BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Umum Jembatan secara umum adalah suatu konstruksi yang berfungsi untuk
menghubungkan dua bagian jalan yang terputus oleh adanya rintangan-rintangan seperti lembah yang dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang dan lain-lain. Jembatan mempunyai arti penting bagi setiap orang. Akan tetapi tingkat kepentingannya tidak sama bagi tiap orang, sehingga akan menjadi suatu bahan studi yang menarik. Suatu jembatan tunggal diatas sungai kecil akan dipandang berbeda oleh tiap orang, sebab penglihatan/ pandangan masing-masing orang yang melihat berbeda pula. Seseorang yang melintasi jembatan setiap hari pada saat pergi bekerja, hanya dapat melintasi sungai bila ada jembatan, dan ia menyatakan bahwa jembatan adalah sebuah jalan yang diberi sandaran pada tepinya. Tentunya bagi seorang pemimpin pemerintahan dan dunia bisnis akan memandang hal yang berbeda pula. Dari keterangan diatas, dapat dilihat bahwa jembatan merupakan suatu sistem transportasi untuk tiga hal, yaitu: 1. Merupakan pengontrolan kapasitas dari sistem, 2. Mempunyai biya tertinggi per mil dari sistem, 3. Jika jembatan runtuh, sistem akan lumpuh.
Universitas Sumatera Utara
2.2
Jenis – Jenis Jembatan
Jenis jembatan dapat dibagi berdasarkan fungsi, lokasi, bahan konstruksi dan tipe struktur, yaitu : a) Berdasarkan fungsinya, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut :
Jembatan jalan raya (highway bridge),
Jembatan jalan kereta api (railway bridge),
Jembatan pejalan kaki atau penyeberangan (pedestrian bridge).
b) Berdasarkan lokasi, jembatan dapat dibedakan sebagai berikut :
Jembatan di atas sungai atau danau,
Jembatan di atas lembah,
Jembatan di atas jalan yang ada (fly over),
Jembatan di atas saluran irigasi/drainase (culvert),
Jembatan di dermaga (jetty).
c) Berdasarkan bahan konstruksi, jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :
Jembatan kayu (log bridge),
Jembatan beton (concrete bridge),
Jembatan beton prategang (prestressed concrete bridge),
Jembatan baja (steel bridge),
Jembatan komposit (compossite bridge), gabungan dua jenis material, yaitu baja dan
Universitas Sumatera Utara
beton secara bersama-sama memikul lentur dan geser.
d) Berdasarkan tipe struktur, khusus jembatan baja dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain :
Jembatan gelagar I (rolled steel girder bridge), tersusun dari beberapa gelagar Icanai panas, panjang bentang berkisar 10 meter sampai dengan 30 meter. Jembatan gelagar ini dapat bersifat komposit atau non komposit, tergantung penggunaan penghubung geser (shear connector), juga tergantung kepada penggunaan
bahanuntuk
lantai
jembatan
misal
dari
kayu
(jembatan
konvensional) atau beton.
Jembatan gelagar pelat (plate girder bridge), atau sering juga disebut jembatan dinding penuh, tersusun dari 2 (dua) atau lebih gelagar, yang terbuat dari pelatpelat baja dan baja siku yang diikat dengan paku keling atau di las. Panjang bentang berkisar 30 meter sampai dengan 90 meter
Jembatan gelagar kotak (box girder bridge), terbuat dari pelat-pelat berbentuk kotak empat persegi atau berbentuk trapesium, umumnya digunakan dengan panjang bentang 30 meter sampai dengan 60 meter. Jembatan dapat terdiri dari gelagar kotak tunggal maupun tersusun dari beberapa gelagar.
Jembatan rangka (truss bridge), tersusun dari batang-batang yang dihubungkan satu sama lain dengan pelat buhul, dengan pengikat paku keling, baut atau las. Batang batang rangka ini hanya memikul gaya dalam aksial (normal) tekan atau tarik, tidak seperti pada jembatan gelagar yang memikul gaya-gaya dalam momen lentur dan gaya lintang.
Jembatan pelengkung (arch bridge), Tipe struktur adalah pelengkung tiga sendi, dimana sendi ketiga terletak pada puncak atas. Keistimewaan dari struktur
Universitas Sumatera Utara
pelengkung tiga sendi ini adalah momen yang terjadi lebih kecil karena tereduksi oleh adanya gaya horisontal pada perletakan yang menghasilkan momen negatip.
Jembatan gantung (suspension bridge), Pada jembatan gantung semua gaya-gaya vertikal disalurkan melalui kabel-kabel penggantung ke tiang (pylon) dan perletakan ujung.
Jembatan Struktur Kabel (cable stayed bridge), Pada jembatan struktur kabel (cable-stayed bridge) sepenuhnya gaya-gaya vertical dipikul oleh tiang (pylon) yang disalurkan melalui kabel-kabel penggantung.
Berikut ini adalah bentang ekonomis jembatan menurut tipe Jembatan : Tabel 2.1. bentang ekonomis jembatan
Bentang
Tipe Jembatan
0 – 15
Flat Slab Beton
10 – 18
Gelagar Beton T
18 – 25
Modi Gelagar Beton T
25 – 40
Box Beton Bertulang
25 – 40
Gelagar I Pratekan
40 – 300
Box Free Cantilever
40 – 200
Rangka Baja
150 – 400
Pelengkung Baja
200 – 500
Cable Stayed
300 – 2000
Gantung
Universitas Sumatera Utara
2. 3 Struktur Jembatan Secara umum struktur jembatan terbagi menjadi 3 (tiga) bagian utama yaitu struktur atas (superstructures) dan struktur bawah (Substructures) dan Pondasi.
A. Struktur Atas. Struktur atas jembatan merupakan bagian yang menerima beban langsung yang meliputi berat sendiri, beban mati, beban mati tambahan, beban lalu-lintas kendaraan, gaya rem, beban pejalan kaki, dll. 1. Trotoar : Sandaran dan tiang sandaran, Peninggian trotoar (Kerb), Slab lantai trotoar. 2. Slab lantai kendaraan, 3. Gelagar (Girder), 4. Balok diafragma, 5. Ikatan pengaku (ikatan angin, ikatan melintang), 6. Tumpuan (Bearing).
B. Struktur Bawah. Struktur bawah jembatan berfungsi memikul seluruh beban struktur atas dan beban lain yang ditumbulkan oleh tekanan tanah, aliran air dan hanyutan, tumbukan, gesekan pada tumpuan dsb. untuk kemudian disalurkan ke fondasi. Selanjutnya bebanbeban tersebut disalurkan oleh fondasi ke tanah dasar.
Universitas Sumatera Utara
Struktur bawah jembatan umumnya meliuputi : a). Pangkal jembatan (Abutment), Dinding belakang (Back wall), Dinding penahan (Breast wall), Dinding sayap (Wing wall), Oprit, plat injak (Approach slab) Konsol pendek untuk jacking (Corbel), Tumpuan (Bearing). b). Pilar jembatan (Pier), Kepala pilar (Pier Head), Pilar (Pier), yg berupa dinding, kolom, atau portal, Konsol pendek untuk jacking (Corbel), Tumpuan (Bearing).
C.
Pondasi Pondasi jembatan berfungsi meneruskan seluruh beban jembatan ke tanah dasar.
Berdasarkan sistimnya, pondasi abutment atau pier jembatan dapat dibedakan menjadi beberapa macam jenis, antara lain : 1. Pondasi telapak (spread footing) 2. Pondasi sumuran (caisson) 3. Pondasi tiang (pile foundation) Tiang pancang kayu (Log Pile),
Universitas Sumatera Utara
Tiang pancang baja (Steel Pile), Tiang pancang beton (Reinforced Concrete Pile), Tiang pancang beton prategang pracetak (Precast Prestressed Concrete Pile), spun pile, Tiang beton cetak di tempat (Concrete Cast in Place), borepile, franky pile, Tiang pancang komposit (Compossite Pile).
2.4 Pembebanan pada Jembatan Berdasarkan RSNI T-02-2005 beban-beban yang mempengaruhi struktur jembatan ada 4 (empat) menurut sumbernya yaitu:
Beban tetap
Beban lalu lintas
Aksi lingkungan
Aksi-aksi lainnya
A.
Beban Tetap Beban tetap adalah segala beban yang berasal dari berat sendiri jembatan atau
bagian jembatan yang ditinjau, termasuk segala unsur tambahan tetap yang dianggap merupakan satu kesatuan yang tetap dengannya .Berikut beban tetap yang dipikul oleh jembatan: 1.
Berat Sendiri/Dead Load
Universitas Sumatera Utara
Beban sendiri adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktur ditambah dengan elemen non structural yang dianggap tetap.Faktor berat beban sendiri.
Berat sendiri dari bagian bangunan adalah berat dari bagian tersebut dan elemen-elemen struktural lain yang dipikulnya. Termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian jembatan yang merupakan elemen struktural,ditambah dengan elemen non struktural yang dianggap tetap. 2.
Beban Mati Tambahan/Super Imposed Dead Load Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen non struktural, dan besarnya dapat berubah selama umur jembatan.
B.
Beban Lalu Lintas
1.
Beban lajur‘D’ Beban lajur ‘D’ bekerja pada seluruh lebar jalur kendaraan dan
menimbulkan pengaruh pada jembatan yang ekivalen dengan suatu
iring-
iringan kendaraan yang sebenarnya. Jumlah total beban lajur “D” yang bekerja tergantung pada lebar jalur kendaraan itu sendiri.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1 Beban Lalu Lintas 2.
Beban Truck T
Pembebanan truck ‘T’ terdiri dari kendaraan truk semi trailer yang mempunyai susunan dan berat As seperti tertulis dalam Gambar. Berat dari masingmasing As disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontrak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara 2 as tersebut bias diubah-ubah antara 4.0 sampai 9.0 m untuk mendapatkan pengaruh terbesar pada arah memanjang
jembatan.
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.2. Pembebanan Truk
3. Gaya Rem
Pengaruh percepatan dan pengereman dari lalu lintas harus diperhitungkan sebagai gaya dalam arah memanjang dan dianggap bekerja pada permukaan lantai jembatan. Besarnya gaya rem diatur dalam RSNI-T 02-2005 6.7.
4. Pembebanan Pejalan Kaki Semua elemen dari trotoar atau jembatan penyeberangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk beban nominal. Trotoar pada jembatan jaaln raya harus direncanakn untuk memikul beban per m2 dari luas yang dibebani. Luas
yang dibebani
adaalh
luas
yang terkait
dengan elemen bangunan yang
ditinjau.Untuk jembatan,pembebanan lalu lintas dan pejalan kaki jangan diambil secara bersamaan pada keadaan C.
Aksi-Aksi Lingkungan 1.
Beban Angin Angin harus dianggap bekerja secara merata pada seluruh bangunan
atas. Koefisien seret angin dan kecepatan angin rencana diatur dalam RSNI-T-02-2005.7.6. 2. Beban Gempa Pada perencanaan jembatan, pengaruh gempa rencana hanya ditinjau pada keadaan batas ultimit. 2.1. Beban horizontal statis ekuivalen. Untuk jembatan-jembatan sederhana, pengaruh gempa dihitung dengan Universitas Sumatera Utara
metode beban statis ekuivalen. Untuk jembatan besar, rumit dan penting mungkin
diperlukan analisa dinamis. Beban rencana gempa minimum diperoleh dari rumus berikut :
T*EQ = Kh / WT Dimana, Kh
=CS
T*EQ
= Gaya geser dasar total dalam arah yang ditinjau (kN).
Kh
= Koefisien beban gempa horisontal.
C
= Koefisien geser dasar untuk daerah, waktu dan kondisi setempat yang sesuai, diambil dari gambar 14, RSNI T-02-2005.
I
= Faktor kepentingan, tabel 32, RSNI T-02-2005.
S
= Faktor tipe bangunan, tabel 33, RSNI T-02-2005.
WT
= Berat total nominal bangunan yang mempengaruhi percepatan gempa, diambil sebagai beban mati ditambah beban mati tambahan (kN).
2.2. Beban vertikal statis ekuivalen. Untuk perencanaan perletakan dan sambungan, gaya gempa vertikal dihitung dengan menggunakan percepatan vertikal (keatas atau kebawah) sebesar 0.1 g (g = gravitasi), yang harus bekerja secara bersamaan dengan gaya horisontal yang dihitung. Gaya ini jangan dikurangi oleh berat sendiri jembatan dan bangunan pelengkapnya. Gaya gempa vertikal bekerja pada bangunan berdasarkan pembagian massa, dan pembagian gaya gempa antara bangunan atas dan bangunan bawah harus sebanding dengan kekakuan relatif dari perletakan atau sambungannya.
Universitas Sumatera Utara
D. Aksi-aksi Lain. 1. Gesekan pada perletakan Gesekan pada perletakan termasuk pengaruh kekakuan geser dari perletakan elastomer. Gaya akibat gesekan pada perletakan dihitung dengan menggunakan hanya beban tetap, dan harga rata-rata dari koefisien gesekan (atau kekakuan geser apabila menggunakan perletakan elastomer).
b. Pengaruh getaran Getaran yang diakibatkan oleh adanya kendaraan yang lewat diatas jembatan dan akibat pejalan kaki pada jembatan penyeberangan merupakan keadaan batas daya layan apabila tingkat getaran menimbulkan bahaya dan ketidak nyamanan seperti halnya keamanan bangunan. Getaran pada jembatan harus diselidiki untuk keadaan batas daya layan terhadap getaran. Satu lajur lalu lintas rencana dengan pembebanan "beban lajur D", dengan factor beban 1,0 harus ditempatkan sepanjang bentang agar diperoleh lendutan statis maksimum pada trotoar. Lendutan ini jangan melampui apa yang diberikan dalam gambar 17 RSNI T- 02-2005 untuk mendapatkan tingkat kegunaan pada pejalan kaki.
2.5.
Beton a. Klasifikasi Lingkungan Persyaratan untuk struktur dan komponen beton bertulang dengan
umur rencana 50 tahun atau lebih, diberlakukan sehubungan dengan kondisi
Universitas Sumatera Utara
dan klasifikasi lingkungan. Klasifikasi
lingkungan
yang berpengaruh
terhadap struktur beton adalah seperti diberikan pada tabel berikut. Table 2.2. Klasifikasi lingkungan terhadap struktur beton Keadaan permukaan dan lingkungan
Klasifikasi lingkungan
1. Komponen struktur yang berhubungan langsung dengan tanah : (a) Bagian komponen yang dilindungi lapisan tahan lembab atau kedap air.
A
(b) Bagian komponen lainnya di dalam tanah yang tidak agresif. 2. (c) Komponen struktur di dalam ruangan di dalam bangunan, kecuali Bagian komponen di dalam tanah tertutup yang agresif (tanah permeable dengan untuk keperluan pelaksanaan dalam yang singkat. 3. Komponen di atas tanah dalam lingkungan pH < 4, struktur atau dengan air permukaan tanah yangwaktu mengandung ion sulfat >terbuka 1 g per:liter)
A A U
(a) Daerah di pedalaman (> 50 km dari pantai) di mana lingkungan adalah, (i) bukan daerah industri dan berada dalam iklim yang sejuk.
A
(ii) bukan daerah industri namun beriklim tropis.
B1
(iii) daerah industri dalam iklim sembarang. (b) Daerah dekat pantai (1 km sampai 50 km dari garis pantai), iklim 4. Komponen struktur di dalam air :
B1
Sembarang. (a) Air tawar.
B1
(c) Daerah pantai (< 1 km dari garis pantai tetapi tidak dalam daerah pasang (b) Air laut : surut), iklim sembarang. (i) terendam secara permanen. 5. Komponen struktur di dalam lingkungan lainnya yang tidak terlindung dan (ii) berada di daerah pasang surut. tidakKhusus termasuk untuk dalam kategori yang disebutkan di atas.“U”, mutu dan klasifikasi lingkungan (c) Air yang mengalir.
B1 U B2 karakteristik B2 C
beton harus ditentukan secara khusus agar dapat menjamin keawetan jangka
U
panjang komponen struktur dalam lingkungan tidak terlindung yang khusus.
b. Selimut beton Tebal selimut beton untuk tulangan
harus diambil nilai tebal
selimut beton yang terbesar sesuai dengan ketentuan yang disyaratkan untuk keperluan pengecoran dan untuk perlindungan terhadap karat. Tebal selimut
Universitas Sumatera Utara
beton untuk keperluan pengecoran tidak boleh kurang dari nilai yang terbesar dari ketentuan berikut : 1. 1,5 kali ukuran agregat terbesar. 2.
Setebal diameter tulangan yang dilindungi atau 2 kali diameter tulangan terbesar bila dipakai berkas tulangan.
Untuk perlindungan terhadap karat harus diambil tebal selimut beton sebagai berikut : 1. Bila beton dicor di dalam acuan sesuai dengan spesifikasi yang berwenang dan dipadatkan sesuai standar, selimut beton harus diambil tidak kurang dari ketentuan yang diberikan pada Tabel 2.3. untuk klasifikasi tidak terlindung. 2.
Bila beton dicor di dalam tanah, tebal selimut ke permukaan yang berhubungan dengan tanah diambil seperti yang disyaratkan dalam Tabel 2.3., namun harganya dinaikkan 30 mm atau 10 mm jika permukaan beton dilindungi lapisan yang kedap terhadap kelembaban.
3.
Bila beton dicor di dalam acuan kaku dan pemadatannya intensif, seperti yang dicapai dari hasil meja getar, digunakan selimut beton minimum seperti disyaratkan pada Tabel 2.4.
4. Bila komponen struktur beton dibuat dengan cara diputar, dengan rasio air-semen kurang dari 0,35 dan tidak ada toleransi negatif pada pemasangan tulangannya, selimut ditentukan sesuai Tabel 2.5.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.3:Tebal minimum selimut beton untuk acuan dan pemadatan (mm).
Tabel 2.4 : Selimut beton untuk acuan kaku dan pemadatan intensif
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.5 : Selimut beton untuk komponen yang dibuat dengan cara diputar.
2.6.Prinsip perencanaan Perencanaan harus berdasarkan pada suatu prosedur yang memberikan jaminan keamanan pada tingkat yang wajar, berupa kemungkinan yang dapat diterima untuk mencapai suatu keadaan batas selama umur rencana jembatan. Perencanaan kekuatan balok, pelat, kolom beton bertulang sebagai
Universitas Sumatera Utara
komponen struktur jembatan yang diperhitungkan terhadap lentur, geser, lentur dan aksial, geser dan puntir, harus
didasarkan
pada
cara
Perencanaan berdasarkan Beban dan Kekuatan Terfaktor (PBKT) atau cara ultimit. Untuk perencanaan komponen struktur jembatan yang mengutamakan suatu pembatasan tegangan kerja, seperti untuk perencanaan terhadap lentur dari komponen struktur sesuai kebutuhan perilaku deformasinya, atau sebagai cara perhitungan alternatif, dapat digunakan cara Perencanaan berdasarkan Batas Layan (PBL).
Universitas Sumatera Utara