BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
POTENSI DAN KESINAMBUNGAN DARI LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT ATAU PALM OIL MILL EFFLUENT (POME) MENJADI BIOGAS Negara Indonesia dewasa ini mengalami perkembangan pesat dalam
industri perkebunan kelapa sawit. Pada tahun 2011, menurut BPS [1], luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia tiap tahun terus bertambah dan diprediksi mencapai 8.774.694 hektar dengan total produksi minyak mentah sawit atau crude palm oil (CPO) sebesar 22.899.108 ton. Sedangkan luas perkebunan kelapa sawit di Provinsi Sumatera Utara sekitar 1.174.347 hektar dengan produksi diprediksi tandan buah segar (TBS) sebanyak 15.726.080 ton [1] [14]. Menurut TAMSI-DMSI [15], setiap pengolahan 1 ton TBS akan menghasilkan limbah padat berupa tandan kosong sawit (TKS) sebanyak 200-250 kg dan limbah cair pabrik kelapa sawit atau palm oil mill effluent (POME) sebanyak 650 liter. Potensi POME dari produksi kelapa sawit sebagai bahan baku biogas cukup besar dan terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga dapat membantu ketersediaan bahan baku biogas (Tabel 2.1). Tabel 2.1 Data Potensi POME sebagai Bahan Baku Biogas [16] Tahun 2008 2009 2010
Produksi Kelapa Sawit (ton) 7.517.777 19.299.337 20.228.213
Produksi POME (barrel) 30.736.431,26 78.905.339,32 82.703.048,85
POME umumnya merupakan hasil buangan dari proses perebusan (sterilization) dan pemurnian minyak (clarification). POME memiliki konsentrasi partikel organik berupa karbohidrat, protein, lemak, serta mineral yang cukup tinggi dengan kandungan COD dan BOD juga tinggi. POME bersifat non-toksik karena tidak ada penambahan bahan kimia selama proses pemurnian minyak sawit [17]. Oleh karena itu, pemanfaatan POME sebagai bahan baku biogas akan memberi keuntungan dalam hal pengurangan jumlah padatan organik, jumlah
Universitas Sumatera Utara
mikroba pembusuk yang tidak diinginkan, serta kandungan racun dalam limbah [4].
2.2
KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR PABRIK KELAPA SAWIT ATAU PALM OIL MILL EFFLUENT (POME) DAN BIOGAS
2.2.1
Karakteristik Palm Oil Mill Effluent (POME) POME segar merupakan cairan lumpur kental yang berwarna kecoklatan
dengan temperaturnya sekitar 80-90oC, bersifat asam (pH 3,8-4,5), dan konsentrasi partikel organik yang cukup tinggi sehingga kandungan COD dan BOD juga tinggi [17]. Tabel 2.2 menunjukkan karakteristik dari POME. Tabel 2.2 Karakteristik Palm Oil Mill Effluent (POME) [18] [19] Parameter pH Minyak dan lemak kasar (grease) Biochemical Oxygen Demand (BOD) Chemical Oxygen Demand (COD) Padatan Total Padatan Tersuspensi Padatan Volatil Total Nitrogen Total Unsur Fosfor Kalium Magnesium Kalsium Boron Besi Mangan Tembaga Seng
Konsentrasi 4,7 4.000 25.000 50.000 40.500 18.000 34.000 750 180 2.270 615 439 7,6 46,5 2,0 0,89 2,3
*Semua parameter dalam satuan mg L-1 kecuali pH 2.2.2
Karakteristik Biogas Biogas ialah gas yang dihasilkan oleh mikroba apabila bahan organik
mengalami proses fermentasi dalam suatu keadaan anaerobik yang sesuai baik dari segi suhu, kelembaban, dan keasaman. Jenis bahan organik yang diproses sangat mempengaruhi produktivitas sistem biogas disamping parameter lain seperti temperatur digester, pH (tingkat keasaman), tekanan, dan kelembaban udara [20].
Universitas Sumatera Utara
Komponen penting dalam biogas adalah H2S, dimana kuantitasnya
dapat
berfluktuasi dan sangat tergantung pada substrat input. Kisaran fluktuasi untuk H2S diperkirakan dari 200 sampai 10.000 ppm dalam produksi biogas selama periode waktu tertentu. Senyawa sulfur meliputi kontaminan gas yang mengandung senyawa sulfur seperti belerang hidroksida, karbon oksida sulfida, organik sulfida lainnya, disulfida, merkaptan dan tiofena. Kandungan senyawa sulfur dalam gas yang dihasilkan tergantung pada bahan baku dan proses pembersihan gas. Isi gas sulfur (misalnya total sulfur dan belerang mercaptan) dapat berdampak negatif terhadap pipa dan peralatan yang dipakai, jika tidak dibatasi [21]. Tabel 2.3 memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan untuk setiap kandungan komponen biogas. Tabel 2.3 Pengaruh Komponen Biogas, Kandungan dan Pengaruhnya [21] Kompenen CH4
Kandungan 50-75 (%volume)
CO2
25-50 (%volume)
H2S
0,005 – 0,5 mgS/m3
NH3
0-1 (%volume)
Uap air
1-5 (%volume)
Debu
>5 mikrometer
N2
0-5 (%volume)
Siloxane
0-50 mg/m3
Pengaruh Komponen yang mudah terbakar pada biogas. Mengurangi nilai bahan bakar; meningkatkan anti-ketukan sifat motor; menyebabkan korosi (karbonat asam lemah), jika gas juga lembap itu kerusakan sel bahan bakar alkali. Korosif pada agregat dan pipa (korosi); timbul emisi SO2 setelah pembakaran H2S jika pembakaran tidak sempurna; keracunan katalis. Emisi NOx setelah pembakaran; berbahaya untuk sel bahan bakar; meningkatkan anti-ketuk sifat motor. Berkontribusi terhadap korosi dalam agregat dan pipa; kondensat akan menyebabkan kerusakan instrumen dan agregat; dapat menyebabkan pipa dan ventilasi membeku pada suhu beku. Ventilasi tersumbat dan kerusakan sel bahan bakar. Mengurangi nilai bahan bakar dan meningkatkan sifat anti –ketuk motor. Hanya dalam bentuk limbah dan gas TPA dari kosmetik, cuci bubuk, tinta cetak dll, bertindak sebagai media grinding kuarsa dan kerusakan motor.
Universitas Sumatera Utara
2.3
PROSES PEMBUATAN BIOGAS Pembentukan gas metana merupakan proses biologis yang terjadi secara
alamiah ketika biomassa atau senyawa organik diuraikan tanpa kehadiran udara dengan bantuan mikroorganisme [22]. Digestasi anaerobik merupakan proses kompleks dalam penguraian senyawa organik menjadi metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) oleh berbagai jenis mikroorganisme anaerobik. Hasil dari dekomposisi anaerobik berupa CH4, CO2, serta sejumlah kecil nitrogen (N2), hidrogen (H2), dan hidrogen sulfida (H2S) yang merupakan energi alternatif yang dikenal sebagai biogas [3]. Dalam proses ini, juga dihasilkan endapan lumpur berupa slurry yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik untuk tanaman [23]. Proses digestasi anerobik terdiri dari empat tahapan yaitu hidrolisis, asidogenesis, asetogenesis dan metanogenesis [6]. Tiap tahap membutuhkan jenis mikroba yang berbeda. Diagram pembentukan metana dari limbah senyawa kompleks ditunjukkan pada Gambar 2.1. [24]. Dalam proses digestasi ini jenis substrat atau biomassa yang sering digunakan adalah : a) Lumpur kotoran hewan b) Limbah hasil pertanian c) Limbah organik dari industri pertanian dan pangan d) Limbah domestik dan kantin e) Lumpur limbah cair Jika jenis substrat atau bahan baku proses digestasi anaerobik merupakan campuran homogen dari dua atau lebih bahan mentah misalnya kotoran hewan dan limbah organik industri makanan, maka proses ini dinamakan dengan proses "co-digestion" dan saat ini paling banyak digunakan dalam pembuatan biogas [6].
2.3.1
Hidrolisis
Material organik polimerik dihidrolisis menjadi monomer seperti glukosa, asam lemak dan asam amino oleh bakteri hidrolitik. Proses hidrolisis adalah proses yang sangat penting pada limbah organik tinggi. Solubilisasi melibatkan proses hidrolisis dimana senyawa organik kompleks dihidrolisis menjadi monomermonomer. Lemak dihidrolisis menjadi asam lemak atau gliserol, protein
Universitas Sumatera Utara
dihidrolisis menjadi asam amino atau peptida dan karbohidrat dihidrolisis menjadi monosakarida dan disakarida. Reaksi hidrolisis dapat dilihat sebagai berikut: Lemak
asam lemak rantai panjang, gliserol
Protein
asam-asam amino, peptida rantai pendek
Polisakarida
monosakarida, disakarida
2.3.2
Asidogenesis
Pada tahap asidogenesis produk yang telah dihidrolisa dikonversikan menjadi asam lemak volatil, alkohol, aldehid, keton, amonia, karbondioksida, air dan hidrogen oleh bakteri pembentuk asam. Asam organik yang terbentuk adalah asam asetat, asam propionat, asam butirat dan asam valerat. Reaksi Asetogenesis dapat di lihat di bawah ini: C6H12O6 (glukosa)
CH3CH2CH2COOH (asam butirat)
+ 2 CO2 + 2 H2
C6H12O6 + 2 H2 (glukosa)
CH3CH2COOH + 2 H2O (asam propionat)
2.3.3 Asetogenesis Asam lemak volatil dengan empat atau lebih rantai karbon tidak dapat digunakan secara langsung oleh metanogen. Asam organik ini dioksidasi terlebih dahulu menjadi asam asetat dan hidrogen oleh bakteri asetogenik penghasil hidrogen melalui proses yang disebut asetogenesis. Asetogenesis juga menghasilkan asetat dari hidrogen dan karbon dioksida oleh asetogen dan homoasetogen. Sering proses Asetogenesis dan asetogenesis dikombinasikan sebagai satu tahapan saja. Reaksi asetogenesis dapat dilihat sebagai berikut: CH3CH2COOH (asam propionat)
CH3COOH + CO2 + 3 H2 (asam asetat)
CH3CH2CH2COOH (asam butirat)
2CH3COOH + 2 H2 (asam asetat)
2.3.4
Metagenesis
Pada akhirnya gas metana diproduksi dengan dua cara. Pertama, dengan mengkonversikan asetat menjadi karbon dioksida dan metana oleh organisme asetropik dan kedua, adalah dengan mereduksi karbon dioksida dengan hidrogen
Universitas Sumatera Utara
oleh organisme hidrogenotropik. Metanogen yang dominan digunakan pada reactor
biogas
adalah
Methanobacterium,
Methanothermobacter,
Methanobrevibacter, Methanosarcina dan Methanosaeta. CH3COOH
CH4 + CO2
CO2 + 4H2
CH4 +2H2O
[24]
Senyawa Partikel Organik : Karbohidrat, Protein dan Lemak Hidrolisis Asam Amino, Gula, Alkohol, Asam Lemak Acidogenesis Produk Intermediet : Asam Asetat, Asam Propionat, Etanol, Asam Laktat Acetogenesis Oksidasi Homoasetogenesis Asam Asetat
H2 Reduksi
CO2
Homoasetogenesis Metanogenesis CH4 + CO2
Gambar 2.1. Digestasi Anaerobik Biomassa menjadi Metana [25]
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.4 Karakteristik Umum Mikroorganisme Metanogenik [25] Spesies Methanobacterium bryantii Methanothermobacter wolfeii Methanobrevibacter smithii Methanothermus fervidus Methanothermococcus thermolithotrophicus Methanococcus vannielii Methanomicrobium mobile Methanolacinia paynteri Methanospirillum hungatei Methanosarcina acetivorans Methanococcoides methylutens Methanosaeta concilii (soehngenii) 2.4
H2/CO2 H2/CO2 H2/CO2, format H2/CO2, format
Temperatur optimal (oC) 37 55-65 37-39 83
H2/CO2, format
65
H2/CO2, format H2/CO2, format H2/CO2 H2/CO2, format Metanol, Asetat Metanol Asetat
65 40 40 30-40 35-40 42 35-40
Substrat
Interval pH optimal 6,9-7,2 7,0-7,5 <7 7-9 6,1-6,9 7,0 6,5 7,0-7,5 7,0-7,5
PARAMETER DIGESTASI ANAEROBIK Efisiensi produksi biogas sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor meliputi
: suhu, derajat keasaman (pH), konsentrasi asam-asam lemak volatil, nutrisi (terutama nisbah karbon dan nitrogen), zat racun, waktu retensi hidrolik, kandungan bahan organik, dan konsentrasi amonia. Dari berbagai penelitian, dapat dirangkum beberapa kondisi optimum dari berbagai parameter pada proses produksi biogas seperti yang disajikan pada Tabel 2.5 Tabel 2.5 Kondisi Optimum Produksi Biogas [26] Parameter Suhu Derajat Keasaman Nutrien Utama Sulfida Logam-logam berat terlarut Sodium Kalsium Magnesium Amonia
Kondisi Optimum 550C 6,8-7,8 Karbon dan Nitrogen <200 mg/L < 1 mg/L <5000 mg/L < 2000 mg/L < 1200 mg/L < 1700 mg/L
Semua parameter harus senantiasa dijaga agar tetap dalam kondisi optimum. Jika tidak, maka bukan metana sebagai produk utama akan tetapi berubah menjadi Karbon Dioksida sebagai produk utama [26].
Universitas Sumatera Utara
2.4.1 Temperatur Laju metabolisme dan peningkatan reaksi biokimia cenderung meningkat dengan temperatur hingga tercapainya temperatur toleransi maksimal dari mikroorganisme.
Jika
kenaikan
temperatur
tergolong
ekstrim,
dapat
mengakibatkan denaturasi sel dan bahkan menyebabkan kematian sel. Mikroorganisme menunjukkan pertumbuhan yang optimal dan laju metabolisme di antara kisaran temperatur tertentu, tergantung dari masing-masing spesis mikroorganisme tersebut. Mikroorganisme psychrophilic berkembang biak dengan baik pada suhu dibawah 25oC, mesofilik 25-40oC dan termofilik diatas suhu 45oC [27]. Hampir semua mikrooganisme metanogenik bekerja pada temperatur termofilik dan hanya sedikit yang pada termofilik. Sebagian kecil juga masih tetap dapat menghasilkan metana meski pada temperatur yang sangat rendah (0,61,2oC). Dalam suatu uji laboratorium, pembentukan metana dibuktikan dapat berlangsung pada temperatur dibawa titik beku hingga -3oC. Secara umum, temperatur terendah dimana mikroorganisme dapat tumbuh adalah -11oC. Pada temperatur dibawah -25oC, aktivitas enzim akan terhenti. Mikroorganisme metanogenik termofilik lebih sensitif terhadap perubahan suhu dibanding mesofilik yang mana perubahan temperatur yang kecil saja dapat langsung menurunkan aktivitasnya. Oleh sebab itu, temperatur harus tetap dijaga pada kisaran +/- 2oC. Jika tidak, kemungkinan akan terjadi losis gas sekitar 30%. Umumnya, temperatur maksimal untuk mikroorganisme mesofilik adalah kisaran 40-45oC dimana pada temperatur aktivitas mikroorganisme tersebut akan terhenti. Banyak proses pembuatan biogas dioperasikan pada temperatur termofilik karena kondisi ini memiliki banyak keuntungan dibandingkan dengan mesofilik dan psychrophilic, antara lain : a.
lebih efektif dalam mematikan patogen
b.
laju pertumbuhan mikroorganisme metanogenik yang cepat pada suhu yang tinggi
c.
waktu tinggal berkurang sehingga membuat prosesnya lebih lama dan lebih efisien
d.
memperbaiki kemampuan penguraian substrat
Universitas Sumatera Utara
e.
kemungkinan pemisahan untuk cairan dan padatan yang lebih baik [6].
2.4.2
Alkalinitas Alkalinitas pada limbah cair dihasilkan dari hidrokarbon, karbonat (CO32-)
dan bikarbonat (HCO3-) yang berikatan dengan kalsium, magnesium, kalium dan amonia. Alkalinitas pada limbah cair membantu untuk mempertahankan pH agar tidak mudah berubah yang disebabkan oleh penambahan asam. Konsentrasi dari alkalinitas pada limbah cair sangatlah penting karena kadar alkalinitas mempengaruhi pengolahan zat-zat kimia dan biologi, juga dibutuhkan untuk nutrisi bagi mikroba. Kadar alkalinitas didapat melalui proses titrasi sampel dengan larutan standar asam, dalam satuan mg/L [26].
2.4.3
pH
Konsentrasi ion-hidrogen merupakan kualitas parameter yang penting di dalam limbah cair. Konsentrasi dari pH dapat diartikan sebagai eksistensi dari kehidupan mikroba di dalam limbah cair (biasanya pH diantara 6 sampai 9). Limbah cair mempunyai konsentrasi pH yang sulit diatur karena adanya proses pengasaman pada limbah cair. pH mempunyai arti yang sangat penting di dalam pengolahan limbah cair karena dari pH kita dapat mengetahui kondisi mikroba yang ada di dalam limbah cair [26]. Nilai pH merupakan ukuran keasaman/kebasaan suatu larutan dan dinyatakan sebagai bagian per juta atau parts per million (ppm). Nilai pH dari substrat dipengaruhi oleh pertumbuhan mikroorganisme metanogenik dan turut berpengaruh dalam pembentukan
senyawa dalam digestasi anerobik seperti
ammonia, sulfida, dan asam organik). Pembentukan metana berlangsung pada kisaran pH 5,5-8,5, dengan pH optimum untuk metanogenik adalah 7,0-8,0 [6]. Oleh karena itu adalah sangat penting untuk menjaga nilai pH pada tahap dua lebih tinggi dibanding tahap pertama dalam sistem dua tahap. Mikroorganisme Metanosarcina yang dapat bertahan pada kondisi pH yang rendah (pH 6,5 atau dibawah). Untuk mikroorganisme lain, metabolismenya akan terhenti pada kondisi pH< 6,7. Jika pH turun hingga dibawah 6,5, produksi asam organik juga penurunan nilai pH oleh bakteri hidrolitik. Namun begitu secara nyatanya, kisaran pH netral ini terkondisikan secara alami di dalam
Universitas Sumatera Utara
fermentor oleh dua sistem buffer. Oleh karena itu, nilai pH di dalam digester tergantung pada tekanan parsial CO2 dan konsentrasi komponen alkali dan asam dalam fasa cairannya. Proses asidifikasi yang terlalu kuat akan diantisipasi oleh karbon dioksida/hidrogen karbonat/karbonat. Selama waktu fermentasi, CO2 secara terusmenerus dihasilkan dan dilepas ke udara. Pada kondisi pH yang semakin menurun, semakin banyak CO2 diserap ke dalam substrat sebagai molekul bebas. Jika nilai pH meningkat, CO2 yang terlarut tersebut akan membentuk asam karbonat yang mana akan terionisasi dan menghasilkan ion hidrogen. Adapun reaksi sebagai berikut : CO2↔H2CO3↔H+ +HCO3− ↔2H+ + 2CO32− Kelarutan CO2 di dalam air akan menurun dengan meningkatnya temperatur sehingga nilai pH di dalam digester termofilik itu lebih tinggi dibanding digester mesofilik karena CO2 yang terlarut akan bereaksi dengan air membentuk asam karbonat. Nilai pH juga dapat dinaikkan oleh ammonia hasil degradasi protein atau melalui kehadiran ammonia di aliran umpan. Jika proses asidifikasinya terlalu lemah, sistem buffer ammonia-ammonium yang akan bekerja. Jika terjadi penurunan pH, ion ammonium akan dibentuk disertai pelepasan ion hidroksil. Molekul ammonia bebas yang akan terbentuk pada kondisi pH yang meningkat. Adapun reaksinya sebagai berikut [22] [6] : NH3 + H2O ↔ NH4 + + OHNH3 + H+ ↔ NH4 + 2.4.4
Nutrisi
Nutrisi sangat penting bagi pertumbuhan mikroba, nutrisi untuk pertumbuhan mikroba dalam limbah cair umumnya adalah nitrogen dan phospor. Untuk mendapatkan sludge yang kecil pada proses anaerobik, maka diperlukan kadar nitrogen dan pospor dalam kandungan yang cukup untuk pertumbuhan biomassa. Oleh karena itu, penambahan nitrogen dan/atau phospor yang dibutuhkan tergantung dari substrat dan nilai dari SRT, biasanya jumlah nutrisi yang
Universitas Sumatera Utara
dibutuhkan seperti nitrogen, phospor, dan sulfur pada range 10-13 mg, 2-2,6 mg dan 1-2 mg per 100 mg limbah. Akan tetapi, agar methanogenesis maksimum, konsentrasi nitrogen, phospor dan sulfur biasanya 50, 10, dan 5 mg/L. Kandungan nitrogen dapat diperoleh dari berbagai macam senyawa seperti amonium hidrogen karbonat (NH4HCO3) [26].
2.4.5
Logam Terlarut
Logam terlarut sangat penting di dalam proses fermentasi limbah cair, terutama pada proses methanogenesis. Logam terlarut ini berfungsi sebagai nutrisi penting pada
pertumbuhan
mikroba.
Kandungan
untuk
logam
terlarut
yang
direkomendasikan pada pengolahan limbah cair seperti besi, kobalt, nikel dan seng adalah 0,02; 0,004; 0,003 dan 0,02 mg/g produksi asam asetat. Penambahan logam-logam ini meningkatkan aktifitas mikroba dan sangat menguntungkan pada proses anaerobik untuk limbah cair. Kadar logam berat terlarut yang direkomendasikan per liter reaktor adalah 1 mg FeCl2; 0,1 mg CaCl2; 0,1 mg NiCl2; dan 0,1 mg ZnCl2 [26].
2.4.6
Pengadukan
Pengadukan dilakukan untuk mendapatkan campuran substrat yang homogen dengan ukuran partikel yang kecil. Pengadukan selama proses dekomposisi untuk mencegah terjadinya benda-benda mengapung pada permukaan cairan dan berfungsi mencampur methanogen dengan substrat. Pengadukan juga memberikan kondisi temperatur yang seragam dalam biodigester [28]. Start-up suatu kilang biogas membutuhkan waktu yang lama dalam pembentukan dan penyesuainnya komunitas mikroorganisme yang berperan dalam pembentukan biogas. Proses start-up ini juga mempunyai potensi kegagalan operasi di mana bioreaktor tidak berfungsi dan tidak terbentuk biogas. Untuk mengatasi masalah ini, ke dalam reaktor hidrolisis dan reaktor metana diinokulasikan lumpur anaerobik dari reaktor fermentasi yang sudah berhasil. Proses pencampuran di dalam reaktor juga dijalankan dengan berhati-hati. Tujuan dari proses pengadukan adalah sebagai berikut [22] :
Universitas Sumatera Utara
a.
Proses pengadukan yang perlahan penting agar seluruh mikroorganisme menerima asupan nutrisi yang menyeluruh dan seimbang dan produk hasil metabolismenya dapat dipisahkan secara maksimal. Namun, untuk kasus dimana terjadi pembentuk lapisan H2 di sekeliling mikroorganisme
yang
mana dapat menghambat asupan nutrisi dan pemisahan produk metabolisme membutuhkan pengadukan yang kuat. b.
Substrat yang segar perlu dicampurkan dengan sempurna dengan substrat yang
telah
tergradasi
agar
substrat
segarnya
berinokulasi
dengan
mikroorganisme yang aktif. c.
Biogas yang dihasilkan harus dipisahkan secara efektif dari reaktor.
d.
Hubungan simbiosis antara mikroorganisme asetogenik dan metanogenik tidak harus diganggu.
e.
Mikroorganisme akan mati jika proses pengadukan terlalu kuat.
f.
Pembentukan gelembung karena intensitas gas yang tinggi dapat diatasi dengan pengadukan.
g.
Perbedaan temperatur di dalam bioreaktor menyebabkan effesiensi reaksi yang rendah.
h.
Konsentrasi mikrooganisme.
2.4.7
Konsentrasi Mikroorganisme Mikroorganisme memiliki waktu regenerasi yang lebih lama yang secara
umum dirangkum pada Tabel 2.6. Untuk menghindari terjadinya washing out mikroorganisme dari reaktor, HRT harus sekurang-kurangnya 10-15 hari di dalam reaktor tanpa proses penahanan dan pengembalian biomassa. Hal ini berbeda untuk mikroorganisme hidrolitik dan pembentuk asam yang mana lebih singkat sehingga mikrooganisme ini lebih kurang beresiko terhadap washing out. Tabel 2.6 Waktu Regenerasi Mikroorganisme Anaerobik [22] Mikroorganisme anaerobic Mikrorganisme asidogenik Bakteroids Clostridia Mikroorganisme asetogenik Mikroorganisme metanogenik Methanosarcina Methanococcus
Waktu regenerasi < 24 jam 24-36 jam 80-90 jam 5-16 hari 10 hari
Universitas Sumatera Utara
Laju pertumbuhan mikroorganisme metanogenik yang rendah ini menunjukkan bahwa suatu kilang biogas membutuhkan fasa start-up yang cukup lama hingga mencapai 3 bulan. Hal ini disebabkan untuk lumpur inokulasi melakukan proses fermentasi langsung pada kapasitas penuh adalah tidak memungkinkan dan perlu dilakukan fasa permulaan [22].
2.4.8
Zat Racun (Toxic) Beberapa zat racun yang dapat mengganggu kinerja biodigester antara lain
air sabun, detergen, creolin. Tabel 2.7 memperlihatkan beberapa zat beracun yang mampu diterima oleh bakteri dalam biodigester. Salah satu proses pengolahan limbah ini yang umum digunakan adalah proses digestasi anaerobik [3]. Peggunaan sistem digestasi anaerobik ini semakin meningkat digunakan dalam pengolahan limbah cair terutama pada industri pertanian karena kebutuhan energi yang tidak terlalu tinggi dibanding dengan pengolahan aerobik secara biologis, menghasilkan limbah lumpur yang lebih sedikit serta sistem ini dapat secara mudah dioperasikan kembali setelah beberapa bulan shut-down pabrik [24]. Tabel 2.7 Komponen dan Konsentrasi Penghambat dalam Biogas [28] Penghambat Sulfat (SO42-) Sodium klorida atau garam alami (NaCl) Nitrat (dihitung sebagai N) Tembaga (Cu2+) Chrom (Cr3+) Nikel (Ni3+) Natrium (Na+) Kalium (K+) Kalsium (Ca2+) Magnesium (Mg2+) Mangan (Mn2+)
2.4.9
Konsentrasi Penghambat 5000 ppm 40.000 ppm 0,05 mg/ml 100 mg/l 200 mg/l 200-500 mg/l 3500-5500 mg/l 2500-4500 mg/l 2500-4500 mg/l 1000-1500 mg/l Lebih dari 1500 mg/l
Hydraulic Retention Time Umumnya sistem anaerobik didesain untuk dapat menahan limbah dalam
jangka waktu beberapa hari. Lamanya waktu materi tinggal di dalam tangki itu disebut waktu penahanan hidraulik atau Hydraulic Retention Time (HRT). Nilai HRT ini sama dengan volume tangki dibagi laju alir umpan per satuan waktu atau dirumuskan sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
HRT =
V Q
(1)
Keterangan : HRT = Hydraulic Retention Time (hari) V
= Volume tangki (m3)
Q
= Volume umpan substrat per satuan waktu (m3/hari)
Berdasarkan rumus diatas dapat dilihat bahwa peningkatan beban organik akan mengurangi HRT. HRT ini penting karena menentukan jangka waktu yang dibutuhkan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan konversi senyawa organik menjadi gas. Waktu HRT ini haruslah cukup lama untuk memastikan jumlah mikroorganisme yang terbuang bersama effluent lebih rendah dibanding mikroorganisme yang direproduksi. Umumnya laju pembiakan mikroorganisme adalah 10 hari atau lebih. HRT yang rendah akan menyebabkan pembentukan gas yang rendah namun laju alir substrat yang baik. Oleh karena itu adalah sangat penting untuk mengaplikasikan HRT yang sesuai dengan laju penguraian substrat yang digunakan [22] [29].
2.5
PENGADUKAN DAN PENCAMPURAN
2.5.1
Tujuan dari Pengadukan Dalam industri proses kimia dan lainnya, banyak operasi yang bergantung
pada besaran tingkat tentang efektivitas pengadukan dan pencampuran. Secara umum pengadukan berhubungan dengan kekuatan sebuah fluida oleh mesin yang berarti aliran sirkulasi atau bentuk aliran lainnya di dalam sebuah bejana. Pencampuran biasanya disimpulkan sebagai penggabungan dua atau lebih fasa yang terpisah seperti sebuah fluida dan sebuah padatan bubuk atau dua fluida dan menyebabkan kedua campuran tersebut secara acak terdistribusi satu sama lainnya. Ada beberapa tujuan dari pengadukan fluida beberapa diantaranya seperti dibawah ini [30] : 1. Pencampuran dua cairan yang dapat tercampur, seperti etil alkohol dan air 2. Pelarutan padatan di dalam cairan, seperti garam di dalam air
Universitas Sumatera Utara
3. Dispersi gas di dalam cairan seperti gelembung-gelembung halus, seperti oksigen dari udara disuspensikan oleh mikroba untuk fermentasi atau untuk proses lumpur aktif dalam pengolahan limbah. 4. Pensuspensian padatan didalam cairan seperti dalam hidrogenasi katalitis dari sebuah cairan dimana partikel katalis padat dan gelembung hydrogen terdispersi di dalam cairan. 5. Pengadukan dari fluida untuk meningkatkan perpindahan panas di antara fluida dan koil di dinding bejana
2.5.2
Peralatan Agitasi Secara umum cairan diaduk didalam bejana silinder yang mana bisa
tertutup atau terbuka. Ketinggian dari cairan kira-kira sama dengan diameter tangki. Sebuah impeller yang menempel pada shaft digerakkan oleh motor listrik. Adapun impeller yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis four-blade turbine agitator. Four-blade turbine agitator ini menyerupai pengaduk paddle banyak bilah dengan bilah pendek yang digunakan pada kecepatan tinggi untuk cairan dengan viskositas yang tinggi. Diameter turbine yang normal biasanya 30 dan 50 % dari diameter tangki. Turbin biasanya mempunyai empat sampai enam bilah. Agitator turbine biasanya berguna untuk dispersi gas [30].
(a)
(b)
Gambar 2.2 Four-Blade Turbine Agitator : (a) tampak samping, (b) tampak atas [30].
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Tangki bersekat dengan six-blade turbine agitator pola aliran : (a) tampak samping (b) tampak bawah, (c) dimensi dari turbine dan tangki [30]. 2.5.3
Pemilihan Pengaduk dan Range Viskositas Viskositas dari cairan merupakan salah satu dari beberapa faktor yang
mempengaruhi pemilihan tipe pengaduk. Pemilihan agitator berdasarkan range viskositas sebagai berikut [30] : 1. Propeller digunakan untuk viskositas fluida dibawah 3 Pa.s (3000 cP) 2. Tubine digunakan untuk fluida sekitar 100 Pa.s (100.000 cP) 3. Modifikasi paddle seperti pengaduk anchor digunakan untuk viskositas 50 Pa.s (50.000 cP) sampai 500 Pa.s (500.000 cP) 4. Untuk viskositas yang besarnya sekitar 2,5-5 Pa.s dan diatasnya, penggunaan sekat tidak dibutuhkan karena putarannya kecil yang diakibatkan dari viskositasnya yang kecil.
2.5.4
Pola aliran Dalam Pengadukan Pola aliran di dalam sebuah tangki berpengaduk tergantung pada sifat-sifat
fluida, geometri tangki, tipe sekat di dalam tangki dan pengaduk itu sendiri. Jika sebuah propeller atau pengaduk lainnya yang tergantung secara vertikal di tengah tangki tanpa sekat pola alirannya itu biasanya menyebar. Hal seperti ini tidak diinginkan karena udara tersebut berlebih, menimbulkan vortex yang besar, bergelombang khususnya untuk kecepatan yang tinggi. Untuk mencegah hal tersebut digunakan kecepatan pengadukan yang kecil. Bagaimana pun untuk pengadukan kuat pada kecepatan tinggi, kekuatan yang tidak seimbang
Universitas Sumatera Utara
menyebabkan keterbatasan dalam penggunaan kecepatan tinggi tersebut. Untuk pengadukan kuat dengan pengaduk vertical, sekat biasanya digunakan untuk mengurangi swirling dan tetap menghasilkan pencampuran yang baik. Sekat diletakkan secara vertical pada dinding tangki seperti pada gambar, biasanya empat sekat sudah cukup dengan lebar masing-masing 1/12 dari diameter tangki untuk turbine dan propeller [30].
2.5.4
Bilangan Reynolds Pembelajaran tentang transisi dari aliran laminar ke turbulen di dalam pipa
tidak hanya sebuah fungsi dari kecepatan tetapi juga densitas dan viskositas dari fluida dan diameter pipa. Variabel-variabel ini di kombinasikan ke dalam bilangan Reynolds tanpa dimensi.
Keterangan :
𝑁𝑁𝑅𝑅𝑅𝑅 =
𝐷𝐷𝑎𝑎2 𝑁𝑁𝑁𝑁 µ
(2)
Da = Diameter agitator (m) N = Kecepatan rotasi (rev/s) ρ = Densitas fluida (kg/m3) µ = Viskositas (kg/m.s) Bilangan Reynolds kurang dari 10 (N’Re<10) alirannya laminar. Bilangan diatas 10.000 (N’Re<104) alirannya merupakan aliran turbulen. Diantara bilangan tersebut disebut aliran transisi [30].
2.6
POTENSI BIOGAS Limbah yang telah difermentasi pada digester akan menjadi gas metana
(biogas). Gas metana termasuk gas yang menimbulkan efek rumah kaca yang menyebabkan terjadinya fenomena pemanasan global, karena gas metana memiliki dampak 21 kali lebih tinggi dibandingkan gas karbondioksida (CO2). Dengan dilakukannya pemanfaatan biogas maka dapat mengurangi emisi gas metana (CH4) yang dihasilkan pada dekomposisi bahan organik yang diproduksi. Pengurangan gas metana secara lokal ini dapat berperan positif dalam upaya mengatasi masalah global (efek rumah kaca) yang berakibat pada perubahan iklim global. Secara tidak langsung, upaya ini juga merupakan dukungan pada program
Universitas Sumatera Utara
Internasional yaitu Mekanisme Pembangunan Bersih (Clean Development Mechanism) dari Protokol Kyoto yang efektif berlaku mulai 16 Februari 2005 dan Indonesia termasuk negara yang meratifikasinya [31]. Adapun contoh pemanfaatan biogas adalah sebagai sumber energi pada kompor gas, lampu petromak, menggerakkan motor bakar (energi mekanis/listrik), dengan kebutuhan biogas seperti pada Tabel 2.8. Tabel 2.8 Pemanfaatan Biogas [31] Pemanfaatan Biogas Lampu penerangan (m3/ jam)
Kompor gas (m3/ jam)
Algen gas generator (700 W) Algen gas generator (1.500 W) Modifikasi diesel engine 6HP (3000 W)
2.7
Referensi 0,11 – 0,15 m3 biogas (penerangan setara dengan 60 watt lampu bohlam ≅100 candle power ≅ 620 lumen). Tekanan: 70 − 85 mm H2O 0,3 m3 biogas/org/hari Tekanan: 75 − 90 mmH2O
Hasil pengukuran 0,15 – 0,3 m3 biogas Tekanan = 30 – 60 mmH2O
0,5 m3 biogas/kwh
0,2-0,4 m3 biogas/org/hari Tekanan = 60 – 85 mmH2O 0,55 m3 biogas/kwh
0,35 m3 biogas/kwh
0,40 m3 biogas/kwh
perbandingan solar = biogas 10 : 90
100 ml solar, 0,39 m3 biogas/kwh
POTENSI EKONOMI Pada penelitian ini dilakukan suatu analisis potensi ekonomi yang
sederhana terhadap produksi biogas pada proses pembuatan biogas satu tahap dan dua tahap. Harga biogas yang dihasilkan disetarakan dengan harga bahan bakar solar industi. Berikut perhitungan analisa potensi ekonominya. Perhitungan: PKS Adolina memiliki kapasitas pengolahan TBS sebesar 30 ton TBS/jam dengan asumsi waktu beroperasi adalah 20 jam setiap harinya. Setiap pengolahan 1 ton TBS tersebut akan menghasilkan 650 L POME sebagai produk samping [15]. Berikut menunjukkan perhitungan POME yang terbentuk untuk kapasitas pengolahan 30 ton TBS/jam.
Universitas Sumatera Utara
Kapasitas olahan per hari
= 30 ton TBS/jam × 20 jam/hari = 600 ton TBS/hari
Produksi POME per hari
= 600 ton TBS/hari × 650 L POME/ton TBS = 390.000 L POME/hari = 390 m3 POME/hari
(a)
Analisis potensi ekonomi pada proses pembuatan biogas satu tahap Adapun produksi biogas yang diperoleh Basri et al. pada proses
pembuatan biogas sistem satu tahap dari POME adalah 2,42 m3/m3·hari [3]. Produksi biogas per hari
= 2,42 m3 biogas/m3 POME·hari × 390 m3 POME = 943,8 m3 biogas/hari
Nilai kalor biogas: 6,0-6,5 kWh/m3 [22] Nilai kalor biogas yang dihasilkan
= 943,8 m3 biogas/hari × 6,5 kWh/m3 biogas = 6.134,7 kWh/hari
Nilai kalor solar: 9,8 kWh/L [32] Kesetaraan dengan nilai kalor solar =
6.134,7 kWh/hari 9,8 kWh/L
= 625,989 L/hari Harga solar industri adalah Rp 10.750/L [33], sehingga untuk biogas yang dihasilkan pada proses satu tahap diperoleh keuntungan sebesar: Keuntungan produksi biogas satu tahap
= 625,989 L/hari × Rp 10.750/L = Rp 6.729.381,75/hari
(b)
Analisis potensi ekonomi pada proses pembuatan biogas dua tahap Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi VFA tertinggi adalah 5.776,606
mg/L. Jumlah biogas yang akan terbentuk dari VFA yang dihasilkan dihitung menggunakan metode interpolasi data. Interpolasi data tersebut dilakukan berdasarkan volume biogas yang terbentuk dari konversi VFA pada sistem dua tahap yang dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Berikut Tabel 2.9 menunjukkan volume pembentukkan biogas dari konversi VFA dan diplotkan grafiknya sebagaimana ditunjukkan Gambar 2.4. Tabel 2.9 Volume Pembentukkan Biogas dari Konversi VFA [34] [35] [36] Peneliti Kivaisi dan Mtila Li et al.
Total VFA (mg/L) 2.058,85 4.020,00
Volume Biogas (L/L·hari) 1,70 3,97
Universitas Sumatera Utara
6.896,48
Cavinato et al.
6,00
Produksi Biogas (L/L·hari)
8 Biogas
6
Linear (Biogas)
4 2 y = 0,0009x + 0,104 0 0
1000
2000
3000 4000 5000 Total VFA (mg/L)
6000
7000
8000
Gambar 2.4 Total VFA versus Produksi Biogas [34] [35] [36] Pada Gambar 2.4 diatas, diperoleh grafik linear dengan persamaan garis lurus : y = 0,0009x + 0,1043. Berdasarkan persamaan tersebut dan asumsi konversi VFA menjadi biogas adalah 100 % [34], dilakukan perhitungan volume biogas untuk total VFA sebesar 5.776,606 mg/L sebagai berikut. y
= 0,0009x + 0,1043 = 0,0009 ⋅ 5.776,606 + 0,1043 = 5,303 L/L·hari = 5,303 m3/m3·hari (volume biogas)
Produksi biogas per hari
= 5,303 m3 biogas/m3 POME·hari × 390 m3
POME = 2.068,17 m3 biogas/hari Nilai kalor biogas: 6,0-6,5 kWh/m3 [22] Nilai kalor biogas yang dihasilkan = 2.068,17 m3 biogas/hari × 6,5 kWh/m3 biogas = 13.443,105 kWh/hari Nilai kalor solar: 9,8 kWh/L [32] Kesetaraan dengan nilai kalor solar =
13.443,105 kWh/hari 9,8 kWh/L
= 1.371,745 L/hari Harga solar industri adalah Rp 10.750/L [33], sehingga untuk biogas yang dihasilkan pada proses pembuatan biogas dua tahap diperoleh keuntungan sebesar:
Keuntungan produksi biogas dua tahap
= 1.371,745 L/hari × Rp 10.750/L = Rp 14.746.258,75 /hari
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan rincian ekonomi tersebut, disimpulkan bahwa produksi biogas yang diperoleh untuk sistem dua tahap memiliki potensi ekonomi yang lebih tinggi dibanding sistem satu tahap.
Universitas Sumatera Utara