BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A.Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) adalah penyakit yang dapat dicegah dan diobati, ditandai oleh keterbatasan aliran udara yang persisten progresif, tidak sepenuhnya reversibel dan berhubungan dengan respons inflamasi abnormal dari paru akibat paparan gas atau partikel beracun. Eksaserbasi dan komorbid berkontribusi pada tingkat keparahan pasien PPOK.1World Health Organization (WHO) data tahun 1990 memperkirakan pada tahun 2005 didapatkan prevalensi penderita PPOK sekitar 80 juta orang dan 3 juta meninggal dengan merujuk 5% dari seluruh kematian secara global. Jumlah total angka kematian akibat PPOK diproyeksikan akan meningkat > 30% pada tahun 2015 dan diperkirakan sebagai penyebab kematian ketiga didunia pada tahun 2030.Prevalensi PPOK di Amerika Serikat data tahun 2007 sebesar 10,1%. Prevalensi PPOK di negara-negara Asia Tenggara diperkirakan 6,3% dengan prevalensi tertinggi terdapat di Vietnam (6,7%) dan China (6,5%). Prevalensi PPOK di Indonesia belum ada data yang akurat.1-3 Efek sistemik PPOKdiantaranya penyakit kardiovaskular, penyakit metabolik, anemia, depresi, kaheksia, kelemahan otot rangka dan osteoporosis. Disfungsi otot napas dan perifer ditandai
berkurangnya kekuatan dan daya tahan otot.4Disfungsi otot napas dan perifer
memberikan kontribusi terjadinya penurunan kapasitas fungsional otot (kelemahan otot), kualitas hidup rendah (sesak dan gangguan mobilisasi), peningkatan morbiditas (peningkatan kunjungan dan perawatan rumah sakit) dan mortalitas (kematian lebih dini).Prevalensi keseluruhan disfungsi otot pada pasien dengan PPOK diperkirakan 32% dari seluruh komorbid PPOK. Prevalensi disfungsi otot cenderung lebih tinggi seiring dengan keparahan penyakit PPOK.5 Disfungsi otot napas dan otot perifer akan memperburuk ventilasi menyebabkan keterbatasan kapasitas latihan dan menurunkan aktivitas harian pasien PPOK. Pengetahuan tentang mekanisme yang mendasari disfungsi otot dan kelainan struktur diafragma pasien PPOK baru sedikit diketahui. Diafragma pasien PPOK derajat berat mempunyai proporsi serat otot tipe I yang tinggi dan serat otot tipe 2 yang rendah dibandingkan subyek normal.7,8 L-Carnitine (LC) adalah metabolit penting yang diperlukan untuk metabolisme asam lemakdan produksi energi di otot jantung dan rangka.L-Carnitine memainkan peranan penting
untuk oksidasi asam lemak mitokondria yang optimal sebagai energi untuk aktivitas otot.Otot rangka merupakan reservoir utama karnitin di dalam tubuh dan memilikikonsentrasi karnitin setidaknya 200 kali lebih tinggi dari plasma darah.9Tinjauan kepustakaan ini akan membahas peran LC pada disfungsi otot PPOK. 1.
Patogenesis PPOK Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit saluran napas, berhubungan dengan
inflamasi akibat paparan asaprokok dan polutan lain. Penyakit ini ditandai olehpenurunan fungsi paru secara progresif dan ireversibel disebabkanobstruksi aliran udara, kerusakan parenkim dan emfisema.Paparan polutan yang dihirup, terutama asap rokok dianggap sebagai penyebab inflamasi saluran napas kronis.2 a.
Inflamasi lokal Inflamasi saluran napas pada pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respons
inflamasi normal akibat paparan asap rokok.2 Paparan asap rokok dan infeksi menyebabkan kerusakan jaringan dan stres selular yang akan memicu respons imun. Sel epitel dan makrofag alveolar akan melepaskan mediator kemotaktik untuk merekrutsel inflamasi tambahan diantaranya sel limfosit T CD8+, neutrofil,monosit dan limfositke dalam paru. Paparan asap rokok, partikel atau gas berbahaya dan infeksi dapat mengaktifkan kaskade inflamasi di saluran napas yang menyebakan produksi sitokin dan kemokin meningkat yang berperan penting dalam induksi inflamasi kronisdan kerusakan jaringan.
Aktivasi sel epitel menghasilkan mediator
inflamasi, termasuktumor necrosis factor (TNF)-α, interleukin (IL)-1β,granulositmakrofag colonystimulating factor (GMCSF),dan chemokin ligand (CXCL)8. Sel epiteldi saluran napas kecil merupakan sumber penting dari transforminggrowth factor(TGF)-βdanfibroblast growth factor (FGF),yang kemudian menginduksi fibrosis lokal. Beberapa sinyal kemotaktik memilikipotensi perekrutan neutrofil pada PPOK, termasukleukotrien B4 (LTB4), IL-8, dan kemokin CXC termasukCXCL1 dan CXCL8, GRO-a (faktor pertumbuhan yang berhubungan dengan onkogen-a),danepithelial neutrophil-activatingprotein 78kDa (ENA-78) yang meningkat pada saluran napas PPOK. Mediator inflamasi berasal dari makrofag alveolar dansel epitel. Perekrutan neutrofil pada saluran napas dan parenkim melibatkan adhesi ke sel endotel danEselektin dalam saluran napas. Neutrofil bermigrasike dalam saluran napas bawah akibat faktor kemotaktik, termasuk IL-8 danLTB4. Neutrofilmensekresikan protease serin, neutrofil elastase
(NE),cathepsin G, dan proteinase-3, serta matrix metalloproteinase (MMP)-8 dan MMP-9, yang dapat berkontribusi untukkerusakan elastin sehingga terjadi emfisema.11,12Gambar satu menjelaskan sel inflamasi pada patogenesis PPOK.
Gambar 1.Sel inflamasi pada PPOK. Keterangan : TGF-β: Tumour growth factor-β; CTGF: Connective tissue growth factor; MMPs: Matrix metallo protein; CD8+:Cluster of differentiation 8+. Dikutip dari (12) Makrofag memainkan peranan penting dalam patogenesis PPOK. Paparan asap rokok dan infeksi mengaktivasi makrofag untuk melepaskan mediator inflamasi, termasuk tumor TNFα, IL-8, kemokin, monocyte chemotactic peptide (MCP)-1, leukotriene B4 (LTB4) dan reactive oxygen species (ROS) yang merupakan mekanisme seluler yang menghubungkan paparan asap rokok dengan inflamasi pada PPOK. Makrofag alveolar jugamensekresikan enzim elastolytic, termasuk MMP-2,MMP-9,MMP-12, cathepsinsK, L, dan S, dan neutrofielastase.12,13
b.Stres oksidatif Stres oksidatif terjadi ketika produksi ROS melebihi antioksidanmengakibatkan efek berbahaya termasuk kerusakan lipid, protein dan deoxyribonucleic acid (DNA). Paru terpajan oleh oksidan endogen dan eksogen. Oksidan eksogen berasal dari polutan dan asap rokok sedangkan oksidan endogen berasaldari sel fagosit.Oksidan yang dihasilkan pada saluran napas perokok dilepaskan dari sel leukositdan sel epitel.Aktivasi sel-sel inflamasi dan struktural di saluran napas pasien denganPPOK menghasilkan ROS, termasuk neutrofil, eosinofil, makrofag dan sel epitel. Anion superoksida (O2-) dikonversi menjadi hidrogen peroksida (H2O2) olehsuperoksidadismutase. Hidrogen peroksida kemudian berinteraksi dengan besi bebas/ free
iron untukmembentuk hidroksil yang sangat reaktif radikal (OH).12 Gambar dua menjelaskan mekanisme stres oksidatif pada PPOK.
Gambar 2.Stres oksidatif pada PPOK. Keterangan: SLPI: Secretory leukoprotease inhibitor;NF-kB:Nuclear factor-kB;TNFα:Tumour necrosis factor-α;O2-: Superoxide anions; H2O2: Hydrogen peroxide; OH-: ; ONOO-: Oxidant peroxynitrite; CXCL8:CXC Chemokine ligand 8; TNF-α: Tumour necrosis factor-α; NF-Ƙβ: Nuclear factor kappa beta; α1-AT: Alpha 1 antitripsine. Dikutip dari (12) Anion superoksida bergabung
dengan NO untuk membentuk peroxynitrite, yang
jugamenghasilkan OH.Stres oksidatif menyebabkan oksidasi asam arakidonat danpembentukan serangkaian mediator prostanoid barudisebut isoprostane yang menyebakan bronkokonstriksi dan eksudasi plasma.12 Reactive oxygen species memiliki beberapa efek pada saluran napas dan parenkim yaitu meningkatkan respons inflamasi.Reactive oxygen species mengaktifkan nuclear factor kappa beta (NF-kB) yang mengakibatkan amplifikasidari responsinflamasi.13,14Asap rokok dan sel-sel inflamasi diantaranya makrofag dan neutrofil menghasilkan ROS. Beberapa penanda stres oksidatif dapat dideteksi dalam saluran napas. Beberapa penelitian menunjukkan peningkatan produksi oksidan diantaranya H2O2,8-isoprostan dan etanaterutamaselama eksaserbasi.Stres oksidatif yang meningkat di epitel paru pasien PPOK memainkanperan penting dalam patofisiologi pada PPOK dengan memperkuat respons inflamasi melalui aktivasi NF-kB dan activator protein (AP)-1, yang kemudianmenginduksi inflamasi neutrophilic melalui peningkatan ekspresi CXCL8 (IL-8) dan kemokinCXClainnya, TNF-α danMMP-9. Nuclear factor–Kβdiaktifkan oleh makrofag alveolar pasien dengan PPOK dan meningkat selama eksaserbasi.12 c. Ketidakseimbangan protease-antiprotease
Paparan asap rokok menginduksi sel-sel epitel menghasilkan sitokin yang merangsang neutrofil danmakrofag. Asap rokok, makrofag dan neutrofilmenghasilkan oksidan yang dapat menginaktivasi antiprotease. Neutrofil dan makrofag melepaskan enzim proteolitik. Neutrofil elastase dapat mengaktifkan matrix metalloproteinases (MMPs) dan menginaktivasi α1antitrypsin yang dapat menyebabkan kerusakan alveolus. Asap rokokmengandung banyak oksidan reaktif seperti anion superoksida, nitrat oksida dan peroxynitrites. Oksidan dan radikal bebas dapat merusak sel-sel epitel saluran napas dan merusakantioksidan, sepertiglutathione. Oksidan
dari
asap
rokok
juga
dapat
menonaktifkan
antiprotease,predisposisi
untukketidakseimbangan protease-antiprotease akibat peningkatan neutrofil dan makrofag di paru perokok.14,15Oksidan dari asap rokok jugamerusak komponen matriks jaringan ikat paru, mengganggu perbaikan dan sintesiselastin. Neutrofil dan makrofag melepaskan oksidan diantaranya superoksida dan nitrat oksida yang berkontribusi sebagai beban oksidatif. Antioksidan seperti glutathione, katalase dan superoksidadismutase melindungi jaringan terhadap oksidan. Kadar hidrogen peroksida dan 8-isoprostan (produk peroksidasi dari asam arakidonat) meningkat pada pasien PPOK. Efek TNF-α dan IL-1βmenginduksiekspresi MMP9 oleh makrofag manusia tanpa meningkatkantissue inhibitor metalloproteinase(TIMP)1 sebagai predisposisiketidakseimbangan protease-antiprotease.12,15 Gambar tiga menjelaskan mekanisme terjadinya ketidakseimbangan proteaseantiprotease pada PPOK.
Gambar 3.ketidakseimbangan protease-antiprotease akibat paparan asap rokok.
Keterangan: MMPs: Matrix metalloproteinase; IL-8:interleukin-8; LTB4: Leukotrien B4: TIMPs: Tissue inhibitor of metalloproteinase. Dikutip dari (15) d. Apoptosis Apoptosis adalah kematian sel secara terprogram. Apoptosis diawali interaksi antara ligan dengan reseptor yang teregulasi, prosesfagositosis bertujuan mengeliminasi sel yang rusak atau sel normal yang tidak diperlukanlagi. Faktor penyebab apoptosis padasel epitel alveolar pasien PPOK diantaranya senyawa kimia dan radikal bebas dari paparan kronis asap rokok, peningkatan produksisitokin inflamasi, dan gangguanmatriksselepitel. Interaksi antara apoptosis sel epitel alveolar, proteolisis yang berlebihan, dan stres oksidatif menyebabkan emfisema alveolar. Sel epitelmerupakan tempat utama produksivascular endothelial growth factor (VEGF). Apoptosis sel epitel akan menyebabkan produksi VEGF berkurang. Vascular endothelial growth factorsebagai faktor kelangsungan hidup sel-sel endotel, jika jumlah VEGFberkurang dan transduksi sinyal melalui VEGFR2 terganggu, makasel-sel endotel alveolar akanmati.16 Makrofag alveolar pada pasien dengan PPOK kurangefektif dalam memfagositosissel epitel saluran napas yang mengalami apoptosis dibandingkan dengan kontrol, hal ini akibat mediasineutrofil
yang
makrofagmengakibatkan
memotong gangguan
reseptor
clearance
elastase
apoptosissel
phosphatidylserine sehingga
terjadi
pada
inflamasi
berkelanjutan. Sel sitotoksik limfosit T CD8+bisamenyebabkan apoptosis sel epitel alveolar melaluipelepasan perforins, granzim-B dan TNF-α.Membran basal mengandung sinyal untuk kelangsungan hidup seldan hilangnya survival sinyal akibat degradasi membran basal oleh MMPs dapat menginduksi apoptosis. Cedera sel epitel yang dimediasioleh stres oksidatif menyebabkan penurunan kadar VEGF paru,mengakibatkan terjadinya emfisema paru.16,17 Gambar empat menjelaskan apoptosis dan patogenesis PPOK.
Gambar 4.Apoptosis pada patogenesis PPOK. Keterangan:NE: Neutrophil elastase; MMPs: Matrix metalloproteinases; FasL: Fas ligand; VEGF: Vascular endothelial growth factor ;TIMP: Tissue inhibitor of metalloproteinase; NE: Neutrophil elastase; BM: Basement membrane. Dikutip dari (17) e. Inflamasi sistemik Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit yang kompleksdengan manifestasi di paru dan di luar paru. Inflamasi sistemik merupakan penyebab utama hubungan antara paru dan luar paru pada PPOK.5 Respons inflamasi sistemik ditandai dengan aktivasi dan mobilisasi selsel inflamasi diantaranya neutrofil, monosit/ makrofag dan limfosit ke dalam sirkulasi. Proses inflamasi
merangsang sistem hematopoetik dengan mengaktivasi sumsum tulang untuk
melepaskan leukosit dan trombosit ke dalam sirkulasi serta merangsang hepar untuk memproduksi acute phase protein diantaranya CRP dan fibrinogen.18 Pasien dengan PPOK derajat berat dan selama eksaserbasi terjadi peningkatan proses inflamasi sistemik ditandai dengan peningkatan sitokin yang beredar di sirkulasi diantaranya TNF-α, IL-6,IL-8, IL-18, protein faseakut antaralain c-reactive protein (CRP),serum amyloid A dan fibrinogen meningkat dalam sirkulasi darah pasien PPOK. Sitokin yang meningkat tidak hanya di dalam sirkulasi tetapi juga pada pemeriksaan dahak dan cairan bronchoalveolar lavage (BAL) pasien PPOK.11Inflamasi sistemik berperan penting dalam patogenesis komorbid PPOK seperti disfungsi otot,penyakit jantung, kelainan gizi, osteoporosis, anemiadan depresi.11,18 Korelasi antara inflamasi dengan penyakit kardiovaskularadalah kompleks.Mediator inflamasi diantaranya sitokin dan CRPmampu menginduksi disfungsi endotel yang berkontribusi
terjadinya pembentukan aterosklerosis. Aktivasi endoteliummenyebabkan
peningkatan
permeabilitas endoteldengan penyerapan lipoprotein lowdensity (LDL) teroksidasi ke dalam plak aterosklerosis. Makrofag jaringanmerilis MMPs sehingga terjadi degradasimatriks ekstraselular subendotelial yang menyebabkan
plak pecah dan pembentukan trombus sebagai penyebab
serangan jantung dan stroke.Inflamasi sistemik berperan penting dalam patogenesis hipertensi pulmonal pasien dengan PPOK. Pasien dengan hipertensi pulmonal memiliki kadar CRP dan TNF-α yang signifikan meningkat di dalam sirkulasi.Kadar serumCRP berkorelasi positif dengan tekanan sistolik arteri pulmonalispada pasien dengan PPOK.19-21 Malnutrisi dan kaheksia sering ditemukan pada PPOK stadium lanjut disebabkan penurunan asupan makanan dan peningkatan pemakaian energi. Korelasi antara inflamasi dan kaheksia
disebabkan efek katabolik TNF-α ditandai peningkatan pemecahan protein otot.
Peningkatan kadar leptin di sirkulasi pada PPOK menurunkan metabolisme lemak sehingga massa lemak berkurang.22 Anemia merupakan manifestasi sistemik lain dari PPOK. Karakteristik anemia pada penyakit kronis yaitu anemia normositik. Mediator inflamasi diantaranya TNF-α, IL-6 dan interferon-γ berkontribusi dalam patogenesis anemia.23Sitokin inflamasi menyebabkan penurunan masa hidup eritrosit yang tidak dapat dikompensasioleh sintesis di sumsum tulang. Pasien anemia pada PPOK memiliki kadareritropoietin tinggimenunjukkan adanyaresistensi perifer eritropoietin yang dimediasi melalui mekanisme inflamasi. Anemia pada PPOK juga disebabkan akibat asupan gizi kurang.18-23 Inflamasi sistemik juga menyebabkan gangguan metabolisme tulang melalui CRP, IL-6 dan TNF-α yang bekontribusi meningkatkan stimulasi resorpsi tulang menyebabkan kepadatan mineral tulang berkurang.Dua pertiga pasien PPOK didapatkan kelainan radiologis berupa osteoporosis dan osteopenia. Etiologi osteoporosis pada pasien PPOK berhubungan dengan paparan asap rokok, kekurangan vitamin D, inaktivitas, indeks massa tubuh kurang dan penggunaan glukokortikoid.22 Depresi dan kecemasan merupakan keluhan yang umum pada pasien PPOK. Mekanisme yang menyebabkan depresi pada PPOK multifaktorial, diantaranya akibat inflamasi sistemik.Interleukin-6 berperan dalam terjadinya depresi.Penilaian psikososial seperti depresi dan kecemasan merupakan komponen penting rehabilitasi paru yang komprehensif pada PPOK.Pengobatan untuk depresi dan kecemasan dapat meningkatkan kualitas hidup secara
keseluruhan, membantu dalam berhenti merokok, kepatuhan pengobatan, dan kepatuhan terhadap rehabilitasi paru.6 Gambar limamenjelaskan hubungan inflamasi sistemik dengan komorbid PPOK.
Gambar 5.Inflamasi sitemik pada PPOK. Keterangan: IL-β: interleukin-β; TNF-α: Tumour necrosis factor-α; CRP: C-reactive protein; SAA: Serum amyloid-A. Dikutip dari (6) 2.
Disfungsi otot Disfungsi otot didefinisikan sebagai kehilangan setidaknya satu daridua sifat otot utama
yaitu kekuatan dan daya tahan otot.24Disfungsi otot ditandai dengan pengurangan kekuatan otot.Kekuatan otot merupakan kapasitas otot untuk meningkatkan kekuatan dengan maksimal.Daya tahan didefinisikan sebagai kapasitas otot untuk mempertahankan kekuatan tertentu dari waktu ke waktu, keduanya merupakan faktor penentu kinerja otot.Muscle disuse didefinisikan sebagai pengurangan atau penghentian aktifitas otot yang dihasilkan dari gaya hidup dan imobilisasi otot volunter. Muscle disuse menyebabkan beberapa perubahan adaptif disebut sebagai musculoskeletaldeconditioning terutama mencakup penurunan proporsi serat otot tipe I dan kapasitas enzim oksidatif, atrofi serat otot dan pengurangan jumlah kapiler otot.21Miopati didefinisikan sebagai penyakit muskuloskletal yang tidak berhubungan dengan gangguan inervasi syaraf atau neuromucular junction yang menyebabkan kelainan abnormal yang bersifat ireversibel.25 a.
Struktur dan fungsi otot Otot adalah jaringan yang terdiri dari kumpulan serabut otot.Otot dibagi menjadi dua
jenisyaitu ototlurik dan halus. Otot halus terdapat pada dinding organ berongga dan saluran di
dalam tubuh, diantaranya berfungsi dalam mengatur aliran darah, gerakan makanan di saluran cerna, aliran udara dan urine. Otot lurik atau otot bergaris dibagi lagi menjadi otot rangka dan otot jantung.Otot rangka merupakan otot yang menempel pada rangka tubuh dan digunakan untuk pergerakan.Fungsi dasar otot adalah untuk menghasilkan kekuatan dan memberikan bentuk tubuh. Semua jenis otot mempunyai beberapa sifat antaralainkonduktivitas, iritabilitas, kontraktilitas,relaksasi, distensibilitas dan elastisitas.26,27Otot rangka ditemukan dalam berbagai ukuran dan bentuk.Bentuk dan susunan otot rangka berbeda sesuai dengan fungsinya.Otottebal dengan luas penampang besar menghasilkan kekuatan lebih besar.Massa otot terdiri dari 85% serat otot dan 15% jaringan ikat.Jaringan ikatterdiri dari substansi dasar, kolagen, retikular dan elastin.Jaringan ikat sebagian besar berfungsi untuk transmisi kekuatan, misalnya transmisi kekuatan dari otot ke tulang oleh tendon.28 Sel otot terdiri atas membran sel/ sarkolema berfungsi melindungi otot, sitoplasma sel/ sarkoplasma berfungsi sebagai tempat myofibril, miofilamen, organel sel seperti mitokondria dan nukleus. Sarkoplasma terdiri dari glikogen, ATP, phosphocreatine dan enzim glikolisis. Miofibril merupakan unit kontraktil di dalam sel serabut otot.Miofibril terbagi atas 2 macam, yakni miofilamen homogen yang terdapat pada otot polos dan miofilamen heterogen yang terdapat pada otot jantung dan otot angka.Miofilamen adalah benang-benang/ filamen halus yang berasal dari miofibril.Miofilamen terdiri dari protein kontaraktil yang disebut aktomiosin (aktin dan miosin), tropopin dan tropomiosin.Protein aktin bekerja pada kondisi otot berkontraksi/ memendek dan miosin bekerja pada kondisi otot relaksasi/ memanjang. Sarkomer merupakan satuan fungsional otot.27,29Gambar enam menjelaskan struktur dan anatomi otot rangka.
Gambar 6. Struktur dan anatomi otot rangka. Dikutip dari (26) Mekanisme kontraksi otot diawali dengan impuls saraf dineuromuscular junction yang mengakibatkan pelepasan asetilkolin. Asetilkolin menyebabkan depolarisasi dan pembebasan ion Ca2+ keluar dari retikulum sarkoplasma.Ion Ca2+yang tinggi menyebabkan ion Ca2+ terikat pada troponin dan dapat merubah struktur troponin.Ion Ca2+ membuka daerah aktif tropomiosin yang tertutup oleh troponin.Kepala miosin berikatan dengan filamen aktin membentuk aktomiosin. Perombakan ATP akan membebaskan energi yang menyebabkan miosin menarik aktin ke dalam sehingga terjadi pemendekan otot di sepanjang miofibril pada sel otot. Miosin akan terlepas dari aktin dan jembatan aktomiosin akan putus ketika molekul ATP terikat kepala miosin. Kepala miosin bertemu lagi dengan aktin di tropomiosin pada saat ATP dipecah. Proses kontraksi otot dapat berlangsung selama ada ATP dan ion Ca2+.
Ion Ca2+ akan kembali ke retikulum
sarkoplasmik dan troponin akan kembali ke kondisi semula saat impuls berhenti dan menutupi daerah tropomiosin sehingga menyebabkan otot berelaksasi.26,30Gambar tujuh menjelaskan mekanisme kontraksi otot.
Gambar 7.Mekanisme kontraksi otot. Dikutip dari (26) b. Otot napas Fungsi utama otot-otot napas adalah untuk mengembangkan rongga toraks sehingga terbentuk tekanan intratoraks negatif dan selanjutnya terjadi aliran udara dari atmosfer masuk ke paru.Fungsi lain otot respirasi adalah untuk batuk, muntah dan stabilisasi tulang rusuk dan abdomen membentuk postur tubuh. Otot napas meliputi diafragma, otot interkostal dan otot tambahan diantaranya sternokleidomastoideus, skalenus dan abdominal. Otot utama respirasi adalah diafragma sedang yang lain adalah otot tambahan. Diafragma berbentuk kubah, kontraksi diafragma menyebabkan pemendekan dan penurunan kubah diafragma sehingga terjadi penambahan volume rongga toraks dan peningkatan tekanan intraabdomen. Otot napas inspirasi terdiri dari diafragma, skalenus, sternokleidomastoideus dan otot interkostal eksternal.Otot napas ekspirasi terdiri dari otot abdomen yaitu rektus abdominis, obligus internus, obligus eksternus dan transversus abdominis. Otot abdomen merupakan otot utama untuk ekspirasi. Kontraksi otot abdomen menyebabkan diafragma menempel tulang rusuk dan memperpanjang ukuran otot, gerakan diafragma ke atas menyebabkan bentuknya lebih melengkung, menghasilkan
pengurangan radius jari-jari lengkungan menyebabkan volume paru berkurang dan tekanan intratoraks meningkat.31 c.
Otot perifer Otot paha depan (quadriceps)/ femoris adalah kelompok otot yang terletak di bagian
depan paha. Otot quadriceps merupakan otot terkuat dalam tubuh manusia (luas penampang> 150 cm2)membentuk kontur lateral dan sisi ventral paha. Persarafan yang dibawa oleh saraf femoral (L2-4). Otot quadriceps tersusun dari empat otot terpisah yaitu: vastus lateralis, vastus medialis, vastus intermedius dan rektus femoris. Setiap otot vastus berasal dari tulang femur dan menempel pada patella atau tempurung lutut. Ketiga otot vastus juga sebagian tertutup oleh rektusfemoris, yang juga melekat pada tempurung lutut. Otot rektus femoris masuk ke dalam tulang pinggul.Arteri sirkumfleksa femoralis dan cabang-cabangnya memasok oksigen dan nutrisi ke otot quardriceps. Fungsi otot quadriceps diantaranya membantu dalam menggerakan lutut untuk berjalan, berlari dan kegiatan fisik lainnya.32 d. Patomekanisme disfungsi otot Asap rokok menyebabkan disfungsi otot melalui beberapa mekanisme diantaranya stres oksidatif, inflamasi, ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi protein otot dan toksisitas karbon monoksida (CO).Asap rokok merupakan sumber yang kaya akan radikal bebas, mengandung lebih dari 1.015 radikal organikdan 500 ppm NO per hisap 0,61dan sebagian besar radikal bebas sangat reaktif dan berumur pendek(<1.0 detik.24,30Asap rokok mengandung beberapa oksidan diantaranya superoksida dan nitrit oksida. Paparan asap rokok mengaktifkan beberapa mekanisme endogen diantaranya akumulasi neutrofil dan makrofag yang akan meningkatkan jejas oksidan. Paparan asap rokok yang mengandung radikal bebas menyebabkan disfungsi otot rangka secara tidak langsung, hal ini disebabkan waktu paruh radikal bebas yang pendek dankapasitas antioksidan yang kuat dari epitel, cairan dan darah. Otot rangka dariperokok memiliki beban oksidatif lebih tinggi dibandingkan bukan perokok. Penurunan total kapasitas antioksidan ditemukan dalam plasma perokok.30 Penurunan sintesis protein otot sebagai akibat darikebiasaan merokok tembakau bisa karena efek langsung nikotin maupun produk sampingan beracun lainnya dari asap rokok misalnya,asetaldehida atau efek tidak langsung karena perbedaan gaya hidup diantaranya konsumsi alkohol dan kegiatan fisikantara perokok dan bukan perokok. Paparan asap rokok menyebabkan gangguan sintesis protein otot. Penelitian yang dilakukan oleh Petersen dkk,
menyatakan bahwa paparan asap rokok menekan sintesis protein otot. Sintesis protein otot pada perokok berat berkurang dibandingkan dengan individu usia yang sama yang tidak pernahmerokok. Ekspresigen yang terkait dengan penghambatan pertumbuhan otot dan katabolisme otot, yaitu myostatin danmuscle atrophy F-box(MAFBx) meningkat pada perokok. Myostatin berfungsi sebagai inhibitorpertumbuhan otot.33 Nikotin merupakan komponen beracun yang paling besar berinteraksi dengan reseptor acetylcholine dalam banyak sel. Konsentrasi nikotin yang tingggi ditemukan di dalam darah perokok berat.Nikotin menginduksi resistensi insulin dan menurunkan rilis insulin oleh sel beta pankreas.Resistensi insulin menghambat sintesis dan meningkatkan degradasi protein dalam otot, resistensi insulin mempromosikan katabolisme otot rangka. Paparan kronis nikotin juga menurunkan aktivitas total Na-K ATPase sehingga menurunkan depolarisasi membran dalam otot rangka.34 Kandungan CO di dalam darah perokok menyebabkan transpor oksigen berkurang akibat hemoglobin (Hb) lebih banyak mengikat CO dibanding oksigen sehingga terjadi hipoksemia. Kandungan carboxyhaemoglobin (COHb) pada perokok mencapai tingkat 9% dapat menyebabkan disfungsi rantai pernapasan mitokondria. Kandungan CO, tar dan sianida dalam asap rokok mengurangi fungsi rantai pernapasanmitokondria.34Asap rokok menyebabkan penurunan kekuatan otot rangka dan kinerja fisik pada orang dewasa yang sehat ditandai penurunan ketahanan otot quadriceps. Paparan asap rokok kronis dapat menyebabkan atrofi otot, penurunan sintesis protein otot dan meningkatkan ekspresi gen yang terlibat dalam katabolisme otot.25 Beberapa penyakit dapat menyebabkan disfungsi otot diantaranya PPOK, kanker, diabetes melitus, gagal jantung kronik dan sepsis.Inflamasi menyebabkan efek negatif katabolisme protein otot melalui berbagaijalur sitokin, terutama TNF-α.Sitokin TNF-α mengaktifkan adenosin trifosfat(ATP)-ubiquitin independentsistem proteolitik, melalui degradasi protein otot dan menghambat sintesis protein. Tumor necrosis factor-α merangsang apoptosis melalui fragmentasideoxyribonucleic acid (DNA). Peningkatan kadar sitokin proinflamasiplasma menyebabkan berkurangnya faktor anabolik dengan mengubah bioavailabilitas dan efek biologidari hormon yang diperlukan untuk sintesis protein, pertumbuhandan pemeliharaan otot rangka seperti testosteron,insulingrowth factor-1(IGF-1) dan dehydroepiandrosterone.36Tumor necrosis factor-α bersama dengan interferon-γ menurunkan ekspresi protein MyoD dengan
mengaktifkan NF-ĸβ. MyoD diperlukan untuk menjaga stabilitas otot rangka dengan menginduksi proliferasi dan perbaikanoleh sel satelit dalam menanggapi cedera otot. PenurunanMyoD dapat menyebabkan degenerasi pembentukan myotubes baru/ sel otot muda berinti belum berkembang menjadi myofibers matang pada pasien kaheksia.35Tumor necrosisfactor-αjuga
dapat
menyebabkan
katabolisme
protein
dengan
merangsang
produksisitokin katabolik, seperti prostaglandin E2 daninterleukin-1.Tumor necrosis factor-α menurunkan kontraktilitas diafragmadengan menginduksi produksi ROS melalui aktivasi jalur siklooksigenase dan stimulasimitokondria. Reactivespecies oxygen menyebabkan kerusakan oksidatifretikulum sarkoplasma, regulatorprotein dari sarkolemadan miofilamen.Kerusakan oksidatifke miofilamendiperkirakan menumpulkan respons darimiofilamenuntuk aktivasi kalsium.36 Gambar delapan menjelaskan jalur metabolisme dan inflamasi pada PPOK.
Gambar 8.Jalur metabolisme dan inflamasi pada penyakit kronis. Keterangan: NF-Ƙβ: Nuclear factor kappa beta; DNA: Deoxyribonucleic acid; RNA: Ribonucleic acid. Dikutip dari (37) Stres oksidatif menyebabkan gangguan regulasi beberapa antioksidan intraseluler pentingseperti glutathione.Stres oksidatif yang disebabkan oleh kelebihan produksi nitric oxide (NO) akibat regulasi ekspresi inducible nitric oxide synthase (iNOS) di otot yang dipicu hipoksia jaringan dan inflamasi sistemik pada PPOK.Kelebihan NO dapat menyebabkan stres oksidatif yang menyebabkan atrofi otot dengan gangguan enzim antioksidan diantaranya superoksida dismutase atau katalase, peningkatan regulasi iNOS, peningkatan stres oksidatif danpenurunan
yang signifikan enzim antioksidan di dalam otot rangka. Kondisi patologi seperti kaheksia juga meningkatkan produksi ROS dan RNS dan meningkatkan kadariNOS. Pembentukan ROS dan RNS dapat menyebabkan penurunan dariperlindungan antioksidan di otot rangka.Reactive oxygen speciesdapat menyebabkan kerusakan lipid dan protein dalam biomembrandi otot rangka.Peroksidasi lipid meningkatkan permeabilitasmembran dalam mitokondriamenyebabkan kebocoran ion, mengakibatkan kerusakan padafungsi mitokondria sehingga terjadi pengurangan produksi energi.7,38Organisme aerobik memilikisistem antioksidan yang terintegrasi, meliputi antioksidan enzimatik dan nonenzimatikyang biasanya efektif dalam menghambat efek ROS yang berbahaya. Sistem antioksidan pada kondisi patologis mengalami pergeseran.39Gambar sembilan menjelaskan pembentukan radikal bebas pada otot rangka.
Gambar 9.Skema pembentukan radikal bebas pada otot rangka. Keterangan: O2x-:superoxide;XO:xanthine oxidase; OH −: hydroxyl;NO: nitric oxide; ONOO: peroxynitrite; nNOS:neuronal type nitric oxide synthase; eNOS:endothelialtypenitric oxide synthase;iNOS:induciblenitric oxide synthase;H2O2:hydrogen peroxide;MPO: myeloperoxidase;HOCl:hypochlorous acid;GSH: glutathione; GSSG:oxidised glutathione. Dikutip dari (30) e.
Faktor risiko disfungsi otot pada PPOK Disfungsi otot rangka merupakan salah satu kelainan sistemik PPOK. Disfungsi otot
rangka berkontribusi terhadap intoleransi latihan dan penurunan kualitas hidup.Beberapa faktor risiko PPOK yang berkontribusi terjadinya disfungsi otot rangka diantaranya
asap rokok,
aktivitas fisik, inflamasi lokal dan sistemik, stres oksidatif, hipoksemia, penggunaan kortikosteroid, gangguan hormonal dan faktor usia.25,34 1) Kortikosteroid
Kortikosteroid sering digunakan pada pasien PPOK untuk mengurangi gejala respiratorik dan
untuk
mengobati
eksaserbasi.Steroid-induced
myopathy
(SIM)akut
jarang
pada
PPOK.Steroid-induced myopathy akut merupakan komplikasi dari pengobatan kortikosteroid sistemik, menyebabkan kelemahan otot proksimal serta distal pada pemberian 5-7 hari dosis tinggi seperti pemberian hidrokortison 1-4 g/ hari atau deksametason 40 mg/ hari secara intravena. Pemulihan hingga 6 bulan setelah penghentian pengobatan.40 Steroid-induced myopathy kronis terjadi setelah terapi lama kortikosteroid oral dengan dosis rendah yang menyebabkan kelemahan otot proksimal dan atrofi serat otot.Pemulihan SIM kronis lebih lama dalam hitungaan minggu sampai bulan.Penggunaan kortikosteroid oral dosis rendah pada pasien PPOK berkorelasi negatif terhadap kekuatan otot rangka.Pemberian kortikosteroid oral berkontribusi terjadinya kehilangan lemak bebas, yang merupakan prediktor independen kematian pada pasien dengan PPOK. Kortikosteroid oral berkorelasi terbalik dengan kepadatan mineral tulang dan berkorelasi dengan risiko patah tulang. Risiko patah tulang ditemukan meningkat dalam waktu 3 sampai 6 bulan setelah awal terapi dan menurun setelah penghentian terapi.Pasien PPOK yang mendapatkan pengobatan kortikosteroid inhalasi jangka panjang tidak berpengaruh terhadap risiko patah tulang pada dosis yang adekuat.41,42 Kortikosteroid dapat menghambat sintesis protein otot dengan mekanisme yang berbeda. Kortikosteroid menghambattransportasi asam amino ke dalam otot sehingga membatasi sintesis protein dengan menghambat aksi stimulasiIGF-1. Kortikosteroid menyebabkan atrofi otot dengan menghambat myogenesis melaluidownregulation dari myogenin. Kortikosteroid menyebabkanatrofi otot dengan mengubah produksi IGF-1otot danmyostatin, dua faktor pertumbuhan menunjukkan efek berlawanan pada pengembangan massaotot. Penurunan IGF-I bersama-sama dengan peningkatanmyostatin yang disebabkan inaktivasi sel-sel satelitserta proliferasi dan diferensiasi myoblast.Kortikosteroid
juga menstimulasi produksi myostatin
ototsebuahfaktorpertumbuhan yang menghambat perkembangan massa ototdengan menghambat proliferasi
dan
diferensiasisel-sel
glukokortikoid menyebabkan atrofi otot.
satelit.41Gambar
sepuluh
menjelaskan
mekanisme
Gambar 10.Mekanisme glukokortikoid menyebabkan atrofi otot. Dikutip dari (42) 2) Hipoksemia Hipoksemia dapat menyebabkan inflamasi sistemik,stres oksidatif, ketidakseimbangan sintesis dan degradasi protein, apoptosis dan gangguanregenerasi otot. Hipoksemia dapat menyebabkan gangguan kekuatan dan daya tahan otot pasien PPOK akibat pengurangan massa otot dan kapasitas oksidatif otot. Hiperkapniamenginduksi disfungsi otot pada subyek normaldan juga pada pasien PPOK.Asidosis dapat menyebabkanketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi protein otot. Hipoksemia karena ketinggian menyebabkan gangguan fungsi, struktur dan metabolisme otot.24,25Hipoksemia kronis sedang sampai berat pasien PPOK berkontribusi terjadinya miopati.Proporsi serat tipe I otot perifer pasien PPOK secara signifikan lebih kecil dibandingkan dengan pasien non hipoksemia dan sangat berkorelasi dengan hipoksemia skore istirahat.43 Daya tahan kapasitas quadricepssecara signifikan berkorelasi dengan tekanan oksigen arteri/ PaO2istirahat pasien PPOK. Suplementasi oksigen meningkatkanmetabolisme aerobik dan produksi ATP pasien PPOK dengan hipoksia.Hipoksemia mempengaruhi homeostasis otot skeletal dan berkontribusi terjadinya disfungsi otot dengan berkurangnya kadar hormon anabolik akibat peningkatan sitokin proinflamasi. Hipoksemia juga berhubungan dengan pembentukan ROS yang berkontribusi terjadinya stres oksidatif. Hipoksemia secara keseluruhan menyebabkan disfungsi otot melalui ketidakseimbangan faktor anabolik dan katabolik.44,45
3) Malnutrisi Prevalensi kekurangan gizi pasien dengan PPOK stabil, diperkirakan antara 20% sampai 35%. Kekurangan gizi pada pasien PPOK dapat disebabkan asupan makanan yang kurang, eksaserbasi akut dan pengeluaran energi yang meningkat.46Penyebab lainnya adalah anoreksia, inflamasi, adipokines dan hormonal.Pasien PPOK stabil dengan gizi buruk memiliki kekuatan otot rangka yang lebih rendah.Malnutrisi meningkatkan risiko terjadinya eksaserbasi akut, risiko rawat inap dan meningkatkan angka kematian.Pasien dengan kekurangan gizi dapat terjadi gangguan keseimbangan energi yang menyebabkan kaheksia dan kehilangan berat badan lebih dari 5%.Penururnan berat badan berkorelasi dengan keparahan penyakit dan kelemahan otot rangka. Penurunan berat badan merupakan faktor prognostik yang buruk pada pasien PPOK. Massa lemak bebas rendah dan indeks massa tubuh yang kurang berhubungan dengan hilangnya kepadatan mineral tulang dan peningkatan risiko untuk osteoporosis pada pasien PPOK.34,39 4) Faktor usia Usia pada orang sehat diketahui berkorelasi negatif terhadap kekuatan dan kecepatan kontraksi. Otot-otot tungkai orang lanjut usia lebih kecil, lebih banyak mengandung lemak dan jaringan ikat. Angka kejadian fraktur juga ditemukan meningkat akibat kepadatan mineral tulang menurun. Penambahan usia pada pasien PPOK terjadi penurunan kekuatan quadriceps lebih jelas dibandingkan individu sehat seusianya. Penambahan usia juga terkait dengan peningkatan risiko osteoporosis pasien PPOK.24Gambar 11 menjelaskan faktor risiko dan patogenesis disfungsi otot pada PPOK.
Gambar 11.Faktor risiko dan patogenesis disfungsi otot pada PPOK. Keterangan: ROS: Reactive oxygen species; NO: Nitric oxide. Dikutip dari (24)
f.
Patogenesis disfungsi otot pada PPOK Patogenesis disfungsi otot rangka diantaranya meliputi atrofi otot, penurunan enzim
oksidatif dan pergeseran serat tipe I ke serat tipe II.Disfungsi otot rangka pada PPOK menyebabkan penurunan kekuatan, penurunan ketahanan, gangguan kapasitas oksidatif, peningkatan kelelahan otot dan penurunan kapasitas aerobik. Salah satu faktor penting yang berkontribusi terhadap kelainan otot perifer pada PPOK adalah gaya hidup yaitu berkurangnya aktivitas harian pasien PPOK karena sesak.24 1) Pergeseran tipe serat otot Serat otot tipe IIpada otot perifer pasien PPOK menunjukkanproporsi yang lebih tinggi dibandingkan serat otot tipe I, menyebabkan perubahan dari proses oksidatif yang menghasilkan ATP dalam jumlah besar ke proses glikolitik dengan jumlah ATP yang lebih sedikit. Otot diafragma dan interkostal menunjukkanperubahan ke arah yang berlawanan yaitu proporsi serat tipe I lebih tinggi, hal ini tergantung ekspresimyosin heavy chain isoform dalam menanggapi rangsangan. Penurunan enzim oksidatif pada otot tungkai bawah menyebabkan peningkatan asam laktat yang cepat selama latihan pada pasien PPOK.24 2) Perubahan kapilarisasi otot Jumlah kapiler perserat otot berkurang pada pasien PPOK, akibatnya distribusi aliran darah yang mengangkut oksigen dan nutrisi ke serat otot menurun. Penurunan kepadatan kapiler menyebabkan kelelahan dan disfungsi otot.46,47Beberapa penelitian melaporkan bahwa densitas kapiler menurun pada otot tungkai bawah pasien PPOK.Otot interkostal eksternal dan otot diafragma menunjukkan peningkatan kepadatan kapiler yang diduga disebabkan peningkatan jumlah pembuluh darah terkait dengan tingkat ekspresi VEGF yang meningkat tetapi sebaliknya menurun pada otot tungkai pasien PPOK. Percobaan model hewan menunjukkan bahwa hipoksia dapat mengakibatkan peningkatan jumlah dan panjang kapiler otot.24 3) Apoptosis otot Reactive oxygen species diproduksi dalam serat otot terutama di mitokondria dan myofilamen yang dapat menyebabkan apoptosis. Pembentukan RNS dan ROS berkaitan erat dengan peningkatan proses apoptosis dalam miosit hewan dan manusia menyebabkan atrofi dan berkurangnya kekuatan otot. Stres oksidatif menyebakan apoptosis melalui rilis ROS dan RNS yang diinduksi caspase activatingproteins seperti sitokrom c dan apoptotic inducible factor.
Tingginya kadar ROS dan RNS telah dilaporkan dapat mengubah potensi redoks selular, mengurangi kadar glutathione dan menurunkan ATP, mengurangi nicotinamide adenine dinucleotide (NADH) dan NADPH. Perubahan ini dapat memfasilitasi pembentukan permeabilitas pori-pori transisi menyebabkan pelepasan sitokrom c. Reaksi ROS dan RNS dengan membran fosfolipid juga dapat meningkatkan permeabilitas membran, terjadi pelepasan caspase activating protein
dari mitokondria ke sitosol.48Pergeseran serat otot tipe I yang
disebabkan peningkatan jumlah RONS mitokondria yang dihasilkan selama latihan dan pada kondisi patologis sehingga meningkatkan kerentanan apoptosis.25Pasien PPOK dengan berat badan normal berbeda dengan pasien PPOK berat badan kurang yang menunjukkan peningkatan apoptosis pada otot rangka terutama otot quadriceps.37
4) Disfungsi rantai pernapasan mitokondria otot Stres oksidatif menyebabkan disfungsi rantai pernapasan mitokondria dan mengubah fosforilasi oksidatif menyebabkan penurunan konsentrasi ATP dan meningkatkan asidosis intraseluler. Penelitian pada model binatang telah menunjukkan bahwa ROS dan RNS bereaksi dengan lipid dan atau protein secara signifikan mengubah aktivitas rantai pernapasan mitokondria kompleks I, II, IV dan mengurangi aktivitas mitokondria atau enzim oksidatif siklus Krebs. Peningkatan permeabilitas membran mitokondria akibat peroksidasi membran lipid dapat memicu kebocoran ion, dengan mengurangi gradien proton membran bagian dalam mitokondria
menyebabkan
disfungsi
rantai
pernapasan.39,44
Gambar
12
menjelaskan
pembentukan ROS pada membran potensial mitokondria.
Gambar 12.Produksi ROS pada membran potensial mitokondria. Keterangan: NAD: Nicotinamide adenine dinucleitide; ATP: Adenosine triphospate; ADP: Adenosine diphospate.
Dikutip dari (44) 5) Sintesis dan degradasi protein Sintesis proteintergantung pada ketersediaan substrat danaktivitas jalur sinyal. Beberapa penelitian melaporkan bahwa kadarplasma glutamin, glutamat dan alanin, sertabeberapa asam amino rantai cabang seperti leusin menurun pada pasien PPOK dengan berat badan kurang. Nutrisi dan hormon anabolik,memainkan peran penentu dalam sintesis protein otot.Inflamasi meningkatkan kebutuhan asam amino untuk mensintesisprotein fase akut dalam hati dan mengurangi cadangan protein.Peningkatan kebutuhan oksigen dan penurunan efisiensidari otot rangka perifer berkontribusi terhadap peningkatanpengeluaran energi menyebabkan penurunansintesis protein dan peningkatan pemecahan protein.37 6) Perubahan metabolisme otot Metabolisme otot pada pasien PPOK lebih banyak melalui jalur glikolisis, bahkan pada beban kerja rendah. Metabolisme jalur glikolisis menghasilkan ATP yang lebih rendah dibandingkan dengan metabolisme oksidatif yang menghasilkan ATP lebih tinggi yang berpengaruh terhadap energi dan kelelahan otot perifer. Gangguan metabolik berkontribusi pada kelemahan otot prematur, meningkatkan kebutuhan ventilasi selama latihan dan intoleransi latihan. Jalur metabolik pada pasien PPOK kurang efektif dalam memproduksi ATP melalui siklus Krebs dan jalur β-oksidasi yang menurunkan regulasi metabolisme glikolitik. Pengurangan metabolisme phosphocreatine otot merupakan salah satu faktor utama yang terlibat dalam metabolisme anaerobik laktat.Metabolisme energi otot quadriceps pasien PPOK mengalami perubahan selama latihan yang dibuktikan dengan penggunaan glikogen yang lebih besar dan akumulasi laktat selama latihan dibandingkan dengan kontrol yang sehat.49 7) Sel satelit dan program regenerasi otot Sel-sel satelit bertanggung jawab dalam menjaga jumlah inti serat ototyang memadai untuk mendukung sintesis protein dan massa otot.Jumlah sel-sel satelit dipertahankanpada otot napas dan perifer pasien PPOK. Kapasitas regeneratif sel satelit mengalami kelainan ditandai dengan internalisasi inti dan penurunan ekspresi penanda regenerasi, hal ini sesuai dengan hasil kultur
myoblasts yang diperoleh dariotot pasien PPOK, dalam tahap selanjutnya terjadi
diferensiasidengan kesulitan dalam mengekspresikan myosins dewasa, hal ini dikaitkan dengan penuaan sel ditandai pemendekan telomere.24
8) Gangguan mekanisme kontraksi otot Radikal bebas mempengaruhi fungsi otot rangka pada umumnya dan eksitasikontraksipada khususnya. Eksitasi-kontraksi merupakan proses kimia dan sinyal listrik pada permukaan sel untuk pelepasan kalsium (Ca2+) intraseluler dengan proses akhir terjadi kontraksi serat otot. Pengikatan asetilkolin (Ach) ke reseptornyadi sarkolemaakan menghasilkan potensial aksi.Potensial aksi ini mengaktifkan teganganreseptor sensitif/ dihydropirydine (DHPR)dalam tubulus T secara mekanis dipasangkan dengan reseptor Ryanodine(RyR) pada retikulum sarkoplasma(RS). Aktivasi DHPR menyebabkan perubahan formasi dalam reseptor sehingga membuka RyR dan mengakibatkanpelepasan Ca2+ dari RS. Peningkatan kadarsitosol Ca2+([Ca2+] i) merangsang RyR secara tidak langsung dipasangkan ke DHPR untuk melepaskan Ca2+dari RS. Mekanisme
umpan
balik
positif
iniadalah
disebut
rilis
kalsium
yang
diinduksi
kalsium.Peningkatan Ca2+menyebabkan pengikatanCa2+ ke kompleks troponin, yang kemudian Ca2+mengikat protein kontraktildan berhubungan dengan filamen aktin.Radikal bebas dapat mengganggu eksitasi-kontraksi di beberapa bagian. IsolasiRS dari serat otot rangka menemukan bahwa radikal bebas mempengaruhi rilisCa2+ melalui RyR.Konsentrasi submillimolar H2O2 mengaktifkanRyR, sedangkan pada konsentrasi milimolarH2O2 menghambatsaluran. Penelitian serupamengungkapkan bahwa NO menghambat rilis Ca2+melalui salurannya. Konsentrasi NO rendah mencegah pembukaan saluran RyRsedangkan konsentrasi yang lebih tinggi mengaktifkan pembukaan saluran.30-34 9) Atrofi dan kelemahan otot Atrofi otot terjadi ketika keseimbangan sintesis dan degradasi protein bergeser ke pemecahan protein.Selain peningkatan degradasi protein, juga terjadi penurunan laju sintesis protein berkontribusi terjadinya kelemahan otot. Penelitian terbaru pada tikus menunjukkan bahwa regenerasi kapasitas otot rangka terganggu akibat peningkatan kadar TNF-α di sirkulasi. Hormon anabolik diantaranya testosteron dan IGF-1 ditemukan rendah pada pasien PPOK hal ini dikaitkan dengan kelemahan otot.Faktor pertumbuhan diantaranya insulinIGF-I danMyoD memiliki efek anabolikdengan mengaktifkan sintesismyofibrils.Myostatin merupakan hormon yang dihasilkan otot berfungsi menekan pertumbuhan otot dengan menghambat aktivitas sel satelit dan perannya dalam kelamahan otot pada PPOK belum banyak diketahui. Sitokin proinflamasi diantaranya
TNF-α, IL-1, danIL-6 mempunyai efek katabolik dengan
mengaktifkanNF-ƘB. Efek katabolik NF-ƘB adalah untuk menekanekspresi gen MyoD.Sitokin
proinflamasi juga mengaktifkan jalur ubiquitin-proteasom.24,50Gambar 13 menjelaskan patomekanisme atrofi otot.
Gambar 13. Patomekanisme atrofi otot Keterangan:Ub:ubiquitin; NF-ƘB : nuclear factor ƘB; MHC : myosin heavy chain; IGF : insulin-like growth factor; IGFR: insulin-like growth factor receptor;TNF α: tumor necrosis factor-α;TNFR I and II : tumor necrosisfactor receptor I and II. Dikutip dari (24) g. Patofisiologi disfungsi otot pada PPOK Disfungsi otot rangka adalah salah satu efek sistemik utama pada PPOK dan sering disertai dengan hilangnya massa bebaslemak. Berbagai penyakit akut dan kronis dapat menyebabkan hilangnya massa otot karena pemecahan protein otot. Penyakit akut seperti multipel trauma dan sepsis terjadi kehilangan massa otot secara cepat. Penyakit kronis seperti PPOK terjadi kehilangan massa otot pada tingkat lebih lambat. Kehilangan massa otot sangat lambat dapat ditemukan pada usia tua, proses yang disebut sarcopenia. Atrofi otot dikaitkan dengan hilangnya kekuatan otot, yang secara signifikan mempengaruhi kapasitas latihan pada pasien dengan PPOK. Atrofi otot pada PPOK derajat berat akan mempengaruhi morbiditas, termasuk peningkatan risiko kunjungan rumah sakit, eksaserbasi serta peningkatan kebutuhan bantuan ventilasi mekanik.8,50 1) Perubahan struktur dan fungsi otot napas Kelemahan dan penurunan ketahanan otot napas sering dijumpai pada pasien PPOK. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi fungsi dan struktur otot napas antara lain perubahan geometrik rongga dada, perubahan volume paru dan metabolisme sistemik, sedangkan faktor instrinsik antaralain perubahan ukuran serat otot, masa otot dan metabolisme otot.50Hiperinflasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi fungsi otot.Hiperinflasi merubah bentuk dan geometrik
rongga
dada
secara
kronis
menyebabkan
penurunan
dan
pendataran
diafragma.Hiperinflasi paru danpeningkatan resistensi saluran napas meningkatkan kerja pernapasan,terutama tergantung pada otot inspirasi.Otot diafrgama pasien PPOK bekerja lebih keras sebagai kompensasi beban mekanik yang tinggi akibat obstruksi saluran napas. Perubahan struktur otot diafragma ditandai peningkatan prosentase serat otot tipe I dan penurunan serat otot tipe II akibat meningkatnya kapasitas oksidan pada semua serat otot pasen PPOK.24 Disfungsi otot pada pasien PPOK tidak homogen antara berbagai kelompok otot.Otot ventilasi terutama diafragma memiliki beban kerja yang berbeda jika dibandingkan dengan otot tungkai bawah. Otot ventilasi berada dalam kondisi kronis dengan beban kerja yang berat akibat hambatan aliran udara dan hiperinflasi, sebaliknya, pada otot tungkai bawah, berada dalam keadaan kronis tidak aktif dan tidak digunakan sehingga menyebabkan perbedaan dalam hal adaptasi biokimia dan struktural pasien PPOK, misalnya, proporsi serat tipe I diafragma pasien PPOK yang berat meningkat dibandingkan dengan subyek kontrol.24 2) Perubahan struktur dan fungsi otot perifer Perubahan struktur dan fungsi otot rangka secara signifikan mempengaruhi status kesehatan pasien PPOK. Otot-otot pasien PPOK mengalami perubahan panjang serat, massa, morfologi dan bioenergi otot. Atrofi otot ekstrimitas paling sering ditemukan pada PPOK. Proses atrofi otot pada PPOK terutama pada otot ekstremitas bawah dan luas penampang semua jenis serat berkurang pada biopsi vastus lateralis.Kinerja otot terutama ditentukan oleh kekuatan dan daya tahan. Penurunan kekuatandan ketahanan otot sering ditemukan pada pasien dengan PPOK.Kekuatan otot ekstremitas atas dan bawah terjadi penurunan 15-25% dibandingkan dengan kontrol usia yang sama. Kelelahan otot quadriceps didefinisikan sebagai penurunan kekuatan otot setelah latihan bersifat reversibel didapatkan 50%pasien dengan PPOK setelah latihan bersepeda.46Disfungsi otot ekstremitas dapat menyebabkan intoleransi latihan pasien PPOK yang menyebabkan penurunan kualitas hidup, gangguan status fungsional, peningkatan kunjungan ke rumah sakit, dan bahkan kematian dini.46Pergeseran jenis serat otot quadriceps lebih dominan serat tipe II dibanding serat tipe I merupakan ciri khas pada PPOK.Tingkat pergeseran jenis serat berkorelasi dengan keparahan penyakit.Kelemahan otot pasien dengan PPOK terutama pada otot ekstremitas bawah. Kelemahan otot paha depan/ quadriseps paling sering dijumpai pada pasien PPOK semua derajat pria dan wanita. Kelemahan otot ekstremitas bawah lebih parah pada pasien dengan kaheksia
dan memburuk selama eksaserbasi akut.
Kelemahan otot ekstremitas atas pada PPOK lebih ringan, diduga karena otot-otot tersebut sering
digunakan dalam kegiatan sehari-hari.46,47Gambar 14 menjelaskan tentang patofisiologi disfungsi otot napas dan perifer.
Gambar 14.Patofisologi disfungsi otot napas dan perifer. Dikutip dari (24) 3.
Diagnosis Disfungsi Otot napas dan perifer pada PPOK Diagnosis PPOK ditegakkan dengan nilai post bronkodilator VEP-1/ KVP <0.70 dan
dinilai sesuai derajat keparahan VEP-1. Derajat keparahan antaralain PPOK ringan (VEP-1 ≥ 0.80 prediksi), PPOK sedang (0,50 ≤ VEP-1 ≤ 0,80 prediksi), PPOK berat (0,30 ≤ VEP-1 ≤ 0,50 prediksi), dan sangat parah PPOK (VEP-1<0.30 diprediksi). Metode untuk menentukan klasifikasi baru dikembangkan dengan menggabungkan hasil klasifikasi spirometri dan penilaian gejala klinis menggunakan kuesioner modifikasi british medical research council (mMRC) atau COPD assessment test (CAT) dan frekuensi eksaserbasi.46-52 Diagnosis disfungsi otot dievaluasi berdasarkan kekuatan dan daya tahan.Uji kekuatan otot bertujuan untuk mengevaluasi kapasitas otot dalam mengembangkan kekuatan maksimal.Uji ketahanan otot bertujuan untuk mengevaluasi kemampuan otot dalam mempertahankan kekuatan dalam waktu tertentu. Penilaian disfungsi otot perifer umumnya dibuat oleh salah seorang ahli saraf dan atau pathophysiologist yang akan menilai jenis dan luasnya kelainan otot. Penilaian awal menentukan adanya kelainan neurogenik, miopati atau adanya inflamasi dengan biopsi otot.Pengukuran kekuatan otot dapat dilakukan dengan P-magnetic resonance spectroscopy dan biopsi otot untuk menentukan enzim dan tipe serat otot. Penggunaan P-magnetic resonance spectroscopy tidak dianjurkan digunakan rutin dalam evaluasi klinis.53
a. Nilai %VEP1 (VEP1 prediksi) Nilai VEP1 prediksi menunjukkan persentase batas normal prediksi individu yang disesuaikan dengan usia, jenis kelamin, ras, dan tinggi badan. Nilai VEP1 menunjukkan kecepatan udara yang keluar dan digunakan untuk mengukur obstruksi aliran udara.Derajat obstruksi tersebut pada PPOK diklasifikasikan berdasarkan nilai VEP 1pasien dibandingkan dengan nilai prediksi VEP1 paska uji bronkodilator dengan spirometri, seperti pada tabel satu.1 Tabel 1. Klasifikasi PPOK berdasarkan derajat obstruksi aliran udara Pada pasien dengan VEP1/KVP < 0,7 paska bronkodilator GOLD 1
Ringan
VEP1≥ 80% prediksi
GOLD 2
Sedang
50% ≤ VEP1 < 80% prediksi
GOLD 3
Berat
30% ≤ VEP1 < 50% prediksi
GOLD 4
Sangat berat
VEP1 < 30% prediksi
Dikutip dari (1) b. Skor COPDassessmenttest(CAT)pada PPOK COPDassessment test merupakan kuesioner satu dimensi yang tervalidasi, mudah dan pendek tentang gangguan status kesehatan pada PPOK, terdiri dari 8 item.1,54COPDassessment test digunakan pada semua pasien yang didiagnosis PPOK pada semua derajat keparahan (ditentukan oleh VEP1). Skor CAT dipublikasikan oleh CAT Development Steering Group Glaxo Smith Kline revisi Februari 2012.COPDassessment test bukan merupakan alat diagnostik pengganti spirometri dan tidak menggantikan terapi PPOK, tetapi CAT dan spirometri merupakan komponen pengukuran untuk menilai klinis, membantumonitoring efek PPOK seperti program rehabilitasi atau perbaikan eksaserbasi sehingga terapi yang diberikan dapat optimal. Batas nilai 0-40 berkorelasi sangat dekat dengan St. george’s repiratory questionnaire(SGRQ). Cut point ekuivalen untuk CAT adalah 10 (GOLD, 2015). Kuesioner CAT pada Gambar 15(GlaxoSmithKline, 2009).
Gambar 15.COPD assessment test Dikutip dari (54) Penelitian Jones et al. yang menilai validasi CAT mendapatkan skor pasien dengan eksaserbasi ringan sedang mempunyai 5 unit lebih tinggi dibanding pasien PPOK stabil. Pasien yang mengalami perbaikan setelah diterapi, skor CAT menurun 2 unit dalam waktu 4 hari, sedangkan pasien yang tidak berespons terhadap terapi tidak mengalami perubahan skor.55 A. Penatalaksanaan Disfungsi Otot pada PPOK Sesak napas dan inflamasi sistemik dapat menyebabkan gangguan asupan makanan dan malnutrisi khususnya pada penyakit lanjut. Ketidakseimbangan energi dapat meningkatkan pemecahan protein otot dalam upaya memberikan asam amino esensial untuk fungsi tubuh dengan konsekuensi berkurangnya massa otot. Malnutrisi dikaitkan dengan kelemahan otot ekstremitas atas dan bawah.Malnutrisi juga menyebabkan penurunan ketahanan otot kearah kelelahan.Latihan otot dikombinasikan dengan strategi terapi lain seperti pemberian obat dan makanan tambahan, ventilasi mekaniknon-invasif, obat-obatan dan suplemen hormonmampu
meningkatkan massa otot, kekuatan dan daya tahan, meningkatkan kualitas hidup dan toleransi latihan pada PPOK.24,47 1. Terapi non farmakologi Aktivitas fisik sehari-hari pasien PPOK menurun dibandingkan kontrol sehat dengan umur yang sama.Pasien PPOK lebih banyak menghabiskanwaktu duduk atau berbaringdan berkurangnya waktu berjalan atau berdiri. Aktivitas fisik harian mulai menurun pada pasien PPOK GOLD derajat I dan memberat seiring keparahan penyakit. Pasien PPOK dengan GOLD derajat IV menjadi sangat inaktif. Pasien PPOK dengan aktivitas fisik sangat rendah berisiko tinggi perawatan di rumah sakit dan kematian.56Rehabilitasi paru terdiri dari latihan kekuatan dan olahragamerupakan terapi non farmakologi yang paling efektif untukmemperbaiki gejala, kekuatan otot, kapasitas latihandan status kesehatan pada pasienPPOK. Latihan fisik pada pasien PPOK stabil dapat meningkatkan fungsi otot, kapasitas latihan danmeningkatkan ketahanan terhadap kelelahan ototyang terkait dengan perbaikan status kesehatan dan kualitas hidup.57 a. Terapi oksigen Terapi
oksigen sering digunakan untuk mengurangi dispneapasien PPOK dengan
hipoksemiaberat. Suplementasi oksigen tidak hanya meningkatkan kapasitas latihan, tetapi juga mengurangi inflamasi sistemik yang di induksi latihan danstres oksidatif pada otot pasien PPOK.30Pemberian oksigen selama latihan
dapatmenambah peningkatan toleransi latihan.
Suplementasi oksigen jangka panjang hanya bermanfaat pada keadaan hipoksemia.8,34 b. Rehabilitasi paru Latihan ketahanan otot ekstrimitas bawah dianggap komponen penting dari rehabilitasi paru untuk meningkatkan kapasitas latihan dan mengurangi sesak napas. Latihan ketahanan diantaranya berjalan, berlari, bersepeda dan berenang. Latihan ketahanan otot memberikan adaptasi fisiologis, termasuk pengurangan kebutuhan ventilasi dan denyut jantung, pola pernapasan yang lebih efektif dan kadar asidosis laktat lebih rendah pada intensitas latihan submaksimal. Sebuah konsekuensi langsung dari adaptasi ini adalah bahwa pasien dapat mentolerir beban latihan submaksimal untuk waktu yang cukup lama.58
1) Latihan ketahanan aerobik
Latihan ketahanan aerobik meningkatkan kapasitas oksidatif otot, mempromosikan pergeseran dari jenis serat tipe II ke jenis serat tipe I dan meningkatkan luas penampang dari semua jenis serat pada berat badan normal dan bahkan pada pasien PPOK kurus. Adaptasi ini telah dilaporkan dalam berbagai keparahan penyakit PPOK dari GOLD derajat II sampai IV.47,59 2) Latihan interval Latihan interval telah diperkenalkan untuk mengatasi kesulitan mentolerir intensitas latihan tinggi dengan durasipanjang.Latihan interval yang mencakuplatihan jangka pendek yang sangat intens diselingi dengan periodepemulihan sehingga dapat megurangi sesak napas dan kelelahan kaki.Latihan interval secara berkesinambungan dapat meningkatkan jenis serat otot tipe I dan II dan meningkatkankapasitas oksidatif.Pasien dengan hiperinflasi dinamis, intoleransi latihan danmassa otot yang kurang bisa diberikan latihan otot jenis interval.47 3) Latihan aerobik Latihan aerobik dianjurkan pada pasien PPOK. Latihan aerobikakan meningkatkan kadar enzim oksidatif mitokondria, kapilarisasi otot, ambang batas aerobik dan serapan oksigen maksimum, serta penurunan creatine-fosfatwaktu pemulihan, sehingga menghasilkan toleransi latihan besar.Kelemahan otot berkontribusimenyebabkan
intoleransi latihanpada pasien
PPOK.Latihan kekuatan merupakan pilihan rasional dalamproses rehabilitasi paru. Latihan kekuatan dan aerobik meningkatan kualitashidup secara signifikan.24,60,61 4)
Latihan alternatif Latihan jalan di dalam air merupakan latihan alternatif untuk pasien PPOK disertai
dispnea berat, usia tua dan penyakit komorbid. Latihan berbasis air menguntungkan bagi pasiendengan PPOK yang disertai komorbid. Latihan berbasis air dapat meningkatkan kapasitas latihan, daya tahan dan mengurangi kelelahan serta dispnea. Latihan berbasis air jugamencegah kehilangan massa tulang dan meningkatkan keseimbangan berdiri dinamis dankualitas hidup pada orang sehat serta wanita lanjut usia dengan osteoporosis.39,59
c.
Intervensi gizi Pemberian suplemen dan makanan tambahan pada pasien PPOK dapat meningkatkan
berat badan, fungsi otot napas dan perifer.Peningkatan fungsi otot berhubungan dengan peningkatanmassa otot yang dihasilkan dari intervensi gizi perannya belum banyak
diketahui.Terapi kombinasi dengan stimulus anabolik seperti pelatihan olahraga lebih meningkatkan fungsi otot.47 2.
Terapi farmakologi Beberapa strategi terapi farmakologis dianggap memberikan keuntungan dalam
perbaikan massa otot pasien PPOK dengan berat badan kurang. Suplementasi testosteron dan analognyamampu meningkatkan kekuatan dan massa otot. Efek testosterone terhadap perubahan kapasitas fungsional belumdapat
dijelaskan. Mekanisme biokimiabertanggung jawab untuk
pertumbuhan otot rangka melalui aktivasi sinyalkaskade IGF-I, jalurefektor terlibat dalam hiperplasia dan atau hipertrofi jaringan otot. Pemberian testosteron jangka panjang mempunyai efek merugikan yakni berpotensi sebagai karsinogenesis dan virilisasi sehingga pendekatan ini tidak dianjurkan dalam perawatan klinis rutin.Farmakoterapi anabolik dengan latihan olahraga meningkatkan efisiensi farmakologis.Hormon pertumbuhan dan analognya, megestrol asetat, creatine, LC,antioksidan dan suplemen vitamin D, baik pemberian tunggal atau kombinasi dengan pelatihan olahraga semuanya telahdiuji pada PPOK stabil.47Gambar 16 menjelaskan penatalaksanaan disfungsi otot pada PPOK.
Gambar 16.Pendekatan terapi disfungsi otot pada PPOK. Dikutip dari (39)
C. Peran L-Carnitine pada Kelemahan Otot PPOK Nutrisi mempunyai peran dalam menjaga kesehatan dan terbukti memiliki efek sebagai pelindung terhadap beberapa kondisi patologi yang kronis termasuk penyakit jantung,
neurodegenerative, inflamasi, diabetes dan miopati. Kerusakan struktur dan fungsi otot rangka menyebabkan keluhan klinis progresif termasuk kehilangan kekuatan, kelelahan, mialgia dan kram.62 L-Carnitine bebas pertama kali diisolasi dari otot sapi pada tahun 1905.L-Carnitine adalah molekul kecil yang larut dalam air berperan penting dalam metabolisme lemak dan sebagai metabolit penting yang diperlukan untuk metabolisme asam lemak dan produksi energi di otot jantung dan otot rangka.63 1.
Farmakokinetik L-Carnitine L-Carnitine (3-hydroxy-4-N-trimethylaminobutyrate) merupakan bentuk aktif dari
carnitine merupakan nutrisi esensial yang digunakan tubuh untuk mengubah lemak menjadi tenaga. Sumber eksogen yaitu berasal dari makanan terutama yang berasal dari hewan omnivoramemiliki kandungan carnitine 20 sampai 300mg/ hari. Kandungan terbesar berasal dari daging merah yaitu 50-150 mg/100g, ikan dan produk susu mengandung sampai 10mg/100g.64,65 Jumlah total LC di dalam tubuh sekitar 100 mmol (16 gram) tetapi tergantung diet, massa otot dan usia. Konsentrasi di dalam plasma 42-85 μmol/l.66 Gambar 17 menjelaskan tentang struktur kimia LC.
Gambar 17.Struktur kimia L-Carnitine. Dikutip dari (63) L-Carnitine diserap dalam usus kecil melalui sistem transportasi mencapai aliran darah dancairan ekstrasel.Transportasi di dalam sel berbagaijaringan dibatasi oleh kapasitas absropsi sel. Bioavailabilitas secara oral adalah sekitar 14-18%.L-Carnitine di sintesis di hati dan ginjal manusia. Dua asam amino penting yaitu lisin dan metionin berfungsi sebagai substrat utama untuk biosintesis LC. L-Carnitine yang tidak terabsorpsi sebagian besar terdegradasi oleh mikroorganisme di dalam usus besar. Pemberian LC lebih efektif melalui intravena. L-Carnitine 95 %difiltrasi oleh glomerulusdan
kelebihanLC eksogen dibuang lewat urine. Gambar 18
menjelaskan biosintesis LC di hati dan ginjal.65
Gambar 18.Biosintesis L-Carnitine di hati dan ginjal manusia. Dikutip dari (9) 2.
Farmakodinamik L-Carnitine Otot skeletal merupakan reservoir utama LC dalam tubuh dan memiliki konsentrasi 200
kali lebih tinggi dari plasma darah yang merupakan kofaktor dalam oksidasi asam lemak rantai panjang mitokondria yang tidak bisa menembus membran dalam mitokondria.Carnitine palmitoyltransferase (CPT) I adalah titik kontrol oksidasi asam lemak yang terdapat di membran luar mitokondria berfungsi mengubah asil-KoA rantai panjang menjadi asiL-Carnitine yang mampu menembus membran dalam mitokondria. L-Carnitine mengangkut asam lemak rantai panjang dari kompartemen sitoplasma ke mitokondria, asam lemak akan dioksidasi untuk menghasilkan energi. AsiL-Carnitine diangkut masuk dan disertai pengangkutan keluar satu molekul carnitine dan bereaksi dengan KoA yang dikatalisis oleh CPT II yang ada di dalam membran dalam mitokondria. Asil-KoA terbentuk kembali di matriks mitokondria dan carnitine dibebaskan.67,68Peran LC dalam oksdiasi asam lemak dijelaskan pada gambar 19.
Gambar 19. Peran LC dalam oksidasi asam lemak. Keterangan: CPT I: carnitine palmitoyltransferase I; CPT II: carnitine palmitoyltransferase II; CAT: carnitine acetyltransferase; CoASH: acetyl-CoA. Dikutip dari (9) L-Carnitine melalui reaksi ini memfasilitasi transfer asam lemak melintasi membran mitokondria untuk beta oksidasi dan melindungi terhadap akumulasi asil-KoA, yang dapat merusak fungsi sel. Enzim asetil-L-Carnitine transferase memfasilitasi penyerapan asetil-KoA ke mitokondria untuk oksidasi asam lemak merangsang protein dan membran fosfolipid sintesis LC dan rantai pendek derivatif, senyawa propionil - l - L-Carnitine, yang terjadi secara alami yang disintesis endogen serta diperoleh dari sumber makanan.9 Latihan otot ringan sampai sedang meningkatkan oksidasi asam lemak menjadi sumber energi yangdominan untuk otot.Asidosis dan penurunan kadar LC selama latihan berat menurunkan CPT1 sehingga terjadi penurunan oksidasi asam lemak. Kekurangan CPTII dapat mengakibatkancedera otot diinduksi latihan karena ketidakmampuan untuk meningkatkan oksidasi FA dengan peningkatan tenaga.Carnitine juga berperan dalam keseimbangan cairandi semua jaringan yang dipengaruhi oleh lingkungan ekstraseluler.Gangguan kadar LC di dalam plasma ditemukan pada beberapa penyakit antaralain diabetes melitus, penyakit ginjal kronis, penyakit hati dan kanker stadium akhir.9,65 3.
L-Carnitine dan stres oksidatif Sifat antioksidan LC telah dibuktikansecara in vitro dan in vivo, menggunakan observasi
klinispada berbagai penyakit. Sifat antioksidan dari LC dan derivatnya antaralain meningkatkan
enzim antioksidan endogen [superoxide dismutase(SOD), katalase,glutathione peroxidase (GSHPx), glutathione reductase (GR)] danglutathione S transferase(GST) dan antioksidan nonenzimatik(Vitamin E dan C) dalam hati dan jaringan lain, peningkatan konsentrasi intraseluler dari GSH dalam hati danjaringan lain, menurunkan oksidasi lipid dan protein, menurunkan kadar malondialdehyde (MDA)/TBARS dan konten karbonil,
menurunkan fragmentasi DNA dan
apoptosis, mengurangi sekresi [aspartate aminotransferase (AST), alanine aminotransferase (ALT), alkaline phospatase(ALP), gamma glutamyltranspeptidse
(γ-GT)] dari hati ke dalam
plasma karena injuri hati yang disebabkan oleh ROS, meningkatkan Nrf2 dan aktivitas heme oxygenase-1 (HO-1),
mengurangi ekspresi NF-kB dan konsentrasi sitokin proinflamasi,
termasuk TNF, aktivasi vitagene dan peningkatan sintesisheat shock protein(Hsp),thioredoxins dan sirtuins.69 L-Carnitine memiliki aktivitas pembilasan radikal bebas/ free radical scavenging, mempunyai kemampuan mengais anion superoksida, menghambat peroksidasi lipid dan memberikan perlindungan terhadap kerusakan disebabkan oleh hidrogen peroksida (H2O2).59 Penelitian yang dilakukan lee BJ dkk,terhadap 47 pasien dengan coronary arteri disease (CAD) untuk mengetahui pengaruh LCdengan dosis 1000 mg/ hariterhadap penanda stres oksidatif dan kegiatan enzim antioksidandidapatkan hasil bahwa pasien yang mendapatkan suplementasi LC dengan dosis 1000 mg/ hariselama 12 minggu terjadi peningkatan aktivitas enzim antioksidan dan penurunan stres oksidatifyang signifikan pada pasien CAD.68Stres oksidatif yang berlebihan dan peroksidasi lipid juga berperan penting dalamkerusakan sel hati. Penelitian yang dilakukan Li ZL dkk,untuk mengevaluasi efek perlindungan terhadap sitotoksisitas yang diinduksi H2O2pada sel hepatosit normal manusia dan didapatkan hasil bahwa LC dapat melindungi sel-sel HL7702 terhadap stres oksidatifmelalui efek antioksidanprimer dengan cara menghambat pembentukan radikal bebas dan berfungsi sebagai antioksidan sekunder dengan cara memperbaiki asam lemak teroksidasi tak jenuh ganda diesterifikasi dalam membran fosfolipid.LCarnitine bermanfaat untuk latihan kekuatan otot napas
pasien rawat jalan dengan PPOK
stabil.65,70 Gambar 20 menjelaskan mekanisme kerja LC sebagai antioksidan.
Gambar 20.Mekanisme LC sebagai antioksidan. Dikutip dari (69)
4.
L-Carnitine dan efek anti inflamasi Sitokin TNF-α berperan dalam patogenesis hilangnya protein otot pada pasien
kaheksiaakibat
kanker. Beberapa temuan mendukung hipotesis bahwa pemberianL C
mengurangi proses inflamasi pada beberapa kondisi patologis. Percobaan pada hewan dengan pemberian suplemen LC mampu mencegah peningkatan kadarIL - 1β, IL- 6, danTNF - α dalam plasma dan hati.
Pemberian LC secara oral dapat menurunkan secara signifikan dalam
kadarTNF-αserum, seperti dijelaskan pada gambar 21. Beberapa penelitian melaporkan bahwa LC dapat menurunkan kadar protein C - reaktif pada pasien hemodialisis. Pemberian LC juga berperan sebagai pelindungkerusakan jaringan akibat inflamasi dengan mengurangiproduksi anion superoksida.L –carnitine juga dapat berperan sebagai transactivate promotor glukokortikoid dengan cara kerja yang mirip dengan deksametason melalui hambatan pelepasan TNF - α dan IL - 2 oleh IFN - γ.59
Gambar 21.Mekanisme kerja LC sebagai antioksidan dan antiinflamasi pada kaheksia karena kanker. Dikutip dari (59) Pemberian suplementasi LC pada hewan coba menyebabkan penurunan IL-1β, IL-6 danTNF-α dalam plasma dan hati. Pemberian secara oral dengan dosis 6 g/ hari selama 2 minggu
pada pasien AIDS didapatkan penurunan yang signifikan kadar TNF-α serum. L-
Carnitine menurunkan kadar CRP pada pasien hemodialisis. Pemberian LC berperan dalam melindungi kerusakan jaringan akibat inflamasi dengan mengurangiproduksi anion superoksida. Lee dkk,meneliti efek antiinflamasi suplemen LC 1000 mg/ hari pada pasien CAD.Hasil yang didapatkan setelah pemberian suplementasi LC selama 12 minggu terjadi penurunan penanda inflamasi secara signifikan (TNF-α, interleukin-6dan protein C-reaktif) dan dibandingkan pada kelompok plasebo.70Duranay dkk,meneliti efek suplemen LC pada 21pasien hemodialisisdan 21 kontrol, pemberian LC dengan dosis 20 mg/ kg secara intravenatiga kali seminggu/ setiap sesi hemodialisis selama 3-6 bulan dan didapatkan penurunanCRP,profil lipid, transferin, total protein dan albumindibandingkan dengan kelompok kontrol.63,68,71
5. Efek L-Carnitine pada otot rangka
L-Carnitine berperan dalam metabolisme karbohidrat dengan adanya korelasi yang kuat antara carnitine otot dan aktivitas siklus Krebs, yang merupakan siklus penting dalam metabolisme karbohidrat.Konsentrasi karnitin di otot ditemukan berbanding lurus dengan cadangan glikogen otot. Carnitine dapat bertindak sebagai agen anti-katabolik karena efek 'glikogen sparing' untuk meningkatkan produksi energi dari lemak dan efektif mengurangi kebutuhan pembakaran glikogen. Hipoksia pada PPOK dan latihan fisik menyebabkan akumulasi laktat dan penurunan pH serum. Tingginya kadar asam laktat meningkatkan keasaman darah dan jaringan, menyebabkan kelelahan dan penurunan produksi ATP.L-Carnitine menghambat anaerobik enzim fosfofruktokinase (PFK), sehingga dapat mengurangi
glikolisis secara
maksimal.L-Carnitine mengurangi asetil CoA/ CoA quotient sehingga pembentukan asam laktat berkurang. Suplementasi LC berguna dalam latihan fisik yang intensif untuk meningkatkan kinerja dengan membersihkan asam laktat ekstra dari darah dan jaringan. Carnitine meningkatkan suplai darah perifer dan dilatasi kapilermenyebabkan penyerapan oksigen lebih banyak terutama selama latihan fisik.10 Otot menyimpan sekitar 95% dari total karnitin yang terkandung dalam tubuh manusia dewasa, menunjukkan konsentrasi 70 kali lipat lebih besar dari plasma. Suplementasi LC dapat meningkatkan kadar carnitine serum, meningkatkan kapasitas latihan dan memperbaiki pola obstruktif pada tes faal paru. L-Carnitine sangat penting untuk bioenergetika normal otot rangka. Defisiensi pada pasien PPOK disebabkan asupan gizi yang kurang hal ini sangat mempengaruhi kekuatan otot rangka, hipotesis ini didukung olehtemuan kadarbesi, hemoglobin, albumin dan kadar prealbumin signifikan lebih rendah pada pasien PPOK dibandingkan dengan kontrol. Defisiensi LC berhubungan dengan kelemahan otot napas
dan kelemahan otot perifer
merupakan karakteristik PPOK.Hasil penelitian yang dilakukan Silva AB dkk, terhadap pasien PPOK derajat sedang dan berat dengan pemberian LC dan dilakukan uji 6MWT didapatkan hasil bahwa pemberian suplemen LC dapat meningkatkan toleransi latihan, penurunan kadar asam laktat dan meningkatkan kekuatan otot inspirasi pada pasien PPOK.72 L-Carnitine berfungsi sebagai pengambilan radikal bebas oksigen/ scavenging dalam jaringan dan sebagai cadangan glikogen otot, meningkatkan toleransi terhadap latihan fisik dan mengurangi kelelahan otot. L-Carnitine menurunkan sintesis leukotrien melalui penghambatan enzim lipoxygenase. Penelitian yang dilakukan elsammak dkk, terhadap 81 pasien PPOK
menunjukkan
penurunan
yang
signifikan
kadar
LC
pada
pasien
PPOK
terutama
disebabkankekurangan asupan makanan yang mengandung LC.70 Penelitian yang dilakukan Silverio dkk, pada hewan coba, dengan pemberian LC dosis yang berbeda (0,1, 1,0 dan 2,0 g/ hari) dan interval waktu yang berbeda (1, 14, atau 28 hari). Hasil penelitian tersebut didapatkan bahwa pada kelompok pemberian LC selama 14 hari dengan dosis 1,0 dan 2,0 g terjadi peningkatan kadar LC plasma dibandingkan dengan kontrol. Kadar LC dalam otot terjadi peningkatan setelah pemberian dengan dosis 0,1, 1,0 dan 2,0 g. selama 28 hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pemberian dosis terendah yakni 0,1 selama 28 hari adalah sudah mampu menginduksi konsentrasi di dalam otot secara maksimal sehingga tidak diperlukan pemberian suplementasi LC
dosis yang lebih tinggi untuk meningkatkan
kadarnya di dalam otot.73 Anoksia yang disebabkan oleh iskemia miokard secara eksperimental berhubungan dengan berkurangnya karnitin dan akumulasi metabolit toksik asam lemak esterifikasi, sebagai akibat daripenurunan β-oksidasi asam lemak mitokondria. Penurunan konsentrasi ATP otot jantung terjadi beberapa menit setelah iskemik. Kondisi iskemik miokard menyebabkan peningkatan asam lemak bebasrantai panjang, ester asil-CoA dan asil-karnitin beberapa kali naik di atas tingkat kontrol setelah setengah jam iskemia. Rantai panjang ester asil-karnitin adalah lipophylic mudah merusak membran lipid danmembranterikat protein enzimatik.66 Gambar 22 menjelaskan peran LC dalam reperfusi iskemik miokard.
Gambar 22.Peran LC dalam reperfusi iskemik miokard. Dikutip dari (66)
Selanjutnya gambar 23 menjelaskan tentang bagan kerangka teori peranan pemberian LCarnitinepada penderita PPOK stabil.
Inhalasi gas/ partikel berbahaya
PPOK STABIL
Manifestasi sisistemik
Manifestasi di paru ↑sitokin pro inflamasi/ TNF-α
↑ROS/ RNS
Hiperinflasi Anoreksia/ Malnutrisi ↓ %VEP--1
Hipoksemia/ hipoksia
Sesak napas
↑Asam laktat serum
Atrofi otot/ Pergeseran serat otot tipe 1 ke tipe 2 ↑Glikolitik ↓ ATP
Disfungsi otot perifer
Stres oksidatif Peroksidasi asam lemak↑
Kerusakan mitokondria
Intoleransi latihan Keterbatasan aktivitas
Penurunan kualitas hidup Gambar 23. Kerangka teori yang menjelaskan pengaruh pemberian L-carnitine terhadap kadar asam laktat, hasil 6MWT, nilai %VEP-1dan skor CAT penderita PPOK stabil.
Amplifikasi inflamasi, peningkatan stres oksidatif, peningkatan produksi dan aktivitas protease menyebabkan terjadinya perubahan struktur dan fisologi saluran napas.Perubahan
Gambar 23. Kerangka teori yang menjelaskan pengaruh pemberian L-Carnitine terhadap kadar asam laktat serum, nilai 6 MWT, nilai %VEP-1 dan skor CAT penderita PPOKstabil.
struktur saluran napas dan paru pada PPOK bersifat kronik, progresif, dan ireversibel.Perubahan tersebut berupa edema saluran napas, hipersekresi mukus, emfisema, fibrosis saluran napas kecil, disfungsi silia saluran napas, penebalan dinding saluran napas, dan bronkokonstriksi.Perubahan patologis tersebut memperparah penyempitan saluran napas yang jika tidak segera diatasi menyebabkan hiperinflasi dan gangguan pertukaran gas. Hiperinflasi dinamis PPOK menyebabkan peningkatan kerja pernapasan.Gangguan pertukaran gas yang terjadi berupa hipoksia kronis. Inflamasi sistemik berperan penting dalam patogenesis komorbid PPOK seperti disfungsi otot,penyakit jantung, kelainan gizi, osteoporosis, anemiadan depresi. Metabolisme otot pada pasien PPOK lebih banyak melalui jalur glikolisis, bahkan pada beban kerja rendah. Metabolisme jalur glikolisis menghasilkan ATP yang lebih rendah dibandingkan dengan metabolisme oksidatif yang menghasilkan ATP lebih tinggi yang berpengaruh terhadap energi dan kelelahan otot perifer.Gangguan metabolik berkontribusi pada kelemahan otot prematur, meningkatkan kebutuhan ventilasi selama latihan dan intoleransi latihan. Jalur metabolik pada pasien PPOK kurang efektif dalam memproduksi ATP melalui siklus Krebs dan jalur β-oksidasi yang menurunkan regulasi metabolisme glikolitik. Perubahan struktur dan fungsi otot rangka secara signifikan mempengaruhi status kesehatan pasien PPOK. Otot-otot pasien PPOK mengalami perubahan panjang serat, massa, morfologi dan bioenergi otot. Atrofi otot ekstrimitas paling sering ditemukan pada PPOK.Kelemahan dan penurunan ketahanan otot napas sering dijumpai pada pasien PPOK. Faktor ekstrinsik yang mempengaruhi fungsi dan struktur otot napas antara lain perubahan geometrik rongga dada, perubahan volume paru dan metabolisme sistemik, sedangkan faktor instrinsik antaralain perubahan ukuran serat otot, masa otot dan metabolisme otot. Disfungsi otot ekstremitas dapat menyebabkan intoleransi latihan pasien PPOK yang menyebabkan penurunan kualitas hidup, gangguan status fungsional, peningkatan kunjungan ke rumah sakit, dan bahkan kematian dini.
D.
Kerangka Konseptual Disfungsi otot rangka merupakan salah satu kelainan sistemik PPOK. Disfungsi otot
rangka berkontribusi terhadap intoleransi latihan dan penurunan kualitas hidup.Beberapa faktor risiko PPOK yang berkontribusi terjadinya disfungsi otot rangka diantaranya
asap rokok,
aktivitas fisik, inflamasi lokal dan sistemik, stres oksidatif, hipoksemia, penggunaan
kortikosteroid dan gangguan hormonal. Hipoksemia dapat menyebabkan gangguan kekuatan dan daya tahan otot pasien PPOK akibat pengurangan massa otot, penurunan kapasitas oksidatif otot dan peningkatan asam laktat. Atrofi otot dikaitkan dengan hilangnya kekuatan otot, secara signifikan mempengaruhi kapasitas latihan pada pasien dengan PPOK. Serat otot tipe II pada otot perifer pasien PPOK menunjukkanproporsi yang lebih tinggi dibandingkan serat otot tipe I, menyebabkan perubahan dari proses oksidatif yang menghasilkan ATP dalam jumlah besar ke proses glikolitik dengan jumlah ATP yang lebih sedikit. Atrofi otot pada PPOK derajat berat akan mempengaruhi morbiditas, termasuk peningkatan risiko kunjungan rumah sakit, eksaserbasi serta peningkatan kebutuhan bantuan ventilasi mekanik. L-Carnitine (3-hydroxy-4-N-trimethylaminobutyrate) merupakan bentuk aktif dari carnitine merupakan nutrisi essensial yang digunakan tubuh untuk mengubah lemak menjadi tenaga. Hipoksia pada PPOK dan latihan fisik menyebabkan akumulasi laktat dan penurunan pH serum. Tingginya kadar asam laktat meningkatkan keasaman darah dan jaringan, menyebabkan kelelahan dan penurunan produksi ATP. L-Carnitine menghambat anaerobik enzim fosfofruktokinase (PFK), sehingga dapat mengurangi
glikolisis secara maksimal dan
mengurangi asetil CoA/ CoA quotient sehingga pembentukan asam laktat berkurang.
Inhalasi gas/ partikel berbahaya
PPOK STABIL
↓ VEP-1
↑Glikolitik ↓ ATP
Hipoksemia/ hipoksia
Anoreksia/ Malnutrisi
L-Carnitine
Disfungsi otot perifer
Sesak napas
Intoleransi latihan Skor CAT
Penurunan kualitas hidup Gambar 24. Kerangka konsep yang menjelaskan pengaruh pemberian L-Carnitine terhadap kadar asam laktat,VEP-1, hasil 6MWT dan skor CAT penderita PPOK stabil. variabel: , Area penelitian:-------
E. Hipotesis 1.
Ada pengaruh pemberian L-Carnitine terhadap peningkatan nilai% VEP-1 penderita PPOK stabil.
2.
Ada pengaruh pemberian L-Carnitine terhadap penurunan skor CAT penderita PPOK stabil.