BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku 1.
Definisi Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena mereka mempunyai aktivitas masing-masing. Sehingga yang di maksud perilaku manusia, pada hakekatnya adalah tindakan atau aktivitas manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca dan sebagainya. Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang dapat diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,2003, p.114). Menurut Skinner, seperti yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007, p.133), merumuskan bahwa perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus atau rangsangan dari luar. Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus – Organisme – Respon.
6
2.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Menurut Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007, p.16-17), faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku, antara lain: a. Faktor predisposisi (predisposing factor), yang terwujud dalam pengetahuan,
sikap,
kepercayaan,
keyakinan,
nilai-nilai
dan
sebagainya. b. Faktor pendukung (enabling factor), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau saranasarana kesehatan, misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat steril dan sebagainya. c. Faktor pendorong (reinforcing factor), yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.
B. Pengetahuan 1.
Definisi Pengetahuan merupakan hasil “tahu” dan hal ini terjadi setelah orang
melakukan
Penginderaan
penginderaan
terjadi
melalui
terhadap
pancaindera
sesuatu manusia,
objek yaitu:
tertentu. indera
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan (knowledge) adalah hasil tahu dari manusia terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang memungkinkan seseorang untuk memecahkan masalah yang dihadapinya (Notoatmodjo, 2007, p.143).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara dan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden. (Notoatmodjo, 2007, p.139) 2.
Manfaat Pengetahuan Sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri seseorang terjadi proses yang berurutan yakni: a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam diri mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek). b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Disini sikap subyek sudah mulai timbul. c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, sikap dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulus. e. Adoption, dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus. Apabila penerimaan perilaku baru atau diadopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif, maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng.
3.
Tingkat Pengetahuan Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting bagi terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan
akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007, p.144). Tingkat pengetahuan seseorang secara rinci dibagi menjadi enam tingkatan (Notoatmodjo, 2003, p.145-146) yaitu: a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara
benar
tentang
objek
yang
diketahui,
dan
dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. c. Analisis (analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. d. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.
e. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. 4.
Pengukuran Pengetahuan Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007, p.146).
5.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi pengetahuan a. Tingkat Pendidikan Pendidikan adalah upaya untuk memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif meningkat, sehingga diharapkan tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkat pula wawasan
pengetahuannya
dan
semakin
mudah
menerima
pengembangan pengetahuan. Pendidikan akan menghasilkan banyak perubahan seperti pengetahuan, sikap dan perbuatan (Soekanto, 2002). Menurut UU RI 20 tahun 2003, ditinjau dari sudut tingkatannya jalur pendidikan terdiri dari : 1) Pendidikan Dasar : a) SD / MI b) SMP / MTS
2) Pendidikan Menengah : a) SMU dan Kejuruan b) Madrasah Aliyah 3) Pendidikan Tinggi : a) Akademi b) Institut c) Sekolah Tinggi d) Universitas b. Sosial Ekonomi Tingkat kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhan sosial ekonomi mempengaruhi tingkat pengetahuan dan perilaku seseorang
dibidang
kesehatan,
sehubungan
dengan
kesempatan
memperoleh informasi karena adanya fasilitas atau media informasi (Azwar, 2003, p.143). Menurut Soekanto (2002, p.88) semakin tinggi tingkat pendapatan manusia maka semakin tinggi keinginan manusia untuk dapat memperoleh informasi melalui media yang lebih tinggi. c. Pekerjaan Pekerjaan merupakan variabel yang sulit digolongkan namun berguna bukan saja sebagai dasar demografi, tetapi juga sebagai suatu metode untuk melakukan sosial ekonomi (Soekanto, 2002, p.89). d. Pengalaman Pengalaman diartikan sebagai sumber belajar sekalipun banyak orang yang berpendapat bahwa pengalaman itu lebih luas daripada
sumber belajar. Pengalaman artinya berdasarkan pada pikiran yang kritis akan tetapi pengalaman belum tentu teratur dan bertujuan. Pengalaman-pengalaman yang disusun secara sistematis oleh otak maka hasilnya adalah ilmu pengetahuan (Soekanto, 2002, p.90). Semua pengalaman pribadi dapat merupakan sumber kebenaran pengetahuan namun perlu diperhatikan disini bahwa tidak semua pengalaman pribadi dapat menuntun seseorang untuk menarik kesimpulan dangan benar, untuk dapat menarik kesimpulan dan pengalaman dengan benar diperlukan berfikir kritis dan logis (Notoatmodjo, 2003, p.121). e. Umur Umur berpengaruh dalam meningkatkan pengetahuan, karena kemampuan
mental
yang
diperlukan
untuk
mempelajari
dan
menyesuaikan dari pada situasi-situasi baru, seperti mengingat hal-hal yang dulu pernah dipelajari, penalaran analog dan berfikir kreatif, mencapai puncaknya dalam usia dua puluhan (Hurlock, 1993 dalam Suyani, 2003).
C. Pengertian Gizi Ilmu gizi merupakan suatu cabang pengetahuan yang khusus mempelajari hubungan antara makanan dan kesehatan tubuh. Ilmu gizi tidak terbatas pada masalah bagaimana pengaruh makanan dalam tubuh, namun banyak hal-hal lain yang dipelajari dalam ilmu gizi, yaitu : keadaan-keadaan
yang ditimbulkan oleh masuknya makanan ke dalam tubuh, cara untuk mencegah terjadinya kekurangan unsur-unsur makanan maupun faktor-faktor yang dapat menyebabkan seseorang tidak cukup memperoleh zat-zat makanan yang diperlukan tubuh (Moehji S., 2002, p.2). Zat gizi (Nutrients) adalah ikatan kimia yang diperlukan oleh tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan serta mengatur proses kehidupan (Almatsier, 2001) Tak satu pun jenis makanan yang mengandung semua zat gizi, yang mampu membuat seseorang untuk hidup sehat, tumbuh kembang dan produktif. Oleh karena itu, setiap orang perlu mengkonsumsi aneka ragam makanan; kecuali bayi umur 0-6 bulan yang cukup mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) saja. Bagi bayi 0-6 bulan, ASI adalah satu-satunya makanan tunggal yang penting dalam proses tumbuh kembang dirinya secara wajar dan sehat. 1. Makan makanan yang beranekaragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Makanan yang beraneka ragam yaitu makanan yang mengandung unsurunsur zat gizi yang diperlukan tubuh baik kualitas maupun kuantintasnya. Dalam pelajaran ilmu gizi biasa disebut triguna makanan yaitu, makanan yang mengandung zat tenaga, pembangun dan zat pengatur. Makanan sumber zat tenaga antara lain: beras, jagung, gandum, ubi kayu, ubi jalar, kentang, sagu, roti dan mi. Minyak, margarin dan santan yang mengandung lemak juga dapat menghasilkan tenaga. Makanan sumber zat tenaga menunjang aktivitas sehari-hari.
2. Makanan sumber zat pembangun yang berasal dari bahan makanan nabati adalah kacang-kacangan, tempe, tahu. Sedangkan yang berasal dari hewan adalah telur, ikan, ayam, daging, susu serta hasil olahan, seperti keju. Zat pembangun
berperan
sangat
penting
untuk
pertumbuhan
dan
perkembangan kecerdasan seseorang. 3. Makanan sumber zat pengatur adalah semua sayur-sayuran dan buahbuahan. Makanan ini mengandung berbagai vitamin dan mineral, yang berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ-organ tubuh.
D. Konsep Status Gizi 1. Pengertian status gizi Status gizi adalah merupakan hasil akhir dari keseimbangan antara makanan yang masuk kedalam tubuh (nutrient input) dengan kebutuhan tubuh (nutrient out put) akan gizi tersebut (Supariasa IDN, 2001, p.88). Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit. 2. Klasifikasi status gizi Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia
adalah WHO-NCHS (World Health Organization-Nation Center for Health Statistics) dengan melihat nilai Z-SCORE, sebagai berikut : TABEL 2.1 KLASIFIKASI GIZI ANAK BAWAH LIMA TAHUN (BALITA) INDEKS
STATUS GIZI Gizi Lebih Berat badan menurut umur Gizi Baik (BB/U) Gizi Kurang Gizi Buruk Tinggi badan menurut umur Normal (TB/U) Pendek (stunted) Berat badan menurut tinggi Gemuk badan (BB/TB) Normal Kurus (wasted) Kurus sekali Sumber : Depkes RI, 2002.
AMBANG BATAS *) > + 2 SD ≥ -2 SD sampai +2 SD < -2 SD sampai ≥ -3 SD < – 3 SD ≥ 2 SD < -2 SD > + 2 SD ≥ -2 SD sampai + 2 SD < -2 SD sampai ≥ -3 SD < – 3 SD
Klasifikasi di atas berdasarkan parameter antropometri yang dibedakan atas: a. Berat Badan / Umur Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap umur dalam bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 1.2. b. Tinggi Badan / Umur Status gizi ini diukur sesuai dengan tinggi badan terhadap umur dalam bulan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 1.2. c. Berat Badan / Tinggi Badan Status gizi ini diukur sesuai dengan berat badan terhadap tinggi badan yang hasilnya kemudian dikategorikan sesuai dengan tabel 1.2. d. Lingkar Lengan Atas / Umur
Lingkar lengan atas (LILA) hanya dikategorikan menjadi 2 kategori yaitu gizi kurang dan gizi baik dengan batasan indeks sebesar 11,5 cm/tahun. e. Menurut Depkes RI (2005) Parameter berat badan / tinggi badan berdasarkan kategori Z-Score diklasifikasikan menjadi 4 yaitu: 1) Gizi Buruk ( Sangat Kurus) : <-3 SD Bila kondisi gizi kurang berlangsung lama maka akan berakibat semakin berat kekurangannya, dalam keadaan ini dapat menjadi gizi buruk (DepKes RI, 2000, p.6). 2) Gizi Kurang (Kurus)
:-3SD s/d <-2SD
Status gizi kurang pada dasarnya merupakan gangguan kesehatan yang disebabkan oleh kekurangan asupan energi dan protein dalam waktu tertentu (DepKes RI, 2002 : 2). 3) Gizi Baik (Normal)
:-2SD s/d +2SD
Status gizi baik adalah kesesuaian antara jumlah asupan dengan kebutuhan gizi seorang anak (Santoso Soegeng, 2004 : 3). 4) Gizi Lebih (Gemuk)
:>+2SD
Status gizi lebih berkaitan dengan konsumsi makanan yang melebihi dari yang dibutuhkan terutama konsumsi lemak yang tinggi dan makanan dari gula murni (Djaeini Ahcmad, 2000 : 27).
E. Dampak Gizi 1.
Dampak gizi lebih Obesitas (gizi lebih) jika tidak teratasi akan berlanjut sampai remaja dan dewasa, hal ini akan berdampak tingginya kejadian berbagai penyakit infeksi (Pudjiadi S, 2001, p.145). Pada orang dewasa tampak dengan semakin meningkatnya penyakit degeneratif seperti jantung koroner, diabetes melitus, hipertensi dan penyakit hati (Almatsiar S, 2001, p.308). Timbulnya Obesitas dipengaruhi berbagai faktor, diantaranya faktor keturunan dan lingkungan. Tentu saja, faktor utama adalah asupan energi yang tidak sesuai dengan penggunaan. Menurut Proverawati A, 2009, p.198 obesitas yang sering ditemui pada anak-anak adalah sebagai berikut: a. Anak yang setiap menangis sejak bayi diberi susu botol. b. Bayi yang terlalu dini diperkenalkan dengan makanan padat. c. Anak dari ibu yang terlalu takut anaknya kekurangan gizi. d. Anak yang selalu mendapat hadiah cookie atau gula-gula jika ia berbuat sesuai keinginan orang tua. e. Anak yang malas untuk beraktivitas fisik.
2.
Dampak gizi kurang Pertumbuhan fisik terhambat (anak akan mempunyai tinggi badan lebih pendek), perkembangan mental dan kecerdasan terhambat, daya tahan anak menurun sehingga anak mudah terserang penyakit infeksi
(Depkes RI, 2002, p.8). Akibatnya balita mengalami Kekurangan Energi dan Protein (KEP). Berikut ini sebab-sebab kurangnya asupan energi dan protein: a. Makanan yang tersedia kurang mengandung energi. b. Nafsu makan anak terganggu sehingga tidak mau makan. c. Gangguan dalam saluran pencernaan sehingga penyerapan sari makanan dalam usus terganggu. d. Kebutuhan yang meningkat, misalnya karena penyakit infeksi yang tidak diimbangi dengan asupan yang memadai. Kekurangan energi dan protein mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan balita terganggu. Gangguan asupan gizi yang bersifat akut menyebabkan anak kurus kering yang disebut dengan wasting. Wasting, yaitu berat badan anak tidak sebanding dengan tinggi badannya. Jika kekurangan ini bersifat menahun (kronik), artinya sedikit demi sedikit, tetapi dalam jangka waktu yang lama maka akan terjadi kedaan stunting. Stunting, yaitu anak menjadi pendek dan tinggi badan tidak sesuai dengan usianya walaupun secara sekilas anak tidak kurus. Berdasarkan penampilan yang ditunjukkan, KEP akut derajat berat dapat dibedakan menjadi tiga bentuk: a. Marasmus Marasmus adalah salah satu bentuk kekurangan gizi yang paling sering ditemui pada balita. Penyebabnya antara lain karena masukan makanan
yang sangat kurang, infeksi, bawaan lahir, prematuritas, penyakit pada neonatus serta kesehatan lingkungan. Marasmus sering dijumpai pada anak berusia 0-2 tahun dengan ciri-ciri sebagai berikut: berat badan kurang dari 60% dari berat badan sesuai dengan usianya, suhu tubuh bisa menjadi rendah karena lapisan penahan panas hilang, dinding perut hipotonus dan kulitnya melonggar hingga bagai tampak tulang terbungkus kulit, tulang rusuk tampak lebih jelas atau tulang rusuk tampak lebih menonjol, anak menjadi berwajah lonjong dan tampak lebih tua (old man face), otot-otot melemah, bentuk kulit keriput bersamaan hilangnya lemak subkutan, perut cekung sering disertai diare kronik (terus menerus) atau susah buang air kecil. Pengobatan marasmus ialah pemberian diet tinggi kalori dan tinggi protein. b. Kwashiorkor Anak terlihat gemuk semu akibat edema, yaitu penumpukan cairan di sela- sela sel dalam jaringan. Walaupun terlihat gemuk, tetapi otot-otot tubuhnya mengalami pengurusan (wasting). Edema dikarenakan kekurangan asupan protein secara akut (mendadak), misalnya karena penyakit infeksi padahal cadangan protein dalam tubuh sudah habis. c. Marasmus-kwashiorkor Bentuk ini merupakan kombinasi antara marasmus dan kwashiorkor. Kejadian ini dikarenakan kebutuhan energi dan protein yang meningkat tidak dapat terpenuhi dari asupannya.
3.
Dampak gizi buruk Gizi buruk akan mempengaruhi banyak organ dan sistem organ yang akan merusak sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan mekanik. Dampak selanjutnya dapat terjadi gangguan pertumbuhan
dan perkembangan mental serta penurunan skor tes IQ
(Pudjiadi S, 2001, p.134). Penurunan fungsi otak berpengaruh terhadap kemampuan belajar, kemampuan anak bereaksi terhadap rangsangan dari lingkungannya dan perubahan kepribadian anak (Moehji, 2003, p.10).
F. Penanggulangan Masalah Gizi 1. Masalah gizi lebih atau obesitas Penanggulangannya adalah dengan menyeimbangkan masukan dan keluaran energi melalui pengurangan makan dan penambahan latihan fisik atau olah raga serta menghindari tekanan hidup atau stres (Almatsier S, 2005, p.308). 2. Masalah gizi kurang Penanggulangan masalah gizi kurang perlu dilakukan secara terpadu antar departemen dan kelompok profesi melalui upaya-upaya peningkatan pengadaan pangan, penganekaragaman produksi dan konsumsi pangan, peningkatan status sosial ekonomi, pendidikan dan kesehatan masyarakat serta peningkatan teknologi hasil pertanian dan teknologi pangan (Almatsier S, 2001, p.306).
3. Masalah gizi buruk Penanggulangan masalah gizi buruk yang dilakukan antara lain : upaya pemenuhan persediaan pangan nasional, Peningkatan Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK), peningkatan upaya pelayanan gizi terpadu dan sistem rujukan dimulai dari tingkat posyandu hingga puskemas dan rumah sakit. Intervensi langsung pada sasaran melalui Pemberian Makanan Tambahan (PMT), distribusi kapsul vitamin A dosis tinggi, tablet dan sirup besi serta tablet iodium (Almatsier S, 2001, p.307).
G. Anak Balita 1. Pengertian Balita a. Menurut Proverawati A, 2009, p.127 balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi dua, yaitu anak usia lebih dari satu tahun sampai tiga tahun yang dikenal dengan “ batita “ dan anak usia lebih dari tiga tahun sampai lima tahun yang dikenal dengan usia “ prasekolah”. Batita sering disebut konsumen pasif, sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai konsumen aktif. b. Menurut Persagi 1992 Usia dibawah 5 tahun atau balita merupakan usia penting dalam pertumbuhan dan perkembangan fisik anak. Pada usia ini, anak masih rawan dengan berbagai gangguan kesehatan, baik jasmani maupun rohani. Salah satu faktor yang menentukan daya tahan tubuh seorang anak adalah keadaan gizinya. Pertumbuhan anak pada masa balita
sangat pesat, sehingga membutuhkan zat gizi yang relatif lebih tinggi daripada orang dewasa. Disisi lain, alat pencernakan usia ini belum berkembang sempurna. 2. Karakteristik Balita Anak usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan dari apa yang disediakan ibunya. Dengan kondisi demikian, sebaiknya anak balita diperkenalkan dengan berbagai bahan makanan. Laju pertumbuhan masa batita lebih besar dari masa usia prasekolah sehingga diperlukan jumlah makanan yang relatif lebih besar. Namun, perut yang masih lebih kecil menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil daripada anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering. (Proverawati A, 2009, p.128) 3. Karakteristik Usia Prasekolah Pada usia prasekolah, anak menjadi konsumen aktif, yaitu mereka sudah dapat memilih makanan yang disukainya. Masa ini juga sering dikenal sebagai “ masa keras kepala “. Akibat pergaulan dengan lingkungannya terutama dengan anak-anak yang lebih besar, anak mulai senang jajan. Jika hal ini dibiarkan, jajanan yang dipilih dapat mengurangi asupan zat gizi yang
diperlukan
bagi
tubuhnya
sehingga
anak
kurang
gizi.
Perilaku makan sangat dipengaruhi oleh kedaan psikologis, kesehatan, dan sosial anak. Oleh karena itu, kedaan lingkungan dan sikap keluarga merupakan hal yang sangat penting dalam pemberian makan pada anak
agar anak tidak cemas dan khawatir terhadap makanannya. Seperti pada orang dewasa, suasana yang menyenangkan dapat membangkitkan selera makan anak (Proverawati A, 2009, p.128). 4. Peran Makanan Bagi Balita a. Makanan sebagai sumber zat gizi Didalam makanan terdapat enam jenis zat gizi, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, mineral, dan air. Zat gizi ini diperlukan bagi balita sebagai zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur. 1) Zat tenaga Zat gizi yang menghasilkan tenaga atau energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein. Bagi balita, tenaga diperlukan untuk melakukan aktivitasnya serta pertumbuhan dan perkembangannya. Oleh karena itu, kebutuhan zat gizi sumber tenaga balita relatif lebih besar daripada orang dewasa. 2) Zat Pembangun Protein sebagai zat pembangun bukan hanya untuk pertumbuhan fisik dan perkembangan organ-organ tubuh balita, tetapi juga menggantikan jaringan yang aus atau rusak. 3) Zat pengatur Zat pengatur berfungsi agar faal organ-organ dan jaringan tubuh termasuk otak dapat berjalan seperti yang diharapkan. Berikut ini zat yang berperan sebagai zat pengatur:
a) Vitamin, baik yang larut air (vitamin B kompleks dan vitamin C) maupun yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K). b) Berbagai mineral, seperti kalsium, zat besi, iodium, dan flour. c) Air, sebagai alat pengatur vital kehidupan sel-sel tubuh. 5. Kebutuhan Gizi Balita Kebutuhan gizi seseorang adalah jumlah yang diperkirakan cukup untuk memelihara kesehatan pada umumnya. Secara garis besar, kebutuhan gizi ditentukan oleh usia, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, dan tinggi badan. Antara asupan zat gizi dan pengeluarannya harus ada keseimbangan sehingga diperoleh status gizi yang baik. Status gizi balita dapat dipantau dengan menimbang anak setiap bulan dan dicocokkan dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) (Proverawati A, 2009, p.29). kebutuhan gizi balita meliputi kebutuhan energi, kebutuhan zat pembangun dan kebutuhan pengatur. a. Kebutuhan Energi Kebutuhan energi bayi dan balita relatif besar dibandingkan dengan orang dewasa, sebab pada usia tersebut pertumbuhannya masih sangat pesat.
Kecukupannya
akan
semakin
menurun
seiring
dengan
bertambahnya usia. b. Kebutuhan zat pembangun Secara fisiogis, balita sedang dalam masa pertumbuhan sehingga kebutuhannya relatif lebih besar dari pada orang dewasa. Namun, jika
dibandingkan dengan bayi yang usianya kurang dari satu tahun, kebutuhannya relatif lebih kecil. c. Kebutuhan zat pengatur Kebutuhan air bayi dan balita dalam sehari berfluktuasi seiring dengan bertambahnya usia (Proverawati A, 2009, p.129). 6. Menu Seimbang Untuk Balita dan Pengelolaan Gizi Balita Masa balita adalah periode perkembangan fisik dan mental yang pesat. Pada masa ini otak balita telah siap menghadapi berbagai stimuli seperti belajar berjalan dan berbicara lebih lancar. Balita memiliki kebutuhan gizi yang berbeda dari orang dewasa. Balita membutuhkan lebih banyak lemak dan lebih sedikit serat. Menu seimbang untuk balita adalah: a. Garam dan Gula Konsumsi garam untuk balita tidak lebih dari 1/6 jumlah maksimum orang dewasa sehari atau kurang dari 1 gram. b. Porsi Makanan Balita membutuhkan makanan sumber energi gizi yang lengkap dalam jumlah lebih kecil namun sering. c. Kebutuhan Energi dan Nutrisi Bahan makanan sumber energi seperti karbohidrat, protein, lemak serta vitamin, mineral dan serat wajib dikonsumsi anak setiap hari. d. Susu Pertumbuhan
Susu sebagai salah satu sumber kalsium, juga penting dikonsumsi balita. Susu pertumbuhan merupakan susu lengkap gizi yang mampu memenuhi kebutuhan nutrisi anak usia 12 bulan ke atas (Proverawati A, 2009, p.136). Menu seimbang adalah gizi yang harus terpenuhi untuk menjaga keseimbangan gizi tubuh yaitu: a. Karbohidrat Seperti nasi, roti, sereal, kentang, atau mie. Selain sebagai menu utama, karbohidrat bisa diolah sebagai makanan selingan pudding roti atau donat. b. Vitamin yang ada pada buah dan sayur Seperti pisang, papaya, jeruk, tomat, dan wortel. Jenis sayuran beragam mengandung zat gizi yang berbeda. Berikan setiap hari baik dalam keadaan segar atau diolah menjadi jus. c. Susu dan produk olahan susu Balita harus mendapatkan asupan kalsium yang cukup dari konsumsi susunya. d. Protein Seperti
ikan,
susu,
daging,
telur,
kacang-kacangan.
Tunda
pemberiannya bila timbul alergi atau ganti dengan sumber protein lain. Untuk vegetarian, gabungkan konsumsi susu dengan minuman berkadar vitamin C tinggi untuk membantu penyerapan zat besi.
e. Lemak dan gula Seperti yang terdapat dalam minyak, santan, dan mentega, roti, dan kue juga mengandung omega 3 dan 6 yang penting untuk perkembangan otak (Proverawati A, 2009, p.137) Makanan memegang peranan penting dalam pertumbuhan fisik dan kecerdasan anak. Oleh karenanya, pola makan yang baik dan teratur perlu diperkenalkan sejak dini, antara lain dengan pengenalan jam-jam makan dan variasi makanan (Proverawati A, 2009, p.137) Gizi seimbang dapat dapat dipenuhi dengan pengelolaan makanan sebagai berikut: a. Agar kebutuhan gizi seimbang anak terpenuhi, makanan sehari-hari sebaiknya terdiri atas ketiga golongan bahan makanan tersebut. b. Kebutuhan
bahan
makanan
itu
perlu
diatur,
sehingga
anak
mendapatkan asupan gizi yang diperlukannya secara utuh dalam satu hari. Waktu-waktu yang disarankan adalah: 1) Pagi hari waktu sarapan. 2) Pukul 10.00 sebagai selingan. Tambahkan susu. 3) Pukul 12.00 pada waktu makan siang. 4) Pukul 16.00 sebagai selingan 5) Pukul 18.00 pada waktu makan malam. 6) Sebelum tidur malam, tambahkan susu. 7) Jangan lupa kumur-kumur dengan air putih atau gosok gigi.
Contoh: pola jadwal pemberian makanan menjelang anak usia 1tahun. Perlu diketahui, jadwal pemberian makanan menjelang anak usia 1tahun ini fleksibel (dapat bergeser, tapi jangan terlalu jauh) 1) Pukul 06.00 : Susu 2) Pukul 08.00 : Bubur saring/Nasi tim 3) Pukul 10.00 : Susu/Makanan selingan 4) Pukul 12.00 : Bubur saring/Nasi tim 5) Pukul 14.00 : Susu 6) Pukul 16.00 : Makanan selingan 7) Pukul 18.00 : Bubur saring /nasi tim 8) Pukul 20.00 : Susu. 7. Makanan Selingan Balita Pada usia balita juga membutuhkan gizi seimbang yaitu makanan yang mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan oleh tubuh sesuai umur. Makanan seimbang pada usia ini perlu diterapkan karena akan mempengaruhi kualitas pada usia dewasa sampai lanjut. Gizi makanan sangat mempengaruhi pertumbuhan termasuk pertumbuhan sel otak sehingga dapat tumbuh optimal dan cerdas, untuk ini makanan perlu diperhatikan keseimbangan gizinya sejak janin melalui makanan ibu hamil. Pertumbuhan sel otak akan berhenti pada usia 3-4 tahun. Pemberian makanan balita sebaiknya beraneka ragam, menggunakan makanan yang telah dikenalkan sejak bayi usia enam bulan yang telah
diterima oleh bayi, dan dikembangkan lagi dengan bahan makanan sesuai makanan keluarga. Pembentukan pola makan perlu diterapkan sesuai pola makan keluarga. Peranan orangtua sangat dibutuhkan untuk membentuk perilaku makan yang sehat. Seorang ibu dalam hal ini harus mengetahui, mau, dan mampu menerapkan makan yang seimbang atau sehat dalam keluarga karena anak akan meniru perilaku makan dari orangtua dan orang-orang di sekelilingnya dalam keluarga. Makanan selingan tidak kalah pentingnya yang diberikan pada jam di antara makan pokoknya. Makanan selingan dapat membantu jika anak tidak cukup menerima porsi makan karena anak susah makan. Namun, pemberian yang berlebihan pada makanan selingan pun tidak baik karena akan mengganggu nafsu makannya. Jenis makanan selingan yang baik adalah yang mengandung zat gizi lengkap yaitu sumber karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, seperti arem-arem nasi isi daging sayuran, tahu isi daging sayuran, roti isi ragout ayam sayuran, pizza, dan lain-lain. Fungsi makanan selingan adalah : a. Memperkenalkan aneka jenis bahan makanan yang terdapat dalam bahan makanan selingan. b. Melengkapi zat-zat gizi yang mungkin kurang dalam makanan utamanya (pagi, siang dan malam). c. Mengisi kekurangan kalori akibat banyaknya aktivitas anak pada usia balita.
8. Makanan Untuk Balita Yang Sedang Sakit Penyakit balita secara umum biasanya adalah gejala panas, diare, batuk, muntah. Tindakan terbaik adalah berkonsultasi ke dokter supaya lekas ditangani dengan obat yang tepat, sehingga cepat sembuh. Untuk
mempercepat
kesembuhan
balita,
bisa
diimbangi
dengan
pengaturan makanannya. a. Untuk balita dengan panas tinggi Penderita penyakit yang disertai panas tinggi kebutuhan gizinya meningkat. Hal ini disebabkan metabolisme tubuh meningkat, penyerapan zat-zat gizi menurun dan adanya faktor lain yang berhubungan dengan penyakitnya. Nafsu makan pun biasanya menurun. Makanan hendaknya memenuhi syarat-syarat : 1) Konsistensinya lunak. Makanan pokok seperti nasi tim, kentang pure, bubur dan lain-lain. 2) Kebutuhan kalori meningkat, sebaiknya diberikan porsi kecil dan sering. 3) Sumber protein seperti susu, daging, hati, ikan, telur, tahu, tempe, dan kacang-kacangan diberikan lebih dari porsi normalnya. 4) Kebutuhan air diberikan lebih banyak, karena suhu lebih tinggi dari normal sehingga banyak terjadi penguapan melalui keringat. Sari buah sangat baik karena mengandung air, vitamin dan mineral. Berikan minuman lebih banyak dari biasanya.
5) Makanan minuman tidak boleh diberikan terlalu panas atau terlalu dingin. b. Untuk balita dengan gejala mencret (diare) Diare pada bayi dan anak merupakan penyakit utama di Indonesia. Diare diartikan sebagai buang air besar tidak normal atau bentuk tinja encer dengan frekuensi lebih banyak dari biasanya. Penyebab diare ada beberapa faktor, yaitu: 1) Infeksi Infeksi virus (Viral Gasrtoenteritis/Stomach Virus), virus perut atau infeksi bakteri (E.coli bacteria) pada saluran pencernaan merupakan penyebab diare pada anak. 2) Malabsorpsi Gangguan absorpsi biasanya terhadap zat-zat gizi yaitu karbohidrat (umumnya laktosa), lemak dan protein. 3) Makanan Makanan basi, beracun, atau alergi terhadap makanan tertentu. 4) Faktor psikologis Rasa takut, cemas (umumnya jarang terjadi pada anak). Akibat diare (mencret), anak akan kehilangan banyak air dan elektrolit (dehidrasi) yang menyebabkan tubuh kekurangan cairan, gangguan gizi sebab masukkan makanan kurang sedang pengeluaran bertambah, dan hipoglikemia yaitu kadar gula darah turun di bawah normal.
Pengaturan makanannya secara umum adalah: a) Cairan harus cukup untuk mengganti cairan yang hilang, baik melalui muntah maupun diare. Setiap kali buang air besar beri minum satu gelas larutan oralit atau larutan gula garam. b) Berikan makanan yang rendah serat, cukup energi, protein, vitamin dan mineral. c) Suhu makanan dan minuman lebih baik dalam keadaan hangat, tidak panas atau terlalu dingin. d) Bentuk makanan lunak. 9. Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Balita Perhitungan Berat Badan Ideal: a. Berat badan ideal anak umur 1 tahun = 3 X BB lahir. b. Berat badan ideal anak umur 2 tahun = 4 X BB lahir. (Proverawati A, 2009, p.138). 10. Makanan Yang Harus Dihindari Beberapa makanan
yang perlu perhatian extra untuk dihindari,
diantaranya: a. Makanan yang terlalu berminyak dan makanan berpengawet sebaiknya dihindari. b. Aneka jajanan di pinggir jalan yang tidak terjamin kebersihan dan kandungan gizinya (Proverawati A, 2009, p.138).
11. Zat Gizi Yang diperlukan Oleh Anak Untuk tumbuh dan berkembang, manusia memerlukan enam zat gizi utama, yaitu karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan air. Zat gizi tersebut dapat kita peroleh dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari. Agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan baik, makan makanan yang dimakannya tidak boleh hanya sekedar mengenyangkan perut saja. Makanan yang dikonsumsi anak harus: a. Beragam jenisnya b. Jumlah dan porsinya cukup (tidak kurang atau berlebihan) c. Higienis dan aman (bersih dari kotoran dan bibit penyakit serta tidak mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan) d. Makan dilakukan secara teratur e. Makan dilakukan dengan cara yang baik (Proverawati A, 2009, p.138). 12. Cara pemberian makanan yang baik menurut Juwono L, 2003 meliputi : a. Menempatkan makanan anak dalam mangkuk yang terpisah untuk memastikan bahwa anak mendapatkan bagian yang adil dan makanan dalam jumlah yang tepat. b. Duduk bersama anak pada waktu makan, memperhatikan apa yang dimakan anak dan secara memberikan bantuan dan dorongan jika diperlukan. c. Tidak membuat terburu-buru ketika anak sedang makan. d. Bila anak berhenti makan tunggu sebentar dan kemudian tawarkan makan lagi.
e. Memberikan beberapa makanan yang dapat dipegang atau diambil oleh anak. f. Memberikan makan dengan segera ketika anak mulai merasa lapar. g. Tidak memberi makan ketika anak mengantuk. h. Tidak memaksa memberikan makanan. Hal ini akan meningkatkan stres dan menurunkan nafsu makan; acara makan seharusnya menjadi peristiwa yang santai dan menggembirakan. i. Memastikan anak tidak haus (tetapi jangan memberikan minum terlalu banyak sebelum atau selama makan sehingga menurunkan nafsu makan anak). j. Melakukan permainan untuk mendorong anak yang enggan agar makan lebih banyak, sebagi contoh berpura-pura bahwa sendok adalah seekor burung yang menukik untuk memberi makan anaknya, atau berpura-pura bahwa makanan bahwa makanan itu untuk boneka atau untuk anak lain atau untuk boneka binatang. k. Bersiap untuk melakukan pembersihan sesudahnya. l. Mencampur makanan menjadi satu jika anak hanya mengambil dan memakan makanan yang disukainya. 13. Cara membangkitkan selera makan antara lain: a. Usahakan sebelum makan anak berada dalam keadaan lapar. Hal ini penting, mengingat kalau anak belum lapar biasanya mereka enggan bahkan melakukan aktivitas penolakan.
b. Biasakan untuk memberi makan secara teratur. Jam makan untuk anak meliputi sarapan pagi, makan siang dan makan malam. c. Jangan sekali-kali memberikan camilan yang manis-manis diantara jam-jam makan. Pengaruhnya kurang baik bagi kesehatan maupun peningkatan selera makan. d. Mengatur sedemikian rupa suasana makan dengan variasi menu atau makanan kesukaannya. e. Anak yang sedang malas makan, jangan dipaksa makan. Simpan saja dulu makanan itu untuk jam berikutnya. f. Jelaskan pada anak dengan suara “manis” dan “ketulusan” tentang manfaat makanan bagi pertumbuhan dan perkembangan tubuh. g. Kembangkan sikap tegas, terbuka dan logis ketika orang tua menolak permintaan jajan dari anak yang tidak baik dan sehat. Berikan kepada mereka alternatif pilihan mereka yang sekiranya lebih baik tapi disenangi anak. h. Selalu memberi contoh positif kepada anak. Jangan gampang marah atau tersinggung ketika anak belum antusias makan sesuai keinginan orang tua. 14. Menjaga makanan tetap bersih dan aman menurut Juwono L, 2003 antara lain : a. Mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan makanan.
b. Menutup makanan yang sudah dimasak dan memakannya dalam waktu 2 jam jika tidak ada di lemari es. Jika dibiarkan lebih lama panaskan kembali sampai mendidih. c. Menggunakan makanan segar yang penampilan dan baunya bagus. d. Mencuci tangan anak sebelum makan. e. Memberikan makanan pada anak dengan memakai sendok atau cangkir bersih. 15. Pendidikan Kesehatan Tentang Gizi a. Menyusun menu Dalam memberikan makanan yang baik terhadap individu harus diperhatikan beberapa aspek yaitu kemampuan tubuh itu sendiri dalam mencerna zat gizi, umur seseorang, aktifitas yang dilakukan, dan kondisi-kondisi tertentu seperti ketika sakit, hamil, dan menyusui. Langkah yang harus digunakan untuk merencanakan menu seimbang yaitu setiap pagi, siang, dan malam dan makan selingan hendaknya disediakan bermacam-macam makanan untuk mendapatkan variasi menu yang beraneka ragam (Proverawati A, 2009, p.209). b. Memilih bahan makanan Dalam memilih bahan makanan harus diperhatikan beberapa hal yaitu kesegaran, bau, warna, keutuhan dan yang paling penting kandungan zat gizi dalam zat makanan tersebut. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan bahan makanan yaitu:
1) Warna Ada beberapa bahan makanan yang akan memberikan corak tertentu sehubungan dengan kadar gizinya apabila terjadi penurunan kualitas.
Maksudnya seperti daging sapi
yang
seharusnya merah segar menjadi kebiruan, demikian juga ikan laut yang semula segar menjadi kebiru-biruan, terkelupas dan lembek. Selain itu perubahan warna juga terjadi pada sayuran yang seharusnya hijau segar menjadi kekuning-kuningan atau yang seharusnya kuning menjadi kusam. Selain perubahan warna secara alami pada bahan makanan juga perlu diwaspadai adanya pemberian zat pengawet, atau pewarna yang digunakan apakah cocok buat makanan atau tidak (Proverawati A, 2009, p.211). 2) Bau Bahan makanan yang mempunyai nilai gizi yang tinggi serta berkualitas baik akan memberi bau yang sedap, segar, enak dan tidak berbau busuk. Ini dikarenakan makanan yang biasanya sudah mengeluarkan bau yang tidak sedap, kandungan gizi yang terkandung
didalamnya
sudah
rusak
dan
akhirnya
dapat
menimbulkan keracunan karena telah terkontaminasi dengan bakteri (Proverawati A, 2009, p.211) c. Mengolah bahan makanan Makanan yang sebelumnya masih mentah harus dimasak terlebih dahulu. Dengan memasak bahan makanan, maka bahan makanan
tersebut menjadi lumat, mudah dicerna dan diserap oleh tubuh. Selain itu juga perlu diperhatikan cara mengolah yang baik. Misalnya makanan untuk anak, bahan makanan jangan dimasak terlalu pedas yang mengakibatkan bahan makanan tersebut sulit untuk dikonsumsi. d. Menyajikan makanan Cara penyajian suatu makanan berbeda-beda untuk setiap orang walaupun sebenarnya mempunyai nilai gizi yang sama. Makanan yang dihidangkan dengan cukup menarik dan ditempatkan ditempat yang bersih maka akan menggugah selera bagi semua yang melihatnya. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah penyusunan dan penyajian menu harus tidak boleh melupakan kebutuhan 4 sehat 5 sempurna.
H. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita 1. Ketersediaan pangan Ditingkat keluarga Status gizi dipengaruhi oleh ketersediaan pangan ditingkat keluarga, hal ini sangat tergantung dari cukup tidaknya pangan yang dikonsumsi oleh setiap anggota keluarga untuk mencapai gizi baik dan hidup sehat (Depkes RI, 2004, p.19). Jika
tidak
cukup
bisa
dipastikan konsumsi setiap anggota keluarga tidak terpenuhi (Depkes RI, 2002, p.13). Padahal makanan untuk anak harus mengandung kualitas dan
kuantitas
cukup
untuk
(http://www.okezone.com).
menghasilkan
kesehatan
yang
baik
2. Pola asuh keluarga Yaitu pola pendidikan yang diberikan pada anak-anaknya. Setiap anak membutuhkan cinta, perhatian, kasih sayang yang akan berdampak terhadap perkembangan fisik, mental dan emosional. Pola asuh terhadap anak berpengaruh terhadap timbulnya masalah gizi. Perhatian cukup dan pola asuh yang tepat akan memberi pengaruh yang besar dalam memperbaiki status gizi. Anak yang mendapatkan perhatian lebih, baik secara fisik maupun emosional misalnya selalu mendapat senyuman, mendapat respon ketika berceloteh, mendapatkan ASI dan makanan yang seimbang maka keadaan gizinya lebih
baik
dibandingkan
dengan teman sebayanya yang kurang mendapatkan perhatian orang tuanya (Depkes RI, 2002, p.12). 3. Kesehatan lingkungan Masalah gizi timbul tidak hanya karena dipengaruhi oleh ketidak seimbangan asupan makanan, tetapi juga dipengaruhi oleh penyakit infeksi. Masalah kesehatan lingkungan merupakan determinan penting dalam bidang kesehatan. Kesehatan lingkungan yang baik seperti penyediaan air
bersih
dan perilaku
hidup bersih
dan
sehat akan
mengurangi resiko kejadian penyakit infeksi (Depkes RI, 2002, p.12). Sebaliknya, lingkungan yang buruk seperti air minum tidak bersih, tidak ada saluran penampungan air limbah, tidak menggunakan kloset yang baik dapat menyebabkan penyebaran penyakit. Infeksi dapat menyebabkan kurangnya nafsu makan sehingga menyebabkan asupan
makanan menjadi rendah dan akhirnya menyebabkan kurang gizi (FKM UI, 2007, p.276). 4. Pelayanan Dasar Kesehatan Pemantauan pertumbuhan yang diikuti dengan tindak lanjut berupa konseling,
terutama
oleh
petugas
kesehatan
berpengaruh
pada
pertumbuhan anak. Pemanfaatan fasilitas kesehatan seperti penimbangan balita, pemberian suplemen kapsul vitamin A, penanganan diare dengan oralit serta imunisasi (Depkes RI, 2002, p.12). 5. Budaya keluarga Budaya berperan dalam status gizi masyarakat karena ada beberapa kepercayaan seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu oleh kelompok umur tertentu yang sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok umur tertentu (FKM UI, 2007, p.277). Unsur-unsur budaya mampu menciptakan suatu kebiasaan makan masyarakat yang kadang-kadang bertentangan dengan prinsipprinsip ilmu gizi. Misalnya, terdapat budaya yang memprioritaskan anggota keluarga tertentu untuk mengonsumsi hidangan keluarga yang telah disiapkan yaitu umumnya kepala keluarga. Apabila keadaan tersebut berlangsung lama dapat berakibat timbulnya
masalah
gizi
kurang
terutama pada golongan rawan gizi seperti ibu hamil, ibu menyusui, bayi dan anak balita (Suhardjo, 2008, p.9). 6. Sosial ekonomi
Banyaknya anak balita yang kurang gizi dan gizi buruk di sejumlah wilayah di tanah air disebabkan ketidaktahuan orang tua akan pentingnya gizi seimbang bagi anak balita yang pada umumnya disebabkan pendidikan orang tua yang rendah serta faktor kemiskinan. Kurangnya asupan gizi bisa disebabkan oleh terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan
karena
alasan
sosial
ekonomi
yaitu
kemiskinan
(http://www.kompas.com). 7. Tingkat pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga Makin tinggi pendidikan, pengetahuan dan
ketrampilan terdapat
kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan pelayanan yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
I. Kerangka Teori Berdasarkan teori-teori yang telah dipaparkan di atas maka disusun kerangka teori sebagai berikut: Predisposing Factor (Faktor Predisposisi):
Budaya Keluarga
a. Pengetahuan b. Sikap c. Kepercayaan d. Tradisi e. Nilai f. Umur g. Pendidikan
Pola Asuh Keluarga
Sosial Ekonomi
Enabling Factor (Faktor Pemungkin): Ketersediaan sumber-sumber atau fasilitas
Perilaku
Status Gizi Balita
Kesehatan Lingkungan
Pelayanan Kesehatan Dasar Reinforcing Factor (Faktor Penguat): a. Sikap b. Perilaku petugas c. Peraturan Undang-undang
Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Modifikasi Lawrence Green (1980) dalam Notoatmodjo (2007, p.18)
Ketersediaan Pangan