BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Seksualitas Manusia Fungsi seksual merupakan aspek penting dalam kehidupan dan interaksi. Menurut Freud, seksualitas telah menjadi motivasi utama manusia sejak bayi, dan merupakan kebutuhan sosial pertama bagi manusia (Boeree, 2009). Freud juga menjelaskan seksualitas sebagai “primary, distinctively poingnant pleasure experience” yang diperoleh dari stimulasi suatu area tubuh (Zeldow, 2006). Dalam Feist & Feist (2006) dikatakan bahwa drive atau dorongan utama manusia terbagi menjadi dorongan seks dan agresi, dimana dorongan seks mengandung libido yang diyakini Freud terdapat di seluruh tubuh manusia.
2.1.1
Definisi Seksualitas Freud menjelaskan seksualitas sebagai sesuatu yang “not only intercourse, but all pleasurable sensation from the skin”. (Boeree, 2006). Sementara menurut Merdiants (2010), seksualitas adalah tentang bagaimana seseorang mengalami, menghayati dan mengekspresikan diri sebagai makhluk seksual, dengan kata lain tentang bagaimana seseorang berpikir, merasa dan bertindak berdasarkan posisinya sebagai makhluk sosial. Seksualitas tidak
14
15 terbatas pada hubungan seksual, melainkan mencakup segala hal yang berkaitan dengan kelamin, yaitu organ kelamin, reproduksi, gender, identitas seksual dan gender, orientasi seksual, erotisme, dan kelekatan seksual. Perilaku seksual didefinisikan oleh Agmo (2007) sebagai aktivitas apapun yang mempengaruhi pada penghargaan seksual. Penghargaan seksual yang dimaksud yaitu berupa keadaan afek positif yang diaktivasi oleh stimulasi fisik pada organ genital, atau perwakilan mental dari stimulasi semacamnya. 2.1.2 Aktivitas Seksual Aktivitas seksual tidak hanya sebatas penetrasi atau intercourse. Dalam http://psikoterapis.com (diunduh 13 April 2012), dikatakan bahwa aktivitas seksual meliputi cakupan perilaku yang luas, baik dilakukan sendiri maupun melibatkan orang lain. Aktivitas seksual adalah perilaku yang mengekspresikan seksualitas seseorang di mana erotisme hadir di sana. Jika tidak ada erotisme, bukan aktivitas seksual namanya. Aktivitas seksual ditandai dengan perilaku untuk mencari erotisme. Jadi, jika pergi ke pelacuran, maka itu adalah aktivitas seksual karena sama dengan mencari erotisme. Jika apel malam minggu mengunjungi pacar, maka itu adalah aktivitas seksual karena mencari erotisme dalam kunjungan itu. Pun jika mengintip orang mandi atau menonton video porno untuk mencari sensasi erotik, maka itu termasuk aktivitas seksual.
16 Ada aktivitas seksual yang insidental atau hanya dilakukan sementara saja dan setelah itu berhenti. Misalnya kebetulan lewat sebuah kamar mandi umum dan berkeinginan mengintip orang mandi di sana. Namun ada juga aktivitas seksual yang dilakukan terus menerus secara tetap. Misalnya selalu berusaha mengintip orang mandi di mana-mana atau selalu ingin bermesraan dengan pacar. Aktivitas seksual yang dilakukan secara tetap dan terpola itu diistilahkan dengan praktik seksual. Praktik seksual mencakup banyak hal, termasuk di dalamnya adalah perilaku mencari erotisme saat berdua dengan pasangan (pegangan tangan, saling raba daerah sensitif, menggesekkan alat kelamin, sampai melakukan hubungan seksual), mencari erotisme dengan mendatangi pelacur (tentu saja lewat hubungan seksual), mencari erotisme dengan melihat gadis-gadis seksi atau laki-laki seksi, mencari erotisme dengan masturbasi, sampai mencari erotisme dengan melihat gambar atau video porno.
2.2
Pengertian Masokisme, Sadisme & Sadomasokisme Masokisme termasuk kelainan seksual yang merupakan kebalikan dari sadisme seksual. Seseorang dengan sengaja membiarkan dirinya disakiti atau disiksa untuk memperoleh kepuasan seksual, bentuk penyimpangan seksual ini umumnya terjadi karena adanya disfungsi kepuasan seksual, sedangkan sadisme seksual dapat diperoleh bila mereka melakukan hubungan seksual
17 dengan terlebih dahulu menyakiti atau menyiksa pasangannya. Disebut sadomasokis karena ada dua pihak yang terlibat dalam perilaku seks aneh ini (Festinger & Brook, 2001). Sejumlah sadisme dan masokisme sering dimainkan dalam hubungan seksual yang sehat. Sebagai contoh, penggunaan saputangan sutra untuk menirukan perbudakan dan tamparan ringan pada saat melakukan hubungan seksual, sering dilakukan dengan persetujuan mitra seksualnya dan bukan merupakan suatu sadomasokistik. Tetapi masokisme dan sadisme sampai yang tingkat yang berat seperti BDSM (Boudage Disipline Sadism Masochism), dapat mengakibatkan luka baik fisik maupun psikis, bahkan kematian. Kelainan seksual masokisme melibatkan kebutuhan akan penghinaan, pemukulan atau penderitaan lainnya yang nyata, bukan pura-pura, yang dilakukan oleh mitra seksualnya untuk membangkitkan gairah seksualnya. Misalnya penyimpangan aktivitas seksual yang berupa asfiksiofilia, dimana penderita dicekik atau dijerat (baik oleh mitra seksualnya maupun oleh dirinya sendiri). Berkurangnya pasokan oksigen ke otak yang bersifat sementara pada saat mengalami orgasme, dicari sebagai penambahan kenikmatan seksual, tetapi cara tersebut bisa secara tidak sengaja menyebabkan kematian (Brook 2001).
18
2.3
Masokisme Seksual Masokisme seksual atau sexual masochism, berasal dari nama seorang Novelis Austria, Leopold Ritter von Sacher- Masoch (1836-1895), yang menulis cerita dan novel tentang pria yang mencari kepuasan seksual dari wanita yang memberikan rasa nyeri/ sakit pada dirinya, sering dalam bentuk flagellation (dipukul atau dicambuk). Masokisme seksual melibatkan dorongan kuat yang terus menerus dan fantasi yang terkait dengan tindakan seksual yang melibatkan perasaan dipermalukan, diikat, dicambuk, atau dibuat menderita dalam bentuk lainnya. Fitur penting dari masokisme seksual adalah perasaan gairah seksual atau kegembiraan akibat rasa sakit yang menerima, penderitaan, atau penghinaan. Rasa sakit, penderitaan, atau penghinaan nyata maupun tidak dapat dibayangkan secara fisik atau psikologis. Seseorang dengan diagnosis masokisme seksual kadang-kadang disebut masokis. Dorongan itu dapat berupa tindakan yang menyebabkan atau didasari oleh distres personal. Pada sejumlah kasus masokisme seksual, orang tersebut tidak dapat mencapai kepuasan seksual jika tidak ada rasa sakit atau malu. Pada sejumlah kasus, masokisme seksual melibatkan situasi mengikat atau menyakiti diri sendiri pada saat masturbasi atau berfantasi seksual. Pada kasus lain, pasangan diminta untuk mengikat (membatasi gerak), menutup mata (membatasi sensori), memukul, atau mencambuk seseorang.
19 Sejumlah pasangan adalah pekerja seks, yang lain adalah pasangan resmi yang diminta untuk melakukan peran sadistis. Kelainan seksual masokisme melibatkan kebutuhan akan penghinaan, pemukulan atau penderitaan lainnya yang nyata, bukan pura-pura, yang dilakukan oleh mitra seksualnya untuk membangkitkan gairah seksualnya. Pada sejumlah kasus, orang tersebut mungkin menginginkan untuk dikencingi atau diberaki atau menjadi objek penganiayaan verbal dengan tujuan mendapat kepuasan seksual. Misalnya penyimpangan aktivitas seksual yang berupa asfiksiofilia, dimana penderita dicekik atau dijerat (baik oleh mitra seksualnya maupun oleh dirinya sendiri). Berkurangnya pasokan oksigen ke otak yang bersifat sementara pada saat mengalami orgasme, dicari sebagai penambahan kenikmatan seksual; tetapi cara tersebut bisa secara tidak sengaja menyebabkan kematian. Ekspresi masokisme yang paling berbahaya disebut hipoksifilia (hypoxyphilia), dimana partisipan merasa terangsang secara seksual dengan dikurangi konsumsi oksigennya. Kekurangan oksigen tersebut dapat disebabkan oleh kompresi dada, jerat, tas plastik, masker, atau cara lain dan dapat diberikan oleh orang lain atau menjadi diri sendiri secara sengaja. Pengurangan oksigen biasanya disertai dengan fantasi sesak napas atau dengan dibuat sesak napas oleh pasangan. Orang yang melakukan aktivitas ini biasanya menghentikannya sebelum mereka kehilangan
20 kesadaran, tetapi terkadang kematian karena kehabisan napas juga terjadi akibat salah perhitungan (Blanchard & Hucker, 1991). Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, juga dikenal sebagai DSM, digunakan oleh profesional kesehatan mental untuk mendiagnosis gangguan mental tertentu. Dalam edisi 2000 dari manual ini (Teks Revisi Edisi Keempat juga dikenal sebagai DSM-IV-TR) masokisme seksual merupakan salah satu parafilia. Perilaku parafilia memiliki intens yang berulang bisa dengan fantasi ataupun dengan perilakunya itu sendiri. Selain kenikmatan seksual atau kegembiraan berasal dari menerima rasa sakit dan penghinaan, seorang individu dengan masokisme seksual sering mengalami penurunan signifikan atau stres dalam berfungsi karena perilaku masokis atau fantasi. Berkenaan dengan perilaku masokis yang sebenarnya, orang tersebut dapat menerima rasa sakit, penderitaan, atau penghinaan di tangan orang lain. Pasangan ini mungkin memiliki diagnosis sadisme seksual tetapi ini belum tentu demikian. Perilaku tersebut melibatkan pasangan kadang-kadang disebut sebagai sadomasokisme. Perilaku masokis juga dapat terjadi dalam konteks fantasi peranbermain. Misalnya, sadis dapat memainkan peran guru atau master dan masokis dapat memainkan peran mahasiswa atau budak.Orang dengan masokisme seksual juga dapat menimbulkan rasa sakit atau penderitaan pada
21 dirinya sendiri. Hal ini dapat dilakukan melalui self-mutilasi, pemotongan, atau terbakar. Tindakan masokis mengalami atau berkhayal oleh orang kadangkadang mencerminkan penyerahan seksual atau psikologis pada pihak masokis. Tindakan ini dapat berkisar dari perilaku yang relatif aman untuk perilaku yang sangat berbahaya secara fisik dan psikologis (Asosiasi Psikiatrik Amerika). 2.3.1
Penyebab dan Gejala Menurut Fahmy (2007) tidak ada penyebab yang diterima secara universal atau teori yang menjelaskan asal-usul masokisme seksual, atau sadomasokisme secara umum. Namun, ada beberapa teori yang mencoba untuk menjelaskan kehadiran parafilia seksual pada umumnya. Satu teori didasarkan pada teori belajar bahwa parafilia berasal karena fantasi seksual yang tidak pantas ditekan. Karena mereka tidak ditindaklanjuti pada awalnya, maka keinginan untuk melaksanakan fantasi pun semakin meningkat. Dalam kasus masokisme seksual, perilaku menjadi masokis yang berhubungan dan terkait erat dengan perilaku seksual. Ada juga keyakinan bahwa individu masokis benar-benar ingin berada dalam peran mendominasi. Hal ini menyebabkan mereka menjadi konflik dan dengan demikian tunduk kepada orang lain.
22 Teori lain menunjukkan bahwa orang mencari perilaku sadomasokis sebagai sarana untuk melarikan diri. Mereka bisa bertindak keluar fantasi dan menjadi orang baru dan berbeda. Gejala individu dengan pengalaman kegembiraan masokisme seksual dari rasa sakit yang menerima secara fisik atau psikologis, penderitaan, dan / atau penghinaan. Mereka dapat menerima rasa sakit, penderitaan, atau penghinaan di tangan orang lain, yang mungkin atau mungkin tidak sadis, atau mereka dapat mengelola rasa sakit, penderitaan, atau penghinaan sendiri. Mereka mengalami gangguan fungsi atau tertekan karena perilaku masokis, mendesak, dan fantasi. Ini tertekan atau gangguan dapat mempengaruhi fungsi dalam konteks sosial, pekerjaan, atau lainnya. 2.3.2
Demografi Meskipun fantasi seksual masokis sering dimulai pada masa kanakkanak, awal seksual masokisme biasanya terjadi selama awal masa dewasa dengan rentang usia 25 – 44 tahun berdasarkan Human Development Papalia (2000). Ketika perilaku masokis yang sesungguhnya dimulai, maka perilakunya akan berkelanjutan dan menetap, karena tidak adanya bentuk dari penyelesaian yang dicari. Sadomasokisme melibatkan mitra yang saling menyetujui, tidak dianggap langka atau biasa di Amerika Serikat. Perilaku seringkali terjadi dalam bentuk gangguan kejiwaan. Lebih banyak orang menganggap diri
23 mereka sebagai masokis daripada sadisme. Seksual masokisme terjadi lebih sedikit umum pada laki-laki daripada perempuan. Kematian karena hypoxyphilia merupakan fenomena yang relatif langka. Data menunjukkan bahwa kurang dari dua orang per juta di Amerika Serikat dan negara lainnya meninggal akibat hypoxyphilia. 2.3.3
Diagnosa Kriteria DSM untuk masokisme seksual termasuk fantasi seksual berulang secara intens, dorongan, atau perilaku yang melibatkan tindakan nyata di mana individu dengan gangguan tersebut senang menerima penderitaan psikologis atau fisik, sakit, dan penghinaan. Penderitaan, rasa sakit, dan penghinaan menyebabkan orang dengan masokisme seksual akan terangsang secara seksual. Fantasi, mendesak, atau perilakunya harus hadir untuk setidaknya enam bulan. Kriteria diagnostik
juga mengharuskan
orang tersebut
telah
mengalami penderitaan yang signifikan atau gangguan karena perilaku ini, dorongan, atau fantasi. Penderitaan dan gangguan dapat hadir dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau lainnya. Masokisme seksual harus dibedakan dari gairah seksual yang normal, perilaku, dan eksperimen. Juga harus dibedakan dari perilaku sadomasokis yang melibatkan nyeri ringan dan / atau simulasi rasa sakit yang lebih berbahaya. Ketika hal ini terjadi, diagnosis masokisme seksual tidak selalu diperlukan.
24 Masokisme seksual juga harus dibedakan dari diri sendiri atau perilaku mencelakai yang dilakukan untuk alasan lain selain gairah seksual. Individu dengan masokisme seksual sering memiliki kelainan seksual atau parafilia. Beberapa orang, terutama laki-laki, memiliki diagnosa dari kedua sadisme seksual dan masokisme seksual. 2.3.4
Pengobatan Terapi perilaku sering digunakan untuk mengobati parafilia. Hal ini dapat mencakup manajemen dan pengkondisian pola gairah dan masturbasi. Terapi melibatkan restrukturisasi kognitif dan pelatihan keterampilan sosial juga dimanfaatkan. Terapi ini juga digunakan untuk mengurangi fantasi dan perilaku yang berkaitan dengan parafilia. Hal ini benar terutama dari orang-orang yang menunjukkan perilaku masokis sangat berbahaya. Pengobatan juga dapat lebih rumit daripada masalah kesehatan yang berkaitan dengan perilaku seksual itu sendiri. Penyakit menular seksual dan masalah medis lainnya, terutama ketika perilaku sadomasokis melibatkan pelepasan darah, dapat hadir. Juga, orang yang berpartisipasi dalam hypoxyphilia dan perilaku berbahaya lainnya dapat menderita rasa sakit yang hebat dan bahkan kematian.
2.3.5
Prognosa Karena perilaku yang langka, dan ketidakpastian yang menjadi penyebabnya, pengobatannya lebih sering mengalami kesulitan. Fakta bahwa
25 fantasi masokis banyak yang secara sosial tidak dapat diterima atau tidak biasa, menyebabkan beberapa orang yang mungkin memiliki gangguan untuk tidak mencari atau melanjutkan pengobatan. Mengobati paraphilia sering menjadi hal yang sensitif untuk banyak profesional kesehatan mental. Kasus yang berat atau sulit dari masokisme seksual harus dirujuk ke profesional yang memiliki pengalaman mengobati kasus tersebut. 2.3.6
Pencegahan Karena kadang-kadang tidak jelas apakah perilaku sadomasokis adalah bidang eksperimen normal atau indikasi diagnosis masokisme seksual, pencegahan menjadi masalah yang rumit. Seringkali pencegahan mengacu pada pola perilaku sadomasokis, sehingga hanya melibatkan simulasi rasa sakit yang parah dan selalu melibatkan pasangannya untuk menyetujui dengan keterbatasan masing-masing. Juga karena fantasi dan dorongan yang berasal dari masa kecil atau remaja dapat menjadi dasar untuk perilaku sadomasokis di masa dewasa, pencegahan menjadi lebih sulit. Orang mungkin sangat berkeberatan untuk mengungkap dan mendiskusikan fantasi sadism maupum masokis mereka sebagai bagian dari pengobatan.
26
2.4
Sadisme Seksual Sadisme seksual (sexual sadism) dinamai berdasarkan nama Marquis de Sade (1740-1814), pria Prancis pada abad ke-18 yang terkenal, yang menulis cerita tentang kenikmatan mencapai kepuasan seksual dengan memberikan rasa sakit atau rasa malu pada orang lain. Sadisme seksual ditandai dengan preferensi mendapatkan atau meningkatkan kepuasan seksual dengan cara menyakiti orang lain, baik secara fisik maupun mental. Berbeda dengan sadisme, objek yang disakiti pada orang dengan masokisme seksual adalah diri sendiri. Sadisme seksual adalah sisi kebalikan dari masokisme seksual. Sadisme seksual melibatkan dorongan yang kuat dan berulang serta fantasi terkait untuk melakukan suatu tindakan dimana seseorang dapat terangsang secara seksual dengan menyebabkan penderitaan fisik atau rasa malu pada orang lain. Orang dengan parafilia jenis ini, ada yang mewujudkan fantasi mereka atau malah terganggu dengan adanya fantasi tersebut. Mereka dapat mencari pasangan yang sejalan, bisa jadi kekasih atau istri dengan kelainan masokistik, atau bisa juga pekerja seks komersil. Akan tetapi, ada juga yang mengintai dan menyerang korban tanpa izin dan menjadi terangsang dengan memberikan rasa sakit atau penderitaan pada korban mereka (Sarwono, 2010) Pemerkosa sadistik terdapat pada kelompok terakhir ini. Namun, kebanyakan pemerkosa tidak mencari rangsangan seksual dengan menyakiti
27 korban mereka, mereka bahkan dapat kehilangan hasrat seksual ketika melihat korban mereka kesakitan. Pada beberapa kasus, seorang dengan sadisme dipenjarakan sebagai sex offender yang menyiksa korbannya, dan mendapatkan kepuasan seksual dari perbuatannya (Dietz, Hazelwood, & Warren, 1990). Dibandingkan dengan sex offenders lain, orang dengan sadisme seksual labih sering berkedok sebagai polisi, melakukan pembunuhan berseri, mengikat korban, serta menyembunyikan mayat (Gratzer & Bradford, 1995). Manual Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, juga dikenal sebagai DSM, digunakan oleh profesional kesehatan mental untuk memberikan diagnosa gangguan mental tertentu. Dalam edisi 2000 dari manual ini-Edisi Keempat, Revisi Teks, juga dikenal sebagai DSM-IV-TR sadisme seksual terdaftar sebagai salah satu dari beberapa parafilia. Para parafilia adalah kelompok gangguan mental yang ditandai dengan obsesi dengan praktik seksual yang tidak biasa atau dengan aktivitas seksual yang melibatkan nonconsenting atau mitra tidak pantas (seperti anak-anak atau hewan). Para parafilia mungkin termasuk dorongan dengan gairah berulang atau fantasi serta perilaku yang sebenarnya. Selain kenikmatan seksual atau kegembiraan berasal dari rasa sakit dan penghinaan menimbulkan yang lain, seseorang di diagnosis dengan sadisme seksual sering mengalami penurunan yang signifikan atau stres yang berat karena perilaku sadis nyata atau fantasi sadis.
28 Berkenaan dengan perilaku sadis yang sebenarnya, orang tersebut menerima rasa sakit, penderitaan, atau penghinaan mungkin karena bukan pasangan atau mitra seksnya sendiri. Ketika aktivitas seksual konsensual ini terjadi dan disetujui oleh kedua belah pihak, perilaku ini bisa disebut sebagai sadomasokisme. Dan jika pasangan yang menerima siksaan dalam penyetujuan dapat diberikan diagnosis masokisme seksual atau jika pasangan yang melakukan tindakan sadismenya disebut sadisme. Tindakan sadis yang dilakukan atau berkhayal oleh seseorang dengan sadisme sering mencerminkan keinginan untuk dominasi seksual atau psikologis orang lain. Ini berkisar tindakan dari perilaku yang tidak secara fisik berbahaya meskipun mungkin memalukan bagi orang lain (seperti sedang buang air kecil), untuk perilaku kriminal dan berpotensi mematikan. Kisah dominasi mungkin termasuk menahan atau memenjarakan mitra melalui penggunaan borgol, kandang, rantai, atau tali. Tindakan-tindakan lain dan fantasi yang berhubungan dengan sadisme seksual termasuk mengayuh, memukul, mencambuk, pembakaran, pemukulan, administrasi sengatan listrik, menggigit, buang air kecil atau buang air besar pada orang lain, memotong, pemerkosaan, pembunuhan, dan mutilasi. Dalam kasus ekstrim, sadisme seksual dapat menyebabkan cedera serius atau kematian bagi orang lain. Menurut DSM hasil ini lebih mungkin ketika paraphilia di diagnosis parah, dan jika dikaitkan dengan gangguan
29 kepribadian antisosial, gangguan kepribadian yang mungkin termasuk gejala psikotik. 2.4.1
Penyebab dan Gejala Tidak ada penyebab yang diterima secara universal atau teori yang menjelaskan asal dari sadisme seksual, atau dari sadomasochism. Beberapa peneliti mencoba untuk menjelaskan kehadiran parafilia seksual pada umumnya sebagai hasil faktor biologis. Bukti untuk sudut pandang ini berasal dari temuan abnormal dari tes neuropsikologi dan neurologis dari pelaku kejahatan seks. Beberapa peneliti percaya bahwa parafilia terkait dengan masalah lain seperti cedera otak, skizofrenia, atau gangguan mental. Sering kali, orang dengan gangguan seksual atau gejala paraphilia yang di, diagnosis dengan gangguan mental lainnya. Teori lain tentang parafilia berasal dari teori belajar. Ini menunjukkan bahwa parafilia berkembang karena orang tersebut diperlukan untuk menekan, atau mendiamkan, fantasi seksual yang tidak pantas. Karena fantasi tidak bertindak keluar awalnya, dorongan untuk melaksanakannya meningkat. Ketika seseorang akhirnya bertindak atas fantasi, mereka berada dalam keadaan tertekan yang cukup besar dan / atau gairah. Teori ini tidak diterima oleh para ahli forensik di Biro Investigasi Federal (FBI) dan peneliti lain yang mempelajari kejahatan seksual. Daripada menekan fantasi, kebanyakan orang yang akhirnya ditahan karena kejahatan yang melibatkan sadisme seksual
30 mulai dari bentuk yang ringan, hingga maju ke cara yang lebih merugikan dari pada hanya sekedar memerankan peran dengan pasangannya. Sebagai contoh, data base FBI menunjukkan bahwa orang-orang ini hampir selalu laki-laki memulai dengan mengumpulkan materi pornografi yang menggambarkan tindakan sadis, atau mereka dapat menarik tali dan rantai pada foto-foto model dalam iklan baju renang atau pakaian. Mereka kemudian biasanya berkembang ke wanita untuk menyewa pelacur,
untuk bertindak
mengeluarkan fantasinya, dan untuk meminta pacar atau pasangan lain bersedia untuk bekerja sama dengan fantasi mereka. Dengan kata lain, tingkat keparahan dari tindakan sadis cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Gejala Individu dengan sadisme seksual gairah seksual berasal dari rasa sakit yang diberi secara fisik maupun psikologis, penderitaan, atau penghinaan kepada orang lain, yang mungkin atau tidak mungkin pasangan menyetujuinya. Mereka mungkin mengalami gangguan fungsi atau tertekan karena perilaku sadis atau fantasi. Ini tertekan dan mengalami penurunan mungkin karena kenyataan bahwa pasangan tersebut tidak menyetujui. 2.4.2
Demografi Meskipun fantasi seksual sadis sering dimulai pada masa kecil seseorang, awal sadisme seksual aktif biasanya terjadi selama awal masa dewasa. Ketika perilaku sadis yang sesungguhnya dimulai, sering kali akan melanjutkan dan cenderung menetap, terutama jika mereka tidak mencari bantuan.
31 Sadisme seksual dengan pasangan yang saling menyetujui jauh lebih umum daripada pasangan nonconsensual. Ketika pasangan yang menyetujui terlibat, sadis dan masokis mungkin baik pria atau wanita. Ketika tidak saling menyetujui hampir selalu terjadi pada laki-laki. Sadomasokisme
yang
melibatkan
pasangan
yang
menyetujui
diangggap biasa di Amerika Serikat. Dan tidak dianggap sebagai gangguan kejiwaan lebih sedikit orang menganggap mereka hanya penyuka fantasi seks sadis dan masokis. 2.4.3
Diagnosa Diagnosis dari sadisme seksual terjadi karena beberapa faktor, mulai dengan fakta bahwa orang dengan gangguan tersebut tidak memasukkan terapi secara sukarela. Beberapa termotivasi oleh ketakutan karena takut ketahuan oleh orang lain atau anggota keluarga, dan minoritas memasuki terapi karena istri atau pacar yang tertekan oleh gangguan tersebut. Diagnosis dari sadisme seksual didasarkan pada hasil wawancara seorang psikiater dengan pasien. Dalam beberapa kasus, orang dengan sadisme seksual dapat dirujuk ke klinik khusus untuk pengobatan gangguan seksual. Di klinik, ia akan diberikan kuesioner dimaksudkan untuk mengukur keberadaan dan tingkat distorsi kognitif tentang pemerkosaan dan bentuk-bentuk pemaksaan lain, agresi, dan impulsif. DSM-IV-TR kriteria untuk sadisme seksual termasuk fantasi seksual berulang secara intens, dorongan, atau perilaku yang melibatkan tindakan
32 nyata di mana orang lain menderita penderitaan psikologis atau fisik, sakit, dan penghinaan. Penderitaan korban, rasa sakit, dan penghinaan menyebabkan orang dengan sadisme seksual menjadi terangsang. Fantasi, mendesak, atau perilaku harus hadir untuk setidaknya enam bulan. Kriteria diagnostik juga menerangkan bahwa orang yang bertindak atas dorongan atau fantasi dengan orang nonconsenting, atau bahwa orang tersebut telah mengalami penderitaan yang nyata atau masalah interpersonal yang mendesak atauhanya sebuah fantasi. Sadisme seksual harus dibedakan dari gairah seksual yang normal, perilaku, dan eksperimen. Beberapa bentuk agresi ringan, seperti "gigitan cinta" atau goresan, berada dalam kisaran perilaku normal selama hubungan seksual. Sadisme juga harus dibedakan dari perilaku sadomasokis yang melibatkan hanya sakit ringan dan / atau simulasi rasa sakit yang lebih berbahaya. Bila faktor-faktor yang hadir, diagnosis sadisme seksual tidak selalu diperlukan. Gangguan mental lainnya, seperti gangguan psikotik, mungkin termasuk elemen sadisme atau parafilia lainnya. Sebagai contoh, pasien dengan gejala psikotik mungkin melakukan tindakan sadis untuk alasan lain selain rangsangan seksual. Dalam kasus ini, diagnosis tambahan dari sadisme seksual tidak dibenarkan.
33 Orang yang didiagnosis dengan sadisme seksual mungkin memiliki gangguan seksual lain atau parafilia. Beberapa orang, terutama laki-laki, memiliki diagnosa dari kedua sadisme seksual dan masokisme seksual. 2.4.4
Pengobatan Terapi perilaku sering digunakan untuk mengobati parafilia. Pendekatan ini untuk pengobatan mungkin meliputi pengelolaan dan pengkondisian pola gairah dan masturbasi. Terapi melibatkan restrukturisasi kognitif dan pelatihan keterampilan sosial juga sering dimanfaatkan. Obat dapat digunakan untuk mengurangi fantasi dan perilaku yang berkaitan dengan parafilia. Bentuk pengobatan ini terutama dianjurkan bagi orang yang menunjukkan perilaku sadis yang berbahaya bagi orang lain. Obat-obat yang dapat digunakan meliputi hormon wanita (paling sering medroksiprogesteron asetat, atau MPA), yang mempercepat pembersihan testosteron dari aliran darah, obat anti androgen, yang memblokir penyerapan tubuh testosteron, dan selective serotonin reuptake inhibitor, atau SSRI . Perilaku sadis nonconsensual sering menyebabkan masalah dengan sistem peradilan pidana. Isu yang terkait dengan masalah hukum dapat mengganggu atau menunda pengobatan pasien. Orang dengan sadisme seksual mungkin enggan untuk mencari atau melanjutkan pengobatan karena mereka takut dilaporkan ke polisi atau disebut dalam gugatan oleh pasangan yang tidak menginginkan.
34 Pengobatan sadisme seksual juga dapat menjadi rumit dalam masalah kesehatan yang berkaitan dengan perilaku seksual. Penyakit menular seksual dan masalah medis lainnya mungkin ada, terutama ketika perilaku sadis melibatkan pelepasan darah atau cairan tubuh lainnya. 2.4.5
Prognosa Karena ketidakpastian penyebab sadisme seksual pengobatan lebih sering mengalami kesulitan. Fakta bahwa fantasi sadis banyak yang secara sosial tidak dapat diterima atau tidak biasa membuat banyak orang yang mungkin memiliki gangguan untuk menghindari atau keluar dari pengobatan. Mengobati paraphilia sering menjadi hal yang sensitif bagi profesional kesehatan mental. Kasus yang berat atau sulit dari sadisme seksual harus dirujuk ke klinik khusus untuk pengobatan gangguan seksual atau untuk profesional dengan pengalaman dalam mengobati kasus tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, tindakan sadisme seksual cenderung tumbuh lebih ganas atau aneh dari waktu ke waktu. Sebagai lakilaki dengan gangguan tersebut bertambah tua, namun kemampuan mereka untuk melakukan tindakan seperti itu mulai menurun. Sadisme seksual jarang di diagnosa pada pria di atas 50.
2.4.6
Pencegahan Karena kadang-kadang tidak jelas apakah perilaku sadomasokis adalah dalam bidang eksperimen normal atau indikasi diagnosis sadisme seksual, pencegahan menjadi masalah rumit. Seringkali, pencegahan mengacu pada
35 pola perilaku sadis sehingga tidak pernah melibatkan individu dan terutama melibatkan simulasi rasa sakit dan tidak sakit nyata. Juga, karena fantasi dan dorongan yang berasal dari masa kecil atau remaja dapat menjadi dasar untuk perilaku sadomasokis di masa dewasa, pencegahan menjadi sulit. Orang mungkin sangat berkeberatan untuk mengungkap dan mendiskusikan fantasi sadis mereka.
2.5
Sadomasokisme Seksual Kata sadomasokis itu adalah gabungan dari sadis dan masokis. Masokisme adalah kecenderungan yang tidak normal untuk mendapatkan kesenangan karena disakiti orang lain. Masokis adalah orang yang mendapat kesenangan karena atau dengan cara disakiti orang lain. Karena pada pelaksanaan hubungan seksual itu berpasangan (antara pria dan wanita), maka disebutlah sadomasokisme. Artinya, lebih pada wanita yang jadi korbannya. Banyak orang memiliki fantasi sadistik atau masokistik pada saat-saat tertentu atau melakukan permainan seks yang melibatkan simulasi atau bentuk ringan sadomasokisme (sadomasochism) dengan pasangan mereka. Sadomasokisme menggambarkan interaksi seksual yang secara mutual memuaskan yang melibatkan baik tindakan sadistik dan masokistik. Kelainan ini bisa juga disebut S-M (sadism-Masochism), yaitu sebutan untuk penderita sadisme yang melakukan hubungan seksual dengan masokisme.
36 Simulasi dapat dilakukan dengan menggunakan sikat bulu untuk menyerang pasangan, sehingga tidak menimbulkan rasa sakit yang sebenarnya. Orang yang terlibat dalam sadomasokisme biasanya saling bertukar peran saat melakukan aktivitas seksual atau dari satu aktivitas ke aktivitas lainnya. Diagnosis klinis untuk masokisme atau sadisme seksual biasanya tidak diberikan kecuali jika orang tersebut merasa tertekan akibat perilaku atau fantasinya, atau tindakannya membahayakan diri sendiri atau orang lain.
2.6
Ikhtisar Parafilia Tipe utama parafilia adalah pola yang tidak biasanya atau menyimpang dari pemuasan seksual, kecuali masokisme, gangguan ini terjadi hampir seluruhnya terjadi pada pria. Dalam ilmu psikologi, gangguan ini dikategorikan dalam perilaku Obsessive-Compulsive Disorder (OCD). Karena ketertarikannya yang tidak wajar, penderitanya sering kesulitan untuk mendapat pasangan yang cocok. Kalaupun ada, kadang-kadang perilaku seksual yang tidak semestinya itu justru dapat membahayakan dirinya. Ada beberapa bentuk lainnya dari parafilia. Termasuk diantaranya:
1) Exhibisionisme Penderita exhibitionis akan mendapatkan kepuasan seksual dengan cara memperlihatkan alat genitalnya didepan umum, penis secara
37 sengaja kepada perempuan atau anak kecil yang menurutnya sesuai dengan keinginannya. Tahapan awal munculnya kelainan ini adalah adanya perasaan cemas, gelisah, tegang yang berkepanjangan. Setelah penderita memperlihatkan penisnya, penderita merasa lebih tenang dan lega. Menyembuhkan para exhibitionis dapat dilakukan dengan mengajaknya berkonsultasi dengan seorang psikiater. 2) Voyeurisme atau Scoptophilia Voyeurisme atau scoptophilia adalah kelainan seksual yang pada penderitanya memperoleh kepuasan seksual dengan cara mengintip atau melihat orang lain sedang telanjang, mandi, atau bahkan berhubungan seksual. 3) Masokisme Seksual Kelainan ini diidap seseorang yang dengan sengaja membiarkan dirinya disiksa atau disakiti, baik secara fisik maupun psikologis, hanya untuk memperoleh kepuasan seksual. Ia akan semakin puas apabila dirinya semakin tersakiti atau tersiksa. 4) Fetishisme Fetishisme ketertarikan seksual pada objek bukan manusia atau bagia tubuh tertentu. Merupakan pemujaan yang ditunjukan pada bendabenda mati atau bagian tubuh seseorang idolanya, sampai mendapatkan kepuasan seksual. Ada beberapa sebutan untuk para fatis, yaitu manekinisme dan pygmalionisme. Manekinisme adalah
38 seorang fatis yang mempunyai fatishi berupa manekin (patung yang dipajang didalam sebuah etalase dengan menggunakan baju perempuan). Sedangkan pygmalionisme adalah seorang fatis yang mempunyai fatishi berupa patung hasil pahatan. 5) Froterisme Kepuasan seksual dihubungkan dengan tindakan menempelkan atau mengosok-gosokkan alat genitalnya pada orang lain tanpa izin. 6) Sadisme Seksual Kelainan ini merupakan kebalikan dari mesokisme seksual. Artinya, penderita akan memperoleh kepuasan seksual jika melakukan hubungan seksual dengan cara menyakiti atau menyiksa terlebih dahulu pasangannya.
7) Transvestite Transvestite adalah istilah yang diberikan kepada seorang laki-laki heteroseksual yang menginginkan memakai pakaian perempuan. Tujuannya untuk membangkitkan rangsangan seksual dan kemudian dapat memperoleh kepuasan seksualnya. Kelainan ini merupakan gangguan psikoseksual. 8) Phedophilia Phedophilia adalah kelainan seksual yang memperoleh kepuasan jika berhubungan seksual dengan anak kecil atau di bawah umur.
39 9) Necrophilia Penderita kelainan akan memperoleh kepuasan jika berhubungan dengan mayat. Ia takut berhubungan dengan normal karena takut terjadi penolakan yang otomatis mempengaruhi psikologis dan aktivitas seksualnya. Mayat adalah objek seksual yang dianggap tidak akan dapat melawan atau menolak keinginannya dalam berhubungan seksual. 10) Zoofilia Zoolagnia adalah kelainan seksual yang diidap seseorang yang memperoleh kepuasan seksual ketika melihat binatang sedang berhubungan seksual. 11) Sadomasochist Kelainan ini bisa juga disebut S-M, yaitu sebutan untuk penderita sadisme yang melakukan hubungan seksual dengan masokisme. 12) Bestialitas Penderita kelainan ini akan memperoleh kepuasan seksual melalui binatang. Artinya, ia dapat berhubungan seksual dengan binatang.
2.7
Ciri-Ciri Masokisme Seksual 1) Ciri utama dari masokis adalah munculnya nafsu birahi melalui rasa sakit. Ini jelas berbeda dengan orang normal yang birahinya lenyap justru kalau
40 sedang sakit. Bagi penderita ini, rasa sakit merupakan pengalaman sensasional yang mendebarkan, merangsang dan membangkitkan libido seksual. 2) Disebut sadomasokis karena ada dua pihak yang terlibat dalam perilaku seks aneh ini. Pihak sadis adalah pasangan yang memberikan rasa sakit atau hukuman, misalnya memukul dengan cemeti, mengikat dengan tali atau rantai, menyundut dengan rokok, dan sebagainya. Sebaliknya, pihak masokis adalah orang yang menerima rasa sakit, penghinaan atau orang yang dikendalikan oleh pasangannya. 3) Umumnya, pelaku seksual masokis terjadi dalam konteks yang mirip hukuman atasan-bawahan, yang meniru interaksi antara tuan atau nyonya dengan budaknya ada, majikan dan pelayannya, guru dan murid,, dan orang tua dengan anaknya. 4) Masokis biasanya mengenakan pakaian kulit hitam atau karet. Beberapa pria gay dan heteroseksual terlibat dalam semacam sadomasokisme yang dikenal dengan nama leathersex dengan mengenakan rantai kunci atau sapu tangan berwarna melambangkan peran yang dimainkan. Bila dia mengenakan kunci di bagian kiri menunjukkan bahwa orang tersebut berperan sebagai si sadis, dan pada sisi kanan menunjukkan bahwa orang ini lebih suka sebagai si masokis. Dalam bentuk yang lebih lunak, tanpa kekejaman yang jelas atau hukuman badaniah, sikap dominan dan sikap
41 tunduk bisa ditemukan pada banyak pasangan, atau mungkin merupakan elemen fantasi kehidupan. 5) Meskipun tindakan masokistik dalam bentuk yang sangat ekstrim dapat membahayakan fisik maupun psikologis, kebanyakan orang yang terlibat dalam perilaku seperti ini sadar melakukannya dan paham terhadap resiko serta menjaga batas-batas yang telah ditentukan secara hati-hati.
2.8
Faktor-faktor Penyebab Pemaparan
seks yang
prematur, atau
traumatik, dalam bentuk
penyiksan seksual masa anak-anak. Kira-kira 75% laki-laki yang diterapi di National Institute for Study, Prevention, and Treatment Sexual di Baltimore, adalah korban penyiksaan seksual pada masa anak-anaknya. Karena alasan yang masih belum dimengerti, jika seorang anak perempuan disiksa, mereka lebih sering terinhibisi secara seksual. Sedangkan anak laki-laki yang disiksa cenderung mewujudkan perilaku parafilia. Supresi berlebihan terhadap keingintahuan alami tentang seks, karena alasan religius atau alasan lain. Anak laki-laki yang diajari bahwa seks tabu, kotor dan dihukum karena minatnya terhadap seks, mungkin menjadi laki-laki dengan perilaku fetihisme atau obsesi. Represi parah tidak dianggap sebagi suatu bentuk penyiksaan seksual, tetapi bisa jadi demikian.
42
2.9
Pendekatan Psikoanalisa dalam Menjelaskan Perilaku Seksual Masokis Freud memperkenalkan istilah masokisme primer dan sekunder. Walaupun gagasan ini memiliki sejumlah penafsiran, dalam masokisme primer, masokis melakukan penolakan sepenuhnya atau sebagian kepada model atau objek kawin (atau sadis), mungkin melibatkan model menganggap musuhnya sebagai pasangan yang terpilih. Penolakan sepenuhnya ini terkait dengan pengendali kematian dalam psikoanalisa Freud (Sarwono 2001). Dalam
masokisme
sekunder,
sebaliknya,
masokis
mengalami
penolakan yang ringan dan hukuman oleh model. Masokisme sekunder, dengan kata lain, adalah versi yang relatif kasual dan lebih lembut. Sartre menyajikan teori sadisme dan masokismenya. Karena kenikmatan atau kekuatan dalam mencari figur korban banyak ditemukan dalam sadisme dan masokisme, Sartre mampu menghubungkan fenomena ini dengan filosofi terkenalnya “Look of the Other (Melihat orang lain)”. Sartre berpendapat kalau masokisme adalah usaha oleh ‘For-itself’ (kesadaran) untuk mereduksi dirinya ke ketiadaan, menjadi objek yang tenggelam dalam “relung subjektivitas orang lain.” Dengan ini Sartre bermaksud mengatakan kalau adanya keinginan ‘For-itself’ untuk mempertahankan sudut pandang dimana ia subjek sekaligus objek, strategi yang mungkin adalah mengumpulkan dan memperkuat tiap
43 perasaan dan postur dimana diri tampak sebagai objek untuk ditolak, diuji dan dipermalukan, dan dengan cara ini For-itself berjuang menuju sudut pandang dimana hanya ada satu subjektivitas dalam hubungan, yang merupakan milik yang dilecehkan dan peleceh sekaligus. Sartre
berpendapat
kalau
sadisme
adalah
usaha
menghapus
subjektivitas korbannya. Itu berarti kalau sadis terdorong oleh gangguan emosional korban karena mereka mencari subjektivitas yang memandang korban sebagai subjek sekaligus objek Perkembangan
manusia dalam
psikoanalisis
merupakan
suatu
gambaran yang sangat teliti dari proses perkembangan psikososial dan psikoseksual, mulai dari lahir sampai dewasa. Dalam teori Freud setiap manusia harus melewati serangkaian tahap perkembangan dalam proses menjadi dewasa. Tahap-tahap ini sangat penting bagi pembentukan sifat-sifat kepribadian yang bersifat menetap. Lebih lanjut Freud mengemukakan bahwa manusia terlahir dengan sejumlah insting (naluri). Insting-insting itu dapat digolongkan dalam dua jenis, yaitu insting hidup (life instinct) dan insting mati (death instinct) (Kelly Brook, 2001) Insting hidup adalah naluri untuk mempertahankan hidup dan keturunan, sedangkan insting mati adalah naluri yang menyatakan bahwa pada suatu saat seseorang itu akan mati.
44 Mengenai insting hidup jelas dinyatakan sebagai insting seksual dan energi-energi yang berasal dari insting seksual inilah yang disebutnya sebagai libido atau dapat diartikan sebagai insting seksual. Insting-insting seksual mula-mula memang berkaitan erat dengan bagian-bagian tubuh tertentu, yaitu bagian-bagian tubuh yang dapat menimbulkan kepuasan seksual. Bagian-bagian tubuh itu disebut daerahdaerah erogen (erogenous zones), yaitu mulut, anus (pelepasan), dan alat kelamin (Sarwono, 2010). Namun, dengan berkembangnya sistem kejiwaan manusia, rasa puas atau ketegangan-ketegangan (tension) yang berasal dari daerah-daerah erogen ini lama-kelamaan terlepas dari kaitannya dengan tubuh dan menjadi dorongan-dorongan yang berdiri sendiri sendiri. Sifat, kekuatan, dan cara penyaluran dari libido pada masa anak-anak sangat menentukan kehidupan kejiwaan dan kepribadian orang yang bersangkutan, oleh karena itu masa anak-anak dipandang sebagai masa kritis yang penting sekali artinya (Chainur Arrasjid) Dalam tahapan perkembangan psikoseksual individu sendiri dibagi ke dalam dua alur besar, dimana alur besar yang pertama disebut tingkat pragenital yang terdiri dari tingkat oral, anal dan falik. Sedangkan alur besar yang kedua terbagi kedalam tingkat laten dan tingkat genital. Selanjutnya akan dijelaskan sebagai berikut:
45 a. Tingkat Oral, pada tahapan ini berlangsung pada usia bayi 0 - 1 tahun. Dalam fase ini pusat kenikmatan bersumber pada daerah tubuh sekitar mulut. b. Tingkat Anal, terjadi pada usia 1 - 4 tahun, perkembangan psikoseksual pada masa ini dibagi menjadi dua tahap yaitu, tahap anal eksklusif, di mana anak mendapatkan kepuasan seksual dari proses buang air besar, sedangkan tahap selanjutnya disebut tahap anal alternatif di mana anak mendapatkan kepuasan seksual dengan menahan tinja dalam perut. c. Tingkat Falik, terjadi pada usia 4 - 6 tahun inti dari perkembangan psikoseksual pada masa ini adalah kompleks oedipoes. Kompleks oedipoes berarti cinta seorang anak laki-laki kepada ibunya atau cinta seorang anak perempuan kepada ayahnya. Disamping itu, tanda-tanda pada periode ini antara lain, meningkatnya kegiatan masturbasi, meningkatnya keinginan untuk bersentuhan tubuh dengan anggota keluarga yang berlawanan jenis, dan meningkatnya kecenderungan ekshibionis. d. Tingkat laten, adalah masa konsolidasi dalam perkembangan psikoseksual. Tidak ada perkembangan atau pertumbuhan baru. Mekanisme-mekanisme pertahanan seksual yang suadah ada dimanfaatkan untuk penyesuaian diri terhadap lingkungan, tetapi tidak ada mekanisme-mekanisme baru yang dibentuk. e. Tingkat genital, adalah penghubung antara masa anak-anak dan dewasa. Ada tiga tahapan pada tahap ini yaitu:
46 -
tahap prapuber ditandai dengan meningkatnya kembali dorongan libido,
-
tahap puber yaitu ditandai dengan pertumbuhan fisik, khususnya tandatanda seksual sekunder dan kemampuan organik (ereksi),
-
tahap adaptasi di mana remaja bersangkutan menyesuaikan diri terhadap dorongan-dorongan seksual dan perubahan-perubahan kondisi fisik yang tiba-tiba mengarah pada bentuk kematangan fisik ke arah tahap individu dewasa. Disamping adanya faktor genetik yang menyebabkan terjadinya
penyimpangan orientasi seksual, juga dapat terjadi pada fase perkembangan psikoseksual manusia yang memungkinkan terjadinya tindakan disasosiatif dalam perkembangannya. Seorang sadis, di sisi lain, dapat merasakan kekuatan dan otoritas yang datang dari bermain dominan atau mendapatkan kenikmatan lewat penderitaan masokis. Masih belum dipahami apa yang menghubungkan pengalaman emosional ini dengan gratifikasi seksual atau bagaimana hubungan tersebut awalnya terbentuk. Bila kita mempertimbangkan kalau Ego juga merupakan pusat struktur repetitif mandiri yang kelaparan di kepenuhan dan keterhubungan yang ia nikmati di awal kehidupan, kita juga dapat memahami penghancuran batasan tersebut (dalam proses mempermalukan) dapat membawa re-imersi sementara kedalam matriks kehidupan bagi masokis. Sadis akan mengambil kenikmatan yang lebih sedikit dari ilusi menjadi Tuhan.
47 Dr. Joseph Merlino, penulis dan penasehat psikiatrik New York Daily News, mengatakan dalam sebuah wawancara kalau hubungan sadomasokistik, sejauh bersifat konsensual, bukanlah masalah psikologis: “Masalahnya hanya bila membuat individu merasa kesulitan, bila ia tidak senang dengannya atau itu menyebabkan masalah dalam hidup pribadi atau profesionalnya. Bila tidak, saya tidak melihat adanya masalah. Namun anggap saja memang ada, apa yang saya heran adalah apa biologi dibalik hal ini yang menyebabkan kecenderungan kedalam masalahnya dan secara dinamis, apa pengalaman yang membawa individu ini menuju ujung spektrum masokisme ini.” Biasanya disetujui oleh para psikolog kalau pengalaman di masa perkembangan seksual dapat memiliki pengaruh besar pada karakter seksualitas di kemudian hari. Walau demikian, keinginan sadomasokistik terlihat terbentuk dalam berbagai usia. Beberapa individu melaporkan mulai menginginkannya sebelum pubertas, sementara yang lain tidak hingga dewasa. Menurut sebuah studi, mayoritas sadomasokis laki-laki (53%) mengembangkan minatnya sebelum usia 15, sementara mayoritas perempuan (78%) mengembangkan minatnya lebih tua lagi. Prevalensi sadomasokisme secara umum dalam populasi umum tidak diketahui. Walaupun sadis perempuan lebih sulit dikenali dari laki-laki, beberapa survey menunjukkan sejumlah fantasi sadis pada laki-laki dan perempuan. Hasil studi tersebut menunjukkan kalau jenis kelamin tidak menentukan pilihan sadisme.
48
2.10 Kepuasan Seksual Seks adalah kegiatan yang serius, dalam hubungan tidak ada keraguraguan. Tujuan dan cara menguji keberhasilan seksual adalah orgasme kedua belah pihak sehingga menimbulkan kepuasan seksual. Kreativitas suasana harus diciptakan guna menggairahkan hubungan dengan teknik dan variasi seksual (Tahta, 2008). Menurut Indracaya (2000) mengatakan bahwa sebenaranya seks membutuhkan variasi baru/pergantian gaya maupun posisi ketika sanggama karena kejenuhan dalam berhubungan intim dapat membuat pasangan tidak memperoleh kepuasan seksual. Nafsu dan hasrat tersebut yang berasal dari Id, menurut Freud (1990) adalah penjelmaan dari naluri seksualitas yang ada pada diri manusia. Naluri seksual adalah asal dari perasaan cinta pada lakilaki dan perempuan, namun terdapat perbedaan yang mencolok diatara naluri seksual kedua jenis tersebut. 2.10.1 Orgasme Boleh dibilang, orgasme adalah puncak pencarian erotisme. Hampir semua tindakan erotis diarahkan semata-mata untuk mencapai orgasme. Sebagian orang malah menyebutnya sebagai surga di bumi. Jadi, kalau belum pernah orgasme, berusahalah mencapainya. Orgasme bisa diperoleh dari hubungan seksual ataupun melalui masturbasi. Asalkan ada rangsangan erotik maka bisa memunculkan orgasme.
49 Apa sebenarnya orgasme, menjelang atau pada saat orgasme terjadi vasocongestion (berkumpulnya darah pada daerah kelamin dan payudara sehingga daerah tersebut menjadi hangat) dan myotonia (ketegangan otot-otot syaraf). Pada laki-laki orgasme gampang dilihat, yakni terjadinya ejakulasi. Kontraksi otot-otot pubokoksigeus, perineum, dan penis mendorong cairan semen yang berisi sperma keluar dari penis. Namun demikian, orgasme bisa saja terjadi tanpa ejakulasi. Pada perempuan, orgasme adalah kontraksi otot pelvik dasar, rektum. uterus dan otot vagina. Antara 5 sampai 12 kontraksi terjadi dalam rentang waktu 1 detik. Secara umum, pengalaman orgasme bagi perempuan dan laki-laki sangat mirip. Ada semacam sensasi denyutan atau perasan ‘tersetrum’ pada perempuan dan ada sensasi mengejang pada laki-laki. Pada saat orgasme, pernafasan meningkat menjadi 30 sampai 40 tarikan nafas. Rata-rata denyut nadi antara 110 sampai 180 per menit. Tekanan darah juga meningkat antara 30 sampai 80 mm/Hg untuk sistolik dan 20 sampai 40 mm/Hg untuk diatolik. Orgasme pada perempuan terdiri dari 2 jenis berdasarkan tempat perangsangannya, yakni orgasme klitoral dan orgasme vaginal. Orgasme klitoral artinya orgasme dicapai melalui perangsangan klitoris, baik secara langsung dirangsang melalui sentuhan atau tidak langsung melalui pergesekan tekanan dinding vulva sebagai akibat gerakan penis ke dalam vagina. Orgasme vaginal adalah orgasme yang timbul karena persentuhan dengan
50 daerah G-spot (daerah yang sensitif dengan rangsangan selain klitoris) di dalam vagina. Meskipun orgasme adalah tujuan hubungan seks, namun penelitian menunjukkan bahwa hanya 75% laki-laki dan 29% perempuan yang selalu orgasme saat melakukan hubungan seksual dengan pasangannya. Artinya ada sebagian orang yang pernah tidak orgasme saat melakukan hubungan seksual. Bahkan ada perempuan yang menyatakan diri tidak pernah mengalami orgasme seumur hidupnya meski telah menikah puluhan tahun dan memiliki beberapa anak. Sekitar 10% perempuan adalah pre-orgasmia alias tidak pernah mengalami orgasme. Hal ini wajar karena dalam banyak budaya, perempuan dituntut untuk hanya melayani hasrat seksual laki-laki dan bertindak pasif dalam hubungan seksual. Selain itu, pre-orgasme bisa saja disebabkan oleh karena pasangannya mengalami disfungsi seksual dan si perempuan tidak mau melakukan masturbasi.
2.11 BATASAN-BATASAN SEKSUAL Ada alasan lain mengapa seseorang dalam pemulihan harus mengejar perkembangan batas-batas seksual yang sehat. Ketika seseorang belajar untuk mengintegrasikan batas-batas seksual yang sehat ke dalam hidup mereka, dan lembaga mengakui dan menghormati batas-batas orang lain tersebut.
51 Sebagaimana telah kita bahas nilai-nilai seksual seseorang dan dapat merusak / menghancurkan batas-batas yang terkait dengan nilai-nilai. Tapi efek seperti tidak berakhir dengan individu. Dalam bentuk yang paling ringan, ini diterjemahkan ke dalam proyeksi seseorang dari batas-batas mereka sendiri, seksual yang tidak sehat ke pasangan mereka. Mereka menganggap bahwa keinginan pasangannya, kebutuhan, dan keinginan mirip dengan sendiri (kebutuhan misalnya untuk orgasme, keinginan untuk aktivitas seksual setiap hari), dan ketika perilaku pasangan mereka bertentangan dengan asumsiasumsi ini, kemarahan dan frustrasi pun sering terjadi. Pada hal yang ekstrim, ini diterjemahkan ke dalam objektifikasi lengkap dari pasangan seksual dan peran mereka dalam tindakan seksual. Hal ini dapat menyebabkan beberapa perilaku seksual yang lebih mengerikan seperti yang terdengar dalam berita maupun media. Karena aktivitas seksual kompulsif adalah tindakan egois, tidak peduli apa perilakunya, tujuan utamanya adalah untuk secara langsung merangsang emosi individu. Sekarang, semua perilaku seksual menjadi egois dalam hal rangsangan emosional, dan masing-masing individu ingin mendapatkan kepuasannya sendiri. Jika tidak mendapatkan kepuasan maka akan berusaha untuk bertindak dan merealisasikannya sebagi bentuk dari konsekuensi yang ingin dicapai. Masturbasi kompulsif misalnya, bergerak untuk memberikan kepuasan emosional yang diperlukan, sedangkan masturbasi sehat bergerak dalam
52 menumbuhkan dan mengeksplorasi kenikmatan dengan terarah. Bahwa hal itu juga memberikan bantuan emosional yang penting, tetapi bukan tujuan utama untuk terlibat dalam bertindak secara seksual. Ini tidak berarti bahwa semua masturbasi, atau semua aktivitas seksual harus berakar pada keintiman, tetapi hanya untuk menunjukkan bahwa perilaku seksual kompulsif tidak pernah terlibat untuk tujuan ini. Tujuannya adalah selalu egois untuk kepuasan masing-masing. Hal ini dapat menyebabkan beberapa kerancuan pada mereka yang berjuang dengan perilaku seksual kompulsif yang melibatkan kebutuhan yang tulus untuk menyenangkan atau memuaskan kebutuhan orang lain seksual yang romantis. Tentu saja tujuan tersebut tidak hanya sebatas keegoisan seperti yang sering terjadi, tindakan pengorbanan diri diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Tapi sebagai orang belajar untuk melihat tujuan seksual melibatkan perasaan romantis untuk memuaskan pasangan mereka. Mereka pasti melihat bahwa tujuan sebenarnya adalah untuk mencapai kepuasan diri. Hal ini dibuktikan dengan reaksi emosional mereka ketika pasangan mereka tidak mencapai kepuasan maupun saat mencapai kepuasaan bahwa mereka berusaha untuk menciptakan hal tersebut. Apakah mereka pergi dengan perasaan penghargaan, kenyamanan dan pemahaman, atau reaksi yang sering terjadi untuk hubungan seksual yang sehat yang tidak memenuhi tujuan seksual / emosional tertentu.
53 Sebaliknya, mereka frustrasi. Mereka merasa seolah-olah telah gagal. Mereka merasa seolah-olah tidak layak. Dan pasangan mereka sering tertinggal dalam perasaan yang harus berbohong, palsu, menghindar atau meyakinkan mereka bahwa mereka memang puas untuk menutupi untuk tindakan seksual. Perilaku seksual kompulsif tersebut akhirnya tidak difokuskan oleh kebutuhan orang lain namun lebih kepada kepuasaan egis saja. Sekarang adalah objektifikasi orang lain (dan efek destruktif compulsivity seksual pada batas-batas) lebih jelas dalam penggunaan pornografi. Penggunaan pornografi adalah untuk meningkatkan rangsangan berpengalaman dalam fantasi. Hal ini digunakan untuk memicu pikiran yang kemudian memicu emosi. Gambar-gambar itu sendiri tidak dilihat sebagai orang yang nyata (kecuali dalam kasus fantasi romantis), tetapi sebagai objek yang berfungsi untuk memainkan peran dalam fantasi yang menyertai mereka. Seperti perilaku yang menimbulkan pola tertentu dan berlanjut pada tindakan nyata, dan semakin mendarah daging. Jadi, perilaku inti tertanam pada diri sendiri dan mulai membedakan ke area lain dari kehidupan seseorang. Dimana setiap gambaran, objektifikasi tak bernyawa berdiri sebagai alat seksual tidak berbahaya, sifat kompulsif objek menyebabkan tindakan lebih intens, objektifikasi lebih realistis. Telepon seks, seks internet, video dan semua cara untuk meningkatkan fantasi dewasa.
54 Internet memberikan tampilan tubuh menjadi lebih menarik dan lebih hidup, namun menajdi illegal dan tidak sarat hukum. Web cams tersembunyi, video pemerkosaan, beastiality yang semuanya terus menanamkan nilai-nilai yang tidak baik dimasyarakat. Apa yang dapat dipelajari dari perilaku seperti itu jika kitasendiri belum pernah dan tidak akan pernah melakukan tindakan seperti itu. Aspek yang paling penting adalah membangun kembali identitas seksual yang sehat. Tentu saja, tanpa nilai-nilai sehat, tidak ada batasan yang sehat. Tanpa batasan yang sehat di tempat umum untuk membantu kita memandu perilaku yang kearah yang lebih baik. Dengan identitas seksual yang sehat perilaku kita juga terlibat dalam akan sehat. Tanpa pondasi, perilaku kita tidak menjadi baik, tidak pasti atau lebih buruk dan menghancurkan menghancurkan, sehingga di dipadu dengan kaidah-kaidah yang baik pula maka seks pun akan berjalan baik, bertanggung jawab dan sesuai norma-norma yang ada.