BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. DEPRESI 1. Pengertian Definisi depresi menurut Beck adalah kondisi abnormal individu yang termanifestasi sebagai tanda dan gejala seperti menurunnya mood, sikap pesimis, kehilangan spontanitas dan tanda-tanda fisik yang lain (Mc Dowell dan Newell, 1996). Seseorang dengan depresi terjadi penurunan mood pada dirinya, tetapi fluktuasi mood tidak selalu depresi. Seseorang dapat mengalami fluktuasi mood oleh karena perasaan sedih, muram, frustasi dan tidak ada semangat. Fluktuasi mood seperti ini akan berhenti dalam waktu yang singkat, tidak berlarut-larut dan tidak masuk kategori depresi. Fluktuasi mood yang normal tidak akan mengganggu tidur, nafsu makan dan aktifitas motorik lainnya. Menurut (Nurmiati Amir, 2005). Ada beberapa faktor penyebab depresi yaitu : a. Jenis Kelamin Depresi lebih sering terjadi pada wanita. Ada dugaan bahwa wanita lebih sering mencari pengobatan sehingga depresi lebih sering terdiagnosis. Selain itu, adapula yang menyatakan bahwa wanita lebih sering terpajan dengan stresor lingkungan dan ambangnya terhadap stresor lebih rendah bila di bandingkan dengan pria. Adanya depresi
9
10
yang berkaitan dengan ketidakseimbangan hormon pada wanita menambah tingginya prevalensi depresi pada wanita, misalnya adanya depresi pra haid, postpartum, dan postmenopause. b. Usia Depresi lebih sering terjadi pada usia muda. Umur rata-rata antara 20-40 tahun. Faktor sosial sering menempatkan seseorang yang berusia muda pada resiko tinggi. c. Status Perkawinan Gangguan depresi mayor sering dialami individu yang bercerai atau berpisah bila dibandingkan dengan yang menikah atau lajang. Status perceraian menempatkan seseorang pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita depresi. Hal yang sebaliknya dapat pula terjadi, yaitu depresi menempatkan seseorang pada resiko diceraikan. Wanita lajang lebih jarang menderita depresi dibandingkan dengan wanita menikah. Sebaliknya, pria yang menikah lebih jarang menderita depresi bila dibandingkan dengan pria lajang. Depresi lebih sering pada orang yang tinggal sendiri bila dibandingkan dengan yang tinggal bersama kerabat lain. d. Geografis Di negara maju, depresi sering terjadi pada wanita. Penduduk kota lebih sering menderita depresi dibandingkan dengan penduduk desa. Depresi lebih tinggi dalam institusi perawatan bila dibandingkan dengan didalam masyarakat. Sekitar 10% − 15% penderita dalam
11
perawatan akut penderita depresi mayor dan 20% − 30% menderita depresi minor. Depresi di pusat kesehatan masyarakat lebih tinggi bila dibandingkan dengan populasi umum. e. Riwayat Keluarga Riwayat keluarga yang menderita depresi lebih tinggi pada penderita depresi bila dibandingkan kontrol. Begitu pula, riwayat keluarga bunuh diri dan menggunakan alkohol lebih sering pada keluarga penderita depresi daripada kontrol. Dengan perkataan lain, resiko depresi semakin tinggi bila ada riwayat genetik dalam keluarga. f. Kepribadian Seseorang
dalam
kepribadian
teertutup,
mudah
cemas,
hipersensitif, dan lebih bergantung kepada orang lain rentan terhadap depresi. g. Stresor Sosial Stresor adalah suatu keadaan yang dirasakan sangat menekan sehingga seseorang tidak dapat beradaptasi dan bertahan. Stresor sosial merupakan faktor resiko terjadinya depresi. Peristiwa-peristiwa kehidupan baik yang akut maupun yang kronik dapat menimbulkan depresi. Misalnya, percekcokan yang hampir berlangsung setiap hari baik di tempat kerja atau dirumah tangga, kesulitan keuangan, dan ancaman yang menetap terhadap keamanan (tinggal di daerah yang berbahaya atau konflik) dapat mencetuskan depresi.
12
h. Dukungan Sosial Faktor-faktor
dalam
lingkungan
sosial
yang
dapat
memodifikasi pengaruh stresor psikososial terhadap depresi telah menjadi perhatian dalam penelitian psikiatri. Seseorang yang tidak terintegrasi kedalam masyarakat cenderung menderita depresi. Dukungan sosial terdiri dari empat komponen : Jaringan sosial, interaksi sosial, dukungan sosial, dan dukungan instrumental. Jaringan sosial dapat di nilai dengan mengidentifikasi individu-individu yang berada dekat pasien. Interaksi sosial dapat di tentukan dengan frekuensi interaksi antara subyek dengan anggota-anggota jaringan kerja yang lain. Dukungan sosial yang didapat dinilai dengan penentuan evaluasi subyektif mengenai mudahnya interaksi dengan jaringan kerja atau kelompok, perasaan memiliki, perasaan keintiman dengan jaringan kerja atau kelompok. Dukungan instrumental dapat dinilai dengan adanya pelayanan konkrit yang diberikan kepada subyek oleh jaringan sosial. i. Tidak Bekerja Tidak mempunyai pekerjaan atau menganggur juga merupakan faktor resiko terjadinya depresi. Suatu survey yang dilakukan terhadap wanita dibawah 65 tahun yang tidak bekerja sekitar enam bulan melaporkan bahwa depresi tiga kali lebih sering pada pengangguran dari pada yang bekerja.
13
Depresi adalah gangguan jiwa sedangkan kesedihan adalah fenomena sosial yang biasa dialami oleh setiap manusia. Depresi dengan kesedihan bisa dibedakan secara kuantitatif. Pada depresi episodenya lebih lama dan gejalanya lebih intensif dibanding kesedihan biasa. Faktor presipitasi depresi tidak sejelas kesedihan biasa dan kualitas gejala depresi ada yang khusus tidak terdapat pada kesedihan biasa seperti biasa waham, halusinasi dan pikiran bunuh diri. Batas antara kesedihan biasa dengan depresi kadang-kadang tidak jelas, bisa tumpang tindih, saling mendahului,
atau yang
satu menjadi inti fenomena yang
lain
(Derksen,1983 cit. Prawirohusodo, 1990). 2. Gejala Individu yang terkena depresi pada umumnya menunjukan gejala fisik, psikis dan sosial. Gejala-gejala tersebut khas dengan rentangan dan variasi yang luas sesuai berat ringannya depresi. Gejala fisik yang relatif mudah dideteksi diantaranya adalah gangguan pola tidur, menurunnya tingkat aktifitas, menurunnya efisiensi kerja, menurunnya produktifitas kerja, mudah merasa letih dan mudah sakit. Gejala psikis yang timbul yaitu kehilangan rasa percaya diri, sensitif, merasa tidak berguna, perasaan bersalah dan perasaan terbebani. Gejala sosial dari depresi adalah terjadinya masalah dalam berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya. Masalah ini tidak hanya berbentuk konflik, namun masalah lain seperti perasaan minder, malu atau cemas jika berada diantara kelompok dan merasa nyaman untuk berkomunikasi secara normal.
14
Menurut Beck (1985) gejala depresi mempunyai empat manifestasi, yaitu manifestasi emosi, manifestasi kognitif, manifestasi motivasional, dan manifestasi fisik. Simtom emosi yang berperan penting dalam depresi ada enam, yaitu mood bersedih, tidak suka dengan diri sendiri, kehilangan kegembiraan, kehilangan kasih sayang, menangis dan kehilangan respon kegembiraan. Manifestasi kognitif dan motivasional dari depresi yaitu rendahnya evaluasi diri sendiri, prasangka buruk, menyalahkan diri sendiri, kebimbangan, penyimpangan gambaran diri, kehilangan motivasi dan keinginan bunuh diri. Manifestasi fisik depresi adalah hilangnya selera makan, gangguan pola tidur, kehilangan nafsu seksual, dan kelelahan. 3. Terapi Depresi merupakan penyakit yang mempunyai episode tertentu atau kurun waktu tertentu, jadi tanpa pengobatan depresi bisa sembuh sendiri dengan
segala
resikonya
(psikotik,
bunuh
diri).
Depresi
dapat
disembuhkan secara tuntas dengan pengobatan formal, meski demikian sebagian besar penderita depresi (98% menurut Stepherd, 1979, 75% menurut Boyd dan Wessman,1981) tidak berupaya terapi formal. Pengobatan formal terhadap depresi ada tiga cara yaitu dengan terapi psikofarmaka, terapi psikoterapi, dan terapi kejang listrik. Terapi depresi secara psikofarmaka yaitu dengan pemberian obat antidepresan. Contoh obat antidepresan yaitu imipramin, amitriphelin, dan desipramin. Terapi depresi secara psikoterapi berupa wawancara dengan penderita dan terapi supportif.
15
Ketiga macam terapi formal tersebut sudah di uji kemampuannya dalam pengobatan depresi. Hanya pemilihan terapi masing-masing masih ada perbedaan pendapat. Secara teoritik, murni depresi neoritik atau psikogen yang hanya menunjukan gejala pada tingkat psikis saja, harus diberi terapi psikoterapi, sedang depresi endogen yang menunjukan disposisi dan gejala somatik, harus diobati dengan psikofarmaka dan terapi kejang listrik. Kenyataan dalam praktek membuktikan bahwa teori tersebut tidak berlaku 100%. Depresi neoritik dapat diberi terapi psikofarmaka, sedang depresi endogen dapat pula dicoba terapi psikoterapi (Prawirohusodo, 1990). 4. Pengukuran Depresi Depresi dapat di ukur dengan berbagai skala pengukuran, diantaranya adalah Beck Depression Inventory, Beck (1985) menguji validitas BDI dengan melakukan korelasi dengan penilaian klinis mengenai keparahan depresi. Hasil yang diperoleh adalah koefisien biserial pearson 0,65 pada penelitian pertama dan 0,67 pada penelitian kedua. Penelitian Metcalfe (dalam Beck, 1985) dengan korelasi Kendall antara BDI dengan rating psikiater didapatkan angka 0,61. Penelitian Schwab et, al. (dalam Beck, 1985) dengan korelasi Spearmen antara BDI dan Hamilton Rating Scale didapatkan koefisien korelasi 0,75. Sedangkan National Depression Screening Day, yang diadaptasi dari J. E Brody Myriad dalam Maks hide on epidemic of Depression the New York times, (1992).
16
5. Depresi Pada Remaja Gambaran depresi pada remaja biasanya berlangsung singkat, akan tetapi sering disertai tindakan bunuh diri (Beta, A. 2001). Dan remaja merupakan kelompok yang penuh keguncangan dalam taraf mencari identitas diri, dengan pola perkembangan bergelombang cenderung bereaksi depresif. Menurut Weiner (1975), hal yang perlu mendapat perhatian adalah mnifestasi depresi pada remaja yang gejala-gejala depresinya sering tidak menyerupai gejala depresi yang lazim (sedih, retardasi psikomotor, putus asa, merasa berdosa dan pesimitik). Gejala depresi bermanifestasi dalam bentuk tindakan maladaptif, sehingga sering tidak didiagnosa sebagai kasus depresi. Menurut (Beta, A. 2001) manifestasi depresi pada remaja dibagi dalam dua golongan. Pada remaja golongan usia muda depresi dapat dimanifestasikan dalam bentuk kelelahan (fatigue), fisiknya sehat tetapi sering mengeluh lelah meskipun istirahat cukup, banyak keluhan somatik (hipocondriasis) terutama mengenai ukuran, struktur maupun kapasitas fisik. Manifestasi yang ketiga adalah sulit melakukan konsentrasi di sekolah, bosan dan tidak di rumah, selalu mencari teman atau sebaliknya suka menyendiri. Pada remaja golongan dewasa manifestasinya adalah berupa penyalahgunaan dan merahasiakan pemakaian obat, hubungan dan kontak fisik dengan lawan jenis dalam bentuk perhatian dan bermesramesraan, mencari identifikasi pada tokoh-tokoh tertentu sehingga bertentangan dengan keluarga, teman sekolah dan lingkungannya, usaha
17
bunuh diri yang tidak mematikan, dan isolasi diri dengan tidak memperdulikan orang lain dan suka mengejek. Depresi merupakan reaksi komplek terhadap kehilangan harga diri dan pikiran negatif terhadap diri sendiri yang menyebabkan individu merasa kurang menerima penghargaan dan lebih banyak mengalami hukuman. (Hawari, 1998). Depresi atau melancholia adalah suatu keadaan dimana individu tidak dapat mengekpresikan perasaan duka yang didapat dari pengalaman yang bersifat patalogi sebagai reaksi dari kesedihan. (Stuart dan Sundeen, 1998).
B. Dukungan Keluarga 1. Definisi Dukungan keluarga adalah persepsi seseorang bahwa dirinya menjadi bagian dari jaringan sosial yang didalamnya tiap anggotanya saling mendukung (http;//www.Epsikologi.com remaja, htm). Dukungan keluarga didefinisikan oleh Gottlieb (1988) dalam Zaenuddin (2002), yaitu informasi verbal atau non verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subyek didalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya. Dalam hal ini orang yang merasa memperoleh dukungan sosial, secara emosional merasa lega karena diperhatikan, mendapat saran atau kesan yang menyenangkan pada dirinya. Menurut Saurasan (1983)
18
dalam Zaenuddin (2002), dukungan keluarga adalah keberadaan, kesedihan, menghargai
kepedulian, dari dan
menyayangi
orang-orang yang kita.
Pandangan
dapat
diandalkan,
yang
sama
juga
dikemukakan oleh Cabb (2002) dalam Zaenuddin (2002), mendefinisikan dukungan keluarga sebagai adanya kenyamanan, perhatian, penghargaan atau menolong orang dengan sikap menerima kondisinya, dukungan keluarga tersebut diperoleh dari individu maupun kelompok. 2. Bentuk Dukungan Keluarga Menurut Kuncoro (2002), bentuk dukungan keluarga terdiri dari empat macam dukungan yaitu dukungan penghargaan (Appraisal Support), merupakan suatu dukungan sosial yang berasal dari keluarga atau lembaga atau instansi terkait dimana pernah berjasa atas kemampuannya dan keahliannya maka mendapatkan suatu perhatian yang khusus (Rasyid,1991), dukungan materi (Tangible Assistance), adalah dapat berupa servis (pelayanan), bantuan keuangan dan pemberian barangbarang. Pemberian dukungan materi dapat dicontohkan dalam sebuah keluarga atau persahabatan. Dukungan ini dapat bermanfaat bagi individu, yaitu individu merasa masih ada perhatian atau kepedulian dari lingkungan terhadap
kesusahan
atau
penderitaannya.
Dukungan
informasi
(Information Support) dapat berasal dari keluarga dan teman-teman yang dapat memberikan dukungan informasi dengan pemberian sugesti secara khusus dan dukungan emosional (Emotional Support) selama periode stres seseorang sering kali manderita secara emosional dan dapat mengalami
19
depresi, sedih, cemas, dan harga diri rendah. Dukungan dari teman dan keluarga sangat berharga secara emosional karena akan menjamin nilainilai individu, kerahasiaan individu akan selalu terjaga dari keingintahuan orang lain. Kehangatan orang lain dapat membantu individu mengatasi stres yang melanda dirinya. 3. Sumber Dukungan Keluarga Menurut Rook dan Dooley (1985) dalam Kuncoro (2002), ada dua sumber dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber artifisial. Dukungan keluarga yang natural diterima seseorang melalui interaksi sosial dalam kehidupannya secara spontan dengan orang-orang yang berada di sekitarnya misalnya anggota keluarga (anak, istri, suami, dan kerabat) teman dekat atau relasi. Dukungan keluarga ini bersifat non formal sementara itu dukungan keluarga artifisial adalah dukungan sosial yang di rancang kedalam kebutuhan primer seseorang misalnya dukungan keluarga akibat bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Sehingga sumber dukungan keluarga natural memiliki berbagai perbedaan jika dibandingkan dengan dukungan keluarga artifisial perbedaan tersebut terletak pada: a) Keberadaan sumber dukungan keluarga natural bersifat apa adanya tanpa dibuat-buat sehingga lebih mudah diperoleh dan bersifat spontan. b) Sumber dukungan keluarga yang natural memiliki kesesuaian dengan nama yang berlaku tentang kapan sesuatu harus diberikan.
20
c) Sumber dukungan keluarga yang natural berakar dari hubungan yang telah berakar lama. d) Sumber dukungan keluarga yang natural memiki keragaman dalam penyampaian dukungan sosial, mulai dari pemberian barang nyata hingga sekedar menemui seseorang dengan menyampaikan salam. e) Sumber dukungan keluarga yang natural terbebas dari bebas dan label psikologis. 4. Peran Keluarga dengan Perilaku Ketergantungan Obat Keluarga yang harmonis dan mempunyai latar belakang yang baik sangat berperan dalam memberikan bimbingan, tidak sebaliknya mengisoslasi atau menutupi kenyataan agar kondisi anak tidak diketahui masyarakat sekitar, sehingga orang tua harus mengetahui masalah yang dihadapi oleh anak. Sehingga kondisi ini menyebabkan seseorang mengalami ketergantungan obat, kasih sayang, komunikasi dengan anak dan perhatian orang tua terhadap anak sangat dibutuhkan. Oleh karena itu dukungan keluarga sangat berperan penting dalam mengatasi masalah ketergantungan obat yang sudah terlanjur disalahgunakan. Dukungan moral sangat perlu karena pada taraf penyembuhan akan lebih sensitif terhadap segala hal seperti kehilangan rasa percaya diri dan perhatian yang lebih diharapkan akan membantu agar tidak terpengaruh lagi oleh lingkungan luar yang mungkin merupakan awal dari permasalahan. Hal demikian menyebabkan membentuk lingkungan keluarga yang jauh lebih dominan dari lingkungan luar, dengan cara mengarahkan agar dapat
21
berkomunikasi secara lebih terbuka tentang kehidupan dan lingkungan pergaulan. (Sudirman, 2002).
C. NAPZA 1. Definisi Obat adalah suatu zat yang dapat mempengaruhi fungsi tubuh manusia yaitu apabila dimasukan ke dalam tubuh manusia dan tidak sesuai dengan petunjuk dokter. Pemakaian obat-obatan untuk sendiri tanpa indikasi medis, tanpa petunjuk atau resep dokter, baik secara teratur atau berkala sekurang-kurangnya selama satu bulan disebut dengan istilah penyalahgunaan zat (Drug Abuse). (Hawari, 2003). Ketergantungan obat (Drug Dependence) merupakan keadaan dimana seseorang selalu membutuhkan obat tertentu agar dapat berfungsi secara wajar baik fisik maupun psikologis. Sedangkan toleransi adalah kecenderungan menambah jumlah zat yang lebih banyak untuk mendapatkan khasiat yang sama setelah pemakaian berulang. Apabila pemakaian dihentikan secara tiba-tiba akan timbul sindroma putus obat (Rasyid, R. 1991). Istilah NAPZA merupakan akronim dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat-zat Adaktif lainnya, merupakan istilah untuk obatobat terlarang yang dapat menyebabkan gangguan terhadap kesehatan dan kejiwaan. Pengertian NAPZA secara umum adalah zat-zat kimiawi yang apabila dimasukan kedalam tubuh baik secara oral (diminum, dihisap,
22
dihirup, disedot) maupun disuntikan dapat mengganggu pikiran, suasana hati, perasaan dan perilaku seseorang. Hal ini dapat menimbulkan gangguan sosial yang ditandai dengan indikasi negatif, waktu pemakaian yang panjang, dan pemakaian dalam dosis yang berlebihan. Narkotika (UU RI No.22 tahun 1997 tentang narkotika) adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman maupun bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan dan perubahan kesadaran, mengurangi, sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan secara fisik maupun psikologik. Psikotropika adalah setiap bahan baik alami atau buatan bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif mempunyai pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental, dan prilaku (UU RI No.5 tahun 1997 tentang Psychotropic Substances). Zat
adiktif
lainnya
adalah
bahan
lain
yang
bukan
narkotika/psikotropika yang merupakan inhalasia yang penggunaannya dapat manimbulkan ketergantungan, misalnya lem/perekat, aceton, ether, premik, thinner, dan lain-lain. 2. Teori Penyalahgunaan NAPZA a. Teori klasik, menyatakan bahwa penyalahgunaan zat equivalent dengan
masturbasi,
suatu
pertahanan
homoseksual/suatu manifestasi dari regresi oral.
terhadap
impuls
23
b. Teori psikodinamika, bahwa penggunaan zat merupakan pencerminan fungsi ego yang terganggu atau berhubungan dengan depresi dan gangguan kepribadian. c. Teori psikososial, menyatakan bahwa penggunaan zat berhubungan dengan pola hidup, keluarga, masyarakat, dan peran faktor lain. d. Teori perilaku, menjelaskan bahwa penyalahgunaan zat terjadi karena adanya perilaku mencari zat (substance seeking behafior) yang muncul sehubungan seseorang dengan pengalamannya mengunakan zat menemukan efek yang menyenangkan. e. Teori genetika, menyatakan bahwa peran genetik ada pada penyalahguna non alkohol dan belum jelas pada penyalahguna non alkohol. 3. Jenis-jenis NAPZA a. Narkotika Menurut UU RI No.22 tahun 1997 tentang narkotika, narkotika dikelompokan ke dalam tiga golongan : 1) Narkotika golongan I Adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: heroin, kokain, ganja.
24
2) Narkotika golongan II Adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, turunan/gram dalam golongan tersebut. 3) Narkotika golongan III Adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan
dalam
terapi
atau
tujuan
pengembangan
ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah kodein, garam-garam narkotika dalam golongan tersebut. b. Psikotropika Menurut UU RI No.5 tahun 1997 tentang psikotropika, psikotropika dikelompokan menjadi empat golongan : 1) Psikotropika golongan I Adalah psikotropika yang hanya digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Yang termasuk golongan ini adalah MDMA, ekstasi, LSD, ST. 2) Psikotropika golongan II Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan
25
serta
mempunyai
potensi
kuat
menimbulkan
sindroma
ketergantungan. Contoh: amfetamin, fensiklidin, serkobarbital, metakualon, metilfenidat (ritalin). 3) Psikotropika golongan III Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi sedang mengakibatkan sindroma
ketergantungan. Contoh: fenobarbitol, flunitazepam. 4) Psikotropika golongan IV Adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma
ketergantungan.
Contoh:
Diazepam,
klobazam,
bromazepam, klonazepam, khlordiazepoxise, nitrazepam (BK, DUM, MG). 4. Faktor Penyebab Penyebab penyalahgunaan NAPZA menurut Hawari (2003) adalah interaksi antara faktor predisposisi, factor kontribusi, dan faktor pencetus. Faktor kontribusi yaitu kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga) seperti keluarga tidak utuh, kesibukan orang tua, hubungan interpersonal dalam keluarga yang tidak harmonis. Faktor pencetus adalah pengaruh teman sebaya serta tersedia dan mudahnya memperoleh barang
26
yang dimaksud (easy availability). Faktor predisposisi dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: a. Faktor
biologik,
yaitu
kecenderungan
keluarga,
terutama
penyalahgunaan alkohol dan perubahan metabolisme alkohol yang mengakibatkan respon fisiologik yang tidak nyaman. b. Faktor psikologik, meliputi tipe kepribadian ketergantungan oral, harga diri rendah sering berhubungan dengan penganiayaan pada masa kanak-kanak, perilaku maladaptif yang dipelajari secara berlebihan, mencari kesenangan dan menghindari rasa sakit, sifat keluarga, termasuk tidak stabil, tidak ada contoh peran yang positif, kurang rasa percaya, tidak mampu memperlakukan anak sebagai individu, serta orang tua yang adiksi. c. Faktor sosiokultural, meliputi ketersediaan dan penerimaan sosial terhadap penggunaan obat, ambivalens sosial tentang penggunaan dan penyalahgunaan berbagai zat, seperti tembakau, alkohol, dan mariyuana, sikap, nilai, norma dan sanksi kultural kebangsaan, etnisiti dan agama, kemiskinan dengan keluarga yang tidak stabil dan keterbatasan kesempatan. 5. Tanda dan Gejala Gejala intoksikasi NAPZA berbeda-beda, tergantung dari jenis zat yang
dikonsumsi.
Secara
medis
pemeriksaan
terhadap
dugaan
penyalahgunaan NAPZA dilakukan dengan serangkaian tes medik, baik
27
tes darah, tes urin, maupun lainnya juga dilakukan. Adapun gejala yang dapat ditemukan adalah sebagai berikut : a. Opiat (morfin dan heroin) Kelainan neurologik yang dapat terlihat adalah pupil mata mengecil, rasa mengantuk, bicara pelo, gangguan perhatian dan daya ingat. Kelainan psikologik adalah perilaku maladaptif (perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang berlaku), misalnya gembira berlebihan, tidak semangat, apatis, tidak banyak bergerak, gangguan pertimbangan, gangguan fungsi sosial, dan okupasional serta kegagalan untuk memenuhi tanggung jawab. b. Cannabis (ganja, gelek, cimeng, maryuana, hashish) Secara psikologis gejala yang nampak gembira berlebihan (euphoria), apatis, merasa waktu berjalan lambat. Gejala yang dapat dirasakan adalah denyut jantung merasa cepat, mata cerah, nafsu makan bertambah, mulut terasa kering. Perilaku maladaptif yang muncul antara lain kecurigaan, sering panik dan murung, terganggunya daya nilai, fungsi sosial dan okupsional, kadang-kadang terjadi dipersonalisasi
(merasa
dirinya
berubah),
derealisasi
merasa
lingkungan berubah, halusinasi. c. Alkohol Gejala yang nampak antara lain nafas bau alkohol, muka merah, bicara pelo, jalan sempoyongan (kehilangan koordinasi), bola mata bergerak terus (nystagmus). Secara psikologik gejalanya antara lain
28
ngoceh terus, perhatian terganggu, mudah tersinggung, gembira berlebihan, depresi, murung, emosi labil. d. Stimulan (shabu, ekstasi, kokain) Secara fisik gejalanya adalah denyut nadi meningkat dan tekanan darah tidak teratur, kelainan jantung, banyak berkeringat sehingga kekurangan cairan sampai pingsan, badan panas, timbul kejang, nafsu makan berkurang, rasa mual. Gejala psikologik yang nampak adalah gelisah, mudah tersinggung, cemas, panik, paranoid, (perasaan curiga berlebihan), euphoria, kewaspadaan dan energi yang bertambah. e. Obat tidur/penenang (rohypnol, BK, MG, pil koplo) Gejala fisik dan psikologik identik dengan keadaan yang ditimbulkan karena pemakaian alkohol dalam jumlah yang banyak. f. Oplosan (campuran beberapa zat) Digunakan untuk menunjukkan kekuatan, dapat menyebabkan kematian (Granat, 2003). 6. Tingkat Pemakaian NAPZA Menurut konsensus Fakultas Kedokteran Univerasitas Indonesia tahun 2000, tingkat pemakaian NAPZA dikategorikan dalam lima kelompok : Wresniwiro (2000), mengklasifikasikan penyalahgunaan narkoba diantaranya sebagai berikut :
29
a. Tingkat Eksperimental (Experimental User) Adalah tingkat pemakaian dengan tujuan hanya mencoba untuk memenuhi rasa ingin tahu atau karena sebab lain (misalnya pengaruh teman). Mereka memakai sekali atau beberapakali, sebagian besar kemudian berhenti dan tidak memakai lagi. b. Tingkat Sosial atau Rekreasi (Social User) Adalah penggunaan zat dengan tujuan untuk bersenang-senang, misalnya pada saat rekreasi, pesta atau sedang santai. Dalam tahap ini pemakai telah merasa memperoleh manfaat tertentu dari pemakaian NAPZA ini. Sebagian tidak melanjutkan pemakaiannya menjadi kebiasaan menetap dan sebagian lagi meningkat pada tahap selanjutnya. c. Tingkat Situasional (Situational User) Adalah pemakaian dengan tujuan menghilangkan perasaan yang tidak menyenangkan (kekecewaan, kesedihan, ketegangan) atau melarikan diri dari situasi tersebut. d. Tingkat Penyalahgunaan (Abuse User) Merupakan pemakaian yang dilakukan secara teratur diluar batas yang wajar dengan pola patologis dan telah terjadi gangguan fungsi sosial atau pekerjaan. e. Tingkat Ketergantungan (Kompulsive Dependent User) Adalah pemakaian zat yang menimbulkan toleransi dan gejala putus zat apabila pemakaian dihentikan atau dikurangi. Dalam tahap
30
ini penderita tidak dapat melepaskan diri dari zat dan terpaksa harus memakai karena ia tidak dapat menanggulangi gejala putus zat. Akibat ia memakai NAPZA untuk jangka panjang, walaupun ia sudah merasakan dampak negatif dari pemakaian zat tersebut. 7. Dampak Pada penyalahgunaan NAPZA baik yang baru maupun yang sudah lama akan merasakan akibat secara fisik, mental emosional, dan sosial. Hal tersebut dapat dirasakan sendiri maupun lingkungan sekitarnya. Dampak secara fisik maupun mental emosional adalah sebagai berikut : Nama Zat
Akibat Fisik
Akibat
Heroin
Emosional Infeksi pada kulit, paru Gangguan
(putaw)
(bronchitis),
Mental psikotik,
gangguan gangguan tidur, depresi
fungsi jantung dan hati, berat, cemas, gangguan hepatitis, kurus,
AIDS, gigi
badan fungsi seksual, kadang keropos, percobaan bunuh diri.
MDMA
impotensi. Denyut nadi meningkat, Gangguan tingkah laku,
(shabu, ectacy)
TD meningkat, kelainan gelisah,
mudah
jantung, dehidrasi, demam, tersinggung,
cemas,
kejang,
Kokain
nafsu
makan panik,
paranoid,
berkurang, tidak bertenaga, (perasaan
curiga
dan tidak berdaya
susah
bila berlebihan),
pemakaian dihentikan. tidur, bunuh diri. Perforasi pada sekat Gangguan manik
31
hidung,
bronchitis, depresi berat (kadang
neumonia,
pernafasan, hiperaktif,
gangguan pada pembuluh murung) darah otak dan lambung.
kadang ganguan
psikotik dan gangguan tidur, kepribadian anti
Cannabis
Broncihtis, denyut
sosial. hipertensi, Ganguan
jantung
tidak (psikotok,
cemas,
teratur, imunitas menurun, paranoid),
kehilangan
fungsi
acuh
hormonal, motivasi,
kerusakan jaringan otak. Alkohol Miras
jiwa,
acuh, gangguan daya
ingat. dan Sirosis hepatis, penekanan Gangguan pernafasan,
tak
emboli, (depresi,
jiwa cemas,
hipertensi, anemia, leukosit paranoid, panik), dan menurun, gangguan ginjal, dimensia. Inhalansia
saraf tepi, mata. Kekakuan pembuluh paru, Gangguan penekanan
pernafasan, (depresi,
jiwa cemas,
keracunan hati, gangguan paranoid, panik,) dan ginjal dan mata, DJ tidak dimensia. Halucinogen
teratur. Kerusakan
(LSD)
kerusakan kromosom.
sel
otak, Menderita
jiwa, depresi, cemas, paranoid.
Sumber : Granat, 2003
gangguan
32
Dampak sosial penyalahgunaan NAPZA adalah perubahan perilaku konsentrasi belajar yang menurun, motivasi belajar hilang, melakukan perbuatan kriminal seperti mencuri, mengompas, merampok dan lain-lain. Hal ini dapat dijadikan pedoman untuk deteksi dini bagi orang tua, guru, dan lingkungannya. 8. Pencegahan Perilaku manusia menurut Notoatmodjo (2002) merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Perilaku pencegahan adalah bagian dari perilaku kesehatan. Perilaku kesehatan adalah respon seseorang (organisme) terhadap suatu stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Perubahan perilaku (Kaplan, 1995) akan terjadi secara kuantitatif dan kualitatif. Perubahan secara kuantitatif adalah perubahan frekuensi perilaku
yang
sedang
berjalan,
sedangkan
perubahan
kualitatif
menyangkut kejadian pembentukan perilaku baru atau menghilangnya perilaku yang sudah ada. Perubahan perilaku melalui tiga cara yaitu: 1) karena terpaksa (compliance) mengharapkan memperoleh imbalan baik materi maupun non materi, memperoleh pengakuan dari kelompok, terhindar dari hukuman, dan tetap terpelihara hubungan baik dengan orang lain, 2) karena ingin meniru atau ingin dipersamakan (identification), dan 3) karena menyadari manfaatnya.
33
Widjono, E (1995) cara perubahan perilaku pencegahan penggunaan NAPZA yaitu dengan memberikan informasi tentang bahaya yang ditimbulkannya. Hal ini karena adanya keterkaitan antara pengetahuan, sikap dan perilaku sebagai sesuatu yang konsisten. Dengan pemberian pengetahuan tentang konsekuensi pemakaian obat dan zat terlarang dan hasilnya akan terjadi perubahan perilaku berupa konsumsi berkurang. Zat yang telah menimbulkan toleransi dan gejala putus zat apabila pemakaian dihentikan atau dikurangi. Dalam tahap ini penderita tidak dapat melepaskan diri dari zat dan terpaksa harus memakai karena ia tidak dapat menanggulangi gejala putus zat. Akibatnya ia memakai NAPZA untuk jangka panjang, walaupun ia sudah merasakan dampak negatif dari pemakaian zat tersebut.
D. Remaja 1. Definisi Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke masa dewasa. Menurut WHO, (Sarlito, 1981), remaja dibagi dalam tiga usia : remaja awal (10-14 tahun), remaja tengah (15-19 tahun), dan remaja akhir/dewasa (20-24 tahun). Sebagai individu remaja berada dalam ambang masa dewasa, menjadikan mereka gelisah untuk meninggalkan strereotipe anak ke strereotipe dewasa. Cara berpakaian dan bertindak seperti halnya orang dewasa dirasakan tak cukup, mereka mulai
34
memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa seperti merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks (Sarlito, 1981). Dalam setiap usia perkembangannya manusia akan melalui tugas-tugas perkembangan yang sesuai. Apabila seseorang gagal melalui tugas perkembangan pada usia yang sebenarnya, maka pada tahap perkembangan berikutnya akan terjadi permasalahan. Untuk tahap usia remaja, tugas-tugas perkembangan yang harus dihadapi adalah sebagai berikut : a. Remaja dapat menerima keadaan fisiknya dan dapat memanfaatkannya secara selektif. Pada sebagian remaja tidak dapat menerima keadaan fisiknya. Hal tersebut terlihat dari penampilan orang lain atau tokoh lain yang menjadi idolanya. b. Remaja dapat memperoleh kebebasan emosional dari orang tua. Usaha remaja untuk memperoleh kebebasan emosional sering disertai perilaku pemberontakan dan melawan keinginan orang tua. Bila tugas perkembangan ini sering menimbulkan pertentangan dalam keluarga dan tidak dapat diselesaikan dirumah, maka remaja akan mencari jalan keluar dan ketenangan di luar rumah. Hal ini tentu mengakibatkan remaja memiliki kebebasan emosional dari luar orang tua sehingga remaja justru lebih percaya pada teman-teman yang senasib dengannya.
35
c. Remaja mampu bergaul lebih matang dengan kedua jenis kelamin. Pada masanya remaja seharusnya menyadari akan pentingnya pergaulan. Remaja yang menyadari akan tugas perkembangan yang harus dilaluinya adalah mampu bergaul dengan kedua jenis kelamin maka termasuk remaja yang sukses memasuki tahap perkembangan ini. d. Mengetahui dan menerima kemampuan sendiri. Banyak remaja yang belum mengetahui kemampuannya, bila hal tersebut tidak diselesaikan pada masa remaja akan terjadi masalah pada tugas perkembangan selanjutnya. e. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma. Skala nilai dan norma ini diperoleh remaja melalui proses identifikasi dengan orang-orang yang dikaguminya terutama dari tokoh masyarakat maupuan dari bintang-bintang yang dikaguminya. 2. Karakteristik Perubahan kejiwaan (psikososial) dan karakteristik yang terjadi pada remaja menurut Wresniwiro (2000), adalah sebagai berikut : a. Sifat ingin tahu Remaja ingin menjadi tahu lebih banyak, yang bila mungkin ia ingin mencoba dan merasa perlu melakukan percobaan (eksperimen). Maka lingkungan rumah harus memberi kesempatan baginya untuk menemukan hal baru karena ketertarikan pada suatu hal yang ekstrim, meskipun mereka menyadari bahwa eksperimen selalu disertai dengan
36
bahaya dan tanggung jawab namun mereka tidak berhenti mencoba untuk menemukan sesuatau yang cocok bagi mereka. b. Protes terhadap orang tua Pada masa remaja seseorang menjadi kritis terhadap setiap informasi yang diterimanya, sehingga orang tua mengeluh bahwa anak remaja mulai pandai membantah. Remaja cenderung tidak menyetujui nilainilai hidup orang tuanya dan mereka menuntut kebebasan mencari identitas diri dan sering dengan cara menjauhkan diri dari orang tuanya dan mengakui tokoh diluar keluarganya. Namun dalam identifikasi itu remaja sering mengalami kekecewaan sehingga berganti figur ideal satu ke yang lainnya. c. Setia kawan dengan kelompok sebaya Remaja merasa adanya keterikatan dan kebersamaan dengan kelompoak remaja, hal ini dapat dilihat dari adanya kesamaan dalam cara berpakaian, cara berbicara, hobi, sikap dan perilaku khusus pada remaja. Kelompok sebaya lebih mempunyai arti dan berperan sebagai teman senasib, partner atau saingan. Disinilah mereka merasa dirinya diterima dalam segala bentuk keberhasilan dan kegagalannya.
d. Menuntut keadilan Remaja cenderung melihat segala sesuatu dari sisi mereka sendiri dan mengelompokan dalam hitam putih tanpa mempertimbangkan
37
kemungkinan lain, sehingga mereka kurang toleransi dan sulit berkompromi. e. Perilaku yang sangat labil dan berubah-rubah Pada waktu tertentu mereka tidak bertanggung jawab, dan pada waktu lain tampak masa bodoh. Hal ini menunjukan bahwa dalam diri remaja terdapat konflik yang mendalam yang membutuhkan pengertian dan penanganan yang bijaksana. Pertanyaan yang sering timbul seperti “siapa aku”, “apa aku ini”, dan “apa jadinya aku nanti” merupakan jaminan dari problema identitas diri. f. Kemampuan untuk berfikir abstrak Sejak awal masa remaja, cara berfikir menjadi sangat abstrak, bersifat konseptual dam memulai berorientasi ke masa depan. Banyak diantaranya menunjukan kemampuan kreatifitas tinggi dan manifestasi diberbagai bidang, seperti bidang seni, olah raga, ilmu pengetahuan, kemanusiaan, moral, etis dan agama. 3. Remaja penyalahgunaan NAPZA Dalam ilmu psikologi kita mengenal kebutuhan remaja yang bersangkutan dengan kebutuhan pribadi dan psikologis-sosiologis remaja yang oleh Garrison disebut tujuh kebutuhan khas remaja, yang meliputi kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan keikutsertaan dan diterima dalam kelompok, kebutuhan untuk berdiri sendiri, kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan akan pengakuan dari orang lain, kebutuhan untuk dihargai, dan kebutuhan untuk memperoleh falsafah hidup yang utuh. Bagi
38
remaja Indonesia kebutuhan ini dibedakan menjadi dua kelompok, kebutuhan yang pemenuhannya dari kelompok teman sebaya / per group dan kebutuhan yang menuntut pemenuhan dari orang tua. Bagi remaja Indonesia yang paling menonjol meliputi kebutuhan sebagai orang yang mampu untuk menjadi dewasa, kebutuhan perhatian dan kebutuhan kasih sayang. (Mappire, 1982). Kebutuhan
psikologis-sosiologis
sama
pentingnya
dengan
kebutuhan biologis karena manusia merupakan satu kesatuan yaitu fisikpsikis yang tidak dapat dipisahkan walau dapat dibedakan. Tidak terpenuhinya
kebutuhan-ebutuhan
tersebut
akan
menimbulkan
ketidakseimbangan (Marppire, 1982). Berawal dari ketidakseimbangan akan terjadinya berbagai hal yang akhirnya membuat remaja memilih jalan yang salah sebagai upaya pemecahan masalah antara laian dengan menggunakan NAPZA. Sebagian besar pengguna NAPZA adalah remaja, karena remaja merupakan kelompok rawan yang beresiko terhadap penyalahgunaan NAPZA. Sebagai peralihan dari masa anak kemasa dewasa maka remaja merupakan masa yang penuh kesulitan dan gejolak, baik bagi remaja sendiri maupun orang tuanya. Secara umum remaja yang beresiko tinggi untuk terjadinya penyalahgunaan zat antara lain sebagai berikut : a. Sifatnya yang mudah kecewa atau cenderung menjadi agresif sebagai cara untuk menggulangi kekecewaan itu.
39
b. Sifat yang tidak bisa menunggu atau bersabar dalam menghadapi sesuatu yang memerlukan waktu. c. Sifat yang cenderung menolak cara-cara yang berlaku dalam masyarakat untuk mencapai suatu tujuan, ia menggunakan jalan pintas, d. Sifat atau kecenderungan untuk mengambil resiko yang lebih besar, yang tidak sesuai dengan keuntungan yang telah diperolehnya. e. Kecenderungan untuk menjadi bosan, jenuh dan tidak sanggup untuk menjalankan fungsi dengan baik. f. Salah satu atau kedua orang tua termasuk individu yang menyalahkan zat juga. Remaja yang telah menyalahgunakan zat termasuk remaja dengan masalah berat. Masalah ini akan semakin berat apabila dapat mengakibatkan meningkatnya kriminalitas dan penyimpangan seksual.
E. Landasan Teori Penelitian Penyalahgunaan zat adalah pemakaian obat-obatan untuk sendiri tanpa indikasi medik, tanpa petunjuk atau resep dokter, baik secara teratur atau berkala
sekurang-kurangnya
selama
satu
bulan.
Pada
setiap
kasus
penyalahgunaan NAPZA ada faktor yang turut berperan mengapa seseorang menyalahgunakan NAPZA dan ketergantungan. Salah satu faktor yang mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA adalah faktor dukungan keluarga yang berpengaruh pada tingkat depresinya. Penyebab penyalahgunaan NAPZA adalah interaksi antara faktor predisposisi,
40
faktor kontribusi, dan faktor pencetus. Faktor kontribusi yaitu kondisi keluarga yang tidak baik (disfungsi keluarga) seperti keluarga tidak utuh, kesibukan orang tua, dan hubungan interpersonal dalam keluarga yang tidak harmonis. Faktor pencetus adalah pengaruh teman sebaya serta tersediaan mudahnya memmperoleh barang yang dimaksud (easy availability). Depresi merupakan suatu gangguan jiwa dengan gejala-gejala yang ditunjukan oleh manifestasi emosi, kognitif, motivasional dan manifestasi fisik. Gejala depresi yang timbul rentangnya mulai minimal, ringan-sedang, sedang-berat, tergantung dari berat ringannya depresi. Faktor yang mempengaruhi depresi antara lain adalah jenis kelamin, status perkawinan, kelas sosial, usia, stresor kehidupan dan sumber-sumber bantuan manusiawi. (Beck, A. T. 1985). Dukungan keluarga adalah informasi atau nasihat verbal, bantuan nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban keluarga atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak dan penerima. Dukungan sosial yang diberikan kepada para penyalahguna NAPZA akan dapat mempengaruhi penyalahgunaan NAPZA. Dukungan keluarga tersebut berasal dari orang-orang disekitar remaja tersebut yaitu orang tua, saudara, teman, dan lain-lain. (Zaenuddin, 2002).
F. Kerangka Teori
41
Faktor penyebab Depresi -
Jenis Kelamin
-
Usia
-
Status perkawinan DEPRESI
-
Geografis
-
Riwayat hidup
-
Kepribadian
-
Stressor sosial
-
Dukungan sosial Sumber: (Nurmiati Amir, 2005)
G. Kerangka Konsep Dukungan Keluarga Meliputi : -
Dukungan Penghargaan
-
Depresi pada remaja Dukungan Materi
-
Penyalahgunaan Dukungan Informasi
-
NAPZA Dukungan Emosional
42
H. Hipotesis Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan depresi pada remaja akibat penyalahgunaan NAPZA di lingkungan Desa Dukuhlo Kecamatan Bulakamba Brebes.