dengan kandungan utamanya adalah kalsium silikat dan satu atau dua buah bentuk kalsium sulfat sebagai bahan tambahan. 2.2.2.3 Jenis-Jenis Semen Portland Sesuai dengan kebutuhan pemakaian semen yang disebabkan oleh kondisi lokasi maupun kondisi tertentu yang dibutuhkan pada pelaksanaan konstruksi, dalam perkembangannya dikenal berbagai jenis semen Portland antara lain : 1. Semen Portland Biasa Semen Portland jenis ini digunakan dalam pelaksanaan konstruksi secara umum jika tidak diperlukan sifat-sifat khusus, seperti ketahanan terhadap sulfat, panas hidrasi rendah, kekuatan awal yang tinggi dan sebagainya. ASTM mengklasifikasikan semen Portland ini sebagai tipe I.
2. Semen Portland dengan Ketahanan Sedang Terhadap Sulfat Semen ini digunakan pada konstruksi jika sifat ketahanan terhadap sulfat dengan tingkat sedang, yaitu dimana kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing 0,8% - 0,17% dan 125 ppm, serta pH tidak kurang dari 6. ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe II.
3. Semen Portland dengan Kekuatan Awal Tinggi Semen Portland yang digiling lebih halus dan mengandung tricalsium silikat (C3S) lebih banyak dibanding semen Portland biasa. Semen jenis ini memiliki pengembangan kekuatan awal yang tinggi dan kekuatan tekan pada waktu yang lama juga lebih tinggi dibanding semen Portland biasa. ASTM mengklasifikasikan semen ini sebagai tipe III. 4. Semen Portland dengan Panas Hidrasi Rendah Semen jenis ini memiliki kandungan tricalsium silikat (C3S) dan tricalsium aluminat (C3A) yang lebih sedikit, tetapi memiliki kandungan C3S yang lebih banyak dibanding semen Portland biasa dan memiliki sifat-sifat : a. Panas hidrasi rendah b. Kekuatan awal rendah, tetapi kekuatan tekan pada waktu lama sama dengan semen Portland biasa c. Susut akibat proses pengeringan rendah d. Memiliki ketahanan terhadap bahan kimia, terutama sulfat ASTM mengklasifikasikan semen jenis ini sebagai tipe IV.
5. Semen Portland dengan Ketahanan Tinggi Terhadap Sulfat Semen jenis ini memiliki ketahanan yang tinggi terhadap sulfat. Semen ini diklasifikasikan sebagai tipe V pada ASTM. Semen jenis ini digunakan pada konstruksi apabila dibutuhkan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat, yaitu kandungan sulfat (SO3) pada air tanah dan tanah masing-masing
0,17% - 1,67% dan 125 ppm – 1250 ppm, seperti pada konstruksi pengolah limbah atau konstruksi dibawah permukaan air. 6. Semen Portland Blended Semen Portland blended dibuat dengan mencampur material selain gypsum kedalam klinker. Umumnya bahan yang dipakai adalah terak dapur tinggi (balst-furnase slag), pozzolan, abu terbang (fly ash) dan sebagainya. Jenis-jenis semen Portland blended adalah : a. Semen Portland Pozzolan (Portland Pozzolanic Cement) b. Semen Portland Abu Terbang (Portland Fly Ash Cement) c. Semen Portland Terak Dapur Tinggi (Portland Balst-Furnase Slag Cement) d. Semen Super Masonry
Persyaratan komposisi kimia semen Portland menurut ASTM Designation C 150-92, seperti terlhat pada Tabel. 2.7.
Table 2.7 Persyaratan Standart Komposisi Kimia Portland Cement
Sumber : ASTM Standart On Soil Stabilization With Admixure 1992
2.3 Abu Gunung Vulkanik Abu vulkanik merupakan material yang dikeluarkan dari perut bumi ketika terjadi erupsi
gunung
berapi
berkilometer
dari
lingkungan
yang
letak
serta
gunung
penting
menganggu keseimbangan
dapat
terangkut
berapi
air
berada.
karena
jumlahnya
lingkungan.
Abu
dan
angin
Abu
vulkanik
yang
cukup
vulkanik
hingga jarak menjadi
isu
banyak
dan
merupakan
material
piroklastik
yang sangat
halus
namun
memiliki
ciri
bentuk
yang
beragam.
Dalam bidang teknik, penggunaan abu vulkanik sebagai bahan tambah masih sangat sedikit dan terbatas, sedangkan
gunung berapi
yang masih aktif
mengeluarkan
abu vulkanik setiap tahunnya sangat banyak. Menurut Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Yogyakarta (1994, dalam Usman, 2008), kandungan kimia terbesar dalam abu vulkanik adalah SiO2 sebesar 54,61%.
Kandungan
SiO2
merupakan
unsur
penyusun
utama
dalam
pembentukan semen, dengan demikian abu vulkanik memiliki sifat pozolanik dan dapat dimanfaatkan sebagai substitusi semen. Tabel 2.8 Kandungan dalam abu gunung vulkanik