BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Akuntansi Sektor Publik
2.1.1.
Pengertian Akuntansi Sektor Publik Pengertian Akuntansi Sektor Publik menurut Indra Bastian (2001:6)
menyebutkan bahwa: “Mekanisme teknik dan analisa akuntansi yang diterapkan pada pengelolaan dana masyarakat di lembaga-lembaga tinggi Negara dan departemen-departemen dibawahnya, pemerintah daerah, BUMN, BUMD, LSM dan yayasan sosial, maupun pada proyekproyek kerjasama sektor publik dan swasta”. Sedangkan menurut Kusnadi (http://blog.unila.ac.id), menyatakan bahwa: “Akuntansi Sektor Publik adalah seni (keterampilan) dan ilmu mengolah transaksi atau kejadian yang setidaktidaknya dapat diukur dengan uang menjadi laporan keuangan yang dibutuhkan oleh berbagai pihak yang berkepentingan atas pemerintah yang nantinya akan digunakan dalam proses pengambilan keputusan publik”. Menurut berbagai buku Anglo Amerika (http://www.docstoc.com), definisi Akuntansi Sektor Publik adalah: “Mekanisme akuntansi swasta yang diberlakukan dalam praktikpraktik organisasi publik”. Dari pengertian Akuntansi sektor publik di atas, maka dapat diambil intinya bahwa Akuntansi Sektor Publik memiliki kaitan yang erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik. Domain publik sendiri memliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan sektor
swasta. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan luasnya jenis dan bentuk organisasi yang berada di dalamnya. Tabel 2.1 Perbedaan Sifat dan Karakteristik Organisasi Sektor Publik dengan Sektor Swasta Perbedaan Sektor Publik Sektor Swasta Tujuan Organisasi Nonprofit Motive Profit Motive Sumber Pendanaan Pajak, retribusi, utang Pembiayaan internal: obligasi pemerintah, laba modal sendiri, laba BUMN / BUMD, ditahan, penjualan aktiva. penjualan asset Negara, Pembiayaan eksternal: dsb. utang bank, obligasi, penerbitan saham. Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban Pertanggungjawaban kepada masyarakat kepada pemegang sahan (publik) dan parlemen dan kreditor. (DPR/DPRD). Struktur Organisasi Birokratis, kaku, dan Fleksibel: datar, pyramid, hierarkis. lintas fungsional, dsb. Karakteristik Anggaran Terbuka untuk publik. Tertutup untuk publik. Sistem Akuntansi Cash accounting. Accrual accounting. (Mardiasmo, 2002:8)
2.1.2.
Tujuan Akuntansi Sektor Publik Tujuan Akuntansi Sektor Publik menurut American Accounting
Association (1970) dalam Glynn (1993) yang dialihbahasakan oleh Mardiasmo (2002:14) menyatakan bahwa tujuan akuntansi pada organisasi sektor publik adalah untuk: 1. Memberikan informasi yang diperlukan untuk mengelola secara cepat, efisien, dan ekonomis atas suatu operasi dan alokasi sumber daya yang dipercayakan kepada organisasi. Tujuan ini terkait dengan pengendalian manajemen (management control). 2. Memberikan informasi yang memungkinkan bagi manajer untuk melaporkan pelaksanaan tanggung jawab mengelola secara tepat dan efektif program dan penggunaan sumber daya yang menjadi wewenangnya, dan memungkinkan bagi pegawai pemerintah untuk melaporkan kepada publik atas hasil operasi pemerintah dan
penggunaan dana publik. Tujuan ini terkait dengan akuntabilitas (accountability). Sedangkan menurut Deddi Nordiawan (2008:3), tujuan Akuntansi Sektor Publik adalah: “Untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan” Indra Bastian (2007:4), mengemukakan bahwa tujuan Akuntansi Sektor Publik adalah: “Agar pengelolaan pemerintah (good governance) dapat berjalan dengan baik, dalam hal pengelolaan keuangan, dan dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak yang memerlukan.” Akuntansi sektor publik terkait dengan tiga hal pokok, yaitu penyediaan informasi, pengendalian manajemen, dan akuntabilitas. Akuntansi sektor publik merupakan alat informasi bagi pemerintah sebagai manajemen maupun alat informasi bagi publik. Bagi pemerintah, informasi akuntansi digunakan dalam proses pengendalian manajemen mulai dari perencanaan strategik, pembuatan program, penganggaran, evaluasi kinerja, dan pelaporan kinerja.
2..1.3.
Karakteristik Akuntansi Sektor Publik Akuntansi merupakan suatu aktivitas yang memiliki tujuan (purposive
activity). Tujuan akuntansi diarahkan intuk mencapai hasil tertentu, dan hasil tersebut harus memiliki manfaat. Akuntansi digunakan baik pada sektor swasta maupun pada sektor publik untuk tujuan-tujuan yang berbeda. Dalam beberapa hal, akuntansi sektor publik berbeda dengan akuntansi pada sektor swasta.
Perbedaan karakteristik akuntansi tersebut karena adanya perbedaan lingkungan yang mempengaruhi. Organisasi sektor publik bergerak dalam lingkungan yang sangat kompleks dan turbulance. Komponen lingkungan yang mempengaruhi organisasi sektor publik menurut Mardiasmo (2002:3) meliputi faktor ekonomi, politik, kultur, dan demografi. a. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi yang mempengaruhi organisasi sektor publik antara lain: Pertumbuhan ekonomi Tingkat inflasi Pertumbuhan pendapatan perkapita (GNP/GDP) Struktur organisasi Tenaga kerja Arus modal dalam negeri Cadangan devisa Nilai tukar mata uang Utang dan bantuan luar negeri Infrastruktur Teknologi Kemiskinan dan kesenjangan ekonomi Sektor informal b.
Faktor Politik Faktor politik yang mempengaruhi sektor politik antara lain: Hubungan negara dan masyarakat Legitimasi pemerintah Tipe rezim yang berkuasa Ideologi Negara Elit politik dan massa Jaringan internasional Kelembagaan
c.
Faktor Kultural Faktor kultural yang mempengaruhi organisasi sektor publik antara lain: Keragaman suku, ras, agama, bahasa dan budaya System nilai di masyarakat Historis
d.
2.1.4.
Sosiologi masyarakat Tingkat pendidikan
Faktor Demografi Faktor demografi yang mempengaruhi organisasi sektor publik antara lain: Pertumbuhan penduduk Struktur usia penduduk Migrasi Tingkat kesehatan
Ruang Lingkup Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Sektor Publik pada awalnya merupakan aktivitas yang
terspesialisasi dari suatu profesi yang relatif kecil. Namun demikian, saat ini akuntansi sektor publik sedang mengalami proses untuk menjadi disiplin ilmu yang lebih dibutuhkan dan substansial keberadaannya. Akuntansi sektor publik memiliki kaitan yang erat dengan penerapan dan perlakuan akuntansi pada domain publik. Domain publik sendiri memiliki wilayah yang lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan sektor swasta. Keluasan wilayah publik tidak hanya disebabkan luasnya jenis dan bentuk organisasi yang berada didalamnya, akan tetapi juga karena kompleksnya lingkungan yang mempengaruhi lembaga-lembaga publik tersebut. (Mardiasmo, 2002:1) Organisasi sektor publik dapat dibatasi dengan organisasi-organisasi yang
menggunakan
dana
masyarakat,
sehingga
perlu
melakukan
pertanggungjawaban ke masyarakat. Di Indonesia, akuntansi sektor publik mencakup beberapa bidang utama, yakni: a. Akuntansi Pemerintah Pusat, b. Akuntansi Pemerintah Daerah,
c. Akuntansi Parpol dan LSM, d. Akuntansi Yayasan, e. Akuntansi Pendidikan dan Kesehatan: puskesmas, rumah sakit, dan sekolah, f. Akuntansi Tempat Peribadatan: masjid, gereja, vihara, kuil. Aktivitas yang mendekatkan diri kepasar tidak pernah ditujukan untuk memindahkan organissasi sektor publik ke sektor swasta. Secara kelembagaan, domain publik antara lain meliputi badan-badan pemerintah (pemerintah pusat dan daerah serta unit kerja pemerintah), perusahaan milik Negara (BUMN dan BUMD), yayasan, organisasi politik dan organisasi massa, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Universitas, dan organisasi nirlaba lainnya. Jika dilihat dari variabel lingkungannya, sektor publik dipengaruhi oleh banyak faktor ekonomi semata, akan tetapi faktor politik, sosial, budaya, dan historis juga memiliki pengaruh yang signifikan. Sektor publik tidak seragam dan sangat heterogen. Dari sudut pandang ilmu ekonomi, sektor publik dapat dipahami sebagai suatu entitas yang aktivitasnya berhubungan dengan usaha menghasilkan barang dan pelayanan publik dalam rangka memenuhi kebutuhan dan hak publik.
2.1.5.
Persyaratan Akuntansi Sektor Publik Persyaratan akuntansi sektor publik telah ditentukan dalam A Manual
For Government Accounting dari United Nations Organitation (PBB), yang dialihbahasakan oleh Indra Bastian (2007:20) adalah sebagai berikut:
1. Sistem akuntansi dirancang untuk memenuhi persyaratan UndangUndang Dasar, Undang-Undang dan peraturan lainnya. 2. Sistem akuntansi selaras dengan klasifikasi anggaran. Fungsi penganggaran dan akuntansi saling melengkapi terintegrasi. 3. Rekening dikaitkan dengan jelas pada objek dan tujuan penerimaanpengeluarannya, serta pejabat penanggung jawab penyimpangan yang terjadi. 4. Sistem akuntansi membantu proses pemeriksaan dan menyajikan informasi yang akan diperiksa. 5. Sistem akuntansi selaras dengan pengawasan administratif dana, kegiatan, manajemen program, pemeriksaan intern dan penilaian kinerja. 6. Rekening melambangkan kegiatan ekonomi termasuk pengukuran pendapatan, identifikasi belanja serta penetapan hasil operasi (Surplus atau Defisit) pemerintah dan program-programnya atau unit organisasinya. 7. Sistem akuntansi menghasilkan informasi keuangan untuk pengembangan perencanaan program dan penilaian kinerja. 8. Rekening digunakan sebagai dasar analisis ekonomi dan reklasifikasi transaksi pemerintah.
2.1.6.
Sistem Akuntansi Sektor Publik Pemerintah Indonesia Sistem akuntansi Pemerintah Indonesia menurut Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 24 tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan adalah sebagai berikut: “Sistem Akuntansi Pemerintahan Indonesia adalah serangkaian prosedur manual maupun yang terkomputerisasi mulai dari pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran dan pelaporan posisi keuangan dan operasi keuangan pemerintah” 2.1.7.
Sistem Akuntansi Sektor Publik Pemerintah Daerah Kabupaten Sistem Akuntansi Sektor Publik Pemerintah Daerah Kabupaten pada
dasarnya sama dengan Sistem Akuntansi Pemerintah Republik Indonesia di atas, yaitu sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
2.1.8.
Akuntabilitas Sektor Publik Pengertian Akuntabilitas Sektor Publik menurut Mardiasmo (2002:9)
adalah sebagai berikut: “Akuntabilitas sektor publik bertujuan untuk memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat karena sumber dana yang digunakan organisasi sektor publik dalam rangka pemberian pelayanan publik berasal dari masyarakat (public funds)”. Sedangkan menurut Tim Studi Akuntansi Keuangan Pemerintah BPKP seperti yang dikutip Sedarmayanti (2003:3), maka Akuntabilitas Sektor Publik adalah sebagai berikut: “Perwujudan kewajiban-kewajiban untuk mempertanggungjawaban keberhasilan atau kegagalan atas pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, melalui suatu media pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik”.
Dari pengertian di atas maka dapat diambil intinya Akuntabilitas Sektor Publik memiliki pengaruh sangat penting dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan, karena penyelenggaraan akuntabilitas sektor publik bertujuan untuk memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat karena sumber dana yang digunakan organisasi sektor publik. Akuntabilitas Publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikan pertanggungjawaban, menyajikan, melaporkan, dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadi tanggung jawabnya kepada pihak pemberi amanah (principle) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawabannya tersebut. Dalam konteks organisasi pemerintah, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan disclosure atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan laporan tersebut. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik. Akuntabilitas kejujuran (accountability for probility) terkait dengan penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), sedangkan akuntabilitas hukum (legal accountability) terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yang diisyaratkan dalam pengunaan sumber dana publik. Akuntabilitas proses terkait dengan apakah prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugas sudah cukup baik dalam hal kecukupan sistem informasi akuntansi, sistem informasi manajemen, dan prosedur administrasi. Akuntabilitas proses termanifestasikan melalui pemberian pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya. Pengawasan dan pemeriksaan terhadap pelaksanaan akuntabilitas proses dapat dilakukan, misalnya dengan memeriksa ada tidaknya mark-up dan pungutan-pungutan lain di luar yang ditetapkan, serta sumber-sumber inefisiensi dan pemborosan yang menyebabkan mahalnya biaya pelayanan publik dan kelambanan dalam
pelayanan. Pengawasan dan
pemeriksaan akuntabilitas proses juga terkait dengan pemeriksaan terhadap proses tender untuk melaksanakan proyek-proyek publik. Yang harus dicermati dalam pemberian kontrak tender adalah apakah proses tender talah dilakukan secara fair melalui Complusory Competitive Tendering (CCT), ataukah dilakukan melalui pola Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Akuntabilitas program terkait dengan pertimbangan apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah telah mempertimbangkan alternatif program yang memberikan hasil yang optimal dengan biaya yang minimal. Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah, baik pusat maupun daerah, atas kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah terhadap DPR/DPRD dan masyarakat luas. Menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan: “Akuntabilitas mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik”. Fenomena yang terjadi dalam perkembangan sektor publik di Indonesia dewasa ini adalah semakin menguatnya tuntutan akuntabilitas publik oleh lembaga-lembaga publik, baik pusat maupun daerah. Pada dasarnya, akuntabilitas publik adalah pemberian informasi dan pengungkapan (disclosure) atas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah daerah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pemerintah, baik pusat maupun daerah, harus bisa menjadi subjek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk tahu (right to know), hak untuk diberi informasi (right to be informed), dan hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to). Akuntansi sektor publik memiliki peran yang sangat vital dalam memberikan informasi dan disclosure atas
aktivitas dan kinerja finansial pemerintah daerah untuk memfasilitasi terciptanya transparansi dan akuntabilitas publik. Tuntutan
dilaksanakannya
akuntabilitas
publik
mengharuskan
pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan. Pemerintah daerah dituntut untuk tidak sekedar melakukan vertical reporting, yaitu pelaporan kepada pemerintah atasan (termasuk pemerintah pusat), akan tetapi juga melakukan horizontal reporting, yaitu pelaporan kinerja pemerintah daerah kepada DPRD dan masyarakat luas sebagai bentuk hirozontal accountability. Salah satu tujuan informasi pengelolaan keuangan daerah adalah mengubah pola pertanggungjawaban vertical menjadi pola pertanggungjawaban horizontal. Dalam pengelolaan keuangan daerah, paradigma baru tersebut berupa tuntutan dilakukannya pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan publik (public oriented). Pemerintah RI didasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi, dimana kekuasaan berada di tangan rakyat. Pegawai-pegawai pemerintah tidak hanya berfungsi sebagai aparat negara tetapi juga pelayan masyarakat. Keberhasilan menciptakan good governance dan clean governance tergantung dari partisipasi masyarakat untuk mengawasi negara. Sejalan dengan upaya untuk mementapkan kemandirian pemerintah daerah yang dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upaya meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan profesionalisme aparatur publik dan
lembaga-lembaga publik di daerah dalam mengelola sumber daya daerah, upaya tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan profesionalisme dan sektor publik yang handal. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.
2.2.
Pengelolaan Keuangan daerah
2.2.1.
Sumber - Sumber Penerimaan Daerah Menurut Ristandi Harjadinata, Usman Sastradipraja, Endang Darmawan
dan Nur Hidayat (2009:33), menyatakan bahwa: “Sumber-sumber pendanaan pelaksanaan Pemerintah Daerah terdiri atas Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah, dan Lain – lain Pendapatan Yang Sah.” Pendapatan Asli Daerah merupakan Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi Daerah, hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah sebagai perwujudan asas Desentralisasi.
Dana Perimbangan merupakan Pendanaan Daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri atas Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana Perimbangan selain dimaksudkan untuk membantu Daerah dalam mendanai kewenangannya, juga bertujuan untuk mengurangi ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara Pusat dan Daerah serta untuk mengurangi kesenjangan pendanaan pemerintahan antarDaerah. Ketiga komponen Dana Perimbangan ini merupakan sistem transfer dana dari Pemerintah serta merupakan satu kesatuan yang utuh. DBH adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN, meliputi pajak dan sumber daya alam. Dalam hal ini pajak terdiri atas Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, serta Pajak Penghasilan. DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar-daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antardaerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. DAU suatu daerah ditentukan atas besar kecilnya celah fiskal (fiscal gap) suatu daerah, yang merupakan selisih antara kebutuhan daerah (fiscal need) dan potensi daerah (fiscal capacity). DAK dimaksudkan untuk membantu membiayai kegiatan-kegiatan khusus di Daerah tertentu yang merupakan urusan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional, khususnya untuk membiayai kebutuhan sarana dan prasarana pelayanan dasar masyarakat yang belum mencapai standar tertentu atau untuk mendorong percepatan pembangunan Daerah.
Dalam lain-lain pendapatan selain hibah, pemberian Dana Darurat kepada daerah karena bencana nasional dan / atau peristiwa luar biasa yang tidak dapat ditanggulangi dengan dana APBD. Di samping itu, Pemerintah juga dapat memberikan Dana Darurat kepada daerah yang mengalami krisis solvabilitas, yaitu daerah
yang mengalami krisis keuangan berkepanjangan. Untuk
menghindari menurunnya pelayanan kepada masyarakat setempat. Pemerintah dapat memberikan Dana Darurat kepada daerah tertentu setelah dikonsultasikan terlebih dahulu dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Pinjaman Daerah merupakan salah satu sumber Pembiayaan yang bertujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi daerah dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Pembiayaan yang bersumber dari pinjaman harus dikelola secara benar agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi Keuangan Daerah sendiri serta stabilitas ekonomi dan moneter secara nasional. Oleh karena itu, Pinjaman Daerah perlu mengikuti kriteria, persyaratan, mekanisme, dan sanksi Pinjaman Daerah yang diatur Undang – Undang. Daerah juga dimungkinkan untuk menerbitkan Obligasi Daerah dengan persyaratan tertentu, serta mengikuti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal dan memenuhi ketentuan nilai bersih maksimal Obligasi Daerah yang mendapatkan persetujuan Pemerintah. Segala bentuk akibat atau resiko yang timbul dari penerbitan Obligasi Daerah menjadi tanggung jawab daerah sepenuhnya. Pengelolaan keuangan dilakukan secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan,
efisien,
ekonomis,
efektif,
transparan,
dan
dapat
dipertanggungjawabkan kepada para pemangku kepentingan yang sudah menjadi tuntutan masyarakat. Semua penerimaan dan pengeluaran yang menjadi hak dan kewajiban daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBN. Dalam pengadministrasian Keuangan Daerah, APBD, Perubahan APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Surplus APBD digunakan untuk membiayai Pengeluaran Daerah tahun anggaran berikutnya, membentuk Dana Cadangan, dan penyertaan modal dalam Perusahaan Daerah. Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumbersumber Pembiayaan untuk menutup defisit tersebut. Pengaturan Dana Dekonsentrasi bertujuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang dilimpahkan kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah. Dana Tugas Pembantuan untuk menjamin tersedianya dana bagi pelaksanaan kewenangan Pemerintah yang ditugaskan kepada daerah. Pengertian Keuangan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, adalah: “Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dalam rangka penyelenggaraan daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah tersebut”. Pengertian Pengelolaan Keuangan Daerah menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 58 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, adalah:
“Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah”. Pengelolaan keuangan daerah harus bertumpu pada kepentingan publik (public oriented). Hal ini tidak saja terlihat pada besarnya porsi pengalokasian anggaran untuk kepentingan publik, tetapi juga terlihat pada besarnya partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan keuangan daerah. Value for money dalam konteks otonomi daerah merupakan jembatan untuk menghantarkan pemerintah daerah mencapai good governance. Value for money tersebut harus dioperasionalisasikan dalam pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Untuk mendukung dilakukannya pengelolaan dana publik (public money) yang mendasarkan konsep value for money, maka diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah yang baik. Hal tersebut dapat tercapai apabila pemerintah daerah memiliki sistem akuntansi yang baik. Kejujuran dalam pengelolaan keuangan publik adalah keterbukaaan pemerintah dalam membuat kebijakan-kebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPRD dan masyarakat. Transparansi adalah keterbukaan pengelolaan keuangan daerah pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountability antara pemerintah daerah dan masyarakatnya sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien, akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi masyarakat.
Pengendalian adalah alat kontrol dan pengawasan terhadap penerimaan dan pengeluaran daerah agar dapat sesegera mungkin dicari penyebab timbulnya varians dan tindakan antisipasi kedepan. Penerimaan dan pengeluaran daerah (APBD) harus sering dimonitor, yaitu dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Untuk itu perlu dilakukan analisis varians (selisih) terhadap penerimaan dan pengeluaran daerah agar dapat sesegera mungkin dicari penyebab timbulnya varians dan tindakan antisipasi kedepan.
2.2.2.
Pengertian Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Anggaran secara umum dapat diartikan sebagai rencana keuangan yang
mencerminkan pilihan kebijaksanaan untuk suatu periode dimasa yang akan datang. Anggaran Pemerintah menurut Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara Eksekutif dan Legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah dan pendapatan yang diharapkan untuk menutup keperluan belanja tersebut atau pembiayaan yang diperlukan bila diperkirakan akan terjadi defisit atau surplus. Dengan demikian, anggaran mengkoordinasikan aktivitas belanja pemerintah dan memberi landasan bagi upaya perolehan pendapatan dan pembiayaan oleh pemerintah untuk suatu periode tertentu yang biasanya mencakup periode tahunan. Namun, tidak tertutup kemungkinan disiapkannya anggaran untuk jangka waktu lebih atau kurang dari setahun.
Dalam pengertian ini tercakup baik anggaran perusahaan, anggaran negara/daerah maupun untuk lembaga-lembaga lainnya. Arifin Sabeni dan Imam Ghojali (Sabeni & Ghojali, 2001:41) mengutarakan pengertian anggaran sebagai berikut: “Anggaran Pemerintah adalah jenis rencana menggambarkan rangkaian tindakan atau kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka rupiah untuk suatu jangka waktu tertentu”. Sedangkan pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menurut Pasal 64 Undang-Undang Republik Indonesia No. 25 Tahun 1999 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah adalah: “Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disingkat APBD, adalah suatu rencana keuangan tahunan daerah yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Daerah tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah”. (Pasal 64: No. 25). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah adalah suatu program kerja daerah yang disusun oleh Kepala Daerah bersama-sama dengan DPRD. Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah menurut penjelasan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 mempunyai fungsi sebagai berikut: 1. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada rakyat daerah yang bersangkutan. 2. Merupakan suatu sarana untuk mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. 3. Memberikan isi dan bertanggungjawab kepada Pemerintah Daerah umumnya dan Kepala Daerah khususnya karena APBD itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah. 4. Merupakan suatu sarana untuk melaksanakan pengawasan terhadap daerah dengan cara lebih mudah dan berhasil guna. 5. Merupakan suatu pemberian kuasa Kepala Daerah didalam batasbatas tertentu.
Berhubungan dengan itu maka Anggaran Pendapatan dan Belanja daerah haruslah disusun baik dan dipertimbangkan secara seksama juga memperhatikan skala pioritas dan dalam pelaksanaannya haruslah terarah pada sasaran dengan cara yang berdaya guna dan berhasil guna.
2.2.3.
Kegunaan Anggaran Daerah Kegunaan Anggaran Daerah menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara. Anggaran adalah alat akuntabilitas, manajemen, dan kebijakan ekonomi. Sebagai instrument kebijakan ekonomi, anggaran berfungsi untuk mewujudkan pertumbuhan dan stabilitas perekonomian serta pemerataan pendapatan dalam rangka mencapai tujuan negara. Dalam upaya untuk meluruskan tujuan dan fungsi anggaran tersebut perlu dilakukan pengaturan secara jelas peran DPR/DPRD dan pemerintah dalam proses penyusunan dan penetapan anggaran sebagai penjabaran aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehubungan dengan itu, dalam Undang-Undang ini disebutkan bahwa belanja Negara / belanja daerah dirinci sampai dengan unit organisaasi, fungsi, program, kegiatan dan jenis belanja. Hal tersebut berarti bahwa setiap pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar sejenis belanja harus mendapat persetujuan DPR/DPRD. Penganggaran di sektor publik adalah penerapan anggaran berbasis prestasi kerja. Mengingat bahwa sistem anggaran berbasis kerja/hasil memerlukan kriteria pengendalian kinerja dan evaluasi serta untuk menghindari duplikasi
dalam penyusunan rencana kerja dan anggaran kementrian negara/ lembaga/ perangkat daerah, perlu dilakukan penyatuan sistem akuntabilitas kinerja dalam sistem penganggaran dengan memperkenalkan sistem penyusunan rencara kerja dan anggaran kementrian negara/ lembaga/ perangkat daerah. Dengan penyusunan rencana kerja dan anggaran kementrian negara/ lembaga/ perangkat daerah tersebut dapat terpenuhi sekaligus kebutuhan akan anggaran berbasis prestasi kerja dan pengukuran akuntabilitas kinerja kementrian Negara/ lembaga/ perangkat daerah yang bersangkutan. Sejalan dengan upaya untuk menerapkan secara penuh anggaran berbasis kinerja di sektor publik, perlu pula dilakukan perubahan klasifikasi anggaran agar sesuai dengan klasifikasi yang digunakan secara internasiaonal. Perubahan dalam pengelompokan transaksi pemerintah tersebut dimaksudkan untuk memudahkan pelaksanaan anggaran berbasis kinerja, memberikan gambaran yang objektif dan proposional mengenai kegiatan pemerintah, menjaga konsistensi dengan standar akuntansi sektor publik, serta memudahkan penyajian dan meningkatkan kredibilitas statistik keuangan pemerintah. Dari uraian diatas, dapat dikatakan bahwa bagi pemerintah daerah anggaran daerah berfungsi sebagai pedoman, sedangkan bagi masyarakat anggaran daerah berfungsi sebagai alat pengawas, baik terhadap kebijaksanaan yang dipilih pemerintah daerah maupun terhadap realisasi kebijaksanaan tersebut. (Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara)
Akuntabilitas meliputi pemberian informasi keuangan kepada masyarakat dan pemakai lainnya sehingga memungkinkan bagi mereka untuk menilai pertanggungjawaban pemerintah atas aktivitas yang dilakukan. Govermental Accounting Standards Board (GASB) dalam Concepts Statement No. 1 tentang Objectives of Financial Reporting menyatakan bahwa Akuntabilitas merupakan dasar dari pelaporan keuangan di pemerintahan. Akuntabilitas adalah tujuan tertinggi pelaporan keuangan pemerintah. GASB menjelaskan keterkaitan akuntabilitas dan pelaporan keuangan adalah sebagai berikut: “Accountability requires governments to answer to the cityzenery to justify the raising of public resources and the purposes for which they are used. Governmental accountability is based on the belief that the citizenry has a “right to know,” a right to ricieve openly declared facts that may lead to public debate by the citizent and their elected representatives . financial reporting plays a major role in fulfilling government ;s duty to publicly accountable in a democratic society. (par. 56)”. Pernyatan tersebut menunjukan bahwa akuntabilitas meliputi pemberian informasi keuangan kepada masyarakat dan pemakai lainnya sehingga memungkinkan bagi mereka untuk menilai pertanggungjawaban pemerintah atas semua aktivitas yang dilakukan, bukan hanya aktivitas finansialnya saja. Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan pengawasan keuangan daerah. Selain itu dengan Akuntabilitas yang cukup tinggi dan dilakukannya penyederhanaan pengendaliannya.
prosedur
administrasi
namun
ditingkatkan
prosedur
Tuntutan dilaksanakannya akuntabilitas publik mengharuskan pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan. Salah satu tujuan informasi
pengelolaan
keuangan
daerah
adalah
mengubah
pola
pertanggungjawaban vertical menjadi pola pertanggungjawaban horizontal. Pemerintah daerah dituntut untuk dapat membuat laporan keuangan dan menyampaikan informasi keuangan tersebut secara transparan kepada publik. Pengelolaan keuangan yang efisien, efektif dan transparan akan menambah
akuntabilitas
pemerintah
daerah
terhadap
masyarakatnya.
Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat. Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui anggaran tersebut tetapi berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. Dalam rangka pertanggungjawaban publik, pemerintah daerah seharusnya melakukan optimalisasi anggaran yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pengertian ini, anggaran negara / daerah maupun anggaran untuk lembaga-lembaga lainnya. Arifin Sabeni &Imam Ghojali (2001:41) menjelaskan:
“Anggaran Pemerintah adalah jenis rencana menggambarkan rangkaian tindakan atau kegiatan yang dinyatakan dalam bentuk angka-angka rupiah untuk suatu jangka waktu tertentu”. Anggaran merupakan sebagai pedoman dalam pengelolaan keuangan negara/ daerah untuk periode yang akan datang, juga sebagai alat pengawas bagi masyarakat terhadap kebijakan pemerintah dan pelaksanaanya Pernyataan tersebut menunjukan bahwa akuntabilitas meliputi pemberian informasi keuangan kepada masyarakat dan pemakai lainnya sehingga memungkinkan bagi mereka untuk menilai pertanggungjawaban pemerintah atas semua aktivitas yang dilakukan, bukan hanya aktivitas finansialnya saja. Tuntutan
dilaksanakannya
akuntabilitas
publik
mengharuskan
pemerintah daerah untuk memperbaiki sistem pencatatan dan pelaporan. Pemerintah daerah dituntut untuk tidak sekedar melakukan vertical reporting, yaitu pelaporan kepada pemerintah atasan (termasuk pemerintah pusat), akan tetapi juga melakukan horizontal reporting, yaitu pelaporan kinerja pemerintah daerah kepada DPRD dan masyarakat luas sebagai bentuk horizontal accountability. Salahsatu tujuan informasi pengelolaan keuangan daerah adalah mengubah pola pertanggungjawaban vertical menjadi pola pertanggungjawaban horizontal. Dalam pengelolaan keuangan daerah, paradigma baru tersebut berupa tuntutan dilakukannya pengelolaan keuangan daerah yang berorientasi pada kepentingan publik (public oriented). Untuk itu, pemerintah daerah dituntut untuk dapat membuat laporan keuangan dan menyampaikan informasi keuangan
tersebut secara transparan kepada publik. Laporan keuangan tersebut hendaknya mudah diperoleh masyarakat dengan biaya yang murah. Pemerintah RI didasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi, dimana kekuasaan berada ditangan rakyat. Pegawai-pegawai pemerintah tidak hanya berfungsi sebagai aparat negara tetapi juga pelayan masyarakat. Keberhasilan menciptakan good governance dan clean government tergantung dari partisipasi masyarakat untuk mengawasi negara. Pembangunan adalah dari, oleh dan untuk masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat memiliki kewajiban untuk mengawasi agar praktek pembangunan sesuai dengan aspirasi dan kepentingan masyarakat. Pengelolaan keuangan yang efisien, efektif dan transparan akan menambah akuntabilitas pemerintah daerah terhadap masyarakatnya. Sejalan dengan upaya untuk memantapkan kemandirian pemerintah daerah yang dinamis dan bertanggung jawab, serta mewujudkan pemberdayaan dan otonomi daerah dalam lingkup yang lebih nyata, maka diperlukan upaya meningkatkan efisiensi, efektivitas dan profesionalisme aparatur publik dan lembaga-lembaga public di daerah dalam mengelola sumber daya daerah, upaya tersebut dapat dilakukan melalui peningkatan profesionalisme dan sektor public yang handal. Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada DPRD dan masyarakat.
Masyarakat tidak hanya memiliki hak untuk mengetahui
anggaran tersebut tetapi juga berhak untuk menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut. Efektivitas berarti bahwa penganggaran tersebut harus mencapai targettarget atau tujuan kepentingan publik. Transparansi adalah keterbukaan dalam proses perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan anggaran daerah. Transparansi memberikan arti bahwa anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat, terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Dalam
rangka
pertanggungjawaban
publik,
pemerintah
daerah
seharusnya melakukan optimalisasi anggaran yang dilakukan secara efisien dan efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.